Anda di halaman 1dari 98

TESIS

KORELASI ANTARA USIA SAAT PRESENTASI, SKOR PIRANI AWAL, DAN SKOR
DIMEGLIO AWAL DENGAN JUMLAH GIPS SIRKULER YANG DIPERLUKAN UNTUK
MENGOREKSI CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS DENGAN METODE PONSETI:
STUDI RETROSPEKTIF ANALITIK

THE CORRELATION BETWEEN AGE AT PRESENTATION, INITIAL PIRANI SCORE, AND


DIMEGLIO SCORE WITH TOTAL NUMBER OF CASTS REQUIRED TO CORRECT
CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS WITH PONSETI METHOD: AN ANALYTIC
RETROSPECTIVE STUDY

YOHANNES TOBAN LAYUK ALLO

Pembimbing:

Dr. dr. Muhammad Sakti, Sp.OT(K)


dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D, Sp.OT(K)
Dr. dr. Arifin Seweng, MPH

PRIMGRAM PENDIDIKAN MAGISTER


BIDANG ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KORELASI ANTARA USIA SAAT PRESENTASI, SKOR PIRANI AWAL, DAN SKOR
DIMEGLIO AWAL DENGAN JUMLAH GIPS SIRKULER YANG DIPERLUKAN UNTUK
MENGOREKSI CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS DENGAN METODE PONSETI:
STUDI RETROSPEKTIF ANALITIK

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
Magister

Program Studi Ilmu Biomedik

Disusun dan diajukan Oleh

YOHANNES TOBAN LAYUK ALLO

Kepada

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER


BIDANG ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

2
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : YOHANNES TOBAN LAYUK ALLO


No.Stambuk : P1507213169
Program Studi : Biomedik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan

hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang

lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan

tesis ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, Desember 2018

Yang menyatakan

YOHANNES TOBAN LAYUK ALLO

3
PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan

karunia-Nya sehingga tesis ini dapat saya selesaikan dengan baik.

Tesis ini disusun sebagai persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Biomedik di

Universitas Hasanuddin Makassar.

Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan

masukan sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih saya juga

kepada :

1. Tuhan yang maha esa atas karunia-NYA, saya diberi jalan untuk hidup mendapat

kesempatan mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi dan

Program Biomedik di Universitas Hasanuddin, Makassar.

2. Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas

Hasanuddin ; Dr. dr. Hj. A. Mardiah Tahir, Sp.OG(K) selaku Ketua Program Studi

Biomedik Universitas Hasanuddin, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi dan Program

Biomedik di Universitas Hasanuddin, Makassar.

3. dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D, SpOT (K), Kepala bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin ; Dr. dr. M. Sakti, SpOT (K), Ketua Program Studi

Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, beserta seluruh

jajaran staf bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

atas kesediaanya untuk menerima, mendidik, membimbing, dan memberikan nasehat yang

sangat berharga selama mengikuti Pendidikan Spesialis Ortopedi dan Traumatologi

i
4. Dr. dr. Muhammad Sakti, Sp.OT(K), dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D, Sp.OT(K), Dr. dr. Arifin

Seweng, MPH, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing

saya dari perencanaan sampai penyelesaian penulisan tesis ini.

5. Direktur dan Staf RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, atas segala bantuan, fasilitas

dan kerjasamanya selama saya mengikuti pendidikan.

6. Semua teman sejawat, para peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I bagian Ilmu

ortopedi dan Traumatologi FK Unhas, dan rekan-rekan sejawat magister ilmu biomedik atas

bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti pendidikan bersama-sama.

7. Semua pasien penelitian saya atas kesabaran dan kerjasamanya selama mengikuti proses

penelitian ini.

8. Para pegawai dan semua perawat di Bagian Ortopedi dan Traumatologi FK Unhas / RSUP

dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar

9. Ayah, ibu, dan istri tercinta serta saudara-saudaraku atas segala dukungan dan doanya untuk

keberhasilan saya selama mengikuti pendidikan.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan permintaan maaf atas segala

kesalahan yang saya perbuat baik dalam ucapan dan penulisan yang tidak berkenan kepada

semua pihak selama saya mengikuti pendidikan ini.

Makassar, 22 November 2018

Yohannes Toban Layuk All0

ii
ABSTRAK

Korelasi Antara Usia Saat Presentasi, Skor Pirani Awal, dan Skor Dimeglio
Awal dengan Jumlah Gips Sirkuler yang Diperlukan untuk Mengoreksi
Congenital Talipes Equinovarus dengan Metode Ponseti: Studi Retrospektif
Analitik
Yohannes Toban Layuk Allo

Pendahuluan. Metode Ponseti merupakan teknik yang efektif untuk menangani


Congenital Talipes Equinovarus (CTEV), yang meliputi manipulasi dan
pemasangan gips sirkuler secara serial untuk mengoreksi deformitas. Kami
meneliti korelasi antara jumlah gips sirkuler dengan usia pasien saat presentasi,
skor Pirani awal, dan skor Dimeglio awal.
Metode. Studi ini bersifat retrospektif-analitik terhadap pasien CTEV yang
ditangani dengan metode Ponseti di institusi kami. Data usia pasien saat
presentasi, jumlah gips sirkuler, skor Pirani awal, dan skor Dimeglio awal
diperoleh dari rekam medis pasien, serta dianalisa menggunakan Uji Korelasi
Pearson dan Uji Regresi Linear Berganda. Hasil dinyatakan signifikan apabila
nilai P < 0.05.
Hasil dan pembahasan.Terdapat 39 pasien (65 kaki) yang diikutkan dalam
penelitian ini. Rata-rata usia pasien adalah 8,7 (rentang 0,25 - 36) bulan, skor
Pirani 4,63 (rentang 2,5 - 5,5), skor Dimeglio 12,88 (rentang 8 - 18), serta rata-
rata jumlah gips sirkuler adalah 6 (rentang 3 - 9). Analisa masing-masing variabel
dengan Uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa usia (r = +0,432), skor Pirani (r
= +0,355), dan skor Dimeglio (r = +0,797) memiki korelasi positif yang
signifikan tehadap jumlah gips sirkuler (nilai P = 0.000, 0.004, dan 0.000).
Analisa lanjutan dengan 3 tahap Uji Regresi Linear Berganda menemukan bahwa
hanya skor Dimeglio yang memiliki korelasi yang signifikan (r = +0,797; P =
0.000), dengan persamaan regresi linier: jumlah gips sirkuler = -0,673 + 0,506 x
skor Dimeglio awal (r2 = 0.629).
Kesimpulan. Jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi CTEV
berkorelasi positif lemah dengan usia saat presentasi dan skor Pirani awal, dan
berkorelasi positif kuat dengan skor Dimeglio awal. Skor Dimeglio merupakan
prediktor yang paling signifikan dengan angka variabilitas 62%.

Kata Kunci: CTEV, metode Ponseti, usia, skor Pirani, skor Dimeglio

i
ii

ABSTRACT

The Correlation Between Age at Presentation, Initial Pirani Score, and Initial
Dimeglio Score with Total Number of Casts Required to Correct Congenital
Talipes Equinovarus with Ponseti Method: an Analytic Retrospective Study
Yohannes Toban Layuk Allo

Introduction. The Ponseti method is an effective technique for treating


Congenital Talipes Equinovarus (CTEV), which involves serial casting to correct
the deformity. We investigated the correlation of the number of casts with
patient’s age at presentation, initial Pirani score and Dimeglio score.
Method. This was an analytic retrospective study of CTEV patients treated with
Ponseti method in our institution. Variables of initial Pirani score, Dimeglio
score, age at presentation, and the number of casts to achieve correction were
collected from patient’s medical record. The data obtained were subjected to
statistical analysis using Pearson’s Correlation test and Multiple Linear
Regression test. Significant result were drawn at P value < 0.05.
Result and discussion.There were a total of 39 children (65 feet) in this study.
The average age was 8,7 (range 2,5 to 5,5) months, Pirani score was 4,63 (range
2,5 to 5,5), Dimeglio score was 12,88 (range 8 to 18), and the average number of
casts was six (range 3 to 9). When tested separately, Pearson’s Correlation test
showed that age (r = +0,432), Pirani score (r = +0,355), and Dimeglio score (r
= +0,797) had positive significant correlation with number of casts (P = 0.000,
0.004, and 0.000, respectively). Further analysis using 3 steps of Multiple Linear
Regression test found that Dimeglio score has the most significant correlation (r
= +0,797; P = 0.000), with given linear regression equation: number of casts =
-0,673 + 0,506 x Dimeglio score (r2 = 0.629).
Conclusion. The total number of casts required to correct CTEV had weak
positive correlation with age at presentation and initial Pirani score, and strong
positive correlation with initial Dimeglio score. Dimeglio score is the most
significant predictor with 62% of variability.

Keywords: CTEV, Ponseti method, age, Pirani score, Dimeglio score

ii
iii

DAFTAR ISI

PRAKATA...............................................................................................................i

ABSTRAK..............................................................................................................ii

ABSTRACT............................................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii

DAFTAR GRAFIK.............................................................................................viii

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL.................................................................................................ix

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x

BAB I.PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................3

1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................................4

1.4. Kegunaan Penelitian..........................................................................................5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

iii
iv

2.1. Kajian Pustaka...................................................................................................6

2.1.1 Congenital talipes equinovarus...............................................................6

2.1.2 Metode Ponseti.......................................................................................16

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi jumlah gips sirkuler...................................25

2.2 Kerangka Pemikiran.........................................................................................31

2.2.1 Kerangka Teori......................................................................................31

2.2.2 Kerangka Konsep...................................................................................32

2.3 Hipotesis ..........................................................................................................32

BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN............... ............................34

3.1. Subjek Penelitian.............................................................................................34

3.1.1.Populasi penelitian.................................................................................34

3.1.2. Sampel penelitian..................................................................................34

3.1.3. Kriteria inklusi......................................................................................35

3.1.4. Kriteria eksklusi....................................................................................35

3.2. Metode Penelitian............................................................................................35

3.2.1. Tempat Penelitian.................................................................................35

3.2.2. Waktu Penelitian...................................................................................36

3.2.3. Alur Penelitian......................................................................................36

3.3. Teknik pengumpulan data...............................................................................36

3.4 Variabel penelitian...........................................................................................36

3.4.1 Variabel independen...............................................................................37

3.4.2 Variabel dependen..................................................................................37

3.4.3 Variabel perancu....................................................................................37

iv
v

3.5. Definisi Operasional........................................................................................38

3.6 Pengolahan data dan Analisa Statistik.............................................................38

3.7 Aspek Etik Penelitian.......................................................................................39

3.8 Keterbatasan Penelitian....................................................................................39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................40

4.1 Hasil penelitian ...............................................................................................40

4.1.2. Karakteristik sampel.............................................................................40

4.1.2.1. Jenis kaki............................................................................................40

4.1.2.2 Jenis kelamin.......................................................................................42

4.1.2.3 Usia saat presentasi...................................... .......................................43

4.1.2.4 Skor Pirani awal........................................... .......................................45

4.1.2.5 Skor Dimeglio awal........................................ ....................................47

4.1.2.6 Jumlah gips sirkuler........................................ ....................................48

4.2 Pembuktian Hipotesis.......................................................................................50

4.2.1 Hasil Uji Korelasi Pearson....................................................................50

4.2.2 Hasil Uji Regresi Linier Berganda........................................................52

4.3 Pembahasan................. ...................................................................................54

4.3.1 Pemilihan sampel..................................................................................54

4.3.2 Korelasi antara usia dan jumlah gips sirkuler.......................................56

4.3.3Korelasi antara skor Pirani awal dan skor Dimeglio awal dengan jumlah

gips sirkuler................................................................................................60

4.3.4 Analisa multivarian...............................................................................62

4.3.5 Kekuatan penelitian...............................................................................65

v
vi

4.3.6 Keterbatasan penelitian.........................................................................66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan......................................................................................................68

5.2 Saran ...........................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................70

LAMPIRAN..........................................................................................................71

vi
vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar2.1 Komponen penilaian skor Pirani ...................................................12

Gambar 2.2 Skoring penilaian berdasarkan Pirani.............................................13

Gambar 2.3 Komponen penilaian skor Dimeglio...............................................14

Gambar 2.4 Indikator penilaian skor Dimeglio.................................................15

Gambar 2.5 Klasifikasi berdasarkan skor Dimeglio...........................................15

Gambar 2.6 Deformitas cavus pada CTEV.......................................................18

Gambar 2.7 Koreksi cavus..............................................................................19

Gambar 2.8 Posisi talar head, navicular, dan calcaneus....................................20

Gambar 2.9 Posisi kaki setelah pemasangan gips..............................................22

Gambar 2.10 Foot-abduction orthosis (Dennis-Brown shoes)............................24

Gambar 4.1 Hubungan antara usia dengan jumlah gips.....................................50

Gambar 4.2 Hubungan antara skor Pirani dengan jumlah gips............................51

Gambar 4.3 Hubungan antara skor Dimegliodengan jumlah gips.........................52

vii
viii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Distribusi pasien berdasarkan keterlibatan kaki..................................41

Grafik 4.2 Persentase pasien berdasarkan keterlibatan kaki................................41

Grafik 4.3 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin......................................42

Grafik 4.4 Persentase pasien berdasarkan jenis kelamin.....................................42

Grafik 4.5 Distribusi pasien berdasarkan usia...................................................44

Grafik 4.6 Persentase pasien berdasarkan usia..................................................44

Grafik 4.7 Distribusi jumlah kaki berdasarkan skor Pirani.................................46

Grafik 4.8 Persentase jumlah kaki berdasarkan skor Pirani................................46

Grafik 4.9 Distribusi jumlah kaki berdasarkan skor Dimeglio.............................47

Grafik 4.10 Persentase jumlah kaki berdasarkan skor Dimeglio..........................48

Grafik 4.11 Distribusi jumlah kaki berdasarkan jumlah gips sirkuler...................49

