Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENDAHULUAN RADIOLOGI DAN DOSIMETRI

DETEKTOR NEUTRON

DOSEN PENGAMPU
Akbar Azzi, S.Si., M.Si.
Dr. Lukmanda Evan Lubis, M.Si.

Disusun Oleh
Muhammad Hayillah Al Hamim (2006521023)
Yohana (2006470924)
Priska Amelia (2006534770)

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FISIKA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah dengan judul “Detektor Neutron” ini untuk memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Pendahuluan Radiologi dan Dosimetri. Makalah ilmiah ini telah
disusun sedemikian rupa sehingga dapat memperlancar proses pembelajaran. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada dosen kami khususnya Bapak Akbar Azzi, S.Si., M.Si. dan
Bapak Dr. Lukmanda Evan Lubis, M.Si. dan semua teman-teman fisika medis yang telah
berkontribusi dan mempercayakan kami untuk menyelesaikan makalah ilmiah ini. Kami
berharap makalah yang telah dibuat ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.

Kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat dan tatanan bahasa yang digunakan maupun dalam
penjelasan materi. Untuk itu, dengan hati terbuka kami menerima segala macam kritik dan
saran demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima
kasih dan selamat membaca.

Depok, 20 Desember 2022


Tim Penulis
ABSTRAK
Detektor neutron merupakan alat untuk mendeteksi partikel neutron, baik energinya, jumlah
cacahannya, dan sebagainya tergantung pada tipe detektor yang digunakan. Detektor neutron
menggunakan metode tidak langsung. Terdapat pengukuran dosis pada detektor neutron.
Adanya detektor neutron ini, tidak hanya sebagai pengukuran dosis saja, tetapi dapat
diaplikasikan dalam bidang kedokteran nuklir, industri, pemantauan fusi, instrumentasi
reaktor, dan sebagainya.
DAFTAR ISI

ABSTRAK 3
DAFTAR ISI 4
BAB I 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 5
1.4 Metode penulisan 6
BAB II 7
2.1 Mekanisme Detektor Neutron 7
2.2 Pengukuran Dosis 8
2.3 Contoh Aplikasi Detektor Neutron 11
BAB III 19
3.1 Kesimpulan 19
REFERENSI 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radiasi merupakan emisi dan propagasi (perambatan) energi melalui materi atau
ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel. Berdasarkan sifatnya, radiasi
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu radiasi pengion dan radiasi non pengion. Bila berinteraksi
dengan materi, radiasi pengion dapat menyebabkan ionisasi, sedangkan radiasi non pengion
tidak dapat menyebabkan ionisasi.
Paparan radiasi memiliki dampak positif atau negatif bagi tubuh manusia dan
lingkungan sekitar. Salah satu dampak positif dari paparan radiasi yaitu sebagai pengobatan.
Akan tetapi, diperlukan batasan dosis yang dapat diterima oleh manusia untuk mengurangi
resiko terhadap kerusakan sel dalam tubuh manusia. Menurut Badan peneliti radiasi PBB
(UNSCEAR), rata-rata dosis efektif radiasi per tahun yang diterima manusia dari alam adalah
2,4 mSv. Untuk mengurangi resiko atau bahaya dari lebihnya batas paparan radiasi terhadap
objek, diperlukan suatu alat ukur atau perhitungan untuk mengukur besarnya radiasi yang
dipancarkan oleh sumber. Alat ukur tersebut disebut dengan detektor.
Detektor digunakan untuk mengukur energi radiasi yang dideteksi. Setiap detektor
memiliki mekanisme yang khusus pada setiap jenis radiasi. Tetapi, pada dasarnya memiliki
prinsip yang hampir sama. Terdapat 2 mekanisme detektor untuk mendeteksi radiasi, yaitu
secara langsung dan secara tidak langsung. Pada metode deteksi secara tidak langsung,
dilakukan untuk mendeteksi partikel yang tidak bermuatan seperti neutron. Oleh karena itu,
dalam makalah ini kami akan memaparkan mengenai detektor radiasi dan pemanfaatannya
yang kami batasi hanya pada partikel neutron.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana prinsip kerja detektor neutron?
b. Apa saja tipe detektor neutron?
c. Bagaimana pengukuran laju dosis ekuivalen?
d. Bagaimana pengukuran spektrum energi?
e. Bagaimana pengukuran dosis ekuivalen (dosimetri)?
f. Apa saja contoh aplikasi detektor neutron?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari tentang prinsip kerja
dari detektor neutron, pengukuran dosis pada detektor neutron, dan contoh aplikasi dari
detektor neutron.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode studi literatur.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme Detektor Neutron

