Anda di halaman 1dari 10

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : Muhammad Sofyan Yusuf

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 030466981

Tanggal Lahir : 22-11-1995

Kode/Nama Mata Kuliah : EKSI4413/Audit Manajemen

Kode/Nama Program Studi : 83/Akuntansi

Kode/Nama UPBJJ : 76/Jember

Hari/Tanggal UAS THE : Selasa/13-Juli-2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
SURAT PERNYATAAN
MAHASISWA
KEJUJURAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama Mahasiswa : Muhammad Sofyan Yusuf

NIM : 030466981

Kode/Nama Mata Kuliah : EKSI4413/Audit Manajemen

Fakultas : Ekonomi

Program Studi : 83/Akuntansi

UPBJJ-UT : 76/Jember

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal
ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Jember, 13 Juli 2021

Yang Membuat Pernyataan

Muhammad Sofyan Yusuf


JAWABAN

1.
Pengertian Direksi

Berdasarkan Pasal 1 angka (5) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (“UUPT”) menyebutkan bahwa pengertian Direksi dalam
Perseroan Terbatas (“Perseroan”) adalah organ Perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar.

Kewenangan Direksi

Sebagaimana disebutkan dalam pengertian direksi di atas, maka kewenangan direksi


adalah sebagai berikut:

Salah satu organ Persoran yang memiliki kewenangan penuh atas pengurusan dan
hal-hal terkait kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

Mewakili Perseroan untuk melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di


luar pengadilan sesuai dengan ketentuan UUPT and anggaran dasar.

Kewenangan direksi untuk mewakili Perseroan bersifat tidak terbatas dan tidak
bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam UUPT, anggaran dasar atau keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”). Dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari
1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota direksi,
kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Maksud dari pengecualian ini adalah
agar anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan dapat diwakili oleh
anggota direksi tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 98 UUPT.

Menurut Pasal 99 UUPT, kewenangan direksi dalam mewakili Perseroan bukan


berarti tidak ada pembatasan. Namun, dalam hal tertentu direksi tidak berwenang
mewakili Perseroan apabila:

Dalam hal terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota direksi
yang bersangkutan; atau

Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan


Perseroan.

Jika terjadi kondisi seperti demikian, maka Perseroan dapat diwakili oleh:

Anggota direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan


Perseroan;

Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota direksi mempunyai benturan


kepentingan dengan Perseroan; atau

Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota direksi atau dewan
komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

Tanggung Jawab Direksi

Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan dengan itikad baik. Tanggung
jawab direksi melekat penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan, apabila
anggota direksi yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.

Tanggung jawab direksi yang terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih berlaku
secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi. Pengecualian terhadap
tanggung jawab secara renteng oleh anggota direksi terjadi apabila dapat
membuktikan:

Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk


kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung mapun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian


tersebut.

Tugas Direksi

Sesuai dengan Pasal 100 UUPT, direksi berkewajiban menjalankan dan


melaksanakan beberapa tugas selama jabatannya menurut UUPT, yaitu:

Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat
direksi;

Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan;

Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan.

Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan dan dokumen Perseroan


lainnya disimpan di tempat kedudukan Perseroan. Atas permohonan tertulis dari
pemegang saham, direksi dapat memberi izin kepada pemegang saham untuk
memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS serta mendapat
salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan.
Anggota direksi juga wajib melaporkan kepada PT mengenai saham yang dimiliki
anggota direksi dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk
dicatat dalam daftar khusus. Anggota direksi yang tidak melaksanakan kewajiban ini
dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian Perseroan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 101 UUPT.

Lebih lanjut, menurut Pasal 102 UUPT diatur tugas direksi sehubungan dengan
pengurusan kekayaan Perseroan dimana direksi berkewajiban untuk memperoleh
persetujuan RUPS untuk:

Mengalihkan kekayaan Perseroan; atau

Menjadikan kekayaan Perseroan sebagai jaminan utang.

Kekayaan Perseroan yang dimaksud merupakan kekayaan yang jumlahnya lebih dari
50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi
atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. Selain tugas-tugas di
atas, kewajiban atau tugas direksi juga dapat ditentukan lebih lanjut dalam anggaran
dasar Perseroan.

