Anda di halaman 1dari 120

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA AROMATASE INHIBITOR

NON-STEROID DIBANDING AROMATSE INHIBITOR


STEROID PADA WANITA POSTMENOPAUSE DENGAN
KANKER PAYUDARA ER POSITIF DI RS HASAN SADIKIN

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi (Amd.Farm)
Pada Program Study DIII Farmasi

Disusun Oleh:

RIKA PAINATUR ROHMAH


NIM: 33178K19003

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2022
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA AROMATASE INHIBITOR NON-


STEROID DIBANDING AROMATSE INHIBITOR STEROID PADA
WANITA POSTMENOPAUSE DENGAN KANKER PAYUDARA ER
POSITIF DI RS HASAN SADIKIN

Disusun Oleh:

RIKA PAINATUR ROHMAH

33178K19003

Karya Tulis Ilmiah (KTI) Ini Telah Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji

Pada 25 Agustus 2022

Dalam Ujian Akhir Program (UAP) Diploma III

STIKes Muhammadiyah Kuningan

Pembimbing : Apt. Wawang Anwarudin, M. Sc ………………..

Penguji I : Apt. Imas Maesaroh, M. Farm ………………..

Penguji II : Apt. Wildan Wisnu W. M. Farm ………………..

Mengetahui,

Ketua STIKes Muhammadiyah Kuningan

Apt. Wawang Anwarudin, M.sc

NIDN. 0419067803

i
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rika Painatur Rohmah

NIM : 33178K19003

Program Studi : D-III Farmasi

Perguruan Tinggi : STIkes Muhammadiyah Kuningan

Dengan ini menyatakan, bahwa Karya Tulis Ilmiah (KTI) saya dengan judul :
“ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA AROMATASE INHIBITOR NON-
STEROID DIBANDING AROMATSE INHIBITOR STEROID PADA WANITA
POSTMENOPAUSE DENGAN KANKER PAYUDARA ER POSITIF DI RS
HASAN SADIKIN” adalah benar merupakan hasil karya saya dan bukan
merupakan plagiat dari karya orang lain. Apabila suatu saat saya terbukti
melakukan plagiat maka saya bersedia di proses dan menerima sanksi akademis
maupun hukum sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku, baik institusi
maupun di masyarakat dan hukum negara.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung
jawab sebagai anggota masyarakat ilmiah.

Kuningan, 25 Agustus 2022

Yang Membuat Pernyataan,

Rika Painatur Rohmah

NIM. 33178k19003

ii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamiin

Puji syukur ku panjatkan kehadirat-Mu yang telah memberikan kemudahan dan


kelancaran dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tanpa keridhaan-Mu
mungkin tidak akan sampai pada titik ini. Tak lupa shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua mendapatkan
syafa’at di hari akhir nanti.

Kupersembahkan Karya Tulis ini kepada :

Ke-2 orang tuaku yang sangat aku sayangi dan aku hormati. Terimakasih atas
segala bentuk dukungan, do’a, dan kasih sayang yang telah diberikan. Tanpa do’a
dan keridhaan dari ibu dan bapak aku tidak akan bisa melewati semua proses yang
telah ku lalui ini, semoga mamah dan bapak selalu diberikan kesehatan,
kebahagian serta panjang umur. Tidak banyak yang dapat aku ucapkan selain kata
Terimakasih. Semoga aku bisa memberikan kebahagian untuk ibu dan bapak...

Untuk Adikku Agung Risnandar, Fahri Khoirul Anwar, Naura Taleetha


terimakasih atas segala bentuk dukungan yang telah diberikan. Bentuk dukungan
tersebut sangat bermanfaat bagiku. Semoga kebaikan-kebaikan tersebut dapat
dibalas oleh Sang Pencipta dengan yang lebih baik...

Untuk sosok favoritku Saipul Malik Ichwani terima kasih atas segala bentuk
dukungan dan motivasi yang telah diberikan mulai dari aku menjadi mahasiswa
baru hingga saat ini.

Untuk Sahabatku semasa SMA Fitri Handini, Opi Nopiani, Nurul Fauziah, Devi
Andini, terimakasih atas segala bentuk dukungan yang telah diberikan. Bentuk
dukungan tersebut sangat bermanfaat bagiku. Semoga kebaikan-kebaikan tersebut
dapat dibalas oleh Sang Pencipta dengan yang lebih baik...

Untuk TEMAN GIBAH-KU Adinda Nurzahariyah, Anggi Anggraeni, Nurindah


terimakasih atas segala bentuk dukungan yang telah diberikan. Bentuk dukungan
tersebut sangat bermanfaat bagiku. Semoga kebaikan-kebaikan tersebut dapat
dibalas oleh Sang Pencipta dengan yang lebih baik...

iii
Untuk Bapak Apt. Wawang Anwarudin, M. Sc selaku dosen pembimbing tugas
akhir ini, saya ucapkan terimakasih atas bimbingan, masukan, nasihat serta
dukungannya. Terimakasih selalu meluangkan waktu untuk membimbing saya,
tanpa bimbingan bapak, saya tidak bisa sampai sejauh ini. semoga bapak selalu
diberikan kesehatan dan kebahagiaan. Terimakasih bapak, ilmu mu sangat
bermanfaat...

Untuk Teman-teman angkatan 2019, terutama teman seperbimbinganku (Eka,


Adinda dan Pany) terimakasih karena sudah memberikan banyak pengalaman
yang tidak akan di dapatkan di bangku pendidikan. Terimakasih sudah saling
menguatkan dan saling support, sehingga kita bisa melewati bagian dari
perjuangan ini. semangat untuk tahap selanjutnya...

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap : Rika Painatur Rohmah

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Program Studi : DIII Farmasi

4. NIM : 33178K19003

5. Tempat dan Tanggal Lahir : Kuningan, 18 Oktober 2000

6. E-mail : rikapainatur@gmail.com

7. Nomor Telepon/HP : 085224395339

8. Alamat : Dusun Pahing Desa Sukamulya

Rt/Rw 02/01 Kecamatan Garawangi

Kabupaten Kuningan 45571

B. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA

Nama Institusi SDN SMPN 1 SMAN 1


Sukamulya Garawangi Garawangi

Jurusan - - IPA

Tahun Lulus 2013 2016 2019

v
C. Aktivitas dalam organisasi

No. Nama Organisasi Jabatan Waktu dan


Tempat

1. Ikatan Mahasiswa Anggota Bidang Periode 2019/2020


Muhammadiyah

2. Ikatan Mahasiswa Ketua Bidang Periode 2020/2021


Muhammadiyah

D. Prestasi

No Jenis Prestasi Penyelenggara Tahun

E. Pengalaman Bekerja

No Tempat Bekerja Jabatan Tahun

Kuningan, Agustus 2022

Rika Painatur Rohmah


NIM. 33178K19003

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang ber judul “Analisis
Efektivitas Biaya Aromatase Inhibitor Non-Steroid Dibanding Aromatse Inhibitor
Steroid Pada Wanita Postmenopause Dengan Kanker Payudara ER Positif di RS
Hasan Sadikin” dapat tersusun atas dorongan pembimbing dan semua pihak.

Adapun penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini cukup mengalami kesulitan dan
hambatan, namun berkat dorongan dan arahan dari pembimbing akhirnya peneliti
dapat menyelesaikannya, untuk itu sudah selayaknya peneliti ucapkan terima kasih
kepada yang terhormat :

1. Bapak apt. Wawang Anwarudin, M.Sc. selaku Ketua STIKes Muhammadiyah


Kuningan.
2. Bapak apt. Wawang Anwarudin, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Karya Tulis
Ilmiah (KTI).
3. Seluruh Dosen, Staf Tata Usaha STIKes Muhammadiyah Kuningan yang telah
membantu peneliti selama ini.
4. Kedua orang tua yang senantiasa membantu dalam doa dan memberikan
motivasi dalam segala hal.
5. Teman-teman Angkatan 2019 yang telah membantu serta memberikan
semangatnya selama menuntut ilmu di STIKes Muhammadiyah Kuningan.
6. Dan seluruhpihak yang terlibat dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk menghasilkan kinerja yang lebih
baik di masa yang akan datang.

vii
Peneliti berharap penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi peneliti sendiri.

Kuningan, Agustus 2022

Penulis

Rika Painatur Rohmah

NIM. 33178K19003

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i


PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ..................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..............................................................................v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DATAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
ABSTRAK .......................................................................................................... xiv
ABSTRACT ..........................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian .........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7


A. Kajian Pustaka..............................................................................................7
B. Kerangka Berpikir ......................................................................................49
C. Hipotesis.....................................................................................................50

BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................51


A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................51
B. Bahan Dan Alat ..........................................................................................51
C. Variable Penelitian .....................................................................................51
D. Populasi Dan Sampel .................................................................................53
E. Instrument Penelitian .................................................................................55
F. Prosedur Penelitian.....................................................................................56
G. Analisis Data ..............................................................................................57
H. Bagan Alir Penelitian .................................................................................58
I. Lokasi Dan Waktu Penelitian ....................................................................59
J. Jadwal Penelitian........................................................................................59

ix
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................60
A. Penetapan Sampel ......................................................................................60
B. Karakteristik Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+ di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (n=91) ...........................................61
C. Komponen Biaya ........................................................................................66
D. Analisis Efektivitas Biaya Biaya ................................................................69
E. Keterbatasan Penelitian ..............................................................................72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................73


A. Kesimpulan................................................................................................73
B. Saran ...........................................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................74


LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................78

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi TNM kanker payudara berdasarkan AJCC Cancer Staging
Manual ...................................................................................................25
Tabel 2.2 Stadium klinis berdasarkan klasifikasi TNM kanker payudara
berdasarkan AJCC Cancer Staging Manual ..........................................27
Tabel 2.3 Jenis Biaya Menurut Perspektif .............................................................34
Tabel 2.4 Perbandingan Efektivitas-Biaya .............................................................44
Tabel 3.1 Definisi Operasional ..............................................................................52
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian....................................................................................59
Tabel 4.1 Karakteristik Wanita Postmenopause Dengan Kanker Payudara ER+
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung ..............................................62
Tabel 4.2 Karakteristik Wanita Postmenopause Dengan Kanker Payudara ER+
Berdasarkan Hormon Terapi .................................................................65
Tabel 4.3 Unit Biaya Langsung Medis Pelayanan IRI Wanita Postmenopause
Dengan Kanker Payudura ER+ .............................................................66
Tabel 4.4 Unit Biaya Langsung Medis Biaya SIRS Wanita Postmenopause Dengan
Kanker Payudura ER+ ...........................................................................67
Tabel 4.5 Unit Biaya Langsung Medis Biaya Hormon Terapi Wanita
PostmenopauseDengan Kanker Payudura ER+ .....................................68
Tabel 4.6 Disease Free survival Hormon Terapi Wanita Postmenopause Dengan
Kanker Payudara ER+ ...........................................................................69
Tabel 4.7 hasil presentasi biaya dan efektivitas .....................................................70
Tabel 4.8 Cost-effectiveness Grid ..........................................................................70

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ..............................................................................48

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian .........................................................................58

Gambar 4.1 Skema Penetapan Sampel...................................................................60

Gambar 4.2 cost effectiveness acceptability curve (CEAC) ..................................72

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Etical Clearance ..................................................................................78

Lampiran 2 Data Karakteristik Pasien Wanita Postmenopause Dengan Kanker

Payudara ER+ Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung .................79

Lampiran 3 Data Unit Biaya Langsung Pelayanan IRI Wanita Postmenopause

Dengan Kanker Payudura ER+ .........................................................83

Lampiran 4 Data Unit Biaya Langsung Medis Biaya SIRS Wanita Postmenopause

Dengan Kanker Payudura ER+ ...........................................................88

Lampiran 5 Data Unit Biaya Langsung Medis Biaya Hormon Terapi Wanita
PostmenopauseDengan Kanker Payudura ER+ ..................................90

Lampiran 6 Data pasien wanita postmenopause dengan kanker payudara yang

mendapat pembedahan ........................................................................94

Lampiran 7 Perhitungan ACER .............................................................................95


Lampiran 8 Perhitungan ICER ...............................................................................96
Lampiran 9 Output SPSS .......................................................................................97

xiii
ABSTRAK

Kanker payudara menjadi salah satu penyumbang kematian pertama di Indonesia


terutama pada wanita postmenopause. Masalah utama dalam penanggulangan
penyakit kanker payudara adalah besarnya biaya perawatan dan waktu terapi yang
panjang. Penelitian ini bertujuan menganalisis komponen biaya dan efektivitas
biaya Aromatase Inhibitor Non-Steroid dibanding dengan Aromatase Inhibitor
Steroid. Penelitian ini termasuk pada rancangan observasional dengan
pengumpulan data secara retrospektif dari data rekam medik pasien pada tahun
2015-2020 yang memenuhi kriteria inklusi dan data dari Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) di RS Hasan sadikin Bandung. Data biaya pengobatan berdasarkan
perspektif rumah sakit. Data biaya meliputi data biaya langsung medik dari Rumah
Sakit. Nilai efektivitas pada penelitian ini diukur dalam daya tahan hidup pasien,
dan analisis efektivitas biaya dengan menghitung Incremental Cost-effectiveness
Ratio (ICER). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata komponen biaya tertinggi
pada unit biaya langsung medis bagian pelayanan IRI terdapat pada biaya operasi
sebesar Rp. 6.229.343; pada bagian unit biaya langsung medis SIRS terdapat pada
biaya obat pendukung sebesar Rp. 41.240.429; pada bagian unit biaya langsung
medis hormon terapi biaya terendah terdapat pada terapi hormon Aromatase
Inhibitor Non-Steroid sebesar Rp. 13.854.974 dan tertinggi pada terapi hormon
Aromatase Inhibitor Steroid sebesar Rp. 35.206.411. Nilai ICER untuk Aromatase
Inhibitor Non-Steroid dibanding Aromatase Inhibitor Steroid yaitu (-487475,7306);
Aromatase Inhibitor Non-Steroid dibanding SWITCH yaitu (4042767,945);
Aromatase Inhibitor Steroid dibanding SWITCH yaitu (-138995,4478). Aromatase
Inhibitor Non-Steroid dikategorikan cost-effective dikarenakan berada pada
kuadran II. Aromatase Inhibitor Non-Steroid merupakan biaya paling rendah dari
pembanding yang lain. Sedangkan Aromatase Inhibitor Steroid dikategorikan
paling tidak cost-effective dikarenakan berada pada kuadran IV yang artinya
efektivitas lebih rendah dengan biaya yang lebih mahal.

Kata kunci: kanker payudara, analisis efektivitas biaya, Aromatase Inhibitor Non-
Steroid, Aromatase Inhibitor Steroid

xiv
ABSTRACT
Breast cancer is one of the first contributors to death in Indonesia, especially in
postmenopausal women. The main problem in overcoming breast cancer is the high
cost of treatment and long treatment time. This study aims to analyze the
components of the cost and cost effectiveness of Non-Steroid Aromatase Inhibitors
compared to Steroid Aromatase Inhibitors. This study was included in an
observational design with retrospective data collection from patient medical record
data in 2015-2020 that met the inclusion criteria and data from the Hospital
Information System (SIRS) at Hasan Sadikin Hospital, Bandung. Medical cost data
based on hospital perspective. Cost data includes direct medical cost data from
hospitals. The value of effectiveness in this study was measured in patient survival,
and cost-effectiveness analysis was calculated by calculating the Incremental Cost-
effectiveness Ratio (ICER). The results showed that the highest average cost
component in the direct medical unit cost of the IRI service was in the operating
cost of Rp. 6,229,343; in the SIRS direct medical cost unit, there is a supporting
drug cost of Rp. 41,240,429; in the direct medical unit cost of hormone therapy, the
lowest cost is found in the Aromatase Inhibitor Non-Steroid hormone therapy of Rp.
13,854,974 and the highest on Aromatase Inhibitor Steroid hormone therapy of Rp.
35,206,411. ICER values for Non-Steroid Aromatase Inhibitors compared to
Steroid Aromatase Inhibitors are (-487475,7306); Non-Steroid Aromatase
Inhibitors compared to SWITCH, namely (4042767.945); Aromatase Inhibitor
Steroids compared to SWITCH (-138995,4478). Non-Steroid Aromatase Inhibitors
are categorized as cost-effective because they are in quadrant II. Non-Steroid
Aromatase Inhibitors are the lowest cost of the other comparators. While
Aromatase Inhibitor Steroids are categorized as the most cost-effective because
they are in quadrant IV, which means their effectiveness is lower with more
expensive costs.

Keywords: breast cancer, cost-effectiveness analysis, Non-Steroid Aromatase


Inhibitors, Steroid Aromatase Inhibitors

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kanker payudara merupakan salah satu penyumbang kematian pertama,
terutama pada Wanita yang telah mengalami masa menopause. Kanker
payudara menempati urutan pertama sebagai jumlah kanker terbanyak di
Indonesia (Kemenkes RI, 2022). Tingginya angka kematian tersebut tentu
bukan karena tanpa sebab, melainkan berkaitan dengan terapi pengobatan yang
dipilih dan dilakukan. Disisi lain, angka kematian yang tinggi disebabkan juga
karena penanganan kanker yang terlambat dan beban pembiayaan yang berat
(Kemenkes RI, 2022).
Kanker merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, terhitung
hampir 10 juta kematian pada tahun 2020 (WHO, 2022). Yang paling tinggi
terjadi pada tahun 2020 yaitu kanker payudara dengan 2.260.000 kasus baru
kanker payudara, dan 685.000 angka kematian akibat kanker payudara
(WHO,2022). Berdasarkan data GLOBOCAN (Global Burden Of Cancer) tahun
2020, di Indonesia terdapat 68.858 kasus (16,6%) dari total 396.914 kasus baru
kanker di Indonesia. Jumlah kematian akibat kanker payudara tersebut
mencapai lebih dari 22.000 jiwa.
Peringkat kanker yang ada di Indonesia menempati urutan ke-23 di Asia
dan urutan ke-8 di Asia Tenggara (Kemenkes,2019). Di Jawa Barat sendiri
angka penderita penyakit kanker payudara di Jawa barat adalah 26 per 100.000
perempuan. Artinya dalam 100.000 perempuan di Jawa barat, ditemukan
sebanyak 26 kasus penyakit kanker payudara. Penderita penyakit kanker
payudara ini kini tidak hanya didominasi perempuan postmenopause, bahkan
terjadi juga pada kalangan perempuan di usia remaja (Kemenkes RI, 2019).
Kanker payudara dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
yaitu jenis kelamin, obesitas, usia melahirkan anak pertama, Riwayat pemberian