Neutron merupakan partikel yang tidak bermuatan, sehingga untuk dapat mendeteksi
neutron menggunakan metode tidak langsung (indirect method). Terjadinya deteksi
neutron yaitu ketika neutron berinteraksi dengan berbagai inti (nuclei) dan menyebabkan
terjadinya pelepasan satu atau lebih partikel bermuatan. Oleh karena itu, detektor neutron
dilengkapi dengan konverter untuk mengubah radiasi neutron menjadi radiasi yang dapat
dideteksi secara umum (radiasi pada partikel yang bermuatan). Selanjutnya sinyal listrik
yang dihasilkan oleh partikel bermuatan tersebut akan dideteksi oleh detektor.

Interaksi neutron dengan materi melalui 2 cara, yaitu :

a. Hamburan Elastis

Neutron memiliki energi yang cukup untuk menghamburkan nukleus. Nukelus


mengionisasi bahan yang mengelilingi konverter. Muatan yang dihasilkan dengan
aplikasi ini dapat dikumpulkan oleh detektor konvensional agar menghasilkan sinyal
yang dapat terdeteksi.

b. Penyerapan Neutron

Mendeteksi seluruh spektrum energi. Dasar metode ini adalah berbagai jenis reaksi
penyerapan (penangkapan radiasi, fisi, nuklir, dan sebagainya). Neutron diserap oleh
konverter yanng memancarkan partikel sekunder seperti proton, partikel alfa, partikel
beta foton (sinar gamma) atau pecahan fisi.

Tipe Detektor Neutron

Terdapat beberapa tipe detektor yaitu:

a. Gas Filled Detector, untuk mendeteksi neutron thermal melalui reaksi nuklir. Gas
filled detektor dilakukan dengan cara penambahan nuklida dengan cross-section
neutron tinggu, sehingga detektor dapat merespon neutron
b. Scintillation Neutron Detectors, untuk mendeteksi neutron cepat karena responsnya
yang cepat. Tetapi keterbatasan scintillation adalah memiliki sensitivitas sinar gamma
yang tinggi
c. Semiconductor Neutron Detectors
d. Fast Neutron Detectors. Neutron cepat berinteraksi dalam kilau melalui hamburan
elastis dengan inti yang ada. Detector ini sering terdeteksi dengan terdiri dahulu
memoderasinya menjadi energi panas. Detector neutron cepat membedaakan diri satu
sama lain dengan sensitivitas dan kemampuan untuk membedakan neutron dan
gamma.
e. Neutron Activation Detectors. Sampel aktivasi ditempatkan pada medan neutro untuk
mengkarakterrisasi spektrum energi dan intensitas neutron.

2.2 Pengukuran Dosis

Sistem pada detektor neutron umumnya tidak banyak informasi terkait energi dikarenakan
adanya limitasi dari reaksi induksi neutron yang tersedia. Detektor neutron umumnya lebih
banyak memberikan informasi hanya terkait jumlah neutron yang dapat dideteksi. Detektor
neutron dapat digunakan untuk dapat menguku beberapa besaran seperti laju fluence (contoh:
Boron-lined propotional counters, Fission counters, Lithium iodide scintillators, Lithium
glass scintillators), mengukur laju dosis ekuivalen (contoh: Rem ball, Snoopy, Leake
detector), mengukur spektrum energi (contoh: Booner spheres, Bubble detector
spectrometer), dan mengukur nilai dosis serap (contoh: TLD, Bubble/superheated drop
dosimeters)

2.2.1 Pengukuran laju dosis ekuivalen

Laju dosis ekuivalen dikenal juga dengan dosis ekuivalen per fluence neutron memiliki nilai
yang bervariasi terhadap energi neutron. Hal ini terjadi karena nilai dosis serap (D) dan faktor
kualitas (Q) atau faktor radiation weighting (𝑤𝑅) bergantung pada energi neutron. Dosis

ekuivalen (H) dapat dicari sebagai berikut,

𝐻 = 𝐷 𝑄 = 𝐷 𝑤𝑅 (1)

Laju dosis ekuivalen dapat dinyatakan sebagai fungsi dari energi. Dengan menggunakan
relasi seperti yang dinyatakan pada persamaan (1), maka efisiensi pemberian dosis akan
bervariasi terhadap energi neutron.
2.2.2 Pengukuran spektrum energi

Umumnya, hampir setiap sistem spektroskopi neutron berkaitan dengan kegunaan dari
multiple detectors yaitu detektor yang akan memberikan respon yang berbeda jika jenis
detektor yang digunakan menentukan spektrum energi neutron berbeda. Metode yang
biasanya paling umum digunakan untuk mengukur spektrum energi adalah menggunakan
Bonner spheres.

