Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

TINEA KAPITIS TIPE KERION + BLACK DOT

Disusun Oleh
Rahdmia Ilhama Amala, S.Ked
NIM : 71 2020 008

Pembimbing
dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK, FINSDV

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus berjudul

Tinea Kapitis Tipe Kerion + Black dot

Dipersiapkan dan disusun oleh

Rahdmia Ilhama Amala, S.Ked

712020008

Pembimbing :
dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK, FINSDV

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan
Klinik Senior ( KKS) di Bagian Ilmu Kulit dan Rumah Sakit Daerah Palembang
Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
Periode November 2022

Palembang, November 2022

Dosen Pembimbing

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus mengenai
“Tinea Kapitis Tipe Kerion + Black Dot” sebagai salah satu tugas individu di
Departemen Kulit dan KelaminRumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan dimasa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,


bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun
tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih terutama kepada:

1. dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan laporan kasus
ini.

2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa yang
tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.

3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, November 2022

iii
Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................ii

KATA PENGANTAR..............................................................................................iii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iv

BAB I LATAR BELAKANG...................................................................................1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1


1.2. Tujuan....................................................................................................... 2
1.3. Manfaat..................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3


2.1 Definisi............................... ...................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 3
2.3 Patogenesis ............................................................................................... 4
2.4 Gejala Klinis ............................................................................................. 5
2.5 Diagnosis Banding ................................................................................. 10
2.6 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................10
2.7 Diagnosis..................................................................................................12
2.8 Tatalaksana ............................................................................................. 14
2.9 Komplikasi ............................................................................................. 15
2.10 Prognosis.................................................................................................15

BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................17


3.1. Identitas Pasien ....................................................................................... 17
3.2. Anamnesis .............................................................................................. 17
3.3. Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 19
3.4. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................... 20
3.5. Pemeriksaan Anjuran ............................................................................ 20

iv
3.6. Diagnosa Banding .................................................................................. 21
3.7. Diagnosis Kerja ...................................................................................... 21
3.8. Penatalaksanaan ..................................................................................... 22
3.9. Prognosis ................................................................................................ 22

BAB IV Pembahasan .............................................................................................. 33


BAB V Kesimpulan............................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 35

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tinea capitis, yang dikenal sebagai kurap pada kulit kepala, mengacu pada
infeksi jamur pada kulit kepala, bulu mata, dan alis, paling sering disebabkan oleh
salah satu dermatofita yang termasuk dalam dua genera yaitu Trichophyton dan
Microsporum. Agen penyebab utama adalah Trichophyton tonsurans (T. tonsurans)
dan Microsporum canis (M. canis). Tinea kapitis sering muncul dengan area
alopecia yang pruritus dan bersisik. Tinea capitis adalah infeksi dermatofita yang
paling umum pada anak-anak di seluruh dunia.1
Dermatofitosis (kurap) adalah infeksi jamur yang paling umum di seluruh
dunia, mempengaruhi 20-25% populasi, dengan kejadian tertinggi pada usia
prapubertas. Tinea capitis adalah suatu kondisi yang mendominasi di daerah
pedesaan atau pinggiran kota, mewakili 4-10% dari semua dermatofitosis,
mempengaruhi kedua jenis kelamin, dengan dominasi pada wanita. Hal ini terkait
dengan status sosial ekonomi yang rendah. Ini adalah infeksi yang hampir eksklusif
pada anak usia prasekolah dan sekolah (98%), karena perubahan sekresi sebaceous
dan pH kulit selama masa pubertas. Dermatofita adalah sekelompok jamur
berfilamen yang menginfeksi jaringan yang kaya akan keratin. Mereka
diklasifikasikan ke dalam spesies antropofilik, zoofilik dan geofilik. Dermatofit
terisolasi yang paling sering adalah: Microsporum canis (80%), Trichophyton
tonsurans (15%), spesies lain (5%) –Trichophyton violaceum, Trichophyton
rubrum, T. mentagrophytes dan Microsporum gypseum. Saat ini, T. rubrum
merupakan patogen utama pada infeksi kulit dan kuku; sedangkan M. canis, T.
tonsurans dan T. violaceum mendominasi di kulit kepala.2
Tinea kapitis dapat diklasifikasikan secara klinis sebagai kering (90%) dan
inflamasi atau Kerion (10%). Kerion Celsi adalah dermatofitosis yang disebabkan
oleh spesies zoofilik seperti M. canis, T. mentagrophytes, dan, lebih jarang, M.
gypseum – dermatofita geofilik. 2 Kerion Celsi adalah peradangan supuratif lokal

1
yang parah, disebabkan oleh reaksi sitotoksik inang yang dimediasi oleh sel T
daripada infeksi bakteri. Permulaan dan perkembangan tinea kapitis umumnya
dikaitkan dengan infeksi jamur zoofilik yang disebabkan oleh Microsporum canis
dan Trichophyton tonsurans. Ada semakin banyak bukti bahwa organisme
penyebab yang terkait dengan tinea capitis berbeda tergantung pada wilayah
geografis.3

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus Tinea
Kapitis Tipe Kerion.

2) Diharapkan kemudian hari dokter muda mampu mengenali dan memberikan


tatalaksana secara benar tentang penyakit Tinea Kapitis Tipe Kerion.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu penyakit dalam
terutama tentang Tinea Kapitis Tipe Kerion.

b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan ini dapat dijadikan


landasan untuk penulisan referat selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari laporan ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS)
dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea capitis, juga dikenal sebagai infeksi kurap atau herpes tonsurans,
adalah infeksi jamur pada rambut kulit kepala. Hal ini disebabkan terutama oleh
spesies dermatofita Microsporum dan Trichophyton. Jamur dapat menembus
selubung akar luar folikel rambut dan akhirnya dapat menyerang batang rambut.
Secara klinis, tinea capitis dapat dibagi menjadi tipe inflamasi dan non-inflamasi.
Jenis non-inflamasi biasanya tidak akan dipersulit oleh jaringan parut alopecia.
Jenis inflamasi dapat menyebabkan kerion, nodul nyeri dengan nanah, dan jaringan
parut alopecia. Tinea kapitis terjadi terutama pada anak-anak antara usia 3 dan 14
tahun, tetapi dapat menyerang semua kelompok umur. Mungkin juga melibatkan
bulu mata dan alis. Kegiatan ini meninjau evaluasi dan pengelolaan tinea kapitis
dan menyoroti peran anggota tim interprofessional dalam berkolaborasi untuk
memberikan perawatan yang terkoordinasi dengan baik dan meningkatkan hasil
bagi pasien yang terkena dampak.4

2.2 Epidemiologi
Tinea kapitis terjadi di seluruh dunia tetapi lebih sering diamati pada
individu keturunan Afrika dibandingkan dengan orang Kaukasia dan Hispanik.
Kondisi ini biasanya ditemukan pada anak-anak praremaja dengan kejadian puncak
antara usia 3 dan 7 tahun. Tinea kapitis jarang terlihat pada orang dewasa dan jarang
terlihat pada bayi dan orang lanjut usia. Di Amerika Serikat, prevalensi anak
prapubertas berkisar antara 3 sampai 8%. Diduga, peningkatan prevalensi pada
anak-anak prapubertas disebabkan rendahnya produksi sebum, yang
mengakibatkan penurunan asam lemak dan peningkatan pH kulit kepala, sehingga
memudahkan kolonisasi dan infeksi selanjutnya oleh dermatofita. Pada kelompok
usia anak, tinea kapitis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.1

