Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ganendra G .

Kelas : sepuluh i

1. Payment, Clearing, dan Settlement

intech ini bergerak di bidang pembayaran. Fintech payment gateway


menghubungkan bisnis e-commerce dengan berbagai bank sehingga penjual dan
pembeli dapat melakukan transaksi. Contoh fintech payment gateway yaitu seperti
Doku dan Midtrans. Bentuk lain layanan fintech kategori ini berupa e-wallet atau
dompet elektronik. E-wallet memungkinkan penggunanya menyimpan uang di
aplikasi tersebut dan dapat digunakan bertransaksi kapanpun dan dimanapun.
Selain mudah digunakan, pengguna e-wallet juga tidak perlu kesusahan berurusan
dengan uang kembalian. Contoh e-wallet yang sering kita temui yaitu OVO,
GoPay, dan LinkAja.

2. Market Aggregator atau Provisioning

Fintech market aggregator akan menyimpan data tentang berbagai produk


keuangan yang tersedia di pasaran. Portal market aggregator dapat menyajikan data
tentang berbagai aspek produk keuangan seperti harga, fitur, dan manfaatnya.
Ketika Sobat ingin mengajukan Kredita Tanpa Agunan (KTA), Sobat dapat
mengunjungi portal market aggregator seperti Cekaja, Cermati, atau KreditGogo.
Market aggregator tersebut akan menampilkan data aspek dan keunggulan dari
setiap bank penerbit KTA, sehingga Sobat dapat mempertimbangkan dan memilih
produk yang tepat sesuai dengan kebutuhan Sobat.

3. Manajemen Risiko dan Investasi

Fintech manajemen risiko dan investasi dapat membantu Sobat dalam mengambil
keputusan terkait langkah finansial tertentu, seperti memantau kondisi keuangan
dan melakukan perencanaan keuangan dengan lebih mudah dan praktis. Beberapa
fintech manajemen risiko dan investasi yang populer di Indonesia yaitu Bibit,
Bareksa, Cekpremi, dan Pasarpolis. Melalui beberapa fintech tersebut dapat
membantu Sobat untuk menempatkan dana yang Sobat miliki di instrument
investasi atau asuransi yang tepat.

https://www.pelatihan-sdm.net/jenis-fintech-di-indonesia/

1. contoh jenis fintech Payment, clearing dan settlement


Fintech ini menyediakan layanan pembayaran, baik yang dilakukan oleh perbankan
maupun Bank Indonesia. Adapun contoh dari layanan payment, clearing, dan
settlement adalah iPaymu dan Kartuku.

2. Market Aggregator atau Provisioning

Fintech market aggregator akan menyimpan data tentang berbagai


produk keuangan yang tersedia di pasaran. Portal market aggregator
dapat menyajikan data tentang berbagai aspek produk keuangan
seperti harga, fitur, dan manfaatnya. Ketika Sobat ingin mengajukan
Kredita Tanpa Agunan (KTA), Sobat dapat mengunjungi portal market
aggregator seperti Cekaja, Cermati, atau KreditGogo. Market
aggregator tersebut akan menampilkan data aspek dan keunggulan dari
setiap bank penerbit KTA, sehingga Sobat dapat mempertimbangkan
dan m
3. Contoh jenis fintech manajemen resiko dan inventasi

1. Risiko suku bunga

Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aset
berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena
peningkatan suku bunga. Risiko ini bisa diartikan sebagai risiko yang
diakibatkan adanya perubahan suku bunga yang ada di pasar sehingga
akan mempengaruhi pendapatan investasi. Secara umum, jika suku
bunga meningkat, harga obligasi akan turun, demikian juga sebaliknya.

2. Risiko pasar

Risko pasar ini adalah risiko fluktuasi atau naik turunnya nilai aset yang
disebabkan oleh perubahan sentimen pasar keuangan (seperti saham
dan obligasi) yang sering disebut juga dengan risiko sistematik
( systematic risk), artinya risiko ini tidak bisa dihindari dan pasti akan
selalu dialami oleh investor.

Hal ini bahkan bisa membuat investor mengalami penurunan atas


pokok investasinya (capital loss). Perubahan ini bisa dikarenakan
beberapa hal seperti adanya resesi ekonomi, isu, kerusuhan, spekulasi
termasuk juga perubahan politik. Meski demikian, Anda tidak perlu
panik dan langsung mencairkan dana investasi saat menghadapi
fluktuasi pasar. Sebab, penurunan atau peningkatan aset seperti ini
tidak terjadi secara terus-menerus.