Grafik 4.12 Persentase jumlah kaki berdasarkan jumlah gips sirkuler.................49

viii
ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sebaran jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin................................43

Tabel 4.2 Sebaran sampel berdasarkan usia, jenis kelamin, dan kaki....................45

Tabel 4.3 Sebaran statistik skor Pirani, skor Dimeglio, dan jumlah gips..............50

Tabel 4.4 Korelasi usia, skor Pirani, skor Dimeglio denganjumlah gips..............52

Tabel 4.5 Hasil analisa multivariat yang berhubungan dengan jumlah gips..........53

ix
x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data sheet 39

Lampiran 2 Pengukuran ROM 40

Lampiran 3. Data hasil pengukuran. 41

Lampiran 4 Hasil Analisa statistik

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Congenital Talipes equinovarus(CTEV)merupakan salah satu kondisi

defek kongenital pada sistem muskuloskeletal yang paling sering ditemukan,

dengan angka insidensi berkisar antara 0.9 hingga 7 kasus per 1000 kelahiran

hidup. Deformitas pada CTEV tidak dapat dapat hilang dengan sendirinya,

dimana apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat maka akan

menyebabkan perburukan hingga pasien dewasa, serta menimbulkan efek-efek

samping seperti nyeri dan gangguan fungsi jangka panjang.1,2

Tujuan dari penanganan CTEV adalah untuk memperoleh kaki yang

berfungsi, bebas nyeri, dan baik secara kosmetik bagi pasien. Klasifikasi

deformitas CTEV merupakan salah satu faktor penting untuk evaluasi sebelum

terapi, sekaligus berguna dalam evaluasi progresivitas terapi. Saat ini, terdapat

dua sistemklasifikasi CTEV yang telah diterima secara universal, yakni klasifikasi

Pirani dan klasifikasi Dimeglio. Keduanya memiliki angka reliabilitas intra-

observer dan inter-observer yang tinggi, relevansi klinis yang baik, serta dapat

dengan mudah diaplikasikan di dalam praktik klinis.2,3,4

Selama beberapa dekade awal, para ahli bedah melakukan berbagai

metode pembedahan pada pasien CTEV untuk mengembalikan bentuk anatomi

kaki yang normal, namun hasil-hasil jangka panjang memperlihatkan bahwa

1
2

tindakan operasi menimbulkan banyak komplikasi bagi pasien, antara lain nyeri

dan kekakuan. Metode penanganan CTEV saat ini telah berpaling dari metode

operatif ke arah terapi konservatif.1,3,4

Metode Ponseti untuk penanganan CTEV telah diakui di seluruh dunia

sebagai suatu metode yang efektif, dapat dilakukan di mana saja, serta merupakan

teknik yang hemat biaya, dimana pada tahun 2014 sebanyak 113 dari 193 negara-

negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa telah mengadopsi metode ini. Metode

Ponseti meliputi teknik manipulasi dan pemasangan gips sirkuler secara serial

hingga tercapai koreksi awal yang diinginkan, yang kemudian diikuti dengan

tenotomi tendon Achiles dan penggunaan ortosis untuk mempertahankan koreksi

yang telah berhasil dicapai, sekaligus mencegah terjadinya rekurensi deformitas.5,6

Salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh orangtua pasien

adalah berapa kali pemasangan gips sirkuler yang diperlukan untuk dapat

mengoreksi deformitas CTEV. Pemberian informasi dan edukasi yang adekuat

kepada orangtua pasien merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan

kepatuhan terapi. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mempelajari adanya

korelasi antara skor Pirani ataupun skor Dimeglio awal terhadap jumlah gips

sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi deformitas, namun oleh karena hasil

yang berkontradiksi maka hingga saat ini belum terdapat konsensus terkait hal

tersebut.2,6,7

Penerapan metode Ponseti yang semakin luas dan mencakup pula pasien-

pasien CTEV dengan usia lebih tua pun menimbulkan pertanyaan bahwa apakah

usia pasien saat pertama kali mendapatkan penanganan juga merupakan salah satu

2
3

faktor yang mempengaruhi hasil terapi. Sejauh mana hubungan antara usia dan

jumlah pemasangan gips sirkuler yang diperlukan untuk mencapai koreksi

merupakan salah satu subyek penelitian yang belum memberikan kesimpulan

umum.6,7

Jumlah pemasangan gips sirkuler memiliki pengaruh langsung terhadap

jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan, durasi penanganan, serta biaya yang

diperlukan untuk terapi. Faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan aspek

motivasi dan finansial terutama pada negara-negara berkembang, termasuk

Indonesia yang merupakan salah satu negara yang telah mengadopsi metode

Ponseti sebagai teknik penanganan pasien-pasien CTEV.

Pada penelitian ini, kami secara retrospektif menyelidiki hubungan antara

jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi deformitas CTEV dengan:

skor Pirani awal sebelum terapi, skor Dimeglio awal sebelum terapi, serta usia

pasien saat presentasi. Apabila ditemukan perbedaan di antara faktor-faktor

tersebut, maka akan ditinjau apakah terdapat korelasi di antaranya, dan seberapa

signifikan korelasi tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1) Apakah terdapat korelasi antara usia saat presentasi dengan jumlah gips

sirkuleryang diperlukan untuk mengoreksicongenital talipes equino varus

dengan metode Ponseti ?

3
4

2) Apakah terdapat korelasi antara skor Pirani awal dengan jumlah gips

sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksicongenital talipes equino varus

dengan metode Ponseti ?

3) Apakah terdapat korelasi antara skor Dimeglio awal dengan jumlah gips

sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksicongenital talipes equino varus

dengan metode Ponseti ?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi jumlah pemasangan gips sirkuleryang diperlukan untuk

mencapai koreksi congenital talipes euino varus dengan metode Ponseti.

1.3.2.Tujuan Khusus

1) Mengetahui korelasi antara usia saat presentasi dengan jumlah gips

sirkuleryang diperlukan untuk mengoreksi congenital talipes equino varus

dengan metode Ponseti.

2) Mengetahui korelasi antara skor Pirani awal dengan jumlahgips sirkuleryang

diperlukan untuk mengoreksicongenital talipes equino varus dengan metode

Ponseti.

3) Mengetahui korelasi antara skor Dimeglio awal dengan jumlah gips

sirkuleryang diperlukan untuk mengoreksicongenital talipes equino varus

dengan metode Ponseti.

4
5

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Memberikan informasi ilmiah mengenai faktor-faktor yang berkorelasi

dengan jumlah pemasangan gips sirkuleryang diperlukan untuk mencapai koreksi

awal congenital talipes euino varus dengan metode Ponseti.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Memberikan data sebagai dasar untuk melakukan informed consent kepada

orangtua pasien congenital talipes equino varus.

2) Memberikan data untuk menyusun panduan praktik klinis penanganan pasien

congenital talipes equino varus.

3) Memberikan data untuk estimasi biaya yang diperlukan untuk penanganan

pasien congenital talipes equino varus.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Congenital Talipes Equinovarus

1) Definisi

Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) merupakan suatu kondisi

defek kongenital pada bayi baru lahir yang ditandai dengan adanya deformitas

pada kaki berupa cavus, adducus, varus, dan equinus. Deformitas tersebut

dapat mengenai salah satu atau kedua kaki pasien.1,8

2)Etiologi

Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) bukanlah merupakan kondisi

yang disebabkan oleh malformasi embrionik. Penyebab dari CTEV hingga saat

ini belum dapat diketahui secara pasti. Perkembangan kaki yang normal

menjadi CTEV berlangsung pada trimester kedua dari kehamilan.1,8

Sejumlah teori telah diajukan sebagai faktor yang mendasari terjadinya

CTEV, meliputi faktor vaskuler, genetik, anatomik, lingkungan, serta posisi

janin di dalam uterus. Hingga saat ini masih terdapat perdebatan mengenai

apakah faktor neuromuskuler berperan di dalam proses perkembangan CTEV.

Beberapa penelitian menemukan adanya abnormalitas ultrastruktural dan

6
7

intraseluler pada sampel otot pasien CTEV, namun penelitian lainnya tidak

menemukan hal yang serupa.1

Salah satu penelitian mengamati adanya delesi pada kromosom 2

(2q31-33), yang terkait dengan gen CASP10 pada pasien-pasien CTEV. Gen

tersebut mengkode protein-protein yang berperan sebagai regulator proses

apoptosis, yang secara khusus berperan penting selama proses perkembangan

janin. Sebagian besar penelitian terkait populasi, keluarga, dan bayi kembar

memperlihatkan adanya faktor komponen genetik, namun dengan pola

pewarisan yang tidak khas. Peningkatan angka insidensi ditemukan pada

kembar monozigotik, jika dibandingkan dengan kembar dizigotik.1

Beberapa faktor lainnya yang dikaitkan dengan kondisi ini meliputi

amniosentesis, gangguan tiroid, vaksinasi campak pada trimester pertama,

penggunaan preparat salisilat oleh ibu pada trimester pertama kehamilan, dan

paparan prenatal terhadap barbiturat.1

3) Epidemiologi

Congenital talipes equinovarus ditemukan sebanyak 1.2 kasus per 1000

kelahiran hidup di Eropa,dimana dua kali lebih banyak ditemukan pada laki-

laki. Adanya riwayat keluarga dengan kondisi serupa meningkatkan resiko

secara signifikan jika dibandingkan dengan populasi umum. Saudara dari

seorang pasien CTEV memiliki resiko 2%-4% akan mengalami kondisi serupa.

Apabila seorang anak dan seorang anggota keluarga lainnya, atau kedua

orangtua, mengalami CTEV, maka resiko anak lainnya meningkat sebanyak

7
8

10% hingga 20%. Semakin banyak anggota keluarga yang mengalami kondisi

serupa, maka semakin tinggi resiko kondisi tersebut terjadi pada saudara

lainnya.1

Pada 20% kasus, CTEV diasosiasikan dengan abnormalitas kongenital

lainnya. Spina bifida ditemukan pada 4.4% pasien, cerebral palsy pada 1.9%

pasien, artrogrifosis pada 0.9% pasien, dan berbagai defek neuromuskuler

lainnya pada 7.7% pasien.1

4) Patoanatomi

Abnormalitas anatomik yang terjadi pada kaki pasien CTEV meliputi

malposisi tulang-tulang tarsal, atrofi otot betis, serta pemendekan kaki. Bentuk

sendi-sendi tarsal menalami perubahan relatif terhadap posisi tulang-tulang

tarsal. Forefoot berada pada posisi pronasi, menyebabkan arkus plantar

menjadi semakin konkaf (cavus). Peningkatan fleksi tulang-tulang metatarsal

ditemukan pada arah lateromedial.1,8

Pada kondisi CTEV, tampaknya terdapat gaya tarikan yang berlebihan

oleh otot tibialis posterior, kompleks gastrosoleus, tibialis anterior, dan fleksor

digitorum longus. Otot-otot tersebut berukuran lebih kecil dan lebih pendek

dibandingkan dengan yang terdapat pada kaki normal. Pada ujung distal dari

otot gastrosoleus, terdapat peningkatan jumlah jaringan konektif yang kaya

akan kolagen, yang seratnya cenderung menyebar ke dalam tendon Achilles

dan fasia profundus.8

8
9

Ligamen-ligamen pada sisi posterior dan medial dari sendi-sendi

pergelangan kaki dan tarsal sangatlah tebal dan tegang, sehingga

mempertahankan kaki dalam posisi equinus, dimana navicular dan kalkaneus

berada dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran otot-otot tungkai berbanding

terbalik dengan tingkat keparahan deformitas CTEV. Pada kondisi yang paling

berat, otot gastrosoleus terlihat sebagai otot yang berukuran kecil pada daerah

sepertiga proksimal dari betis. Sinstesis kolagen yang berlebihan pada ligamen-

ligamen, tendon-tendon, dan otot-otot dapat berlangsung hingga anak berusia 3

atau 4 tahun, serta dapat menjadi penyebab terjadinya relaps.8

Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat adanya peningkatan serat-serat

kolagen dan sel pada ligamen pasien neonatus. Bundel serabut kolagen

menampilkan pola bergelombang yang dikenal sebagai “crimp”. Crimp

tersebut memungkinkan ligament untuk mengalami peregangan. Peregangan

yang dilakukan secara berhati-hati pada bayi tidak akan menimbulkan dampak

negatif. Crimp akan tampak kembali beberapa hari kemudian, sehingga

memungkinkan untuk dilakukan peregangan lebih lanjut. Itulah mengapa

koreksi manual terhadap deformitas ini dapat dilakukan.8

Deformitas CTEV sebagian besar terjadi pada tulang-tulang tarsal.

Tulamg-tulang tarsal, yang sebagian besar merupakan kartilago, berada pada

posisi yang paling fleksi, adduksi, dan inversi. Talus berada dalam posisi yang

sangat plantarfleksi, dimana bagian leher talus terdefleksi ke arah medial dan

plantar, mendekati malleolus medial, serta berartikulasi dengan permukaan

medial dari head talus. Calcaneus ter-adduksi dan inversi di bawah talus.8

9
10

Pada CTEV, sisi anterior dari calcaneus berada di balik talar head.