Bonner spheres system ini terdiri dari detektor LiI, He-3 atau BF-3 dan sebuah set
polyethylene spherical moderators. Pengukuran spektrum energi terjadi pada setiap spheres
di sekitar detektor. Pada energi neutron yang tinggi, sphere yang ukurannya lebih besar akan
membuat neutron bergerak menjadi lebih lambat karena sphere yang lebih besar akan
mereduksi respon detektor ke energi rendah neutron akibat akan terjadinya penyerapan oleh
hidrogen di dalam sphere sebelum mencapai detektor. Untuk memperoleh informasi umum
mengenai spektrum energi neutron, maka digunakan foil aktivasi threshold sebagai
pendekatan. Pendekatan menggunakan foil aktivasi ini dilakukan karena adanya energi
threshold efektif yang mendorong terjadinya interaksi neutron.

2.2.3 Pengukuran dosis ekuivalen (dosimetri)

Terdapat beberapa jenis dosimeter neutron yang dapat mengukur dosis ekuivalen, diantaranya
adalah Thermoluminescent dosimeters (TLD), Track etch, Nuclear Track Emulsions (NTA),
Film, Dose Equivalent Measurements, Bubble dosimeters (superheated drop), Proton recoil
detectors, Fission track detectors, dan Electronic (diode) detectors.

Pada makalah yang dibuat ini, hanya akan membahas detektor Thermoluminescent
dosimeters (TLD) dan Rossi Chamber. Pada dosimeter neutron TLD, umumnya akan
menggunakan dua elemen yaitu elemen Kalsium Sulfat yang hanya merespon gamma-ray dan
kemudian akan di substraksi oleh elemen Litium Borat yang akan merespon neutron dan
gamma-ray. Perbedaan respon dari kedua elemen pada detektor ini akan menentukan efek
dari spektrum neutron sebagai bentuk respon dosimeter.

Pada detektor ini, ukuran gelombang refleks ionisasi akan dihasilkan oleh partikel di dalam
gas. Gelombang reflek dosis serap akan menjadi gas per partikel neutron. Dengan mengukur
setiap pulse, maka dosis serap (D) dapat diperoleh per neutron di dalam gas. Selain itum
dosis ekuivalen (H) juga dapat diukur per neutron apabila faktor kualitas (Q) sudah terlebih
dahulu diestimasi. Satu-satunya cara untuk mengestimasikan faktor kualitas (Q) adalah
dengan menghitung LET (Linear Energy Transfer) neutron. Hal ini terjadi karena faktor
kualitas (Q) diturunkan dari LET dan dengan menganalisa panjang lintasan detektor, maka
nilai LET dapat dicari.

Energi transfer (imparted energy) menjadi gas per partikel (neutron) dapat dinyatakan sebagai
berikut,

ϵ = 𝐿𝐸𝑇 . 𝑙 (2)

Dimana (keV) adalah energi impartasi menuju detektor gas per neutron dan LET (keV/um)
merupakan energi transfer linear rata-rata dari neutron sepanjang lintasan dan 𝑙 adalah
panjang lintasan partikel (µm). Pada Rossi Chamber, panjang lintasan rata-rata neutron yang
melintasi chamber dapat diukur apabila bentuk geometri detektor diketahui.

𝑦 = ϵ/𝑙𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 (3)

Gambar 1 memperlihatkan hubungan antara faktor kualitas dengan y yaitu energi lineal.
Berdasarkan ICRU 40, energi lineal dinyatakan sebagai energi impartasi ke material dalam
suatu volume dengan deposit energi tunggal dibagi dengan panjang rata-rata chord length
pada volume tersebut. Energi lineal (y) merupakan besaran stokastik yang besarnya bervariasi
mengikuti perubahan panjang lintasan.

Gambar 1. Hubungan antara faktor kualitas dan energi lineal (ICRU 40)

Berbeda dengan LET, besarnya energi lineal harus berkaitan dengan efek biologis dari radiasi
dibandingkan karena energi lineal biasanya digunakan untuk proteksi radiasi dan kualitas
radiasi. Energi yang didepositkan dalam gas oleh suatu partikel berhubungan langsung
dengan energi lineal sehingga ukuran sinyal atau gelombang juga akan dipengaruhi oleh
energi lineal (y).