“Strategi investasi Raiz adalah berinvestasi dalam jumlah kecil secara


teratur untuk mengelola risiko ini. Meskipun kami tidak dapat
memprediksi ketidakpastian pasar, strategi ini dapat membantu
mengelolanya, dan pada saat yang sama dapat membantu kamu belajar
tentang pasar, membangun kepercayaan terhadap finansial atau hanya
untuk menabung dan berinvestasi.”

Risiko inflasi atau risiko daya beli, adalah peluang bahwa arus kas dari
investasi tidak akan bernilai sebanyak di masa depan karena perubahan
daya beli yang tergerus inflasi. Risiko ini memiliki potensi yang
merugikan daya beli masyarakat dikarenakan adanya kenaikan rata-rata
dari harga konsumsi.

Risiko inflasi adalah risiko yang diambil oleh investor saat memegang
uang tunai atau berinvestasi dalam aset yang tidak terkait dengan
inflasi. Risikonya adalah bahwa nilai tunai akan berkurang oleh inflasi.
Sebagai contoh, jika seorang investor memegang dana tunai sebesar
Rp10 juta dan inflasi tahunan adalah sebesar 5%, maka dana investor
akan tergerus inflasi sebesar Rp 500 ribu per tahun (Rp10 juta x 5%).

4. Risiko likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul akibat kesulitan


menyediakan uang tunai dalam jangka waktu tertentu. Hal ini bisa
terjadi jika pihak pengutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak
adanya pihak lain di pasar yang berminat membelinya. Sebagai contoh,
suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo
secara tunai, meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai
untuk melunasi kewajibannya, tetapi ketika aset tersebut tidak bisa
dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka aset tersebut dikatakan
tidak likuid.

Hal ini berbeda dengan penurunan drastis harga aset, karena pada
kasus penurunan harga, pasar berpendapat bahwa aset tersebut tak
bernilai. Tidak adanya pihak yang berminat menukar (membeli) aktiva
keungkinan hanya disebabkan karena kesulitan mempertemukan pihak
pembeli dan penjual. Oleh karena itu, risiko likuiditas biasanya lebih
besar kemungkinan terjadi pada pasar yang baru tumbuh atau
bervolume kecil.

5. Risiko valuta asing atau nilai tukar mata uang

Risiko valuta asing adalah risiko yang disebabkan oleh perubahan kurs
valuta asing di pasaran yang tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan
terutama pada saat dikonversikan ke mata uang domestik. Risiko jenis
ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar uang suatu negara terhadap
mata uang negara lain. Pada umumnya, risiko jenis ini juga disebut
sebagai currency risk atau dengan exchange rate risk.

Contoh: investor ingin menanamkan investasi berdenominasi US$. Di


saat yang sama nilai tukar rupiah terhadap US$ melemah, sehingga
investor harus mengeluarkan jumlah rupiah yang lebih banyak dari
pada ketika nilai rupiah terhadap US$ menguat.

Oleh sebab itu, menguatnya dolar terhadap rupiah bisa memberikan


kerugian.

6. Risiko negara

Risiko ini dikenal dengan istilah sovereign risk, dan berkaitan dengan
kondisi perpolitikan negara. Dari risiko ini juga berkaitan dengan
perubahan ketentuan perundang-undangan yang berimbas pada
perekonomian suatu negara, yang pada gilirannya berpengaruh
terhadap iklim investasi.

7. Risiko reinvestasi
Risiko rinvestasi adalah kemungkinan bahwa arus kas investasi akan
menghasilkan imbal hasil yang lebih rendah setelah diinvestasikan
kembali ke instrumen investasi yang baru.

Misalkan seorang investor memiliki portofolio obligasi dengan bunga


kupon 5% untuk periode 5 tahun. Setelah lima tahun, imbal hasil
obligasi ini turun menjadi 3%. Kabar baiknya adalah pada saat jatuh
tempo, investor menerima semua pembayaran bunga sebesar 5% dan
pokok investasinya sesuai kesepakatan. Masalahnya, jika kemudian
investor menginvestasikan kembali uangnya dengan membeli obligasi
lain di kelas yang sama, dia tidak akan lagi menerima bunga kupon 5%,
melainkan hanya 3
emilih produk yang tepat sesuai dengan kebutuhan Sobat

Anda mungkin juga menyukai