Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

PENYAKIT GINJAL KRONIK

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

Nida Cika Oktarina

22010119220120

Pembimbing:

dr. Ayudyah Nurani, Sp.PD, K-GH

KEPANITERAAN SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI

SEMARANG

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Nida Cika Oktarina

NIM : 22010119220120

Judul referat : Penyakit Ginjal Kronik

Pembimbing : dr. Ayudyah Nurani, Sp.PD, K-GH

Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 22 September 2020

Pembimbing,

dr. Ayudyah Nurani, Sp.PD, K-GH


BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan


etiologi yang beragam ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal
yang berlangsung lebih dari 3 bulan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu
albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal,
ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus.1 Penyakit ginjal kronik pada umumnya berakhir dengan keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.2

Di Amerika Serikat data tahun 1995-1999 menyatakan insidens kasus


penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk per tahun, dan
angka ini meningkat 8% setiap tahunnya. Di negara berkembang lainnya insidens
diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun. Di Indonesia
diperkirakan penderita Penyakit Ginjal Kronik kurang lebih 50 orang per satu juta
penduduk. 2 Prevalensi kejadian gagal ginjal di Indonesia kronik melalui data dari
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yaitu 0,2%. Kelompok umur ≥ 75
tahun mempunyai prevalensi kejadian Penyakit Ginjal Kronik lebih tinggi dari
pada kelompok umur lainnya yaitu 0,6%. Prevalensi kejadian Penyakit Ginjal
Kronik menurut jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dengan angka 0,3%
sedangkan perempuan hanya 0,2%. Dan prevalensi kejadian Penyakit Ginjal
Kronik pada Provinsi Jawa Tengah yaitu 0,3%.3

Penyebab terbanyak PGK adalah Penyakit ginjal hipertensi (34%) dan


nefropati diabetika (27%). Jumlah pasien yang menderita penyakit ginjal kronik
diperkirakan akan terus meningkat, peningkatan ini sebanding dengan
bertambahnya jumlah populasi, peningkatan populasi usia lanjut, serta
peningkatan jumlah pasien hipertensi dan diabetes.4 Penyakit ginjal kronik dapat
berakhir menjadi End Stage Renal Disease (ESRD). Oleh karena itu diagnosis
dini dan penatalaksanaan tepat untuk pasien PGK diperlukan untuk mencegah
atau menunda ESRD.
BAB II

ISI

2.1 Definisi

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu penyakit yang terjadi karena
penurunan fungsi ginjal secara progresif selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun, dimana hal itu ditandai dengan pergantian bertahap struktur
ginjal normal dengan fibrosis intertisial. Kelainan struktur dan fungsi dari
ginjal tersebut yang terjadi lebih dari 3 bulan dengan implikasi kesehatan.
Keadaan tersebut terjadi karena penurunan fungsi ginjal secara progresif
secara perlahan dapat mencapai 60% ditandai dengan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
dapat menyebabkan uremia atau biasa disebut Penyakit Ginjal Kronik.
KDIGO juga menjelaskan kriteria lain dari Penyakit Ginjal Kronik sebagai
berikut:5

1. Albuminuria (AER ≥ 30 mg/24 jam; ACR ≥ 30 mg/g)


2. Adanya sedimen urin
3. Abnormalitas elektrolit yang disebabkan oleh penyakit tubular
4. Riwayat transplantasi ginjal.
5. Penurunan nilai GFR hingga kurang dari 60 ml/menit/1,73m2.

Menurut National Kidney Foundation kriteria penyakit ginjal kronik


adalah:2

1. Kerusakan ginjal ≥3 bulan, berupa kelainan struktural atau


fungsional dari ginjal, dengan atau tanpa berkurangnya laju
filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
- kelainan patologi
- kelainan laboratorik pada darah, urin, atau kelainan pada
pemeriksaan radiologi.
2. LGF <60 ml/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh selama >3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak teradapat kerusakan ginjal lebih dari tiga bulaln
dan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) sama atau lebih dari 60
ml/menit/1,73m2 tidak termasuk kriteia penyakit ginjal kronik.