2.3 Contoh Aplikasi Detektor Neutron

Detektor neutron mencakup aplikasi yang beragam dalam bidang fisika nuklir, dalam
hamburan neutron untuk riset biologis, kimiawi, medis, dan analisis material, dalam
metrolog, dalam proteksi radiasi, dalam energi nuklir dan siklus bahan bakar nuklir, dalam
instrumentasi reaktor, dalam penonaktifan nuklir dan limbah nuklir, dalam keamanan negara,
dalam pengamanan, dalam pemantauan fusi, dan dalam pengukuran industri. Setiap aplikasi
membutuhkan sistem pendeteksian yang berbeda.

2.3.1 Pengukuran Dosis Neutron

Pencacah rem merupakan pengukur laju dosis neutron pertama berdasarkan konsep
detektor neutron termal aktif yang berpusat di moderator yang sesuai dengan penyerap
neutron internal. Untuk tujuan proteksi radiasi, fungsi respons pencacah rem konvensional
dianggap dapat diterima pada energi di bawah 20 MeV. Pada energi yang lebih tinggi, respons
menurun dan instrumen meremehkan kesetaraan dosis ambien. Semakin banyak akselerator
dengan energi tinggi atau bahkan sangat tinggi dan peningkatan minat dalam pemantauan
dosis pada ketinggian penerbangan memicu desain instrumen baru untuk rentang energi yang
diperluas (Birattari et al. 1998; Fehrenbacher et al. 2007; Klett et al. 2007). Pencacah rem
jarak jauh menggunakan lapisan timbal, tungsten, atau bahan dengan Z tinggi lainnya untuk
mengubah dalam proses spalasi neutron berenergi tinggi menjadi neutron berenergi lebih
rendah. Fungsi respons dari beberapa pencacah rem jarak jauh dihitung oleh Mares et al.
(2002).

Tissue-equivalent proportional counters (TEPCs) memungkinkan pengukuran


distribusi probabilitas dosis terserap d(y) dalam bentuk energi linier y dalam medan radiasi.
Energi linier didefinisikan sebagai rasio energi yang diberikan pada materi dalam suatu
volume oleh peristiwa pengendapan tunggal terhadap panjang pita rata-rata dalam volume
tersebut. Energi linier dapat digunakan sebagai perkiraan LET transfer energi linier dan
ekuivalen dosis dapat dievaluasi melalui fungsi Q(y) yang menghubungkan faktor kualitas
dengan energi linier. TEPC adalah alat penting dalam mikrodosimetri dan dalam beberapa
kasus satu-satunya yang memberikan informasi dosis dan kualitas radiasi secara langsung
dalam bidang radiasi yang kompleks. TEPC dapat digunakan untuk membedakan kontribusi
foton dan neutron dengan akurasi yang baik. Pengukuran energi linier dari di bawah 100
eV/μm hingga lebih dari 1 MeV/μm membutuhkan elektronik analog dengan noise rendah
dengan linearitas lebih dari 4–5 kali lipat dan sistem ADC yang sesuai. TEPCs tidak hanya
digunakan dalam pengukuran dosis pada ketinggian penerbangan dan bidang foton-neutron
campuran dalam lingkungan akselerator, tetapi juga dalam penyelidikan radioterapi dan
radiobiologi (Kliauga et al. 1995; Gerdung et al. 1995).

2.3.2 Pengukuran Dosis di Bidang Radiasi Berpulsa

Banyak akselerator atau generator radiasi lainnya beroperasi dalam mode pulsa.
Diketahui dengan baik bahwa detektor radiasi aktif tunduk pada efek waktu dan
menunjukkan keterbatasan dalam bidang radiasi berpulsa (Knoll 2010). Keterbatasan ini
tidak dapat dengan mudah diatasi tanpa pengembangan teknologi deteksi aktif yang baru.
Pengukuran radiasi pulsa biasanya dilakukan dengan detektor pasif. Sekarang ada beberapa
perkembangan teknologi baru berdasarkan aktivasi radionuklida oleh medan radiasi berpulsa.
Salah satu desain ini menggunakan aktivasi nuklida yang diinduksi oleh neutron dengan
waktu paruh pendek di bawah 200 ms pada inti target C dalam bahan detektor. Produk
peluruhan terdeteksi dalam pengukuran yang diselesaikan waktu. Instrumen ini terutama
ditujukan untuk proteksi radiasi pada akselerator dengan energi tinggi dan menyelesaikan
pengukuran medan neutron berdenyut yang sangat pendek dan intens (Klett dan Leuschner
2007; Klett et al. 2010).