3
2.3 Patogenesis1
Seorang manusia dapat terinfeksi melalui kontak dekat dengan orang yang
terinfeksi, pembawa tanpa gejala, hewan (khususnya, hewan peliharaan), tanah,
atau benda yang terkontaminasi (misalnya, sikat, sisir, topi, bantal). Penularan spora
jamur di antara anggota keluarga adalah rute yang paling umum; anak-anak sering
terinfeksi oleh spora yang ditumpahkan oleh kontak rumah tangga. Glikoprotein
mannan di dinding sel jamur mendorong perlekatan jamur ke stratum korneum kulit
kepala yang mengandung keratin. Jamur dapat menyerang kulit kepala karena
enzim yang dihasilkan seperti keratinase dan protease yang mencerna keratin dan
memfasilitasi penetrasi jaringan keratin. Penskalaan dihasilkan dari peningkatan
pergantian epidermis setelah peradangan. Dari tempat inokulasi di kulit kepala,
jamur tumbuh secara sentrifugal di sepanjang bidang stratum korneum. Jamur juga
dapat menyebar dari stratum korneum ke folikel rambut dan ke rambut. Itu dapat
menembus selubung luar folikel rambut dan menyerang batang rambut.
Tergantung pada tempat pembentukan artrokonidia dan jenis invasi rambut,
tinea kapitis dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola, yaitu infeksi endothrix,
ectothrix, dan favus. Pada infeksi endothrix, hifa diubah menjadi artrokonidia
(spora jamur) di dalam batang rambut. Infeksi endotriks ditandai dengan
artrokonidia di dalam batang rambut tanpa merusak kutikula, seringkali tampak
seperti "sekantong kelereng". Ini menyebabkan kerusakan rambut dengan mudah di
dekat ostia folikel, sehingga menimbulkan penampilan "black dot". Infeksi
endotriks disebabkan oleh jamur antropofilik, terutama T. tonsurans, T.
soudanense, dan T. violaceum. Rambut yang terkena tidak berpendar dengan sinar
ultraviolet lampu wood. Pada infeksi ectothrix, hifa dan artrokonidia ditemukan
pada permukaan batang rambut. Kutikula dihancurkan oleh jamur. Rambut yang
terinfeksi biasanya berpendar dengan sinar ultraviolet lampu wood. Agen penyebab
termasuk M. canis, T. verrucosum, M. audouinii, M. gypseum, M. distorsitum, M.
ferrugineum, dan M. nanum. Favus (juga dikenal sebagai tinea favosa) paling sering
disebabkan oleh T. schoenleinii. Pada favus, kedua hifa jamur, yang tersusun sejajar
dengan batang rambut dan artrokonidia, berada di dalam batang rambut. Ruang
udara di dalam batang rambut terlihat secara khas. Rambut yang terinfeksi menjadi

4
rapuh dan mudah patah. Secara umum, dermatofita zoofilik menginduksi
peradangan yang lebih parah daripada dermatofita antropofilik.
Kerion adalah varian peradangan dari tinea capitis yang disebabkan oleh
respon imun dramatis terhadap jamur dermatofita, paling sering M. canis dan, lebih
jarang, oleh T. tonsurans, T. violaceum, T. mentagrophytes, T. verrucosum, M.
gypseum, dan Aspergillus protuberus.

2.4 Gambaran Klinis


Tampilan klinis kurap pada kulit kepala bervariasi, tergantung pada jenis
invasi rambut, tingkat resistensi inang, dan tingkat respons peradangan inang.
Sebagian besar pasien yang terkena dampak adalah anak-anak selama 6 bulan
sampai usia 10-12 tahun. Tinea kapitis terkadang dapat terjadi pada orang dewasa
dan dalam hal ini biasanya disebabkan oleh jamur antropofilik. Polanya bervariasi
dari beberapa helai rambut yang patah dengan sedikit sisik, yang hanya dapat
dideteksi dengan pemeriksaan yang cermat, hingga massa inflamasi atau kerion
yang parah dan nyeri yang menutupi sebagian besar kulit kepala. Gatal bervariasi.
Pada semua jenis, ciri khasnya adalah rambut rontok sebagian dengan tingkat
peradangan tertentu.5
Pada infeksi M. audouinii, lesi dasarnya adalah bercak alopesia, seringkali
berbentuk lingkaran, tetapi menunjukkan banyak rambut yang patah. Peradangan
minimal, tetapi penskalaan halus adalah karakteristiknya. Mungkin ada beberapa
atau banyak tambalan yang diatur kurang lebih secara acak. Pada infeksi M. canis,
spesies Microsporum yang paling umum menyebabkan tinea kapitis. 5
Polanya mirip tetapi lesi umumnya lebih meradang dan gatal. Pada infeksi
T. tonsurans dan T. violaceum, terjadi jenis rambut rontok minimal inflamasi.
Pembentukan titik-titik hitam (batang rambut bengkak) saat rambut yang terkena
pecah di permukaan kulit kepala adalah klasik pada kondisi ini, tetapi mungkin sulit
ditemukan karena penyebarannya jarang. Bercak, yang biasanya multipel, dapat
menunjukkan penskalaan minimal, terkadang menyerupai lupus eritematosus
diskoid, terkadang dermatitis seboroik. Bentuk lain termasuk alopesia difus dan
Patchy alopecia, bahkan dengan keterlibatan batang rambut tunggal yang terisolasi

5
dan tanpa sisik. Jenis klinis yang umum dikenal sebagai: tambalan abu-abu
(penskalaan dengan kerontokan rambut yang merata), titik hitam, dan alopesia
difus. Tetapi kadang-kadang, lesi yang sangat meradang dan terangkat dapat terjadi.
Pola reaksi yang paling parah dikenal sebagai kerion. Ini adalah massa yang
menyakitkan dan meradang di mana rambut yang tersisa rontok. Folikel
mengeluarkan nanah. Daerah yang terkena biasanya terbatas, tetapi kadang-kadang,
pertemuan besar mungkin melibatkan sebagian besar kulit kepala. Limfadenopati
sering terjadi. Reaksi ini biasanya disebabkan oleh salah satu spesies zoofilik,
biasanya T. verrucosum atau T. mentagrophytes, tetapi terkadang infeksi
antropofilik dapat tiba-tiba menjadi inflamasi dan berkembang menjadi kerion.
Umumnya, bagaimanapun, pembentukan pustula merupakan respon inflamasi
terhadap jamur itu sendiri daripada infeksi bakteri sekunder. Jika terjadi infeksi
bakteri sekunder, biasanya terdapat di bawah kerak yang menutupi massa inflamasi
dan pengangkatannya merupakan bagian penting dari penatalaksanaan. 5
Infeksi T. schoenleinii (favus) sekarang terlihat jarang dan secara sporadis
di berbagai negara, seperti Ethiopia, yang masih endemik, serta kasus yang jarang
terjadi di tempat lain. Gambaran klasik favus ditandai dengan adanya kerak
berbentuk cangkir kekuningan yang mengandung hifa dan dikenal sebagai scutula
yang terbentuk di dasar batang rambut yang muncul dari kulit. Scutula yang
berdekatan membesar menjadi konfluen dan membentuk massa kerak tepung
pucat.5
Tinea kapitis biasanya menyerang anak-anak. Oleh karena itu, sangat
penting untuk menanyakan kepada rekan dan teman dari sekolah yang memiliki
kondisi yang sama, ini mungkin memberi petunjuk tentang cara penularan. Infeksi
biasanya dimulai sebagai papula merah yang akan bertambah besar seiring waktu.
Saat infeksi menyebar, mungkin melibatkan seluruh kulit kepala. Kulit di area kulit
kepala yang terinfeksi mungkin normal di dekat bagian tengah tambalan bundar,
tetapi mungkin akan tampak iritasi, merah, atau meradang di dekat tepinya. Gejala
tinea kapitis meliputi kemerahan, gatal, pembentukan kerak, dan alopecia.4

