Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN MENINGITIS

Disusun oleh:
Ahmad Baihaqi (14.401.20.002)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


PRODI DIII KEPERAWATAN
2023
KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Meningitis merupakan salah satu penyakit pada system syaraf pada manusia.
Penyakit saraf seperti meningitis dapat menyerang semua tingkat usia, dari bayi hingga
orang tua (Octavius, 2021).
Meningitis merupakan salah satu penyakit menular yang belum bisa diatasi dan
masih menjadi masalah di negara berkembang. Meningitis dapat menyebabkan
kematian namun dapat disembuhkan, kecacatan dapat terjadi seperti kerusakan otak,
gangguan pendengaran, dan ketidakmampuan belajar (CDC, 2019).
Meningitis bakterialis adalah peradangan pada selaput otak (meningens) yang
disebabkan infeksi bakteri, ditandai adanya bakteri penyebab dan peningkatan sel-sel
polimorfonuklear pada analisis cairan serebrospinal (CSS). Meningitis bakterialis
merupakan salah satu infeksi yang paling berbahaya pada anak karena tingginya
kejadian komplikasi akut dan kecacatan neurologis permanen di kemudian hari
(Lilihata, Handryastuti, 2013).
2. Etiologi
Meningitis sering kali disebabkan oleh infeksi oleh mikroorganisme. Sebagian
besar infeksi disebabkan oleh virus, dengan bakteri, fungi, dan protozoa sebagai
penyebab paling sering berikutnya.
a. Bakteri: Heamophilus influenza, strepcoccus pneumonia, Neisseria meningitides,
dan staphylococcus aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan dapat
menimbulkan respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit
yang dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan didalam cairan serebrospinal
akan menyebabkan cairan menjadi kental sehingga dapat mengganggu aliran
serebrospinal disekitar otak dan medulla spinalis.
b. Virus: measle, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pembentukan eksudat
pada umumnya terjadi diatas korteks serebral, substansi putih dan meningen.
c. Sumber infeksi dari nasofaring sering diikuti dengan penyebaran hematogen
melalui pleksus koroideus kedalam LCS
d. Resiko infeksi meningkat pada orang tua dan pasien neonates, pasien HIV, pasca-
splenektomi, uremia, infeksi sistemik yang bersamaan dengan bakteremia, dan
prosedur bedah saraf baru-baru ini.
3. Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala, demam, dan kaku kuduk
b. Emesis (muntah)
c. Perubahan status mental
d. Tanda kernig: dengan pasien dalam posisi terlentang dengan lipat paha dan lutut
difleksikan 900, ekstensi lutut kemudian akan menyebabkan nyeri leher dan
hamstring.
e. Tanda Brudzinski: dengan memfleksikan leher dari pasien dalam posisi terlentang
menghasilkan fleksi lipat paha dan lutut yang releksif.
f. Tanda klinis: fontanel membonjol, apnea, kejang, ruam purpura.
4. Patofisiologi
Patofisiologi meningitis disebabkan oleh infeksi yang berawal dari aliran
subarachnoid yang kemudian menyebabkan reaksi imun, gangguan aliran cairan
serebrospinal, dan kerusakan neuron.
Patogen penyebab meningitis dapat masuk dan menginvasi aliran subarachnoid
dalam berbagai cara, yaitu melalui penyebaran hematogen, dari struktur sekitar
meninges, menginvasi nervus perifer dan kranial, atau secara iatrogenik (operasi pada
daerah cranium atau spinal). Adanya invasi patogen ke subarachnoid akan
mengaktivasi sistem imun. Sel darah putih, komplemen, dan immunoglobulin akan
bereaksi dan menyebabkan produksi sitokin.
Adanya peningkatan produksi sitokin dapat menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, yaitu peningkatan permeabilitas blood brain barrier (BBB), perubahan aliran
darah serebral, peningkatan perlekatan leukosit ke endothelium kapiler, serta
peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS). Adanya peningkatan permeabilitas BBB
serta perubahan aliran darah serebral dapat menyebabkan tekanan perfusi aliran darah
turun dan terjadi iskemia. Hal ini dapat membuat perubahan pada komposisi serta aliran
cairan serebrospinal.
Gangguan pada serebrospinal, perlekatan leukosit ke endotelium kapiler, serta
peningkatan ROS dapat menyebabkan kerusakan neuron, peningkatan tekanan
intrakranial (penyebab utama terjadinya stroke), dan edema. Kerusakan neuronal
terutama disebabkan oleh metabolit yang bersifat sitotoksik dan adanya iskemia
neuronal. Akibatnya, terjadi manifestasi klinis berupa demam, kaku kuduk, perubahan
status mental, kejang, atau defisit neurologis fokal.
5. Pathway