Luszik-Bhadra menerbitkan desain lain monitor baru untuk medan berpulsa


berdasarkan aktivasi perak. Perangkat ini terdiri dari empat dioda silikon dalam bola
moderator polietilen 12′′, dua dioda yang kedua sisinya dilapisi dengan Ag, dan dua dioda
yang dilapisi dengan timah. Produk peluruhan dari produk aktivasi dan adalah partikel beta
yang dideteksi oleh semikonduktor. Detektor yang dilapisi perak peka terhadap neutron dan
foton, sedangkan detektor yang dilapisi timah hanya peka terhadap foton. Dosis neutron
ditentukan dengan pengurangan (Luszik-Bhadra 2010; Leake et al. 2010).
2.3.3 Contoh Pengukuran Dosis Neutron

Intensitas tingkat radiasi pada ketinggian penerbangan melebihi intensitas permukaan


tanah dengan dua kali lipat. Paparan awak pesawat sebanding dengan atau bahkan lebih besar
dari paparan pekerja yang diklasifikasikan sebagai pekerja yang terpapar. Partikel galaksi dan
matahari primer – terutama proton – berinteraksi dengan atmosfer dan menghasilkan partikel
sekunder dengan komposisi yang rumit. Pada ketinggian penerbangan pesawat sipil, sekitar
50% kontribusi setara dosis ambien berasal dari neutron, sekitar 35% berasal dari foton,
elektron, dan muon, dan sekitar 15% berasal dari proton. Pengukuran dosis yang akurat
dalam bidang campuran ini dengan energi mulai dari keV hingga bahkan melebihi domain
TeV sulit dilakukan. Rekomendasi oleh International Commission on Radiological Protection
(ICRP) pada tahun 1990, bahwa paparan radiasi kosmik dalam pengoperasian pesawat jet
harus diakui sebagai paparan kerja, memprakarsai sejumlah besar pengukuran dosis baru di
dalam pesawat. Sebuah kelompok kerja EURADOS telah menyatukan semua data
eksperimen dan hasil perhitungan terbaru, yang tersedia, sebaiknya dipublikasikan, terutama
dari laboratorium di Eropa (Lindborg et al. 2004). Hasil yang dilaporkan telah diperoleh
dengan menggunakan berbagai jenis instrumen seperti pencacah rem, TEPC, dan
spektrometer bola Bonner. Hasil yang diperoleh sesuai dengan hampir semua dalam ±25%
dari nilai rata-rata. Selama periode waktu 1995–1998 di lintang utara beriklim sedang di
ketinggian 10 km, laju setara dosis ambien yang diukur untuk neutron adalah sekitar 3
μSv/jam dan totalnya sekitar 5 μSv/jam. Paparan total pada penerbangan trans-Atlantik biasa
adalah sekitar 50 μSv (Luszik-Bhadra 2007).

Contoh lain yang menarik dari pengukuran dosis neutron adalah proyek internasional
yang menyelidiki medan radiasi tempat kerja yang kompleks di akselerator energi tinggi
Eropa dan fasilitas fusi termonuklir. Studi ini mencakup semua jenis teknik deteksi neutron
yang ada di lingkungan dengan medan radiasi campuran dan energi tinggi. Teknik dan
instrumentasi relevan yang digunakan untuk memantau medan neutron dan foton di sekitar
akselerator berenergi tinggi ditinjau dengan beberapa penekanan pada perkembangan terkini
untuk meningkatkan respons perangkat pengukur neutron di atas 20 MeV. Kemudian
diselidiki jenis pemantau area mana yang akan digunakan (aktif dan / atau pasif) dan
bagaimana mereka harus dikalibrasi. Pengaruh struktur berpulsa sinar pada instrumen dan
kebutuhan serta masalah yang timbul untuk kalibrasi perangkat untuk radiasi energi tinggi
ditangani. Fasilitas akselerator utama Eropa berenergi tinggi ditinjau bersama dengan cara
pemantauan tempat kerja diatur di masing-masing dari mereka. Fasilitas yang
dipertimbangkan adalah akselerator penelitian, pusat terapi hadron berbasis rumah sakit, dan
fasilitas fusi termonuklir. Masalah kalibrasi didiskusikan dan gambaran fasilitas kalibrasi
neutron yang ada disediakan oleh (Bilski et al. 2006; Rollet et al. 2009; Silari et al. 2009).