2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik


Sesuai rekomendasi The National Kidney Foundation Kidney Disease
Improving Global Outcomes (NKF-KDIGO) tahun 2012, klasifikasi penyakit
ginjal kronik menurut KDIGO dibagi menjadi 2 kategori yaitu klasifikasi
menurut kategri laju filtrasi glomerulus dan berdasarkan kategori
albuminuria.
Klasifikasi PGK menurut derajat penyakit di kelompokan menjadi 5
derajat, dikelompokan atas penurunan faal ginjal berdasarkan Laju Filtrasi
Glomerulus(LFG), yaitu:

Tabel 1. Klasifikasi PGK menurut derajat penyakit

Klasifikasi berdasarkan kategori albuminuria digunakan


untuk melihat kondisi jumlah albumin didalam pembuluh darah.
KDIGO (2012) mengklasifikasikan PGK menjadi 3 kategori
berdasarkan laju albumin dan ekskresi rasio albumin kreatinin
Tabel 2. Kategori albuminuria menurut KDIGO Clinical Practice
Guideline for Evaluation and Management of CKD 2012

Kategori Laju Rasio Albumin Kondi


Ekskresi Kreatinin si
Albumin (mg/ (mg/
mmol) g)
A1 <30 <3 <30 Meningkat normal dan
perlahan
A2 30-300 3-30 30- Meningkat secara moderat
300
A3 >300 >300 >300 Meningkat dengan parah
(Sumber : KDIGO, 2012)
Catatan :
a. Relatif untuk tingkat muda dan dewasa
b. Termasuk sindrom nefrotik (ekskresi albumin biasanya >2200
mg/24jam (Rasio albumin-kreatinin >2220 mg/g; 220 mg/mmol))

Menurut diagnosis etiologi, penyakit ginjal kronik dapat di


golongkan menjadi penyakit ginjal diabetes, penyakit ginjal non
diabetes, dan penyakit pada transplantasi sebagai berikut :

Tabel 3. Klasifikasi PGK menurut diagnosis etiologi


2.3 Etiologi PGK
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi, etiologi yang sering menjadi
penyebab penyakit ginjal kronik diantaranya adalah :
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan
difus yang sering berakhir dengan Penyakit Ginjal Kronik, disebabkan
oleh respon imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti
telah diketahui etiologinya. Secara garis besar dua mekanisme terjadinya
GN yaitu circulating immune complex dan terbentuknya deposit
kompleks imun secara in-situ. Kerusakan glomerulus tidak langsung
disebabkan oleh kompleks imun, berbagai faktor seperti proses inflamasi,
sel inflamasi, mediator inflamasi dan komponen berperan pada kerusakan
glomerulus.
Glomerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan
fungsi ginjal dan perubahan eksresi garam dengan akibat edema, kongesti
aliran darah dan hipertensi. Manifestasi klinik GN merupakan sindrom
klinik yang terdiri dari kelainan urin asimptomatik, sindrom nefrotik dan
GN kronik. Di Indonesia GN masih menjadi penyebab utama penyakit
ginjal kronik dan penyakit ginjal tahap akhir
.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Masalah yang akan
dihadapi oleh penderita DM cukup komplek sehubungan dengan
terjadinya komplikasi kronis baik mikro maupun makroangiopati. Salah
satu komplikasi mikroangiopati adalah nefropati diabetik yang bersifat
kronik progresif.
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal
disamping faktor lain seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal,
hiperglikemi dan faktor lain.
Penyakit ginjal hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal
kronik. Insideni hipertensi esensial berat yang berakhir dengan Penyakit
Ginjal Kronik <10 %. Selain Glomerulonephritis, diabetes mellitus dan
hipertensi, terdapat penyebab lain penyakit ginjal kronik seperti kista dan
penyakit bawaan lain, penyakit sistemik (lupus, vaskulitis), neoplasma,
serta berbagai penyakit lainya.