6
Presentasi gejala infeksi kurap pada kulit kepala sangat berbeda tergantung pada
organisme penyebab. Umumnya, infeksi mungkin terlihat seperti ketombe parah
yang muncul di berbagai tempat di kulit kepala. Beberapa infeksi menyebabkan
bercak rambut rontok. Jenis peradangan (kerion) dikaitkan dengan keluarnya nanah
dan dapat menyebabkan kerontokan rambut permanen. Ekstensi bulu mata dan alis
tidak jarang. Limfadenopati serviks sering terlihat pada pasien dengan kerion. Ada
tiga presentasi klinis yang berbeda yang meliputi:4
1. Black dot tinea capitis, yang merupakan presentasi klasik: pada tipe ini,
terjadi infeksi dengan fraktur pada rambut.

Gambar 2.1 Tinea Kapitis tipe Black dot1

2. Kerion adalah presentasi lain yang melibatkan peradangan dan dapat


berkembang menjadi jaringan parut alopecia.

Gambar 2.2 Tinea Kapitis Tipe Kerion6

7
3. Favus adalah jenis peradangan biasanya muncul dengan nodul yang
mengalir dalam, abses, pengerasan kulit, atau skutula.

Menurut Menaldi, dkk (2015) diklinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk
yang jelas, yaitu:7
1. Grey patch ringworm, merupakan tinea kapitis yang biasa disebabkan oleh
genus mirosporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini
mulai dengan papul merah kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan
membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita
adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu tidak berkilat lagi.
Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut
dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang
oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.Tempat-tempat ini
terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang dilihat dalam klinik tidak
menunjukkan batas-batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan
dengan lampu wood dapat dilihat fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada
rambut sakit melampaui batas-batas grey patch tersebut. Pada kasus-kasus
tanpa keluhan, pemeriksaan lampu wood ini banyak membantu diagnosis.

Gambar 2.3 Grey Patch1

8
2. Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang
yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis dan
Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak
kurang bila penebabnya Trichophyton tonsurans, dan sedikit sekali bila
penyebabnya Trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan
jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang
menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.
3. Black dot ringworm, terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan
Trichophyton violaceum. Pada penyakit, gambaran klinisnya menyerupai
kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena
infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung
rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam dalam folikel rambut
ini memberi gambaran khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah kalau
tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit.

Gambaran klinis tinea kapitis sebagian bergantung pada jenis invasi yang
mempengaruhi pasien:6
• Bentuk Ectothrix:
Batang rambut terinfeksi pada tingkat midfolikel dan hifa tumbuh ke arah
umbi rambut. Fluoresensi di bawah sinar Wood secara khas muncul pada
infeksi yang disebabkan oleh spesies Microsporum. Terjadi kerontokan
rambut dengan batang rambut patah 2-3 mm di atas permukaan kulit kepala.
• Bentuk endotermik:
Hampir semua rambut patah pada tingkat kulit kepala, meninggalkan
tunggul rambut bengkak di dalam folikel muncul "titik hitam". Spesies
Trichophyton tidak berfluoresensi di bawah cahaya Wood.

9
Gambar 2.2 Tipe Invasi2

Gambar 2.3 Kriteria Mayor dan Minor dari Tinea Kapitis Inflamasi
(Modified from John A6)2

Gambar 2.4 Skala keparahan, klinik, histologi, dan deskripsi


(Dimodifikasi dari John A6) 2

10
2.5 Diagnosis Banding
Diagnosis banding tinea kapitis mencakup semua kondisi yang dapat
menyebabkan kebotakan bercak dengan perubahan peradangan pada kulit kepala.
Alopecia areata mungkin menunjukkan eritema, dan meskipun itu sendiri, itu bukan
kondisi bersisik. Dermatitis seboroik biasanya lebih menyebar daripada tinea
capitis. Discoid lupus erythematosus, lichen planus dan penyebab lain dari jaringan
parut alopecia terkadang harus dipertimbangkan.5
Pediculus humanus capitis adalah ektoparasit manusia eksklusif obligat
yang hidup di kulit kepala dan makan dengan menghisap darah dari inang dan
menyuntikkan air liur secara bersamaan. Gatal yang disebabkan oleh pedikulosis
terjadi 4-6 minggu setelah serangan infestasi karena reaksi alergi yang berkembang
terhadap air liur kutu. Diagnosis pasti adalah dengan mendeteksi kutu hidup. Dalam
kasus dengan infestasi berat, infeksi bakteri sekunder pada kulit kepala yang
terkelupas dapat terjadi.8

2.6 Pemeriksaan Penunjang


• Seseorang dapat mempertimbangkan swab biakan jamur, biopsi, atau
kerokan dari kulit kepala pada pasien dengan tinea kapitis. Kultur jamur
dapat mengkonfirmasi jamur penyebab. Pengikisan dapat dilakukan dan
ditempatkan pada slide kaca. Beberapa tetes larutan KOH 20%
ditambahkan, dan slide diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari hifa
dan spora.4
• Lampu Woods
Modalitas untuk memeriksa fluoresensi area yang terinfeksi. Dengan
cahaya kayu, rambut yang terinfeksi oleh M. canis, M. audouinii, M.
rivalieri, dan M. ferrugineum akan memberikan warna hijau hingga kuning
kehijauan. Infeksi T. schoenleinii dapat menunjukkan warna biru. Perlu
dicatat bahwa tinea kapitis yang disebabkan oleh T tonsurans biasanya tidak
menunjukkan fluoresensi.4