1
2

ASI, nullipara, pemakaian pil estrogen jangka Panjang, usia menarche, dan
status menopause (Anggorowati, 2013). Selain itu, Riwayat kanker payudara
dalam keluarga, pola konsumsi makanan berlemak, dan konsumsi alkohol
terbukti berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara (Yulianti, dkk., 2016).
Kasus kanker payudara banyak ditemukan pada Wanita rentang umur 40-
55 tahun. Usia pascamenopause berkaitan dengan lamanya paparan hormone
estrogen dan progesterone yang berpengaruh terhadap proses poliferasi jaringan
payudara (Yulianti, dkk., 2016). Wanita postmenopause berisiko tinggi terkena
kanker paudara karena produksi estrogen di jaringan perifer tubuh selain
ovarium. Hadirnya aromatase inhibitor steroid dan non-steroid mampu
menekan dan menghambat produksi esrtrogen (Kharb et al., 2020). Terapi
hormonal meliputi obat-obat golongan Selective Estrogen Modulator (SERM)
dan Aromatase Inhibitor (AI) dan Luteinizing Hormone Releasing Hormon
(LHRH) (Wahyuni, 2018). Terdapat banyak aromatase inhibitor dalam praktek
klinis diantaranya exemestane, formestane, anastrozole, letrozole, fadrozole,
vorozole, dan sebagainya (Kharb dkk., 2020).
Pada wanita kanker payudara dengan status postmenopause kebanyakan
memiliki ekspresi reseptor estrogen positif sehingga prognosis (perkembangan
suatu penyakit) pada penderita dengan status postmenopause lebih baik
dibandikan dengan penderita premenopause (belum mengalami status
menopause) (Sari, dkk., 2018).
Kanker payudara dibagi menjadi beberapa subtype yaitu luminal A,
luminal B, HER-2 positif dan basal-like/triple negative, subtype dengan
reseptor positif masuk ke dalam kategori subtype luminal A. Setiap tipe
memiliki karakteristik yang berbeda baik dari segi terapi yang diberikan
maupun prognosisnya. Terapi hormonal diberikan kepada pasien dengan
pemeriksaan reseptor hormon positif seperti pada tipe luminal (Wiguna dan
Manuaba, 2015). Pascamenopause adalah masa setelah fase menopause sampai
dengan senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Fase ini ditandai
dengan kadar FSH dan LH yang sangat tinggi (>35 mIU/ml), serta kadar
estradiol sangat rendah (<30 pg/ml) sehingga mengakibatkan endometrium
3

menjadi atropi dan haid berhenti. Fase pascamenopause merupakan masa 2–5
tahun setelah menopause. Usia rata-rata Wanita pada tahap ini yaitu 40-55
tahun. Hampir semua wanita pascamenopause mengalami berbagai keluhan
akibat kadar estrogen yang rendah (Riyadina, 2019).
Kanker payudara memiliki rata-rata sekitar 60%-75% reseptor estrogen
(ER+), dimana sel kanker bergantung pada hormon estrogen untuk
pertumbuhannya. Kehadiran reseptor ini membantu menentukan risiko kanker
kembali setelah pengobatan dan jenis pengobatan yang dipilih untuk
mengurangi risiko ini (ASCO, 2018). Reseptor estrogen (ER) merupakan salah
satu faktor prognostik dan prediktif utama yang diperiksa pada kanker
payudara. Reseptor estrogen (ER) berlebih pada kisaran 70% disebut reseptor
estrogen positif (ER+). Status reseptor estrogen digunakan untuk menentukan
sensitivitas lesi kanker payudara terhadap terapi antiestrogen (Sari, dkk., 2018).
Untuk Wanita penderita kanker payudara dengan ER atau PR positif
diajurkan untuk terapi hormonal. Hal ini dikarenakan terapi hormonal dapat
memblokir hormone serta mencegah kekambuhan dan kematian. Terapi
hormonal juga efektif sebagai pengobatan kanker payudara metastatic,
mengecilkan kanker, dan meringankan gejala (ASCO, 2018). Terapi hormonal
dilakukan setidaknya 5 tahun dan seringkali lebih lama. Regimen pertama
disebut pengobatan awal. Kemudian regimen kedua dikonsumsi dalam periode
5 tahun. Hal ini disebut perawatan berurutan. Terapi hormonal yang dilakukan
lebih dari periode 5 tahun disebut pengobatan yang diperpanjang (ASC0, 2018).
Outcome clinic dari terapi kanker payudara adalah Disease Free Survival
(DFS), Overall Survival (OS) dan angka kejadian relaps pada pasien. Tingkat
keberhasilan terapi hormonal pada pasien kanker payudara stadium dini diukur
dengan meningkatnya kelangsungan hidup bebas penyakit (DFS), menurunnya
risiko relaps dan kematian (OS) (Wahyuni dkk., 2018).
Wanita dengan kanker payudara yang menjalani perawatan seperti
radiasi, operasi, kemoterapi, dan terapi hormon mungkin mengalami
kelemahan, penurunan berat badan, dan refleksi diri yang terkait secara
psikologis dan masalah seksual. Semua efek tersebut dapat berdampak negatif
4

terhadap kualitas hidup dari pasien kanker payudara (Mursyid dkk., 2019).
Hidup yang berkualitas merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua
manusia pada semua tingkatan umur (Bakas dkk., 2012). Kualitas hidup
merupakan penilaian kesehatan fisik dan mental secara subjektif, yang sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya di lingkungan sekitar dan aspek sosial
ekonomi pada setiap individu (Endarti, 2015). Ada tiga manfaat utama dari
pengukuran kualitas hidup. Yang pertama adalah discrimination, dimana
kualitas hidup dapat digunakan untuk membedakan beban kesakitan antar
kelompok atau antar individu pada satu titik waktu. Manfaat kedua adalah
evaluation, yaitu mengukur perubahan diri individu atau kelompok dalam kurun
waktu tertentu. Manfaat terakhir adalah prediction, yaitu kemampuan untuk
memprediksi suatu keadaan di masa yang akan datang (Endarti, 2015).
Disease Free Survival (DFS) atau ketahanan hidup merupakan
sekumpulan prosedur statistik untuk menganalisis data yang variable akhirnya
waktu hingga muncul kejadian. Waktu dapat berupa tahun, bulan, hari jam, atau
menit yang diukur sejak pengamatan dimulai hingga muncul kejadian. Kejadian
yang diamati berupa kematian (OS) insiden penyakit dan kekambuhan (relaps).
Overal Survival (OS) atau kematian bisa dikatakan sebagai angka
keberlangsungan hidup seseorang yang diakibatkan oleh suatu keadaan
penyakit. Dari Clinical Outcome tersebut tentunya sangat penting karena
berkaitan dengan kualitas hidup sebagai kelangsungan hidup pasien yang baik
tentunya sangat diharapkan oleh semua penderita kanker payudara dengan
pengukuran outcome serta menilai keberhasilan pengobatan dan laju penyakit
kanker payudara. (P, Yohana, 2017)
Uji klinis acak dilakukan pada wanita pascamenopause dengan kanker
payudara stadium awal yang responsif terhadap hormon telah menunjukkan
bahwa, sebagai terapi hormonal, letrozole memiliki manfaat yang lebih unggul
dibanding tamoxifen. Selain letrozole, dinyatakan juga bahwa anastrozole lebih
cost effective daripada megestrol (Dunn dkk., 2006).
Letrozole merupakan pengobatan yang efektif dan dapat ditoleransi
dengan baik untuk wanita postmenopause dengan kanker payudara responsif
5

hormon stadium awal atau lanjut. Analisis farmakoekonomi dari perspektif


Inggris dan Amerika Utara mendukung penggunaan letrozole pada kanker
payudara stadium awal yang responsif terhadap hormon. Selain itu, analisis
model lain yang dilakukan di berbagai sistem perawatan kesehatan di berbagai
negara secara konsisten menunjukkan bahwa letrozole hemat biaya dalam
pengaturan perawatan lanjutan (Dunn dkk., 2006).
Masalah utama dalam penanggulangan penyakit kanker adalah besarnya
biaya perawatan dan waktu terapi yang panjang. Hal ini tidak hanya
menimbulkan kerugian ekonomi bagi penderita tetapi juga bagi keluarga dan
pemerintah (Andayani, 2015).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik meneliti mengenai
“Analisis Efektivitas Biaya Aromatase Inhibitor Non-Steroid Dibanding
Aromatse Inhibitor Steroid Pada Wanita Postmenopause Dengan Kanker
Payudara ER Positif di RS Hasan Sadikin”.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana komponen biaya Aromatase Inhibitor Non-Steroid (AINS)
dibanding Aromatase Inhibitor Steroid (AIS) pada wanita postmenopause
dengan kanker payudara ER positif?
2. Bagaimana efektivitas biaya Aromatase Inhibitor Non-Steroid (AINS)
dibanding Aromatase Inhibitor Steroid (AIS) pada wanita postmenopause
dengan kanker payudara ER positif?

C. Tujuan
1. Mengetahui komponen biaya Aromatase Inhibitor Non-Steroid (AINS)
dibanding Aromatase Inhibitor Steroid (AIS) pada wanita postmenopause
dengan kanker payudara ER positif.
2. Mengetahui efektivitas biaya Aromatase Inhibitor Non-Steroid (AINS)
dibanding Aromatase Inhibitor Steroid (AIS) pada wanita postmenopause
dengan kanker payudara ER positif.
6

D. Manfaat
1. Manfaat bagi peneliti
Sebagai pengaplikasian ilmu peneliti, dimana dari hasil penelitian memberi
pemahaman bagi peneliti tentang analisis efektivitas biaya wanita
postmenopause dengan kanker payudara ER positif.
2. Manfaat bagi instansi
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi institusi
dalam menambah literatur khususnya terkait efektivitas biaya obat.
3. Manfaat bagi pembaca
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap
perkembangan ilmu kefarmasian khususnya terkait efektivitas biaya obat
dan menjadi salah satu acuan bagi peneliti selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka
1. Kanker Payudara
a. Epidemiologi
Kanker payudara merupakan suatu kondisi dimana sel telah
kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga terjadi
pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali yang terjadi
pada jaringan payudara. Kanker payudara pada umumnya menyerang
pada kaum wanita, tetapi tidak menutup kemungkinan juga dapat
menyerang kaum laki-laki, walaupun kemungkinan menyerang sangat
kecil sekali yaitu 1:100. Kanker payudara adalah salah satu jenis kanker
yang juga menjadi penyebab kematian terbesar kaum wanita di dunia,
termasuk Indonesia (Yulianti, 2017).
Kanker payudara merupakan keganasan yang berasal dari kelenjar,
saluran kelenjar, dan jaringan penunjang tidak termasuk kulit payudara.
Payudara secara umum terdiri dari dua tipe jaringan, jaringan glandular
(kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar mencakup
kelenjar susu (lobules) dan saluran susu (the milk passage, milk duct).
Jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan serat konektif.
Payudara juga dibentuk oleh jaringan lymphatic, sebuah jaringan yang
berisi sistem kekebalan ysng bertugas mengeluarkan cairan dan kotoran
selular. Sel kanker payudara yang pertama dapat tumbuh menjadi tumor
1 cm dalam waktu 8-12 tahun. Sel kanker tersebut diam pada kelenjar
payudara. Sel-sel kanker payudara dapat menyebar melalui aliran darah
ke seluruh tubuh. Sel kanker payudara dapat bersembunyi di dalam tubuh
selama bertahun - tahun tanpa diketahui dan tiba-tiba aktif menjadi tumor
ganas atau kanker (Yulianti, 2017).
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara
yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker

7
8

payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia.


Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, kanker
payudara menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar
18,6%. Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12 per
100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92 per 100.000
wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27 per100.000 atau
18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat
diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1%. Di Indonesia, lebih
dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana
upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman
tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun
paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita
dapat dilakukan secara optimal (Kemenkes RI, 2018).
b. Faktor Resiko Dan Klasifikasi
1) Faktor Resiko
Secara umum, penyebab kanker payudara belum diketahui
secara pasti, namun ada beberapa faktor risiko yang dapat
meningkatkan seseorang terkena kanker payudara, antara lain:
a) Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Diubah
(1) Jenis Kelamin
Insiden kanker payudara pada wanita dibanding pria
lebih dari 100:1. Secara umum 1 dari 9 wanita akan menderita
kanker payudara sepanjang hidupnya (Yulianti, 2017).
(2) Faktor Usia
Kejadian kanker payudara meningkat seiring
bertambahnya usia. Semakin tua usia seorang wanita,
semakin tinggi risiko untuk menderita kanker payudara.
Kategori usia yang paling berisiko terkena kanker payudara
yaitu pada usia 50-69 tahun. Risiko terkena kanker payudara
akan lebih meningkat pada wanita yang mengalami
menopause terlambat yaitu pada usia lebih dari 55 tahun.
9

Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami


atrofi dengan bertambahnya umur, kurang dari 25% kanker
payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga
diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum
terjadinya perubahan klinis (Yulianti, 2017).
Kanker payudara merupakan penyakit dengan masa
laten panjang yaitu sekitar 10-15 tahun. Maka lebih banyak
ditemukan pada wanita yang berusia di atas 50 tahun, hal ini
dikarenakan semakin bertambahnya usia seorang Wanita
semakin lemah pula sistem imunitas tubuh, sehingga semakin
tua lebih mudah untuk terkena kanker payudara. Selain itu,
kanker payudara merupakan penyakit yang dikaitkan dengan
adanya paparan hormon. Wanita yang berusia tua akan
mengalami paparan hormone lebih panjang dibandingkan
dengan wanita usia muda. Adapun hormon tersebut yaitu
estrogen dan progesterone, kedua hormon tersebut sangat
berperan dalam pertumbuhan payudara. Selain adanya
paparan hormonal (estrogen) yang lebih lama pada wanita
usia tua (lebih dari 50 tahun), faktor usia juga dikaitkan
dengan adanya paparan dari faktor risiko lain seperti gaya
hidup tidak baik dalam waktu lama yang dapat menimbulkan
karsinogenik pada payudara sehingga dapat menginduksi
terjadinya kanker payudara. Faktor kesadaran diri yang
rendah pada wanita untuk melakukan pendeteksian dini
kanker payudara juga berpengaruh terhadap usia diagnosis
kanker payudara, dimana diagnosis pada usia diatas 50 tahun
juga diiringi dengan stadium akhir kanker payudara (Yulianti,
2017).
10

(3) Riwayat Keluarga Dan Genetik


Adanya riwayat keluarga dan genetik. Pada genetic
adanya pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau
TP53 (p53) (Kemenkes RI, 2018).
(4) Riwayat Penyakit Payudara
Seorang wanita yang mempunyai riwayat tumor jinak
pada payudara sebelumnya dapat bermutasi menjadi ganas.
Wanita yang menderita Hyperplasia atipikal mempunyai
risiko 5 kali lebih besar untuk terkena kanker payudara
(Purlistyarini, 2020).
(5) Usia Menarke dan Siklus Menstruasi
Menarche atau disebut dengan menstruasi pertama.
Apabila seorang wanita mengalami menstruasi pada usia ≤12
tahun akan berhubungan dengan lamanya terpapar oleh
hormon estrogen dan hormon progesteron akan
mempengaruhi proses proliferasi jaringan, salah satunya yang
termasuk adalah jaringan pada payudara (Purlistyarini, 2020).
Menarche dini atau menstruasi pertama pada usia
relatif muda (kurang dari 12 tahun) berhubungan dengan
peningkatan risiko kanker payudara. Dewasa ini di Negara-
negara berkembang, terjadi pergeseran usia menarche dari
sekitar 16-17 tahun menjadi 12-13 tahun. Jika seorang wanita
mengalami menstruasi di usia dini, sebelum 12 tahun wanita
akan memiliki peningkatan risiko kanker payudara. Karena,
semakin cepat seorang wanita mengalami pubertas, maka
semakin panjang pula jaringan payudaranya dapat terkena
unsur-unsur berbahaya yang menyebabkan kanker, seperti
bahan kimia, estrogen atau radiasi (Yulianti, 2017).
(6) Usia Melahirkan Anak Pertama
Risiko kanker payudara menunjukkan peningkatan seiring
dengan peningkatan usia mereka saat kehamilan pertama atau
11

melahirkan anak pertama pada usia relatif lebih tua (> 35


tahun). Ini diperkirakan karena adanya rangsangan
pematangan dari sel-sel pada payudara yang diinduksi oleh
kehamilan, yang membuat sel-sel ini lebih peka terhadap
transformasi yang bersifat karsinogenik. Hasil dari sebuah
studi ditemukan bahwa usia kehamilan pertama memiliki
dampak yang lebih besar terhadap risiko kanker payudara
daripada usia kehamilan yang berikutnya. Odds Rasio untuk
wanita dengan usia kehamilan pertama 30 tahun adalah 1,36,
berbeda dengan wanita dengan usia <30 tahun yang
mempunyai odds rasio 1,18. Dalam suatu studi ditemukan
bahwa adanya peningkatan dua kali lipat risiko kanker
payudara pada wanita yang usia saat hamil >30 tahun dengan
usia yang lebih muda yaitu sebelum usia 20 tahun (odds
rasio=1,8) (Yulianti, 2017).
(7) Jumlah Anak
Efek dari jumlah anak terhadap risiko kanker payudara telah
lama diteliti. Suatu studi metaanalisis, dilaporkan bahwa
wanita nulipara mempunyai risiko 30% untuk berkembang
menjadi kanker dibandingkan dengan wanita yang multipara.
Sementara itu, studi lain juga menunjukkan adanya
penurunan risiko kanker payudara dengan peningkatan
jumlah paritas. Level hormon dalam sirkulasi yang tinggi
selama kehamilan menyebabkan diferensiasi dari the
terminal duct-lobular unit (TDLU), yang merupakan tempat
utama dalam proses transformasi kanker payudara. Proses
diferensiasi dari TDLU ini bersifat protektif melawan
pertumbuhan kanker payudara secara permanen (Yulianti,
2017).
12

(8) Abortus / Keguguran


aborsi merupakan salah satu faktor risiko yang masih
diragukan, hal ini karena hasil dari beberapa kajian tidak
menunjukkan hubungan langsung antara keguguran dengan
kanker payudara. Wanita yang pernah mengalami keguguran
akan berisiko 6 kali lebih besar untuk menderita kanker
payudara, karena wanita yang mengalami keguguran akan
menyebabkan epitel payudara mengalami proliferasi
sehingga meningkatkan kerentanan terhadap karsinogenesis.
Plasenta akan memproduksi hormon estrogen dan
progesterone selama masa kehamilan. Produksi hormon
estrogen dan progesteron oleh palsenta akan semakin
meningkat sampai akhir masa kehamilan. Walaupun sekresi
hormone estrogen oleh plasenta berbeda dari sekresi ovarium
(hampir semua hormone estrogen yang dihasilkan plasenta
selama masa kehamilan adalah estriol, suatu estrogen yang
relatif lemah), tetapi aktivitas estrogenik total akan meningkat
kira-kira 100 kali selama kehamilan. Tingginya kadar
hormon estrogen ini akan berpengaruh pada proses proliferasi
jaringan termasuk jaringan payudara. Mengalami
abortus/keguguran pada usia kandungan < 32 minggu akan
menghambat proses pematangan payudara secara alami
sehingga meningkatkan risiko kanker payudara. Risiko
meningkat pada remaja yang mengalami abortus/keguguran
dan wanita diatas 30 tahun yang memiliki riwayat kanker
payudara pada keluarga. Selama kehamilan sampai usia < 32
minggu payudara mengalami perubahan jaringan. Perubahan
jaringan tersebut menyebabkan payudara rentan terhadap zat
karsinogen. Apabila keguguran pada kehamilan pertama, hal
ini dikaitkan dengan periode antara terjadinya haid pertama
dengan umur saat kehamilan pertama yang disebut window of
13

initiation perkembangan kanker payudara. Risiko kanker


payudara lebih tinggi pada wanita yang mengalami
keguguran pada usia kehamilan trisemester kedua, kehamilan
< 32 minggu dan kelahiran premature (Yulianti, 2017).
(9) Menopause Usia Lanjut
Menopause lambat meningkatkan siklus ovulasi. Periode dari
menarche sampai menopause menandakan pemajanan wanita
seumur hidupnya terhadap kadar hormon reproduksi yang
signifikan. Setelah menopause, ketika ovarium berhenti
memproduksi hormon estrogen, jaringan lemak merupakan
tempat utama dalam produksi estrogen endogen. Oleh karena
itu, wanita yang sudah menopause dan memiliki berat badan
berlebih dan BMI (Body Mass Index) yang tinggi,
mempunyai level estrogen yang tinggi. Setiap satu tahun
peningkatan usia pada masa menopause, risiko kanker
payudara meningkat sekitar 3 persen (Yulianti, 2017).
b) Faktor Resiko Yang Dapat Diubah
(1) Masa Menyusui
Menyusui merupakan hal yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Menyusui
memberikan efek yang bersifat protektif terhadap kanker
payudara. Waktu menyusui yang lebih lama mempunyai efek
yang lebih kuat dalam menurunkan risiko kanker payudara.
Sebab dari efek protektif menyusui ini dikarenakan adanya
penurunan level estrogen dan sekresi bahan-bahan
karsinogenik selama menyusui. Menyusui merupakan salah
satu faktor yang dapat dimodifikasi dan dapat membantu
dalam mencegah terjadinya kanker payudara. Wanita yang
tidak menyusui akan berisiko lebih besar terkena kanker
payudara dibandingkan dengan wanita yang menyusui.
Semakin lama seorang wanita menyusui, maka semakin
14

rendah risiko untuk mengidap kanker payudara. Risiko


seorang Wanita yang menyusui untuk mengidap kanker
payudara berkurang 4,3% setiap 12 bulan menyusui, karena
selama proses menyusui tubuh akan memproduksi hormone
oksitosin yang dapat mengurangi produksi hormon estrogen,
karena hormone estrogen memegang peranan penting dalam
perkembangan sel kanker payudara. Selama masa kehamilan
kadar hormon estrogen dan hormon progesteron dalam
kondisi tinggi, akan menurun tajam segera setelah melahirkan
dan akan tetap rendah selama masa menyusui (Yulianti,
2017).
(2) Hormonal
(a) Faktor Endogen
Hormon bukanlah karsinogen, tetapi dapat
mempengaruhi karsinogenesis. Hormon dapat
mengendalikan atau dapat menambah pertumbuhan
tumor. Dasar pemberian terapi hormon dan beberapa
terapi pembedahan hipofisektomi dan ooforektomi adalah
prinsip karsinogenesis. Jaringan yang responsif terhadap
endokrin seperti payudara, endometrium, dan prostat
tidak memperoleh kanker, kecuali jika distimulasi oleh
Growth Promoting Hormone. Esterogen telah dikaitkan
adenokarsinoma pada vagina, payudara, uterus, dan
tumor hepatic (Yulianti, 2017).
(b) Faktor Eksogen
1. Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
Keterkaitan kontrasepsi oral dalam perkembangan
kanker payudara masih menjadi kontroversi sampai
saat ini. Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa
kontrasepsi oral berperan dalam meningkatkan risiko
kanker payudara pada wanita premenopause, tetapi
15

tidak pada wanita dalam masa pascamenopause.


Penggunaan alat kontrasepsi hormonal yang berjenis
pil dan suntik dalam jangka waktu yang lama (hingga
dua tahun) memicu terjadinya kanker. Namun,
pengaruh alat kontrasepsi hormonal dengan kanker
payudara juga tergantung pada usia, lama pemakaian
dan faktor lainnya. Risiko terkena kanker payudara
meningkat dengan penggunaan alat kontrasepsi oral
dan terapi hormon estrogen dalam jangka waktu
panjang. Risiko penggunaan alat kontrasepsi
hormonal akan meningkat jika digunakan dalam
jangka waktu yang lama yaitu lebih dari 10 tahun. Hal
ini dikarenakan tubuh mengalami paparan hormon
yang lama sehingga menyebabkan tubuh menjadi
lebih rentan dengan adanya zat karsinogenik
(Yulianti, 2017).
2. Perawatan Menggunakan DES
Penggunaan DES (Diethylstilbestrol) pada ibu hamil
dianggap menjadi obat yang bisa mengurangi peluang
untuk kehilangan bayi (keguguran). Namun,
penggunaan DES pada wanita hamil (anak dalam
rahim) mempunyai risiko terkena kanker payudara
sedikit lebih besar (Yulianti, 2017).
3. Terapi hormon post-menopause (PHT)
Terapi hormon post-menopause (terapi pengganti
hormon), telah digunakan selama bertahun-tahun
untuk membantu mengurangi gejala-gejala
menopause dan membantu mencegah penipisan
tulang (osteoporis). Ada dua jenis PHT yang utama.
Bagi wanita yang masih mempunyai rahim (uterus),
umumnya dokter meresepkan estrogen dan
16

progesteron (dikenal dengan PHT berkombinasi).