Tabel 4. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat(1995-


1999)2

Penyebab Insiden
Diabetes mellitus 44%
Tipe 1 7%
Tipe 2 37%
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstisial 3%
Kista dan penyakit bawaan lain 2%
Penyakit sistemik (Lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%

2.4 Patofisiologi PGK2


Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi, pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, kemudian terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif
lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-
angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulo intersitial. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, gejala
klinis yang serius belum muncul, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita
antara lain penderita merasakan letih dan tidak bertenaga, susah
berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan, susah
tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki
pada malam hari, kulit gatal dan kering, sering kencing terutama pada malam
hari. Pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara
lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal.2

Beberapa hal lain yang juga dianggap berperan dalam progresifitas


penyakit ginjal kronik diantaranya adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dan dislipidemia. Hal yang diduga ikut andil dalam
progresifitas penyakit ginjal kronik menjadi gagal ginjal diantaranya adalah
peningkatan tekanan glomerulus (akibat dari peningkatan tekanan darah
sistemik maupun vasokonstriksi arteriol eferen akibat dari peningkatan kadar
angiotensin II) dan kebocoran protein glomerulus.
Gambar 1. Patogenesis PGK
Gambar 2. Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik

Perkembangan dan progresi PGK biasanya tersembunyi dan tidak terlihat.


Pasien dengan stadium 1 dan 2 biasanya tidak mempunyai gejala atau ketidak
seimbangan cairan metabolik yang terlihat pada stadium 3 sampai 5, seperti
anemia, hiperparatiroid sekunder, penyakit kardiovaskular, malnutrisi dan
keabnormalan cairan elektrolit yang umum pada fungsi ginjal. Gejala uremia
umumnya tidak menyertai oada stadium 1 dan 2, minimal selama stadium 3
dan 4, dan umumnya pada stadium 5 yang juga terbiasa gatal – gatal, alergi
dingin, peningkatan berat badan, dan nefropati periferal. Pengobatan
bertujuan untuk menunda progresi PGK, dan meminimalisir perkembangan
dan keparahan dari komplikasi.
2.5 Pendekatan Diagnosis

2.5.1 Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:


a. Sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurisemi, Lupus
eritomatous sistemik (LES), dan lain sebagainya
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jantung asidosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

2.5.2 Gambaran Laboratoris

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:


a. Sesuai penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan fungsi ginjal
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuri, leukosituria, cast,
isostenuria.
2.5.3 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis Penyakit ginjal kronik meliputi:


a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, dan dikhawatirkan toksik terhadap ginjal
yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pieografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi

2.5.4 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien


dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menerapkan terapi, prognosis dan
mengevaluasi hasil terapi yang diberikan. Pada keadaan ukuran ginjal
yang mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang
tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal
napas, dan obesitas tidak boleh dilakukan pemeriksaan biopsi.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid


condition )

3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal.


4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal

Menurut KDIGO 2012 Pengobatan Gagal ginjal kronis terdiri dari 2 strategi,
yang pertama yaitu usaha untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal
dengan pengobatan hipertensi, pembatasan asupan protein, restriksi fosfor,
mengurangi proteinuria dan mengendalikan hiperlipidemia. Lini kedua yaitu
dengan mencegah kerusakan ginjal6.

