MENINGITIS
Disusun Oleh :
2163030014
Dosen Pengampu :
Ns. Sri Melfa Damanik, S.Kep, M.Kep., Sp.Kep.An
Fakultas Vokasi
Jakarta, 2023
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infeksi SSP (Sistem Saraf Pusat) pada anak dapat mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang besar jika tidak terdeteksi maupun tidak tertangani secara tepat. Salah satu
penyakit infeksi SSP yang terjadi pada anak adalah meningitis, yang disebutkan bahwa
meningitis menduduki urutan ke-10 dalam penyebab kematian akibat infeksi yang ada pada
tiap negara (WHO, 2015). World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun
terdapat 1,3 juta kasus baru meningitis dengan tuberculosis pada anak di dunia (Sangadji &
Kusnanto, 2018). Tingkat kematian pasien meningitis bakteri secara keseluruhan antara 2-
30% tergantung dari bakteri penyebab meningitis yang terdapat 25.000 kasus baru meningitis
bakteri, tetapi penyakit ini jauh lebih sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang
(Andarsari, 2011)
Gejala penyakit meningitis biasanya didahului komplikasi SSP, misalnya edema otak,
hidrosefalus, abses otak, yang mempengaruhi vaskularisasi serebrovaskular disertai dengan
satu atau lebih gejala kaku kuduk, penurunan kesadaran, tanda Kernig atau Brudzinski dan
peradangan selaput otak yang ditandai dengan demam dengan awitan akut dengan suhu
(>38,5ºC rektal atau 38ºC aksilar) (Muriana Novariani, 2008)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MENINGITIS
1. KONSEP KEPERAWATAN
A. Definisi Meningitis
Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan arachnoid dan
piameter yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2012).
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala spesifik
dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang meningkat,
gejala peningkatan tekanan intrakranial dan gejala defisit neurologi (Widagdo,
2011).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak (araknoidea dan
piamater) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman
nonspesifik dan non virus.
B. Etiologi
Bakteri : Haemophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumoniae, neisseria
meningitides, ß-hemolytic streptococcus, staphilococcus aureu, e. coli .
Faktor predisposisi: jenis kelamin : laki-laki lebih sering dibandingkan dengan
wanita .
Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan .
Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak
yang mendapat obat-obat imunosupresi. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat,
pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan
C. Anatomi dan Fisiologi
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti dengan meningea yang melindungi
struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu : (Prince, 2006)
1. Lapisan Luar (Durameter) Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang
membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh
darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang
tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) yang meliputi
permukaan tengkorak untuk membentuk falkas serebrum, tentorium serebelum dan
diafragma sella.
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid) Lapisan tengah ini disebut juga selaput otak. Lapisan
tengah merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter,
membentuk sebuah kantung atau balon yang berisi cairan otak dengan meliputi
seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara duramater dan arachnoid disebut
ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih yang menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter) Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya
akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak.
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan
diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan
ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum
tulang belakang
D. Patofisiologi
Meningitis
Toksemia
Penurunan penyerapan cairan LCS
a. Lesu
b. Mudah terangsang
c. Hipertermia
d. Anoreksia
e. Sakit kepala
a. Penurunan kesadaran
d. Sakit kepala
5. Gangguan frekuensi dan rama pernafasan (cepat dengan irama kadang dangkal dan
kadang dalam)
F. Pemeriksaan Penunjang
Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat,
glukosa menurun, protein meningkat
Kultur darah
Kultur swab hidung dan tenggorokan
urin dan pemeriksaan elektrolit serum,
MRI serta CT Scan
G. Komplikasi
Munculya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul
karena adanya desakan pada intrakranial yang menigkat sehingga
memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural
Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada meningen
dapat sampai ke jarigan kranial lain baik melalui perembetan langsung
maupun hematogen termasuk ke ventri- kuler.
Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang ke- naikan
produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih
kental sehingga memungkinkan terjadinya sum- batan pada saluran LCS yang
menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di
intrakranial.
Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena
meningitis tidak mendapat pengobtan dan penatalaksanaan yang tepat.
Epilepsi
Retardasi mental. Retrdasi mental kemugkinan terjadi karena meningitis yang
sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai
temapt menyimpan memori.
Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengo- batan yang
tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang
digunakan untuk pengobatan.
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas
2. Hipertemia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit infeksi
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan kinerja
ventrikel kiri
4. Resiko cedera (D.0136) berhubungan dengan terpapar patogen
b. Intervensi
14. Kolaborasi
pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
, jika perlu.
Manajemen Hipertermi (I.15506) :
Hipertemia
Setelah dilakukan Observasi
(D.0130 )
intervensi keperawatan
berhubungan 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis:
3x24jam, maka dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
dengan
termoregulasi (L.14134) penggunaan inkubator)
proses 2. Monitor suhu tubuh
membaik dengan kriteria 3. Monitor kadar elektrolit
penyakit
hasil : 4. Monitor haluaran urin
infeksi 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
1. Menggigil Terapeutik
menurun (5)
2. Suhu tubuh 6. Sediakan lingkungan yang dingin
membaik (5) 7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Suhu kulit 8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
membaik (5) 9. Berikan cairan oral
10. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
11. Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
12. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
13. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Mengecek TTV
08.25 I
Hasil : S: 38.6C, N: 100 RR: 24
1. EVALUASI
Hari/tanggal/jam Evaluasi hasil (SOAP) Paraf dan nama jelas
No DX (mengacu pada tujuan)
14.00 O:
P : intervensi dilanjutkan
P : intervensi dilanjutkan
P : intervensi dilanjutkan