Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KLIEN

YANG MENGALAMI MENINGITIS

BANYUWANGI

2020

OLEH :

Kelompok :

1. Filla Auliya Rahma ( 2017.01.009)


2. I Made Age Insagi M ( 2017.01.010)
3. Kadek Anik Asti B ( 2017.01.013)
4. Katon Jagad Nata ( 2017.01.013)
5. Puput Handayani ( 2017.01.024)
6. Putu Priti Natalia ( 2017.01.026)
7. Serly Devindia A (2017.10.028)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak yang mengalami


Meningitis ini dibuat berdasarkan praktek Rumah Sakit

Banyuwangi, April 2020

Mahasiswa

Mengetahui,

Pembimbing 1

(Ns. Atik Pramesti W, M.Kep)

Kaprodi

(Ns. Atik Pramesti W, M.Kep)


KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian

Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme


penyebab meningitis bakterial memasuki area secara langsung
sebagai akibat cedera traumatik atau secara tidak langsung bila
dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan
serebrospinal (CSS). Berbagai agens dapat menimbulkan inflamasi
pada meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan zat
kimia (Betz, 2011).
Meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak
(termasuk

durameter, arachnoid, dan piameter) (Harold, 2010).


Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi
pada
sistem saraf pusat (Suriadi, 2016).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa meningitis adalah suatu peradangan dari selaput-selaput
(meningen) yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang
(spinal cord).
2. Etiologi

a.Bakteripiogenikyangdisebabkanolehbakteripembentukpus,terutama

meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.


b.Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangatbervariasi.
c.Organisme jamur (Muttaqin,2010)

3. Klasifikasi

a. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya:


1) Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus
atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh
abses otak, ensefalitis, limfoma, leukimia, atau darah di ruang
subarakhnoid.
Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak
terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme
pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh
korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari
jaringan otak terhadapvirus
bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.
2) Sepsis
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan
oleh organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus,
atau basilus influenza. Bakteri paling sering dijumpai pada
meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria meningitdis
(meningitis meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada
dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak- anak dan
dewasa muda). Bentuk penularannya melalui kontak langsung,
yang mencakup droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok
yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang
lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi
infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi
pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang
terjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang
menjalani bedah saraf atauseseorang
yang mengalami gangguan respons imun.
b. Tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau
dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai
konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau
melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera
traumatik tulang wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus
merupakan iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif seperti
lumbal pungsi) atau alat-alat invasif
(seperti alat pemantau TIK) (Muttaqin, 2010).
b. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan
yangterjadi

pada cairan otak, yaitu :


a. MeningitisSerosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya virus,
Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
b. MeningitisPurulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi
otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain :
Diplococcus pneumoniae (pneumokokus), Neisseria
meningitis (meningokokus), Streptococcus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus

influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,


Peudomonas aeruginosa (Satyanegara, 2010).

4. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan
diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula
spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah
dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-
venameningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan
reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai
dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding
membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan
perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak(barier
otak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri
sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan
kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan
meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen)
sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh
darah yang disebabkan oleh meningokokus (Corwin, 2009).
5. Pathway

Tonsitilitis,bronkitis,typus abdominalis,penyakit lain

Mikroorganisme secarahematogen samapi ke meningen

Meningitis

Peningkatan output Kenaikan volume


Mikrooganisme cairan, penurunan dan peningkatan
mensekresi toksik sekresi trakeo bronkial vikositas LCS

Toksemia Penumpukan secret


di trakea, bronkus Penurunan
penyerapan
Peningkatan cairan
MK : Bersihan Jalan Depresi pada pusat
suhu Tubuh
Nafas Tidak Efektif kesadaran,memori,respon
Peningkatan lingkungan

MK : Hipertermi ekstensi neuron

Penuruna
kesadaran
Kejang

MK : Resiko Cidera
Spasme otot
bronkus

Penyempitan lumen
trakea, bronkus

Penuruna masukan MK : Resiko Perfusi


oksigen Serebral Tidak Efektif
6. Manifestasi Klinis

1. Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang,


muntah, diare, tonus otot melemah, menangislemah.
2. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah,
perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto pobia,
delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda
kernig dan brudinzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi
meningococal) (Nurarif,2013).

7. PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaan pungsilumbal
Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal,

dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan


intrakranial.
i.Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih,

sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur


(-).
ii.Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh,
jumlahseldarahputihdanproteinmeningkat,glukosamenurun,
kultur (+) beberapa jenis bakteri.
b. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
i.Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Di samping itu, pada Meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
ii.Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatanleukosit.
c. PemeriksaanRadiologis
i.Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala,
bilamungkin

dilakukan CT Scan.
ii.Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa
mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada
(Smeltzer,2012).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan medis meningitis yaitu :
a. Antibiotik sesuai jenis agenpenyebab
b. Steroid untuk mengatasiinflamasi
c. Antipiretik untuk mengatasidemam
d. Antikonvulsant untuk mencegahkejang
e. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masihbisa

dipertahankan
f. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Peritoneal
Shunt) Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan
yangdilakukan
untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh
terlalu banyaknya cairan serbrospinal. Cairan dialirkan dari
ventrikel di otak menuju rongga peritoneum. Prosedur
pembedahan ini dilakukan di dalam kamar operasi dengan
anastesi umum selama sekitar 90 menit. Rambut di belakang
telinga dicukur, lalu dibuat insisi tapal kuda di belakang telinga
dan insisi kecil lainnya di dinding abdomen. Lubang kecil dibuat
pada tulang kepala, lalu selang kateter dimasukkan ke dalam
ventrikel otak. Kateter lain dimasukkan ke bawah kulit melalui
insisi di belakangtelinga,menuju ke rongga peritoneum. Sebuah
katup diletakkan di bawah kulit di belakang telinga yang
menempel pada kedua kateter. Bila terdapat tekanan intrakranial
meningkat, maka CSS akan mengalir melalui katup menuju
rongga peritoneum (Jeferson, 2014).
Terapi bedah merupakan pilihan yang lebih baik. Alternatif lain
selain pemasangan shunt antara lain:
a. Choroid pleksotomi atau koagulasi pleksusChoroid

b. Membuka stenosisakuaduktus

c. Eksisi tumor

d. Fenestrasi endoskopi
KONSEP ASKEP

1. Pengkajian
a. Data Demografi
Biodata

Nama : An. O
Umur : 3th
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Banyuwangi
Pekerjaan :-
Nomor Register : 123456
Tanggal MRS : 3 Mei 2020 (10.00)
Tanggal Pengkajian : 3 Mei 2020 (14.00)
Diagnosa Medis : Meningitis
Biodata Penanggungjawab

Nama : Ny. M
Umur : 28th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Ibu
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Banyuwangi
b. Anamnesa

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit saatini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman
penyebab. Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi
dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit
kepala dan demam. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis
yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan
gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.
d. Riwayat penyakitdahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkingkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi
jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit
dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada
masa sebelumnya.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital
(TTV). Pada klien dengan meningitis biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-41 oC, dimulai
dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan
iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu
tubuh. Penurunan denyut naditerjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
i. Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila kliensudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk memantau
pemberian asuhan keperawatan.
e. Fungsiserebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah
dan aktivitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut
biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
f. Pemeriksaan sarafkranial
1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada
kelainanfungsi

penciuman.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama
pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi
subduralyang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
3) Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.
Dengan alasan yang tidak diketahui,
klienmeningitismengeuhmengalamifotofobiaatausensitifya
ng
berlebihan terhadap cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidakdidapatkan
paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal,wajah

simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dantuli

persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelanbaik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideusdan
trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk (regiditas nukal)
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dantidak

ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.


g. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
pada

meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.


h. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons
normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran
koma.

Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.


i. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia.
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan
TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka.
j. Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya
didapatkansensasi
raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaa tubuh. Sensasi proprioseptif dan
diskriminatifnormal.
3. Pemeriksaa diagnostik
Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis meliputi
laboratorium klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit,
retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostatis diperlukan
untuk mengetahui secara awal adanya DIC. Serum elektrolit dan
serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia (Muttaqin,
2008).
2. Diagnose Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


2. Bersihan Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
3. Risiko perfusi serebral tidak efekti berhubungan dengan keabnormalan masa
protombin
4. Resiko cedera berhubungan dengan terpapar patogen
3. Intervensi Keperawatan