11
• Laboratorium
Sampai saat ini, sarana diagnosis laboratorium pada tinea kapitis adalah
penggunaan gabungan dari mikroskop langsung serta kultur, laporan akhir
diterima hingga 2 minggu setelah mendapatkan sampel. Sampel diambil
dengan cara dikorek atau dengan menggunakan sikat kulit kepala seperti
sikat gigi sekali pakai atau swab. Ini masih praktik di sebagian besar
laboratorium. Namun, pengenalan teknik molekuler menggunakan berbagai
bentuk skrining polymerase chain reaction (PCR) telah mulai menghasilkan
pengembangan cara yang lebih cepat dan akurat untuk mengidentifikasi
dermatofita. Sebuah studi baru-baru ini, misalnya, telah membandingkan
dua teknik molekuler yang berbeda multiplex ligation dependent probe
amplification (MLPA) dan rolling circle amplification (RCA) untuk deteksi
cepat infeksi kulit kepala dengan akurasi dan kecepatan tinggi.5
Adaptasi lain dari teknik diagnostik yang banyak digunakan dalam
dermatologi adalah menggunakan dermatoskop untuk pemeriksaan kulit
kepala secara dekat. Meskipun, belum menjadi subjek studi komparatif, ada
ciri visual kulit kepala di area yang terinfeksi yang mungkin berbeda untuk
organisme yang berbeda. Misalnya, pada infeksi yang disebabkan oleh T.
tonsurans, area yang terinfeksi menunjukkan banyak rambut berbentuk
koma, sedangkan dengan M. canis, kulit kepala dengan dermoskopi
menunjukkan rambut distrofik dan berbentuk siku, dan sebagai tambahan,
terdapat tingkat ketinggian patah yang berbeda. rambut. Studi-studi ini
membutuhkan validasi yang lebih luas tetapi dapat memberikan diagnosis
sementara yang cepat, cukup untuk memulai pengobatan. 5

a)
Histopatologi
Gambaran histopatologi tinea kapitis non-inflamasi meliputi artrokonidia
dan/atau hifa di dalam atau di sekitar batang rambut, jamur yang tersebar
jarang di stratum korneum, dan infiltrasi mononuklear perifollicular di
dermis. Sel raksasa multinuklear mungkin ada di dermis sepanjang folikel
rambut yang mengalami degenerasi jika folikel rambut terganggu.

12
Gambaran histopatologis kerion termasuk infiltrat inflamasi perifollicular
dengan spongiosis dan infiltrat neutrofil, limfosit, dan sel plasma pada tahap
awal dan bekas luka fibrotik pada tahap selanjutnya.1

2.7 Diagnosis1
Diagnosis tinea kapitis harus dicurigai pada anak dengan scaling kulit
kepala yang tidak rata, halus, putih, patuh, lesi pruritus di kulit kepala, alopecia atau
penipisan rambut kulit kepala, eritema kulit kepala, atau munculnya "titik hitam"
pada kulit kepala. kulit kepala, terutama jika terdapat limfadenopati servikal atau
oksipital. Sebuah plak edematous supuratif dengan pustula dan krusta tebal atau
nodul sugestif dari kerion, sedangkan kerak folikel kuning atau berwarna madu,
berbentuk cangkir, dikelompokkan dalam tambalan seperti sarang lebah (scutula)
adalah favus.
Pemeriksaan lampu woods akan menunjukkan fluoresensi hijau terang
hingga kuning hijau pada rambut yang terinfeksi M. canis dan M. audouinii dan
fluoresensi biru muda atau kusam/hijau keabu-abuan pada rambut yang terinfeksi
T. schoenleinii. Di sisi lain, rambut yang terinfeksi oleh T. tonsurans, penyebab
paling umum dari tinea capitis di Amerika Utara, tidak berfluoresensi.
Dermoskopi (trikoskopi) adalah alat yang berguna, praktis, cepat,
noninvasif, hemat biaya, dan sangat sensitif untuk diagnosis tinea kapitis. Beberapa
penulis menyarankan dermoskopi untuk digunakan sebagai alternatif diagnosis
mikrobiologis. Temuan dermoscopic tipikal termasuk sisik perifollicular putih,
rambut patah, rambut dystrophic, rambut pembuka botol, rambut kuncir, rambut
zigzag, rambut koma, rambut seperti kode-kode (rambut seperti kode batang),
rambut selubung keputihan, rambut pegangan telepon; dan titik hitam. Selain itu,
skuama dan keratosis/skuama folikuler biasanya terlihat pada tinea kapitis non-
inflamasi dan kerak rambut berbentuk V dan pustula folikuler terutama terlihat pada
tinea kapitis inflamasi. Telah disarankan bahwa dermoskopi dapat digunakan untuk
memantau respons terhadap pengobatan karena hilangnya kelainan dermoskopi
yang terkait dengan tinea kapitis merupakan penanda penyembuhan klinis.

13
Demikian juga, mikroskop confocal reflektansi dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dermatofita dan konidia pada permukaan rambut karena
reflektansinya yang tinggi. Prosedurnya non-invasif dan hasilnya dapat diperoleh
dalam beberapa menit.
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan basah kalium hidroksida
dari kerokan kulit kepala dari batas aktif lesi atau titik hitam atau rambut patah yang
pendek. Setetes 10 sampai 20% kalium hidroksida, dengan atau tanpa dimetil
sulfoksida, ditambahkan ke spesimen. Spesimen kemudian dipanaskan dengan
lembut untuk mempercepat penghancuran sel skuamosa jika tidak ditambahkan
dimetil sulfoksida. Kalium hidroksida melarutkan jaringan epitel, meninggalkan
hifa septate yang mudah divisualisasikan dan spora jamur. Spora M. canis akan
terlihat melapisi batang rambut sedangkan spora T. tonsurans akan terlihat di dalam
batang rambut. Di favus, hifa dan ruang udara terlihat di dalam batang rambut.
Kultur jamur adalah standar emas untuk mendiagnosis dermatofitosis.
Namun, kultur jamur mahal dan butuh 7 hingga 14 hari untuk mendapatkan
hasilnya. Dalam praktiknya, biakan jamur biasanya tidak dilakukan, kecuali
diagnosisnya diragukan atau jika infeksinya parah, tersebar luas, atau resisten
terhadap pengobatan. Media kultur yang paling umum adalah agar Sabouraud
dextrose. Hasil negatif palsu dapat terjadi jika pengobatan antijamur telah dimulai
sebelum mendapatkan biakan atau jika biakan diambil dari kerion.

2.8 Tatalaksana
Pengobatan tinea capitis bergantung pada penggunaan terbinafine, itrakonazol,
griseofulvin, dan flukonazol. Tidak ada bukti klinis yang mendukung penggunaan
antijamur oral lainnya, termasuk azol yang lebih baru seperti vorikonazol atau
posakonazol. Griseofulvin adalah obat efektif pertama yang digunakan untuk
pengobatan tinea kapitis dan masih banyak digunakan di rangkaian terbatas sumber
daya karena tetap efektif. Ini berguna terutama untuk infeksi Microsporum, tetapi
tidak tersedia dalam bentuk pediatrik (cair atau ukuran tablet kecil) di banyak
negara.5