2.3.4 Hamburan Neutron

Di seluruh dunia, terdapat banyak penelitian yang memanfaatkan hamburan neutron


dalam bidang biologi, bioteknologi, kedokteran, nanoteknologi, dan dalam penelitian tentang
katalis, obat-obatan, energi, struktur molekuler, polimer, dan superkonduktor. Institusi
terkemuka diantaranya yaitu Institut Laue–Langevin di Grenoble, Laboratorium
Rutherford–Appleton di Oxford dengan ISIS, reaktor FRM II di Munich, Pusat Penelitian
Jülich, Institut Paul Scherrer di Würenlingen dengan SINQ, Fasilitas Hamburan Neutron
KENS di KEK di Jepang, Laboratorium Nasional Oak Ridge dengan sumber neutron spalasi
baru mereka, dan Pusat Sains Neutron Los Alamos LANSCE menggunakan teknik khusus
seperti hamburan elastik dan inelastik, difraktometri, pengukuran time-of-flight, hamburan
sudut kecil, reflectometri, atau pengukuran neutron terpolarisasi. Komunitas saintifik
internasional mendapat manfaat dari mengaplikasikan sistem detektor besar yang canggih
dengan didasari oleh prinsip dan teknik deteksi yang telah dijelaskan.

2.3.5 Kedokteran Nuklir

Dalam radioterapi dengan sinar neutron, perkiraan dosis neutron pada organ di sekitar
volume target sangat sulit dilakukan. Contohnya, di fasilitas Louvain-la-Neuve (LLN) dosis
ini diinvestigasi. Transport sinar 10 cm 10 cm melalui fantom air disimulasikan
menggunakan kode monte crlo MCNPX dan dilakukan pengukuran dosis serap dan dosis
ekivalen menggunakan bilik ionisasi dan detektor jatuh super panas. Terapi penangkapan
neutron boron adalah metode pengobatan kanker yang setelah pengiriman senyawa boron
yang cocok ke sel tumor, tumor diiradiasi dengan neutron lambat. Konsentrasi boron pada
tumor harus melebihi konsentrasi boron pada jaringan normal yang dapat dicapai oleh
sejumlah senyawa. Sebuah reaktor atau akselerator harus mengirimkan fluence neutron
termal besar dengan magnitude sebesar untuk mendapatkan hasil iradiasi yang cukup.
Pengukuran akurat dari fluence neutron dan distribusi dosis serta perhitungan Monte-Carlo
didasrkan oleh perencanaan pengobatan atau treatment planning. Pengukuran fluence neutron
dan dosis serap contohnya dilakukan dengan foil aktivasi dan ruang ionisasi berpasangan.

2.3.6 Pencarian peredaran gelap bahan nuklir

Pencarian peredaran gelap bahan nuklir menjadi aplikasi yang penting dalam deteksi
radiasi. Pada awalnya berfokus hanya pada deteksi gamma, tetapi Pada awalnya fokus
utamanya adalah deteksi gamma, tetapi segera deteksi neutron juga disertakan, karena
plutonium, bahan yang digunakan untuk senjata nuklir, merupakan sumber fisi neutron yang
signifikan.

Deteksi neutron sangat selektif untuk indikasi bahan nuklir berbahaya. Plutonium
sangat berbahaya dan sulit dideteksi. Tetapi isotop plutonium bernomor genap menunjukkan
hasil fisi spontan yang signifikan. Misalnya 1 g dari memancarkan 2600 neutron fisi per
detik. Oleh karena itu pendeteksi neutron untuk pencarian peredaran gelap atau bahan nuklir
tersembunyi membutuhkan sensitivitas maksimum di wilayah energi fisi-neutron. Pencacah
rem untuk aplikasi ini tidak cukup sensitif dan berkinerja buruk, karena "penyesuaian dosis"
pencacah rem didasarkan pada sejumlah besar penyaringan dan penyerapan neutron. Respons
ketergantungan energi detektor yang dirancang dengan baik harus dioptimalkan untuk
neutron fisi pada sensitivitas maksimum. Ini dapat dicapai dengan moderator dengan ukuran
yang wajar di mana detektor thermalneutron besar berada. Contoh detektor genggam yang
sangat sensitif dijelaskan di Klett (1999).