Posisi ini menyebabkan deformitas varus dan ekuinus dari heel. Upaya untuk

mendorong calcaneus ke arah eversi tanpa melakukan abduksi sebelumnya

akan menyebabkan penekanan calcaneus terhadap talus, dan tidak akan

mengoreksi heel varus. Abduksi dari calcaneus hingga mencapai posisi yang

normal terhadap talus akan mengoreksi deformitas heel varus pada CTEV.8

5)Klasifikasi

Evaluasi yang terstruktur terhadap kaki pasien CTEV merupakan poin

yang esensial untuk menilai tingkat keparahan deformitas secara akurat dan

konsisten sebelum dimulainya penanganan, sekaligus untuk mengevaluasi

perkembangannya. Penilaian radiologis dari kaki bayi sulit untuk

diinterpretasikan, sehingga pemeriksaan klinis masih merupakan metode

penilaian yang paling optimal. Terdapat banyak sistem klasifikasi yang

diajukan untuk mengevaluasi kondisi ini. Sistem klasifikasi yang ideal haruslah

terercaya dan mudah untuk diulangi, cukup praktis untuk digunakan dalam

situasi klinis, serta dapat memprediksi penanganan yang tepat pada tahap

awal.3,4,9

Flynn et almenginvestigasi sistem klasifikasi CTEV yang

dikembangkan oleh Pirani dan Dimeglio, dengan tujuan untuk menilai

reliabilitas dan reprodusibilitasnya. Mereka menemukan bahwa kedua sistem

klasifikasi tersebut memiliki reliabilitas inter-observer dan reprodusibilitas

10
11

yang sangat baik, serta memperlihatkan bahwa keduanya dapat diaplikasikan

pada praktik klinis.4,9

(1) Skor Pirani

Pirani mengembangkan sebuah metode yang valid untuk menilai secara

klinis tingkat deformitas pada pasien-pasien dengan CTEV. Sistem klasifikasi

ini juga memungkinkan para dokter untuk mengetahui respon pasien terhadap

penanganan yang diberikan, untuk mengetahui indikasi dilakukannya tenotomi,

serta untuk meyakinkan orangtua pasien terkait perkembangan pasien10.

Sistem skoring dari Pirani menilai enam komponen deformitas pada

CTEV, yang terbagi menjadi dua kelompok yakni Midfoot Score dan Hindfoot

Score. Masing-masing komponen mendapai skor 0, 0,5, atau 1, yang diberikan

berdasarkan prinsip berikut: 0: tidak ada abnormalitas; 0.5: abnormalitas

moderat; 1: abnormalitas berat. Berdasarkan sistem skoring ini, masing-masing

kaki dapat memperoleh hindfoot score antara 0 dan 3, midfoot score antara 0

dan 3, serta skor total antara 0-6, dimana skor 6 mewakili tingkat deformitas

yang paling berat9-11.

Midfoot Score

Terdapat tiga komponen yang menyusun Midfoot Score (MS), yakni

kurvatura sisi lateral dari kaki (curvature of the lateral border of the foot),

keparahan lipatan sisi medial dari kaki (severity of the medial crease), serta

11
12

posisi dari aspek lateral head talus (position ofthe lateral part of the head of the

talus)8,11.

Hindfoot Score

Terdapat tiga komponen yang menyusun Hindfoot Score (HS), yakni

keparahan lipatan pada sisi posterior (posterior crease), perabaan terhadap heel

(emptiness of the heel), serta rigiditas dari ekuinus (equinus rigidity).8,11

Gambar2.1. Komponen penilaian skor Pirani

(Dikutip: Cosma & Vasilescu 2015)4

12
13

Gambar 2.2 Skoring penilaian berdasarkan Pirani

(Dikutip: Stahelli 2003)8

(2) Skor Dimeglio

Dimeglio et al memaparkan sebuah sistem klasifikasi yang didasari

pada koreksi yang diperoleh setelah melakukan reduksi terhadap

deformitas CTEV. Terdapat empat parameter yang dinilai, dengan skor

maksimal 16 untuk deformitas yang paling kaku. Keempat parameter

13
14

tersebut meliputi 1) deviasi ekuinus pada penampang sagital (0-4 poin); 2)

deviasi varus pada penampang frontal (0-4 poin); 3) derotasi dari

calcaneo-forefoot (0-4 poin); dan 4) aduksi forefoot pada penampang

horizontal (0-4 poin).Empat poin tambahan diperoleh dari ada atau

tidaknya 4 tanda-tanda gravitasi (plantar crease, medial crease, cavus

retraction, dan musculature fibrosis)4,12.

Gambar 2.3 Komponen penilaian skor Dimeglio

(Dikutip: Cosma & Vasilescu 2015)4

14
15

Gambar 2.4 Indikator penilaian skor Dimeglio

(Dikutip: Wainwright et al 2002)9

Gambar 2.5. Klasifikasi tingkat keparahan CTEV berdasarkan Dimeglio


(Dikutip: Cosma & Vasilescu 2015)4

8)Penatalaksanaan

15
16

Penatalaksanaan CTEV cukup bervariasi, namun umumnya ditangani

secara konservatif pada kasus-kasus awal. Tatalaksana bedah merupakan opsi

untuk mengoreksi deformitas yang masih ada setelah dilakukan terapi

konservatif. Terapi konservatif meliputi teknik manipulasi dan peregangan

(metode French Functional), manipulasi dan pemasangan gips sirkuler secara

serial (teknik Kite dan teknik Ponseti), intervensi bedah minor (misalnya

tenotomy Achilles), transfer tendon tibialis anterior, pemanjangan tendon

Achilles, penggunaan alat fiksasi eksternal, serta injeksi toksin botulinum13.

Semenjak 3 dekade terakhir, penatalaksanaan CTEV telah mengalami

perubahan yang signifikan dari yang awalnya lebih banyak melibatkan

intervensi bedah, yang kemudian bergeser ke arah konservatif. Teknik yang

diperkenalkan oleh Ponseti telah meluas ke berbagai belahan dunia, baik pada

negara maju dan negara berkembang. Tulisan Ponseti yang dipublikasikan

pada tahun 1995 memaparkan mengenai follow-up selama 30 tahun terhadap

pasien-pasien yang ditangani dengan metode Ponseti1,5,13.

2.1.2 Metode Ponseti

Sejak pertama kali Ponseti memperkenalkan metodenya untuk menangani

CTEV pada tahun 1950, metode tersebut relatif belum dikenal luas dan hanya

digunakan di Iowa hingga tahun 1996 ketika Ponseti mempublikasikan tulisannya.

Sejak tahun1997, upaya Ponseti berhasil meningkatkan penggunaan dan publikasi

metodenya ke seluruh dunia, khususnya dalam dekade terakhir. Metode

konservatif ini telah terbukti efektif, aman, serta hemat biaya. Metode ini hanya

16
17

memerlukan perlengkapan medis dasar, sehingga dapat digunakan baik di negara

maju maupun negara berkembang. Melalui pelatihan yang tepat, metode ini dapat

dilakukan oleh banyak personel medis, termasuk fisioterapis dan staf ortopedi5.

Saat ini, metode Ponseti telah menjadi baku emas untuk penanganan awal

CTEV, dimana tercatat 113 dari 193 negara anggota PBB telah mengadaptasi

teknik ini5.Metode ini merupakan metode yang efektifitas dan keamanannya telah

dibuktikan secara luas melalui berbagai penelitian literatur14-18.

Metode penatalaksaan CTEV oleh Ponseti meliputi pemasangan gips

sirkuler secara serial dengan teknik dan ketentuan yang spesifik. Koreksi CTEV

diperoleh dengan cara mengabduksikan kaki dalam posisi supinasi, sambil

melakukan tahanan pada aspek lateral dari talar head untuk mencegah rotasi talus.

Pemasangan gips sirkuler dilakukan untuk mempertahankan kaki dalam posisi

yang diinginkan. Ligamen tidak boleh diregangkan melebihi kemampuan natural

yang dimilikinya. Setelah 5 hari, ligamen-ligamen dapat diregangkan kembali

untuk semakin meningkatkan derajat koreksi deformitas1,8.

Gips sirkuler dapat diganti dalam selang waktu lima hingga tujuh hari.

Tulang-tulang dan sendi-sendi dapat mengalami remodelling oleh karena adanya

karakteristik inheren dari jaringan konektif, kartilago, dan tulang yang masih

muda, sehingga dapat merespon terhadap perubahan-perubahan oleh stimulus

mekanik1,8.

1)Pemasangan gips sirkuler serial

17
18

Pemasangan gips sirkuler dapat dimulai sesegara mungkin setelah bayi

lahir. Pemasangan gips sirkuler dapat dilakukan di poliklinik rawat jalan, dimana

bayi boleh diberikan susu selama proses manipulasi dan pemasangan gips

berlangsung. Manipulasi untuk mengoreksi deformitas mengikuti urutan yang

telah ditetapkan oleh Ponseti8.

(1) Koreksi cavus

Elemen pertama dari koreksi CTEV berdasarkan Ponseti adalah

mengoreksi deformitas cavus dengan cara menempatkan forefoot pada

kesejajaran yang tepat terhadap hindfoot. Deformitas cavus, yang merupakan

posisi arkus medial yang tinggi (gambar 3, garis lengkung kuning),

diakibatkan oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Deformitas cavus selalu

supel pada bayi baru lahir dan hanya memerlukan tindakan supinasi terhadap

forefoot tuntuk mendapatkan arkus longitudinal kaki yang normal (gambar 4).8

Gambar 2.6Deformitas cavus pada CTEV


(Dikutip dari: Stahelli 2003)8

18
19

Gambar 2.7 Koreksi cavus dengan cara melakukan supinasi terhadap forefoot
(Dikutip dari: Stahelli 2003)8

Dengan kata lain, forefoot disupinasikan hingga secara visual

terlihat arkus plantar yang normal – tidak terlalu tinggi ataupun rendah.

Kesejajaran forefoot terhadap hindfoot untuk menghasilkan arkus yang

normal merupakan hal yang penting untuk melakukan abduksi yang efektif

demi mengoreksi adduktus dan varus.8

(2) Manipulasi

Tindakan manipulasi meliputi abduksi kaki dibalik talar head yang stabil,

sehingga penting untuk terlebih dahulu mengidentifikasi talar head yang

berfungsi sebagai fulkrum. Semua komponen deformitas CTEV, kecuali ekuinus,

dikoreksi secara simultan.8

Untuk mengidentifikasi talar head, pertama lakukan palpasi malleolus

dengan ibu jari dan jari telunjuk salah satu tangan, sementara tangan yang lain

memegang metatarsal dan jari-jari kaki pasien. Berikutnya, geser ibu jari dan

19
20

telnjuk ke arah depan untuk mempalpasi talar head di depan ankle mortis. Oleh

karena navicular tergeser ke arah medial, maka penonjolan sisi lateral dari talar

head dapat dirasakan hanya terbungkus kulit di depan malleolus lateral. Bagian

anterior dari kalkaneus akan dirasakan di balik talar head.Selagi menggerakkan

forefoot ke arah lateral di dalam posisi supinasi, pergerakan navicular dapat

dirasakan di depan talar head seiring pergerakan calcaneus ke arah lateral di

balik talar head.8

Gambar 2.8. Posisi talar head, navicular, dan calcaneus

(Dikutip dari: Stahelli 2003)8

(1) Menstabilkan talus

Posisi talus distabilkan dengan menggunakan ibu jari yang

ditempatkan di atas talar head. Stabilisasi talus akan memberikan titik pivot

untuk abduksi kaki. Jari telunjuk dari tangan yang menstabilkan talus harus

diletakkan di belakang malleolus lateral. Posisi ini juga akan menstabilkan

ankle pada saat kaki diabduksikan, serta mencegah terjadinya tarikan fibula ke

20
21

arah posterior oleh ligamen calcaneofibular posterior pada saat manipulasi

dilakukan.8

(2) Manipulasi kaki

Setelah melakukan abduksi kaki dalam posisi supinasi, dan kaki

distabilkan pada talar head dengan menggunakan ibu jari, kemudian

dilakukan abduksi kaki sejauh mungkin tanpa menimbulkan rasa tidak

nyaman pada bayi. Pertahankan koreksi tersebut selama 60 detik, kemudian

lepaskan. Gerakan navicular dan bagian anterior dari calcaneus ke arah lateral

akan bertambah seiring koreksi deformitas. Koreksi penuh dapat tercapai

setelah pemasangan gips sirkuler keempat atau kelima.Untuk kaki yang sangat

kaku, mungkin memerlukan jumlah yang lebih banyak. Kaki tidak pernah

ditempatkan dalam posisi pronasi.8

21
22

Gambar 2.9. Posisi kaki setelah dikoreksi dengan pemasangan gips sirkuler kedua, ketiga,
dan keempat. Gips pertama mengoreksi cavus dan adductus, masih dalam posisi equinus.
Gips kedua hingga keempat memperlihatan koreksi adductus dan varus

(Dikutip dari: Stahelli 2003)8

(3) Equinus

Deformitas ekuinus akan perlahan-lahan terkoreksi seiring koreksi

adduktus dan varus. Ini merupakan bagian dari koreksi oleh karena calcaneus

mengalami dorsofleksi seiring gerakan abduksinya di bawah talus. Tidak

diperlukan upaya langsung untuk mengoreksi ekuinus sebelum varus berhasil

terkoreksi.8

2)Tenotomi tendon Achilles

Salah satu keputusan penting dalam tatalaksana CTEV mengunakan

metode Ponseti adalah penentuan apakah koreksi yang dicapai telah cukup untuk

melakukan tenotomi perkutaneus untuk mendapatkan derajat dorsofleksi yang

diinginkan. Titik ini dicapai ketika sisi anterior dari calcaneus dapat diabduksikan

di bawah talus. Gerakan abduksi ini memungkinkan untuk dilakukakannnya

dorsofleksi kaki secara aman, tanpa menyebabkan penghimpitan talus di antara

calcaneus dan tibia. Apabila abduksi belum meyakinkan, maka dapat ditambahkan

satu atau dua kali gips sirkuler lagi.8

Untuk dapat melakukan dorsofleksi sebesar 15 hingga 20 derajat, maka

sebelumnya harus dipastikan bahwa kaki telah mencapai derajat abduksi yang

adekuat. Hal ini harus ditentukan sebelum mengambil keputusan untuk tenotomi.

Tanda bahwa abduksi telah optimal adalah dengan dapatnya mempalpasi prosesus

22
23

anterior dari calcaneuspada saat calcanaeus diabduksikan di bawah talus.