2.

Kebijakan Umum

Dalam rangka mewujudkan keberhasilan atas penerapan GCG di perusahaan,

Pedoman Pengendalian Kecurangan (Fraud) ini akan diterapkan secara


Konsisten di semua aktivitas bisnis perusahaan. Agar efektifnya penerapan

Pedoman Pengendalian Kecurangan, ditetapkan kebijakan perusahaan sebagai

Berikut:

1. Perusahaan memiliki komitmen untuk senantiasa mengendalikan adanya

Potensi dan/atau terjadinya kecurangan, penyimpangan dan pelanggaran

Yang dapat merugikan Perusahaan.

2. Insan Perusahaan tidak diperbolehkan melakukan dan membiarkan

Terjadinya kecurangan, penyimpangan dan pelanggaran maupun tindakan

Lainnya yang dapat dinilai merugikan Perusahaan dan memberikan

Keuntungan kepada pihak-pihak tertentu.

3. Pedoman Pengendalian Kecurangan (fraud) berlaku juga bagi mitra kerja

Yang memiliki hubungan bisnis dengan perusahaan.

4. Pedoman Pengendalian Kecurangan (fraud) akan dikaji relevansinya secara

Berkala untuk melihat kesesuaian dengan perubahan kondisi lingkungan

Bisnis perusahaan.

Russell A. Jackson dalam tulisannya When Executives Go Bad di majalah Internal


Auditor Oktober 2014 merangkum beberapa pilihan yang dapat dilakukan audit
internal dalam menangani potensi fraud jajaran eksekutif. Bentuknya antara lain: (1)
mengubah pelaporan indikasi tindakan ilegal ke jajaran non eksekutif seperti komite
audit; (2) mereviu pola komunikasi; (3) fokus pada tindakan pencegahan; (4)
memberi atensi lebih pada area kegiatan yang pengawasannya lemah; (5)
membangun program kepatuhan; (6) memanfaatkan berbagai alat seperti data
mining dan data analytics; (7) memisahkan tugas investigasi dengan fungsi audit
rutin; dan (8) memperjelas kewenangan dan tanggung jawab dalam piagam audit.

Terlepas dari praktik dan pandangan yang beragam di atas, sebetulnya profesi audit
internal sudah punya petunjuk tersendiri yang dapat dipedomani. Kita bisa cermati
mulai dari Standar Praktik Profesional Audit Internal IIA (2017). Menurut standar
tersebut, auditor internal tidak dituntut memiliki kompetensi layaknya investigator.
Namun, auditor internal harus memiliki pengetahuan memadai dalam evaluasi risiko
fraud dan pengelolaannya (Standar 1210.A2). Dalam menerapkan kecermatan
profesional, auditor internal juga harus mempertimbangkan unsur fraud (Standar
1220.A1).

Kemudian, salah satu kontribusi nyata yang dapat disumbangkan dari kegiatan audit
internal bagi organisasi adalah perbaikan pengelolaan risiko, termasuk risiko fraud.
Untuk itu, pelaksanaan kegiatan audit internal harus mencakup evaluasi terhadap
potensi timbulnya fraud dan bagaimana organisasi mengelolanya (Standar2120.A2).
Adapun dalam perencanaan audit, kemungkinan timbulnya fraud harus
dipertimbangkan ketika merumuskan tujuan penugasan (Standar 2210.A2).
Selanjutnya, risiko fraud juga harus tercakup dalam laporan periodik pimpinan audit
internal (Standar 2060).

Pendek kata, auditor internal harus mewaspadai indikasi dan peluang terjadinya
fraud, mempertimbangkan risiko fraud saat perencanaan audit, mengevaluasi
indikasi fraud dan kecukupan pengendalian manajemen saat penugasan, serta
melaporkannya lewat laporan periodik. Dengan demikian, kewaspadaan terhadap
fraud semestinya menjadi bagian yang menyatu dalam pola pikir dan eksekusi
seluruh tahapan kegiatan audit internal.

