Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap yang hidup pasti memiliki sebuah cita-cita, bahkan kita hidup ini harus
memiliki sebuah cita-cita, dengan cita-cita kita hidup, dengan cita-cita pula kita berambisi.
Tetapi cita-cita tanpa sebuah keyakinan adalah sebuah mimpi belaka.
Cita-cita diiringi dengan keyakinan akan memberikan kita semangat dalam mengejar cita-cita
kita itu.
Matan “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” diputuskan oleh Tanwir
Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo dalam rangka melaksanakan amanat Muktamar
Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Kemudian oleh pimpinan pusat
Muhammadiyah Matan ini diubah dan disempurnakan, khususnya pada segi peristilahannya
berdasarkan amanat dan kuasa Tanwir Muhammadiyah tahun 1970.
Maka dari itu makalah kami kali ini akan mengangkat topik Matan Kehidupan Cita-
cita Hidup Muhammadiyah, agar kita bisa mengerti bagaimana cita-cita hidup
Muhammadiyah.

1.2 Rumusan Masalah


Setelah latar belakang disusun, rumusan masalah dalam makalah ini juga telah
dirumuskan, sebagai berikut:
1. Apa cita-cita Muhammadiyah?
2. Bagaimana pandangan Islam dalam keyakinan Muhammadiyah?
3. Apa yang menjadi pemikiran dan gerakan Muhammadiyah?

1.3 Tujuan Penulisan


Setelah latar belakang dan rumusan masalah yang telah kami rumuskan, tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang menjadi cita-cita Muhammadiyah
2. Mengetahui pandangan Islam dalam keyakinan Muhammadiyah
3. Mengetahui apa yang menjadi pemikiran dan gerakan Muhammadiyah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cita-cita Muhammadiyah


Sistem paham (ideologi) Muhammadiyah dalam memperjuangkan gerakan untuk
mencapai tujuan atau dengan kata lain substansi ideologis yang mengandung paham agama
yang fundamental. Pernyataan misi Muhammadiyah dalam kehidupan, khususnya misi dan
peran di tengah kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Rumusan Keyakinan dan cita-cita
hidup Muhammadiyah diangkat wacananya di Mu’tamar Muhammadiyah ke-37 yang
diselenggarakan pada tahun 1968 di kota Yogyakarta. Rumusan PP Muhammadiyah, dalam
hal ini biro ideologi yang melaksanakan amanat dan tugas dari Mu’tamar, seterusnya
menyerahkan kepada sidang Tanwir yang berlangsung di Ponorogo (1969) untuk
disahkannya MKCH ini.
Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah adalah:
 Akidah  : Muhammadiyah adalah gerakan berakidah Islam. Cita-cita: bercita-cita dan
bekerja untuk terwujudnya masyarakat  Islam yang sebenar-benarnya.
Ajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan :
Agama Islam sebagai agama hidayah dan rahmat Allah kepada manusia sepanjang
masa. Bentuk dan corak dari keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah diwarnai
dan disinari oleh Islam. Cita-cita yang akan dicapai dalam hidupnya ialah
terwujudnya kebahagian dan kemakmuran didunia dalam rangka ibadah kepada Allah
SWT. Berkeyakinan bahwa ajaran yang mampu melaksanakan hidup sesuai dengan
aqidahnya adalah hanya ajaran Islam.
Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang beraqidah Islam dan dikuatkan oleh hasil
penyelidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa
ajaran yang dapat untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan “Aqidahnya” dalam
mencapai “cita-cita/tujuan” hidup dan perjuangannya sebagaimana dimaksud, hanyalah
ajaran Islam. Untuk itu sangat diperlukan adanya rumusan secara kongkrit, sistematis dan
menyeluruh tentang konsepsi ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia/masyarakat, sebagai isi dari pada masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