Deteksi neutron sekarang banyak digunakan dalam aplikasi keamanan seperti kontrol
akses dan keluar dari fasilitas nuklir, pemantauan kendaraan, kontrol perbatasan, pemantauan
di pelabuhan dan bandara, dalam pengelolaan penyimpanan limbah, dan dalam kegiatan
pengamanan. Austrian Research Center Seibersdorf bekerja sama dengan tim ahli Badan
Energi Atom Internasional IAEA dan didukung oleh World Custom Organization (WCO) dan
oleh INTERPOL telah melakukan Program Penilaian Deteksi Radiasi Perdagangan Gelap
(ITRAP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persyaratan teknis dan
kepraktisan sistem pemantauan yang berguna. Pemasok internasional dan produsen peralatan
pendeteksi radiasi dari sembilan negara berbeda telah berpartisipasi. Studi ini mencakup
instrumen pemantauan yang dipasang tetap, instrumen tipe saku, dan instrumen genggam.
Pemantauan neutron harus dimasukkan dalam sistem yang dipasang tetap; ini ditujukan untuk
perangkat genggam dan tidak diperlukan untuk instrumen tipe saku (Beck 2000). Untuk
deteksi bahan nuklir khusus (SNM) ada pencacah koinsiden neutron yang digunakan.
Pencacah ini memiliki deretan detektor neutron – biasanya berukuran besar Pencacah
proporsional dalam moderator yang dioptimalkan untuk deteksi fisi-neutron – menutupi
wadah dari beberapa sisi. Ada interogasi aktif dan pengukuran pasif. Untuk interogasi aktif,
sumber neutron digunakan untuk menginduksi fisi pada bahan fisil yang sedang diselidiki.
Pengukuran pasif mengukur neutron yang dipancarkan oleh sampel tanpa iradiasi eksternal.
Aplikasi keamanan dalam negeri menghabiskan banyak 3He sejak satu dekade. Sejak sekitar
2008 sekarang ada kekurangan di seluruh dunia dalam pasokan 3He dan banyak kelompok
sekarang mengembangkan alternatif deteksi neutron. Sebagai pengganti teknologi tabung
3He konvensional, empat detektor yang tersedia secara komersial telah diuji sebagai alternatif
teknologi pendeteksi neutron untuk digunakan dalam sistem RPM. Teknologi ini adalah:
pencacah proporsional berisi borontrifluorida, pencacah proporsional berlapis boron, serat
kaca bermuatan litium, dan serat plastik penggeser panjang gelombang berlapis. (Kouzes et
al. 2010)

2.3.7 Instrumentasi reaktor

Instrumentasi reaktor sebagian besar memerlukan deteksi neutron lambat pada


intensitas tinggi dan dalam kondisi pengoperasian reaktor yang ekstrem. Intensitas neutron
harus diukur dalam inti hingga dan di luar inti hingga . Ada tekanan dan suhu tinggi yang
bisa setinggi 300○ C. Karena sensitivitas gamma yang lebih rendah, detektor berisi gas
adalah yang lebih dipilih. Ruang ionisasi boron dapat disesuaikan untuk mengukur kisaran
fluks neutron yang diperlukan. Ruang ion boron tak terkompensasi umumnya digunakan di
daerah dengan fluks neutron tinggi di mana fluks gamma hanya sebagian kecil dari tingkat
radiasi total. Ruang fisi dapat digunakan dalam mode pulsa atau arus searah. Ruang fisi
termasuk bahan fisil biasanya 235U. Deposit energi besar fragmen fisi menghasilkan sinyal
detektor. Ruang fisi dalam mode pulsa ideal dalam bidang campuran karena diskriminasi
gamma mudah dilakukan dalam mode pulsa. detektor bertenaga sendiri atau self-powered
detector menggunakan bahan dengan penampang melintang yang tinggi untuk menangkap
neutron dengan peluruhan beta berikutnya. Arus peluruhan beta diukur tanpa tegangan bias
eksternal. Gambaran dan rincian lebih lanjut tentang instrumentasi reaktor dapat ditemukan di
Knoll (2010) dan Boland (1970).
2.3.8 Pemantauan fusi

Spektrometri neutron adalah alat untuk memperoleh informasi plasma fusi seperti
suhu ion dan daya fusi. Pengukuran spektrometri neutron untuk diagnostik di Joint European
Torus (JET) antara 1983 dan 1999 dilaporkan oleh Jarvis (2002). Berbagai jenis spektrometer
dengan emulsi nuklir, sintilator cair NE213, ruang ionisasi hidrogen, pencacah mundur
proton, ruang ionisasi He, detektor silikon, dan detektor intan telah diuji dengan berbagai
tingkat keberhasilan. Spektrometer rekoil proton magnetik berhasil memantau reaksi d–d dan
d–t masing-masing pada 2.5 MeV dan 14 MeV. Investigasi tentang resolusi waktu dari
beberapa teknik spektrometri neutron yang berbeda dan spektrometer rekoil magnetik yang
ditingkatkan untuk ITER baru-baru ini dijelaskan oleh Andersson (2010).