Estrogen sendiri bisa meningkatkan risiko kanker
payudara pada uterus, sehingga progesteron
ditambahkan untuk membantu mencegah hal ini. Bagi
wanita yang tidak mempunyai uterus (mengalami
histerektomi), estrogen sendiri bisa diresepkan. Hal
ini biasa disebut sebagai terapi pengganti estrogen
atau ERT. Penggunaan PHT berkombinasi dalam
waktu yang panjang bisa meningkatkan risiko terkena
kanker payudara dan mungkin meningkatkan peluang
meninggal akibat kanker payudara. namun lima tahun
menghentikan PHT risiko kanker payudara juga akan
berkurang dan kemudian menjadi normal. Sedangkan,
penggunaan hormone estrogen (ERT) tampaknya
tidak meningkatkan risiko berkembangnya kanker
payudara terlalu banyak, jika tidak sama sekali.
Namun, jika digunakan dalam jangka waktu panjang,
penggunaan ERT juga dapat meningkatkan risiko
kanker payudara (Yulianti, 2017).
4. Densitas Payudara
Densitas dipengaruhi oleh jumlah jaringan lemak,
jaringan ikat dan epitel pada payudara. Payudara
dengan proporsi jaringan lemak yang tinggi
mempunyai densitas yang lebih rendah. Kanker akan
lebih mudah dideteksi pada payudara yang
mempunyai densitas lebih tinggi. Pada wanita dengan
densitas payudara yang lebih tinggi mempunyai risiko
2-6 kali untuk berkembang menjadi kanker
dibandingkan dengan densitas payudara yang rendah
(Yulianti, 2017).
17

(3) Obesitas
Faktor obesitas menyebabkan 30% risiko lebih tinggi
terjadinya kanker dikarenakan asupan energi yang berlebihan
pada obesitas dapat menstimulasi produksi hormon
esterogen, terutama pada wanita setelah menopause
(Purlistyarini, 2020).
(4) Konsumsi Alkohol
Studi menunjukkan bahwa risiko kanker payudara meningkat
berkaitan dengan asupan alkohol jangka panjang. Hal ini
mungkin disebabkan alcohol mempengaruhi aktivitas
estrogen. Hubungan antara peningkatan risiko kanker
payudara dengan intake alkohol lebih kuat didapatkan pada
Wanita pascamenopause. Studi menemukan bahwa setelah
konsumsi alkohol, akan terdapat peningkatan jumlah estrogen
pada urin dan mulut (Yulianti, 2017).

2) Klasifikasi
Menurut Yulianti (2017) kanker payudara di klasifikasikan sebagai
berikut:
a) Kanker Yang Sering Teradi
(1) Karsinoma Duktal In Situ (DCIS)
Karsinoma Duktal In Situ (DCIS) merupakan jenis kanker
payudara yang paling umum dan paling sering terjadi, namun
tidak terlalu berbahaya (noninvasif). Ductal Carcinoma In
Situ, hal ini berarti kanker hanya terletak dalam duct (tabung
kecil yang membawa susu dari lobula ke puting). DCIS
diyakini juga sebagai lesi prakanker. Pada umumnya lesi
prakanker terjadi dalam satu payudara tetapi pasien dengan
DCIS berisiko lebih tinggi untuk menderita kanker payudaa
kontra lateral. DCIS biasanya muncul sebagai pathologic
nipple discharge dengan atau tanpa massa sehingga paling
18

tepat untuk mendeteksi adanya DCIS adalah mammogram.


Dengan terapi tepat dan segera, rata-rata survival lima tahun
untuk DCIS mencapai 100%.
(2) Karsinoma Lobular In Situ (LCIS)
Karsinoma lobular in situ merupakan kelainan payudara yang
ditandai dengan adanya perubahan sel dalam lobulus atau
lobus. LCIS diyakini bukan merupakan lesi premaligna tetapi
wanita yang mengalami LCIS akan mendapatkan risiko
kanker payudara di kemudian hari.
(3) Karsinoma Invasif
Karsinoma payudara invasive merupakan tumor yang secara
histologik heterogen. Mayoritas tumor ini adalah
adenokarsinoma yang tumbuh dari terminal 20 duktus.
Terdapat lima varian histologik dari adenokarsinoma
payudara.
b) Kanker Yang Jarang Terjadi
(1) Karsinoma Metaplastik
Jarang terjadi, kurang dari 5% dari kanker payudara. lesi
mengandung beberapa tipe sel berbeda yang terlihat tidak
khas. Tumor-tumor ini meliputi sel-sel yang secara normal
tidak ditemukan dalam payudara, seperti sel-sel kulit atau sel-
sel yang membuat tulang.
(2) Karsinoma Invasif kribiform
Merupakan kanker dengan diferensiasi baik terdiri atas sel
kecil dan uniform.
(3) Karsinoma Papiler
Sangat jarang, kurang dari 1%-2% kanker payudara tipe ini.
Ditemukan dominan pada wanita postmenopause ditandai
oleh nodul padat yang sering multiple dan labulated.
19

(4) Karsinoma mikropapiler invasive


Merupakan jenis kanker payudara yang berbeda dan sulit
dikenal, umumnya adalah massa padat dan immobile. Pada
mammografi terdapat gambaran specula, iregular atau
bundar, densitas tinggi dengan atau tanpa mikrokalsifikasi.
c. Gejala Klinis Dan Tanda
Gejala dan pertumbuhan kanker payudara biasanya baru diketahui
setelah memasuki stadium kanker lanjut. Pada tahap dini, kanker
payudara tidak menimbulkan keluhan ataupun tanda-tanda. Seiring
berjalannya waktu, timbul keluhan dan berubah menjadi stadium yang
lebih lanjut (Purlistyarini, 2020).
Gejala dan pertumbuhan kanker payudara biasanya baru diketahui
setelah memasuki stadium kanker lanjut. Pada tahap dini, kanker
payudara tidak menimbulkan keluhan ataupun tanda-tanda. Seiring
berjalannya waktu, timbul keluhan dan berubah menjadi stadium yang
lebih lanjut (Purlistyarini, 2020). Menurut National Breast Cancer
Foundation (2019), terdapat beberapa gejala kanker payudara, antara
lain:
1) Munculnya benjolan yang tidak normal atau penebalan pada
payudara atau daerah ketiak;
2) Puting terasa lembek;
3) Adanya perubahan bentuk, ukuran yang tidak normal pada payudara;
4) Adanya lesung pada payudara;
5) Pembengkakan;
6) Adanya penyusutan yang tidak normal pada payudara;
7) Putting tenggelam atau terlihat masuk ke dalam payudara (nipple
retraction);
8) Adanya sisik, kulit kemerahan, bengkak dan adanya perubahan kulit
yang teksturnya mirip kulit jeruk pada kulit payudara, areola, atau
puting; dan
20

9) Keluarnya cairan jernih dari puting saat tidak sedang kondisi hamil
atau menyusui atau keluar darah dari putting.
d. Diagnosis
Menurut Kemenkes RI (2018):
1) Anamnesis
Pada anamnesis pasien, beberapa keluhan utama terkait yang
biasanya digali dari pasien kanker payudara meliputi, ukuran dan
letak benjolan payudara, kecepatan benjolannya tumbuh, apakah
disertai dengan sakit, reaksi puting susu, apakah ada nipple discharge
atau krusta, kelainan pada kulit, benjolan pada lengan atas. Terdapat
juga beberapa keluhan tambahan erkait dengan kemungkinan
metastasis dari kanker payudara dapat ditanyakan juga misalnya
nyeri pada tulang, dan rasa sesak nafas.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pemeriksaan anamnesis.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis,
dan sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai
status generalis (tanda vital-pemeriksaan seluruh tubuh) untuk
memastikan adanya kelainan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan
regionalis. Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, inspeksi, dan
palpasi. Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan
bra dilepas dan posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak
pinggang. Inspeksi pada kedua payudara, aksila, dan sekitar
kalvikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer
dan kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening.
Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang
(supine), lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal
bantal. Kedua payudara di palpasi secara sistematis, dan menyeluruh
baik secara sirkular ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan dalam
21

posisi pasien duduk dengan lengan pemeriksa menopang lengan


pasien. Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula.
Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik yang
meliputi status generalis (termasuk Karnofsky Performance Score),
status lokalis payudara kanan atau kiri atau bilateral, status Kelenjar
Getah Bening (KGB), dan status pada pemeriksaan daerah yang
dicurigai metastasis.
Status lokalis berisi informasi massa tumor, lokasi tumor, ukuran
tumor, konsistensi tumor, bentuk dan batas tumor, fiksasi tumor ada
atau tidak ke kulit/m.pectoral/dinding dada, perubahan kulit seperti
kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit Peau de orange, ulserasi,
perubahan puting susu/nipple (tertarik/erosi/krusta/discharge).
Status kelenjar getah bening meliputi status KGB daerah axila,
daerah supraclavicular, dan infraclavicular bilateral berisi informasi
jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap sesame atau jaringan
sekitarnya.
Status lainnya adalah status pada pemeriksaan daerah yang dicurigai
metastasis yang berisi informasi lokasi pemeriksaan misal tulang,
hati, paru, otak, disertai informasi keluhan subjektif dari pasien dan
objektif hasil pemeriksaan klinisi.
3) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaan
darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan
metastasis beserta tumor marker. Apabila hasil dari tumor marker
tinggi, maka perlu diulang untuk follow up.
4) Pemeriksaan Radiologi
a) Mammografi Payudara
Mammografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada
jaringan payudara yang dikompresi. Mammogram adalah gambar
hasil mammografi. Untuk memperoleh interpretasi hasil
pencitraan yang baik, dibutuhkan dua posisi mammogram
22

dengan proyeksi berbeda 45 dan 14 derajat (kraniokaudal dan


mediolateralobligue). Mammografi dapat bertujuan skrining
kanker payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow
up/control dalam pengobatan. Mammografi dikerjakan pada
wanita usia diatas 35 tahun, namun karena payudara orang
Indonesia lebih padat, maka hasil terbaik mammografi sebaiknya
dikerjakan pada usia >40 tahun. Pemeriksaan Mammografi
sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari pertama
masa menstruasi, pada masa ini akan mengurangi rasa tidak
nyaman pada wanita saat di kompresi dan akan memberi hasil
yang optimal.
Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mammografi
digunakan BIRADS yang dikembangkan oleh American College
of Radiology. Dalam sistem BIRADS, mammogram dinilai
berdasarkan klasifikasi (deskripsi, klasifikasi, distribusi, dan
jumlah), massa (bentuk, margin, densitas), dan distorsi bentuk.
Pada kasus khusus, missal adanya KGB intramammaria, dilatasi
duktus, asimetri global, dan temuan asosiatif berupa retraksi
kulit, retraksi puting, penebalan kulit, penebalan trabekula, lesi
kulit, adenopati aksila juga dinilai.
Gambaran mammografi untuk lesi ganas dibagi atas tanda primer
dan sekunder. Tanda primer berupa densitas yang meninggi pada
tumor, batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses
infiltrasi ke jaringan
sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign), gambaran
translusen disekitar tumor, gambaran stelata, adanya
mikroklasifikasi sesuai kriteria Egan, dan ukuran klinis tumor
lebih besar dari radiologis. Untuk tanda sekunder meliputi
retraksi kulit atau penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi,
perubahan posisi puting, kelenjar getah bening aksila (+),
23

keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur,


kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.
b) USG Payudara
Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik.
Serupa dengan mammografi, American College of Radiology
juga menyusun bahasa standar untuk pembacaan dan pelaporan
USG sesuai dengan BIRADS. Karakteristik yang dideskripsikan
meliputi bentuk massa, margin tumor, orientasi, jenis posterior
acoustic, batas lesi, dan pola echo.
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas apabila
ditemukan tanda-tanda seperti permukaan tidak rata, taller than
wider, tepi hiperekoik, echo interna heterogen, vaskularisasi
meningkat, tidak beraturan, dan masuk kedalam tumor
membentuk sudut 90 derajat.
Penggunaan USG untuk tambahan mammografi meningkatkan
akurasinya sampai 7,4%. Namun USG tidak dianjurkan untuk
digunakan sebagai modalitas skrining oleh karena didasarkan
penelitian ternyata USG gagal menunjukkan efikasinya.
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada
mammografi, namun secara umum tidak digunakan sebagai
pemeriksaan skrining karena biaya mahal dan memerlukan waktu
pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan
pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada
payudara dengan implant, dipertimbangkan pasien dengan resiko
tinggi untuk menderita kanker payudara (Level 3).
d) PET – PET/CT SCAN
Possitron Emission Tomography (PET) dan Possitron Emission
Tomography/Computed Tomography (PET/CT) merupakan
pemeriksaan atau diagnosa pencitraan untuk kasus residif.
Banyak literatur menunjukkan bahwa PET memberikan hasil
24

yang jelas berbeda dengan pencitraan yang konvensional


(CT/MRI) dengan sensitivitas 89% VS 79% (OR 1.12, 95% CI
1.04-1.21), sedangkan spesifitas 93% VS 83% (OR 1.12, 95% CI
1.01-1.24) (Level 1). Namun penggunaan PET CT saat ini belum
dianjurkan secara rutin bila masih ada alternatif lain dengan hasil
tidak berbeda jauh.
5) Diagnosis Sentinel Node
Biopsi kelenjar sentinel (Sentinel lymph node biopsy) adalah
mengangkat kelenjar getah bening aksila sentinel sewaktu operasi.
Kelenjar getah bening sentinel adalah kelenjar getah bening yang
pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor, menandakan
mulainya terjadi penyebaran dari tumor primer. Biopsi kelenjar getah
bening sentinel dilakukan menggunakan blue dye, radiocolloid,
maupun kombinasi keduanya. Bahan radioaktif dan/atau blue dye
disuntikkan disekitar tumor, bahan tersebut mengalir mengikuti
aliran getah bening menuju ke kelenjar getah bening (sentinel). Ahli
bedah akan mengangkat kelenjar getah bening tersebut dan meminta
ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan histopatologi. Bila tidak
ditemukan sel kanker pada kelenjar getah bening tersebut, maka tidak
perlu dilakukan diseksi kelenjar aksila. Teknologi ideal adalah
menggunakan Teknik kombinasi blue dye dan radiocolloid.
Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue dye dan
teknik kombinasi adalah 83% VS 92%. Namun biopsi kelenjar
sentinel dapat dimodifikasi menggunakan teknik blue dye saja
dengan isosulfan blue ataupun methylene blue. Methylene blue
sebagai Teknik tunggal dapat mengidentifikasi 90% kelenjar
sentinel. Studi awal yang dilakukan RS Dharmais memperoleh
identifikasi sebesar 95%. Jika pada akhir studi ini diperoleh angka
identifikasi sekitar 905 maka methylene blue sebagai teknik tunggal
untuk identifikasi kelenjar sentinel dapat menjadi alternatif untuk
rumah sakit di Indonesia yang tidak memiliki fasilitas radiocolloid.
25

6) Pemeriksaan Patologi Anatomik


Pemeriksaan Patologi Anatomik pada kanker payudara meliputi
pemeriksaan sitologi yaitu penilaian kelainan morfologi sel
payudara, pemeriksaan histopatolgi merupakan penilaian morfologi
biopsi jaringan tumor dilakukan dengan proses potong beku dan blok
paraffin, pemeriksaan molekuler berupa immunohistokimia, in situ
hibridisasi dan gene array. Untuk pemeriksaan gene array saat ini
belum tersedia di Indonesia, hanya dilakukan pada penelitian untuk
penilaian resistensi terhadap obat anti kanker dan risiko rekurensi.
e. Stadium
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan Sistem Klasifikasi
TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) Cancer Staging
Manual, adalah sebagai berikut (Yulianti, 2017).

Tabel 2.1 klasifikasi TNM kanker payudara berdasarkan AJCC Cancer


Staging Manual.

Klasifikasi Definisi

Tumor primer

Tx Tumor primer tidak didapat

To Tidak ada bukti adanya tumor primer

Tis Karsinoma in situ


Tis (DCIS) Duktal karsinoma in situ
Tis (DCIS) Lobular karsinoma in situ
Tis (paget) Paget’s Disease tanpa adanya tumor

T1 Ukuran tumor < 2 cm


T1 mic Mikroinvasif > 0,1 cm
T1a Tumor > 0.1 – 0,5 cm
26

Klasifikasi Definisi

T1b Tumor > 0,5 - < 1 cm


T1c Tumor > 1 cm - < 2 cm

T2 Tumor >2 cm - <5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Tumor dengan segala ukuran disertai


dengan adanya perlekatan pada dinding
thoraks atau kulit.

T4a Melekat pada dinding dada, tidak merusak


M. Pectoralis major

T4b Edema (termasuk peau d’orange)


atau ulserasi pada kulit, atau
adanya nodul satelit pada
payudara.

T4c Gabungan antara T4a dan T4b

T4d Inflamatory carcinoma

Kelenjar Limfe Region (N)

Nx Kelenjar limfe region tidak didapatkan

No Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe

N1 Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral,


bersifat mobile.
27

Klasifikasi Definisi

N2 Metastasis pada kelenjar limfe


aksila ipsilateral, tidak dapat
digerakkan (fixed).

N3 Metastasis pada kelenjar limfe


infraclavikular, atau mengenai kelenjar
mammae interna, atau kelenjar limfe
supraclavicular.

Metastasis (M)

Mx Metastasis jauh tidak ditemukan

M0 Tidak ada bukti adanya metastasis

M1 Didapatkan metastasis yang telah mencapai


organ

Tabel 2.2 stadium klinis berdasarkan klasifikasi TNM kanker payudara


berdasarkan AJCC Cancer Staging Manual.

Stadium Ukuran Metastasis Metastasis jauh


tumor kelenjar
limfe

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

IIA T0 N1 M0

T1 N1 M0
28

Stadium Ukuran Metastasis Metastasis jauh


tumor kelenjar
limfe

T2 N0 M0

IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

IIIA T0 N2 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1,N2 M0

IIIB T4 N apapun M0

IIIC T apapun N3 M0

IV T apapun N apapun M1

TNM Tumor Nodus Metastasis

Keterangan :
1) Stage 0
Tahap sel kanker payudara berada didalam kelenjar payudara, tetapi
tidak menginvasi ke dalam jaringan payudara normal yang
berdekatan.
2) Stage 1
Tahap terdapat tumor berukuran 2 cm atau kurang dan batas yang
jelas (kelenjar getah bening normal).
29

3) Stage II a
Tahap dimana tumor tidak ditemukan pada payudara tetapi sel-sel
kanker di temukan di kelenjar getah bening ketiak, atau tumor dengan
ukuran 2 cm atau kurang dan telah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5
cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
4) Stage II b
Tahap Ketika tumor yang lebih besar dari 2 cm, tetapi tidak ada yang
lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke kelenjar getah bening
yang berhubungan dengan ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 5
cm tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
5) Stage III a
Tumor tidak ditemukan di payudara. Kanker ditemukan di kelenjar
getah bening ketiak yang melekat bersama atau dengan struktur
lainnya, atau kanker ditemukan di kelenjar getah bening didekat
tulang dada, atau tumor dengan ukuran berapapun dimana kanker
telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak, terjadi pelekatan
dengan struktur lainnya, atau kanker ditemukan di kelenjar getah
bening dekat tulang dada.
6) Stage III b
Tahap terdapat tumor dengan ukuran tertentu dan telah menyebar ke
dinding dada dan atau kulit payudara dan mungkin telah menyebar
ke kelenjar getah bening ketiak yang melekat dengan struktur
lainnya, atau mungkin kanker telah menyebar ke kelenjar getah
bening di tulang dada. Kanker payudara inflamatori (berinflamasi)
dipertimbangkan paling tidak pada tahap IIIb.
7) Stage III c
Ada atau tidak adanya kanker dipayudara atau mungkin telah
menyebar ke dinding dada dan atau kulit payudara dan kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening baik di atas atau di bawah tulang
30

belakang dan kanker mungkin telah menyebar ke kelenjar getah


bening ketiak atau ke kelenjar getah bening di dekat tulang dada.
8) Stage V
Kanker telah menyebar dan bermetastasis ke bagian tubuh yang lain.
f. Terapi Endokrin atau Hormon Terapi
Terapi Endokrin dapat mengehentikan pertumbuhan sel kanker yang
disebabkan oleh hormon. Terapi endokrin digunakan untuk kanker
payudara dengan sel kanker yang memiliki reseptor estrogen atau
progesteron atau keduanya, terapi endokrin tidak dapat digunakan untuk
terapi ajuvan jika kekambuhan tidak mungkin terjadi. Risikonya rendah
jika tumor payudara berukuran 0,5 cm atau lebih kecil dan kelenjar getah
bening bebas kanker. Tumor payudara bisa lebih besar (>3 cm) jika jenis
kanker tumbuh perlahan. Terapi endokrin dapat digunakan sebagai
gantinya untuk mencegah kanker payudara kedua di payudara lainnya
(NCCN, 2018).
1) SERM (Selective Estrogen Recepetor Modulator)
Modulator reseptor estrogen selektif (SERM) merupakan
sekelompok senyawa kimia yang berbeda dari estrogen. Mereka
mengikat dan berinteraksi dengan reseptor estrogen dan memiliki
sifat agonis atau antagonis estrogen pada jaringan target yang
berbeda. Peran mereka dalam kedokteran klinis berkembang.
SERM awal, yang kemudian secara umum disebut agen agonis-
antagonis estrogen, termasuk clomiphene, digunakan dalam
pengobatan infertilitas sebagai agen induksi ovulasi, dan tamoxifen,
digunakan dalam pengelolaan kanker payudara, terutama kanker
reseptor estrogen positif pada wanita pascamenopause.
SERM yang ideal akan memberikan efek seperti estrogen pada
tulang, menjaga massa tulang dan mengurangi risiko fraktur
osteoporosis. Selain itu, ini akan menurunkan risiko penyakit arteri
coroner.
31

Tamoxifen adalah modulator reseptor estrogen selektif yang banyak


digunakan dalam terapi hormon untuk kanker payudara positif
reseptor estrogen.
2) Aromatase inhibitor
Menurut Nazila (2019), penekanan produksi estrogen ekstra-
ovarium pada lesi endometriotik dan jaringan lemak dapat berarti
pengobatan potensial untuk endometriosis. Karena aromatase,
enzim kunci dalam sintesis estrogen di ovarium, jaringan adiposa
atau jaringan endometriotik, dikodekan oleh satu gen tunggal,
penghambatan gen ini atau produksinya dapat menyebabkan
penekanan produksi estrogen yang efektif di semua sumber.
Generasi pertama dari aromatase inhibitor (aminoglutethimide dan
testolactone) digunakan untuk memblokir sintesis estrogen pada
wanita pascamenopause dengan kanker payudara.
Aminoglutethimide menghambat banyak enzim lain dalam
biosintesis steroid, menghasilkan adrenalektomi medis dan
menyebabkan efek samping seperti lesu, ruam, mual dan demam.
Inhibitor aromatase generasi kedua, seperti formestane, terbukti
efektif dalam pengobatan kanker payudara pada wanita pasca
menopause dan menunjukkan spesifisitas aromatase yang lebih
tinggi, dengan efek samping yang lebih sedikit. Inhibitor aromatase
generasi kedua ini didefinisikan sebagai kelompok tipe I dan
sebagian besar merupakan inhibitor steroid. Mereka adalah turunan
dari androstenedion, mampu mengikat aromatase sebagai analog
substrat, menghambat konversi ke estrogen.
Jenis penghambat aromatase ketiga (anastrozole, letrozole,
exemestane dan vorozole) 1000 sampai 10.000 kali lebih kuat
daripada aminoglutethimide. Senyawa ini lebih spesifik untuk
enzim aromatase dan menghasilkan lebih sedikit efek samping (sakit
kepala, mual dan diare). Hot flushes jarang terjadi dan efek
penghambatannya lebih lama; Oleh karena itu, administrasi harian
32

tidak diperlukan. Inhibitor aromatase generasi ketiga ini termasuk


dalam kelompok inhibitor nonsteroid tipe II. Aromatase adalah
anggota dari keluarga sitokrom oksidase, yang mengandung gugus
prostetik heme dalam hubungan kovalen dengan bagian katalitik
protein untuk menyediakan pertukaran elektron untuk reaksi redoks.
Inhibitor tipe II memblokir reaksi ini dengan mengikat bagian heme.
Sebagai konsekuensi fisiologis, baik anastrozol dan letrozol
menyebabkan apoptosis pada sel endometrium eutopik yang
dikultur.
2. Farmakoekonomi
a. Pengertian
Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis biaya
terapi obat pada system pelayanan kesehatan dan masyarakat. Lebih
spesifiknya, Farmakoekonomi merupakan proses identifikasi,
pengukuran, dan membandingkan biaya, resiko, dan manfaat dari
program, pelayanan, atau terapi dan menentukan alternatif yang
memberikan keluaran Kesehatan terbaik untuk sumber daya yang
digunakan. Farmakoekonomi mengidentifikasi, mengukur, dan
membandingkan biaya (sumber daya yang digunakan) dengan
kosekuensi (klinik, ekonomik, humanistic) dari produk dan pelayanan
farmasi. Bagi praktisi, diterjemahkan sebagai pertimbangan biaya yang
diperlukan untuk mendapatkan produk atau pelayanan farmasi
dibandingkan dengan konsekuensi (outcome) yang diperoleh untuk
menetapkan alternatif mana yang memberikan keluaran optimal per
rupiah yang dikeluarkan. Informasi ini dapat membantu pengambil
keputusan klinik dalam memilih pilihan terapi yang paling cos-effective
Menurut Andayani (2013).
b. Perspektif
Menurut Andayani (2013), perspektif penilaian merupakan hal penting
dalam Kajian Farmakoekonomi, karena perspektif yang dipilih
menentukan komponen biaya yang harus disertakan. Seperti yang telah
33

disampaikan, penilaian dalam kajian ini dapat dilakukan dari tiga


perspektif yang berbeda, yaitu:
1) Perspektif masyarakat (societal)
Sebagai contoh Kajian Farmakoekonomi yang mengambil perspektif
masyarakat luas adalah penghitungan biaya intervensi kesehatan,
seperti program penurunan konsumsi rokok, untuk memperkirakan
potensi peningkatan produktivitas ekonomi (PDB, produk domestik
bruto) atau penghematan biaya pelayanan kesehatan secara nasional
dari intervensi kesehatan tersebut.
2) Perspektif kelembagaan (institutional)
Contoh kajian farmakoekonomi yang terkait kelembagaan antara lain
penghitungan efektivitas-biaya pengobatan untuk penyusunan
Formularium Rumah Sakit. Contoh lain, di tingkat pusat,
penghitungan EB untuk penyusunan DOEN dan Formularium
Nasional.
3) Perspektif individu (individual perspective)
Salah satu contoh kajian farmakoekonomi dari perspektif individu
adalah penghitungan biaya perawatan Kesehatan untuk mencapai
kualitas hidup tertentu sehingga pasien dapat menilai suatu intervensi
kesehatan cukup bernilai atau tidak dibanding kebutuhan lainnya
(termasuk hiburan).
Karena pertanyaan yang harus dijawab oleh ketiga perspektif itu berbeda,
jenis biaya yang diperhitungkan dalam Kajian Farmakoekonomi masing-
masing perspektif tersebut juga tak sama. Secara ringkas, jenis biaya
yang harus diperhitungkan dan kategorisasinya menurut beberapa
perspektif yang lazim melakukan dalam Kajian dapat dilihat pada Tabel
2.3.
Dalam konteks Indonesia, kajian farmakoekonomi yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat (Kemenkes), Pemerintah Daerah (Dina Kesehatan
Provinsi/ Kabupaten/Kota) dan asuransi kesehatan semesta (BPJS
Kesehatan) yang akan mulai diterapkan pada 2014 akan lebih banyak
34

mengambil perspektif penyedia pelayanan kesehatan yang sesuai dengan


kebutuhan riil masyarakat. Untuk seleksi obat dalam perencanaan,
misalnya, titik tolak awalnya adalah pola epidemiologis penyakit di
daerah terkait.

Tabel 2.3. Jenis Biaya Menurut Perspektif

Komponen Biaya Perspektif

Masyarakat Pasien Penyedia Pembayar


Yankes
Biaya Langsung Medis :

- Biaya pelayanan + + + +
Kesehatan
- Biaya pelayanan + ± - ±
Kesehatan lainnya
- Biaya cost sharing - + - -
patient
Biaya Langsung Non
Medis :
- Biaya transportasi + ± - ±

- Biaya pelayanan + - - -
tambahan
(informal)
Biaya Tidak Langsung :

- Biaya hilangnya + + - -
produktivitas
Keterangan: + disertakan; ± disertakan (bila ada); - tidak disertakan.
Sumber: Menurut Andayani (2013)
35

c. Biaya
Menurut Andayani (2013), dalam kajian farmakoekonomi, biaya selalu
menjadi pertimbangan penting karena adanya keterbatasan sumberdaya,
terutama dana. Dalam kajian yang terkait dengan ilmu ekonomi, biaya
didefinisikan sebagai nilai dari peluang yang hilang sebagai akibat dari
penggunaan sumberdaya dalam sebuah kegiatan. Patut dicatat bahwa
biaya tidak selalu melibatkan pertukaran uang. Dalam pandangan para
ahli farmakoekonomi, biaya kesehatan melingkupi lebih dari sekadar
biaya pelayanan kesehatan, tetapi termasuk pula, misalnya, biaya
pelayanan lain dan biaya yang diperlukan oleh pasien sendiri.
Dalam proses produksi atau pemberian pelayanan kesehatan, biaya dapat
dibedakan menjadi sebagai berikut:
1) Biaya rerata dan biaya marjinal
Biaya rerata adalah jumlah biaya per unit hasil yang diperoleh,
sementara biaya marjinal adalah perubahan biaya atas penambahan
atau pengurangan unit hasil yang diperoleh. Sebagai contoh, jika
sebuah cara pengobatan baru memungkinkan pasien pulang dari
rumah sakit sehari lebih cepat dibanding cara pengobatan lama
mungkin akan terpikir untuk menghitung biaya rerata rawat inap
sebagai penghematan sumberdaya. Kenyataannya, semua biaya tetap
yang terhitung ke dalam biaya tetap tersebut (misalnya, biaya
laboratorium tidak mengalami perubahan. Yang berubah hanyalah
biaya yang terkait dengan lamanya pasien dirawat (biaya makan,
pengobatan, jasa dokter dan perawat, inilah biaya marjinal, biaya
yang betul-betul megalami perubahan.
2) Biaya tetap dan biaya variable
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah dengan
perubahan kuantitas atau volume produk atau layanan yang diberikan
dalam jangka pendek (umumnya dalam rentang waktu 1 tahun atau
kurang), misalnya gaji karyawan dan depresiasi aset. Sementara itu,
36

biaya variabel berubah seiring perubahan hasil yang diperoleh,


seperti komisi penjualan dan biaya penjualan obat.
3) Biaya tambahan (ancillary cost)
Biaya tambahan adalah biaya atas pemberian tambahan pelayanan
pada suatu prosedur medis, misalnya jasa laboratorium, skrining
sinar-X, dan anestesi.
4) Biaya total
Biaya total adalah biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan untuk
memproduksi serangkaian pelayanan kesehatan.
Biaya untuk perawatan kesehatan seringkali bukan hanya biaya
obat ditambah biaya langsung lain. Selain berbagai biaya langsung
tersebut, ada pula biaya tidak langsung yang harus ditanggung, termasuk
biaya transportasi, hilangnya produktivitas karena pasien tidak bekerja,
dan lain-lain termasuk depresi dan rasa sakit yang sangat sulit
dikonversikan ke unit moneter.
Secara umum, biaya yang terkait dengan perawatan Kesehatan
dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya yang terkait langsung dengan perawatan
kesehatan, termasuk biaya obat (dan perbekalan kesehatan), biaya
konsultasi dokter, biaya jasa perawat, penggunaan fasilitas rumah
sakit (kamar rawat inap, peralatan), uji laboratorium, biaya pelayanan
informal dan biaya Kesehatan lainnya. Dalam biaya langsung, selain
biaya medis, seringkali diperhitungkan pula biaya non-medis seperti
biaya ambulan dan biaya transportasi pasien lainnya.
2) Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait dengan
hilangnya produktivitas akibat menderita suatu penyakit, termasuk
biaya transportasi, biaya hilangnya produktivitas, biaya pendamping
(anggota keluarga yang menemani pasien).
37

3) Biaya nirwujud
Biaya nirwujud adalah biaya-biaya yang sulit diukur dalam unit
moneter, namun sering kali terlihat dalam pengukuran kualitas hidup,
misalnya rasa sakit dan rasa cemas yang diderita pasien dan/atau
keluarganya.
4) Biaya terhindarkan
Biaya terhindarkan adalah potensi pengeluaran yang dapat
dihindarkan karena penggunaan suatu intervensi Kesehatan.
Selain itu, masih ada beberapa istilah biaya lainnya yang bersifat
teknis terkait dengan perawatan kesehatan. Beberapa biaya yang juga
sering diperhitungkan dalam telaah ekonomi kesehatan tersebut antara
lain:
1) Biaya perolehan (acqusition cost)
Biaya perolehan adalah biaya atas pembelian obat, alat kesehatan
dan/atau intervensi kesehatan, baik bagi individu pasien maupun
institusi.
2) Biaya yang diperkenankan (allowable cost)
Biaya yang diperkenankan adalah biaya atas pemberian pelayanan
atau teknologi kesehatan yang masih dapat ditanggung oleh
penyelenggara jaminan kesehatan atau pemerintah pasien maupun
institusi.
3) Biaya pengeluaran sendiri (out-of-pocket cost)
Biaya pengeluaran sendiri adalah porsi biaya yang harus dibayar
oleh individu pasien dengan uangnya sendiri. Sebagai contoh, iur
biaya peserta asuransi Kesehatan.
4) Biaya peluang (opportunity cost)
Biaya peluang adalah biaya yang timbul akibat pengambilan suatu
pilihan yang mengorbankan pilihan lainnya. Bila seorang pasien
memutuskan untuk membeli obat A, dia akan terkena biaya peluang
karena tak dapat menggunakan uangnya untuk hal terbaik lainnya,
termasuk pendidikan, hiburan, dan sebagainya.
38

d. Study Farmakoekonomi
Tipe studi Farmakoekonomi meliputi cost-minimization analysis, cost-
effectiveness analysis, cost-utility analysis, cost benefit analysis, cost of
illness, cost-consequence, dan teknik analisis ekonomi lain yang
memberikan informasi yang penting bagi pembuat keputusan dalam
sistim pelayanan kesehatan untuk mengalokasikan sumber daya yang
terbatas. Setiap metode mengukur biaya dalam rupiah tetapi berbeda
dalam mengukur dan membandingkan outcome kesehatan.
1) Cost-minimization analysis (CMA)
CMA mempunyai kelebihan yaitu analisis yang sederhana karena
outcome diasumsikan ekuivalen, sehingga biaya dari intervensi yang
dibandingkan. Kelebihan dari metode CMA juga merupakan
kekurangannya karena CMA tidak bisa digunakan jika outcome dari
intervensi tidak sama. Contoh CMA yang sering dilakukan adalah
membandingkan dua obat generik yang dinyatakan ekuivalen oleh
FDA. Jika obat yang dibandingkan ekuivalen (tetapi diproduksi dan
dijual oleh perusahaan yang berbeda), hanya perbedaan biaya obat
yang digunakan untuk memilih salah satu yang nilainya paling baik.
Jadi, intervensi yang bisa dianalisis dengan CMA terbatas. CMA
tidak bisa digunakan untuk membandingkan obat yang berbeda kelas
terapi dengan outcome yang berbeda. Sebagai contoh, suatu
antibiotika baru diketahui mempunyai angka kesembuhan yang
tinggi (tetapi harganya lebih mahal) untuk mengatasi infeksi telinga
dibandingkan antibiotika yang selama ini sudah dipasarkan. Dalam
hal ini tidak tepat kalau dipilih antibiotika yang sudah ada, hanya
berdasarkan harganya yang lebih murah. Nilai tambahan dari produk
antibiotika yang baru harus dibandingkan dengan harganya yang
tinggi. Beberapa pendapat menyatakan jika outcome tidak diukur
tetapi hanya diasumsikan sama, maka metode yang digunakan adalah
cost analysis, sehingga bukan analisis farmakoekonomi yang penuh.
39

2) Cost-effectiveness analysis (CEA)


CEA mengukur outcome dalam unit natural (misalnya mmHg, kadar
kolestrol, hari bebas gejala, years of life saved). Kelebihan utama dari
analisis adalah outcome lebih mudah diukur jika dibandingkan
dengan cost-utility analysis (CUA) atau cost-benefit analysis (CBA),
dan klinisi lebih familiar dengan mengukur outcome kesehatan tipe
ini karena outcome tersebut selalu dicatat/ dievaluasi dalam uji klinik
maupun praktek klinik. Kekurangan dari CEA adalah tidak bisa
membandingkan program dengan tipe outcome yang berbeda.
Misalnya membandingkan implementasi klinik dari antikoagulan
dan diabetes, karena outcome klinik yang diukur dinilai dalam unit
yang berbeda (prothrombin time dengan kadar glukosa darah).
Jika unit outcome klinik primer untuk suatu alternatif sama, dengan
perbedaan utama yang lain (misalnya efek samping, pengaruh pada
penyakit yang lain), maka sulit untuk menggabungkan perbedaan
tersebut dalam ukuran efektivitas tunggal. Sebagai contoh
antihistamin generasi pertama (misalnya difenhidramin) dan
antihistamin generasi kedua (misalnya fexofenadine), keduanya
digunakan untuk mengatasi alergi dan gejala cold, tetapi antihistamin
generasi pertama menyebabkan pasien menjadi mengantuk. Unit
outcome klinik utama yang diukur adalah hari bebas gejala, atau
jumlah hari pasien tidak mengalami gejala alergi. Namun demikian,
perbedaan pada efek samping mengantuk tidak dimasukkan dalam
perbandingan ini.
CEA dapat memperkirakan biaya tambahan yang disebabkan oleh
setiap unit tambahan outcome (sembuh, tahun kehidupan, hari bebas
gejala). Karena tidak ada ukuran sejumlah uang untuk outcome klinik
yang menggambarkan nilai dari outcome tersebut, maka keputusan
yang diambil tergantung pada pasien, klinisi atau pembuat keputusan
apakah alternatif tersebut cost-effective pada sudut pandangnya.
40

3) Cost-utility analysis (CUA)


Pada cost-effectiveness analysis seperti evaluasi obat kanker,
parameter unit efektivitas klinik adalah jumlah tahun kehidupan yang
diperoleh karena terapi. Dalam analisis ini banya dilakukan
pengukuran lamanya hidup karena terapi dan tidak
mempertimbangkan kualitas atau utility dalam tahun tersebut. CUA
mengukur outcome berdasarkan tahun kehidupan yang disesuaikan
dengan pertimbangan utility, dengan rentang dari 1,0 untuk kesehatan
yang sempurna sampai 0,0 untuk kematian. Jika morbiditas dan
mortalitas merupakan outcome yang penting dalam terapi, CUA bisa
digunakan untuk menggabungkan keduanya dalam satu unit
outcome. Kekurangan dari CUA adalah tidak adanya konsensus
bagaimana cara mengukur utilly dan kesulitan dalam mengukur
utility. Beberapa peneliti mempertimbangkan CUA sebagai bagian
dari CEA.
4) Cost benefit analysis (CBA)
CBA merupakan metode analisis yang khusus karena tidak hanya
biaya yang dinilai dengan moneter, tetapi juga benefit dalam mata
uang mempunyai dua kelebihan utama. Pertama, klinisi dan
pengambil keputusan dapat menentukan apakah keuntungan dari
suatu program atau intervensi lebih tinggi dari pada biaya yang
diperlukan untuk implementasi. Kedua, klinisi dan pengambil
keputusan dapat membandingkan beberapa program atau intervensi
dengan outcome yang sama atau outcome yang sama sekali tidak
berhubungan. Dengan CBA, karena nilai rupiah diperkirakan dan
digunakan untuk menilai outcome kesehatan, maka pertanyaan:
Apakah pilihan tersebut cost-beneficial. Jika nilai rupiah dari suatu
tambahan benefit melebihi biaya untuk mencapai outcome, maka
jawabannya adalah 'ya'. Disamping itu, karena semua input dan
outcome diubah kedalam nilai moneter, maka tipe analisis ini dapat
digunakan untuk membandingkan dua alternatif yang mempunyai
41

tipe outcome yang berbeda. Kekurangan utama dari CBA adalah


kesulitan dalam menilai outcome kesehatan dalam nilai moneter.
5) Tipe analisis yang lain
Meskipun sudah dikategorikan dalam empat tipe analisis yang
berbeda, perbedaan tersebut kurang jelas dalam praktek, dan lebih
dari satu tipe analisis (misalnya CEA dan CBA) digunakan dalam
satu studi. Terdapat tipe analisis lain untuk mengukur biaya,
misalnya jika hanya disajikan daftar biaya dan daftar beberapa
outcome, tanpa dilakukan perhitungan dan perbandingan, disebut
sebagai cost-consequence analysis (CCA).
Tipe analisis ekonomi yang lain adalah analisis cost-of illness (COI).
Dalam studi COI, peneliti menentukan total beban ekonomi
(termasuk pencegahan, terapi, kehilangan karena morbiditas dan
mortalitas dan lain-lain) dari suatu penyakit tertentu dalam suatu
masyarakat. Biaya yang dihitung dalam metode ini dibagi menjadi
dua kategori, yaitu biaya langsung, atau biaya yang terkait dengan
terapi atau pencegahan (misalnya pelayanan kesehatan) dan biaya
tidak langsung, atau biaya hilangnya produktivitas karena keadaan
atau penyakit pasien.
Studi COI digunakan untuk memperkirakan besarnya sumber daya
yang dibutuhkan untuk keadaan atau penyakit tertentu, dan
digunakan untuk membandingkan pengaruh ekonomi dari suatu
penyakit dibandingkan dengan penyakit lain (misalnya biaya untuk
schizophrenia dan biaya untuk asthma) atau pengaruh ekonomi dari
suatu penyakit pada suatu daerah dibandingkan dengan daerah lain
(misalnya biaya untuk HIV di USA dibandingkan dengan di
Zimbabwe). Perkiraan ini bisa digunakan perusahaan farmasi untuk
menentukan potensi pasar suatu produk baru atau oleh pihak asuransi
untuk menentukan prioritas penggantian.
42

e. Analisis Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness Analysis)