2
2.2 Islam dalam Keyakinan Muhammdiyah
Agama Islam menurut Muhammadiyah adalah agama Allah yang diturunkan kepada
para Rasul-Nya sejak Nabi Adam sampai kepada Nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir diutus dengan membawa syariat agama
yang sempurna, untuk seluruh ummat manusia sepanjang masa.
Agama (yaitu agama Islam) ialah apa yang diturunkan Allah dalam Al-Qur’an dan
disebutkan dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta
petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
Agama, sebagaimana Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, adalah apa yang
disyari’atkan Allah dengan perantaraan Nabi-nabi Nya, berupa perintah-perintah dan
larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
Dasar hukum pokok dalam agama Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunah. Al-Qur’an
adalah kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan Sunnah Rasul
adalah penjelasan dan pelaksanaan ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad
saw dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
Muhammadiyah berpendirian bahwa ajaran Islam merupakan kesatuan ajaran yang
tidak boleh dipisahkan antara aqidah, akhlaq, iabdah, dan muamalah duniawiyah. Aqidah
adalah ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan. Akhlaq adalah ajaran yang
berhubungan dengan pembentukan mental. Ibadah adalah ajaran yang berhubungan dengan
peraturan dan tata cara hubungan manusia dan Rabb. Muamalat duniawiyat adalah ajaran
yang berhubungan dengan pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat. Dan kesemuanya
itu bertumpu dan untuk mencerminkan kepercayaan Tauhid dalam kehidupan manusia.

2.3 Pemikiran dan Gerakan Muhammdiyah


a. Bidang Aqidah
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari
gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk langsung kepada suber
utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan
pemikiran teologis. Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Pertama, nash sebagai dasar rujukan. Semangat kembali kepada Alquran dan Sunnah
sebenarnya sudah menjadi tema umm pada setiap gerakan pembaharuan. Karena diyakini
sepenuhnya bahwa hanya dengan berpedoman pada kedua sumber utama itulah ajaran Islam
dapat hidup dan berkembang secara dinamis. Muhammadiyah juga menjadikan hal ini
3
sebagai tema sentral gerakannya, lebih-lebih dalam masalah ‘aqidah, seperti
dinyatakan: “Inilah pokok-pokok ‘aqidah yang benar itu, yang terdapat dalam Alquran dan
dikuatkan dengan pemberitaan-pemberitaan yang mutawatir.”
Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa sumber aqidah Muhammadiyah adalah
alquran dan Sunnah yang dikuatkan dengan berita-berita yang mutawatir. Ketentuan ini juga
dijelaskan lagi dalam pokok-pokok Manhaj Tarjih sebagai berikut: “Di dalam masalah
aqidah hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir, Dalil-dalil umum Alquran dapat
ditakhsis dengan hadits ahad, kecuali dalam bidang aqidah, dalam memahami nash, makna
zhahir didahulukan daripada ta’wil dalam bidang aqidah dan takwil sahabat dalam hal itu
tidak harus diterima.”
Ketentuan-ketentuan di atas jelas menggambarkan bahwa secara tegas aqidah
Muhammadiyah bersumber dari Alquran dan Sunnah tanpa interpretasi filosofis seperti yang
terdapat dalam aliran-aliran teologi pada umumna. Sebagai konsekuensi dari penolakannya
terhadap pemikiran filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi
mengundang perdebatan teologis dalam pemaknaannya, Muhammadiyah
bersikap tawaqquf seperti halnya kaum salaf.
Kedua, keterbatasan peranan akal dalam soal aqida Muhammadiyah termasuk
kelompok yang memandang kenisbian akal dalam masalah aqidah. Sehingga formulasi
posisi akal sebagai berikut “Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak
tercapai pengertian oleh akal dalam hal kepercayaan, sebab akal manusia tidak mungkin
mencapai pengertian tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang ada
pada-Nya.”
Ketiga, kecondongan berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia. Pertama,
segala perbuatan telah ditentukan oleh Allah dan manusia hanya dapat berikhtiar.
Kedua, jika ditinjau dari sisi manusia perbuatan manusia merupakan hasil usaha sendiri.
Sedangkan bila ditinjau dari sis Tuhan, perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.

Keempat, percaya kepada qadha’ dan qadar.  Dalam Muhammdiyah qadha’  dan 


qadar  diyakini sebagai salah satu pokok aqidah yang terakhir dari formulasi rukun imannya,
dengan mengikuti formulasi yang diberikan oleh hadis mengenai pengertian Islam, Iman dan
Ihsan.
Kelima, menetapkan sifat-sifat Allah. Seperti halnya pada aspek-aspek aqidah lainnya,
pandangan Muhammadiyah mengenai sifat-sifat Allah tidak dijelaskan secara mendetail.