Petunjuk yang lebih rinci dapat kita lihat dalam pedoman atau practice guide IIA
berjudul Internal Auditing and Fraud (2009). Dalam pedoman ini terdapat
penjelasan peran dan tanggung jawab berbagai pihak dalam pencegahan dan
deteksi fraud seperti dewan direksi, komite audit, manajemen, penasihat hukum,
auditor internal, auditor eksternal, manajer pencegahan kerugian, investigator, dan
pegawai lainnya.

Khusus untuk auditor internal, peran dan tanggung jawabnya antara lain membantu
pencegahan fraud melalui evaluasi kecukupan dan efektivitas pengendalian intern.
Selain itu, auditor internal dapat membantu manajemen menetapkan langkah
pencegahan fraud melalui konsultasi serta pemetaan kekuatan dan kelemahan
organisasi. Selanjutnya auditor internal dapat berperan dalam manajemen risiko
fraud melalui penyelidikan terhadap dugaan fraud, analisis akar masalah dan
rekomendasi perbaikan pengendalian, pemantauan hotline pengaduan, dan
pelatihan etika. Auditor internal juga dapat melakukan audit secara proaktif dalam
rangka menemukan penyalahgunaan aset dan penyajian informasi yang
dimanipulasi.

Dari penjelasan practice guide tadi terlihat bahwa ada cukup banyak alternatif peran
yang dapat dijalankan oleh auditor internal. Pilihan peran mana yang sebaiknya
dilakukan tetaplah mempertimbangkan kebutuhan dan kematangan organisasi serta
ketersediaan sumber daya.

Jika direnungkan lagi, peran dan tanggung jawab yang diterangkan dalam standar
dan pedoman IIA memiliki benang merah yang sama, yaitu auditor internal
seharusnya tidak mengambil alih peran dan tanggung jawab manajemen.

Bagaimanapun, pemegang tanggung jawab utama pencegahan dan deteksi fraud


adalah manajemen. Tanggung jawab tersebut diwujudkan dengan menerapkan
sistem pengendalian intern yang efektif, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai
dan berbagai risiko organisasi dapat tertangani, termasuk risiko fraud dan korupsi.

Aspek manusia yang menjadi titik lemah utama pengendalian intern juga mesti
dijaga. Program penguatan kompetensi dan integritas sumber daya manusia
organisasi harus mendapat perhatian khusus dari manajemen agar pengendalian
intern makin berfungsi lebih efektif.

Sementara itu, peran auditor internal adalah menilai apa yang telah dilakukan oleh
manajemen. Caranya bisa lewat data analytics atau dengan cara lainnya. Yang pada
intinya bisa mengidentifikasi potensi fraud atau korupsi yang tidak dapat dicegah
atau dideteksi lewat pengendalian intern rancangan manajemen. Dan manakala
menemukan adanya indikasi fraud atau korupsi, auditor internal tetaplah harus
bekerja sama dengan jajaran manajemen untuk membenahi celah pengendalian dan
menyelesaikan perkaranya.

Perlu juga diingat, auditor internal harus jeli memilih fokus penanganan fraud.
Jangan sampai mereka terlalu terlibat banyak dalam kasus-kasus remeh temeh.
Yang dapat menyita sumber daya. Atau bahkan dapat mengalihkan perhatian dari
hal-hal substansial yang terkait langsung dengan pencapaian tujuan organisasi.

Kuncinya adalah sinergi. Auditor internal yang secara profesional dan independen
mampu bersinergi dengan jajaran manajemen, akan mendapat respek dan
kepercayaan penuh. Seluruh unsur organisasi akan kooperatif terhadap kerja-kerja
auditor internal termasuk pimpinan tertinggi organisasi.

Dalam suasana pengendalian dan sinergi organisasi yang kuat seperti itu, semua
pihak otomatis akan berpikir panjang untuk melakukan tindakan fraud atau korupsi.
Pun ia seorang pimpinan tertinggi organisasi.

Sebaliknya, mengandalkan fungsi audit internal sebagai aktor tunggal untuk


mengatasi masalah fraud atau korupsi, apalagi itu dilakukan jajaran pimpinan
organisasi, adalah ibarat berharap sembuh dari penyakit kanker stadium akhir
dengan hanya minum parasetamol.

Anda mungkin juga menyukai