2.3.9 Aplikasi industri

Aplikasi industri pertama detektor neutron dalam industri yaitu dalam pencitraan
neutron dan radiografi. Interaksi neutron dengan atom dan molekul sangat berbeda dari
interaksi sinar-X. neutron peka terhadap aspek materi lainnya, contohnya, dalam penyelidikan
di industri otomotif dengan teknik pencitraan, sinar-X akan menyinari struktur logam mesin
sedangkan neutron lebih suka mengambil gambar dari oli. Pencitraan neutron membutuhkan
detektor neutron yang peka terhadap posisi. Radiografi transmisi neutron (NR) didasarkan
pada atenuasi radiasi yang melewati sampel. Detail sampel dapat dibuat terlihat, jika
pelemahan berbeda pada material yang berbeda. Karena detektor neutron melacak foil etsa,
kombinasi lapisan konverter neutron (Gd, Dy) dan film sinar-X, atau kombinasi sintilator
peka-neutron dan kamera CCD atau peka-posisi Detektor 3He telah digunakan.
Perkembangan baru adalah panel datar silikon amorf. Mereka mengandung Gd sebagai
penyerap neutron dan BaFBr:Eu2+ sebagai agen yang menyediakan fotoluminesensi.
Pemindai pelat pencitraan mengekstraksi informasi gambar digital dari pelat dengan
de-eksitasi yang disebabkan oleh sinyal laser.

Kemudian aplikasi lainnya detektor neutron pada industri yaitu dalam pengukuran
kelembapan. Karena air adalah moderator neutron yang sangat baik, maka dimungkinkan
untuk mengukur kelembapan dengan neutron. Jika neutron cepat yang dipancarkan oleh
sumber neutron menembus materi lembab, ada termalisasi tergantung pada jumlah air.
Pengaturan pengukuran kelembaban neutron tipikal terdiri dari sumber neutron cepat dan
detektor untuk neutron termal yang saling berdekatan. Probe diposisikan di dalam atau dekat
dengan bahan sampel, yang bisa berupa batu bara, kokas, pasir, sinter, tanah, atau batu bata
pasir kapur. Pengukuran dilakukan secara online dan terus menerus tanpa kontak langsung
dengan sampel. Pengukuran tidak dipengaruhi oleh suhu, tekanan, nilai pH, atau karakteristik
optik material dan menentukan jumlah molekul air, terlepas dari pengikatan fisik atau
kimianya. Pengukuran kelembaban dengan neutron terutama digunakan oleh industri kimia,
semen, keramik, batu bara, besi, dan baja.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karena neutron adalah partikel netral dan tidak mengionisasi secara langsung, deteksi
neutron lebih sulit daripada deteksi foton atau partikel bermuatan. Neutron hanya dapat
dideteksi setelah diubah menjadi partikel bermuatan. Ada beberapa proses nuklir yang efisien
untuk mengubah neutron menjadi partikel bermuatan, di antaranya terutama hamburan n–p
elastis dan reaksi nuklir pada inti target 3He, 6Li, dan 10B. Proses ini digunakan dalam
berbagai teknik deteksi neutron yang digunakan dalam penelitian, kedokteran nuklir, industri,
dan banyak bidang lainnya.

3.2 Saran

Dengan mempelajari mata kuliah Pendahuluan Fisika Radiologi mengenai detektor


neutron membuka serta menambah wawasan penulis mengenai teknik dosimetri relatif dan
absolut. Namun pengetahuan dari penulis yang terbatas, sangat dibutuhkan masukan dan
saran yang membangun dari pembaca dan Bapak Akbar Azzi, S.Si., M.Si. dan Bapak Dr.
Lukmanda Evan Lubis M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendahuluan Fisika
Radiologi sehingga memperkaya dan memperdalam materi pada makalah ini.
Referensi

Klett, A. (2012). Neutron Detection. In: Grupen, C., Buvat, I. (eds) Handbook of
Particle Detection and Imaging. Springer, Berlin, Heidelberg.
https://doi.org/10.1007/978-3-642- 13271-1_31

Tobiska, W. Kent, et al. "Characterizing the variation in atmospheric radiation at


aviation altitudes." Extreme events in geospace. Elsevier, 2018. 453-471.

Sarkar, P. K. "Neutron dosimetry in the particle accelerator environment." Radiation


Measurements 45.10 (2010): 1476-1483.

Mitrofanov, I., et al. "The evidence for unusually high hydrogen abundances in the
central part of Valles Marineris on Mars." Icarus 374 (2022): 114805.

Anda mungkin juga menyukai