4
Keterampilan yang mendekati kebenaran Muhammadiyah tetap cenderung kepada aqidah
salaf.

b. Bidang Akhlak
Mengingat pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan keimanan seseorang, maka
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga dengan tegas menempatkan akhlaq sebagai salah
satu sendi dasar sikap keberagamaannya. Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah  dijelaskan “Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq
mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi
pada nilai-nilai ciptaan manusia.”
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan burruk seperti sabar, syukur,
tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah) dan sombong,
takabur, dengki, riya’, ‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham).
Mengenai Muhammadiyah menjadikan akhlaq sebagai salah satu garis perjuangannya,
hal ini selain secara tegas dinyatakan dalam nash,  juga tidak dapat dipisahkan dari akar
historis yang melatarbelakangi kelahirannya. Kebodohan, perpecahan di antara sesama orang
Islam, melemahnya jiwa santun terhadap dhu’afa’, pernghormatan yang berlebi-lebihan
terhadap orang yang dianggap suci dan lain-lain, adalah bentuk realisasi tidak tegaknya
ajaran akhlaqul karimah.
Untuk menghidupkan akhlaq yang islami, maka Muhammadiyah berusaha memperbaiki
dasar-dasar ajaran yang sudah lama menjadi keyakinan umat Islam, yaitu dengan
menyampaikan ajaran yang benar-benar berdasar pada ajaran Alquran dan Sunnah
Maqbulah, membersihkan jiwa dari kesyirikan, sehingga kepatuhan dan ketundukan hanya
semata-mata kepada Allah. Usaha tersebut ditempuh melalui pendidikan, sehingga sifat
bodoh dan inferoritas berangsur-angsur habis kemudian membina ukhuwah antar sesame
muslim yang disemangati oleh Surat Ali Imron ayat 103.
Adapun sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Akhlaq Rabbani : Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termaktub
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional, tetapi
akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu
menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 : 153).
5
2. Akhlak Manusiawi. Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah
manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan
mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi
manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
3. Akhlak Universal. Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan
menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi vertikal, maupun
horizontal. (Q.S. Al-An’nam : 151-152).
4. Akhlak Keseimbangan. Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu
hidup di dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi
maupun ukhrawi secara seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan
kewajiban terhadap masyarakat, seimbang pula. (H.R. Buhkori).
5. Akhlak Realistik. Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia
walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding
dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu sangat
mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan
kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa. Islam membolehkan
manusia melakukan yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27
: 173)

c. Bidang Mu’amalah Dunyawiyah


Mua’malah : Aspek kemasyarakatan yang mengatur pegaulan hidup manusia diatas bumi
ini, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara
dan lain sebagainya.
Di dalam prinsip-prinsip Majlis Tarjih poin 14 disebutkan “Dalam hal-hal termasuk Al-
Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal sangat
diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah  yang terpenting antara lain:
1. Menganut prinsip mubah.
2. Harus dilakukan dengan saling rela artinya tidak ada yang dipaksa.
3. Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalah dilakukan untuk menarik mamfaat
dan menolak kemudharatan.
4. Harus sesuai dengan prinsip keadilan.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sebagai usaha Muhammadiyah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Maka Muhammadiyah melaksanakan usaha berupa matan keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah. Salah satunya Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran
Islam yang meliputi bidang-bidang seperti : Aqidah, ibadah. dan muamalah duniawiyah.

7
DAFTAR PUSTAKA

Jais, A. 2015. MATAN KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH


DALAM PERSPEKTIF TAJDID FIL-ISLAM. [online].
https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/72/66. diakses [28
oktober 2018].

Mulyono, Alip. 2011. Matan Keyakinan. [online]. http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-


Indonesia/MATANKEYAKINAN_AlipMulyono_11067.pdf. diakses [28 oktober 2018].

Rochmansyah. MATAN KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH.


[online]. https://nanopdf.com/download/mkch-rohmansyah_pdf. diakses [28 oktober 2018].

Anda mungkin juga menyukai