2.6.1 Terapi Farmakologi PGK

Pada pedoman Clinical Practice Guideline for the Evaluation and


Management of Chronic Kidney Disease (KDIGO) 2012 manajemen
terapi PGK dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Manajemen Terapi pada Penyakit Ginjal Kronik1

Terapi Kondisi
Terapi dengan bikarbonat GFR<60mL/menit/1,73m2 dan/atau
transplantasi ginjal
Terapi dengan allopurinol GFR<60mL/menit/1,73m2
dan/atautransplantasi ginjal dengan/tanpa
hiperuresemia
Inisiasi dilakukan RRT GFR<30mL/menit/1,73m2
(Renal Replacement
Therapy)
Diet protein GFR<60mL/menit/1,73m2 dan/atau
transplantasi ginjal
2.6.2 Terapi dengan Phospate Binding Agents

KDIGO meninjau bukti yang mendukung untuk rekomendasi dalam


penundaan progresi dari CKD. Penggunaan tes kepadatan mineral
tulang dilakukan pada pasien dengan GFR 45 mL/menit/1,73
m2.Penggunaan Phosphate-Binding Agents dalam praktik klinik rutin
dalam penanganan hemodialisa. Obat-obatan dapat dilihat pada tabel
berikut

Tabel 6. Phosphate-Binding Agents

Obat Dosis Harian


Aluminium hidroksida 1.425-2.85 g
Kalsium sitrat 1.5-3 g
Magnesium karbonat 0.7-1.4 g (ditambah kalsium karbonat 0.33-0.66
g)
Kombinasi kalsium asetat Kalsium asetat 435 mg ditambah magnesium
dan magnesium karbonat karbonat 235 mg, 3-10 tablet/hari
Kalsium karbonat 3-6 g
Kalsium asetat 3-6 g
Lathanum karbonat 3g
Sevelamer-HCl 4.8-9.6 g
Sevelamer karbonat 4.8-9.6 g
Catatan: AKI=Acute Kidney Injury; CKD=Chronic Kidney Disease;
CrCl=Creatinine Clearance; GFR=Glomerular Filtration Rate.

2.6.3 Dislipidemia

Penatalaksanaan hiperlipidemia pada Penyakit Ginjal Kronik


berdasarkan KDIGO 2012 bertujuan untuk penanganan kadar lemak
dalam darah terapi yang direkomendasikan dapat dilihat pada tabel
berikut:6
Tabel 7 . Penatalaksanaan Dislipidemia

Dislipidemia GOAL
(mg/dL) (mg/dL) Terapi Terapi Alternatif
Awal Modifikasi
TG ≥ 500 TG < 500 TLC TLC+fibrat/ Fibrat/niacin
niacin
TLC+statin Bile acid
LDL 100-129 LDL < TLC dosis sequestran /
100 rendah Niacin
TLC + statin TLC + statin Bile acid
LDL ≥ 130 LDL < dosis rendah dosis maksimal sequestran /
100 Niacin
TG ≥ 200
mg/dL Non-HDL TLC + TLC + statin
<130 statin dosis dosis Fibrat / niacin
& non- HDL ≥
130 mg/dL rendah maksimal

2.6.4 Terapi Anemia

Anemia lazim pada pasien dengan kecepatan filtrasi glomerulus yang


diperkirakan kurang dari 60mL/menit/ 1.73 m2. Menggunakan agen
yang menstimulasi eritropoesis untuk pengobatan anemia pada pasien
dengan Penyakit Ginjal Kronik terkait dengan hasil potensial yang
merugikan, termasuk meningatknya tekanan darah dan komplikasi
trombosis. Terapi besi merupakan komponen penting dalam
mengobati anemia. Terapi anemia pada PGK berdasarkan KDIGO
2012 dapat dilihat pada tabel 8.7
Tabel 8. Terapi Anemia

Terapi Erythropoietic
Dosis : awal 80-120 U/kg/mgg sc atau 120-180 U/kg/mgg iv (dosis terbagi)
Suplemen Besi
Sediaan oral : ferrous sulfat, f.fumarat, f.gluconat, polysaccharide iron & heme
iron polypeptide
Sediaan iv : iron dextran, sodium ferric gluconat, iron sucrose
Third Line
Transfusi RBC
Terapi Androgen
L-Carnitin
2.6.5 Terapi Hipertensi

Hipertensi sering terkait dengan Penyakit Ginjal Kronik. Ini terjadi


lebih dari 75% pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik pada stadium
manapun. Ini merupakan penyebab dan akibat Penyakit Ginjal Kronik.
Bagian pedoman ini menyoroti aspek kunci pengobatan hipertensi
pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik. Aspek ini termasuk target
pembuluh darah, terapi obat awal untuk Penyakit Ginjal Kronik
proteinuria dan nonproteinuria, dan pengobatan hipertensi dalam
hubungan dengan diabetes dan penyakit vaskular renal pembuluh
darah besar.
Tabel 9. Terapi Hipertensi

Terapi Hipertensi
Pilihan Terapi Alternatif
Target 130/80 mmHg ACE atau ARB menunda CCB
pada PGK (GFR<60 penurunan fungsi ginjal nondihidropiridin
ml/min atau (menurunkan (efek menurunkan
albuminuria > 300 proteinuria) proteinuria)
mg/hari)
CCB dihidropiridin (tdk
menurunkan
proteinuria)

2.6.6 Terapi Diabetes Mellitus

Pasien dengan diabetes berisiko meningkat untuk terjadinya Penyakit


Ginjal Kronik dan kejadian kardiovaskular. Kontrol kadar glukosa
darah pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik mungkin
bermasalah karena meningkatnya atau berubahnya sensitivitas
terhadap rejimen konvensional, bervariasi anjuran diet dan masalah
kepatuhan terkait dengan diperlukannya kerumitan dalam perawatan.
Karena itu, penting untuk para klinisi untuk menyadari pentingnya
kontrol glikemik bagi pasien ini.
Tabel 10. Terapi DM

Kelas Obat CKD (Stage 3- Dialisis Komplikasi


5)
Generasi I Acetohexamide Hindari Hindari Hipoglikemia
GFR 50-70
Sulfonilurea Chlorpropamide Hindari Hipoglikemia
ml/min,
↓50%
GFR < 50
ml/min,
Hindari
Tolbutamide Hindari Hindari Hipoglikemia
Tolazamide Hindari Hindari Hipoglikemia
Generasi II
Tanpa
Tanpa
Sulfonilurea Glipizid penyesuaian Hipoglikemia
penyesuaian
dosis
dosis
Gliburid Hindari Hindari Hipoglikemia

Dosis
Glimepirid Hindari Hipoglikemia
Rendah;
1
mg/hari
In ibitor α- SCr > 2 mg/dl; Kemungkinan
glukosidase Acarbose Hindari Hindari hepatotoksik

SCr > 2
Miglitol mg/dl; Hindari
Hindari
Asidosis
Biguanida Metformin Kontraindikasi : Hindari Laktat

Pria : SCr >


1.5
mg/dl
wanita : SCr >
1.4
mg/dl
Tanpa
Tanpa Volume
TZDs Pioglitazone penyesuaia
penyesua retensi
n
ian dosis dosis
Tanpa
Tanpa Volume
Rosiglitazone penyesuaia
penyesua retensi
n dosis
ian dosis
Tanpa
Tanpa
Meglitinides Repaglinid penyesuaia
penyesua
n
ian dosis
dosis
Memulai
Nateglinide Hindari Hipoglikemia
dosis
rendah ; 60
mg
Tanpa
Increatin Tanpa
Exenatide penyesuaian
Mimetik penyesua
dosis
ian dosis
Amylin Tanpa
Pramulintid Tidak
Analog penyesua
diketahui
ian dosis
GFR < 20
ml/min

GFR 30-50
Inhibitor Sitagliptin ↓ 50% Hipoglikemia
ml/min,
↓ 25%
Dipeptidil- GFR < 30
peptidase IV ml/min, ↓
50%

Penggunaan metformin pada diabetes mellitus tipe 2


- Metformin direkomendasi untuk kebanyakan pasien dengan tipe
diabetes 2 dengan Penyakit Ginjal Kronik stadium 1 atau 2 yang
memiliki fungsi renal stabil yang tidak berubah selama 3 bulan
terakhir (derajat A).
- Metformin mungkin dilanjutkan pada pasien dengan Penyakit Ginjal
Kronik stabil stadium 3
- Rekomendasi praktek klinis: Metformin seharusnya dihentikan jika
terdapat perubahan akut dalam fungsi renal atau selama periode
penyakit yang dapat menimbulkan perubahan tersebut (misalnya
ketidaknyamanan gastrointestinal atau dehidrasi) atau menyebabkan
hipoksia (misalnya gagal jantung atau respirasi). Perawatan khusus
seharusnya dilakukan untuk pasien yang juga mengkonsumsi ACE
inhibitor, angiotensin receptor blocker, obat antiinflamasi nonsteroid
atau diuretik, atau setelah pemberian kontras intravena karena risiko
gagal ginjal akut dan sehingga akumulasi asam laktat, terbesar untuk
pasien ini

2.6.7 Terapi Non Farmakologis


a. Kontrol protein diet
- Diet terkontrol protein (0.8- 1.0 g/kg/ hari) direkomendasi
untuk orang dewasa dengan Penyakit Ginjal Kronik
- Restriksi protein diet <0.7g/kg/hari seharusnya termasuk
pemantauan penanda klinis dan biokimia dari defisiensi
nutrisi
- Diet terkontrol protein pasien yang menerima dialisis menjaga
asuhan protein dari 1,2g/kg/hari sampai 1,3 g/kg/hari

b. Asupan garam
- Untuk mencegah hipertensi, asupan sodium <100mmol/hari
direkomendasi, selain diet yang seimbang.
- Pasien dengan hipertensi seharusnya membatasi asupan
sodium mereka sampai 65-100mmol/hari.

2.6.8 Rujukan

Tersedia pedoman untuk pemberi pelayanan primer dan para spesialis


untuk merujuk pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik ke spesialis
nefrologi. Kebanyakan kasus Penyakit Ginjal Kronik nonprogresif
dapat diobati tanpa perlu merujuk ke spesialis nefrologi. Merujuk ke
spesialis nefrologi biasanya direkomendasi pada pasien dengan gagal
ginjal akut, kecepatan filtrasi glomerulus persisten kira-kira kurang
dari 30mL/menit/ 1.73m2, berkurang fungsi ginjal secara progresif,
rasio protein urin dengan kreatinin lebih besar dari 100mg/mmol
(sekitar 900mg/24 jam) atau rasio albumin urin dengan kreatinin lebih
besar dari 60mg/mmol (sekitar 500mg/24 jam), ketidakmampuan
untuk mencapai target pengobatan, atau cepatnya perubahan fungsi
ginjal.

2.6.9 Terapi Pengganti Ginjal

Meskipun secara keseluruhan tujuan pedoman dan rekomendasi adalah


untuk memperlambat perkembangan gagal ginjal kronik dan
komplikasinya, proporsi pasien akan memerlukan terapi pengganti ginjal
(baik dialisis atau transplantasi) untuk memperlama kehidupannya.
Tujuan bagian pedoman ini adalah untuk menggambarkan aspek edukasi,
perawatan dan proses yang perlu untuk mengoptimalisasi persiapan
pasien ini untuk terapi pengganti ginjal.
Komponen perawatan sebelum dimulai
- Jika layak, pasien dengan GFR kira-kira <30mL/ menit/m2
seharusnya menerima perawatan dalam kondisi multidisiplin
yang termasuk dokter, perawat, ahli nutrisi dan pekerja social
- Program edukasi predialisis seharusnya termasuk modifikasi
gaya hidup, pengobatan, pemilihan modalitas dan akses
vaskular serta pilihan untuk transplantasi ginjal.

Waktu mulai
- TIdak ada bukti saat ini ada mengenai rekomendasi GFR
dimana terapi pengganti ginjal seharusnya dimulai tanpa
adanya komplikasi Penyakit Ginjal Kronik
- Pasien dengan kira-kira GFR <20ml/menit/m2 mungkin
memerlukan awal terapi pengganti ginjal jika yang berikut ini
ditemukan: gejala klinis uremia (setelah menyingkirkan
penyebab lain), komplikasi metabolic refrakter (hiperkalemia,
asidosis), berlebihnya volume (dikeluhkan sebagai edema
resisten atau hipertensi) atau berkurangnya status nutrisi
(seperti yang diukur oleh serum albumin, lean body mass
yang refrakter terhadap intervensi diet
- Transplantasi ginjal donor hidup tidak seharusnya dilakukan
smapai GFR kira-kira <20ml/menit/m2 dan terdapat bukti
kerusakan renal progresif dan ireversibel melebihi 6-12 bulan
sebelumnya
Catatan GFR= glomerular filtration rate
Gambar 3. Strategi pengobatan untuk mencegah progresi Penyakit Ginjal Kronik
pada pasien non diabetes untuk membandingan pedoman strategi terapi lain. 8
Gambar 4. Strategi pengobatan untuk mencegah progresi Penyakit Ginjal
Kronik pada pasien diabetes8

2.7 Prognosis
2.8 Komplikasi

Manifestasi dari komplikasi yang terjadi pada penyakit ginjal kronik sesuai
dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi

Tabel 5. Komplikasi PGK dari derajatnya

Berbagai komplikasi penyakit ginjal kronik tersebut dapat disebabkan baik


oleh karena akumulasi berbagai zat yang tidak dapat diekskresi secara
sempurna oleh ginjal maupun produksi yang tidak adekuat dari produk
ginjal yaitu eritropoietin dan vitamin D, seperti :
1. Anemia akibat produksi eritropoietin oleh ginjal yang tidak adekuat.
2. Hipertensi antara lain akibat dari retensi natrium dan air
(hipervolemia), peningkatan sistem renin-angiotensin-aldosteron,
peningkatan aktivitas saraf simpatis, dan hiperparatiroid sekunder
3. Kulit terasa gatal akibat penumpukan kalsium fosfat pada jaringan.
4. Kardiomiopati dilatasi atau hipertrofi ventrikel kiri akibat dari
hipervolemia.
5. Komplikasi neurologis dan psikiatrik dapat terjadi akibat uremia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group.


KDIGO 2012 Clinical practice guideline for the evaluation and
management of chronic kidney disease. IFAC Proc Vol [Internet].
2013;3(1):4477–83. Available from: www.publicationethics.org

2. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 2161.

3. Kemenkes. Hasil Riskesdas RI [Internet]. 2012 [cited 2020 Sep 17].


Available from: http://www.depkes.go.id/

4. Pernefri. 4th report of indonesian renal registry [Internet]. 2011 [cited 2020
Sep 17]. Available from: ERNEFRI. 4th report of indonesian renal
registry.2011 (diunduh Februari 2016). Tersedia
dari:http://www.indonesianrenalregistry.org/data/4th%20Annual Report Of
IRR 2011.pdf

5. KDIGO. Kdigo Clinical Practice Guideline for the Management of Blood


Pressure. 2012;(December).

6. Kdigo. Clinical Practice Guideline for Lipid Management in Chronic


Kidney Disease. Kidney Int. 2013;3(3):182–9.

7. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Anemia Work


Group. KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney
Disease. Kidney Int Suppl. 2012;2(4):279–335.

8. DiPiro JT, Talbot RL, Yee GC et al. Pharmacotherapy: A


Pathophysiologic Approach. New York: McGraw-Hill; 2011.

Anda mungkin juga menyukai