Umumnya abduksi dapat mencapai 60 derajat terhadap penampang frontal dari

tibia.8

Apabila diperlukan tenotomi Achilles untuk mencapai koreksi sempurna

dari ekuinus, maka gips sirkuler terakhir (setelah tenotomi Achilles)

dipertahankan selama 3 minggu untuk menunggu regenerasi tendon Achilles pada

panjang yang tepat dan jaringan parut yang minimal. Pada saat titik itu tercapai,

sendi-sendi tarsal telah mengalami remodelling pada posisi yang terkoreksi.1,8

(3)Bracing

Ketika kaki telah terkoreksi (mencapai setidaknya abduksi 60 derajat dan

plantigrade), maka kemudian abduction foot orthosis harus dikenakan sepanjang

waktu selama 12 minggu, kemudian pada saat beristirahat malam dan siang hari

hingga pasien berusia 4 tahun. Brace mulai digunakan segera setelah gips sirkuler

terakhir dilepas.1,8

Brace ini berupa sepasang sepatu dengan ujung jari terbuka yang melekat

pada sebuah bar. Untuk kasus-kasus unilateral, brace diatur pada posisi rotasi

eksternal 75 derajat untuk kaki CTEV dan 45 derajat untuk kaki yang normal.

Pada kasus bilateral, kedua kaki diatur pada posisi rotasi eksternal 70 derajat.

Panjang bar harus cukup sehingga jarak antara kedua tumit sepatu selebar bahu

pasien. Bar harus dibengkokkan 5 hingga 10 derajat dengan konveksitas menjauhi

pasien untuk mempertahankan posisi dorsofleksi kaki.8

23
24

Gambar 2.10 Penggunaan foot –abduction orthosis (Dennis-Brown Shoes)

(Dikutip dari: Stahelli, 2003)8

Brace digunakan sepanjang waktu selama 3bulan pertama setelah gips

sirkuler terakhir dibuka. Setelah itu, anak harus mengenakan brace selama 12 jam

pada malam hari, serta 2 hingga 4 jam pada waktu tengah hari, dengan total durasi

pemakaian sebanyak 14 hingga 16 jam setiap periode 24 jam. Protokol ini

dilanjutkan hingga pasien berusia 3 hingga 4 tahun.8

2.1.3 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah gips sirkuler yang

diperlukan untuk koreksi CTEV

Terdapat sejumlah penelitian sebelumnya yang menginvestigasi hubungan

antara beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah gips sirkuler yang

diperlukan untuk mengoreksi deformitas pada CTEV, antara lain usia, berat

badan, jenis kelamin, skor Pirani, skor Dimeglio, dan status sosio-ekomoni

keluarga.

24
25

Gao et al (2014) melakukan penelitian retrospektif terhadap data 119 bayi

(146 kaki) yang dikumpulkan secara prospektif selama 5 tahun (2007 – 2011) di

Selandia Baru. Sebagian besar penilaian skor pasien dan pemasangan gips

dilakukan oleh dokter ortopedi, sementara sisanya olehnya residen ortopedi

senior. Usia rata-rata pasien adalah 18 hari (rentang 2 – 40 hari). Jumlah gips

dihitung dari pemasangan pertama hingga saat penggunaan foot abduction

orthosis. Mereka kemudian melakukan uji korelasi Spearman dan menyimpulkan

bahwa tidak terdapat korelasi (nilai koefisien korelasi rS = 0.12) antara skor Pirani

dan jumlah gipsserta hanya terdapat korelasi lemah (r S = 0.21) antara skor

Dimeglio dan jumlah gips. Salah satu kelemahan penelitian tersebut adalah bahwa

penetapan skoring terhadap pasien-pasien tidak dilakukan oleh satu orang yang

sama3.

Awang et al(2014) dari Departemen Ortopedi Universitas Sains Malaysia

melakukan studi prospektif terhadap 38 pasien (58 kaki) mengenai pengaruh usia,

berat badan, dan skor Pirani terhadap jumlah gips yang diperlukan untuk

mengoreksi CTEV. Usia rata-rata pasien adalah 37,1 hari (rentang 7 – 120 hari),

berat badan rata-rata 3,6 kg (rentang 2,4 – 7,0 kg). Skor Pirani dinilai pada saat

pasien pertama kali datang oleh salah satu dari dua konsultan ortopedi pediatrik.

Manipulasi dan pemasangan gips serial dilakukan setiap minggu dengan

mengikuti metode Ponseti, dan dilakukan pencatatan jumlah gips yang diperlukan

untuk mencapai abduksi 60 derajat. Pada kasus bilateral, hanya kaki dengan skor

Pirani yang lebih tinggi yang disertakan dalam analisa data. Hasil analisa regresi

25
26

linier berganda memperlihatkan bahwa jumlah gips sirkuler dipengaruhi oleh skor

Pirani, namun tidak demikian halnya dengan usia dan berat badan6

Agarwal dan Gupta (2013) secara retrospektif meneliti data rekam medis

pasien-pasien dengan CTEV idiopatik yang ditangani dengan metode Ponseti di

Klinik Clubfoot Ponseti India dalam rentang waktu Maret 2009 hingga Juni 2012.

Kriteria inklusi adalah pasien-pasien yang memerlukan tenotomi untuk koreksi

ekuinus, dengan usia hingga 10 tahun. Terdapat 297 pasien (442 kaki) yang

disertakan dalam penelitian tersebut, dengan rata-rata usia presentasi 10,3 bulan

(rentang 2 minggu hingga 110 bulan) dan skor Pirani awal 4,8 (rentang 1-6).

Jumlah gips sebelum dilakukan tenotomi digunakan untuk evaluasi hasil, dimana

kriteria tenotomi adalah tercapai setidaknya abduksi 40 derajat dan skor midfoot

Pirani 0. Analisa regresi ANOVA memberikan hasil bahwa baik usia maupun skor

Pirani memiliki korelasi yang positif terhadap jumlah gips, sekalipun lemah (nilai

koefisien determinan, r2=0.05–0.20). Terdapat peningkatan sebanyak 2 jumlah

gips untuk setiap penambahan 3 skor Pirani, dan terdapat peningkatan rata-rata 1

gips untuk setiap pertambahan 20 bulan usia. Mereka menyimpulkan bahwa Skor

Pirani memiliki korelasi terhadap jumlah gips yang 10 kali lebih tinggi jika

dibandingkan dengan usia. Penelitian ini dikritik oleh karena sifatnya yang

retrospektif dan sampel yang sangat heterogen7.

Dyer dan Davis (2004) melakukan penelitian terhadap 47 bayi (70 kaki)

dengan CTEV di Rumah Sakit Anak Booth Hall, Manchester, Inggris, dimana

semua pasien ditangani dengan metode Ponseti oleh satu dokter yang sama.

Penilaian skor Pirani juga dilakukan oleh orang yang sama. Hubungan antara skor

26
27

Pirani dan jumlah gips dinilai dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman.

Mereka menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan sangat signifikan

antara skor Pirani awal dan jumlah gips (r = 0.72, p < 0,0005), antara komponen

skor midfoot dengan jumlah gips (r = 0.60, p < 0.0005), serta antara komponen

skor hindfoot dengan jumlah gips (r = 0.46, p < 0.0005)11.

Alves et al (2009) mengkaji secara retrospektif sebanyak 68 pasien (102

kaki) dengan CTEV idiopatik di empat rumah sakit Portugal dalam rentang tahun

2003-2004. Pasien dikelompokkan menjadi dua grup berdasarkan usia; kelompok

I dengan usia di bawah 6 bulan (usia rata-rata 22,4 hari; rentang 1-171 hari), dan

kelompok II dengan usia di atas 6 bulan (usia rata-rata 402,8 hari; rentang 30-55

bulan). Jumlah gips dihitung sejak gips pertama hingga penggunaan foot

abduction orthosis. Ortosis hanya digunakan setelah deformitas terkoreksi sesuai

kriteria metode Ponseti, dimana tenotomi dilakukan pada pasien yang telah

mencapai abduksi 6-70 derajat, namun masih terdapat deformitas ekuinus. Mereka

menggunakan uji chi square Pearson untuk membandingkan antara variabel

kategorikal (kelompok usia) dengan beberapa variabel independen, termasuk usia

saat presentasi. Tidak terdapat perbedaan jumlah gips antara pasien kelompok I

dan kelompok II. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain

penilaian dan pemasangan gips yang dilakukan oleh beberapa orang, sifatnya

yang retrospektif, serta pembagian data yang hanya berdasarkan dua kelompok

besar berdasarkan usia19.

Zionts et al (2015) secara prospektif mengamati pasien yang didiagnosis

dengan CTEV idiopatik sejak Juli 2006 hingga Maret 2013 di Orthopaedic

27
28

Institute for Children, David Geffen School of Medicine, UCLA, Los Angeles,

dimana terdapat 176 bayi yang ditangani dengan metode Ponseti. Zionts

menggunakan analisa non-parametrik untuk membandingkan usia saat presentasi

terhadap jumlah gips yang diperlukan sebelum dilakukan tenotomi, keperluan

tenotomi, durasi penanganan sejak dimulainya pemasangan gips pertama hingga

penggunaan brace, komplikasi, dan kejadian relaps (Wilcoxon rank-sum test

untuk 2 kategori, dan Kruskal-Wallis test untuk >3 kategori. Usia rata-rata pasien

saat memulai penanganan adalah 26 minggu (rentang 0.3 hingga 25.9 minggu).

Hasil analisa memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara

berbagai kelompok usia dengan jumlah gips sirkuler yang diperlukan (nilai P

>0,45)20.

Mejabi et al (2016) melakukan penelitian untuk menilai peranan skor

Pirani terhadap penanganan pasien CTEV di Departemen Ortopedi dan

Traumatologi Universitas Pendidikan Obafemi Awolowo, Nigeria. Mereka

melakukan studi prospektif terhadap 61 pasien (102 kaki) CTEV dengan usia <

3tahun (usia rata-rata 12 minggu, rentang 0,6 – 134 minggu), yang ditangani

dengan manipulasi dan pemasangan gips sirkuler secara serial (metode Ponseti)

oleh konsultan dan residen senior di institusi mereka. Analisa data dilakukan

dengan pengujian korelasi berdasarkan Pearson untuk melihat hubungan antara

skor Pirani dan jumlag gips yang diperlukan untuk koreksi CTEV. Skor Pirani

rata-rata saat memulai penanganan adalah 4,75; dimana rata-rata pasien

memerlukan sebanyak 5,07 kali pemasangan gips sirkuler. Mijabi menyimpulkan

28
29

bahwa terdapat korelasi yang signifikan di antara kedua variabel tersebut

(P<0,001)21.

Chu et al (2010)dari Departemen Ortopedi Pediatrik, New York University

Hospital for JointDiseases, New York, meneliti sebanyak 123 pasien (185 kaki)

yang ditangani dengan metode Ponseti sejak Mei 2000 hingga April 2008. Semua

pasien berusia di bawah 60 hari (rata-rata 15,3 hari; rentang 2-57 hari) pada saat

evaluasi pertama. Semua pemasangan gips dilakukan oleh seorang konsultan

ortopedi pediatrik yang sama. Mereka melakukan uji korelasi Spearman dan

menemukan angka korelasi yang lemah antara total total skor Dimeglio (rS =

+0,34) dengan jumlah gips sirkuler. Dua komponen yang dengan angka korelasi

tertinggi terhadap jumlah gips sirkuler adalah equinus (koefisien korelasi

Spearman; rS = +0.39) dan adduksi midfoot (rS = +0.35). Gao et al (2014)3

menemukan bahwa tidak ada korelasi (r = +0,12) antara skor Pirani dengan

jumlah gips, serta angka korelasi yang rendah (r = +0,21) skor Dimeglio dengan

jumlah gips22.

Spiegel et al (2008) melakukan penelitian terhadap pasien-pasien CTEV

idiopatik yang neglecteddan dilakukan penanganan di Hospital and Rehabilitation

Centre forDisabled Children, Banepa, Nepal. patients. Mereka mengkaji secara

retrospektif sebanyak total 171 pasien (260 kaki) dengan usia antara 1 hingga 6

tahun. Sebagian besar tindakan pemasangan gips dilakukan oleh fisioterapis yang

telah mendapat pelatihan oleh konsultan selama minimal 6 bulan. Analisa variabel

satu arah (ANOVA) digunakan untuk mengevaluasi jumlah gips pada beberapa

kelompok usia (1–2 tahun, 2–3 tahun, 3–4 tahun, 4–5 tahun, 5–6 tahun), dengan

29
30

hasil bahwa tidak terdapat perbedaan ajumlah gips pada kelompok-kelompok

tersebut23.

30
2.2.1 Kerangka Teori1-4,8

2.2 Kerangka Pemikiran


SKOR PIRANI
FAKTOR VASKULER SCORE

FAKTOR INTRAUTERIN
IDIOPATIK
CAVUS
ADDUCT
OPERATIF
US
PONSETI
FAKTOR GENETIK CTEV
NON
OPERATIF SERIAL Foot-
EQUINUS CASTING abduction CTEV
VARUS
FAKTOR NON Orthosis TERKOREKSI

NEUROMUSCULAR
IDIOPATIK

ACHILLES
ABNORMALITAS TENOTOMY

MIKROSELULER
SKOR DIMEGLIO

31
2.2.2 Kerangka Konsep1-4,8-12

PIRANI USIA
SCORE PRESENTASI

CAVUS METODE PONSETI


ADDUCT
US
Pembe CTEV
SERIAL FOOT
ri Skor idiopatik Jumlah gips ABDUCTION
CASTING ORTHOSIS
sirkuler

VARUS EQUINUS

DIMEGLIO Pelaksan
SCORE a
tindakan

Variabel Independen

Variabel Dependen

Variabel Perancu

2.3 Hipotesis

1) Terdapat korelasi antara usia saat presentasi dengan jumlah pemasangan

gips sirkuleryang diperlukan untuk mencapai koreksi awal congenital

talipes equino varus dengan metode Ponseti.

