1
Yahya Osman, Histoire et Classification de L’oevre D’Ibn al-‘Arabi,
(Damas: Institute Francais de Damas, 1996), 9.
2
Ibn al-‘Arabi, Syajarah al-Kawn, terj. Zainul Maarif (Jakarta: Turos, 2019),
3.
585 H/1189 M) dan belajar di masjid Qaus al-Haniyah di Sevilla,
kemudian belajar hadist dan fikih dengan Ibn Zarqun, al-Hafizh bin al-
Jad, Abu al-Walid al-Hadhrami dan asy-Syaikh Abu al-Hasan bin
Nashar selanjutnya belajar teologi dan filsafat skolastik. Seville adalah
salah satu pusat sufisme yang penting dalam sejumlah guru sufi
terkemuka yang tinggal di sana seperti Yusuf b Khalaf al-Qomi.
Keberhasilan Ibn al-‘Arabi dalam pedidikannya menghantarkannya
kepada kedudukan sebagai sekretaris Gubernur Sevilla.3
3
Ida Sajidah Konsep Kesempurnaan Diri Menurut Ibn al-‘Arabi dan
Maslow (Jakarta: Al-Wasat Publishing House, 2017), 86.
4
Iskandar Arnel, “The Conpect of the Perfect Man in the Thought of Ibn
al-‘Arabi and Muhammad Iqbal: A Comprative Study” (Tesis S2., McGill University
Montreal, 1997), 5-6.
Allah tanpa menambahkan apa pun dan Ibn al-‘Arabi menyinggung
tentang dzikir yang di praktikkan oleh gurunya, Abu I-‘Abbas
al-‘Uryabi. Saya bertanya kepada guru ku “beberapa orang berdzikir
dengan kata Allah tanpa menambahkan apa pun lalu mengapa anda
tidak menambahkan la ilaha illa Allah?” Abu I-‘Abbas al-‘Uryabi
menjawab kepada ku: “Anakku, nafas ada di tangan Tuhan. Bukan
miliku. Karena itu aku takut jika Dia memanggilku kembali kepada-
Nya pada saat aku mengucapkan la ilah dan mati.” 5 Ibn al-‘Arabi
menikah dengan Maryam binti Muhammad bin Abdun bin
Abdurrahman al-Baja’I, perempuan yang sempurna secara lahir dan
batin, kemudian menetap di Sevilla dan melakukan perjalanan secara
luas ke seluruh Spanyol dan membangun hubungan baru kepada para
sufi terkemuka dan orang-orang terpelajar lainnya. Ia mengunjungi
Cordova, saat masih remaja, dan berkenalan dengan Ibn Ruysd filsuf
yang saat itu menjadi hakim kota.
5
Claude Addas, Quest for the Red Sulphur the Life of Ibn al-‘Arabi
(Cambridge, The Islamic Texts Society Golden Palm Series, 1993), 50.
6
M.M. Sharif, A History of Muslim Philosophy: With Short Accounts of
Other Disciplines and The Modern Renaissaince in Muslim Lands, (:
Kempten :Heimatverlag Gmbh, 1963, Germany) Volume I, 399.
religio-politis yang tidak baik bagi dirinya, Ibn al‘Arabi meninggalkan
negri kelahiranya Andalusia dan Afrika Utara. Di Afrika Utara, para
penguasa Muhawiddun mengancam para sufi karena mereka dicurigai
menggerakkan tarekat-tarekat untuk mengadakan perlawanan terhadap
pemerintahan pada saat itu.7
7
Mukhlisin Sa’ad, Etika Sufi Ibn al-‘Arabi, (Probolinggo: CV Mandiri,
2019), 51.
8
Mukhlisin Sa’ad, Etika Sufi Ibn al-‘Arabi, 52.
9
Muhyiddin Ibn al-srar al-Qudsiyya wa Matali’ al-Anwar al-Ilahiyya, terj.
Cecilia Twinch dan Pablo Beneito, (Oxford: Anqa Publishing 2001), 9-10.
Pada tahun 601 H/1204 M, Ibn al-‘Arabi meninggalkan
Mekkah dan melakukan perjalanan ke Baghdad di mana dia tinggal
hanya 12 hari sebelum pergi ke Mosul di Irak dan menghabiskan
beberapa waktu untuk belajar. Saat dia berada di Mosul dia bertemu
‘Abdallah b. Jami’. Dia adalah Ali b. ‘Abdullah b. Jami’, seorang
sahabat ‘Ali al-Mutawakkil dan Abu ‘Abdallali Qadib al-Ban, yang
tinggal di luar Mosul. Selama tinggal, dia juga menyusun al-Tanazzulat
al-Mawsilyyah. Kemudian pada tahun 603 H/1206 M, Ibn al-‘Arabi
pergi ke Kairo dan menghabiskan waktunya dengan kelompok-
kelompok sufi di antaranya al-Khayyat dan al-Mawruri. Tetapi orang-
orang Mesir mengkritik dan berusaha membunuhnya tetapi Syekh Abu
al-Hasan dari Bugia dating menyelamatkan Ibn al-‘Arabi. Karena
merasa tertekan, Ibn al-‘Arabi meninggalkan Mesir pada tahun 604
H/1207 M dan kembali ke Mekkah untuk melanjutkan belajar hadits
dan ia tinggal di Mekkah lebih dari setahun dan kemudian berjalan ke
utara menuju Asia kecil. Dalam perjalanan dia berhenti di Aleppo dan
ia memberikan salinan kitab al-tajalliyyat-nya.10
10
R. W. J. Austin, Sufis of Andalusia The Ruh al-quds and al-Durrat al-
fakhirah of Ibn al-‘Arabi, (New York: Routledge, 2008), Cet. I, 39-40.