Menurut Andayani (2013), biaya pelayanan kesehatan di beberapa
negara semakin meningkat dari tahun ke tahun, selain itu dengan
dipasarkannya obat baru dengan harga yang lebih mahal menyebabkan
biaya obat per tahun terus meningkat. Namun demikian, dengan
anggaran belanja yang terbatas, menyebabkan anggaran untuk obat
maupun pelayanan kesehatan menjadi semakin terbatas. Ekonomi
kesehatan menggunakan prinsip ekonomi untuk masalah kesehatan yang
dapat membantu pengambil keputusan dalam menentukan pilihan dalam
keterbatasan sumber daya yang ada.
Dalam disiplin ilmu Farmakoekonomi, cost-effective ness analysis
(CEA) merupakan bentuk analisis ekonomi yang komprehensif,
dilakukan dengan mendefinisikan, menilai, dan membandingkan sumber
daya yang digunakan (input) dengan konsekuensi dari pelayanan (output)
antara dua atau lebih alternatif. Sesuai dengan metode Farmakoekonomi
yang lain, input dalam CEA diukur dalam unit fisik dan dinilai dalam
unit moneter, biaya ditetapkan berdasarkan perspektif penelitian
(misalnya, pemerintah, pasien, pihak ketiga, atau masyarakat).
Perbedaan CEA dengan analisis Farmakoekonomi yang lain adalah
pengukuran outcome dinilai dalam bentuk non moneter, yaitu unit natural
dari perbaikan kesehatan, misalnya nilai laboratorium klinik, years of life
saved, atau pencegahan suatu penyakit. Outcome dapat diukur
berdasarkan pengaruh klinik dari suatu terapi, misalnya Low-density
lipoprotein cholesterol (LDL-C), volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
(FEV1), millimeter air raksa (mmHg), years life saved, atau hari bebas
gejala. Pada umumnya klinisi dan pembuat keputusan lebih mudah
menggunakan pengukuran outcome klinik karena digunakan secara rutin
dalam praktek sehari-hari. Keterbatasan dari CEA adalah dalam
metodologinya tidak memasukkan masalah kesejahteraan sosial, seperti
yang dilakukan di cost benefit analysis.
43

Kelebihan dan kekurangan dari CEA harus dipertimbangkan jika akan


membuat desain penelitian Farmakoekonomi. Kelebihan dari CEA
adalah bahwa penelitian tidak perlu merubah outcome klinik dalam nilai
mata uang. Selain itu, terapi yang berbeda dengan tujuan yang sama
dapat dibandingkan. Pada dasarnya karena pengukuran outcome tidak
dalam bentuk moneter, maka hanya tipe outcome yang sama yang bisa
dibandingkan dan hanya satu outcome yang dapat diukur pada waktu
yang sama. Misalnya dua terapi dengan dua outcome yang berbeda
(misalnya years life saved vs disability days avoided) tidak dapat dinilai
dengan CEA. Cost-effectiveness analysis mengukur biaya dalam rupiah
dan keluaran dalam unit kesehatan natural yang menunjukkan perbaikan
kesehatan, seperti sembuh, hidup yang terselamatkan, dan penurunan
tekanan darah. Analisis ini merupakan tipe farmakoekonomi yang paling
sering ditemukan dalam literatur farmasi. Kelebihan menggunakan CEA
adalah bahwa unit kesehatan merupakan outcome yang secara rutin
diukur dalam uji klinik, sehingga familiar bagi praktisi. Outcome tidak
perlu diubah menjadi nilai moneter. Kekurangan dari CEA adalah
alternatif yang dibandingkan harus mempunyai outcome yang diukur
dalam unit klinik yang sama. Selain itu jika suatu obat untuk penyakit
atau keadaan yang sama dibandingkan dengan outcome klinik lebih dari
satu. Misalnya, mengukur efek terapi sulih hormon, maka selain
pengaruh pada gejala menopause, penilaian pada densitas mineral tulang
juga sangat penting.
CEA merupakan salah satu langkah untuk menilai perbandingan manfaat
kesehatan dan sumber daya yang digunakan dalam program pelayanan
kesehatan dan pembuat kebijakan dapat memilih diantara alternatif yang
ada. CEA membandingkan program atau alternatif intervensi dengan
efikasi dan keamanan yang berbeda. Hasil dari CEA digambarkan
sebagai rasio, baik dengan average cost-effectiveness ratio (ACER) atau
sebagai incremental cost-effectiveness ratio (ICER). ACER
menggambarkan total biaya dari suatu program atau alternatif dibagi
44

dengan outcome klinik, dipresentasikan sebagai berapa rupiah per


outcome klinik spesifik yang dihasilkan, tidak tergantung dari
pembandingnya. Dengan menggunakan perbandingan ini, klinisi dapat
memilih alternatif dengan biaya lebih rendah untuk setiap outcome yang
diperoleh. Alternatif yang paling cost-effective tidak selalu alternatif
yang biayanya paling murah untuk mendapatkan tujuan terapi yang
spesifik. Dalam hal ini cost-effectiveness bukan biaya yang paling murah
tetapi optimalisasi biaya.
Pada beberapa terapi, baik efektivitas untuk mengobati penyakit dan efek
samping terapi dapat berbeda secara bermakna antara alternatif terapi
yang dibandingkan. Beberapa peneliti memandang cost-utility analysis
sebagai bagian dari CEA, yang menggunakan unit pengukuran seperti
Quality-adjusted life years (QALYS) untuk tipe outcome yang berbeda
dalam satu unit pengukuran.

Tabel 2.4 Perbandingan Efektivitas-Biaya


Effektivitas-biaya Biaya lebih Biaya sama Biaya lebih tinggi
rendah
Efektivitas lebih rendah A B C

Efektivitas sama D E F

Efektivitas lebih tinggi G H I

Sumber: Hidayat (2018)


1) Kolom D, G dan H
Tiga kolom tersebut disebut kolom dominan. Jika suatu intervensi
kesehatan menawarkan efektivitas lebih tinggi dengan biaya sama
(Kolom H) atau efektivitas yang sama dengan biaya lebih rendah
(Kolom D), dan efektivitas lebih tinggi dengan biaya lebih rendah
(Kolom G), pasti terpilih sehingga tak perlu dilakukan CEA.
45

2) Kolom B, C, dan F
Tiga kolom ini disebut Kolom didominasi. Sebaliknya, jika sebuah
intervensi kesehatan menawarkan efektivitas lebih rendah dengan
biaya sama (Kolom B) atau efektivitas sama dengan biaya lebih
tinggi (Kolom F), apalagi efektivitas lebih rendah dengan biaya lebih
tinggi (Kolom C), tidak perlu dipertimbangkan sebagai alternatif,
sehingga tak perlu pula diikutsertakan dalam perhitungan CEA atau
ACER.
3) Kolom E
Disebut juga sebagai posisi seimbang. Sebuah intervensi kesehatan
yang menawarkan efektivitas dan biaya yang sama (Kolom E) masih
mungkin untuk dipilih jika lebih mudah diperoleh dan/atau cara
pemakaiannya lebih memungkinkan untuk ditaati oleh pasien,
misalnya tablet lepas lambat yang hanya perlu diminum 1 x sehari
versus tablet yang harus diminum 3 x sehari. Sehingga dalam
kategori ini, ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan di samping
biayadan hasil pengobatan, misalnya kebijakan, ketersediaan,
aksesibilitas, dan lain-lain.
4) Kolom A dan I
Posisi yang memerlukan pertibangan Efektivitas-biaya. Jika suatu
intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas yang lebih rendah
dengan biaya yang lebih rendah pula (Kolom A) atau, sebaliknya,
menawarkan efektivitas yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih
tinggi, untuk melakukan pemilihan perlu memperhitungkan ICER.
ICER digunakan untuk mendeterrminasi biaya tambahan dan
tambahan efektivitas dari suatu alternative terapi dibandingkan
dengan terapi yang paling baik. Rasio ini dapat memberikan
gambaran biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan efek
tambahan dengan mengganti intervensi A menjadi intervensi B. nilai
ICER diperoleh dari hasil membagi selisih biaya antar intervensi
dengan selisih persentase efektivitas antar intervensi.
46

CEA adalah tipe analisis yang membandingkan 2 atau lebih program


yang memiliki outcome klinik yang sama dalam pemeriksaan fisik.
Analisis dilakukan bila keluaran dari tindakan pengobatan atau intervensi
tidak sama, maka dilakukan pilihan dengan pertimbangan hasil yang
terbaik yang sesuai dengan biaya atau dana yang tersedia. Ukuran
keluaran dalam analisis ini biasanya merupakan istilah kesehatan, seperti
proporsi yang hidup, kehidupan yang terselamatkan melalui tindakan
pengobatan atau intervensi yang dikerjakan, tingkatan fungsi fungsional,
proporsi penderita yang sembuh, kekambuhan pasien dan sebagainya
(Wardhani, 2011).
Hasil CEA dipresentasikan dalam bentuk rasio yaitu Average Cost
Effectiveness Ratio (ACER) atau dalam Incremental Cost per unit of
Effectiveness Ratio (ICER). ACER menggambarkan total biaya dari
program atau intervensi dibagi dengan luaran klinik yang dapat dihitung
dengan rumus berikut (Wardhani, 2011).
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 (𝑅𝑃)
ACER =
O𝑢𝑡𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠 (% 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠)
Semakin rendah nilai ACER, maka semakin cost effective karena dengan
biaya perawatan kesehatan rendah mampu memberikan outcome klinik
yang tinggi.
ICER digunakan untuk mendeterminasi biaya tambahan dan
pertambahan efektivitas dari suatu terapi dibandingkan dengan terapi
yang paling baik, yang dapat dihitung dengan rumus berikut (Andayani,
2013):
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴 − 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐵 (𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔)
ICER =
𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴 (%) − 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐵 (%)

f. Daya Tahan Hidup (Disease free survival)


DFS (Disease Free Survival) atau daya tahan hidup adalah titik akhir
untuk OS (Overal Survival), merupakan standar waktu di mana efek
pengobatan ditunjukkan dengan meningkatkan kelangsungan hidup
47

secara keseluruhan. Meningkatkan DFS (Disease Free Survival) selalu


menjadi tujuan pengobatan kanker payudara. Pada kanker, lamanya
waktu pasien bertahan tanpa tanda atau gejala kanker berakhir setelah
pengobatan kanker awal. Sementara itu, dalam uji klinis, mengukur DFS
(Disease Free Survival) adalah cara untuk melihat seberapa baik
pengobatan baru bekerja (Prihantono et al., 2019).
Disease free survival (DFS) atau kelangsungan hidup bebas penyakit
merupakan persentase pasien yang dapat bertahan tanpa adanya tanda
atau gejala kanker dalam waktu tertentu setelah mereka menjalani
pengobatan. Contohnya seperti pada pasien yang mengalami kanker
payudara yang telah menjalani mastektomi (operasi/pembedahan) atau
kemoterapi hingga selesai, dan lama nya waktu ini terhitung hingga
pasien mengalami relaps (kekambuhan) kembali penyakit tersebut.
Tingkat kelangsungan hidup bebas penyakit merupakan indikasi
seberapa efektif pengobatan yang dijalani. Dan Overall Survival (OS)
adalah persentase pasien yang masih hidup dalam jangka waktu tertentu
hingga meninggal, setelah mereka di diagnosis dan memulai pengobatan
untuk suatu penyakit seperti kanker. Biasanya, tingkat kelangsugan
hidup secara keseluruhan dinyatakan sebagai tingkat kelangsungan hidup
5 tahun (five years survival rate), yang merupakan persentase orang
dalam kelompok studi atau pengobatan yang hidup 5 tahun setelah
diagnosis dan dimulainya pengobatan (Syaifudin, 2020).
Untuk menetapkan keberhasilan penanganan atau terapi kanker
payudara dan keperluan registrasi kanker, untuk overall survival dan
desease survival maka diperlukan penetapan tanggal pertama kali
terdiagnosis kaker payudara, adalah (Purwanto dkk., 2014)
Tanggal dilakukan pemeriksaan jaringan untuk patologi dan
terkonfirmasi kanker, baik dengan cara core/true-cut biopsy atau biopsi
terbuka. Tanggal dikerjakan permeriksaan sitologi dengan konfirmasi
kanker dan concordante dengan pemeriksaan klinis dan mammografi.
Overall survival adalah waktu yang tercatat antara tanggal diagnosis
48

pertama kali atau tanggal pertama kali pengobatan kanker diberikan


sampai penderita meninggal dengan sebab apapun (bila jelas
penyebabnya kanker payudara sendiri, maka disebut specific cause of
death on cancer). Disease free survival adalah waktu yang tercatat antara
tanggal dilakukan terapi pembedahan pada kanker payudara (dengan
demikian sudah tidak ditemukan lagi secara klinis adanya kanker
payudara) sampai terkonfirmasi timbul tanda dan gejala kekambuhan
lokal, regional maupun jauh (Purwanto dkk., 2014).
49

B. Kerangka Berpikir

Kanker Payudara

ER + Postmenopause

Pembedahan Kemoterapi Hormon Terapi

AINS AIS

Daya Tahan Hidup Biaya:

- Biaya Langsung
medik

Cost
Effectiveness

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


50

C. Hipotesis
1. Biaya rawat jalan memiliki rentang biaya yaitu Rp 1.538.750 – Rp 4.202.935
dengan komponen biaya terbesar pada rawat jalan yaitu biaya obat sebesar
63,57%. Untuk letrozole menghabiskan biaya sekitar Rp 579.193.245; untuk
anastrozole menghabiskan biaya sekitar Rp 11.473.852 (berdasarkan
penelitian Purnamasari dan Fudholli, 2015).
2. Aromatase Inhibitor Non-Steroid (AINS) lebih cost effective dibandingkan
dengan SERM dalam pengobatan adjuvant Wanita postmenopause dengan
kanker payudara dini reseptor hormone positif (berdasarkan penelitian
Fonseca dkk., 2009).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan retrospektif
untuk menganalisis komponen biaya dan efektivitas biaya Aromatase Inhibitor
Non-Steroid (AINS) dibanding Aromatase Inhibitor Steroid (AIS).

B. Bahan Dan Alat Yang Digunakan Dalam Pengambilan Data Primer


Bahan yang digunakan untuk pengambilan data primer dalam penelitian ini
adalah data Rekam Medik, data biaya langsung medik pasien Wanita
postmenopause dengan kanker payudara ER+ yang telah mendapatkan tindakan
pembedahan kemoterapi dan atau sedang menjalani terapi hormonal dengan AI
Steroid atau AI Nonsteroid di RS Hasan Sadikin Bandung.
Alat yang digunakan untuk pengambilan data primer dalam penelitian ini adalah
lembar pengumpul data Rekam Medik pasien, dan lembar pengumpul data
pembiayaan.

C. Variabel Penelitian
1. Jenis Variabel
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini
digunakan dua variabel yaitu:
a. Variabel Bebas
Variabel bebas atau variabel independent adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependent.
Yang termasuk variabel bebas dalam penelitian ini yaitu terapi hormonal
dengan AI Steroid atau AI Nonsteroid.

51
52

b. Variabel Terikat
Variabel terikat atau variabel dependent merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Yang termasuk kedalam variabel terikat dalam penelitian ini yaitu
efektivitas biaya terapi hormon AINS dibanding AIS pada wanita
postmenopause dengan kanker payudara ER+.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan kalimat petunjuk tentang apa yang harus
diamati dan mengukur suatu variabel untuk menguji kesempurnaan. Definisi
operasional variabel terdapat item-item yang dituangkan dalam instrument
penelitian (Sugiarto, 2016).
Adapun variabel beserta definisi operasionalnya dijelaskan dalam tabel 3.1:
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional

1. Estrogen reseptor positif Status estrogen reseptor dikatakan positif


apabila sel kanker memiliki reseptor estrogen
(Jumikha dkk., 2020).

2. Tindakan pembedahan Pengangkatan sel kanker payudara beserta


beberapa jaringan payudara untuk
menghilangkan metastasis (NCCN, 2020).

3. Total biaya Biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan


untuk memperoleh serangkaian pelayanan
kesehatan (Andayani, 2013).

4. Biaya langsung Biaya yang terkait langsung dengan


perawatan kesehatan, termasuk biaya obat,
biaya konsultasi dokter, biaya jasa perawat,
penggunaan fasilitas rumah sakit, uji
laboratorium, biaya pelayanan informal dan
53

No. Variabel Definisi Operasional

biaya kesehatan lainnya termasuk


transportasi (Andayani, 2013).

5. Biaya langsung medik Biaya yang digunakan secara langsung untuk


memberikan terapi (Andayani, 2013).

6. ACER Presentasi data hasil CEA dan


menggambarkan total biaya dari program
atau intervensi dibagi dengan luaran klinik
(Wardhani, 2011).

7. ICER Digunakan untuk mendeterminasi biaya


tambahan dan pertambahan efektivitas dari
suatu terapi dibandingkan dengan terapi yang
paling baik (Wardhani, 2011).

D. Populasi Dan Sampel


Populasi adalah semua Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+
yang telah mendapatkan tindakan pembedahan, kemoterapi adjuvant, dan sedang
menjalani terapi hormonal Aromatase Inhibitor Non-Steroid (AINS) dibanding
Aromatase Inhibitor Steroid (AIS) pada tahun 2015-2020.
Kriteria inklusi subjek penelitian yang diambil adalah:
1. Wanita postmenopause dengan kriteria usia 50-65 tahun.
2. Wanita postmenopause yang didiagnosis kanker payudara ER+ dan telah
mendapatkan tindakan pembedahan, kemoterapi adjuvant, serta sedang
menjalani terapi hormonal di RS Hasan Sadikin Bandung.
3. Wanita postmenopause dengan kaker payudara ER+ yang diberi kemoterapi
adjuvant dan sedang menjalani terapi hormonal dengan Aromatase Inhibitor
Non-Steroid (AINS) dibanding Aromatase Inhibitor Steroid (AIS).
54

Kriteria ekslusi subjek penelitian adalah:

1. Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+ yang riwayat


kemoterapinya tidak lengkap.
2. Subjek menderita HIV dan penyakit penyerta lainnya.

Perhitungan besar sampel:

Uji hipotesis dengan data proporsi:

{𝑍1 −𝛼2 √2𝑃(1−𝑃) +𝑍1 − 𝛽√𝑃1 (1−𝑃1 )+𝑃2 (1−𝑃2 ) }2


n= (𝑃1−𝑃2)2

Keterangan:

n = besar sampel minimum

Z1 – α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu

Z1 – β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu

P1 = perkiraan proporsi pada populasi 1

P2 = perkiraan proporsi pada populasi 2

P = (P1 + P2)/2

Pada:

A = 0,05 maka Z1-α2 = 1,96

B = 0,1 maka Z1-β = 1,28

Bila diketahui besarnya proporsi kanker payudara yang mengalami kekambuhan


22,4% dan yang mengalami DFS 70,7% (Wahyuni et al, 2018) maka:
55

𝑝𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑎𝑛𝑘𝑒𝑟 𝑝𝑎𝑦𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐸𝑅+𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑘𝑒𝑘𝑎𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛


OR= 𝑝𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑎𝑛𝑘𝑒𝑟 𝑝𝑎𝑦𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐸𝑅+𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑘𝑒𝑘𝑎𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛

0,224
= 0,707

= 0,17

0,707
𝑃2 = (0,707+0,224)

= 0,759

𝑂𝑅.𝑃2
𝑃1 = 𝑂𝑅.𝑃
2 +(1−𝑃2 )

0,317 .0,759
= 0,317 .0,759+(1−0,759)

= 0,50

(0,759+0,50)
P= = 0,63
2

{𝑍1 −𝛼2 √2𝑃(1−𝑃) +𝑍1 − 𝛽√𝑃1 (1−𝑃1 )+𝑃2 (1−𝑃2 ) }2


n= (𝑃1−𝑃2)2

{1,96 √2.0,63(1−0,63) +1,28√0,50(1−0,50)+0,759(1−0,759) }2


n= (0,50−0,759)2

= 65
Dengan demikian besar sampel yaitu minimal 65 partisipan.

E. Instrument Penelitian
Instrument penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data.
56

Yang termasuk kedalam instrument penelitian dalam penelitian yaitu lembar


pengumpul data Rekam Medik pasien, dan lembar pengumpul data pembiayaan.

F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini meliputi tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pertama mengajukan perizinan untuk mendapatkan etical clearance
penelitian dari komite etik, setelah mendapat perizinan dari komite etik
dilakukan perizinan ke direktur RS Hasan Sadikin Bandung.
2. Tahap kedua pengambilan data. Data yang diambil meliputi data dari Rekam
Medik untuk melacak penderita wanitia postmenopause dengan kanker
payudara ER+.
3. Tahap ketiga mengumpulkan data biaya langsung medik yang merupakan
data primer yang diperoleh dari study observasional berdasarkan billing dari
bagian SIRS Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
4. Tahap keempat mengumpulkan data disease free survival untuk mengukur
daya tahan hidup pasien Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER
positif. Data DFS diambil dari penelitian Adinda Nurzahariyah dengan judul
“Analisis Disease Free Survival Terapi Adjuvan Kanker Payudara Pada
Wanita Postmenopause dan Relaps di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung”.
5. Tahap kelima perhitungan ICER, analisis efektivitas biaya pemberian terapi
hormonal Aromatase Inhibitor Non-Steroid (AINS) dibanding Aromatase
Inhibitor Steroid (AIS) pada Wanita postmenopause dengan kanker payudara
ER+.
ICER digunakan untuk mendeterminasi biaya tambahan dan pertambahan
efektivitas dari suatu terapi dibandingkan dengan terapi yang paling baik,
yang dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴 − 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐵 (𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔)
ICER =
𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴 (%) − 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐵 (%)
57

Untuk % efektivitas obat diambil dari data ketahanan hidup wanita


postmemopause dengan kanker payudara ER positif.