NO. TUJUAN KRITERIA HASIL SLKI INTERVENSI SIKI Rasional


DX
1 Setelah dilakukan proses Kriteria hasil Termoregulasi (Intervensi manajemen hipertermia = 1. Mengidentifikasi penyebab adanya
tindakan selama 1x24 (L.14134) I.15506) demam dapat mempermudah mem
berikan terapi yang akan diberikan
jam keperawatan 2. Memonitor suhu tubuh dapat digu
diharapkan hipertermi KH Nilai Observasi :
nakan untuk mengevaluasi perkem
dapat diatasi. 1. Suhu 1. Identifikasi penyebab hipertermia bangan pasien
membaik 3. Memonitor haluaran urine penting
tubuh (mis. Dehidrasi,penggunaan untuk mengetahui adanya dehidras
inkubator, terpapar lingkungan i
2. Suhu
. membaik panas). 4. Melonggarkan pakaian dapat men
Kulit urunkan suhu tubuh
2. Monitor suhu tubuh 5. Memberikan cairan oral digunaka
3. hipok Cukup n untuk mengganti cairan tubuh ya
sia membaik 3. Monitor kadar elektrolit ng hilang
6. Melakukan pendinginan eksternal
4. Venti Cukup 4. Monitor komplikasi akibat dapat membantu mempercepat dal
lasi membaik am penurunan suhu tubuh kembali
hipertermia ke normal
5. Teka 7. Tirah baring mampu mengurangi
Teraupetik : hipoertermi karna keadaan relax.
nan membaik
darah 8. Berkolaborasi pemberian cairan in
1. Berikan cairan oral
travena sebagai pengganti cairan t
2. Sediakan lingkungan yang dingin ubuh yang hilang akibat meningka
tnya suhu tubuh.
KET : 3. Longgarkan atau lepaskan pakaian
1 = memburuk 4. Basahi atau kipasi permukaan tubuh
2 = cukup memburuk 5. Himdari pemberian antipiretik atau
aspirin
3 = sedang
6. Lakukan pendinginan eksternal
4 = cukup membaik (mis. Selimut hipotermia atau
5 = membaik kompres dingin pada dahi , leher,
dada, abdomen, dan aksila.

Edukasi :

1. Anjurkan / Lakukan tirah baring

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian cairan dan


elektrolit intravena

.
NO. TUJUAN KRITERIA HASIL SLKI INTERVENSI SIKI Rasional
DX
2 Setelah dilakukan proses Kriteria hasil Perfusi Serebral (Intervensi manajemen peningkatan 1. Identifikasi penyebab
tindakan selama 1x24 (L.02014) Tekanan Itrakranial = I.06194) TIK untuk mengetahu
terjadi
jam keperawatan 2. Monitor dan gejala pe
diharapkan Resiko KH Nilai Observasi :
secara cepat dapat me
perfusi serebral tidak 1. Tekanan Cukup 1. Identifikasi penyebab / yang lebih parah
efektif dapat diatasi. 3. Monitoring cairan dan
Intra kranial meningkat peningkatan TIK (mis : lesi , untuk mengetahui kes
gangguan mtabolisme, edema cairan dalam tubuh
2. Demam Menurun
serebral ) 4. Posisis semi fowler d
3. Tingkat Cukup TIK
. 5. Hindari pemberian ca
Kesadaran meningkat 2. Monitor tanda dan gejala
hipotonik dapat menc
peningkatan TIK (mis : tekana
TIK yang lebih parah
4. Gelisah mnurun darah meningkat , kesadaran 6. Suhu normal dipertah
menurun, pola nafas ireguler, meningkatkan TIK ya
5. Kecemasan menurun
bradikardia ) 7. Lingkungan yang am
memberi kenyamanan
3. Monitor intake dan output cairan 8. Pemberian sedasi dan
dapat meningkatkan k
KET :
Teraupetik intrakranial
9. Pemberiandiuretik os
1 = menurun
4. Beri posisi semi fowler meningkatkan kapasit
2 = cukup menurun
5. Hindari pemberian cairan IV
3 = sedang hipotonik