al-‘Arabi di tempat mereka. Setelah tinggal cukup lama, Ibn al-‘Arabi
melanjutkan perjalanan ke utara melalui Kayseri dan Sivas menuju
Armenia, kembali ke selatan melalui Harran, untuk tiba di Baghdad
sekali pada tahun 608 H/1211 M. Dalam perjalanannya di wilayah utara
Ibn al-‘Arabi menceritakan bahwa dia melihat sungai Efrat membeku
sehingga seluruh caravan dapat dilintasi. Di Baghdad dia mengadakan
pertemuan singkat sekitar satu jam dengan penulis terkenal Ilmu
Pengetahuan Mistik (Anwarif al-m’aarif, “Umar al-Suhrawardi, yang
akhirnya Ibn al-‘Arabi di gambarkan sebagai lautan kebenaran ilahi),
dan Ibn al-‘Arabi menggambarkan Suhrawardi sebagai orang yang
penuh Sunnah.11
11
R. W. J. Austin, Ibn al-‘Arabi The Bezels of Wisdom (America: Paulist
Press, 1980), 9-10.
at-Tanzil, yang tebal 60 jilid, tepatnya di ayat ke 65 surat al-Kahfi yang
berbunyi “wa ‘allamahu min ladunna ilman” (Kami mengajarinya ilmu
dari Kami), Ibn al-‘Arabi menghembuskan nafas terakhirnya. Waktu
itu, malam Jum’at, tanggal 28 Rabiuts Tsani 638 H/16 November 1240
M. tempatnya di rumah Qadli Muhyiddin bin Az-Zanki, di Damaskus.
Jenazah Ibn al-‘Arabi di makam keluarga Qadli Muhyiddin bin Az-
Zanki di Bukit Qasiyun, di Damaskus, Suriah.12
14
Muhammad Anang Firdaus, “Wahdat al-Syuhud: Ahmad Sirhindi’s
Criticism on The Concept of Wahdat al-Wujud Ibn al-‘Arabi”, Milati, Vol 6, No. 2
(Desember 2012): 221.
15
A.E.Affifi, The Mystical Philosophy of Muhyiddin Ibn‘Arabi (London:
Cambridge At The University Press, 1939), 1.
16
Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (America: The
University of North Carolina Press Chapel Hill, 1973), 267.
itu satu. Tak ubahnya hal ini sebagaimana orang yang melihat dirinya
dalam beberapa cermin yang diletakkan di sekelilingnya.17
19
Kholid Al Walid, Filsafat Tasawuf Buku Daras (Bandung: Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat LP2M, 2020), 27-28.
20
Kholid Al Walid, Tasawuf Mulla Shadra Konsep ittihad al-‘Aqil wa al-
Maqul dalam Epistemologi Filsafat Islam dan Makrifat Ilahiyah (Bandung:
Muthahhari Press), 179-180.
menimbulkan kontraversi.21 Karya ini banyak prosa-prosa mistik yang
sangat menarik untuk dibahas, buku ini ditulis oleh Ibn al-‘Arabi,
dalam karyanya ini dia membahas 3 wanita yakni, Fakhr Nisa, Qurrah
al’Ain dan Sayyidah Nizam.22 Buku Diwan Tarjuman al-Asywaq terdiri
dari 38 halaman dan 604 bait dan terdiri dari berbagai varian nada dasar
dalam syair arab yang dikenal dengan ilmu arudh. Karya ini sangat
ditentang oleh ulama fiqh dan kalam, yang menganggap bahwa karya
ini adalah bentuk persembunyian cinta sensualnya kepada wanita
dibawah ajaran tasawuf demi melestarikan kesalehannya. Namun
hakikatnya nuansa kecintaan dan kerinduan yang ada di dalam buku
Diwan Tarjuman al-Asywaq tidak tertuju kepada seorang wanita secara
personal melainkan bentuk pujian terhadap pencipta perempuan.23
21
Mir’atun Hasanah, “Mistisisme Perempuan dalam Diwan Tarjuman al-
Asywaq Karya Ibn al-‘Arabi”. Adabiyah, Vol. 18, no.1 (2018): 83.
22
Reynold Nicholson, The Tarjuman al-Aswaq A Collection of Mystical
Odes (London: Cambidge University), 1.
23
Umratul Baroroh, “Diwan Tarjuman al-Asywaq dan Apresiasi Ibn
al-‘Arabi Pada Perempuan”. Jurnal Islamic Riview, vol. 2, no.3 (3 Desember 2013
M): 164-165.
hambatan yang akan dilalui di jalan spiritual, digambarkan dengan
deskripsi dari pengalaman penulis sendiri. Karya ini sangat penting
yang banyak membahas kehidupan awal dan perkembangan
spiritualnya.24
28
Annemarie Schimmel, Mystical Demensions of Islam, 265.
29
Michel Chodkiewicz, “The Futuhat Makkiyya and Its Commentators:
Some Unresolved Enigmas”. The Muhyiddin Ibn Arabi Society, (1999)
30
Michel Chodkiewicz, The Futuhat Makkiyya and its Commentators: Some
Unresolved Enigmas, dalam buku yang berjudul, The Heritage of Sufism The Legacy
of Medival Persian Sufism 1150-1500 Volume II, (Oxford: Oneworld Publications),
222.
malaikat, sifat jin, waktu dan peran politik, dunia, kematian dan
kebangkitan serta surga dan neraka.31
31
William Chittick, The Sufi Path of Knowledge, (New York: State
Universty of New York Press: 1989), xi.