14
Griseofulvin oral memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi (88-100%)
dibandingkan dengan terbinafine (34,4-36,5%), meskipun kedua obat tersebut
bergantung pada dermatofita yang terlibat. Terbinafine memiliki tingkat
kesembuhan yang lebih tinggi (47,7 56,1%) untuk T. tonsurans dibandingkan
dengan griseofulvin (23,8% -30,6%). Itrakonazol dan flukonazol tidak disetujui
oleh FDA untuk pengobatan kurap radang kepala dan penggunaannya disarankan
pada pasien dengan bukti imunosupresi atau mikosis sistemik. Waktu untuk
mencapai penyembuhan total bervariasi. Terbinafine memiliki tingkat kesembuhan
yang lebih rendah dibandingkan dengan griseofulvin (4 vs 8 minggu). Perawatan
jangka pendek lebih disukai untuk menghindari ketidakpatuhan pasien. Chen dkk
melakukan terapi antijamur sistemik tinea capitis pada anak-anak dan
menyimpulkan bahwa pengobatan baru seperti terbinafine, itraconazole dan
fluconazole memiliki efek yang sama seperti griseofulvin pada anak-anak dengan
tinea trichosporic di kepala, sementara ketoconazole mungkin kurang efektif
daripada griseofulvin. Bukti baru menunjukkan bahwa terbinafine lebih efektif
daripada griseofulvin pada anak-anak dengan T. tonsurans; Namun, pada anak-anak
dengan infeksi Microsporum disarankan bahwa efek griseofulvin lebih baik
daripada terbinafine, tetapi itrakonazol juga merupakan pilihan yang lebih baik
untuk infeksi mikrosporik pada kulit kepala. Tidak ada bukti yang signifikan antara
penggunaan griseofulvin 4 vs 8 minggu. Tidak semua perawatan untuk tinea kapitis
tersedia dalam formulasi pediatrik, namun semuanya memiliki profil keamanan
yang wajar. 2
Perawatan topikal dengan sampo antijamur dapat digunakan dalam kombinasi
dengan terapi antijamur oral sebagai tindakan pencegahan untuk menghindari
pembawa asimtomatik, mengurangi pruritus dan memperbaiki penampilan. Yang
paling banyak digunakan adalah selenium sulfide 1% (logam berat, mengurangi
jumlah spora, tetapi berbau busuk), Povidone iodine, ciclopirox 1%
(Hydroxypyridone yang menghambat degradasi peroksida pada jamur), dua yang
terakhir belum menunjukkan perbedaan dalam tingkat kesembuhan dua kali
seminggu. Menggunakan kompres basah dapat bermanfaat untuk menghilangkan
eksudat. 2

15
Dalam bentuk yang parah, steroid oral dapat digunakan untuk mengurangi
respon inflamasi. Penularan tinea kapitis terjadi karena kontak langsung dengan
penderita yang terinfeksi, hewan atau pembawa asimtomatik (terutama T.
tonsurans). Benda seperti kuas dan topi harus untuk penggunaan pribadi. Anak-
anak dapat dengan bebas bersekolah setelah 10 hari dimulainya pengobatan oral
untuk menghindari penularan.2

Gambar 2.5 Tatalaksana Tinea Kapitis2

Kerion Celsi dianjurkan untuk mengkombinasikan terapi antijamur dengan


prednison oral untuk mencegah scaring alopecia dalam 0.5mg/kg/hari selama dua
minggu. Kompres basah berguna untuk menghilangkan eksudat dan krusta bila
dicurigai adanya infeksi bakteri. Dalam kasus kecil, antibiotik topikal atau sistemik
dapat diresepkan.6

2.9 Komplikasi
Kerontokan rambut tidak merata atau total tidak enak dilihat dan
memalukan secara sosial dan mungkin berdampak signifikan pada harga diri anak
dan efek buruk pada kualitas hidup. Dalam sebuah penelitian terhadap 184 anak,
usia 6 hingga 12 tahun dengan tinea capitis, 127 (58,2%) anak mengalami dampak
psikososial ringan hingga berat. Favus dan kerion yang tidak dirawat atau dirawat
secara tidak tepat dapat menyebabkan alopesia jaringan parut permanen. Infeksi
bakteri sekunder merupakan komplikasi potensial. Reaksi dermatofitosis, juga

16
dikenal sebagai reaksi id, eksim diseminata, atau autoekzematisasi, dapat terjadi
sehubungan dengan infeksi jamur terutama setelah memulai pengobatan antijamur
sistemik. Pasien yang terkena sering berkembang luas, pruritus intens, eritematosa,
papula bersisik, makulopapula, papulovesikel atau pustula. Lesi ini tidak memiliki
jamur. Jarang, eritema nodosum dan annular centrifugum dapat terjadi terutama
yang berhubungan dengan kerion. Sangat jarang, penyakit sistemik disebarluaskan
telah dilaporkan pada individu immunocompromised.1

2.10 Prognosis
Prognosis tinea kapitis non-inflamasi sangat baik dengan pengobatan dini
dan tepat. Pasien dengan tinea kapitis inflamasi berat seperti kerion dan favus
berisiko mengalami alopecia permanen. Meskipun demikian, sebagian besar
rambut rontok sering tumbuh kembali.1

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : An. R
Usia : 8 tahun
Tempat/Tanggal Lahir : 10 November 2014
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Siswa
Alamat : Jakabaring, Palembang
Pendidikan Terakhir : Sekolah dasar
Tanggal Periksa : 17 November 2022

3.2 Anamnesis
Alloanamnesis pada pasien yang dilakukan tanggal 17 November 2022 pukul
10.00 WIB.

3.2.1 Keluhan Utama


Rambut rontok disertai benjolan di puncak kepala sejak 2 minggu yang lalu.

3.2.2 Keluhan Tambahan


Gatal dan nyeri

2.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 3 bulan yang lalu timbul bercak merah pada puncak kepala.
Bercak merah tidak menyebar ke bagian yang lain. Keluhan juga disertai
gatal. Rasa gatal dirasakan hilang timbul. Gatal bertambah saat
berkeringat. Gatal tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Untuk
mengurangi rasa gatal pasien sering menggaruk daerah yang gatal tetapi

18
tidak sampai luka. Rambut pasien disekitar bercak menjadi mudah rontok
dan meninggalkan area botak yang melingkar.
Sejak 2 minggu yang lalu timbul benjolan diatas bercak kemerahan.
Awalnya benjolan berukuran ±1 cm lalu semakin lama semakin membesar.
Benjolan ditutupi sisik yang halus berwarna putih. Terdapat rasa gatal dan
nyeri yang hilang timbul pada benjolan.
Pasien tidak ada riwayat berketombe. Pasien menyangkal sering
makan makanan berminyak. Saling pakai alat mandi, handuk, bantal, sisir
dan topi dengan orang serumah disangkal. Terlihat kutu atau telur kutu
pada rambut disangkal. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan
yang serupa.
Pasien pernah berobat 2 minggu yang lalu dipuskesmas terdekat dan
diberikan obat cetirizine dan gentamisin salep, sudah dipakai selama 1
minggu namun tidak ada perbaikan.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya.

2.3.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.

2.3.6 Riwayat Kebiasaan


Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan sabun dan shampo. Pasien
selalu memakai shampoo yang berbeda-beda tergantung yang ada.
Riwayat mudah berkeringat.

19
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78x/menit
Suhu : 36,5°C
Pernapasan : 20x/menit
BB : 20 kg
TB : 100 cm

3.3.2 Keadaan Spesifik


Kepala : Status dermatologikus
Wajah : Pucat (-), Kemerahan (-)
Mata : Konjungtiva anemi (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Tidak ada kelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thoraks : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

20
2.3.6 Status Dermatologikus

1. Pada regio parietal terdapat abses dengan dasar eritema, berbatas tegas,
konsistensi lunak, soliter, berbentuk bulat, berukuran 3x3x0,5 cm dan
diatasnya ditutupi krusta kekuningan.
2. Pada regio parietal terdapat patch eritematosa, berbatas tegas, soliter,
irregular, ukuran plakat dan diatasnya terdapat rambut yang patah pada
muara folikel sehingga memberikan gambaran yang khas adanya titik
hitam (black dot).

3.4 Resume
Pasien datang ke poli RSUD Palembang BARI dengan keluhan
utama timbul bercak merah pada puncak kepala sejak 3 bulan yang lalu.
Bercak merah tidak menyebar ke bagian yang lain. Keluhan juga disertai
gatal. Rasa gatal dirasakan hilang timbul. Gatal bertambah saat berkeringat.
Gatal tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Untuk mengurangi rasa gatal
pasien sering menggaruk daerah yang gatal tetapi tidak sampai luka.
Rambut pasien disekitar bercak menjadi mudah rontok dan meninggalkan
area botak yang melingkar.
Sejak 2 minggu yang lalu timbul benjolan diatas bercak kemerahan.
Awalnya benjolan berukuran ±1 cm lalu semakin lama semakin membesar.

21
Benjolan ditutupi sisik yang halus berwarna putih. Terdapat rasa gatal dan
nyeri yang hilang timbul pada benjolan.

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan kerokan kulit KOH 10% : positif (ditemukan hifa panjang)
Pemeriksaan lampu wood : positif (terlihat eflouresensi kehijauan)

3.6 Pemeriksaan Anjuran


Histopatologi

3.7 Diagnosis Banding


1. Tinea Kapitis Tipe Kerion + Black Dot
2. Dermatitis Seboroik
3. Pedikulosis Kapitis

3.8 Diagnosis Kerja


Tinea Kapitis Tipe Kerion + Black Dot

3.9 Tatalaksana
Nonfarmakologi

1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya yaitu tinea


kapitis meliputi penyebabnya dan penularannya.
2. Mengingatkan pasien untuk pengobatan yang diberikan.
3. Edukasi mengenai pentingnya perawatan kulit dan menghindari
pengobatan diluar yang diresepkan.
4. Meminta pasien untuk kontrol kembali 2 minggu kedepan.

22
Farmakologi
Sistemik:
1. Griseofulvin microsized 300 mg, diminum 1 kali sehari selama 14 hari
2. Cetirizine 5 mg, diminum 1 kali sehari selama 7 hari

Topikal:
1. Krim terbinafin Hcl 1% 2 kali sehari dioleskan diseluruh lesi selama 14
hari
2. Shampoo ketokonazole 2% 2 kali sehari selama 7 hari

3.10 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad kosmetika : Dubia ad bonam

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini membahas mengenai seorang anak laki-laki berusia 8
tahun. Dalam menegakkan diagnosis klinis dapat diperoleh dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta status dermatologikus pada pasien
tersebut. Tinea kapitis kerion adalah adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea
kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel
radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis dan
Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang
bila penyebabnya Trichophyton tonsurans, dan sedikit sekali bila penyebabnya
Trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan
berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang
dapat terbentuk. Sedangkan Black dot ringworm, terutama disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Pada penyakit, gambaran
klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut
yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah
ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam dalam folikel rambut ini
memberi gambaran khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah kalau tumbuh
kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit.7
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 8 tahun. Tinea kapitis biasanya
ditemukan pada anak-anak praremaja dengan kejadian puncak antara usia 3 dan 7
tahun. Tinea kapitis jarang terlihat pada orang dewasa dan jarang terlihat pada bayi
dan orang lanjut usia. Pada kelompok usia anak, tinea kapitis lebih sering terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Pada anamnesis timbul bercak merah pada puncak kepala sejak 3 bulan yang
lalu. Bercak merah tidak menyebar ke bagian yang lain. Keluhan juga disertai gatal.
Rasa gatal dirasakan hilang timbul. Gatal bertambah saat berkeringat. Gatal tidak
dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Untuk mengurangi rasa gatal pasien sering
menggaruk daerah yang gatal tetapi tidak sampai luka. Rambut pasien disekitar
bercak menjadi mudah rontok dan meninggalkan area botak yang melingkar. Sejak

24
2 minggu yang lalu timbul benjolan diatas bercak kemerahan. Awalnya benjolan
berukuran ±1 cm lalu semakin lama semakin membesar. Benjolan ditutupi sisik
yang halus berwarna putih. Terdapat rasa gatal dan nyeri yang hilang timbul pada
benjolan.
Berdasarkan anamnesis diatas sesuai dengan teori, dimana gejala klinis pada
tinea kapitis adalah beberapa helai rambut yang patah dengan sedikit sisik, massa
inflamasi atau kerion yang parah dan nyeri yang menutupi sebagian besar kulit
kepala. Gatal bervariasi. Pada semua jenis, ciri khasnya adalah rambut rontok
sebagian dengan tingkat peradangan tertentu. Infeksi biasanya dimulai sebagai
papula merah yang akan bertambah besar seiring waktu. Saat infeksi menyebar,
mungkin melibatkan seluruh kulit kepala. Kulit di area kulit kepala yang terinfeksi
mungkin normal di dekat bagian tengah tambalan bundar, tetapi mungkin akan
tampak iritasi, merah, atau meradang di dekat tepinya. Gejala tinea kapitis meliputi
kemerahan, gatal, pembentukan kerak, dan alopecia. 5
Pasien tidak ada riwayat berketombe. Pasien menyangkal sering makan
makanan berminyak. Saling pakai alat mandi, handuk, bantal, sisir dan topi dengan
orang serumah disangkal. Terlihat kutu atau telur kutu pada rambut disangkal.
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa. Hal tersebut untuk
membantu menyingkirkan diagnosis banding dari dermatitis seboroik dan
pedikulosis kapitis. Berdasarkan teori, pada tinea kapitis seorang manusia dapat
terinfeksi melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, pembawa tanpa
gejala, hewan (khususnya, hewan peliharaan), tanah, atau benda yang
terkontaminasi (misalnya, sikat, sisir, topi, bantal). Penularan spora jamur di antara
anggota keluarga adalah rute yang paling umum; anak-anak sering terinfeksi oleh
spora yang ditumpahkan oleh kontak rumah tangga. Tinea kapitis biasanya
menyerang anak-anak. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanyakan kepada
rekan dan teman dari sekolah yang memiliki kondisi yang sama, ini mungkin
memberi petunjuk tentang cara penularan. 1
Pasien pernah berobat 2 minggu yang lalu dipuskesmas terdekat dan
diberikan obat cetirizine dan gentamisin salep, sudah dipakai selama 1 minggu
namun tidak ada perbaikan. Tidak ada perbaikan dalam pemberian obat

25
dikarenakan tidak berdasarkan teori, dimana pengobatan tinea capitis bergantung
pada penggunaan terbinafine, itrakonazol, griseofulvin, dan flukonazol. Tidak ada
bukti klinis yang mendukung penggunaan antijamur oral lainnya, termasuk azol
yang lebih baru seperti vorikonazol atau posakonazol. Griseofulvin adalah obat
efektif pertama yang digunakan untuk pengobatan tinea kapitis dan masih banyak
digunakan di rangkaian terbatas sumber daya karena tetap efektif. Ini berguna
terutama untuk infeksi Microsporum, tetapi tidak tersedia dalam bentuk pediatrik
(cair atau ukuran tablet kecil) di banyak negara.
Berdasarkan teori cetirizine adalah antagonis reseptor histamin H1 perifer
yang bekerja cepat dan sangat selektif. Reseptor H1 yang dihambat oleh cetirizine
terutama pada sel otot polos pernapasan, sel endotel vaskular, sel imun, dan saluran
pencernaan. Tidak seperti antihistamin generasi pertama seperti diphenhydramine
dan doxylamine, cetirizine tidak melewati penghalang darah-otak untuk sebagian
besar, menghindari neuron dari sistem saraf pusat. Akibatnya, cetirizine
menghasilkan sedasi minimal dibandingkan dengan banyak antihistamin generasi
pertama.9 Gentamisin adalah antibiotik aminoglikosida. Ini menunjukkan aktivitas
bakterisida terhadap bakteri gram negatif aerobik membuat gentamisin pilihan yang
baik untuk mengobati beberapa infeksi umum.10
Pada pasien ini diagnosis tinea kapitis tipe kerion + black dot ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien. Pada
pasien ini didiagnosis banding pasien dengan dermatitis seboroik dan pedikulosis
kapitis. Pada anamnesis dapat disingkirkan dermatitis seboroik dikarenakan pada
pasien tidak ada riwayat berketombe sebelumnya. Pasien menyangkal sering makan
makanan berminyak. Pada pedikulosis kapitis terlihat kutu atau telur kutu pada
rambut disangkal.
Secara klinis, tinea capitis dapat dibagi menjadi tipe inflamasi dan non-
inflamasi. Jenis non-inflamasi biasanya tidak akan dipersulit oleh jaringan parut
alopecia. Jenis inflamasi dapat menyebabkan kerion, nodul nyeri dengan nanah, dan
jaringan parut alopecia. Tinea kapitis terjadi terutama pada anak-anak antara usia 3
dan 14 tahun, tetapi dapat menyerang semua kelompok umur. Mungkin juga

26
melibatkan bulu mata dan alis. Gejala tinea kapitis meliputi kemerahan, gatal,
pembentukan kerak, dan alopecia.4,5
Jamur dapat menyerang kulit kepala karena enzim yang dihasilkan seperti
keratinase dan protease yang mencerna keratin dan memfasilitasi penetrasi jaringan
keratin. Dari tempat inokulasi di kulit kepala, jamur tumbuh secara sentrifugal di
sepanjang bidang stratum korneum. Jamur juga dapat menyebar dari stratum
korneum ke folikel rambut dan ke rambut. Itu dapat menembus selubung luar folikel
rambut dan menyerang batang rambut. Tergantung pada tempat pembentukan
artrokonidia dan jenis invasi rambut, tinea kapitis dapat diklasifikasikan menjadi
tiga pola, yaitu infeksi endothrix, ectothrix, dan favus. Rambut yang terinfeksi
menjadi rapuh dan mudah patah. Secara umum, dermatofita zoofilik menginduksi
peradangan yang lebih parah daripada dermatofita antropofilik.1

Untuk menunjang diagnosis tinea kapitis dapat dilakukan dengan: 1

1. Pemeriksaan lampu woods akan menunjukkan fluoresensi hijau terang


hingga kuning hijau pada rambut yang terinfeksi M. canis dan M. audouinii
dan fluoresensi biru muda atau kusam/hijau keabu-abuan pada rambut yang
terinfeksi T. schoenleinii. Di sisi lain, rambut yang terinfeksi oleh T.
tonsurans, penyebab paling umum dari tinea capitis di Amerika Utara, tidak
berfluoresensi.
2. Dermoskopi (trikoskopi) adalah alat yang berguna, praktis, cepat,
noninvasif, hemat biaya, dan sangat sensitif untuk diagnosis tinea kapitis.
Temuan dermoscopic tipikal termasuk sisik perifollicular putih, rambut
patah, rambut dystrophic, rambut pembuka botol, rambut kuncir, rambut
zigzag, rambut koma, rambut seperti kode-kode (rambut seperti kode
batang), rambut selubung keputihan, rambut pegangan telepon; dan titik
hitam. Selain itu, skuama dan keratosis/skuama folikuler biasanya terlihat
pada tinea kapitis non-inflamasi dan kerak rambut berbentuk V dan pustula
folikuler terutama terlihat pada tinea kapitis inflamasi.
3. Kalium hidroksida (KOH) melarutkan jaringan epitel, meninggalkan hifa
septate yang mudah divisualisasikan dan spora jamur. Spora M. canis akan

27
terlihat melapisi batang rambut sedangkan spora T. tonsurans akan terlihat
di dalam batang rambut. Di favus, hifa dan ruang udara terlihat di dalam
batang rambut.
4. Kultur jamur adalah standar emas untuk mendiagnosis dermatofitosis.
Namun, kultur jamur mahal dan butuh 7 hingga 14 hari untuk mendapatkan
hasilnya.
5. Gambaran histopatologis kerion termasuk infiltrat inflamasi perifollicular
dengan spongiosis dan infiltrat neutrofil, limfosit, dan sel plasma pada tahap
awal dan bekas luka fibrotik pada tahap selanjutnya.

Tatalaksana tinea kapitis pada kasus ada dua yaitu non-medikamentosa yaitu
menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya yaitu tinea kapitis meliputi
penyebabnya dan penularannya, mengingatkan pasien untuk pengobatan yang
diberikan, edukasi mengenai pentingnya perawatan kulit dan menghindari
pengobatan diluar yang diresepkan, meminta pasien untuk kontrol kembali 2
minggu kedepan. Sedangkan medikamentosa diberikan Griseofulvin microsized,
cetirizine, Krim terbinafin Hcl dan shampoo ketokonazol.
Berdasarkan pengobatan diatas sudah sesuai teori, dimana pengobatan tinea
capitis bergantung pada penggunaan terbinafine, itrakonazol, griseofulvin, dan
flukonazol. Griseofulvin adalah obat efektif pertama yang digunakan untuk
pengobatan tinea kapitis dan masih banyak digunakan di rangkaian terbatas sumber
daya karena tetap efektif. Griseofulvin oral memiliki tingkat kemanjuran yang lebih
tinggi (88-100%) dibandingkan dengan terbinafine (34,4-36,5%), meskipun kedua
obat tersebut bergantung pada dermatofita yang terlibat. Terbinafine memiliki
tingkat kesembuhan yang lebih tinggi (47,7 56,1%) untuk T. tonsurans
dibandingkan dengan griseofulvin (23,8% -30,6%). Sementara ketoconazole
mungkin kurang efektif daripada griseofulvin. Perawatan topikal dengan sampo
antijamur dapat digunakan dalam kombinasi dengan terapi antijamur oral sebagai
tindakan pencegahan untuk menghindari pembawa asimtomatik, mengurangi
pruritus dan memperbaiki penampilan. Menggunakan kompres basah dapat
bermanfaat untuk menghilangkan eksudat. Dalam bentuk yang parah, steroid oral
dapat digunakan untuk mengurangi respon inflamasi. Penularan tinea kapitis terjadi