32
33

2) Tidak terdapat korelasi antara skor Pirani awal dengan jumlah pemasangan

gips sirkuleryang diperlukan untuk mencapai koreksi awal congenital

talipes equino varus dengan metode Ponseti.

3) Terdapat korelasi antara skor Dimeglio awal dengan jumlah pemasangan

gips sirkuleryang diperlukan untuk mencapai koreksi awal congenital

talipes equino varus dengan metode Ponseti.

33
34

BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah pasien congenital talipes equinovarus yang

ditangani dengan metode Ponseti.

3.1.1 Populasi Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh pasien congenital talipes

equinovarus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusidi Indonesia.

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien congenital

talipes equinovarus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang terdapat di

di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo dan rumah sakit jejaringnya di Makassar.

3.1.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sample dengan cara

mengidentifikasi semua populasi terjangkau. Jumlah sampel minimal untuk

penelitian kolerasional adalah 30 sampel (sesuai Gay dan Diehl, 1992; dan

Rorsch, 1975).

34
35

3.1.3 Kriteria Inklusi

1) Pasien-pasien Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) yang ditangani

dengan metode Ponseti.

2) Pasien-pasien Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) yang telah memulai

penggunaan foot-abduction orthosis.

3.1.4 Kriteria Eksklusi

1) Pasien-pasien CTEV non-idiopatik (artrogrifosis, sindromik, neuromuskular,

dan lainnya).

2) Pasien-pasien dengan riwayat penanganan operatif sebelumnya.

3) Pasien-pasien yang tidak mengikuti jadwal pemasangan gips sirkulerserial

secara teratur.

4) Pasien-pasien yang rekuren setelah sebelumnya mendapat penanganan

dengan metode Ponseti.

5) Pasien-pasien yang tidak memiliki data penelitian yang diinginkan.

3.2Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain case control

(retrospektif).

3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo dan rumah

sakit jejaringnya di Makassar.

35
36

3.2.2 Waktu Penelitian

Data pasien diambil dari rentang tahun 2011 – 2018. Pengumpulan data

dilakukan mulai bulan Mei 2018 hingga bulan Juni 2018. Analisa data akan

dilakukan pada bulan Juni 2018.

3.3 Teknik pengumpulan data

1) Peneliti mengidentifikasi pasien-pasienCongenital Talipes Equinovarus

melalui data registrasi pasien di poliklinik rawat jalan rumah sakit RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan jejaringnya, serta melalui

36
37

database pasien Departemen Ortopedi&Traumatologi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

2) Peneliti menelusuri berkas rekam medis pasien-pasien tersebut untuk

menyeleksi pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, sekaligus

mengecek ketersediaan data penelitian yakni usia saat sebelum memulai

penanganan, skor Pirani awal, skor Dimeglio awal, serta jumlah casting

yang dilakukan hingga selesai penanganan. Pasien yang tidak memiliki

data tersebut akan dieksklusi.

3) Data yang diperlukan kemudian dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam

lembar data menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel 2017.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Independen :

1) Usia saat presentasi

2) Skor Pirani awal

3) Skor Dimeglio awal

3.4.2Variabel Dependen :

1) Jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi CTEV.

3.4.3 Variabel Perancu

1) Penilai skor Pirani dan skor Dimeglio

2) Dokter pelaksana tindakan penanganan CTEV

37
38

3.5Definisi Operasional

1)Congenital Talipes Equinovarus: deformitas kongenital pada kaki pasien,

meliputi cavus, adductus, varus, and equinus

2)Skor Pirani awal: skor Pirani pasien saat tepat sebelum penanganan

dimulai.

3)Skor Dimeglio awal: skor Dimeglio pasien saat tepat sebelum penanganan

dimulai.

4)Usia presentasi: usia pasien saat tepat sebelum penanganan dimulai. Usia

presentasi dihitung dari tanggal dilakukannya tindakan manipulasi pertama

dikurangi tanggal lahir pasien.

5)Jumlah gips sirkuler: jumlah pemasangan gips sirkuler serial yang

dilakukan sebelum penggunaanfoot-abduction orthosis.

6)Metode Ponseti: teknik penanganan CTEV yang mengacu kepada metode

yang diperkenalkan oleh Ignacio Ponseti.

3.6. Pengolahan Data dan Analisa Statistik

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Statistic

Packagefor the Social Sciences (SPSS) versi 22.

1. Uji deskriptif, bertujuan untuk memperoleh gambaran umum tentang usia

saat sebelum memulai penanganan, skor Pirani awal, skor Dimeglio awal,

serta jumlah casting yang dibutuhkan hingga selesai penanganan. Metode

statistik yang digunakan adalah perhitungan nilai mean (rerata), standar

deviasi dan sebaran frekuensi.

38
39

2. Analisa statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor-faktor tersebut di

atas menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Uji Regresi Linier Berganda,

dengan nilai P < 0,05 dianggap signifikan.

Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik.

3.7Aspek Etik Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif terhadap berkas rekam

medis pasien yang telah mendapat penanganan, sehingga tidak terdapat masalah

etik pada penelitian ini. Izin penelitian dan kelaikan etik diperoleh dari Komisi

Etik Biomedis pada manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

3.8 Keterbatasan Penelitian

1) Keterbatasan data rekam medis yang tersedia terkait informasi yang diperlukan

untuk penelitian ini.

39
40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan kriteria inklusi, terdapat 78 pasien Congential Talipes

Equinovarus yang telah selesai ditangani dengan Metode Ponseti di RSUP dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar dan jejaringnya dari rentang periode tahun 2010

– 2018. Selanjutnya terdapat 14 pasien yang dieksklusi karena disertai kelainan

kongenital lainnya (sindromik), serta9 pasien dieksklusi karena tidak mengikuti

jadwal pemasangan gips sirkuler secara teratur. Dari 55 pasien yang tersisa,

sebanyak 16 pasien tidak dapat disertakan di dalam penelitian karena tidak

tersedia kelengkapan data yang diinginkan melalui penelusuran rekam medis,

sehingga tersisa total 39 pasien yang disertakan di dalam penelitian ini.

4.1.2 Karakteristik Sampel

4.1.2.1 Jenis kaki

Dari 39 pasien (65 kaki) yang diteliti, terdapat 26 pasien dengan kasus

bilateral CTEV (66,7%) dan 13 kasus unilateral (33,3%). Pada kasus yang

unilateral, 9 hanya mengenai kaki kanan (23,1%) dan 4 hanya mengenai kaki kiri

(10,26%).

40
41

Distribusi pasien berdasarkan keterlibatan kaki


30
26
25

20
Jumlah pasien
15

10 9

5 4

0
Bilateral Unilateral - kanan Unilateral - kiri

Grafik 4.1 Distribusi jumlah pasien berdasarkan keterlibatan kaki

Persentase Pasien berdasarkan keterlibatan kaki

10.26%

Bilateral
Unilateral - kanan
23.10%
Unilateral - kiri

66.70%

Grafik 4.2 Persentase pasien berdasarkan keterlibatan kaki

41
42

4.1.2.2 Jenis kelamin

Sebanyak 25 dari 39 pasien berjenis kelamin laki-laki (64,1%), dan 14

pasien berjenis kelamin perempuan (35,9%).

Jumlah pasien
30
25
25

20

15 14

10

0
Boys Girls

Grafik 4.3 Distribusi jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin

Persentase pasien

35.90
% Boys
Girls

64.10
%

Grafik 4.4Persentase berdasarkan jenis kelamin

42
43

4.1.2.3 Usia saat presentasi

Rentang usia pasien saat dimulainya penanganan (usia saat presentasi)

adalah 2,5 bulan (termuda) hingga 36 bulan (tertua), dengan usia rata-rata 8,7±8,4

bulan. Sebanyak 39 pasien (65 kaki) dikelompokkan berdasarkan perhitungan

statistik usia:

 Kelompok usia <2 bulan : 9 pasien (23,1%), 15 kaki (23%)

 Kelompok usia 2-7 bulan: 10 pasien (25,6%), 18 kaki (27,7%)

 Kelompok usia 8-11 bulan:8 pasien (20,5%), 11 kaki (17%)

 Kelompok usia >=12 bulan: 12 (30,8%), 21 kaki (32,3%)

Tabel 4.1 Sebaran Karakteristik Sampel berdasarkan jenis

kelamin dan usia

Variabel n %

Jenis Kelamin (n=39) Laki-Laki 25 64,1

Perempuan 14 35,9

Usia (n=39) <2 Bulan 9 23,1

2-7 Bulan 10 25,6

8-11 Bulan 8 20,5

>=12 Bulan 12 30,8

Rentang: 0,25-36 bulan,

Mean: 8,7±8,4 bulan

43
44

Jumlah pasien
14
12
12
10
10 9
8
8
6
4
2
0
<2 2-7 8-11 >= 12
months months months months
Grafik 4.5Distribusi jumlah pasien berdasarkan kelompok usia

Persentase jumlah pasien

23.10% < 2 months


30.80% 2-7 months
8-11 months
>= 12 months
25.60%
20.50%

Grafik 4.6 Persentase jumlah pasien berdasarkan kelompok usia

44
45

Tabel 4.2 Sebaran Karakteristik Sampel berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin dan

keterlibatan kaki

jumla Jenis kelamin Unilateral

Kelompok h Bilater Jumla


laki- perempua Kana Kir
usia pasie al h kaki
laki n n i
n

<2 bulan 9 7 2 6 3 0 15

2-7 bulan 10 8 2 8 1 1 18

8-11 bulan 8 3 5 3 3 2 11

>= 12 bulan 12 7 5 9 2 1 21

Total 39 25 14 26 9 4 65

4.1.2.4 Skor Pirani awal

Rentang skor Pirani dari total 65 kaki pasien saat dimulainya penanganan

(skor Pirani awal) adalah 2,5 hingga 5,5; dengan skor Pirani rata-rata 4,63±0,74.

Pada 25 kasus bilateral, terdapat 9 kasus dengan perbedaan skor Pirani kaki kiri

dan kanan (selisih skor 0,5 pada semua kasus).

45
46

25
21
20

15 14
11
10 9
8

5
1 1
0
2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

Grafik 4.7 Sebaran jumlah kaki berdasarkan skor Pirani

6.50%
6.50% 2.5
12.30 3
32.30 %
% 3.5
4
4.5
13.86 5
16.90% %

Grafik 4.8Persentase jumlah kaki berdasarkan skor Pirani

46
47

4.1.2.5 Skor Dimeglio awal

Rentang skor Dimeglio pasien saat dimulainya penanganan (skor Dimeglio

awal) adalah 8 hingga 18; dengan skor Dimeglio rata-rata 12,88±2,85. Pada 25

kasus bilateral, terdapat 4 kasus dengan perbedaan skor Dimeglio kaki kiri dan

kanan (rata-rata selisih skor 1,5; dengan rentang selisih skor 1 hingga 2).

12
10 10
10
8 8
8 7
6 6
6
Jumlah kaki
4
4 3
2
2 1
0
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Grafik 4.9 Sebaran jumlah kaki berdasarkan skor Dimeglio

47
48

Skor Dimeglio

6.15% 3.08% 1.54% 15.3 8 9


15.3 8% 10 11
8% 12.3 12 13
1% 14 15
16 17
10.7 9.23 18
7% %
9.23 4.62
% 12.31% %

Grafik 4.10Persentase jumlah kaki berdasarkan skor Dimeglio

4.1.2.6 Jumlah gips sirkuler

Jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi deformitas CTEV

bervariasi antara 3 hingga 9 kali, dengan rata-rata 5,85±1,81. Pada semua kasus

bilateral, jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk kedua kaki adalah sama,

termasuk pada kasus-kasus dengan perbedaan skor Pirani/Dimeglio di antara

kedua kaki.

48
49

Sebaran jumlah kaki berdasarkan jumlah gips sirkuler


20
18
18
16
14 13
12
10 Jumlah kaki
10
8 7 7
6 5 5
4
2
0
3 4 5 6 7 8 9

Grafik 4.11 Sebaran jumlah kaki berdasarkan jumlah gips sirkuler

8% 11% 3
4
15% 5
20% 6
11% 7
8
8%
9
28%

Grafik 4.12Persentase jumlah kaki berdasarkan jumlah gips sirkuler

49
50

Tabel 4.3Sebaran Statistik Skor Pirani, Skor Dimeglio dan Jumlah Gips

Variablel N Minimum Maximum Mean SD

Skor Pirani 65 2,5 5,5 4,63 0,74

Skor Dimeglio 65 8 18 12,88 2,85

Jumlah Gips 65 3 9 5,85 1,81

4.2Pembuktian Hipotesis

4.2.1 Uji Korelasi Pearson

Berdasarkan hasil Uji Korelasi Pearson terhadap masing-masing variabel

secara terpisah, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

 Usia pasien saat presentasi mempunyai korelasi positif yang signifikan

dengan jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi CTEV (nilai

koefisien korelasi = 0,432; P=0,000) (Gambar 4.1)

Gambar 4.1 Hubungan antara usia saat presentasi dengan jumlah gips

50
51

 Skor Pirani awal mempunyai korelasi positif yang signifikan dengan jumlah

gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi CTEV (nilai koefisien

korelasi = 0,355; P=0,004)(Gambar 4.2)

Gambar 4.2 Hubungan antara Skor Pirani Awal dengan Jumlah Gips

 Skor Dimeglio awal mempunyai korelasi positif yang signifikan dengan

jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi CTEV (nilai

koefisien korelasi = 0,797; P=0,000) (Gambar 4.2)

51
52

Gambar 4.3 Hubungan antara Skor Dimeglio Awal dengan Jumlah Gips

Tabel 4.4. Korelasi Usia Presentasi, Skor Pirani, dan Skor

Dimeglio dengan Jumlah Gips

Jumlah Gips

Coefficient

Variabel N Correlation P

Usia (bulan) 65 0,432 0,000

Skor Pirani 65 0,355 0,004

Skor Dimeglio 65 0,797 0,000

4.2.2Analisis Multivariabel dengan Uji Regresi Linier Berganda

Berdasarkan hasil uji Korelasi Pearson diatas, ditemukan bahwa usia, skor

Pirani dan skor Dimeglio berkorelasi secara signifikan dengan jumlah gips

52
53

sirkuler. Selanjutnya untuk menilai variabel mana yang paling signifikan, maka

dilakukan analisis multivariat menggunakan Uji Regresi Linier Berganda dengan

hasil sebagai berikut.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Multivariat Variabel yang Berhubungan dengan Jumlah Gips

Standardized

Unstandardized Coefficients Coefficients

Step B Std. Error Beta T P

1 (Constant) -1,603 0,938 -1,710 0,092

Umur (bulan) 0,029 0,019 0,138 1,522 0,133

Skor Pirani 0,342 0,211 0,139 1,623 0,110

Skor Dimeglio 0,436 0,061 0,686 7,200 0,000

2 (Constant) -1,472 0,943 -1,560 0,124

Skor Pirani 0,229 0,199 0,093 1,148 0,255

Skor Dimeglio 0,486 0,051 0,765 9,455 0,000

3 (Constant) -0,673 0,638 -1,054 0,296

Skor Dimeglio 0,506 0,048 0,797 10,458 0,000

a. Dependent Variable: Jumlah Cast R2=0,629

Berdasarkan analisa di atas, maka didapatkan hasil bahwa Skor Dimeglio

merupakan variabel yang paling signifikan berhubungan dengan jumlah gips

sirkuler yang diperlukan. Pada nilai R2 (0,629), maka peranan skor Dimeglio

terhadap variabilitas jumlah gips sirkuler adalah 62,9%.

53
54

Melalui persamaan regresi linier, maka didapatkan formula untuk

memprediksin jumlah gips berdasarkan skor Dimeglio awal , yaitu:

Jumlah gips sirkuler = -0,673 + 0,506 x skor Dimeglio

4.3Pembahasan

Saat ini, metode Ponseti telah menjadi baku emas untuk penanganan awal

CTEV, dimana tercatat 113 dari 193 negara anggota PBB telah mengadaptasi

teknik ini5. Metode ini merupakan metode yang efektifitas dan keamanannya telah

dibuktikan secara luas melalui berbagai penelitian literatur14-18.

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mempelajari adanya korelasi

antara berbagai faktor (antara lain, usia pasien, skor Pirani, dan skor Dimeglio)

terhadap jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi deformitas

CTEV, namun oleh karena hasil yang berkontradiksi maka hingga saat ini belum

terdapat konsensus terkait hal tersebut2-7.

4.3.1 Pemilihan sampel

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua pasien congenital talipes

equinovarus yang mendapat penanganan dengan metode Ponseti dan telah

menggunakan foot-abduction orthosis, dimana Dennis-Brown shoes merupakan

ortosis yang umum digunakan di institusi kami. Sesuai dengan protokol Ponseti

bahwa pasien mulai menggunakan foot abduction orthosis setelah deformitas

terkoreksi (dapat mencapai abduksi 60 derajat dan dorsofleksi 10derajat 1),

menjadi acuan definisi operasional penelitian ini. Berdasarkan definisi tersebut,

54
55

kami tidak memasukkan pasien-pasien yang belum mengenakan ortosis, sekalipun

ditangani dengan metode Ponseti. Jumlah gips sirkuler merupakan total

pemasangan gips sirkuler sebelum menggunakan ortosis.

Penelitian ini hanya memasukkan CTEV idiopatik, sehingga kami

mengeksklusi 14 pasien CTEV sindromik meskipun telah mendapat penanganan

dengan metode Ponseti di institusi kami (sesuai kriteria eksklusi penelitian). Kami

mengacu kepada referensi bahwa kasus CTEV sindromik lebih sulit untuk

dikoreksi dibandingkan kasus yang idiopatik, oleh karena adanya kekakuan pada

sendi pergelangan kaki dan kaki, resisten terhadap koreksi, memiliki

kecenderungan untuk relaps, serta adanya kontraktur pada sendi panggul dan

lutut24.Kami juga mengeksklusi pasien-pasien yang tidak mengikuti jadwal

pemasangan gips sirkuler secara teratur.

Setelah melakukan penelusuran berkas rekam medis pada semua pasien

CTEV yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kami kemudian hanya

mengikutsertakan pasien-pasien yang memiliki data terkait keempat komponen

variabel yang diteliti (usia saat presentasi, skor Pirani awal, skor Dimeglio awal,

jumlah pemasangan gips sirkuler). Apabila tidak tersedia satu atau lebih data

variabel yang diinginkan, maka pasien tersebut dieksklusi. Hal ini dilakukan

untuk menjaga keseragaman jumlah sampel untuk uji korelasi masing-masing

variabel independen (usia, skor Pirani , skor Dimeglio), dengan demikian

menghindari bias jumlah sampel.

Jumlah sampel untuk perhitungan dan analisa statistik pada penelitian ini

mengacu kepada total jumlah kaki CTEV dari pasien yang memenuhi kriteria

55
56

inklusi dan eksklusi, bukan jumlah pasien. Sebanyak 39 pasien (65 kaki) yang

memenuhi kriterika inklusi dan eksklusi, serta memiliki data yang lengkap,

dimasukkan sebagai sampel penelitian ini.

4.3.2 Korelasi antara usia saat presentasi dengan jumlah gips sirkuler

Ponseti pada awalnya mengemukakan bahwa tekniknya dapat dimulai

dalam minggu pertama kehidupan, efektif ketika dimulai sebelum usia 9 bulan,

dan masih dapat memberikan hasil yang memuaskan ketika dimulai pada pasien

dengan usia kurang dari 24 bulan (untreated clubfoot)8. Efektifitas metode Ponseti

untuk pasien dengan usia di bawah 24 bulan kemudian dibuktikan oleh berbagai

artikel terpisah oleh Kumar et al (2015) 14, Khanna dan Vaishya (2017)15, dan

Kulambi et al (2017)16. Ganesan et al (2017) membuktikan hal yang sama setelah

melakukan kajian sistematis terhadap 12 artikel relevan lainnya18.

Ponseti mengklasifikasikan pasien CTEV yang belum pernah mendapat

penanganan hingga berusia di atas 24 bulan sebagai kelompok neglected

clubfoot8. Sejumlah hasil penelitian mendukung penggunaan metode Ponseti

untuk pasien dengan kelompok tersebut, antara lain Lourenco dan Morcuende,

2007 (17 pasien dengan usia rata-rata 3,9 tahun; tertua 9 tahun) 25; Spiegel et al,

2009 (171 pasien, usia 1-6 tahun)23; Yagmurlu et al, 2011 (27 pasien dengan usia

rata-rata 21 bulan, tertua 36 bulan)26; Elgazzar, 2014 (12 pasien dengan usia rata-

rata 16 bulan, tertua 26 bulan)27. Porta dan Masquijo (2016) juga membuat

kesimpulan yang sama setelah melakukan kajian sistematis terhadap 11 penelitian

yang relevan (total 492 pasien, usia rata-rata 3,8 tahun, tertua 18 tahun)28.

56
57

Berdasarkan berbagai referensi di atas, maka kami memutuskan untuk

tidak melakukan pembatasan usia terhadap sampel penelitian ini.

Pada penelitian ini, rentang usia sampel saat dimulainya penanganan (usia

saat presentasi) adalah 2,5 bulan (termuda) hingga 36 bulan (tertua), dengan usia

rata-rata 8,7±8,4 bulan, serta didominasi kelompok usia >= 12 bulan (21 kaki;

30,8%), diikuti kelompok usia 2-7 bulan (18 kaki; 27,7%), kelompok usia <2

bulan (15 kaki; 23%), dan kelompok usia 8-11 bulan (11 kaki; 17%).

Pengelompokan usia (skala ordinal) ini hanya dilakukan untuk memudahkan

tampilan deskriptif sebaran frekuensi sampel berdasarkan usia, dan tidak

digunakan dalam analisa korelasinya terhadap jumlah gips sirkuler. Pengujian

korelasi tetap dilakukan dengan mengkalkulasikan masing-masing sampel sesuai

usianya terhadap jumlah gips (skala nominal, rasio). Pengujian dan analisa

statistik dilakukan bukan per kelompok usia, melainkan tetap per pasien. Hal ini

dilakukan untuk menghindari adanya bias statistik antara 2 sampel dengan usia

yang sesungguhnya berbeda (jumlah gips antara keduanya dapat sama atau

berbeda), namun berada dalam kelompok rentang usia yang sama.

Ponseti menyatakan bahwa sekalipun dapat digunakan untuk pasien

dengan usia lebih tinggi, namun penanganan pasien CTEV sebaiknya dimulai

sesegera mungkin agar dapat memanfaatkan sifat fibroelastisitas pada kaki

neonatus, sehingga tiga bulan pertama merupakan periode emas untuk mengoreksi

deformitas yang ada8. Kami berhipotesis bahwa terdapat korelasi antara usia

pasien sebelum ditangani terhadap jumlah gips sirkuler yang diperlukan.

57
58

Uji Korelasi Pearson pada penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan

yang linierantara usia saat presentasi dengan jumlah gips sirkuler yang diperlukan

untuk mengoreksi CTEV, serta terdapat korelasi positif yang signifikan di antara

keduanya (nilai koefisien korelasi, r = +0,432; P=0,000). Hasil tersebut

memberikan makna bahwa semakin tinggi usia pasien saat dimulainya

penanganan, maka akan semakin banyak jumlah gips sirkuler yang diperlukan

untuk mengoreksi deformitas. Oleh karena pemasangan gips dilakukan secara

serial dengan rentang waktu tertentu, maka hasil tersebut juga bermakna bahwa

semakin tinggi usia pasien saat dimulainya penanganan, maka akan semaking

panjang durasi penanganan yang dibutuhkan untuk mencapai koreksi.

Hasil analisa statistik tersebut membuktikan hipotesis kami, sekaligus

mendukung kesimpulan dari penelitian Agarwal et al (2013)yang meneliti

sebanyak 297 pasien dengan usia rata-rata 10,3 bulan (rentang usia 2 minggu

hingga 110 bulan). Agarwal menyimpulkan bahwa jumlah gips berkorelasi

dengan usia pasien ketika memulai terapi7.

Data penelitian kami juga memperlihatkan bahwa pada pasien berusia > 12

bulan memerlukan rata-rata 6,7 kali pemasangan gips, dibandingkan dengan

pasien berusia <2 bulan yang memerlukan rata-rata hanya 4,4 kali pemasangan

gips. Data tersebut mendukung hasil penelitian Porta dan Mosquijo (2017) 23 yang

melakukan kajian sistematis terhadap 11 artikel (492 pasien) dan menyimpulkan

bahwa pasien berusia di atas 1 tahun memerlukan jumlah gips yang lebih banyak

jika dibandingkan dengan bayi baru lahir.

58
59

Meskpun demikian, terdapat sejumlah penelitian lain yang berpendapat

sebaliknya, bahwa tidak terdapat korelasi antara usia dan jumlah gips sirkuler.

Alves et al (2009)24 berkesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah gips

sirkuler antara pasien yang mulai ditangani pada usia di bawah 6 bulan dan di atas

6 bulan. Spiegel et al (2009)20 tidak menemukan perbedaan jumlah gips sirkuler

pada beberapa kelompok usia yang berbeda. Awang et al (2014) menyatakan

bahwa jumlah gips sirkuler tidak ditentukan oleh usia pasien 6. Perbedaan hasil

tersebut dapat disebabkan oleh pemilihan sampel yang berbeda. Awang hanya

meneliti pasien-pasien berusia di bawah 4 bulan, Alves hanya membandingkan

antara kelompok usia <6 bulan dan >6 bulan, sementara Spiegel hanya meneliti

kelompok pasien berusia >1 tahun.

Semakin banyaknya jumlah gips sirkuler yang diperlukan

untukmengoreksi deformitas CTEV seiring bertambahnya usia pasien dapat

disebabkan oleh adanya perubahan struktur anatomi dan viskoelastisitas dari

jaringan konektif seiring pertumbuhan pasien dan pertambahan usianya. Teori

tersebut juga menjadi dasar dari rekomendasi Ponseti untuk memulai penanganan

sesegera mungkin8. Selain itu, pada anak dengan usia berjalan, atau pada anak

yang telah berjalan, terjadi penyesuaian struktur anatomi kaki setelah beradaptasi

terhadap fungsinya. Data penelitian menunjukkan bahwa anak dengan usia

berjalan memerlukan jumlah gips yang lebih banyak untuk mengoreksi

deformitas.

59
60

4.3.3 Korelasi antara skor Pirani awal dan skor Dimeglio awal dengan jumlah gips

sirkuler

Klasifikasi terkait tingkat keparahan deformitas CTEV merupakan hal

yang penting untuk evaluasi, pengawasan, serta memprediksi perkembangan

terapi, sehingga diperlukan sebuah sistem klasifikasi CTEV yang terstandarisasi,

memiliki relevansi klinis, dan mudah digunakan. Saat ini, sistem skoring

berdasarkan Pirani dan Dimeglio telah diadopsi menjadi sistem klasifikasi yang

paling banyak digunakan dan telah diterima secara universal. Keduanya memiliki

angka reliabilitas intra-observer dan inter-observer yang tinggi, relevansi klinis

yang baik, serta mudah dipraktikkan2,3,4,12.

Sekalipun baik sistem skoring Pirani maupun Dimeglio memiliki koefisien

intra-observer dan inter-observer yang sangat baik, kegunaan klinis dari keduanya

berbeda dan dapat saling melengkapi. Dimeglio mengevaluasi redusibilitas,

sementara Pirani mengevaluasi aspek morfologis dari kaki. Sistem klasifikasi

Dimeglio mengacu kepada koreksi yang diperoleh setelah melakukan gaya

reduksi ringan terhadap deformitas kaki, dimana sistem skoring Pirani tampilan

fisik dari kaki3,4,22,29.