G. Analisis Data
1. Analitik Deskriptif
Analisis deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan Wanita postmenopause
dengan kanker payudara ER+ yang telah diberi tindakan pembedahan,
kemoterapi, dan atau sedang menjalani terapi hormonal dengan Aromatase
Inhibitor Non-Steroid (AINS) dibanding Aromatase Inhibitor Steroid (AIS)
di RS Hasan Sadikin Bandung. Karakteristik pasien dideskripsikan
berdarkan usia, jenis histopatologi, keterlibatan hormone reseptor,
pemberian kemoterapi, dan terapi hormonal.
2. Analisis Biaya
Analisis biaya dilakukan dengan menghitung besarnya masing-masing
komponen biaya sesuai dengan terapi yang diperlukan. Kemudian ditabulasi
total pembiayaan berdasarkan jenis terapi hormonal.
3. Analisis disease free survival
Analisis disease free survival berfungsi untuk mendeskripsikan daya tahan
hidup Wanita postmenopauase dengan kanker payudara ER+ yang telah
mendapat pembedahan, kemoterapi, dan atau sedang menjalani terapi
hormonal.
4. Penyajian Hasil Studi Farmakoekonomi
Hasil studi farmakoekonomi pemberian terapi hormonal dengan AINS atau
AIS pada Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+ disajikan
dalam bentuk cost effectiveness acceptability curve (CEAC).
58

H. Bagan Alir Penelitian

Perizinan: Pengambilan data


pasien wanita
1. Komite etik
postmenopause Pengumpulan data
penelitian Fakultas
dengan kanker biaya
Kedokteran dan
payudara ER+ dari
Kesehatan UNPAD.
rekam medik
2. Direktur RSHS

Mengukur daya Pengumpulan biaya


Analisis data
tahan hidup pasien langsung medik

Analisis deskriptif Analisis biaya Analisis utilitas Analisis cost-effective

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian


59

I. Lokasi Dan Waktu Penelitian


Waktu penelitan Mei–Juni 2022. Tempat penelitian dibagian Farmasi, Onkologi,
dan Rekam Medik RS Hasan Sadikin Bandung untuk pengambilan data
retrospektif.

J. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
No Nama kegiatan Waktu Pelaksanaan

Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt

1. Pengajuan
judul
2. Penelusuran
pustaka
3. Penyusunan
proposal
4. Seminar
proposal
5. Persiapan
penelitian
6. Pelaksanaan
penelitian
7. Analisis data &
pembahasan
8. Sidang KTI

9. Revisi &
pengadaan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penellitian observasional dengan rancangan
retrospektif yang bertujuan untuk menganalaisis obat aromatase inhibitos non-
Steroid dengan aromatase inhibitor steroid berdasarkan Cost Effectiveness Analysis
pada Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+.

A. Penetapan sampel
Penetapan sampel bersdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi melalui proses :

Gambar 4.1 Skema penetapan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi
Berdasarkan skema penetapan sampel dengan kriteria inklusi dan eksklusi
diatas, pada data 1 terdapat 715 pasien bedah ranap; pada data 2 terdapat 1.427
pasien kemoterapi rawat inap; pada data 3 terdapat 1.093 pasien kemoterapi
rawat jalan asna; pada data 4 terdapat 1.710 pasien kemoterapi rawat jalan onko;
pada data 5 terdapat 360 pasien terapi hormon rawat jalan asna; pada data 6
terdapat 6.947 pasien hormon terapi rawat jalan onko. Dari data tersebut terdapat
banyak data yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga
dilakukan penyisihan data yaitu pada data 1,5 dan 6 terdapat 112 pasien; pada
data 1,3,5,6 terdapat 275 pasien; pada data 1,4,5,6 terdapat 180 pasien.

60
61

Dari penyeleksian kedua masih terdapat beberapa pasien yang tidak


memenuhi kriteria, maka dilakukan Kembali pemilihan yaitu pada data 1, 3, dan
5 terdapat 17 pasien yang mendapatkan pembedahan, kemoterapi dan hormon
terapi. Pada data 1, 3, dan 6 terdapat 79 pasien yang mendapatkan pembedahan
kemoterapi dan hormon terapi. Pada data 1, data 4, dan data 5 terdapat 7 pasien
yang mendapatkan pembedahan, kemoterapi dan hormon terapi. Pada data 1,
data 4 dan data 6 terdapat 77 pasien yang mendapatkan pembedahan kemoterapi
dan hormon terapi. Setelah dilakukan skrining yang lebih dalam lagi, maka
sampel yang diambil yaitu 91. Dikarenakan 91 sampel ini benar-benar
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

B. Karakteristik Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+ di


Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (n=91)
Karakteristik Wanita postmenopause dengan kanker paudara ER+ dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Karakteristik Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+
di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Jumlah Persentase
No Uraian
(Orang) (%)
1 Usia pada saat tindakan pembedahan (tahun)
a. 50 - 60 73 80,22%
b. > 60 18 19,78%
Jumlah 91 100,00%
2 Pendidikan
a. SD 15 16,48%
b. SMP 15 16,48%
c. SMA 46 50,56%
d. S1 15 16,48%
Jumlah 91 100,00%
3 Pekerjaan
a. Rumah Tangga 61 67,03%
b. PNS 10 10,99%
c. Karyawan Swasta 7 7,69%
d. Wiraswasta 12 13,19%
62

e. Petani 1 1,10%
Jumlah 91 100,00%
5 Diagnosis
a. C50.9 76 83,52%
b. C50.8 1 1,10%
c. C50.5 1 1,10%
d. C50.4 5 5,49%
e. C50.2 2 2,20%
f. C50.1 4 4,40%
g. C50 2 2,20%
Jumlah 91 100%
6 Stadium
a. I 3 3,30%
b. IIA 2 2,20%
c. IIB 17 18,68%
d. IIIA 43 47,25%
e. IIIB 26 28,57%
Jumlah 91 100,00%
7 Keterlibatan hormon
a. ER+ ; PR+ ; HER2+ 8 8,79%
b. ER+ ; PR+ ; HER2- 57 62,64%
c. ER+ ; PR- ; HER+ 5 5,49%
d. ER+ ; PR- ; HER- 21 23,08%
Jumlah 91 100,00%
8 Jenis histopatologi
a. IDC 87 95,60%
b. ILC 4 4,40%
c. IDC & ILC 0 0
Jumlah 91 100,00%
Variabel kategorik disajikan dalam bentuk n=91 (%)

Karakteristik Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+ dapat


dilihat pada tabel 4.1 diketahui bahwa kejadian kanker payudara banyak terjadi
pada usia 50-60 tahun yaitu sebanyak 73 orang (80,22%), menurut penelitian
Yuliyani (2017) mengatakan pada usia 50-69 tahun sangat bersiko terkena
kanker payudara serta Wanita yang lebih tua akan mengalami paparan hormon
lebih Panjang dibandingkan dengan Wanita usia muda, salah satu dari paparan
63

hormone tersebut yaitu hormone estrogen yang lebih lama pada usia tua (lebih
dari 50 tahun). Berdasarkan Pendidikan kajadian kanker payudara dengan ER+
banyak terjadi pada level SMA yaitu sebanyak 46 orang (50,56%), penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subekti (2020) mengatakan
bahwa responden paling banyak yaitu dengan berpendidikan SMA sebanyak 11
orang (36,7%), seseorang yang berpendidikan akan berpengaruh dalam
bertindak mencari solusi dari segala permasalahan yang ada pada hidupnya,
maka dengan Pendidikan yang tinggi seseorang dapat bertindak sangat rasional
dan lebih mudah menerima ide gagasan baru. Berdasarkan jenis pekerjaan dari
hasil penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung banyak terjadi pada ibu rumah
tangga yaitu sebanyak 61 orang (67,03%), Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Nomiko (2020) dimana didapatkan paling banyak responden yang
tidak bekerja yaitu sebanyak 35 (62,5%). Penelitian yang dilakukan oleh
Utama (2021) memperoleh hasil bahwa paling banyak responden yang tidak
bekerja yaitu 32 (50,8%). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Utami &
Mustikasari (2017) didapatkan bahwa paling banyak responden yang tidak
bekerja yaitu 38 (86,4%). Berdasarkan data tersebut, maka dapat dikaitkan
dengan akses informasi dan tingkat kesadaran responden untuk memperoleh
sumber informasi kaitannya dengan penyakit kanker payudara mengenai
pencegahan, gaya hidup dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kankerpayudara sangatlah sedikit, Tentu saja hal tersebut menyebabkan
responden tidak memperhatikan terkait dengan pencegahan dan deteksi dini
penyakit kanker payudara. Salah satu faktor pemicu terjadinya kanker
payudara dikarenakan bahwa minimnya sumber informasi dan kurang
memperhatikan terkait dengan kesehatan terhadap penyakit kanker payudara.
Dari hasil diagnosis yg dilakukan dari kanker payudara ER+ paling banyak
terdapat pada C50.9 (maglinant neoplasma of breast, unspecified adalah kode
IDC untuk kanker ganas pada payyudara yang belum diketahui dengan jelas
jenisnya) sebesar 76 orang (83,52%), hasil ini sejalan dengan studi pendahuluan
di RSU Haji Surabaya diketahui bahwa paling banyak terdiagnosis C50.9
sebanyak 775 pasien. Berdasarkan penelitian yg telah dilakukan pada Wanita
64

postmenopause dengan kanker payudara ER+ jenis keterlibatan hormone paling


banyak terdapat pada ER+; PR+; HER2- sebanyak 57 orang (62,64%),
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristina Anna
Bethania, dkk (2022) didapatkan bahwa subtype keterlibatan hormon ini lebih
banyak ditemukan pada karsinoma payudara dengan kelompok usia terbanyak
adalah kurang lebih 50 tahun dengan rata-rata usia 50 tahun. Berdasarkan
penelitian juga dilihat dari jenis histopatologinya dengan IDC paling banyak
yaitu 87 orang (95,60%), penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni, et all
(2018) pada pemeriksaan histopatologi didapatkan terbanyak pada jenis IDC
(invasive ductal carcinoma) sebanyak 77,58%, penelitian di Indonesia atau di
benua asia, Afrika, Eropa dan Amerika menunjukan bahwa IDC merupakan tipe
jenis histopatologi yang paling banyak ditemukan dan merupakan prognosis
paling buruk. Dilihat dari stadium yang terjadi pada saat pasien datang ke RS
Hasan Sadikin Bandung paling dominan pasien berada pada kondisi stadium 3A
dengan 43 orang (47,25%), penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di RSUP sanglah yang memberi gambaran mengenai karakteristik
penderita kanker payudara, dengan mayoritas penderita terdiagnosis pada
stadium III sebanyak 41 orang (64,06%). Hal ini dikarenakan keterlambatan
pasien datang untuk memeriksakan diri yang menyebabkan tingginya stadium
kanker pada awal pemeriksaan. Penyebab keterlambatan pasien untuk datang
memeriksakan diri ke pelayanan Kesehatan adalah konsultasi medis
sebelumnya, ketidak pedulian terhadap kondisi diri, takut akan operasi, ketidak
mampuan finansial (karena mayoritaas pekerjaan yang dimiliki oleh responden
adalah ibu rumah tangga) dan keyakinan atau budaya. Terdapat juga faktor lain
yang mempengaruhi keputusan pasien untuk datang memeriksakan diri,
Sebagian besar telah menyadari adanya perubahan yang terjadi pada payudara,
namun karena beberapa alasan tertentu akhirnya memutuskan untuk menunda
pemeriksaaan dan pengobatan (Dewa, 2020).
65

Tabel 4.2 Karakteristik Wanita Postmenopause Dengan Kanker Payudara ER+


Berdasarkan Hormon Terapi
No Variabel (n=91) Jumlah Presentase (%)

1. AINS 46 50,55

2. AIS 19 20,88

3. SWITCH 13 14,29

4. NTH 13 14,29

Jumlah 91 100

Berdasarkan hasil penelitian, pasien yang menggunakan terapi aromatase


inhibitor non-steroid (AINS) sebanyak 46 pasien dengan presentase 50,55%,
untuk yang menggunakan terapi aromatase inhibitor steroid (AIS) sebanyak 19
pasien dengan presentase 20,88%. Ada juga yang mendapatkan terapi kombinasi
(SWITCH) yaitu sebanyak 13 pasien dengan presentase 14,29%, dan ada yang
tidak mendapatkan terapi hormon (NTH / Non-Therapy Hormone) sebanyak 13
orang dikarenakan pasien tersebut meninggal setelah menjalani pembedahan.
Data tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar dkk. (2013)
dimana pasien pengguna anastrozole dan letrozole (AINS) sebanyak 36 pasien
lebih banyak daripada pasien yang menggunakan exemestan (AIS) yaitu hanya
2 pasien.
66

C. Komponen Biaya
Tabel 4.3 Unit Biaya Langsung Medis Pelayanan IRI Wanita Postmenopause
Dengan Kanker Payudura ER+

No. Variabel (n=91) Total Biaya Mean ± SD, (IK95%

Lower Bound – Upper Bound)

1. Biaya tarif dokter 358.382 358382,36 ± 321045,67


(Rupiah)
(95% 291,521,37 - 425243,36)

2. Biaya pelayanan IRI 710.373 710373,79 ± 569322,33


(Rupiah)
(95% 591806,68 - 828940,91)

3. Biaya obat BMHP 2.545.910 2545910,05 ± 157892,281


(Rupiah)
(95% 2232229,48 - 2859590,63)

4. Biaya ruang rawat 2.984.400 2984400,00 ± 255847,319


(Rupiah)
(95% 2476114,64 - 3492685,36)

5. Biaya patklin 695.636 695636,05 ± 41087,024


(Rupiah)
(95% 614009,51 - 777262,60)

6. Biaya PA (Rupiah) 707.958 707958,52 ± 68653,183

(95% 571566,98 - 844350,05)

7. Biaya operasi 6.229.343 6229343,30 ± 409862,988


(Rupiah)
(95% 5415078,93 - 7043607,66)

Pelayanan IRI merupakan biaya pelayanan yang harus dikeluarkan pasien


selama rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil rata-rata biaya
pada unit biaya langsung pelayanan IRI diantaranya biaya tarif dokter sebesar
67

Rp. 358.382; biaya pelayanan IRI sebesar Rp. 710.373; biaya obat Bahan Medis
Habis Pakai sebesar Rp. 2.545.910; biaya ruang rawat sebesar Rp. 2.984.400;
biaya patologi klinik sebesar Rp. 695.636; biaya PA sebesar Rp. 707.958; dan
biaya operasi sebesar Rp. 6.229.343.
Tanggungan biaya pelayanan IRI terbesar pada pengobatan kanker
payudara di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung paling besar yaitu pada biaya
operasi sebesar Rp. 6.229.343. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Siregar dkk. (2013) dimana presentase biaya operasi merupakan unit biaya
terbesar yaitu sebesar 44,6%.

Tabel 4.4 Unit Biaya Langsung Medis Biaya SIRS Wanita Postmenopause
Dengan Kanker Payudura ER+
No. Variabel (n=91) Total Biaya Mean ± SD, (IK95%

Lower Bound – Upper Bound)

1. Biaya Injeksi Infus 7.300.130 7300130,22 ± 2070532,721


(95% 3186655,58 - 11413604,86)

2. Biaya Alkes 661.050 661049,78 ± 66148,513


(95% 529634,21-792465,35)

3. Biaya Obat 41.240.429 41240429,45 ± 4115555,635


Pendukung (95% 33064159,85 - 49416699,05)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil rata-rata biaya pada unit


biaya langsung medis yang diperoleh dari data Sistem Informasi Rumah Sakit
yaitu biaya injeksi dan infus sebesar Rp. 7.300.130; biaya alat Kesehatan sebesar
Rp. 661.050; dan biaya obat pendukung sebesar Rp. 41.240.429.
Biaya terbesar pada unit biaya langsung medis yaitu pada bagian obat pendukung
sebesar Rp. 41.240.429.
68

Tabel 4.5 Unit Biaya Langsung Medis Biaya Hormon Terapi Wanita
Postmenopause Dengan Kanker Payudura ER+
No. Variabel n Total Biaya Mean ± SD, (IK95%

Lower Bound – Upper Bound)

1. AINS 46 13.854.974 14156169,57 ± 1648926,606


(95% 10835060,90 –
17477278,23)

2. AIS 19 35.206.411 33353442,11 ± 4018700,475


(95% 24910465,70 –
41796418,51)

3. SWITCH 13 28.611.077 28611076,92 ± 6301548,365


(95% 14881182,50 –
42340971,35)

Berdasarkan hasil penelitian pada unit biaya langsung medis biaya hormon
terapi Wanita postmenopause dengan kanker payudara ER+ didapatkan hasil
yaitu pasien yang mendapatkan terapi hormon Aromatase Inhibitor Nonsteroid
(AINS) sebanyak 46 pasien dengan rata-rata biaya sebesar Rp. 13.854.947; yang
mendapatkan terapi hormon Aromatase Inhibitor Steroid (AIS) sebanyak 19
pasien dengan rata-rata biaya sebesar Rp. 35.206.411; serta pasien yang
menerima terapi lanjutan (SWITCH) sebanyak 13 pasien dengan rata-rata biaya
sebesar Rp. 28.611.077. Rata-rata biaya terendah terdapat pada terapi hormon
AINS dan tertinggi pada terapi hormon AIS, hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa komponen biaya terbesar pada rawat jalan
yaitu biaya obat sebesar 63,57%. Untuk letrozole menghabiskan biaya sekitar
Rp 579.193.245; untuk anastrozole menghabiskan biaya sekitar Rp 11.473.852
(Purnamasari dan Fudholli, 2015).
69

Tabel 4.6 Disease Free survival Hormon Terapi Wanita Postmenopause


Dengan Kanker Payudara ER+
No Variabel n Mean ± SD, (IK95%

Lower Bound – Upper Bound)

1. AINS 28 4,32 ± 1.416 (IK 95% 3.77 – 4.87)

2. AIS 10 4,20 ± 0.632 (IK 95% 3.75 – 4.65)

3. SWITCH 9 4,33 ± 1.658 (IK 95% 3.06 – 5.61)

Disease Free Survival Pasien Postmenopause dengan Kanker Payudara


ER+ Berdasarkan Hormon Terapi dalam penelitian ini didapatkan rata-rata
AINS 4,32 tahun, AIS 4,20 tahun dan SWITCH 4,33 tahun. Dari ketiga variabel
tersebut AINS memiliki mean paling besar yaitu 4,32 tahun, dikarenakan obat
ini secara kompetitif dapat menghambat reaksi hidroksilasi yang dikatalis oleh
aromatase dengan mengikat besi heme sitokrom P-450 dan beberapa penelitian
telah mengkonfirmasi kemanjuran yang lebih besar untuk AINS dibandingkan
dengan tamoxifen dalam pengaturan penyakit lanjut, sehingga mendorong
penyelidikan mereka pada tahap awal penyakit (Nazila, 2019).

D. Analisis efektivitas biaya


Analisis efektivitas biaya pada peneltian ini menggunakan metode Cost
Evectiveness Analysis dengan menghitung Incremental Cost-effectiveness Ratio
(ICER), hasil ICER didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.7:
70

Tabel 4.7 Presentasi Hasil Biaya dan Efektivitas

AINS-AIS AIS-SWITCH SWITCH-AINS


Biaya 13.854.974 35.206.411 28.611.077
DFS 4,32 4,2 4,33 TAHUN
1576,8 1533 1580,45 HARI (365)

ACER 8786,76687 9037,817352 8766,474105

ICER -487475,7306 -138995,4478 4042767,945

Hasil dari Cost Effectiveness Analysis yang pertama disajikan dengan


mengukur Average Cost-Effective Ratio (ACER) atau biaya yang dibutuhkan
untuk bebas penyakit pada AINS sebesar RP. 8.786,76687 perhari; AIS sebesar
Rp. 9.037,817352 perhari; SWITCH sebesar Rp. 8.766,474105 perhari
(Andayani, 2013).
Setelah didapat nilai ACER, selanjutnya perhitungan Incremental cost-
effectiveness ratio (ICER). ICER adaah perbandingan dari perbedaan biaya
dibagi dengan nilai outcome (perhitungan terlampir). Setelah didapat hasil
perhitungan, selanjutya penyajian data dalam bentuk cost-effective grid untuk
menjelaskan suatu terapi atau pelayanan cost-effective, dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Cost-effectiveness Grid


Effektivitas-biaya Biaya lebih Biaya sama Biaya lebih tinggi
rendah
Efektivitas lebih rendah A B C
(AIS)

Efektivitas sama D E F

Efektivitas lebih tinggi G H I


(AINS) (SWITCH)
71

Pengobatan terapi hormon yang pertama yaitu dengan membandingkan


AINS dengan AIS didapatkan hasil AINS menempati kolom G yang artinya
AINS memiliki efektivitas lebih tinggi dengan biaya lebih rendah. Perbandingan
yang kedua yaitu AIS dengan SWITCH didapatkan hasil AIS menempati kolom
C yang artinya AIS memiliki efektivitas rendah dengan biaya lebih tinggi.
Perbandingan ketiga yaitu SWITCH dengan AINS didapatkan hasil SWITCH
menempati kolom I yang artinya SWITCH memiliki efektivitas yang lebih tinggi
dengan biaya yang lebih tinggi pula (Andayani, 2013).
Setelah dilakukan penyajian data dalam bentuk Cost-effectiveness Grid,
selanjutnya dilakukan penyajian data dalam bentuk cost effectiveness
acceptability curve (CEAC) / Cost-effectiveness plane. Poin pada plane dimana
pertemuan sumbu x dan sumbu y menunujkkan poin awal dari biaya dan
efektivitas pembanding standar. Jika suatu alternatif lebih mahal dan lebih
efektif dibandingkan pembanding standar, maka poin akan berada pada kuadran
I, dan tradeoff dari peningkatan biaya untuk peningkatan benefit perlu
dipertimbangkan. Jika suatu alternatif lebih murah dan lebih efektif, poin akan
berada di kuadran II dan alternatif tersebut lebih cost - effective dibandingkan
standar. Jika suatu alternatif lebih murah dan kurang efektif, poin akan berada
pada kuadran III dan tradeoff harus dipertimbangka. Jika suatu alternatif lebih
mahal dan kurang efektif, maka poin akan berada pada kuadran IV, dan terapi
standar lebih cost-effective dibandingkan alternatif yang dibandingkan
(Andayani, 2013), hasil dapat dilihat pada gambar 4.2.
72

Gambar 4.2 cost effectiveness acceptability curve (CEAC)

Berdasarkan kurva diatas AINS dikategorikan cost-effective dikarenakan


berada pada kuadran II. AINS merupakan biaya paling rendah dari pembanding
yang lain. Sedangkan AIS dikategorikan paling tidak cost-effective dikarenakan
berada pada kuadran IV yang artinya efektivitas lebih rendah dengan biaya yang
lebih mahal.

E. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian yang dialami oleh
penelilti selama proses pengambilan data. Keterbatasan yang pertama yaitu
jarak, sebagaimana diketahui domisili peneliti yaitu di Kabupaten Kuningan
sedangkan tempat penelitian berada di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Keterbatasan yang kedua yaitu dalam proses pencarian data rekam medik pasien
yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Keterbatasan yang ketiga yaitu
pada proses pengambilan data di lapangan yakni alamat pasien yang susah
dijangkau serta pada waktu penelitian tengah adanya pandemi Covid-19.
73

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Komponen biaya tertinggi pada unit biaya langsung medis bagian pelayanan
IRI terdapat pada biaya operasi sebesar Rp. 6.229.343; pada bagian unit
biaya langsung medis SIRS terdapat pada biaya obat pendukung sebesar Rp.
41.240.429; pada bagian unit biaya langsung medis hormon terapi biaya
terendah terdapat pada terapi hormon AINS sebesar Rp. 13.854.974 dan
tertinggi pada terapi hormon AIS sebesar Rp. 35.206.411.
2. Nilai ICER untuk Aromatase Inhibitor Non-Steroid dibanding Aromatase
Inhibitor Steroid yaitu (-487475,7306); Aromatase Inhibitor Non-Steroid
dibanding SWITCH yaitu (4042767,945); Aromatase Inhibitor Steroid
dibanding SWITCH yaitu (-138995,4478). AINS dikategorikan cost-
effective dikarenakan berada pada kuadran II. AINS merupakan biaya paling
rendah dari pembanding yang lain. Sedangkan AIS dikategorikan paling
tidak cost-effective dikarenakan berada pada kuadran IV yang artinya
efektivitas lebih rendah dengan biaya yang lebih mahal.

B. SARAN
Dikarenakan keterbatasan waktu dan literatur penelitian ini belum
dilakukan analisis sensitivitas, maka dari itu untuk peneliti selanjutnya
diharapkan mampu melakukan analisis sensitivitas.
74

DAFTAR PUSTAKA

American Society of Clinical Oncology. 2018. Breast Cancer. Perhimpunan


Onkologi Klinis Amerika. Amerika.
Andayani, T 2013. Farmakoekonomi (Prinsip dan Meteologi) Yogyakarta: Bursa
Ilmu.
Anggorowati, L. 2013. Faktor Resiko Kanker payudara. Jurnal kesehatan
Masyarakat 8(2):121-126.
Anindya, B 2018. Analisis kualitas hidup pada pasien Penyakit Ginjal Kronis
dengan Anemia di Unit Hemodialisa RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
[Skripsi] Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Indonesia.
Bethania, K. 2022. Hubungan Subtipe Molekuler Pada Karsinoma payudara Invasif
dengan grade, Invasi Limfovaskular dan Metastasis KGB di Departemen
Patologi Anatomik FKUI/RSCM Tahun 2019. Maj Patol Indones
31(1):392-399.
Dunn, C. 2006. Letrozole: a pharmacoenomic review of its use in postmenopausal
woman with breast cancer, [e-journal] 24: 495-517. Abstract only. Tersedia
di Adis Pharmacoeconomic Drug Evaluation
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16706574/ diakses pada tanggal 09
oktober 2012.
Endarti, A. 2015. Kualitas Hidup Kesehatan: Konsep modal dan penggunaan.
Jurnal Ilmiah Kesehatan 7(2): 23-25.
Fanseca,M., Arauja, G., Saad, E. 2009. Cost-Effectiveness Of anastrozole,in
comparosion with Tamexifen, in the Adjuvvort Treatment of early Breast
cancer in Brazil. Reu Assoc Med Bras 55(4): 410-5.
Hidayat, M. 2018. Cost effectiveness analysis penggunaan antibiotik untuk Pasien
Rawat Inap Demam Tifoid di RSUD Bangil tahun 2016, [Skripsi] Malang:
Fakultas Kedokteran dan ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.
Kasim, F. 2019 Informasi Spesialite Obat Indonesia.Volume 52. Jakarta: PT ISFI
Penerbitan Jakarta.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Penerapan Kajian Farmaksekonomi.Jakarta: Bhakti
Husada.
Kemenkes RI. 2018. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Kanker Payudara. Pusat Data Teknologi Infomasi Kementrian Kesehatan
Indonesia. Jakarta.
75

Kemenkes RI. 2022. Kanker Payudara Paling Banyak di Indonesia, Kemenkes


Targetkan Pemerataan Layanan Kesehatan, [online]. Atnegriku kemkes.
<http://sehatnegriku.kemkes.go.id/baa/umum/20220202/1639254/kanker-
payudara-paling-banyak-di-Indonesia-kemenkes-targetkan-pemerataan-
layanan-kesehatan/> Diakses pada tanggal 09 Februari 2022.
Kharb, R., Haider, K., Neha, K., and Yar, M. 2020. Aromatase inhibitos Role in
postmenopausal breast cancer, [e-journal] 353(8). Abstract only. Tersedia
di wiley online library https://scholar.google.com/scholar?as-
glo=2018&q=postmenopausal+breast,+cancee&hl=id&assdt=0,5#d=95qa
bs&+=16503423161598u=%23p%3Dk-HLr ×Fe 05yj diakses pada tanggal
25 may 2020.
Mursgid, A., Haris, R., Endarti, D., Wiedyaningsih, c., kristina,S. 2019. Pengukuran
Kualitas hidup pasien Kanker Payudara di Kota Denpasar Menggunakan
instruman EQ-5D-5L. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
9(3):203-212.
National Comprehensive Cancer Network. 2018. Breast Cancer Invasive.
Nazila, K. 2021. Evaluasi Kualitas hidup pasien Kanker Payudara yang menjalani
kemoterapi di Rs Umum Daerah Provinsi NTB, [KTI]. Mataram: Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Mataram.
Pulistyarini, G. 2020. Hubungan antara tingkat pengetahuan Kanker Payudara
dengan perilaku Deteksi Dini Kanker Payudara Metode SADARI pada
wanita Usia Subur di Kota Batu, [Skripsi] Malang: Fakultas Kedokteran dan
Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Purnamasari, S., Fudholi, A., dan Andayani, T. 2015. Analisis Biaya Terapi Pada
Pasien Kanker Payudara Dengan Terapi Hormon. Jurnal manajemen dan
pelayanan farmasi 5(1): 1-7.
Riyadina, W. 2019. Hiperstensi Pada Wanita Menopouse. Jakarta: LIPI Press,
anggota IKapi.
Safitri, R. dan Andayani, T. 2015. Analisis biaya dan faktor yang berpengaruh
terhadap pengobatan pasien kemoterapi kanker payudara Jamkesmas rawat
inap di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, [Tesis] Yogyakarta: S2 Magister
Manajemen Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Simsa, P., Mihalyi, A., Kyama, C., Mwenda, J., Vilmos, F., Hoghe, T., 2007.
Selective Estrogen-receptor modulators and aromotose inhibitors:
Promosing new medical therapies for endometriosis.Future Medicine 3(5):
617-628.
Sugiarto, E. 2016. Analisis Emosional, Kebijaksanaan Pembelian dan Perhatian
setelah transaksi terhadap pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen
Pemilik Sepeda Motor Honda Pada UD. Dika Jaya Motor Lamongan. Jurnal
penelitian Ilmu Manajemen 1(1): 2502-3780.
76

Tondok, S., Watu, E., Wahyuni. 2021. Validitas instrumen European Quality of life
(EQ-5D-5L) Versi Indonesia untuk Menilai kualitas hidup penderita
tuberculosis. Holistik jurnal Kesehatan 15(2): 267-273.
Wahyuni, F., Windrasari, W., Khambri, D., 2018.Evaluasi terapi Adjurant
Hormonal dan Hubungannya Terhadap outcome klinis pasien Knaker
Payudara Stadium Dini di kota Padang. Jurnal sains Farmasi dan Klinis
5(3):176-184.
Wardhani, T. 2011 Analiss efektivitas biaya penggunaan Antibiotik pada pasien
pneumonia komunitas Rawat inap di RSUD Kabupaten Cilacap Tahun
2008-2010, [skripsi]. Yogyakarts Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universiyas Islam Indonesia.
Wellington, K., Faulds, D., 2002. Anasfrozole qulity of life Abstract only. Tersedia
di <https://scholar.google.com>/scholar?hl=id&as_sdt=0%2c5&q=
Anastrozole+qulity+of+life&oq=#d=qabs&f=1651816609022&u=%23p%
3DRO7 RaqRc4-0J> diakses pada 2002.
Wiguna, I. dan Manuaba, T. 2015. Karakteristik Pemeriksaan Imunahistokimia
pada Pasien Kanker Payudara di RSUP Sanglah periode 2003-2002,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
World Health Organization. 2022.cancer, [online]. who.int/news-room. Diakses
pada tanggal 03 Februari 2022 <https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/cancer.>
Yulianti, I., Setyawan, H., Sutiningsih, D. 2016. Faktor-kaktor Risiko Kanker
Payudara (studi kasus pada Rumah Sakit Ken Saras Semarang). Jurnal
Kesehatan Masyarakat 4(4): 2356-3346.
Yulianti,I. 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Kanker
Payudara pada wanita (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah
Tugurejo Semarang), [Skripsi] Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan
universitas Negeri Semarang.
Prihantono., Abidin, Z., Juhamran, M., Haryasena. Dan Syamsu, S.A. 2019.
Hubungan Ekspresi Cyclooxygenase-2 (cox-2) dengan Desease Free
Survival dan Overall Survival pada Penderita Kanker Payudara. A Scientific
Journal 12(1):102-112.
Purwanto, H., Handojo, D., Haryono, S. dan Hararap, W. 2014. Panduan
Penatalaksanaan Kanker Payudara.
Afifah, V. A. (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien
Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi.Jurnal Komunikasi
Kesehatan (Edisi 20),11(1), 106-119. https://doi.org/10.31311/jk
Subekti, R. T. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Tingkat
Kecemasan pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani
77

Kemoterapi.Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung,8(1), 1-9.


https://doi.org/10.47218/jkpbl.v8i1.74
Nomiko, D. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup
Pasien Kanker Payudara di RSUD Raden Mattaher Jambi.Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi,20(3), 990-995.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i3.1089
Utama, Y. A. (2021). Analisis Kualitas Hidup Pasien Kanker
Payudara.Jurnal'Aisyiyah Medika,6(1), 219-229.
https://doi.org/10.36729/jam.v6i1.575
Utami, S. S., & Mustikasari, M. (2017). Aspek Psikososial pada Penderita
Kanker Payudara: Studi Pendahuluan.Jurnal Keperawatan
Indonesia,20(2), 65-74. https://doi.org/10.7454/jki.v20i2.503
Wahyuni, F. A., Supadmi, W., & Yuniarti, E. (2021). Hubungan Karakteristik
Pasien dan Rejimen Kemoterapi terhadap Kualitas Hidup Pasien Kanker
di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.Jurnal Sains dan
Kesehatan,3(2), 310-316. https://doi.org/10.25026/jsk.v3i2.488
I Dewa Ayu Putu Mas Narisuari, Ida Bagus Tjakra Wibawa Manuaba. 2020.
Prevalensi dan Gambaran Karakteristik Penderita Kanker Payudara di
Poliklinik Bedah Onkologi RSUP Sanglah, Bali, Indonesia tahun 2016.
Intisari Sains Medis 2020, Volume 11, Number 1: 183-189. P-ISSN: 2503-
3638, E-ISSN: 2089-9084. Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis
2020; 11(1): 183-189 | doi: 10.15562/ism.v11i1.526
Siregar T., Jerbu B., Andalucia R. 2013. Evaluasi penggunaan hormone
Antiestrogen pada pasien kanker payudara di RS Kanker Dharmais Periode
Januari-November 2011. Saintech vol 23 (1): 89-93
78

Lampiran 1 Etical clearance


Lampiran 2 Data Karakteristik Pasien Wanita Postmenopause Dengan Kanker Payudara ER+ Di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung
Diagnosa Keterlibatan
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Cara Bayar Jenis Histopatologi Stadium
ICD Hormon
1 RS 50-60 SMP PNS C50.9 BA PR-HER- IDC 3B
2 NY 50-60 S1 W C50.9 BA PR+HER2- IDC 3A
3 SG 50-60 S1 PS C50.5 BU PR-HER- IDC 3A
4 EK 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3B
5 ET 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR-HER- IDC 3B
6 AO 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 2B
7 KR 50-60 SMA PS C50.9 BU PR-,HER- IDC 3A
8 WT 50-60 SMA IRT C50.9 BP PR+HER2+ IDC 3A
9 MR 50-60 SMP IRT C50.9 BU PR-,HER- IDC 3A
10 MR 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR-,HER- IDC 2B
11 ER 50-60 SMA PS C50.9 BU PR-,HER- IDC 2B
12 EI 50-60 SMA IRT C50.9 BP PR-,HER- IDC 2A
13 EI 50-60 SMA IRT C50.4 BA PR+HER2- IDC 3B
14 AF >60 SMA IRT C50.9 BA PR+HER2- IDC 1
15 SP 50-60 SMA IRT C50.9 BA PR+HER2- IDC 2B
16 AS >60 S1 PS C50.9 BP PR+HER2+ IDC 3B
17 SR >60 SMA W C50.9 BP PR+HER2- IDC 3A
18 EN 50-60 SMA W C50.9 BP PR+HER2- IDC 3B
19 YN >60 SMP IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
20 RZ 50-60 S1 PNS C50.9 BA PR+HER2- IDC 2B
21 TT 50-60 SMA IRT C50.1 BP PR+HER2- ILC 2B

79
80

Diagnosa Keterlibatan
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Cara Bayar Jenis Histopatologi Stadium
ICD Hormon
22 SM 50-60 SD IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
23 RH 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
24 EI 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
25 TS 50-60 SD IRT C50.9 BU PR+HER2+ IDC 3A
26 ST 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 2B
27 II >60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- ILC 2B
28 TM >60 SD IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3B
29 KR 50-60 S1 PNS C50.1 BA PR-,HER- IDC 3A
30 NN >60 SMP IRT C50.9 BA PR+HER2- IDC 3A
31 IJ >60 S1 PNS C50.9 BA PR+HER2- IDC 2B
32 TT 50-60 S1 IRT C50.4 BU PR+HER2- IDC 3B
33 SN 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
34 EA 50-60 SMA W C50.9 BA PR+HER2- IDC 2B
35 ES 50-60 SMA IRT C50.4 BU PR+HER2- IDC 3A
36 MM 50-60 SD IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3B
37 OE 50-60 SMA IRT C50.9 BP PR-HER+ IDC 2B
38 MB >60 SMA IRT C50.9 BP PR-HER- IDC 3B
39 NN >60 S1 PNS C50.9 BA PR+HER2- IDC 3A
40 SR >60 SD IRT C50.9 BP PR+HER2- IDC 3A
41 RT 50-60 SMP IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
42 ON 50-60 SMP IRT C50.9 BU PR-,HER- IDC 3A
43 MS 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
44 MS >60 SD P C50.9 BU PR+HER2- IDC 3B
45 AI >60 SMA W C50.9 BP PR+HER2- IDC 2A
81

Diagnosa Keterlibatan
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Cara Bayar Jenis Histopatologi Stadium
ICD Hormon
46 MY 50-60 SMA IRT C50.9 BT PR+HER2- IDC 2B
47 TT 50-60 SMA IRT C50.9 BP PR+HER2- IDC 3B
48 AS >60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
49 EI 50-60 SMA IRT C50.8 BP PR+HER2- IDC 3A
50 IA 50-60 SMP W C50.9 BP PR+HER2+ IDC 2B
51 TT >60 SMP W C50.9 BU PR+HER2+ IDC 3A
52 WW 50-60 S1 PNS C50 BP PR-,HER- IDC 3A
53 EI 50-60 SMA W C50.2 BU PR-,HER- IDC 3A
54 AR >60 SMP IRT C50.9 BU PR-,HER+ IDC 3A
55 NR 50-60 SMA W C50.9 BU PR+HER2- ILC 3B
56 DW 50-60 S1 PNS C50.9 BA PR+HER2- IDC 3A
57 AY 50-60 SD IRT C50.9 BP PR+HER2- IDC 3A
58 EI 50-60 SD IRT C50.9 BU PR+HER2+ IDC 3B
59 SL 50-60 SMA PS C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
60 WW >60 SMA PNS C50.9 BA PR+HER2- IDC 3B
61 OA 50-60 SD IRT C50.2 BP PR+HER2- IDC 3A
62 RT 50-60 S1 IRT C50.9 BA PR+HER2- IDC 3A
63 TS 50-60 S1 PNS C50.1 BA PR-,HER- IDC 3A
64 TK 50-60 SMA IRT C50.9 BA PR+HER2- IDC 3A
65 IA 50-60 SD IRT C50.9 BA PR-,HER+ IDC 3A
66 WW 50-60 S1 IRT C50.9 BA PR+HER2- IDC 2B
67 SR 50-60 SMP IRT C50.9 BP PR-,HER+ IDC 3B
68 MK 50-60 SMP IRT C50.9 BP PR+HER2- IDC 3B
82

Diagnosa Keterlibatan
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Cara Bayar Jenis Histopatologi Stadium
ICD Hormon
69 HL 50-60 S1 PNS C50.9 BA PR+HER2- IDC 3A
70 WW 50-60 SD IRT C50.9 BA PR+HER2- IDC 3A
71 SR 50-60 SMP IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
72 YJ 50-60 SD IRT C50.9 BP PR-,HER+ IDC 3A
73 WT 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2+ IDC 3B
74 CC 50-60 SMA IRT C50 BP PR+HER2- IDC 3B
75 WR 50-60 SMA PS C50.9 BU PR-,HER- IDC 3A
76 RM 50-60 SMP IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3B
77 EA >60 SD IRT C50.9 BT PR-,HER- IDC 3A
78 EE 50-60 SD IRT C50.9 BU PR+HER2- ILC 2B
79 KM 50-60 SMP IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 1
80 EI 50-60 S1 IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3B
81 SL >60 SMA W C50.9 BA PR+HER2- IDC 1
82 IA 50-60 SMA W C50.1 BP PR-,HER- IDC 3B
83 MR 50-60 SMP IRT C50.9 BP PR+HER2+ IDC 2B
84 HR 50-60 SD IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3B
85 TR 50-60 SMA IRT C50.9 BP PR-,HER- IDC 3B
86 LN 50-60 SMA IRT C50.4 BU PR+HER2- IDC 3B
87 OA 50-60 SMA W C50.4 BU PR-,HER- IDC 3B
88 ST 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR-,HER- IDC 2B
89 KR 50-60 SMA PS C50.9 BU PR-,HER- IDC 3A
90 ED >60 SMA IRT C50.9 BT PR+HER2- IDC 3A
91 RM 50-60 SMA IRT C50.9 BU PR+HER2- IDC 3A
Lampiran 3 Data Unit Biaya Langsung Pelayanan IRI Wanita Postmenopause Dengan Kanker Payudura ER+
BIAYA
NO NAMA TARIF DOKTER PELAYANAN IRI OBAT BMHP BIAYA RUANG RAWAT BIAYA PATKLIN BIAYA PA
OPERASI
1 RS 1500000 818000 7898000 6710000 2733750 500000 5642000
2 NY 100000 1061500 1863300 565000 309000 707900 6196380
3 SG 1000000 631620 2040200 8250000 57500 500000 12000000
4 EK 210000 138500 4002400 2464000 399000 400000 3010000
5 ET 65000 315000 972400 150000 695636 707900 6196300
6 AO 165000 111500 2028700 1936000 480000 400000 3010000
7 KR 165000 555500 2222600 1936000 529000 400000 3472500
8 WT 120000 534500 2494100 1408000 402000 707950 6196550
9 MR 15000 741500 2545900 176000 714000 707900 6196275
10 MR 100000 725000 1619400 565000 714000 707850 6196300
11 ER 700000 1410000 2706000 13500000 695600 707800 6196350
12 EI 195000 129500 1387500 2288000 36000 320000 6025000
13 EI 840000 1195000 1763100 6660000 755000 700000 9240000
14 AF 700000 2232500 2991700 10500000 1352500 2850000 15500000
15 SP 1400000 585000 1894600 9900000 230000 800000 17250000
16 AS 90000 913500 2803200 1056000 847000 400000 6936250
17 SR 90000 95750 1611500 1056000 695600 400000 6025000
18 EN 358395 710375 2545900 2984000 695640 707900 6196375
19 YN 90000 676500 1852300 1056000 610000 320000 3010000
20 RZ 840000 1518750 2812200 3355000 1113750 2200000 9240000
21 TT 120000 676000 1543900 1408000 570000 1620000 3010000
22 SM 195000 129500 2216500 2288000 650000 200000 3010000
23 RH 270000 174500 2059100 3168000 615000 400000 3010000

