Anda di halaman 1dari 24

Makalah

“IDEOLOGI MUHAMMADIYAH”

DI SUSUN OLEH:
NUR Hikmah AR
105401106119

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang


senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, sehingga kita
masih dapat merasakan nikmat-Nya yang begitu besar. Salawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sebagai
pemimpin yang patut kita teladani.
saya dari penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Ideologi Muhammadiyah”, khususnya pada Bapak dosen
yang telah memberikan tugas tersebut, sehingga kami dapat
mengembangkan wawasan dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari bahwa makalah
ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu, saya dari penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya.Dalam penyusunan makalah ini penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun kepada pembaca.

Makassar, April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................4
C. Tujuan Penulisan......................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhammadiyah Sebagai Ideologi Gerakan Islam..............6
B. AQIDAH...............................................................................................9
C. IBADAH.............................................................................................14
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN...................................................................................22
B. SARAN...............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap organisasi tidak dapat dipisahkan dari pendirinya. Demikian
pula Muhammadiyah. Ia tidak dapat dipisahkan dari K.H.Ahmad 
Dahlan dalam mengambil keputusan mendirikan
Persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1912, itu dengan maksud agar
gagasan dan pokok-pokok pikiran beliau dapat diwujudkan melalui
Persyarikatan yang beliau dirikan itu. Beliau menyadari bahwa gagasan dan
pokok-pokok pikiran itu tidak mungkin dapat diwujudkan oleh seorang
secara sendiri-sendiri termasuk oleh beliau sendiri, tetapi harus oleh
sekelompok orang secara bersama-sama dan bekerja sama. Secara garis besar,
pokok-pokok pikiran formal itu dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
pokok pikiran, yaitu pokok pikiran yang bersifat ideologis dan pokok-pokok
pikiran yang bersifat strategis. Pokok-pokok pikiran yang dapat dikategorikan
sebagai pokok pikiran yang bersifat ideologis.
Dalam masalah akidah umat Islam itu satu atau sama dan dalam
masalah fikih umat Islam terbagi dalam beberapa mazhab, seperti Mazhab
Syafi’i, Mazhab Maliki, Mazhab Hanafi dan Mazhab Ahmad bin Hanbal.Tak
dapat dipungkiri lagi bahwa di kalangan umat Islam telah terjadi perbedaan
pandangan dalam berbagai persoalan keagamaan, bahkan kristalisasi
perbedaan itu melahirkan mazhab-mazhab, terutama dalam soal teologi dan
hukum (fikih), padahal semuanya bersumber dari (hanya) satu syariah.
Syariah sebagai jalan utama yang mutlak diikuti dalam memahami dan
melaksanakan ajaran Islam, maka seharusnya paham dan praktik Islam juga
tidak bermacam-macam, karena sumbernya hanyalah satu yakni syariah. 

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas,maka rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana definisi dari ideologi Muhammadiyahitu sendiri?
2. Apa saja konsep dan isi ideologi Muhammadiyah?

4
3. Apa saja pendapat Muhammadiyah?
4. Apa saja Pandangan Muhammadiyah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ideologi Muhammadiyah
2. Untuk mengetahui Aqidah menurut Muhammadiyah
3. Untuk mengetahui ibadah menurut Muhammadiyah

5
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhammadiyah Sebagai Ideologi Gerakan Islam


Secara etimologis ideologi yang dibentuk dari kata idea, berarti pemikiran,
konsep, atau gagasan, dan logoi, logos artinya pengetahuan. Dengan demikian
ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, tentang keyakinan atau
gagasan. Orang yang pertama kali menggunakan istilah ideologi adalah Antoine
Destult, seorang filosuf Prancis, sebagai “science of ideas, dimana di dalamnya
ideologi dijabarkan sebagai sejumlah program yang diharapkan membawa
perubahan institusional dalam suatu masyarakat”. Dalam aplikasinya ada beberapa
tokoh yang memandang ideologi secara negative. Namun sesungguhnya istilah
ideologi itu bersifat netral, tidak memihak kemanapun. 
Dilihat dari fungsinya yang diperankannya sebenarnya ideologi tidak lebih
dari suatu instrumental, adalah alat penjelas yang ketat, yang dibutuhkan guna
mengarahkan pikiran dan tindakan secara efisien bagi para pendukungnya.
Dalam Muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem paham
atau keyakinan dan teori perjuangan untuk mengimplementasikan ajaran islam
dalam kehidupan umat melalui gerakan sosial-keagamaan. Karena rujukan
dasarnya adalah islam, maka ideologi muhammadiyah tidak akan bersifat
dogmatik dan ekslusif secara taklid-buta, sehingga tetap memiliki watak terbuka.
          Muhammadiyah bukanlah Ideologi sebagaimana Ideologi dalam pengertian
sistem paham yang radikal, kaku, dan bercorak gerakan politik. Muhammadiyah
kendati bukan Ideologi, tetapi dalam perkembangannya sedikit atau banyak
mengalami persentuhan dengan konsep-konsep dan kepentingan ideologis. Dalam
Muhammadiyah banyak diperbincangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
“Ideologi Islam”, seperti konsep Islam sebagai dasar Negara, masyarakat Islam,
asas Islam dan konsep-konsep politik Islam.
          Dalam pemikiran ideologis, M. Djindar tamimi mencatat bahwa:
“pada Muktamar ke 37 1968 di Yogyakarta telah diterima ide untuk mengadakan
tajdid dalam Muhammadiyah bidang: Ideologi(keyakinan dan cita-cita hidup),

6
Khittah Perjuangn, Gerak dan Amal usaha serta organisasi, dengan ruusan-
rumusannya lebih dikonkritkan dan disistematisir dalam Tanwir sesudah itu,
seperti rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah dan
Khittah Muhammadiyah.”
Pada waktu itu (1968) memang istilah Ideologi mulai dihindari, sehingga
Muhammadiyah memakai Istilah “Keyakinan dan Cita-cita Hidup” untuk konsep
Ideologi. Hal ini untuk menghindari kesamaan dengan Ideologi Negara, Pancasila.
Semua itu menunjukkan bahwa Muhammadiyah betapapun tidak menjadi
sistem Ideologi, tetapi tidak tertutup dari pengaruh pemikiran ideologis dan
sampai batas tertentu mengadopsi elemen-elemen Ideologi gerakan Islam.
          Ideologi Gerakan Muhammadiyah dapat dipahami dalam beberapa dimensi
dan esensi pemikiran serta aksi gerakan sebagai berikut:
a. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan sistem paham dan teori
perjuangan yang dilandasi, dijiwai dan dibingkai serta dimaksudkan untuk
mengamalkan Islam dalam seluruh kehidupan umat manusia.
b. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah manhaj(sistem, metode) dakwah
Islam untuk mengajak manusia beriman kepada Allah serta amar ma’ruf nahi
munkar.
c. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah sistem dan teori perjuangan Islam
untuk Tajdid (pembaruan) sehingga slalu terbuka pada kritik dan memiliki
agenda perubahan kea rah kemajuan.
d. Ideologi gerakan Muhammadiyah memiliki kerangka pemikiran dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammdiyah, Matan Keyakinan dan Cita-
cita Hidup muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami
Warga Muhammadiyah, dan pemikiran-pemikiran formal lainnya dalam
sistem keyakinan dan kehidupan Islami dalam Muhammadiyah.
e. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan teori dan strategi perjuangan
Islam yang menyeluruh dan mencakup seluruh aspek kehidupan untuk
mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
f. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan tali pengikat gerakan yang
diwujudkan dalam sistem organisasi, jama’ah, kepemimpinan, dan gerakan

7
amal usaha untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin di muka
bumi ini.
Dalam Muqaddimah AD Muhammadiyah dinyatakan, bahwa dalam
perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya Masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya di mana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas
merata, Muhammdiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas
prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar yaitu:
1. Hidup manusia harus berdasarkan tauhid, ibadah dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat
3. Mematuhi ajaran agama islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-
satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan
dunia akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam Masyarakat adalah
kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw.
6. melacarkan amal-usaha dan perjuangan dengan organisasi.
Ideologi-ideologi yang berbasis agama memiliki akar pada teologi dari
agama-agama yang bersangkutan. Di lingkungan umat Islam dikenal ideologi
Islam, yang memiliki keterkaitan dengan karakter Islam sebagai agama. Ideologi
Islam berbeda dengan Marxisme, Sosialisme dan Kapitalisme, maupun Ideologi
lainnya yang tidak memiliki basis teologis. Pandangan tentang kebebasan,
pesaudaraan, kesamaan, kemanusiaan dan relasi-relasi social dalam Ideologi Islam
memiliki basis pada pandangan filosofis tentang teologi Islam, sehingga memiliki
pijakan yang kokoh.
Ideologi sebagaimana agama menurut Shariati memang memiliki
pemihakan, yang berbeda dari ilmu pengetahuan dan filsafat. Ideologi dan agama
bahka memiliki fungsi kritik terhadap status-quo.  Para Nabi menurut Shariati
membangun Ideologi, sehingga yang dibutuhkan dalam memperjuangkan dan
mencapai cita-cita yang diidamkan berdasarkan keyakinan keagamaan.

8
B. AQIDAH
Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi
munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan sunnah, bercita-cita
dan bekerja untuk tewujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai
Allah SWT, untuk melaksanakan fungsi dan misi sebagai hamba dan khalifah
Allah di muka bumi. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama
Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak nabi Adam, Nuh, Musa, Isa, dan
seterusnya sampai kepada Nabi penututp Muhammad SAW, sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan
hidup materil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi. Muhammadiyah dalam
mengamalkan Islam berdasarkan: Al-Qur’an (Kitab Allah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW) Sunnah Rasul (Penjelasan dan pelaksanaan
ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam).
1. Dalam Bidang Aqidah
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai
konsekuensi logis dari gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan
dengan merujuk langsung kepada suber utama ajaran Islam itu disebut
‘aqidah shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan pemikiran
teologis. Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara umum dapat
dijelaskan sebagai berikut: nash sebagai dasar rujukan. Semangat kembali
kepada Alquran dan Sunnah sebenarnya sudah menjadi tema umum pada
setiap gerakan pembaharuan. Karena diyakini sepenuhnya bahwa hanya
dengan berpedoman pada kedua sumber utama itulah ajaran Islam dapat
hidup dan berkembang secara dinamis. Muhammadiyah juga menjadikan
hal ini sebagai tema sentral gerakannya, lebih-lebih dalam masalah
‘aqidah, seperti dinyatakan: “Inilah pokok-pokok aqidah yang benar itu,
yang terdapat dalam Alquran dan dikuatkan dengan pemberitaan-
pemberitaan yang mutawatir. “Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah
bahwa sumber aqidah Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang
dikuatkan dengan berita-berita yang mutawatir”. Ketentuan ini juga

9
dijelaskan lagi dalam pokok-pokok Manhaj Tarjih sebagai berikut: (5) Di
dalam masalah aqidah hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir, (6)
Dalil-dalil umum Alquran dapat ditakhsis dengan hadits ahad, kecuali
dalam bidang aqidah, (16) dalam memahami nash, makna zhahir
didahulukan daripada ta’wil dalam bidang aqidah dan takwil sahabat
dalam hal itu tidak harus diterima.
Ketentuan-ketentuan di atas jelas menggambarkan bahwa secara
tegas aqidah Muhammadiyah bersumber dari Alquran dan Sunnah tanpa
interpretasi filosofis seperti yang terdapat dalam aliran-aliran teologi pada
umumnya. Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap pemikiran
filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi
mengundang perdebatan teologis dalam pemaknaannya, Muhammadiyah
bersikap tawaqquf seperti halnya kaum salaf.
a. keterbatasan peranan akal dalam soal aqidah Muhammadiyah
termasuk kelompok yang memandang kenisbian akal dalam
masalah aqidah. Sehingga formulasi posisi akal sebagai berikut
“Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak
tercapai pengertian oleh akal dalam hal kepercayaan, sebab
akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang Dzat
Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya.
b. kecondongan berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia.
Pertama, segala perbuatan telah ditentukan oleh Allah dan
manusia hanya dapat berikhtiar.
c. Jika ditinjau dari sisi manusia perbuatan manusia merupakan
hasil usaha sendiri. Sedangkan bila ditinjau dari sis Tuhan,
perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.
d. Percaya kepada qadha’ dan qadar. Dalam Muhammdiyah
qadha’ dan qadar diyakini sebagai salah satu pokok aqidah
yang terakhir dari formulasi rukun imannya, dengan mengikuti
formulasi yang diberikan oleh hadis mengenai pengertian
Islam, Iman dan Ihsan.

10
e. Menetapkan sifat-sifat Allah. Seperti halnya pada aspek-aspek
aqidah lainnya, pandangan Muhammadiyah mengenai sifat-
sifat Allah tidak dijelaskan secara mendetail. Keterampilan
yang mendekati kebenaran Muhammadiyah tetap cenderung
kepada aqidah salaf.

2. Bidang Hukum 
Muhammadiyah melarang anggotanya bersikap taqlid, yaitu sikap
mengikuti pemikiran ulama tanpa mempertimbangkan argumentasi logis.
Dan sikap keberagaman menumal yang dibenarkan oleh Muhammadiyah
adalah ittiba’, yaitu mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil
dan argumentasi serta mengikutinya dengan pertimbangan logika. Di
samping itu, Muhammadiyah mengembangkan ijtihad sebagai
karakteristik utama organisasi ini. Adapun pokok-pokok utama pikiran
Muhammadiyah dalam bidang hokum yang dikembangkan oleh Majlis
Tarjih antara lain:
a. Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang terdapat
di dalam nash, dapat dilakukan sepanjang tidak menyangkut
bidang ta’abbdi dan memang merupakan hal yang diajarkan dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia.
b. Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat
madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan
hukum.
c. Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya
Majlis Tarjih yang paling benar. Koreksi dari siapa pun akan
diterima sepanjang diberikan dalil-dalil yang lebih kuat.
Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah
keputusan yang pernah ditetapkan. Ibadah ada dua macam, yaitu ibadah
khusus, yaitu apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkah dan cara-caranya yang tertentu, dan ibadah umum, yaitu segala
perbuatan yang dibolehkan oleh Allah dalam rangka mendekatkan diri

11
kepadaNya. Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya
dari Alquran dan Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan akal
sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui
bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada
akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan.
3. Bidang Akhlak
Mengingat pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan keimanan
seseorang, maka Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga dengan tegas
menempatkan akhlaq sebagai salah satu sendi dasar sikap
keberagamaannya. Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah dijelaskan “Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-
nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan
Sunnah Rasul, tidak bersendi pada nilai-nilai ciptaan manusia. “Akhlak
adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan
burruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan
sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah) dan sombong, takabur, dengki,
riya’, ‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham)”.
Mengenai Muhammadiyah menjadikan akhlaq sebagai salah satu
garis perjuangannya, hal ini selain secara tegas dinyatakan dalam nash,
juga tidak dapat dipisahkan dari akar historis yang melatarbelakangi
kelahirannya. Kebodohan, perpecahan di antara sesama orang Islam,
melemahnya jiwa santun terhadap dhu’afa’, pernghormatan yang berlebi-
lebihan terhadap orang yang dianggap suci dan lain-lain  adalah bentuk
realisasi tidak tegaknya ajaran akhlaqul karimah. Untuk menghidupkan
akhlaq yang islami, maka Muhammadiyah berusaha memperbaiki dasar-
dasar ajaran yang sudah lama menjadi keyakinan umat Islam, yaitu dengan
menyampaikan ajaran yang benar-benar berdasar pada ajaran Alquran dan
Sunnah Maqbulah, membersihkan jiwa dari kesyirikan, sehingga
kepatuhan dan ketundukan hanya semata-mata kepada Allah. Usaha

12
tersebut ditempuh melalui pendidikan, sehingga sifat bodoh dan inferoritas
berangsur-angsur habis kemudian membina ukhuwah antar sesame muslim
yang disemangati oleh Surat Ali Imron ayat 103. Adapun sifat-sifat akhlak
Islam dapat digambarkan sebagai berikut: 
a. Akhlaq Rabbani: Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang
termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah
moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional, tetapi
akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq
rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam
hidup manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 : 153).
b. Akhlak Manusiawi. Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi
fitrah manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan
akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam.
Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi manusia
sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
c. Akhlak Universal. Sesuai dengan kemanusiaan yang universal
dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yang
berdimensi vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al-An’nam :
151-152).
d. Akhlak Keseimbangan. Akhlaq Islam dapat memenuhi
kebutuhan sewaktu hidup di dunia maupun di akhirat,
memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun
ukhrawi secara seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan
pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat, seimbang pula.
(H.R. Buhkori).
e. Akhlaq Realistik. Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan
hidup manusia walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk
yang memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain,
namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu
sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena

13
itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat. (Q.S. Al-
Baqarah / 27 : 173) 

4. Bidang Mu’amalah Dunyawiyah Mua’malah


Aspek kemasyarakatan yang mengatur pegaulan hidup manusia
diatas bumi ini, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian,
ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lain sebagainya. Di dalam
prinsip-prinsip Majlis Tarjih poin 14 disebutkan “Dalam hal-hal termasuk
Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi,
menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk
tercapainya          kemaslahatan   umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah yang terpenting antara
lain:
a. Menganut prinsip mubah.
b. Harus dilakukan dengan saling rela artinya tidak ada yang dipaksa.
c. Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalah dilakukan untuk
menarik manfaat dan menolak kemudharatan.
d. Harus sesuai dengan prinsip keadilan.

C. IBADAH
Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang
didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Pengertian ibadah sesuai dengan Putusan Majlis Tarjih (PP Muhammadiyah,
Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah,cet .III .h.276) diartikan
bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan menta’ati segala
perintah-perintah-Nya dan mengamalkan segala yang di izinkan Allah.
Dalam hal Ibadah itu ada dua macam, yaitu:
1. Ibadah khusus (mahdlah).
Ibadah mahdlah ialah segala macam ibadah yang telah dinyatakan secara
khusus, mengenai tatacaranya atau kaifiyatnya,waktunya, dan
ukurannya,termasuk rinciannya.

14
2. Ibadah yang bersifat umum (ghairu mahdlah). Ibadah yang ghairu mahdlah
yakni ibadah yang bersifat umum yang di izinkan oleh Allah, yang tidak
ada aturan tertentu, waktu yang mengikat, dan ukuran atau rincian lebih
lanjut. (M. Dailamy SP. Ibadah Dalam Islam.2010.h.5-6).
a. Pandangan Muhammadiyah dalam hal Ibadah Muhammadiyah
dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
1) Al-Quran : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW.
2) Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-
Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang
dituntunkan oleh Rasulullah SAW,tanpa tambahan dan
perubahan dari manusia.
b. Penyebab Timbulnya Perbedaan Pendapat dalam Ibadah
Pada zaman Nabi Muhammad SAW atau zaman turunnya
wahyu ,perbedaan pendapat boleh dikatakan sangat kecil peluangnya.
Hal ini karena apabila ada perbedaan pendapat dapat langsung
bertanya kepada Rasulullah. Hanya sahabat-sahabat yang tinggal di
luar Madinahlah yang mencoba   menggunakan  ijtihad. Ijtihad
bukanlah suatu intervensi terhadap hukum Allah, karena ia tidak lebih
sekadar pemahaman langsung terhadap teks-teks syariah , atau paling
jauh merupakan upaya konstruksi hukumberdasarkan teks yang
dikajinya. Penggunaan nalar lebih tepat untuk sekadar menemukan
makna yang sudah ada dalam kandungan syariah itu sendiri. Nalar
hanya berfungsimenyingkap hukum yang sudah ada dalam teks ayat
atau hadits, bukan bertindak sebagaipencipta hukum sendiri.
Meskipun demikian, penggunaan nalar (ijtihad) merupakan
awal dari munculnya perbedaan pendapat dalam memahami syariat.
Jadi walaupun syariat hanyalah satu, tetapi pemahaman ulama
melahirkan perbedaan pendapat dalam soal hukum dan teologi.

15
Tampaknya, hukum sebagai kandungan dari syariah, tidak otomatis
identik dengan syariah. Perbedaannya ialah bahwa syariah itu tida
beragam, karena berasal dari Allah dan Rasul-Nya sebagai pencipta
syariat sedang hukum yang tidak lain dari kandungan syariah itu
sendiri diperoleh sebagai hasil penggalian dan pemikiran dari para
mujtahid. Dengan kata lain, jika syariah hanyalah berasal dari Allah
dan Rasul-Nya semata, maka lain dengan hukum yang salah satu
sumbernya ialah ijtihad di samping Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalam
menggunakan nalarnya, para ulama menghadapi dua kemungkinan,
yakni mereka langsung mengetahui hukum dari dalilnya yang tegas,
atau mereka dapat mengetahui hukum setelah menggunakan nalar
sesuai dengan konteks persoalannya, yang disebut fikih kontekstual.
Hal terakhir ini jika objek hukum yang dimaksudkan tidak disebut
secara tegas dalam nash-nash syariah. Baik pemahaman tekstual
maupun pemahaman kontekstual , dua-duanya merupakan ijtihad, yang
memberi peluang adanya perbedaan pendapat. 
Jika syariah dalam arti nash-nash (referensi) yang mengandung
hukum adalah berasal dari Allah, sedangkan fikih merupakan hasil
upaya dari manusia, maka konsekuensinya ialah syariah berlaku secara
mutlak dan universal untuk segala zaman dan tempat, sedang fikih
hanyalah bersifat relatif, sesuai pikiran ulama serta kondisi zaman dan
lingkungannya masing-masing. Selain perbedaan pikiran, masih ada
faktor-faktor lain yang membawa ke perbedaan pandangan ulama.
Untuk jelasnya, faktor-faktor penyebab perbedaan pandangan ulama
dapat dilihat sebagai berikut:
1. Berbeda dalam memahami dan atau mengartikan teks atau
nash sumber dasarnya.Contohnya dalam hal arti kata
menyentuh lawan jensi sebagai salah satu hal yang
membatalkan wudhu; sebagian memahami dengan arti
persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan, sedang
lainnya memahami dengan arti bersetubuh.

16
2. Perbedaan penilaian terhadap hadis yang dijadikan dasar
pengamalan Hadis tentang mengqadhakan hutang puasa
bagi ahli waris atau walinya. Dari Aisyah r.a. bahwasanya
Rasulullah SAW pernah bersabda, “ Barang siapa
meninggaldunia dan dia masih mempunyai tanggungan
puasa, maka hendaklah walinya mempuasanya ( menyaur
utangnya). Bagi mereka yang bulat-bulat menerima hadis
shahih berdasarkan kriteria sanad, akan mengamalkan isi
hadis. Namun, bagi yang tidak mengakui kesahihan hadis
tersebut pasti tidak akan berpayah- payah mengqadha
hutang puasa yang meninggal. Kesahihan hadis tersebut
dipertanyakan mengingat bertentangan dengan: 
(a) Al-Quran Surah Al-Najm ayat 38-40, S. Al-
An’am (6): 164,S. Al-Isra (17):15,S. Fathir
(35) :18, S al-Zumar (39):7.
(b) Al Quran Surah Al-Baqarah (2) :286
(c) Hadis Abu Hurairah (M . Dailamy SP.
Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.51-54)
3. Contoh lain adalah salat Qabliyah Jumat ada yang
berpendapat bahwa semua salat Wajib pasti ada salat
rawatibnya. Oleh karena itu sebelum salat Jumat ada salat
Qabliyah. Namun ada yang berpendapat lain. “…ada
riwayat yang menyebutkan bahwa apabila masuk masjid
sebelum waktu salat Jumat, para sahabat ra melaksanakan
salat dengan begitu hebatnya, masyaallah. Kemudian para
sahabat itu duduk tanpa melaksanakan salat setelah adzan
dikumandangkan, tetapi justru mereka mendengarkan
khutbah lalu melaksanakan salat Jumat”. Dengan demikian,
salat yang dilaksanakan sebelum salat Jumat hanyalah salat
sunah tahiyatul masjid. Semua riwayat yang terkait dengan
salat sunah qabliyah Jumat berstatus dha’if, dan tidak dapat

