1
Yusniar Ali, Sufisme dan Pluralisme (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2012), 250.
2
Mulaydhi Kartanegara Menyelami Lubuk Tasawuf, 266.
jati dirinya, kesadaran akan ke-Tuhanan dan merasakan kehadiran-Nya
sudah mulai memudar. Manuia modern bagaikan berkas-berkas cahaya
yang tenggelam dalam kegelapan yang tidak sanggup menghubungkan
dirinya kepada sumber cahaya Tuhan.3
3
Eep Sopwana Nurdin, Penghantar Ilmu Tasawuf, (Bandung: Aslan Grafika
Solution, 2020), 146.
4
Seyyed Hossien Nasr Islam and the Plight of Modern Man, 5.
5
Abdullah Mufid dan Ajriya Ninda, Alam dan Manusia, (Yogyakarta: Jejak
Pustaka), 115.
canggih, tetapi manusia modern juga tidak menemukan ketenangan
batin disaat zaman sangat maju, justru mereka merasakan kehausan
spiritual yang amat sangat dalam.6 Permasalahan manusia modern saat
ini bukan bidang teknologi, ekonomi, teknik bahkan industry, tetapi
lebih jauh lagi ada permasalahan psikologi, spiritual dan kepercayaan.
Pendekatan secara materi dan empiris tidak akan cocok untuk
mengatasi permasalahan kerohanian yang absurd.7sehingga
menimbulkan adanya noda di dalam kehidupan saat ini, mecari
kepuasaan melalui indrawi yang memberikan kesenangan dan
ketenangan sesaat, mencari ketenangan dengan obat-obatan serta
alkohol, semuanya mencerminkan jiwa-jiwa yang kosong dari dimensi
spiritual yang sangat dibutuhkan oleh manusia.8 Teknologi hakikatnya
telah tampak sudah mengangkat harkat manusia melalui ilmu
pengetahuan tetapi nayatanya tidak justru kemajuan teknologi juga
sebenarnya yang telah telah menurunkan harkat manusia, jika dianalisis
gaya hidup materialistis adalah penyebab terjadinya problem manusia
saat ini, yang merasa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dunia
ini dan mereka juga selalu beranggapan bahwa tidak ada kehidupan
setelah mereka tiada di dunia ini, berfikir bahwa kehidupan di dunia ini
terus berjalan tanpa ada akhir dan mereka hidup juga tidak mengetahui
bagaimana awal kehidupan di dunia ini. Hidupnya sangat jauh dari
nilai-nilai agama karna agama tidak akan dilibatkan ke dalam
kehidupan sehari-hari manusia modern saat ini.9
6
Syamsun Ni'am, Tasawuf Studies (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 204.
7
Yusniar Ali, Sufisme dan Pluralisme, 250.
8
Seyyed Hosien Nasr A Young Muslim’s Guide to the Modern World, 232.
9
Muksinul Fuad, “ Dakwah Terapetik: Solusi atas Problem Manusia
Modern”.Komunika, vol. 1, no.2 (Desember 2007): 221.
B. Tajalli
22
William Chittick, The Sufi Path of Knowledge, 30.
tanzih tetapi tidak boleh melupakan yang tasybih dan yang men-
tasybih-kan Allah tidak boleh melupakan yang tanzih.23
23
Fuad Mahbub Siraj, “ Tasauf dan Kosmologi”. Ilmu Ushuluddin, vol. 2,
no.1 (Januari 2014): 61.
24
Kautsar Azhari Noer, Wahdat al-Wujud dalam Perdebaatan, 63.
25
Kholid Al-Walid, Tasawuf Filosofis (Jakarta: Sadra Press, 2020), 56.
1. Al-Kanz Al-Makhfi
26
Seyyed Ahmad Fazeli, Tasybih va Tanzih az Didgah Ibn al-'Arabi, terj
Muhammad Nur Jabir, (Jakarta: Sadra Press, 2016), 93.
27
Kholid Al-Walid, Tasawuf Filosofis, 2020, 57.
28
Kholid Al Walid, Filsafat Tasawuf Buku Daras 2020, 48.