83
84

BIAYA
NO NAMA TARIF DOKTER PELAYANAN IRI OBAT BMHP BIAYA RUANG RAWAT BIAYA PATKLIN BIAYA PA
OPERASI
24 EI 150000 147500 1695400 1760000 651000 1700000 3010000
25 TS 780000 433000 2455500 3355000 689000 500000 9240000
26 ST 195000 1148500 1775900 2288000 1019000 320000 3010000
27 II 285000 2524500 2173000 3168000 625000 320000 6025000
28 TM 400000 1270000 3327100 7500000 695600 707950 6196300
29 KR 280000 131500 3108800 1638000 695640 400000 8410000
30 NN 360000 683500 3705500 2106000 518000 500000 8410000
31 IJ 19000 590500 2545900 270000 567000 707850 9196400
32 TT 150000 102500 3363200 1760000 81250 400000 3010000
33 SN 440000 199500 2471400 2574000 30000 250000 4425000
34 EA 195000 129500 3180200 2288000 634000 400000 3010000
35 ES 255000 730500 1787200 2992000 565000 400000 6936250
36 MM 114000 1201000 2960600 1620000 872500 707900 6196380
37 OE 90000 609500 2414000 1056000 543000 1900000 3510000
38 MB 76000 771250 1856115 1080000 714750 400000 3510000
39 NN 1000000 782500 2655300 3955000 1105625 1250000 11500000
40 SR 330000 2221500 2408000 3872000 1966000 320000 3010000
41 RT 440000 724500 1832200 2574000 525000 500000 8410000
42 ON 440000 199500 1813200 2574000 695600 500000 4425000
43 MS 95000 67500 1333100 1350000 574000 600000 3510000
44 MS 285000 1122500 2100300 3344000 939000 320000 3010000
45 AI 195000 129500 2456100 2288000 643000 2620000 6025000
46 MY 660000 300000 2126800 2440000 585000 2400000 9240000
47 TT 285000 812500 2897300 3344000 629000 400000 3010000
85

BIAYA
NO NAMA TARIF DOKTER PELAYANAN IRI OBAT BMHP BIAYA RUANG RAWAT BIAYA PATKLIN BIAYA PA
OPERASI
48 AS 360000 759000 3531200 4224000 530500 320000 3010000
49 EI 285000 897500 2524900 3344000 714000 400000 5510000
50 IA 165000 636500 2117200 1936000 525000 400000 3010000
51 TT 600000 1453750 2594800 6000000 828750 1250000 15500000
52 WW 165000 600500 1758000 1936000 570000 400000 5510000
53 EI 210000 138500 2545900 2464000 466000 707850 6196300
54 AR 720000 867500 2896900 4212000 549000 500000 4425000
55 NR 200000 737500 13845100 565000 62500 707950 6196300
56 DW 600000 1779075 3102100 9000000 1006875 800000 15500000
57 AY 150000 806500 704100 1760000 704000 200000 6196300
58 EI 140000 204500 1857400 1874000 1225000 707900 6196350
59 SL 250000 112500 2074400 1900000 695640 600000 8410000
60 WW 490000 3075125 1514200 2499000 1570625 707950 6196380
61 OA 135000 609500 3238400 1584000 516000 400000 3010000
62 RT 1080000 1296000 2780600 8880000 716000 500000 9240000
63 TS 480000 293000 1649600 2135000 41000 700000 9240000
64 TK 490000 287250 2901900 2975000 866250 550000 5692000
65 IA 520000 1372500 3582800 3042000 1139000 500000 4812000
66 WW 700000 792000 1878100 3390000 277000 2200000 15500000
67 SR 57000 45500 2113000 810000 258000 600000 3510000
68 MK 255000 1459500 1442300 2992000 1294000 200000 1970000
69 HL 1300000 1240400 3861200 4520000 638500 3250000 15500000
70 WW 820000 641000 3560400 7449000 958000 500000 9240000
71 SR 75000 561500 844000 880000 504000 200000 1970000
86

BIAYA
NO NAMA TARIF DOKTER PELAYANAN IRI OBAT BMHP BIAYA RUANG RAWAT BIAYA PATKLIN BIAYA PA
OPERASI
72 YJ 60000 829500 1863300 704000 781000 320000 3010000
73 WT 75000 501500 2715300 880000 444000 320000 1970000
74 CC 150000 672500 1817800 1760000 570000 400000 6025000
75 WR 358400 710170 2545900 2984400 695600 707900 6196400
76 RM 680000 1029500 2510700 3978000 728000 500000 4425000
77 EA 105000 75500 2329300 1232000 695500 400000 3472500
78 EE 285000 183500 1857200 3344000 1360500 320000 5510000
79 KM 60000 54500 4126200 704000 1515000 707900 6196300
80 EI 285000 183500 2145500 3344000 606000 320000 6025000
81 SL 800000 835000 3231700 3955000 695600 3250000 23905000
82 IA 120000 709500 3460800 1408000 625000 400000 3010000
83 MR 480000 752000 2445400 4995000 695600 707875 6196300
84 HR 180000 853500 2969400 2112000 688000 200000 3010000
85 TR 135000 93500 2207000 1584000 583000 320000 3010000
86 LN 195000 129500 1216000 2288000 444000 320000 6025000
87 OA 135000 93500 1563200 1584000 510000 320000 3010000
88 ST 480000 895500 2907100 2808000 679000 500000 4425000
89 KR 165000 555500 2222600 1936000 529000 400000 3472500
90 ED 90000 678000 1797600 1056000 611500 320000 3010000
91 RM 680000 1029500 2510700 3978000 728000 500000 4425000
TOTAL 32612795 64644015 231677815 271580400 63302881 64424225 566870240
pembagi 91 91 91 91 91 91 91
mean 358382 710373 2545910 2984400 695636 707958 6229343
Lampiran 4 Data Unit Biaya Langsung Medis Biaya SIRS Wanita
Postmenopause Dengan Kanker Payudura ER+

NO NAMA BIAYA INJEKSI & INFUSE BIAYA ALKES BIAYA OBAT PENDUKUNG
1 RS 56653200 2251300 179084800
2 NY 2438100 1486100 79346100
3 SG 3911900 763600 18366700
4 EK 322300 257400 57230300
5 ET 13171900 185200 13533800
6 AO 3798700 1705400 35022100
7 KR 344200 240900 41166300
8 WT 817100 357000 3494000
9 MR 7300150 661050 7150300
10 MR 372300 279500 12207600
11 ER 228800 298100 27778700
12 EI 7300100 260500 21933700
13 EI 134700 87100 14210100
14 AF 7300100 661050 38876300
15 SP 103000 135600 6297400
16 AS 7300100 661050 53079300
17 SR 385700 283500 51171500
18 EN 7300100 305300 78351400
19 YN 474500 338330 44982630
20 RZ 84000 114800 35414800
21 TT 360300 304400 4894800
22 SM 751800 397200 33999000
23 RH 292300 381200 64905900
24 EI 307100 288400 21712900
25 TS 315600 348300 30696100
26 ST 256500 259200 8850300
27 II 95000 381900 9264900
28 TM 48020400 929400 55162700
29 KR 74227400 1234200 123795000
30 NN 4605100 1333000 34717800
31 IJ 145559200 2845000 222244700
32 TT 1742600 1531200 104055700
33 SN 5536200 1401400 115011500
34 EA 3811500 2134300 29710700
35 ES 301800 351500 11450700
36 MM 1133700 621400 10305100
37 OE 237400 295700 9603600
38 MB 255100 238900 59296400

87
88

NO NAMA BIAYA INJEKSI & INFUSE BIAYA ALKES BIAYA OBAT PENDUKUNG
39 NN 373700 360000 37885100
40 SR 2134900 454900 17760900
41 RT 228000 293900 58999900
42 ON 288700 382600 20288900
43 MS 10441600 557200 20696900
44 MS 737200 398200 26537900
45 AI 134900 265800 14189500
46 MY 292000 256600 63076000
47 TT 971400 1477300 42012200
48 AS 3491400 313300 14426000
49 EI 8777400 1898600 84214700
50 IA 277300 320500 15327400
51 TT 2445300 649300 32111300
52 WW 325100 319300 14506500
53 EI 278100 553500 38577400
54 AR 220600 280100 9086100
55 NR 53820900 404700 5215300
56 DW 646000 354000 12039900
57 AY 617200 718000 68134800
58 EI 315100 260500 21884500
59 SL 7300100 661050 7430600
60 WW 144300 164900 32915500
61 OA 2693300 546600 57992600
62 RT 2918500 3488800 24307900
63 TS 2238500 1159400 79321800
64 TK 292700 442700 9378200
65 IA 294700 340800 57061400
66 WW 326500 473900 19653300
67 SR 1462200 719900 92395100
68 MK 38821900 2057400 134934000
69 HL 5309600 576000 96018900
70 WW 663600 349300 55616000
71 SR 19209000 762500 97809050
72 YJ 41702600 1430100 123245600
73 WT 335100 257000 8154800
74 CC 285300 411100 55331100
75 WR 405200 246300 21651300
76 RM 7300100 665100 16228100
77 EA 528100 300800 63718100
78 EE 114800 205900 3938800
89

NO NAMA BIAYA INJEKSI & INFUSE BIAYA ALKES BIAYA OBAT PENDUKUNG
79 KM 7300100 661050 412500
80 EI 265800 233100 8566100
81 SL 294500 419500 8056600
82 IA 241100 366300 14180300
83 MR 13827300 470900 26885400
84 HR 6958800 1914500 46414500
85 TR 2849500 633200 41966900
86 LN 254500 308100 22081300
87 OA 238300 255100 4529300
88 ST 3718700 1346400 31710300
89 KR 501200 240900 41166300
90 ED 299300 258200 24266000
91 RM 849900 661050 40194600
TOTAL 664311850 60155530 3752879080
Pembagi 91 91 91
Mean 7300130 661050 41240429
Lampiran 5 Data Unit Biaya Langsung Medis Biaya Hormon Terapi Wanita PostmenopauseDengan Kanker Payudura ER+

NO NAMA AINS AINS AIS AIS SWITCH SWITCH


1 RS 19745000 19745000 34178200 21960300
2 NY 31597600 37370300 21960300 10827900
3 SG 34407600 38716100 6030800
4 EK 31597600 7150600 42674700 19533600
5 ET 12639100 54044000 18666900
6 AO 15277200 45306300 10827900 3660000
7 KR 34407600 11662900 56369600 6095400
8 WT 4877700 20329000 56361200
9 MR 38718000 11842200 12243900
10 MR 7150600 32326000 28640500 58849700
11 ER 12639100 25053800 66097300 67324800
12 EI 15277200 25086000 48830500 42702300
13 EI 11662900 15896400 41457500 47687200
14 AF 2197500 34178200 43903600
15 SP 4877700 2556300 8520400
16 AS 38718000 2733200 12172000
17 SR 14557000 37370300 15040900
18 EN 7658200 38716100 15789600
19 YN 32326000 9973000 12432700
20 RZ 25053800 5436500
21 TT 3307100
22 SM 25086000 19313300
23 RH 3049400 42674700

90
91

NO NAMA AINS AINS AIS AIS SWITCH SWITCH


24 EI 15896400 10368400
25 TS 2197500 13966000
26 ST 2556300 13942700
27 II 2733200 8708400
28 TM 36042800 6030800
29 KR 14557000 9434500
30 NN 7658200 9405900
31 IJ 9973000 2953900
32 TT 6288800 19533600
33 SN 27175400 18666900
34 EA 15277200
35 ES 5436500 3294000
36 MM 29991900 3660000
37 OE 3307100 1098000
38 MB 3843500 54044000
39 NN 19313300 7494400
40 SR 3049400 6474700
41 RT 977500 45306300
42 ON 10368400 2991900
43 MS 13966000 11464900
44 MS 13942700 34407600
45 AI 8708400 17515300
46 MY 32846700 56369600
47 TT 20329000
92

NO NAMA AINS AINS AIS AIS SWITCH SWITCH


48 AS
49 EI 36042800
50 IA 9434500
51 TT 11842200
52 WW 9405900
53 EI 28640500
54 AR 2953900
55 NR
56 DW 6288800
57 AY 27175400
58 EI 15277200
59 SL 3294000
60 WW 29991900
61 OA 6095400
62 RT 1098000
63 TS 56361200
64 TK 3843500
65 IA
66 WW 12243900
67 SR 58849700
68 MK 67324800
69 HL 66097300
70 WW 48830500
71 SR 41457500
93

NO NAMA AINS AINS AIS AIS SWITCH SWITCH


72 YJ 42702300
73 WT
74 CC 47687200
75 WR 7494400
76 RM 6474700
77 EA 43903600
78 EE 977500
79 KM
80 EI 2991900
81 SL
82 IA 8520400
83 MR 12172000
84 HR 15040900
85 TR 15789600
86 LN 12432700
87 OA
88 ST 11464900
89 KR 34407600
90 ED 17515300
91 RM 32846700
TOTAL 651183800 633715400 371944000
pembagi 47 18 13
mean 13854974 35206411 28611077
Lampiran 6 Data pasien wanita postmenopause dengan kanker payudara yang mendapat pembedahan

94
Lampiran 7 Perhitungan ACER
1. AINS
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 (𝑅𝑃)
ACER =
O𝑢𝑡𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠
13.854.974
ACER =
1576,8
ACER = 8786,76687

2. AIS
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 (𝑅𝑃)
ACER =
O𝑢𝑡𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠
35.206.411
ACER =
1533
ACER = 9037,817352

3. SWITCH
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 (𝑅𝑃)
ACER =
O𝑢𝑡𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠
28.611.077
ACER =
1580,45
ACER = 8766,474105

95
96

Lampiran 8 Perhitungan ICER


1. Analisis efektivitas biaya AINS dibanding AIS
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴𝐼𝑁𝑆 − 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴𝐼𝑆
ICER =
𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴𝐼𝑁𝑆 − 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴𝐼𝑆
13.854.974 − 35.206.411
ICER =
1576,8 − 1533
−21.351.437
ICER =
43,8
ICER = −487475,7306

2. Analisis efektivitas biaya AINS dibanding SWITCH


𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑆𝑊𝐼𝑇𝐶𝐻 − 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴𝐼𝑁𝑆
ICER =
𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑆𝑊𝐼𝑇𝐶𝐻 − 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝐼𝑁𝑆
28.611.077 − 13.854.974
ICER =
1580,45 − 1576,8
14.756.103
ICER =
3,65
ICER = 4042767,945

3. Analisis efektivitas biaya AIS dibanding SWITCH


𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴𝐼𝑆 − 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑆𝑊𝐼𝑇𝐶𝐻
ICER =
𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴𝐼𝑆 − 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑊𝐼𝑇𝐶𝐻
35.206.411 − 28.611.077
ICER =
1533 − 1580,45
6.595.334
ICER =
− 47,45
ICER = −138995,4478
97

Lampiran 9 Output SPSS


1. Output Unit Biaya Langsung Medis Pelayanan IRI Wanita Postmenopause
Dengan Kanker Payudura ER+

Descriptives
Statistic Std. Error
Biaya tarif dokter Mean 358382.36 33654.731
95% Confidence Interval for Lower Bound 291521.37
Mean Upper Bound 425243.36
5% Trimmed Mean 324771.61
Median 250000.00
Variance 103070322352.
411
Std. Deviation 321045.670
Minimum 15000
Maximum 1500000
Range 1485000
Interquartile Range 355000
Skewness 1.547 .253
Kurtosis 2.217 .500
Biaya Pelayanan IRI Mean 710373.79 59681.197
95% Confidence Interval for Lower Bound 591806.68
Mean Upper Bound 828940.91
5% Trimmed Mean 651007.01
Median 676500.00
Variance 324127919146.
300
Std. Deviation 569322.333
Minimum 45500
Maximum 3075125
Range 3029625
Interquartile Range 696000
Skewness 1.544 .253
Kurtosis 3.577 .500
Biaya obat BMHP Mean 2545910.05 157892.281
95% Confidence Interval for Lower Bound 2232229.48
Mean Upper Bound 2859590.63
5% Trimmed Mean 2383550.06
98

Median 2408000.00
Variance 2268627494078
.052
Std. Deviation 1506196.366
Minimum 704100
Maximum 13845100
Range 13141000
Interquartile Range 1045000
Skewness 5.247 .253
Kurtosis 36.560 .500
Biaya ruang rawat Mean 2984400.00 255847.319
95% Confidence Interval for Lower Bound 2476114.64
Mean Upper Bound 3492685.36
5% Trimmed Mean 2714586.69
Median 2288000.00
Variance 5956664417777
.777
Std. Deviation 2440627.874
Minimum 150000
Maximum 13500000
Range 13350000
Interquartile Range 1771000
Skewness 2.000 .253
Kurtosis 4.546 .500
Biaya patologi klinik Mean 695636.05 41087.024
95% Confidence Interval for Lower Bound 614009.51
Mean Upper Bound 777262.60
5% Trimmed Mean 666304.71
Median 650000.00
Variance 153621061218.
608
Std. Deviation 391945.227
Minimum 30000
Maximum 2733750
Range 2703750
Interquartile Range 199000
Skewness 2.060 .253
Kurtosis 8.386 .500
99

Biaya patologi Mean 707958.52 68653.183


anatomi 95% Confidence Interval for Lower Bound 571566.98
Mean Upper Bound 844350.05
5% Trimmed Mean 613238.40
Median 500000.00
Variance 428906622850.
275
Std. Deviation 654909.630
Minimum 200000
Maximum 3250000
Range 3050000
Interquartile Range 307900
Skewness 2.531 .253
Kurtosis 5.989 .500
Biaya operasi Mean 6229343.30 409862.988
95% Confidence Interval for Lower Bound 5415078.93
Mean Upper Bound 7043607.66
5% Trimmed Mean 5807261.78
Median 6025000.00
Variance 1528687783941
5.120
Std. Deviation 3909843.710
Minimum 1970000
Maximum 23905000
Range 21935000
Interquartile Range 3926250
Skewness 1.957 .253
Kurtosis 4.812 .500

2. Output Unit Biaya Langsung Medis Biaya SIRS Wanita Postmenopause


Dengan Kanker Payudura ER+

Descriptives
Statistic Std. Error
biaya_injeksi_infus Mean 7300130.22 2070532.721
95% Confidence Interval for Lower Bound 3186655.58
Mean Upper Bound 11413604.86
100

5% Trimmed Mean 3750537.79


Median 646000.00
Variance 3901266231949
93.300
Std. Deviation 19751623.305
Minimum 84000
Maximum 1E+8
Range 145475200
Interquartile Range 5017300
Skewness 4.845 .253
Kurtosis 28.220 .500
biaya_alkes Mean 661049.78 66148.513
95% Confidence Interval for Lower Bound 529634.21
Mean Upper Bound 792465.35
5% Trimmed Mean 582421.25
Median 382600.00
Variance 398181944982.
173
Std. Deviation 631016.596
Minimum 87100
Maximum 3488800
Range 3401700
Interquartile Range 381600
Skewness 2.200 .253
Kurtosis 5.252 .500
biaya_obat_pendukung Mean 41240429.45 4115555.635
95% Confidence Interval for Lower Bound 33064159.85
Mean Upper Bound 49416699.05
5% Trimmed Mean 36751755.31
Median 30696100.00
Variance 1541339634732
405.200
Std. Deviation 39259898.557
Minimum 412500
Maximum 2E+8
Range 221832200
Interquartile Range 42881100
101

Skewness 2.040 .253


Kurtosis 5.497 .500

3. Output Unit Biaya Langsung Medis Biaya Hormon Terapi Wanita


Postmenopause Dengan Kanker Payudura ER+

Descriptives
Statistic Std. Error
AINS Mean 14156169.57 1648926.606
95% Confidence Interval for Lower Bound 10835060.90
Mean Upper Bound 17477278.23
5% Trimmed Mean 13607873.67
Median 10916650.00
Variance 1250721118648
30.900
Std. Deviation 11183564.363
Minimum 977500
Maximum 38718000
Range 37740500
Interquartile Range 16453050
Skewness .796 .350
Kurtosis -.606 .688

Descriptives
Statistic Std. Error
AIS Mean 33353442.11 4018700.475
95% Confidence Interval for Lower Bound 24910465.70
Mean Upper Bound 41796418.51
5% Trimmed Mean 32913952.34
Median 37370300.00
Variance 3068491167014
62.000
Std. Deviation 17517109.256
Minimum 8520400
Maximum 66097300
Range 57576900
102

Interquartile Range 30265400


Skewness .075 .524
Kurtosis -1.149 1.014

Descriptives
Statistic Std. Error
SWITCH Mean 28611076.92 6301548.365
95% Confidence Interval for Lower Bound 14881182.50
Mean Upper Bound 42340971.35
5% Trimmed Mean 27846485.47
Median 19533600.00
Variance 5162236533919
23.000
Std. Deviation 22720555.746
Minimum 3660000
Maximum 67324800
Range 63664800
Interquartile Range 43562550
Skewness .557 .616
Kurtosis -1.370 1.191

4. Output Disease Free survival Hormon Terapi Wanita Postmenopause


Dengan Kanker Payudara ER+

Descriptives
Statistic Std. Error
AINS Mean 4.32 .268
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.77
Mean Upper Bound 4.87
5% Trimmed Mean 4.34
Median 4.00
Variance 2.004
Std. Deviation 1.416
Minimum 1
Maximum 7
Range 6
103

Interquartile Range 2
Skewness -.114 .441
Kurtosis .064 .858

Descriptives
Statistic Std. Error
AIS Mean 4.20 .200
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.75
Mean Upper Bound 4.65
5% Trimmed Mean 4.22
Median 4.00
Variance .400
Std. Deviation .632
Minimum 3
Maximum 5
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness -.132 .687
Kurtosis .179 1.334

Descriptives
Statistic Std. Error
SWITCH Mean 4.33 .553
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.06
Mean Upper Bound 5.61
5% Trimmed Mean 4.43
Median 5.00
Variance 2.750
Std. Deviation 1.658
Minimum 1
Maximum 6
Range 5
Interquartile Range 3
Skewness -1.104 .717
Kurtosis .600 1.400
104

Anda mungkin juga menyukai