17
dijadikan hujjah (landasan argumentasi). Sebab, hal sunah
hanya dapat ditetapkan dengan hadis shahih dan maqbul.
(Ibadah Salah Kaprah, Wahid Abdul Salam Bali hal.358)
Al-Albani rahimahullah menuturkan : “ Semua hadis yang
berisikan tentang salat sunah qabliyah Jumat yang
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad sama sekali tidak ada
yang berstatus shahih, walau satuhadis pun. Satu dengan
yang lain sama lemahnya. (As-Silsilah Ash-shahihah
hlm232 dalam 474 Ibadah Salah Kaprah, Wahid Abdul
Salam Bali hal.360 terbitan Amzah .Jakarta 2006).
4. Perbedaan disebabkan berpegang pada teks secara tekstual
dan yang lainnya secara kontekstual.Contohnya pada teks
tentang memanjangkan kain sampai menutup matakaki
sebagaimana di temukan pada hadis riwayat Muslim. Dari
Abu Dzardari Nabi SAW beliau bersabda, “ Ada tiga
kelompok (manusia) yang Allah tidak akan berkenan
berbicara dengannya besok pada hari kiamat, tidak pula
akan melihatnya ,tidak pula akan mensucikan mereka
(bahkan). Mereka akan mendapatkan siksa yang pedih”.
Beliau katakan hal itu sampai tiga kali dan  Abu Dzar
berkata, “Celaka dan rugi mereka! Siapakah mereka wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda, “al-musbil ( orang yang
memanjangkan kainnya sampai menutupi matakaki), al-
mannan (orang yang suka menyebu-nyebut pemberiannya,
orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah dusta.
”Secara tekstual, haditz shahih tersebut menyatakan dengan
tegas salah satu dari tiga kelompok orang yang akan
mendapat kansiksa pedih besuk pada hari kiamat. Akan
tetapi sebagian oleh ang Islam lainnya ada yang
berpendapat lain. Betulkah hanya karena orang ketika salat
tertutup matakakinya , kemudian akan disiksa oleh Allah

18
dengan siksaan yang pedih.Tidak bakal disucikan Allah,
dan Allah tidak berkenan berbicara dengannya. (M .
Dailamy SP. Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.57-58).

19
5. Berbeda disebabkan perbedaan landasan dasar dan
beribadah. Adzan Jumat dua kali yang pertama pada saat
masuk waktu dan yang kedua setelahnya, serta melakukan
shalat dua rakaat di antaranya. Ini bertentangan dengan
petunjuk Rasulullah saw, Abu Bakar, dan Umar yang mana
mereka hanya mengumandangkan adzan sekali. Sedangkan
yang dilakukan pada masa Usman, adzan tambahan
dilakukan sebelum masuk waktu dan bukan setelahnya, dan
ini dilakukan di pasar dan bukan di dalam masjid. Contoh
lain adalah hadis Ibnu Mas’ud yang artinya “Apa –apa yang
dipandang baik oleh orang-orang Islam maka ia adalah baik
di sisi Allah.”. Sebagian umat Islam beranggapan bahwa
melakukan hal-hal yang dipandangnya baik sebagai ibadah
kepada Allah, asalkan dengan baik, niat yang baik dan
caranya juga baik, walaupun hal tersebut tidak
diperintahkan oleh Allah ataupun Rasul-Nya. Sebaliknya,
di antara umat Islam ada yang berkeyakinan, bahwa
melaksanakan suatu peribadatan walau kelihatannya baik
dan dilaksanakan dengan cara yang baik sekalipun, selagi
tidak diperintahkan oleh Allah atau Rasul-Nya,
dipandangnya telah melakukan kebid’ahan. Hal ini merujuk
pada hadis Aisyah yang artinya, “Barangsiapa melakukan
(peribadatan) yang bukan aku perintahkan, maka akan
tertolak. (M. Dailamy SP. Melaksanakan Ajaran
Agama.2011.h.86,87,93)
6. Berbeda karena pola fiqih istinbath dan fiqih maqashid.
Istinbath artinya mengeluarkan hukum dari dalil – dalilnya.
Pola fiqih seperti ini bersifat kaku sebagaimana apa adanya
bunyi nash. Cenderung bersifat tekstualis. Kebanyakan
ulama mazhab adalah cenderung istinbath. Hasil fikih ini
tidak keluar dari hukum kepada hukum. Fiqih maqashid