4 = cukup meningkat 6. Pertahankan suhu normal

7. Menimalkan stimulus dengan


5 = meningkat menyediakan lingkungan yang
tenang

Kolaborasi

8. Kolaborasi pemberian sedasi dan


anti konvulsan , jika perlu

9. Kolaborasi pemberian diuretik


osmosis , jika perlu

10. Kolaborasi pemberian pelunak


tinja , jika perlu
NO. TUJUAN KRITERIA HASIL SLKI INTERVENSI SIKI Rasional
DX
3 Setelah dilakukan proses Kriteria hasil (SLKI, L.01001 ) Manajemen Jalan Napas (I.01011) 1. Diharapkan pola n
tindakan selama 1x24 2. Diharapkan tidk ad
KH Nilai Observasi
jam keperawatan tambahan
diharapkan Bersihan jal 1. Produksi 1. Monitor pola napas (frekuensi, 3. Diharapkan tidak a
an nafas tidak efektif sputum
menurun kedalaman, usaha napas) penumpukan sputu
dapat diatasi. 4. Dihrapkan klien tid
2. Wheezing menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan 5. Diharapkan klien n
(misal, gurgling, mengi, wheezing,
6. Diharapkan mamp
3. sianosis menurun ronki)
. sputum
4. Batuk efektif Meningkat 3. Monitor sputum (jumlah, warna, 7. Diharapkan mamp
aroma) sputum
8. Diharapkan mamp
Terapeutik
sputum dan memb
4. Pertahankan kepatenan jalan napas 9. Diharapkan kebutu
dengan head lilt dan chin lift (jaw klien terpenuhi
thrust, jika trauma sevikal) 10. Diharapkan kebutu
klien terpenuhi
5. Posisikan semi fowler/fowler
11. Diharapkan klien m
6. Berikan minum hangat 12. Diharapkan mamp
klien nyaman
7. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
8. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik

9. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi

10. Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak kontraindikasi

11. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

12. Kolaborasi pemberian


bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
NO. TUJUAN KRITERIA HASIL SLKI INTERVENSI SIKI Rasional
DX
4 Setelah dilakukan proses Kriteria hasil Tingkat Cedera Intervensi manajemen Keselamatan 1. diharapkan tidak terjadi ci
tindakan selama 1x24 (L.14136) Lingkungan = I.14513)
jam keperawatan 2. diharapkan mampu menga
diharapkan Resiko KH Nilai Observasi : kondisi klien
cedera dapat diatasi
6. Toleransi Cukup 1. Identifikasi kebutuhan
3. diharapkan mampu melind
keselamatan (mis: kondisi fisik,
. Aktivitas meningkat
fungsi kognitif, dan riwayat 4. diharapkan tidak ada cider
7. Luka Lecet Menurun pelaku )
5. diharapkan mampu mengu
8. Perdarahan menurun 2. Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan . resiko cidera
9. Frekuensi 6. diharapkan keluarga mamp
meningkat Teraupetik
Nadi mengawasi lingkugan
3. Hilangkan bahaya keselamatn
10. Pola
Cukup lingkungan (mis: fisik, biologi, 7. diharapkan keluarga mamp
Istirahat/tidu dan kimia), jika memungkinkan
meningkat sama
r
4. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahay dan resiko
5. Gunakan perangkat pelindung
6. Fasilitasi relokasi ke lingkungan
yang aman
Edukasi
7. Ajarkan individu , keluarga dan
kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
4. Implementasi Keperawatan

Menurut (Kozier, 2010) Implementasi keperawatan adalah sebuah fase


dimana perawat melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah direncanakan
sebelumnya. implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang
merupakan tindakan keperawatan khusus yang digunakan untuk melaksanaan
intervensi.
5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan menurut (Kozier, 2010) adalah fase kelima atau


terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses
dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif,
objektif, assesment, planing) (Achjar, 2009). Evaluasi yang diharapkan sesuai
dengan masalah yang klien hadapi yang telah di buat pada perencanaan tujuan dan
kriteria hasil. Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai pada klien hipertensi dengan
kesiapan peningkatan pengetahuan adalah :
a. Pasien memiliki ketertarikan dalambelajar
b. Pasien dapat mengidentifikasi sumber informasi yang akurat
c. Pasien secara aktif mengungkapkan secara verbal informasi yang dapat
digunakannya
d. Pasien dapat menggunakan informasi yang diperoleh dalam meningkatkan
kesehatan atau mencapaitujuan
DAFTAR PUSTAKA

Betz, 2011. Meningitis Buku Ajar Neurologi Klinis : Perhitungan Dokter


Spesialis Saraf Indonesia. Edisi 3. Yogyakarta: Gajah Mada University

Horolod, 2010. Pengertian tentang Meningitis. Jakarta. EGC

Suriadi, 2016. International society of pediatric Neurosurgery. Jakarta. EGC

Muttaqin, 2010. Etiologi tentang penyakit Meningitis. Jakarta, EGC

Satya Negara, 2010. Buku Ajar Ilmu penyakit saraf. Edisi 1. Padang :
Bagian ilmu penyakit saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalan

Corwin, 2009. Penyakit System Saraf Sentral, Dalam : Wahab AS(ed).


Nelson ilmu kesehatan anak dalam jilid II. Edisi ke 15. Jakarta EGC

Nurarif, 2013. Diagnosis Meningitis pada anak. Petun juk teknis manajemen
anak. Jakarta : Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai