Anda di halaman 1dari 5

Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya spatial plan adalah wujud struktur ruang dan

pola ruang disusun secara nasional, regional, dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota (RTRWK).

Pengertian tata ruang, diambil dari buku Pengantar Hukum Tata Ruang (2016) karya
Yunus Wahid, merupakan ekspresi geografis yang merupakan cermin lingkup kebijakan yang
dibuat masyarakat terkait dengan ekonomi, sosial dan kebudayaan.

Tata Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan penyelenggaraan penataan ruang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang terdapat dalam Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur Ruang adalah susunan
pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya..

Penataan ruang layanan di restaurant harus memperhatikan beberapa faktor pelayanan


yang terdiri dari jenis pelayanan, fasilitas reservasi atau pemesanan tempat duduk, ketersediaan
pembayaran dengan kartu kedit, tersedianya pilihan ukuran porsi, akses terhadap informasi
kesehatan, dan ketersediaan kursi untuk balita (high chairs). Selain itu faktor kebersihan dan
higienitas sangat mempengaruhi terdahadap daya tarik konsumen. Penataan ruang agar
memberikan atmosfir/suasana yang baik juga sangat mempengaruhi kenyamanan konsumen.
Terdiri dari desain, dekorasi, pencahayaan, pengaturan suhu udara, furnishing, tingkat kegaduhan
(noise level), perilaku tamu-tamu yang ada di restoran, dan perilaku karyawan. Atmosfer dalam
operasional makanan dan minuman dapat dibagi atas atmosfer yang dilihat, yang didengar,
disentuh, dirasakan, dan yang dibaui.

Sebuah restoran dalam memenuhi kebutuhan konsumen harus menyediakan fasilitas


penunjang dan pelayanan yang baik agar konsumen memperoleh kepuasan dan akan membuat
restoran mendapatkan penilaian yang baik. Penataan ruang dalam pasal 1 angka 3 Undang-
Undang no 26 tahun 2007 adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Ma’Arif & Tanjung, dalam Ibrahim,
Mananeke, & Soepono, (2018), Penataan tata letak (layout) ruangan harus disusun dan dirancang
sedemikian rupa agar ruangan berfungsi dengan baik sehingga tidak ada ruangan yang berfungsi
untuk tempat yang tidak berguna.Dengan demikian tata letak dan design interior yang menarik
pada sebuah restoran juga dapat menambah daya tarik bagi konsumen karena setiap individu
yang melakukan kunjungan pada sebuah restoran mendapatkan suasana yang berbeda pada saat
berkunjung, sehingga dapat dijadikan tujuan untuk berkumpul oleh keluarga ataupun teman dan
dapat menambah keinginan konsumen untuk dapat kembali lagi ke restoran tersebut

Dalam penciptaan ruang dalam arsitektur dibutuhkan sebuah pemrograman yang


didalamnya terdapat beberapa syarat-syarat dan pendekatan ruang kegiatan, yang didasarkan atas
kegunaan ruang tersebut atau kecocokannya dengan tapak yang bersangkutan. Program akan
memperlihatkan bentuk-bentuk dan ukuran ruang, siapa yang menggunakan ruang dan untuk
berapa lama, dan setiap perlengkapan khusus atau kontrol lingkungan. Program tersebut
mungkin secara implisit atau eksplisit mengekspresikan tatanan sosial dari organisasi yang
ditempatkan atau arus manusia dan bahan-bahan. Hubungan ini dinyatakan secara implisist
melalui syarat-syarat kedekatan dan harus secara eksplisist diuji oleh pengguna ruang. Hubungan
tersebut menjadi dasar bagi hirarki yang akan diekspresikan dalam bangunan, fasilitas-fasilitas
ini mengehendaki keluwesan dan fungsionalitas yang luar biasa agar dapat se efektif yang
seharusnya.Bagi restoran, penataan ruangan menjadi faktor mendasar terbentuknya suatu
pencitraan yang dapat mendukung karya dan dapat menarik pengunjung ataupun sebaliknya.

Dalam merancang penataan ruang di restoran mitigasi bencana dijadikan sebagai


landasan rancangan dalam pembagunan. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Secara yuridis, penataan ruang berbasis mitigasi
bencana telah diakomodir dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 24/1992, yang
kemudian direvisi menjadi No. 26/2007. Dalam UUPR dijelaskan, Pemerintah Daerah, baik
provinsi maupun kabupaten/kota harus menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang
mengatur secara teknis dan detail peruntukan ruang sebagai upaya meminimalisasi terjadinya
bencana oleh alam dan manusia secara komprehensif dan bersinergi antar wilayah yang
berdekatan

Beberapa bentuk mitigasi bencana yang berkaitan dengan penataan ruang di restoran
diantaranya yaitu:

(1) menentukan lokasi restoran di tempat yang aman (tidak rawan bencana),

(2) membuat bagunan yang kokoh dan tahan terhadap bencana,

(3) rancangan bangunan didasarkan pada hasil penelitian dan pengembangan,

(4) memperhatikan penataan ruangan yang aman terhadap bencana,

(5) menyediakan peralatan penanggulangan bencana,

(6) membuat jalur evakuasi yang cukup luas untuk lalu Lalang orang,

(7) menyediakan titik kumpul di ruang gedung.

Penerapan mitigasi bencana masih belum banyak di terapkan di beberapa restoran, tidak sedikit
restoran yang masih mementingkan estetika dibandingkan dengan keselamatan pengunjung.
Padahal dampak bencana tidak hanya mengakibatkan kerugian pada dimensi manusia saja
namun juga pada lingkungan alami setempat. Kondisi lingkungan dapat memperparah dampak
bencana dan sebaliknya Beberapa restoran belum memperhatikan perihal pentingnya penerapan
mitigasi bencana karena apabila tidak diperhatikann akan membahayakan pengunjung
tidak.Restaoran setidaknya memiliki jalur evakuasi, jalur lalu lintas orang,menyediakan peralatan
penanggulangan bencana, dan menyediakan titik kumpul darurat yang aman.

Penerapan ergonomic dan anthropometri di restoran biasanya diterapkan pada pemilihan


dan pembuatan alat serta furnitur yang digunakan oleh tamu maupun karyawan di lingkungan
restoran. Peralatan dan furniture yang digunakan disesuaikan dengan ukuran tubuh manusia pada
umumnya. Dalam International Ergonomis Association dijelaskan istilah ergonomi berasal dari
bahasa Latin yaitu “ergon” (kerja) dan “nomos” (hukum alam), dan dapat didefinisikan sebagai
studi tentang aspekaspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Ergonomi berkenaan pula
dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di
rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia,
fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan
suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi merupakan studi tentang aspek-aspek manusia di
dalam lingkungan kerja, dimana suatu fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi satu
sama lain. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan
dengan pengukuran dimensi manusia. Antropometri adalah ilmu yang secara khusus mempelajari
tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap
individu ataupun kelompok dan lain sebagainya.

Adapun ukuran atau dimensi furniture restoran sesuai dengan ergonomic dan anthropometri
diantaranya yaitu; (1) Ukuran meja makan: P = 800 mm L = 625 mm T = 730 mm, (2) Ukuran
kursi makan: Tinggi dudukan = 43-46 cm, dalam dudukan = 45 cm, lebar dudukan = 45 cm,
tinggi kursi = 75-85 cm, kemiringan = 95-100°, (3) Ukuran salad bar: P = 160-170 cm L = 100
cm, (4) Ukuran wastafel: P = 71,1-76,2 cm L = 53,3-66 cm T = 81,3-109,2 cm, (5) Ukuran kursi
tunggu: dalam dudukan = 45cm Tinggi dudukan = 43-46cm, (6) Ukuran meja kasir: lebar = 66-
81,3cm tinggi (sisi pengunjung) = 106,7cm. Penerapan ergonomi yang sesuai kaidah atau
ergositting pada perancangan furnitur bukan saja agar bisa membuat desain yang fungsional saja,
akan tetapi juga akan menghasilkan rancangan furnitur yang sehat, aman, dan juga nyaman.

Penerapan ergonomic dan anthropometri sudah banyak di terapkan di berbagai restoran.


Namun, pemilihan furniture juga disesuaikan dengan kebutuhan restoran, dan disesuaikan
dengan konsep setiap restoran contohnya restoran yang nyaman untuk keluarga atau hanya untuk
dinner

Berdasarkan penjelasan diatas kesimpulannya adalah penataan ruang,mitgasi ergonomic


dan anthopomteri semuanya saling berkaitan satu sama lain,pasalnya setiap restoran harus
memiliki penataan ruang yang nyaman,dengan memperhatikan faktor tentang pentingnya
mitigasi bencana agar pengunjung merasa aman dan memperhatikan kesan ergonomic fan
anthropometri .

Sumber

Bagus, O. P., Budiharti, N., & Sumanto. (2019). Perancangan Mesin Pembuat Minuman Kopi
yang Otomatis dengan Pengukuran Antropometri. Thesis, Institut Teknologi Nasional Malang.

Ibrahim, M., & Soepeno, L. M. (2018). Analisis Tata Letak Ruang Dan Fungsionalitas Restoran
Rumah Kopi Billy Terhadap Kepuasan Pelanggan. EMBA Vol.6 No.2, 3573-3582.

Kurniawan, A. N., Muttaqien, T. Z., & Pujiraharjo, Y. (2018). Perancangan Produk Meja Dan
Kursi Pinisi Resto, Situ Patenggang, Berdasarkan Pendekatan Aspek Ergonomi Dan
Antropometri Manusia. e-Proceeding of Art & Design : Vol.5, No.3, 3960-3967.

Kusnaedi, I., Desrio, M., & Agustanu, F. R. (2013). Tinjauan Komponen dan Elemen Interior
pada Restoran (Studi kasus Dinding Masif Solaria PVJ & BEC Bandung) . Jurnal Rekajiva, No.1
Vol.1 , 1-8.

Tanudireja, O., & Solahuddin, M. (2013). Ergonomi Ditinjau dari Antropometri pada Ergonomi
Ditinjau dari Antropometri pada . JURNAL INTRA Vol. 1, No. 2, 1-8..

Anda mungkin juga menyukai