20
diartikan fikih yang lebih mengutamakan nilai-nilai
kemanusiaan universal, seperti kemaslahatan keadilan dan
kesetaraan daripada hukum-hukum yang bersifat partikuler.
(M. Dailamy SP.Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.135-
136). Dalam perkara ini contohnya adalah dalam hal
memberi salam kepada siapapun termasuk nonmuslim. Juga
dalam hal pembagian waris.
7. Berbeda disebabkan mengikuti mazhab dan yang lainnya
mengikuti Rasulullah. Bagi orang yang mengikuti mazaha,
Syafei misalkan, pada salat subuh harus pakai kunut.
Sedangkan yang beribadah dengan dasar tuntunan dari
Rasulullah tidak menggunakan kunut pada waktu salat
subuh ,kecuali kunut nazilah yang tidak hanya pada shalat
subuh. (M. Dailamy SP.Melaksanakan Ajaran
Agama.2011.h.241).
Masalah qunut, semua mashab menerima adanya qunut, dan
sebagian menganggapnya sebagai sunah Rasulullah SAW. Perbedaan
mereka ialah waktu pelaksanaannya, sebagian mengatakan bahwa
dilaksanakan sebelum ruku, pendapat lain mengatakan sesudah ruku.
Hal yang krusial ialah, apakah qunut itu diharuskan pada setiap shalat
subuh. Al-Syafi`i, mentradisikannya pada setiap shalat subuh,
sementara yang lainnya membolehkan pada setiap shalat, kapan saja
terjadi musibah di kalangan umat Islam. Mazhab ini berdasar pada asal-
mula qunut, yani ketika terjadi pembunuhan masal atas sejumlah
penghafal Al-Qur’an oleh kaum musyrikin, seperti dalam hadits yang
bersumber dari Anas bin Malik . Masalah qunut termasuk masalah
klasik dan terus berbeda pendapat di kalangan umat Islam. Hal ini
disebabkan telah berpengaruhnya pendapat para ulama dahulu yang
memang sudah memperselisihkannya. Di antara fuqaha ada yang
berpendapat bahwa qunut shubuh itu hukumnya mustahab (disukai) Ini
adalah pendapat Imam Malik. Menurut Imam Syafi’i hukumnya dalam

21
shalat shubuh itu sunnat. Lain lagi dengan Imam Abu Hanifah tidak
boleh qunut dalam shalat shubuh, tetapi qunut hanya boleh dikerjakan
dalam shalat witir.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem paham
atau keyakinan dan teori perjuangan untuk mengimplementasikan ajaran islam
dalam kehidupan umat melalui gerakan sosial-keagamaan. Karena rujukan
dasarnya adalah islam, maka ideologi muhammadiyah tidak akan bersifat
dogmatik dan ekslusif secara taklid-buta, sehingga tetap memiliki watak
terbuka.
Muhammadiyah bukanlah Ideologi sebagaimana Ideologi dalam
pengertian sistem paham yang radikal, kaku, dan bercorak gerakan politik.
Muhammadiyah kendati bukan Ideologi, tetapi dalam perkembangannya
sedikit atau banyak mengalami persentuhan dengan konsep-konsep dan
kepentingan ideologis. Dalam Muhammadiyah banyak diperbincangkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan “Ideologi Islam”, seperti konsep
Islam sebagai dasar Negara, masyarakat Islam, asas Islam dan konsep-konsep
politik Islam.
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai konsekuensi
logis dari gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk
langsung kepada suber utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang
menolak segala bentuk campur tangan pemikiran teologis. Sumber aqidah
Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang dikuatkan dengan berita-
berita yang mutawatir”.

B. Saran
Demi kelancaran dan kesempurnaan pembuatan makalah ini, kami
mohon kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya yang
membangun. Karena kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kesalahan dan khilafannya.

23
DAFTAR PUSTAKA

http://blog.umy.ac.id/agusbangka/2012/01/05/ideologimuhammadiyah/

http://luqm.multiply.com/journal/item/74).

http://yassirdzulfiqor.blogspot.com/2012/05/ajaran-pokok-aqidah-islam-sesuai-  
paham.html

24

Anda mungkin juga menyukai