Hasil uji korelasi Pearson pada penelitian ini memperlihatkan adanya

hubungan yang linier antara jumlah gips sirkuler dengan baik skor Pirani (nilai

koefisien korelasi, r = +0,355; P = 0,004), maupun skor Dimeglio (r = +0,797; P

= 0,000), dimana keduanya berkorelasi secara positif dan signifikan. Interpretasi

dari hasil tersebut adalah semakin tinggi skor Pirani awal atau skor Dimeglio

awal maka akan semakin banyak jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk

60
61

mengoreksi CTEV. Meskipun keduanya berkorelasi positif, namun dengan melihat

angka koefisien korelasinya, maka skor Dimeglio memiliki korelasi yang lebih

kuat terhadap jumlah gips sirkuler, jika dibandingkan dengan skor Pirani. Skor

Dimeglio memiliki korelasi positif yang kuat (r = +0,797), sedangkan skor Pirani

memiliki korelasi positif yang lemah (r = +0,355).

Hasil penelitian kami sejalan dengan hasil penelitian oleh Dyer dan Davis

(2006)11 yang juga menyimpulkan bahwa skor Pirani awal memiliki korelasi

positif dengan jumlah gips. Bahkan, mereka menyatakan bahwa kedua variabel

tersebut memiliki korelasi yang kuat (r = +0.72, P = 0.0005). Hal ini berbeda

dengan hasil penelitian kami dimana korelasi antara skor Pirani dan jumlah gips

bersifat lemah (r = +0,355). Perbedaan hasil nilai koefisien korelasi tersebut dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jumlah sampel dan metode analisa

statistik yang berbeda. Kami meneliti sebanyak 65 kaki menggunakan Uji

Korelasi Pearson dengan bentuk data numerik (sesuai dengan angka skor Pirani

pasien / raw data). Sementara itu Dyer meneliti 70 kaki menggunakan Uji

Korelasi Spearman dengan bentuk data ordinal (pengelompokan nilai ranking

masing-masing variabel / ranked values). Sayangnya, Dyer tidak menjelaskan

metode pengelompokan yang mereka lakukan untuk analisa data. Penelitian Dyer

memiliki kelebihan bahwa selain total skor Pirani, mereka juga menganalisa

korelasi antara komponen midfooot dan komponen hindfoot skor Pirani, dimana

kedua komponen tersebut juga berkorelasi positif terhadap jumlah gips sirkuler.

Adanya korelasi antara skor Pirani dan jumlah gips sirkuler yang

diperlukan untuk mengoreksi deformitas juga ditemukan oleh beberapa penelitian

61
62

lainnya. Chu et al (2010)27 menemukan korelasi yang lemah (rS = +0.33) antara

total skor Pirani dengan jumlah gips, dimana dua komponen skor dengan korelasi

tertinggi adalah coverage of the lateral head of the talus (rS = +0.40) dan rigid

equinus (rS = +0.39). Agarwal dan Gupta (2013)10 meneliti 38 kaki dan

menemukan bahwa semakin tinggi skor Pirani awal maka semakin banyak jumlah

gips yang diperlukan. Awang et al (2014)6 meneliti 58 kaki dan menyimpulkan

bahwa skor Pirani merupakan satu-satunya prediktor yang signifikan terhadap

jumlah gips. Agarwal et al. (2014)7 meneliti 442 kaki dan menemukan korelasi

positif yang lemah antara skor Pirani dan jumlah gips. Mejabi et al. (2016) 21

meneliti 102 kaki dan menemukan korelasi positif yang signifikan antara skor

Pirani dan jumlah gips.

Berlawanan dengan hasil penelitian kami, Chu et al (2010)22 melakukan uji

korelasi Spearman dan menemukan angka korelasi yang lemah antara total total

skor Dimeglio (rS = +0,34) dengan jumlah gips sirkuler. Dua komponen yang

dengan angka korelasi tertinggi terhadap jumlah gips sirkuler adalah equinus

(koefisien korelasi Spearman; rS = +0.39) dan adduksi midfoot (rS = +0.35). Gao et

al (2014)3 menemukan bahwa tidak ada korelasi (r = +0,12) antara skor Pirani

dengan jumlah gips, serta angka korelasi yang rendah (r = +0,21) skor Dimeglio

dengan jumlah gips.

4.3.4 Analisa multivarian

Kami menyadari bahwa masing-masing sampel penelitian ini memiliki

tiga variabel independen (usia , skor Pirani, dan skor Dimeglio) yang merupakan

62
63

prediktor terhadap variabel dependen (jumlah gips), dimana setelah melalui uji

korelasi Pearson, ketiganya terbukti memiliki korelasi meskipun dengan kekuatan

koefisien korelasi yang berbeda-beda. Interpretasi dari hasil di atas adalah bahwa

jumlah gips akan semakin bertambah seiring dengan semakin tinggianya usia saat

presentasi, ATAU semakin tingginya skor Pirani awal, ATAU, semakin tingginya

skor Dimeglio awal. Namun bagaimana bila seorang pasien memiliki usia yang

tinggi sekaligus skor Pirani yang tinggi? Atau seorang pasien memiliki skor Pirani

dan Dimeglio yang tinggi ? Atau bahkan jika seorang pasien memiliki usia yang

tinggi, skor Pirani yang tinggi, serta skor Dimeglio yang tinggi ? Variabel mana

yang lebih mempengaruhi peningkatan jumlah gips yang diperlukan ? Beberapa

sampel pada penelitian ini memiliki kondisi-kondisi tersebut.

Kami berpendapat bahwa sebuah kaki CTEV dengan morfologi deformitas

yang lebih berat (skor Pirani lebih tinggi) belum tentu lebih sulit dikoreksi

dibandingkan kaki dengan deformitas yang lebih ringan (skor Pirani lebih

rendah). Menurut kami, faktor yang lebih mempengaruhi jumlah gips yang

diperlukan adalah potensi kaki tersebut untuk mengalami pengoreksian / reduksi

(reducibility). Kami berhipotesis bahwa skor Dimeglio (yang mengacu kepada

derajat koreksi yang dapat diperoleh setelah melakukan gaya reduksi ringan

terhadap deformitas kaki), memiliki korelasi terhadap jumlah sirkuler yang

diperlukan untuk mencapai akhir koreksi, dimana korelasi tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan skor Pirani.

Kami kemudian berupaya untuk melakukan analisa prediktif terhadap

hubungan antara usia/skor Pirani/skor Dimglio dengan jumlah gips, sekaligus

63
64

mementukan variabel mana yang paling berpengaruh. Oleh karena ketiga variabel

independen tersebut sebelumnya terbukti memiliki hubungan yang linier terhadap

variabel dependen, maka kami memutuskan untuk menggunakan model regresi

linier berganda (multiple linear regression test).

Analisa ANOVA memperlihatkan bahwa skor Dimeglio merupakan satu-

satunya variabel independen yang tersisa setelah melalui 3 tahap regresi, dengan

nilai F terus meningkat di setiap tahapan (tahap 3: F = 109,362; P = 0,000),

sehingga dapat disimpulkan bahwa skor Dimeglio memiliki korelasi yang lebih

baik terhadap jumlah gips, jika dibandingkan dengan variabel usia dan skor

Pirani.

Analisa regresi linier selanjutnya memperlihatkan nilai koefisien regresi

yang positif (B = +0,506) dan nilai P yang signifikan (P = 0,000) untuk skor

Dimeglio pada tahap ketiga model regresi tersebut. Angka tersebut memiliki

makna bahwa setiap peningkatan 1 poin skor Dimeglio akan menyebabkan

pertambahan 0,506 jumlah gips. Skor Dimeglio mempertahankan nilai koefisien

korelasi (r = +0,797). Dengan nilai konstanta -0,673; maka kami mengajukan

persamaan regresi linier untuk memprediksi jumlah gips sirkuler yang diperlukan

untuk mengoreksi deformitas CTEV berdasarkan skor Dimeglio awal:

Jumlah gips = -0,673 + 0,506 x skor Dimeglio

Dengan memperhatikan bahwa model regresi di atas memiliki nilai

koefisien determinan (r2) = +0,629; maka peranan skor Dimeglio terhadap

variabilitas jumlah gips adalah 62%. Atau dengan kata lain, prediksi jumlah gips

berdasarkan skor Dimeglio dengan menggunakan persamaan di atas, memiliki

64
65

tingkat akurasi sebesar 62%. Nilai koefisien determinan tersebut (r2 = +0,629)

juga menunjukkan bahwa model regresi ini memiliki kompabilitas (goodness of

fit) yang cukup baik.

Sepanjang pengetahuan kami, hanya terdapat dua penelitian lainnya yang

menggunakan model regresi untuk menganalisa hubungan antara lebih dari satu

variabel independen terhadap jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk

mengoreksi CTEV. Awang et al (2014)6 menggunakan analisa regresi linier

sederhana dan menyimpulkan bahwa dari tiga variabel independen yang diteliti

(usia, berat badan, dan skor Pirani), hanya skor Pirani yang terbukti merupakan

prediktor untuk jumlah gips, dimana setiap penambahan 1 unit skor Pirani akan

menyebabkan peningkatan 0,544 unit jumlah gips.

Agarwal et al (2014)7 melakukan analisa regresi linier berganda dan

menyatakan bahwa skor Pirani awal memiliki korelasi yang 10 kali lebih baik dari

usia saat presentasi untuk memprediksi jumlah gips yang diperlukan. Agarwal

juga mengeluarkan persamaan : jumlah gips = 4,1 + 0,6 x skor Pirani. Namun,

nilai pada persamaan Agarwal sangatlah kecil (r2 = 0,05), sehingga kompabilitas

model regresi Agarwal sangatlah rendah.

4.3.4 Kekuatan Penelitian

Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian ini merupakan yang pertama

dalam menganalisa secara simultan hubungan antara 3 variabel (usia saat

presentasi, skor Pirani, dan skor Dimeglio) terhadap jumlah gips sirkuler yang

diperlukan untuk mengoreksi CTEV.

65
66

4.3.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini bersifat retrospektif dan mengacu kepada data yang terdapat

pada rekam medis pasien, bukan berdasarkan obervasi klinis secara langsung,

sehingga sangat dipengaruhi oleh tingkat akurasi dan reliabilitas data yang

tersedia. Penelitian kami mengambil sampel dari beberapa rumah sakit, sehingga

penentuan skor Pirani dan Dimeglio tidak dilakukan oleh orang yang sama. Hal

ini tidak menjadi masalah yang signifikan oleh karena baik skor Pirani maupun

skor Dimeglio memiliki angka reliabilitas inter-observer yang tinggi.

Sekalipun telah terdapat panduan yang spesifik menurut metode Ponseti,

namun keputusan untuk menghentikan pemasangan gips sirkuler dan memulai

penggunaan foot-abdcution orthosis sepenuhnya ditentukan oleh dokter

penanggungjawab pasien. Oleh karena terdapat lebih dari satu dokter yang

melakukan penanganan terhadap pasien-pasien yang menjadi sampel penelitian

ini, maka adanya perbedaan penilaian dan pengambilan keputusan sangat

berpotensi menjadi faktor yang menyebabkan bias jumlah gips sirkuler dalam

penelitian ini.

Keterbatasan data rekam medis yang dapat diperoleh juga menjadi

kendala untuk mendapatkan sampel. Meskipun jumlah sampel minimal adalah

sebanyak 30 sampel untuk penelitian yang bersifat korelasional (Gay dan Diehl;

1992), atau sebanyak 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti (Roscoe; 1975),

namun jumlah sampel penelitan ini (65 sampel) tergolong cukup kecil jika

dibandingkan dengan penelitian Agarwal (442 sampel) yang memiliki metode

66
67

analisa statistik yang mirip. Penelitian ini juga memiliki sampel yang sangat

heterogen (rentang usia yang besar), dan tidak membedakan antara pasien yang

memerlukan ataupun tidak memerlukan tenotomi untuk mengoreksi ekuinus.

Selain itu, oleh karena keterbatasan data yang ada, kami tidak dapat

menganalisa lebih jauh terkait korelasi antara masing-masing komponen dari skor

Pirani maupun skor Dimeglio terhadap jumlah gips sirkuler yang diperlukan,

sehingga tidak dapat menentukan komponen penilaian apa dari kedua sistem

skoring tersebut yang paling mempengaruhi jumlah gips.

Salah satu syarat dalam melakukan uji regresi linier berganda adalah

asumsi bahwa tidak terdapat multikolinieritas di antara masing-masing variabel

independen yang diteliti. Beberapa peneliti melaporkan penurunan signifikansi

skor Pirani pada anak yang lebih tua19,20.Pada penelitian ini, kami tidak

menganalisa dan tidak dapat menentukan apakah terdapat korelasi satu sama lain

antara usia saat presentasi, skor Pirani awal, dan skor Dimeglio awal.

Penelitian ini memiliki 21/65 (32,3%) kaki dengan usia di atas 1 tahun

yang berhasil dikoreksi dengan metode Ponseti. Data tersebut secara tidak

langsung menekankan kembali efektifitas metode Ponseti pada berbagai

kelompok usia pasien, serta kegunannya bagi pasien-pasien di negara berkembang

seperti Indonesia. Meskipun hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa jumlah

gips sirkuler dapat diprediksi (terutama berdasarkan skor Dimeglio), namun

orangtua pasien perlu diberikan pengertian bahwa jumlah gips tersebut memiliki

variasi yang tinggi.

67
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat korelasi positif yang lemah antara usia saat presentasi dengan

jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi congenital talipes

equinovarus.

2. Terdapat korelasi positif yang lemah antara skor Pirani awal dengan

jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi congenital talipes

equinovarus.

3. Terdapat korelasi positif yang kuat antara skor Dimeglio awal dengan

jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi congenital talipes

equinovarus.

4. Skor Dimeglio awal merupakan faktor prediktor yang paling

mempengaruhi jumlah gips sirkuler yang diperlukan untuk mengoreksi

congenital talipes equinovarus.