Tonsilitis, bronkitis, typus abdominalis dan penyakit lain

Mikroorganisme secara hematogen sampai ke


meningan

Meningitis

Mikroorganisme Kenaikan volume


mensekresi toksik dan peningkatan
vikositas LCS
Toksemia
Penurunan penyerapan
Peningkatan suhu cairan
oleh pengatur an
hipotalamus Depresi pada pusat kesadaran, Peningkatan tekanan
memori, respon, lingkungan luar intrakranial

Hipertermi
Peningkatan ekstensi
Penurunan kesadaran
neuron
Peningkatan
output cairan Resiko cedera fisik Peningkatan ekstensi
neuron
penurunan
sekresi
treaobronkial Kejang

Penumpukan Spasme otot bronkus


sekret di trakea,
bronkus
Penurunan masukan
oksigen
Ketidak
efektifan
bersihan jalan Ketidakefektifan
nafas perfusi jaringan
serebral
6. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.
7. Pemeriksaan diagnosis
Dalam mendiagnosis meningitis, awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan
fisik, mengamati potensi penyebaran penyebab meningitis di tempat tinggal pasien,
menanyakan riwayat penyakit atau tindakan medis yang pernah dijalani, dan
memeriksa faktor risiko.
a. Tes darah: Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adakah mikroorganisme yang
membahayakan di dalam darah pasien.
b. Pemeriksaan Radiologis: CT scan atau MRI dapat dilakukan untuk memeriksa
pembengkakan atau peradangan di sekitar kepala. X-Ray Hasil biasanya normal,
bisa terdapat gambaran milier dan klasifikasi.
c. Pungsi lumbal (Cairan serebrospinal)
- Meningitis bacterial: tekanan pembukaan meningkat, gambaran keruh, jumlah
sel meningkat, protein meningkat (>150), glukosa menurun (<40), leukosit
>1.000 PMN, LCS menurun: rasio glukosa serum (<0,4), pewarnaan gram dapat
menunjukkan mikroorganisme.
- Meningitis virus: leukosit <100 limfosit, protein-200, glukosa normal.
- Meningitis TB, jamur, autoimun, dan kimiawi umumnya ditemukan dengan
gambaran LCS yang serupa seperti meningitis virus (glukosa yang rendah pada
meningitis TB dan jamur)
- Perawatan jamur dan bakteri tahan asam, kultur TB, dan antigen kriptokokus.
d. Tes PCR
8. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan
lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab.
bakteri penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan
respon gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan akan
dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan menjadi negatif.
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama satu
setengah tahun.
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
1. Sefalosporin generasi ketiga
2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
2) Pemberian cairan intravena
Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer laktat dengan dosis
yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan atau tingkat degidrasi yang
diberikan karena pada pasien yang menderita meningitis sering datang dengan
penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah
3) Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan
penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses,
oleh karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu
kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau
edema pada herniasi yang mengancam dan menimbukan defisit neurologik fokal.
4) Pemberian diazepam
Apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan diazepam 0,5 mg/Kg
BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan
fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak kurang dari 1 tahun 50
mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg.
5) Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi. Pendekatan
mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan patologik
dimastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan operasi ini
adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin
digunakan oleh invasi bakteti.
7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Kontrol hipertermi dengan kompres
b. Pastikan pasien bedrest
c. Kontrol kejang
d. Jaga jalan napas
e. Posisi miring untuk menghindari aspirasi
f. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
g. Pasien harus berbaring di alas yang kering
h. Perhatikan titik-titik yang tertekan

Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama: Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam,
sakit kepala, mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat
kesadaran
2) Kesehatan Sekarang: Pada pengkajian klien meningitis, biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu :Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien
yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan
sekarang meliputi pernah kah pasien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada pasien
terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami pengobatan
obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis
tuberkulosa.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga: Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya
apakah ada di dalam keluarga yang pernah mengalami penyakit keturunan yang
dapat memacu terjadinya meningitis.
c. Pola Kehidupan Sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat: Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu
tubuh
2) Eliminasi: Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine,
hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal.
3) Makanan/cairan: Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu
mual dan muntah disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada pasien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
4) Hygiene: Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
karena penurunan kekuatan otot.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya
bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa
2) Tanda- Tanda Vital
TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau meningkat
dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N = 90- 140 mmHg).
Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i). Respirasi :
Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih meningkat dari
pernafasan normal (N = 16-20x/i). Suhu : Biasanya pasien meningitis
didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal antara 38-41°C (N =
36,5°C – 37,4°C).
3) Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala : Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b. Mata : Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
c. Hidung : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
d. Telinga : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi.
e. Mulut : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris, lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
f. Leher
Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis.
Palpasi : Biasanya teraba distensi vena jugularis. Nerfus IX dan X :
Biasanya pada pasien meningitis kemampuan menelan kurang baik Nerfus
XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk
g. Dada
1) Paru
I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola nafas
Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan sama
P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba
A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan meningitis tuberkulosa.
2) Jantung
I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial
midklavikula sinistra RIC IV.
P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC 4-
5 midklavikula. A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
h. Ekstremitas
Biasanya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada sendi-
sendi (khusunya lutut dan pergelangan kaki).Klien sering mengalami
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga
menggangu ADL.
e. Data Penujang menurut Hudak dan Gallo(2012)
1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar glukosa
darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3. Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun
5. MRI, CT-Scan

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran darah
ke otak.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
pada saluran nafas.
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
d. Resiko cedera fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran.

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran darah
ke otak.
Tujuan: tingkat resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berkurang dengan
Perfusi jaringan serebral
Kriteria hasil:
1. Tingkat kesadaran meningkat (sadar/ composmentis)
2. Diorientasi negative
3. Konsentrasi baik
4. Perfusi jaringan dan oksigenassi baik
Intervesi:
1. Monitor TTV dan neurologis tiap 5-30meit
2. Monitor tandatanda peningkatan tekanan intracranial
3. Anjurkan pasie berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi
4. Anjurkan pasien untuk menghindari posisi ditekuk
5. Bantu seluruh aktivitas dan Gerakan-gerakan pasien
6. Sesuaikan dan atur waktu prosedur perawatan dengan periode relaksasi: hindari
rangsangan lingkungan yang tidak perlu
7. Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motoric, sensorik, dan
intelektual
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
pada saluran nafas
Tujuan: ketidak efektifan jalan nafas dapat teratasi dengan baik
Kriteria hasil:
1. Tidak ada sumbatan saat bernafas
2. Frekuensi nafas normal (16-20x/menit)
3. Tidak menggunakan otot-otot bantu pernafasan
Intervensi:
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan
kedalaman, penggunaan otototot pernafasan
2. Anjurkan pasien mempertahankan asupan cairan degan cara minum air putih
yang cukup
3. Atur posisi semi fowler/ fowler
4. Ajarkan cara batuk efektif
5. Lakukan fisioterapi dada
6. Lakukan pengisapan lender di jalan nafas
DAFTAR PUSTAKA

Lilihata, G., dan Handryastuti, S. 2013. Kejang Demam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Pieter, Herri Zan.
Lalani amina. 2012. Kegawatdaruratan pediatri. Jakarta: EGC.
Tarwoto.(2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Sagung Seto.
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Yanti anggraini. 2019. Modul keperawatan medical bedah 1. Jakarta: univ Kristen Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai