Disusun oleh :
ALEX CHRISTOPHER
26921004
Oleh
Alex Christopher
NIM 26921004
(Program Studi Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya)
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
ii
2.14.2 Infiltrasi Air Keperkerasan ................................................................................................ 24
2.14.3 Time to Drain ........................................................................................................................... 25
2.14.4 Pipa Saluran Samping .......................................................................................................... 29
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Perkerasan Kaku pada Permukaan Tanah Asli (MDP, 2017) ............. 5
Gambar 2.5 Tebal Pondasi Bawah Minimum untuk Perkerasan Beton Semen
(Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003) .................................... 10
Gambar 2.6 CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah (Perencanaan
Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003) .......................................................... 10
Gambar 2.7 Tipikal Sistem Drainase untuk Muka Air Rendah ............................ 23
Gambar 4.4 Lebar Rumija Ruas Jalan 54.026.02 Bts. Kab Wajo/Bts. Kab Bone –
Ulu Galung .................................................................................................... 39
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan dan Koefisien Distribusi (C)
Kendaraan Niaga pada Lajur Rencana (Perencanaan Perkerasan Jalan Beton
Semen, 2003)................................................................................................... 7
Tabel 2.2 Faktor Keamanan Beban FKB (Perencanaan Perkerasan Jalan Beton
Semen, 2003)................................................................................................... 8
Tabel 2.4 Distribusi Beban Sumbu Kendaraan Niaga untuk Sulawesi Selatan Beban
Normal........................................................................................................... 13
Tabel 2.5 Distribusi Beban Sumbu Kendaraan Niaga untuk Sulawesi Selatan Beban
Faktual ........................................................................................................... 14
Tabel 2.6 Nilai Koefisien Gesekan µ (Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen,
2003) ............................................................................................................. 19
Tabel 2.7 Ukuran dan Berat Tulangan Polos Anyaman Las (Perencanaan
Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003) .......................................................... 19
Tabel 2.8 Hubungan Kuat Tekan Beton dan Angka Ekivalen Baja dan Beton
(Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003) .................................... 21
Tabel 4.1 Data LHR Tahun 2020 Ruas Jalan 54.026.02 Bts. Kab Wajo/Bts. Kab
Bone – Ulu Galung........................................................................................ 35
Tabel 4.2 Pertumbuhan Lalu Lintas Ruas Jalan 54.025 Bts Kota Watampone –
Pompanua ...................................................................................................... 36
v
Tabel 4.3 Rekapitulasi Data CBR DCP ................................................................ 37
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Ruas Jalan Nasional di Kabupaten Wajo merupakan salah satu ruas jalan yang
termasuk dalam Paket Pekerjaan Preservasi Jalan Sinjai-Watampone-Pompanua-
Tarumpakkae. Ruas jalan ini melayani kendaraan ringan hingga kendaraan berat
karena ruas jalan ini sekaligus berfungsi sebagai jalur logistik. Kendaraan berat
yang melewati ruas jalan ini pada umunnya berasal dari Pelabuhan di Parepare dan
Pelabuhan di Watampone.
Terdapat kerusakan struktural jalan dibeberapa segmen jalan yang berada di ruas
Jalan Nasional di Kabupaten Wajo. Hal ini disebabkan karena banyaknya
kendaraan berat ODOL (Over Dimension Over Load) yang melewati ruas jalan ini.
Selain itu ruas jalan ini berada disisi Sungai Walanae yang berkisar ± 20km panjang
jalan sehingga ruas jalan ini sering terjadi banjir yang berasal dari luapan air sungai.
Hal ini dapat menyebabkan jalan menjadi lebih cepat rusak.
1
perhitungan ulang dengan menggunakan pedoman PdT-14-2003 Pedoman
Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen dan membandingkannya dengan
desain dari P2JN BBPJN Sulawesi Selatan. Selain itu dalam studi kasus ini juga
dilakukan desain sistem drainase jalan.
2
Jalan (KPIJ), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.4 Provinsi Sulawesi
Selatan yang berada di BBPJN Sulawesi Selatan
3. Jalan yang ditinjau yaitu Ruas Jalan Pompanua-Ulugalung KM 225+790 - KM
226+465
4. Metode yang digunakan dalam perhitungan perkerasan kaku adalah pedoman
PdT-14-2003 Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen
5. Metode yang digunakan dalam perhitungan sistem drainase bawah permukaan
adalah pedoman PdT-02-2006-B Perencanaan Sistem Drainase Jalan
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2.2 Perkerasan Kaku pada Permukaan Tanah Asli (MDP, 2017)
5
Merupakan jenis perkerasan kaku yang dibuat dengan tulangan, yang ukuran
pelatnya berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dari pelatnya
dibatasi oleh adanya melintang dan memanjang. Panjang pelat dari jenis
perkerasan ini berkisar antara 8-15 meter
3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
Merupakan jenis perkerasan kaku yang dibuat dengan tulangan dan dengan
panjang pelat yang menerus yang hanya dibatasi oleh adanya sambungan-
sambungan muai melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini lebih besar
dari 75 meter
4. Perkerasan beton semen pra-tegang
Merupakan jenis perkerasan kaku menerus, tanpa tulangan yang menggunakan
kabel-kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut, muai dan lenting akibat
perubahan temperature dan kelembaban
Pedoman perencanaan ini didasarkan pada perkiraan lalu lintas dan komposisi
selama umur rencana, kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dengan CBR (%),
kekuatan beton yang digunakan, jenis bahu jalan, jenis perkerasan, dan jenis
penyalur beban.
6
terakhir. Konfigurasi sumbu terbagi atas 4 jenis yaitu sumbu tunggal roda tunggal
(STRT), sumbu tunggal roda ganda (STRG), sumbu tandem roda ganda (STdRG),
dan sumbu tridem roda ganda (STrRG).
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang
menampung lalu lintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas lajur, maka jumlah lajur dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga dapat
ditentukan dari lebar perkerasan seperti tabel berikut.
Tabel 2.1 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan dan Koefisien Distribusi
(C) Kendaraan Niaga pada Lajur Rencana (Perencanaan Perkerasan Jalan Beton
Semen, 2003)
Koefisien Distribusi
Lebar Perkerasan (Lp) Jumlah Lajur (nl)
1 Arah 2 Arah
Lp < 5,50 m 1 Lajur 1,00 1,00
5,50 m £ Lp < 8,25 m 2 Lajur 0,70 0,50
8,25 m £ Lp < 11,25 m 3 Lajur 0,50 0,475
11,25 m £ Lp < 15,00 m 4 Lajur - 0,45
15,00 m £ Lp < 18,75 m 5 Lajur - 0,425
18,75 m £ Lp < 22,00 m 6 Lajur - 0,40
Dalam mendesain perkerasan jalan perlu diketahui umur rencana jalan dan faktor
pertumbuhan lalu lintas. Pada perkerasan beton semen umumnya umur rencana
dapat direncanakan sebesar 20 tahun sampai dengan 40 tahun. Untuk menghitung
faktor pertumbuhan lalu lintas dapat digunakan rumus sebagai berikut
(1 + 𝑖)!" − 1
𝑅=
𝑖
Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi
lagi, maka R dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
(1 + 𝑖)!"
𝑅= + (𝑈𝑅 − 𝑈𝑅𝑚){(1 + 𝑖)!"# − 1}
𝑖
7
Dimana,
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %
UR : Umur rencana (tahun)
URm : Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai
Lalu lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur
rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada
setiap jenis sumbu kendaraan. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Dimana,
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
C : Koefisien distribusi kendaraan
Tabel 2.2 Faktor Keamanan Beban FKB (Perencanaan Perkerasan Jalan Beton
Semen, 2003)
8
No. Penggunaan Nilai FKB
maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi
1,15
2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan 1,1
volume kendaraan niaga menengah
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah 1,0
Bahan pondasi bawah dapat berupa bahan berbutir, stabilisasi atau dengan beton
kurus giling padat (Lean Rolled Concrete), dan campuran beton kurus (Lean-Mix
Concrete). Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi
perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal
jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan
pengembangan yang mungkin timbul. Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang
paling sedikit mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan
AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Tebal lapis pondasi bawah minimum
yang disarankan dan CBR tanah dasar efektif dapat dilihat pada grafik berikut.
9
Gambar 2.5 Tebal Pondasi Bawah Minimum untuk Perkerasan Beton Semen
(Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003)
Gambar 2.6 CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah (Perencanaan
Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003)
10
2.6 Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength)
umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik
(ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3–5 MPa (30-50 kg/cm2).
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik lentur beton dapat
didekati dengan rumus sebagai berikut.
Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang
dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 dengan rumus sebagai berikut.
2.7 Bahu
Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan
penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan kekuatan antara bahu dengan
jalur lalu-lintas akan memberikan pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal tersebut
dapat diatasi dengan bahu beton semen, sehingga akan meningkatkan kinerja
perkerasan dan mengurangi tebal pelat. Beton semen adalah bahu yang dikunci dan
diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum 1,50 m, atau bahu yang
menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m, yang juga dapat mencakup saluran
dan kereb.
11
2.8 Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk:
1. Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan,
pengaruh lenting serta beban lalu-lintas
2. Memudahkan pelaksanaan
3. Mengakomodasi gerakan pelat
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain:
1. Sambungan memanjang
Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya
retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 - 4 m.
Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu
minimum BJTU24 dan berdiameter 16 mm. Ukuran batang pengikat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
𝐴$ = 204 × 𝑏 × ℎ dan 𝐼 = (38,3 × 𝜙) + 75
Dimana,
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm)
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi
perkerasan (m)
h = Tebal pelat (m)
I = Panjang batang pengikat (mm)
𝜙 = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm)
Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm
2. Sambungan melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat
untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat
untuk lapis pondasi stabilisasi semen. Jarak sambungan susut melintang untuk
perkerasan beton bersambung tanpa tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk
perkerasan beton bersambung dengan tulangan 8 - 15 m dan untuk sambungan
perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan
pelaksanaan.
12
Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara
ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi
gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut. Setengah panjang ruji polos
harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti lengket untuk menjamin tidak ada
ikatan dengan beton. Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton
sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Diameter Ruji
Tabel 2.4 Distribusi Beban Sumbu Kendaraan Niaga untuk Sulawesi Selatan
Beban Normal
Beban
Kelompok STdRT STdRG STrRG
STRT (%) STRG (%)
Sumbu (%) (%) (%)
(kN)
10 0,21 0,11 7,14 0,05 10,34
20 10,86 0,35
30 20,03 5,23
13
Beban
Kelompok STdRT STdRG STrRG
STRT (%) STRG (%)
Sumbu (%) (%) (%)
(kN)
40 24,35 15,82 2,38 0,01
50 19,85 16,49 0,03
60 11,89 12,12 7,14 0,06
70 5,22 8,61 0,19
80 7,59 39,19 11,90 0,34
90 0,49 71,43 0,62
100 1,60 1,12
110 2,18
120 3,33
130 4,98
140 7,06
150 7,36
160 7,90 3,45
170 7,62 3,45
180 57,16 6,90
190 3,45
200 72,41
Jumlah 100 100 100 100 100
Tabel 2.5 Distribusi Beban Sumbu Kendaraan Niaga untuk Sulawesi Selatan
Beban Faktual
Beban
Kelompok STdRT STdRG STrRG
STRT (%) STRG (%)
Sumbu (%) (%) (%)
(kN)
10 0,21 0,11 7,14 0,05 10,34
20 10,86 0,35
30 20,03 5,23
40 24,35 15,82 2,38 0,01
50 19,85 16,49 0,03
60 11,89 12,12 7,14 0,06
70 5,22 8,61 0,19
80 7,46 10,19 11,9 0,34
90 0,12 7,86 4,76 0,62
100 0,01 4,47 16,67 1,12
14
Beban
Kelompok STdRT STdRG STrRG
STRT (%) STRG (%)
Sumbu (%) (%) (%)
(kN)
110 2,9 7,14 2,18
120 2,45 2,38 3,33
130 2,65 11,9 4,98
140 7,87 23,81 7,06
150 2,87 2,38 7,36
160 0,01 2,38 7,9 3,45
170 7,62 3,45
180 6,72 6,9
190 0,01 5,94 3,45
200 5,4 3,45
210 4,22 3,45
220 21,72 6,9
230 1,9 6,9
240 2,82 10,34
250 1,35 3,45
260 1,28 17,24
270 0,95 6,9
280 0,95
290 0,82 3,45
300 0,84 3,45
310 2,23
320 0,02
330 3,45
340
350
360
370 3,45
Jumlah 100 100 100 100 100
15
2.10Penentuan Tebal Lapis Permukaan (Pelat Beton)
Tebal pelat beton dapat diperkirakan berdasarkan Jumlah Repetisi Kelompok
Sumbu Kendaraan Niaga, CBR Tanah Dasar Efektif, Jenis Bahu (dengan/tanpa
beton), fcf Material Beton, Klasifikasi Lalu Lintas (dalam/antar kota), dengan/tanpa
Dowel, dan Faktor Keamanan Beban. Tebal taksiran pelat beton dapat ditentukan
dengan menggunakan grafik yang ada pada Lampiran B PdT-14-2003 Perencanaan
Perkerasan Jalan Beton Semen.
Tebal yang diperoleh dari grafik selanjutnya harus di analisis terhadap kekuatan
fatik dan erosinya. Apabila memenuhi persyaratan fatik dan erosi, maka tebal dapat
digunakan, namun jika belum memenuhi persyaratan maka perlu dilakukan iterasi
perhitungan hingga persayaratan fatik dan erosi terpenuhi.
6. Nilai Repetisi Ijin pada analisis fatik diperoleh dari Nomogram pada Gambar
19 Pd T-14-2003
")*)$+,+ ./01 %)23/4+
7. % 𝑅𝑢𝑠𝑎𝑘 𝐹𝑎𝑡𝑖𝑘 = ")*)$+,+53+0 */4/ 60/7+,+, 8/$+9
8. Nilai Repetisi Ijin pada analisis erosi diperoleh dari Nomogram pada Gambar
21 Pd T-14-2003
")*)$+,+ ./01 %)23/4+
9. % 𝑅𝑢𝑠𝑎𝑘 𝐸𝑟𝑜𝑠𝑖 = ")*)$+,+53+0 */4/ 60/7+,+, &2:,+
16
10. % Rusak Fatik dan % Rusak Erosi harus dibawah 100%. Apabila tidak
memenuhi hal tersebut, maka dilakukan percobaan perhitungan untuk tebal
pelat beton yang lebih besar, hingga persyaratan fatik dan erosi terpenuhi.
17
12. Hitung persentase dari repetisi fatik yang direncanakan terhadap jumlah repetisi
izin
13. Dengan menggunakan faktor erosi (FE), tentukan jumlah repetisi ijin untuk
erosi, dari grafik
14. Hitung persentase dari repetisi erosi yang direncanakan terhadap jumlah repetisi
izin
15. Ulangi langkah 11 sampai dengan 14 untuk setiap beban per roda pada sumbu
tersebut sampai jumlah repetisi beban izin yang terbaca pada grafik yang
masing-masing mencapai 10 juta dan 100 juta repetisi.
16. Hitung jumlah total fatik dengan menjumlahkan persentase fatik dari setiap
beban roda pada STRT tersebut. Dengan cara yang sama hitung jumlah total
erosi dari setiap beban roda pada STRT tersebut.
17. Ulangi langkah 8 sampai dengan langkah 16 untuk setiap jenis kelompok sumbu
lainnya
18. Hitung jumlah total kerusakan akibat fatik dan jumlah total kerusakan akibat
erosi untuk seluruh jenis kelompok sumbu
19. Ulangi langkah 7 sampai dengan langkah 18 hingga diperoleh ketebalan tertipis
yang menghasilkan total kerusakan akibat fatik dan atau erosi ≤ 100%. Tebal
tersebut sebagai tebal perkerasan beton semen yang direncanakan.
2.13Perencanaan Tulangan
Tujuan utama penulangan yaitu untuk membatasi lebar retakan agar kekuatan pelat
tetap dapat dipertahankan, memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang
agar dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan
kenyamanan, dan mengurangi biaya pemeliharaan.
18
2.13.1 Perkerasan Beton Semen Bersambung dengan Tulangan
Luas penampang tulangan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut
𝜇 𝐿 𝑀 𝑔 ℎ
𝐴, =
2 𝑓,
Dimana,
As : luas penampang tulangan baja (mm2/m lebar pelat)
fs : kuat tarik izin tulangan (MPa). Biasanya 0,6 kali tegangan leleh
g : gravitasi (m/detik2)
h : tebal pelat beton (m)
L : jarak antara sambungan yang tidak diikat dan/atau tepi bebas pelat (m)
M : berat per satuan volume pelat (kg/m3)
µ : koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi bawah
Koefisien
No. Lapis Pemecah Ikatan
Gesekan (µ)
1 Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1,0
2 Laburan parafin tipis pemecah ikat 1,5
3 Karet kompon (A chlorinated rubber curing compound) 2,0
Tabel 2.7 Ukuran dan Berat Tulangan Polos Anyaman Las (Perencanaan
Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003)
19
Tulangan Tulangan Luas Penampang Berat
Memanjang Melintang Tulangan per
Satuan
Diameter Jarak Diameter Jarak Memanjang Melintang
Luas
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm2/m) (mm2/m)
(kg/m2)
10 100 8 200 785 251 8,138
9 100 8 200 636 251 6,967
8 100 8 200 503 251 5,919
7,1 100 8 200 396 251 5,091
9 200 8 250 318 201 4,076
8 200 8 250 251 201 3,552
Bujur Sangkar
8 100 8 100 503 503 7,892
10 200 10 200 393 393 6,165
9 200 9 200 318 318 4,994
8 200 8 200 251 251 3,946
7,1 200 7,1 200 198 1989 3,108
6,3 200 6,3 200 156 156 2,447
5 200 5 200 98 98 1,542
4 200 4 200 63 63 0,987
Dimana,
Ps : persentase luas tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap luas
penampang beton (%)
fct : kuat tarik langsung beton = (0,4 – 0,5 fcf) (kg/cm2)
20
fy : tegangan leleh rencana baja (kg/cm2)
n : angka ekivalensi antara baja dan beton (Es/Ec)
µ : koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya
Es : modulus elastisitas baja = 2,1 x 106 (kg/cm2)
Ec : modulus elastisitas beton = 1485Öf’c (kg/cm2)
Tabel 2.8 Hubungan Kuat Tekan Beton dan Angka Ekivalen Baja dan Beton
(Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003)
f’c (kg/cm2) n
175 – 225 10
235 – 285 8
290 – ke atas 6
𝑓($ ;
𝐿(2 =
𝑛 𝑝; 𝑢𝑓< (𝜀, 𝐸( − 𝑓($ )
Dimana,
Lcr : jarak teoritis antara retakan (cm)
p : perbandingan luas tulangan memanjang dengan luas penampang beton
u : perbandingan keliling terhadap luas tulangan = 4/d
fb : tegangan lekat antara tulangan dengan beton = 1,97√f’c)/d (kg/cm2)
es :koefisien susut beton = 400 x 10-6
fct : kuat tarik langsung beton = 0,4 – 0,5 fcf (kg/cm2)
n : angka ekivalensi antara baja dan beton = (Es/Ec)
Ec : modulus elastisitas beton = 14850Öf’c (kg/cm2)
Es : modulus elastisitas baja = 2,1 x 106 (kg/cm2)
21
Jarak retakan teoritis yang dihitung dengan persamaan di atas harus memberikan
hasil antara 150 dan 250 cm. Jarak antar tulangan 100 mm – 225 mm. Diameter
batang tulangan memanjang berkisar antara 12 mm dan 20 mm.
Luas tulangan melintang yang diperlukan pada perkerasan beton menerus dengan
tulangan dihitung menggunakan rumus perhitungan perkerasan beton semen
bersambung dengan tulangan. Tulangan melintang direkomendasikan yaitu
diameter batang ulir tidak lebih kecil dari 12 mm dan jarak maksimum tulangan
dari sumbu ke sumbu 75 cm.
22
Gambar 2.7 Tipikal Sistem Drainase untuk Muka Air Rendah
Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan teknis sistem drainase perkerasan
yaitu:
1. Geometri lapis fondasi
2. Air yang masuk ke sistem drainase perkerasan yaitu infiltrasi air, air tanah, dan
aliran air keluar
3. Laju pembuangan air
4. Waktu pengaliran
5. Kapasitas aliran rencana dari pipa saluran samping
6. Spasi outlet
𝑆" = W𝑆 ; + 𝑆=;
𝑆 ;
𝐿" = 𝑊Y1 + ( )
𝑆=
23
Dimana,
W : lebar lapis fondasi permeable
b : lebar perkerasan (m)
c : jarak bahu perkerasan ke tepi lapis fondasi permeable (m)
SR : kemiringan resultan lapis fondasi permeable (m/m)
S : kemiringan lapis fondasi permeable arah memanjang jalan (m/m)
SX : kemiringan lapis fondasi permeable arah melintang jalan (m/m)
𝑁( 𝑊(
𝑞+ = 𝐼( [ + \ + 𝑘*
𝑊 𝑊 × 𝐶,
Dimana,
qi : infiltrasi air kedalam perkerasan (m3/hari/m2)
24
Ic : laju infiltrasi retak (m3/hari/m)
Nc : jumlah retak longitudinal
Wc : panjang sambungan melintang atau panjang retakan yang berkontribusi
terhadap infiltrasi (m)
W : lebar lapis fondasi permeable (m)
Cs : spasi sambungan melintang atau spasi retakan yang berkontribusi terhadap
infiltrasi (m)
kp : permeabilitas perkerasan (m/hari)
Laju pembuangan air dari lapis fondasi permeabel dihitung dengan persamaan
menutur FHWA (2006) yaitu sebagai berikut
𝑞4 = 𝑞0 × 𝐿"
Dimana,
qd : laju pembuangan air (m3/hari/m)
qn : debit desain net inflow (m3/hari/m2)
LR : resultan panjang (m)
25
Tabel 2.9 Definisi Kualitas Drainase
Jika hasil perhitungan menghasilkan nilai time-to-drain yang tidak sesuai dengan
perencanaan tebal perkerasan lentur, maka alternatif yang dapat diambil adalah
mempertebal lapis fondasi permeabel atau menggunakan material lapis fondasi
yang lebih permeabel. Nilai time-to-drain dihitung dengan persamaan sebagai
berikut.
𝑡 = 𝑇>? × 𝑚4 × 24
Dimana,
t : time-to-drain (jam)
T50 : time factor untuk derajat kejenuhan 50%
md : faktor yang berhubungan dengan porositas efektif, permeabilitas, resultan
panjang serta tebal lapisan drainase
Nilai time factor (T50) ditentukan oleh geometri lapisan drainase. Geometri lapisan
drainase terdiri atas kemiringan resultan (resultant slope, SR), panjang pengaliran
resultan (resultant length, LR) dan ketebalan lapisan drainase. Untuk menghitung
nilai faktor kemiringan (slope factor, S1) dapat digunakan persamaan sebagai
berikut.
𝐿" × 𝑆"
𝑆@ =
𝐻
Dimana,
SR : kemiringan resultan (m/m)
LR : resultan panjang (m)
26
H : tebal lapisan permeabel (m)
Untuk menentukan nilai T50 dapat digunakan dengan grafik sebagai berikut. Grafik
tersebut untuk derajat kejenuhan drainase 50%.
𝑛) × 𝐿" ;
𝑚4 =
𝑘×𝐻
Dimana,
ne : porositas efektif lapisan drainase, ditentukan melalui gambar dibawah
LR : resultan panjang (m)
k :permeabilitas lapisan drainase (m/hari)
H : tebal lapisan drainase (m)
27
Gambar 2.10 Grafik porositas efektif, ne
Nilai permeabilitas untuk lapir berbutir dapat dihitung dengan menggunakan rumus
empiris berdasarkan SE Menteri PU No. 12/SE/M/2013 sebagai berikut.
@,BCD
6,214 × 10> × 𝐷@? × 𝑛E,E>B
𝑘= ?,>FC
𝑃;??
Dimana,
k : permeabilitas lapisan drainase (ft/hari)
P200 : persentase lolos saringan No. 200
D10 : diameter butir yang ditentukan oleh 10% lolos saringan dari kurva
distribusi ukuran butir kumulatif (mm)
n : porositas material
𝛾4
𝑛 =1−
𝛾G × 𝐺,
Dimana,
𝛾4 : berat isi kering (kN/m3)
𝛾G : berat isi air (kN/m3)
Gs : berat jenis curah (bulk), sekitar 2,5-2,7
28
2.14.4 Pipa Saluran Samping
Kapasitas aluran rencana dari pipa saluran samping dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan dibawah ini.
𝜋 × 𝐾 × 𝑆 ?,> × 𝐷D/I
𝑄=
4>/I × 𝑛
Dimana,
Q : kapasitas pengaliran pipa (m3/detik)
K : faktor konversi = 1 (m1/3/detik)
S :kemiringan pipa saluran (m/m)
D : diameter pipa (m)
n : koefisien manning
𝑄
𝐿: =
𝑞4
Dimana,
Lo : spasi outlet (m)
Q : kapasitas pengaliran pipa (m3/detik)
qd : discharge rate (m3/hari/m)
29
BAB 3
METODOLOGI
30
3.2.1 Tahapan Persiapan
Tahap persiapan merupakan studi kepustakaan dari berbagai sumber dan penelitian
terdahulu. Pada tahap ini akan dibahas tentang teori-teori dan hasil penemuan yang
dapat menunjang permasalahan dalam studi kasus ini.
31
3. Pemilihan Kriteria Desain Perkerasan Kaku
Pada tahap ini dilakukan pemilihan beberapa kriteria desain perkerasan kaku
yang meliputi jenis sambungan, jenis dan tebal fondasi bawah, bahu beton atau
bukan beton, kuat tekan beton, dan faktor keamanan beban.
4. Analisis Tebal Rencana Perkerasan Kaku
Pada tahap ini dilakukan penaksiran tebal plat beton kemudian dianalisis
terhadap kerusakan erosi dan kerusakan fatik
5. Analisis Perencanaan Tulangan
Pada tahap ini dilakukan perencanaan tulangan dengan menggunakan
perkerasaran beton semen bersambung dengan tulangan atau perkerasan beton
semen menerus dengan tulangan
6. Analisis Sistem Drainase Jalan
Pada tahap ini dilakukan analisis sistem drainase jalan bawah permukaan
dengan menggunakan pedoman PdT-02-2006-B Perencanaan Sistem Drainase
Jalan Departemen Pekerjaan Umum
32
Gambar 3.2 Alur Studi Kasus
33
3.4 Rencana Jadwal Penelitian
Rencana jadwal penelitian studi kasus dapat dilihat pada tabel sebagai berikut
34
BAB 4
PENYAJIAN DATA
Tabel 4.1 Data LHR Tahun 2020 Ruas Jalan 54.026.02 Bts. Kab Wajo/Bts. Kab
Bone – Ulu Galung
Golongan 5a 5b 6a 6b 7a 7b 7c Total
Survey 14 5 93 381 16 0 2 511
IRMS 14 7 93 380 16 0 2 513
Berdasarkan data LHR diatas terdapat sedikit selisih antara data dari hasil survey
dan data dari hasil validasi IRMS sehingga data yang digunakan yaitu data dari hasil
validasi IRMS.
35
Untuk menghitung laju pertumbuhan lalu lintas digunakan data LHR dari ruas jalan
yang terdekat yaitu ruas jalan 54.025 Bts Kota Watampone – Pompanua yang dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.2 Pertumbuhan Lalu Lintas Ruas Jalan 54.025 Bts Kota Watampone –
Pompanua
Jenis LHR
Sumbu
Kendaraan
2018 2019 2020
Golongan 1 1.1 4084 4814 7332
Golongan 2 1.1 864 2590 2354
Golongan 3 1.1 864 103 242
Golongan 4 1.1 864 763 712
Golongan 5A 1.2 12 46 14
Golongan 5B 1.2 1 64 3
Golongan 6A 1.1 46 154 151
Golongan 6B 1.2 251 201 568
Golongan 7A 1.22 17 227 26
Golongan 7B 1.2-2.2 6 1 0
Golongan 7C 1.2.-22 0 30 5
Golongan 8 - 1 4 40
Jumlah 7010 8999 11446
Pertumbuhan 28% 27%
Berdasarkan data yang didapatkan laju pertumbuhan lalu lintas pada ruas jalan
54.025 Bts Kota Watampone – Pompanua yang berdekatan dengan ruas jalan
54.026.02 Bts. Kab Wajo/Bts. Kab Bone – Ulu Galung tidak realistis karena
bernilai lebih dari 20% sehingga laju pertumbuhan lalu lintas menggunakan
pedoman MDP 2017. Berdasarkan pedoman MDP 2017, rata-rata laju pertumbuhan
lalu lintas di Indonesia untuk jalan arteri yaitu sebesar 4,75% yang dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
36
Gambar 4.1 Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas
37
Namun pada studi kasus ini akan digunakan nilai CBR sebesar 3% sebagai
kriteria desain.
38
Rekonstruksi jalan pada bagian badan jalan digunakan rigid pavement Fc 30 MPa
dengan ketebalan 28,5cm, timbunan pilihan dengan ketebalan 25cm, dan bahu jalan
digunakan beton Fc 15 MPa dengan ketebalan 15cm.
Gambar 4.4 Lebar Rumija Ruas Jalan 54.026.02 Bts. Kab Wajo/Bts. Kab Bone –
Ulu Galung
39
Tabel 4.4 Kriteria Desain
No Uraian Keterangan
1 Umur Rencana 40 tahun
2 Status Jalan Jalan Nasional
3 Jenis Perkerasan Perkerasan Kaku
4 Bahu Bahu Beton 1,5m
5 Sambungan Tiebar dan Dowel
6 Lebar Lajur 3,5m
7 Konfigurasi Jalan 2/2 UD
8 CBR 3%
9 Laju Pertumbuhan 4,75%
Umur rencana yang digunakan berdasarkan MDP 2017 yaitu untuk perkerasan kaku
digunakan umur rencana selama 40 tahun. Jenis perkerasan yang digunakan yaitu
perkerasan kaku (beton semen) bersambung dengan tulangan (Jointed Reinforced
Concrete Pavement/JRCP) dengan bahu beton serta sambungan tiebar dan dowel.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan, lebar lajur yang
digunakan yaitu sebesar 3,5m dan lebar bahu jalan yaitu sebesar 1,5m sehingga
total lebar badan jalan dan bahu jalan yaitu sebesar 9m. Untuk masa pelayanan jalan
selama 40 tahun diperkirakan tidak adanya penambahan lajur karena lalu lintas
yang melewati ruas jalan ini termasuk rendah. Laju pertumbuhan lalu lintas yang
digunakan berdasarkan MDP 2017 untuk jalan arteri rata-rata Indonesia yaitu
sebesar 4,75%.
40
BAB 5
ANALISIS DATA
41
FKB = 1,1 (Tabel 2.2)
Untuk menentukan repetisi yang terjadi pada setiap sumbu digunakan distribusi
HVAG berdasarkan MDP 2017 Suplemen pada Tabel 2.4 untuk beban sumbu
kendaraan niaga beban normal pada Sulawesi Selatan. Hasil perhitungan pada
setiap kelompok sumbu dapat dilihat pada tabel berikut.
Beban
Beban Rencana % proporsi % proporsi Repetisi yang
Sumbu (kN) Per roda beban sumbu terjadi
(kN)
42
Beban
Beban Rencana % proporsi % proporsi Repetisi yang
Sumbu (kN) Per roda beban sumbu terjadi
(kN)
Selain itu dilakukan juga perhitungan repetisi yang terjadi pada setiap sumbu
dengan menggunakan beban sumbu kendaraan niaga beban faktual pada Sulawesi
Selatan berdasarkan MDP 2017 Suplemen yang dapat dilihat pada Tabel 2.5. Hasil
perhitungan pada setiap kelompok sumbu dapat dilihat pada tabel berikut.
Beban
Beban Rencana % proporsi % proporsi Repetisi yang
Sumbu (kN) Per roda beban sumbu terjadi
(kN)
43
Beban
Beban Rencana % proporsi % proporsi Repetisi yang
Sumbu (kN) Per roda beban sumbu terjadi
(kN)
44
Beban
Beban Rencana % proporsi % proporsi Repetisi yang
Sumbu (kN) Per roda beban sumbu terjadi
(kN)
Dari data tersebut ditentukan trial tebal plat beton sebesar 190mm yang dapat dilihat
pada grafik dibawah ini.
45
Gambar 5.1 Trial Tebal Plat Beton
Trial plat beton kemudian diuji analisis fatik dan erosi menggunakan tabel untuk
menentukan tegangan ekivalen dan faktor erosi serta nomogram repetisi beban izin
berdasarkan Pd T-14-2003. Hasil perhitungan analisis fatik dan erosi berdasarkan
beban normal dapat dilihat pada tabel berikut.
46
Analisa fatik Analisa Erosi
Beban
Repetisi Faktor
Rencana Persen Persen
yang Tegangan dan
Per roda Repetisi ijin Rusak Repetisi ijin Rusak
terjadi Erosi
(kN) (%) (%)
FRT
11 1.497.695 0,2188 TT 0 TT 0
=
17 2.762.323 FE = 1,8200 TT 0 TT 0
22 3.358.091 TT 0 TT 0
28 2.737.500 TT 0 TT 0
33 1.639.742 TT 0 TT 0
39 719.887 TT 0 TT 0
44 1.046.732 TT 0 TT 0
SINGLE AXLE DUAL TIRE (STRG)
TE
3 10.098 1,42 TT 0 TT 0
=
FRT
6 32.129 0,3341 TT 0 TT 0
=
8 480.093 FE = 2,4200 TT 0 TT 0
11 1.452.211 TT 0 TT 0
14 1.513.714 TT 0 TT 0
17 1.112.566 TT 0 TT 0
19 790.363 TT 0 TT 0
22 3.597.481 TT 0 TT 0
25 44.980 TT 0 0,07497
60.000.000
28 146.873 1,46873 2,44789
10.000.000 6.000.000
TANDEM AXLE DUAL TIRE (STdRG)
TE
1 212 1,19 TT 0 TT 0
=
FRT
6 42 0,2800 TT 0 TT 0
=
7 127 FE = 2,46 TT 0 TT 0
8 255 TT 0 TT 0
10 806 TT 0 TT 0
11 1.443 TT 0 TT 0
12 2.631 TT 0 TT 0
14 4.753 TT 0 TT 0
15 9.252 TT 0 TT 0
17 14.132 TT 0 TT 0
18 21.134 TT 0 TT 0
19 29.962 TT 0 TT 0
47
Analisa fatik Analisa Erosi
Beban
Repetisi Faktor
Rencana Persen Persen
yang Tegangan dan
Per roda Repetisi ijin Rusak Repetisi ijin Rusak
terjadi Erosi
(kN) (%) (%)
21 31.235 TT 0 TT 0
22 33.527 TT 0 TT 0
23 32.338 TT 0 TT 0
25 242.579 TT 0 1,2129
20.000.000
1,468734404 < 100 3,735753441 < 100
Dari hasil analisis fatik dan erosi beban normal didapatkan % kerusakan fatik yaitu
sebesar 1,47% dan % kerusakan erosi sebesar 3,74%, kedua nilai tersebut < 100%
sehingga dapat disimpulkan:
• Tebal plat beton 190mm dapat digunakan
• Jenis dan tebal fondasi bawah digunakan campuran beton kurus 100mm
Selain itu dilakukan juga trial plat beton berdasarkan beban faktual. Namun untuk
beban faktual, tebal 190mm tidak memenuhi persyaratan % kerusakan faktik dan
% kerusakan erosi karena kedua nilai tersebut > 100%. Trial plat beton yang
digunakan untuk analisis fatik dan erosi berdasarkan beban faktual yaitu 240mm.
Hasil perhitungan analisis fatik dan erosi berdasarkan beban faktual dapat dilihat
pada tabel berikut.
48
Analisa fatik Analisa Erosi
Beban
Repetisi Faktor
Rencana Persen Persen
yang Tegangan dan Repetisi Repetisi
Per roda Rusak Rusak
terjadi Erosi ijin ijin
(kN) (%) (%)
39 719.887 TT 0 TT 0
44 1.028.803 TT 0 TT 0
50 16.549 TT 0 TT 0
55 1.379 TT 0 TT 0
SINGLE AXLE DUAL TIRE
(STRG)
3 10.098 TE = 1,04 TT 0 TT 0
6 32.129 FRT = 0,2447 TT 0 TT 0
8 480.093 FE = 2,1400 TT 0 TT 0
11 1.452.211 TT 0 TT 0
14 1.513.714 TT 0 TT 0
17 1.112.566 TT 0 TT 0
19 790.363 TT 0 TT 0
22 935.400 TT 0 TT 0
25 721.516 TT 0 TT 0
28 410.328 TT 0 TT 0
30 266.208 TT 0 TT 0
49
Analisa fatik Analisa Erosi
Beban
Repetisi Faktor
Rencana Persen Persen
yang Tegangan dan Repetisi Repetisi
Per roda Rusak Rusak
terjadi Erosi ijin ijin
(kN) (%) (%)
14 4.753 TT 0 TT 0
15 9.252 TT 0 TT 0
17 14.132 TT 0 TT 0
18 21.134 TT 0 TT 0
19 29.962 TT 0 TT 0
21 31.235 TT 0 TT 0
22 33.527 TT 0 TT 0
23 32.338 TT 0 TT 0
25 28.519 TT 0 TT 0
26 25.209 TT 0 TT 0
28 22.917 TT 0 TT 0
29 17.909 TT 0 TT 0
Dari hasil analisis fatik dan erosi beban faktual didapatkan % kerusakan fatik yaitu
sebesar 23,825% dan % kerusakan erosi sebesar 28,183%, kedua nilai tersebut <
100% sehingga dapat disimpulkan:
• Tebal plat beton 240mm dapat digunakan
50
• Jenis dan tebal fondasi bawah digunakan campuran beton kurus 100mm
Berdasarkan analisis fatik erosi beban normal dan beban faktual terdapat perbedaan
tebal plat, dengan menggunakan beban normal didapatkan trial plat beton sebesar
190mm sedangkan dengan menggunakan beban faktual didapatkan trial plat beton
sebesar 240mm. Beban faktual adalah beban yang berdasarkan kenyataan terjadi di
lapangan yaitu di Provinsi Sulawesi Selatan sehingga digunakan tebal plat
berdasarkan beban faktual yaitu sebesar 240mm. Sebagai perbandingan, tabel
dibawah ini merupakan Bagan Desain MDP 2017, berdasarkan tabel tersebut untuk
JSKN sebesar 23.394.906 digunakan tebal plat beton sebesar 285mm dengan lapis
fondasi beton kurus setebal 100mm.
51
Perhitungan tulangan:
1. Tulangan Memanjang
𝜇 𝐿 𝑀 𝑔 ℎ
𝐴, =
2 𝑓,
1,3 × 15 × 2400 × 9,81 × 0,24
𝐴, =
2 × 240
𝐴, = 229,554 𝑚𝑚; /𝑚′
𝐴#+0 = 0,1% 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑙𝑎𝑡 = 0,1% × 240 × 1000 = 240 𝑚𝑚; /𝑚′
Digunakan diameter tulangan sebesar 12 mm dengan jarak 25 cm sehingga
As=452,389 mm2/m’
2. Tulangan Melintang
𝜇 𝐿 𝑀 𝑔 ℎ
𝐴, =
2 𝑓,
1,3 × 3,5 × 2400 × 9,81 × 0,24
𝐴, =
2 × 240
𝐴, = 53,563 𝑚𝑚; /𝑚′
𝐴#+0 = 0,1% 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑙𝑎𝑡 = 0,1% × 240 × 1000 = 240 𝑚𝑚; /𝑚′
Digunakan diameter tulangan sebesar 12 mm dengan jarak 25 cm sehingga
As=452,389 mm2/m’
Perhitungan sambungan:
1. Sambungan Memanjang
𝐴$ = 204 × 𝑏 × ℎ = 204 × 3,5 × 0,24 = 171,36 𝑚𝑚; /𝑚′
Sehingga digunakan sambungan diameter 16 mm dengan jarak 75 cm
𝐼 = (38,3 × ∅) + 75 = (38,3 × 16) + 75 = 687,8 𝑚𝑚
Sehingga panjang batang pengikat sebesar 687,8 mm
2. Sambungan Melintang
Berdasarkan Tabel 2.3 untuk tebal plat beton sebesar 240 mm digunakan
sambungan melintang berdiameter 36 mm dengan ketentuan panjang ruji
sebesar 45 cm dan jarak sebesar 30 cm
52