5.2 Saran

1. Kami menyarankan untuk membuat data pasien CTEV secara lengkap,

yang mencakup komponen-komponen poin penilaian skor Pirani dan

Dimeglio secara lengkap.

68
69

2. Kami menyarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan

menggunakan ukuran sampel yang lebih besar dan bersifat prospektif.

3. Kami menyarankan untuk melakukan penelitian untuk menguji akurasi

persamaan prediksi jumlah gips sirkuler berdasarkan skor Dimeglio

yang dihasilkan dari penelitian ini.

4. Meskipun hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa jumlah gips

sirkuler dapat diprediksi (terutama berdasarkan skor Dimeglio), namun

orangtua pasien perlu diberikan pengertian bahwa jumlah gips tersebut

memiliki variasi yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Siapkara A, Duncan R. Congenital talipes equinovarus: a review of

current management. The journal of bone and joint surgery (br). 2007;89-

B:995-1000.

2. Jain S, Ajmera A, Solanki M, Verma A. Interobserver variability in Pirani

clubfoot severity scoring system between the orthopedic surgeons. Indian J

Orthop. 2017 [diunduh 27 Desember 2017]; 51: 81–5. Tersedia dari: URL:

https://doi.org/10.4103/0019-5413.197551.

3. Gao R, TomlinsonM, Walker C. Correlation of Pirani and Dimeglio scores

with number of Ponseti casts required for clubfoot correction. J Pediatr

Orthop. 2014 [diunduh 27 Desember 2017]; 34: 639–42. Tersedia dari:

URL: https://doi.org/10.1097/BPO.0000000000000182.

4. CosmaD,  Vasilescu DE. Clinical Evaluation of the Pirani and Dimeglio

Idiopathic Clubfoot Classifications. The Journal of Foot & Ankle Surgery.

2015 [diunduh 27 Desember 2017]; 54: 582–5. Tersedia dari: URL:

http://dx.doi.org/10.1053/j.jfas.2014.10.004.

5. ShabtaiL, Specht SC, Herzenberg JE. Worldwide spread of the Ponseti

method for clubfoot. World J Orthop. 2014 [diunduh 27 Desember 2017];

5: 585–90.Tersedia dari: URL: https://doi.org/10.5312/wjo.v5.i5.585

(2014).

70
71

6. Awang M, Sulaiman AR, Munajat I, Fazliq ME. Influence of age, weight,

and pirani score on the number of castings in the early phase of clubfoot

treatment using ponseti method. Malays J Med Sci. 2014; 21(2): 40-3.

7. Agarwal A, Gupta N. Does initial Pirani score and age influence number

of Ponseti casts in children?International Orthopaedics (SICOT). 2014

[diunduh 27 Desember 2017]; 38:569–72. Tersedia dari: URL: https://

DOI 10.1007/s00264-013-2155-3.

8. Staheli L, eds. Clubfoot: Ponseti management. Seattle: Global-HELP

publication; 2003.

9. Wainwright AM, Auld T, Benson MK,Theologis TN. The classification of

congenital talipes equinovarus. Journal of bone and joint surgery [Br].

2002 [diunduh 27 Desember 2017];84-B:1020-4. Tersedia dari: URL:

https://www.researchgate.net/publication/11099915_The_classification_of

_congenital_talipes_equinovarus.

10. Agarwal A, Gupta N. The role of pirani scoring system in the management

and outcome of idiopathic club foot by ponseti method. International

Journal of Science and Research (IJSR). 2016 [diunduh 27 Desember

2017]; 5: 1284-7. Tersedia dari: URL:

http://dx.doi.org/10.21275/v5i6.NOV164385.

11. Dyer PJ, Davis N. The role of the Pirani scoring system in the

management of club foot by the Ponseti method. The Journal of Bone and

Joint Surgery [Br]. 2006 [diunduh 27 Desember 2017]; 88-B:1082-4.

Tersedia dari: URL: http://dx.doi.org/10.1302/0301-620X.88B8.


72

12. Dimeglio A, Bensahel H, Souchet P, Mazeau P, Bonnet F. Classification

of clubfoot. J Pediatr Orthop. 1995; 4:129-36.

13. Gray K, PaceyV, GibbonsP, LittleD, BurnsJ. Interventions for congenital

talipes equinovarus (clubfoot). Cochrane Database Syst Rev. New Jersey:

JohnWiley&Sons,Ltd. 2014 [diunduh 27 Desember 2017].Tersedia dari:

URL: https://dx.doi.org/10.1002/14651858.CD008602.pub3.

14. KumarS, Singh S, Kumar D, Mohammad F, Rai T, Verma R. Validation of

ponseti method for clubfoot deformity correction. Int J Res Med Sci. 2015

[diunduh 27 Desember 2017]; 3(3):650-5. Tersedia dari: http://dx.doi.org/

10.5455/2320-6012.ijrms20150323.

15. KhannaV, Vaishya R. Assessment of Ponseti technique for clubfoot.

Apollo Med. 2017[diunduh 27 Desember 2017]; 409:1-3. Tersedia dari:

URL: http://dx.doi.org/10.1016/j.apme.2017.02.006.

16. KulambiV, Shetty S, Ghantasala V, Bhagavati V. Treatment of idiopathic

clubfoot by ponseti method: a prospective evaluation. Int J Res Orthop.

2017[diunduh 27 Desember 2017];Jul; 3(4):800-4. Tersedia dari: URL:

http://dx.doi.org/10.18203/issn.2455-4510.IntJResOrthop20172876.

17. Khan MK, Kabir SK, Khan MS, Iqbal J. Outcome of ponseti technique for

idiopathic clubfoot using pirani scoring system. J. Med. Sci. 2013; 21(4):

190-3.

18. Ganesan B, LuximonA, Al-Jumaily A, Balasankar SK., Naik GR. Ponseti

method in the management of clubfoot under 2 years of age: A systematic


73

review. PLoS ONE. 2017 [diunduh 27 Desember 2017]; 12(6): 1-18.

Tersedia dari: URL:https://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0178299.

19. AlvesC, Escalda C, Fernandes P, Tavarez D, Neves MC. Ponseti method:

Does age at the beginning of treatment make a difference. Clin Orthop

Relat Res. 2009 [diunduh 2 Januari 2018]; 467:1271–77. Tersedia dari:

http://dx.doi.org/ 10.1007/s11999-008-0698-1.

20. Zionts LE, Sangiorgio SN, Cooper SD, Ebramzadeh E. Does clubfoot

treatment need to begin as soon as possible. J Pediatr Orthop. 2015

[diunduh 2 Januari 2018]; 00:1-7. Tersedia dari: URL:

www.pedorthopaedics.com|

21. Mejabi JO, Esan O, Adegbehingbe O, Orimolade EA, Asuquo J, Badmus

HD. The pirani scoring system is effective in assessing severity and

monitoring treatment of clubfoot in children. 2016; BJMMR, 17(4): 1-9.

Tersedia dari: URL: http://dx.doi.org: 10.9734/BJMMR/2016/27439.

22. Chu A, Labar AS, Sala DA, van BosseHJ, LehmanWB. Clubfoot

classification: correlation with ponseti cast treatment. J Pediatr Orthop.

2010; 30:695–9.

23. Spiegel DA,Shreshta OP, Sitoula P, Rajbhandary T, Bijukachhe P,

Banskota AK.. Ponseti method for untreated idiopathic clubfeet in

nepalese patients from 1 to 6 years of age. Clin Orthop Relat Res. 2009

[diunduh 27 Desember 2017]; 467:1164–70. Tersedia dari: URL:

http://dx.doi.org.10.1007/s11999-008-0600-1.

24. Jowett CR, Morcende JA, Ramachandran M. Management of congenital


talipes equinovarus using the Ponseti method. The journal of bone and
74

joint surgery (br). 2011 [diunduh 27 Desember 2017];93-B:1160-4.


Tersedia dari: URL:
https://pdfs.semanticscholar.org/e16b/acbb443156ae9c3750891c8d4bfc35
8b0a35.pdf.
25. LourencoAF, Morcuende JA. Correction of neglected idiopathic clubfoot

by the Ponseti method. J Bone Joint Surg [Br]. 2007 [diunduh 27

Desember 2017]; 89-B:378-81. Tersedia dari: URL:

http://dx.doi.org/10.1302/0301-620X.89B318313.

26. YagmurluMF, Ermis MN, Akdeniz HE, Kesin E, Karakas ES.Ponseti

management of clubfoot after walking age. Pediatrics International.

2011[diunduh 27 Desember 2017]; 53: 85–9. Tersedia dari: URL:

http://dx.doi.org/10.1111/j.1442-200X.2010.03201.x.

27. Elgazzar, AS. Ponseti management of clubfoot after walking age. Egypt

Orthopaedic Journal. 2014 [diunduh 2 Januari 2018];9:29–33. Tersedia

dari: URL: http://www.eoj.eg.net/article.asp?

issn=11101148;year=2014;volume=49;issue=1;spage=29;epage=33;aulast

=Elgazzar

28. PortaJ, Mosquijo J. Treatment of the idiopathic clubfoot after the walking

age: a systematic bibliographic review. Rev Asoc Argent Ortop Traumato.

2017 [diunduh 2 Januari 2018]; 82(1):1-18. Tersedia dari: URL:

http://dx.doi.org/10.15417/625.

29. Flynn JM, DonohoeM. MackenzieWG. An independent assessment of two

clubfoot-classification systems. J Pediatr Orthop. 1998; 18:323–7.

DOI:10.1097/01241398199805000-00010
75

Lampiran 1. Hasil analisa dengan SPSS

Descriptives

Descriptive Statistics
Variables n Minimum Maximum Mean SD
Skor Pirani 65 2,5 5,5 4,63 ,74
Skor Dimeglio 65 8 18 12,88 2,85
Jumlah Cast 65 3 9 5,85 1,81

Descriptives

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Umur (bulan) 39 ,3 36,0 8,694 8,4077
Valid N (listwise) 39

Frequencies

Frequency Table

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 25 64,1 64,1 64,1
Perempuan 14 35,9 35,9 100,0
Total 39 100,0 100,0

Umur
76

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <2 Bulan 9 23,1 23,1 23,1
2-7 Bulan 10 25,6 25,6 48,7
8-11 Bulan 8 20,5 20,5 69,2
>=12 Bulan 12 30,8 30,8 100,0
Total 39 100,0 100,0

Frequencies

Kaki
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kanan 35 53,8 53,8 53,8
Kiri 30 46,2 46,2 100,0
Total 65 100,0 100,0

Graph
77

Graph
78

Correlations

Correlations
Umur (bulan) Skor Pirani Skor Dimeglio Jumlah Cast
Umur (bulan) Pearson Correlation 1 -,139 ,457** ,432**
Sig. (2-tailed) ,271 ,000 ,000
N 65 65 65 65
Skor Pirani Pearson Correlation -,139 1 ,343** ,355**
Sig. (2-tailed) ,271 ,005 ,004
N 65 65 65 65
Skor Dimeglio Pearson Correlation ,457** ,343** 1 ,797**
Sig. (2-tailed) ,000 ,005 ,000
N 65 65 65 65
Jumlah Cast Pearson Correlation ,432** ,355** ,797** 1
79

Sig. (2-tailed) ,000 ,004 ,000


N 65 65 65 65
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Graph

Graph
80

Graph
81

Regression

Variables Entered/Removeda
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Skor Dimeglio, . Enter
Skor Pirani,
Umur (bulan)b
2 . Umur (bulan) Backward
(criterion:
Probability of F-
to-remove
>= ,100).
82

3 . Skor Pirani Backward


(criterion:
Probability of F-
to-remove
>= ,100).
a. Dependent Variable: Jumlah Cast
b. All requested variables entered.

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,809a ,655 ,638 1,091
2 ,801b ,642 ,631 1,102
3 ,797c ,634 ,629 1,105
a. Predictors: (Constant), Skor Dimeglio, Skor Pirani, Umur (bulan)
b. Predictors: (Constant), Skor Dimeglio, Skor Pirani
c. Predictors: (Constant), Skor Dimeglio

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 137,893 3 45,964 38,637 ,000b
Residual 72,568 61 1,190
Total 210,462 64
2 Regression 135,137 2 67,569 55,616 ,000c
Residual 75,324 62 1,215
Total 210,462 64
3 Regression 133,536 1 133,536 109,362 ,000d
Residual 76,926 63 1,221
Total 210,462 64
a. Dependent Variable: Jumlah Cast
b. Predictors: (Constant), Skor Dimeglio, Skor Pirani, Umur (bulan)
c. Predictors: (Constant), Skor Dimeglio, Skor Pirani
d. Predictors: (Constant), Skor Dimeglio

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1,603 ,938 -1,710 ,092
Umur (bulan) ,029 ,019 ,138 1,522 ,133
Skor Pirani ,342 ,211 ,139 1,623 ,110
Skor Dimeglio ,436 ,061 ,686 7,200 ,000
2 (Constant) -1,472 ,943 -1,560 ,124
Skor Pirani ,229 ,199 ,093 1,148 ,255
Skor Dimeglio ,486 ,051 ,765 9,455 ,000
3 (Constant) -,673 ,638 -1,054 ,296
Skor Dimeglio ,506 ,048 ,797 10,458 ,000
a. Dependent Variable: Jumlah Cast
83

Excluded Variablesa
Collinearity
Partial Statistics
Model Beta In t Sig. Correlation Tolerance
2 Umur (bulan) ,138b 1,522 ,133 ,191 ,692
3 Umur (bulan) ,086c 1,001 ,321 ,126 ,791
Skor Pirani ,093c 1,148 ,255 ,144 ,883
a. Dependent Variable: Jumlah Cast
b. Predictors in the Model: (Constant), Skor Dimeglio, Skor Pirani
c. Predictors in the Model: (Constant), Skor Dimeglio

Anda mungkin juga menyukai