"Dimanakah Rabb kami sebelum Dia mencipta ciptaan? Nabi
menjawab: Dia berada di awan (al-'Ama') yang diatasnya tiada udara
(al-hawa') dan dibawahnya juga tiada udara."29
Tidak semua kata tunggal atau esa tidak bisa "dikutak katik"
lagi, angka "satu" lewat manipulasi aritmetika bisa menjadi dua, atau
seratus, semiliar, setengah dan seperjuta. Pada aspek ini Allah yang
satu memanifestasikan diri-Nya ke dalam multiplisalitas, dan pada
29
Kholid Al Walid, Filsafat Tasawuf Buku Daras 2020, 48.
30
Kholid Al-Walid, Tasawuf Filosofis, 2020, 60.
aspek inilah,"terjauh" yang dapat manusia ketahui.31 Maqam al-
Wahidiyyah adalah maqam yang terdapat kemajmukan. Dari sini
terwujud a'yan tsabitah, yang merupakan maqam esensi-esensi
penciptaan, yang atasnya semua makhluk tercipta. Sehingga turun ke
semesta alam-alam, mulai dari alam jabarut (ruhani) dan alam malakut
(alam perantara) dan alam fisik (syahada).32
31
Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, (Bandung: Mizan, 2006), 173.
32
Haidar Bagir, Episemologi Tasawuf, (Bandung: Mizan, 2018), 74.
33
William Chittick, Self Disclosure of God, 63.
Setiap ada Nama (al-Ism) tentu ada pula yang dinamakan (al-
Musamma'). Nama adalah identik dengan yang dinamakan. Dengan
kata lain, nama adalah satu dengan yang dinamakan. Maksudnya adalah
mereka dari Nama dalam pernyataan ini, bukanlah sebutan tetapi Nama
sebenarnya yaitu manifestasi. Nama adalah sesuatu yang
mengindikasikan atau menggambarkan sebuah objek yang dinamakan.
Setiap gambaran yang ada pada cermin, tentu akan menggambarkan
sebuah objek yang ada di depan cermin tersebut, jika di depan cermin
ada mawar tentu gambaran di cermin juga mawar yang persis dengan
objeknya dan jelas sekali bahwa yang ada di dalam cermin tidak
memiliki identitas sendiri. Identitasnya hanya hasil dari sebuah objek
yang di depan cermin.34
34
Toshihiko Izutsu, Sufism and Taoism, (Lahore: Suhail Academy, 1983),
99.
Wujud, harus ada perhatian kepada selainnya. Dan perhatian kepada
selain ini bisa terjadi kepada selain sifat itu atau selain Zat sendiri.35
Al-Muhit adalah yang meliputi makna terdalam dari dari sifat al-
Haq yang berarti Encompassing, nama Al-Muhit meliputi segala
35
Kholid Al Walid, Filsafat Tasawuf Buku Daras 2020, 53.
36
Kholid Al-Walid, Tasawuf Filosofis, 65.
37
Yunasril Ali, Manusia Citra, 83.
sesuatu yang dan tidak ada yang keluar dari wilayahnya. 38 Dan sifat ini
adalah induk sifat atau disebut Tuan-tuan: Al-Hayat (kehidupan),
Al-'Ilm (ilmu), Al-Iradah (kehendak), Al-Qudrah (kuasa), Al-Qa'il
(perbicaraan), Al-Jawwad (dermawan) kemudian Al-Muqsit dan Al-
Muqsit (adil). Nama Al-Hayat adalah yang paling universal karna nama
yang enam tersebut tidak bisa termanifestasi tanpa dirinya.39
4. Ummahat Al-Asma'
قُ ِل ْادعُوا اللّه َأ ِو ْادعُوا الرَّمْح َ َن أيًّ َّاماتَ ْدعُوا َفلَهُ اَألمْسَآءُ احلُ ْسىَن
"Katakan: serulah Allah atau Al-Rahman. Yang mana saja kamu seru,
maka Dia mempunyai Al-Asma' Al-Husna." (QS 17: 110)
41
Kholid Al-Walid, Tasawuf Filosofis, 69.