28
karena kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi, hewan atau pembawa
asimtomatik (terutama T. tonsurans). Benda seperti kuas dan topi harus untuk
penggunaan pribadi. Anak-anak dapat dengan bebas bersekolah setelah 10 hari
dimulainya pengobatan oral untuk menghindari penularan.2,5
Komplikasi pada kasus tinea kapitis yang tidak dirawat atau dirawat secara tidak
tepat dapat menyebabkan alopesia jaringan parut permanen. Infeksi bakteri
sekunder merupakan komplikasi potensial. Reaksi dermatofitosis, juga dikenal
sebagai reaksi id, eksim diseminata, atau autoekzematisasi, dapat terjadi
sehubungan dengan infeksi jamur terutama setelah memulai pengobatan antijamur
sistemik. Pasien yang terkena sering berkembang luas, pruritus intens, eritematosa,
papula bersisik, makulopapula, papulovesikel atau pustula. Lesi ini tidak memiliki
jamur. Jarang, eritema nodosum dan annular centrifugum dapat terjadi terutama
yang berhubungan dengan kerion.1

29
Tabel 1. Diagnosis banding berdasarkan epidemiologi, etiologi, predileksi,
manifestasi klinis, efloresensi dan pemeriksaan penunjang.

Tinea Kapitis tipe Dermatitis Pedikulosis Kapitis


kerion + Black dot Seboroik

Definisi Tinea kapitis adalah Kelainan kulit Pediculosis capitis


infeksi jamur pada papuloskuamosa adalah penyakit kulit
rambut kulit kepala. dengan predileksi kepala akibat infestasi
Hal ini disebabkan di daerah kaya ektoparasit obligat
terutama oleh spesies kelenjar sebasea, (tungau/lice) spesies
dermatofita scalp, wajah dan Pediculus humanus var.
Microsporum dan badan. Capitis yang termasuk
Trichophyton. famili Pediculidae,
Parasit ini termasuk
parasit yang menghisap
darah (hemophagydea)
dan menghabiskan
seluruh siklus hidupnya
di manusia.

Epidemiologi Paling sering pada Puncak insiden Penyakit ini terutama


anak-anak usia 3 -14 dermatitis seboroik anak-anak usia muda
tahun, dengan usia terjadi pada tiga
puncak 3 – 7 tahun. periode usia yaitu
Hanya sedikit tiga bulan pertama
laporan kasus tinea kehidupan, selama
kapitis pada usia masa pubertas, dan
dewasa. usia dewasa (antara
usia 40-60 tahun).
Jenis kelamin
lakilaki lebih
banyak

30
dibandingkan
dengan perempuan.

Etiologi Disebabkan Terdapat 3 faktor Pediculus humanus var.


dermatofita yang diketahui capitis
Microsporum SP dan sebagai penyebab
Tricopython SP utama dermatitis
seboroik yaitu
Disebabkan oleh
berbagai spesies
dermatofita, yaitu
Microsporum,
Trichophyton dan
Faktor genetik
yang menghasilkan
disfungsi sawar
kulit serta
perubahan pada
sistem imun, dan
35 produksi sebum
terlalu berlebihan
akibat merupakan
sekresi gladula
sebasea,
metabolisme
mikroba yaitu
malasezia dan
kerentangan pada
individu.

Gejala Klinis Penderita merasa ada Dapat ditemukan Penderita mengeluhkan


lesi bersisik skuama kuning adanya telur kutu ata
kemerah-merahan, berminyak, kutu rambut, terasa

31
alopesia, black dot eksematosa ringan, Gatal pada bagian
kadang-kadang kadang kala kepala.
terjadi gambaran disertai rasa gatal
klinis yang berat dan menyengat.
yang disebut kerion. Ketombe
merupakan tanda
awal manifestasi
dermatitis
seboroik. Dapat
dijumpai
kemerahan
perifolikular yang
pada tahap lanjut
menjadi plak
eritematosa
berkonfluensi,
bahkan dapat
membentuk
rangkaian plak di
sepanjang batas
rambut frontal dan
disebut sebagai
korona seboroika.

Predileksi Di daerah kulit dan Lesi dapat terlihat Di daerah oksiput dan
rambut kepala di wajah secara temporal serta dapat
simetris, regio
meluas ke seluruh
retroaurikularis,
kepala.
kanal auditori
eksternal, aurikula
dan conchae bowl.

32
Eflores Patch/plak Skuama putih Lesi linier eritema dan
ensi eritematousa, kering atau kuning papul, Adanya pus dan
berskuama bersisik, berminyak, krusta
kerion pustul-pustul eksematosa ringan.
kecil berkelompok Dapat dijumpai
dan kadang ditutupi kemerahan
sisik, black dot perifolikular yang
terdapat titik hitam pada tahap lanjut
menjadi plak
eritematosa
berkonfluensi,
bahkan dapat
membentuk
rangkaian plak di
sepanjang batas
Lesi bulat atau
lonjong, berbatas
tegas terdiri atas
eritema, skuama,
kadang-kadang
dengan vesikel dan
papul di tepi.
Daerah tengahnya
biasanya lebih
tenang, sementara
yang di tepi lebih
aktif (tanda
peradangan lebih
jelas) yang sering
disebut Lesi berupa
eritema, papul-
vesikel yang halus.

33
Pecah menjadi
krusta. Lesi
menjadi kronis dan
hiperpigmentasi,
hiperkeratosit,
linkenifikasi, erosi
dan skuama. 37
rambut frontal dan
disebut sebagai
korona seboroika.

Pemeriksaan Pemeriksaan KOH Pemeriksaan Menemukan kutu dan


penunjang 10 %& 20% Histopatologi telur kutu
ditemukan adanya
hifa panjang :Terdapat
Pemeriksaan lampu spongiosis,
wood : positif
(eflourensensi hiperplasia
kehijauan) psoriasiformis,dan
Pemeriksaan
parakeratosis di
hisopatologi dan
kultur. sekeliling muara
folikel atau
follicular ostia

34
BAB V

KESIMPULAN

Tinea capitis, juga dikenal sebagai infeksi kurap atau herpes tonsurans,
adalah infeksi jamur pada rambut kulit kepala. Hal ini disebabkan terutama oleh
spesies dermatofita Microsporum dan Trichophyton. Secara klinis, tinea capitis
dapat dibagi menjadi tipe inflamasi dan non-inflamasi. Jenis non-inflamasi
biasanya tidak akan dipersulit oleh jaringan parut alopecia. Jenis inflamasi dapat
menyebabkan kerion, nodul nyeri dengan nanah, dan jaringan parut alopecia.
Sering ditemukan pada anak-anak praremaja dengan kejadian puncak
antara usia 3 dan 7 tahun. Tinea kapitis jarang terlihat pada orang dewasa dan
jarang terlihat pada bayi dan orang lanjut usia. Pada kelompok usia anak, tinea
kapitis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Untuk menunjang diagnosis tinea kapitis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan lampu wood, dermatoskopi, kultur dan histopatologi.
Pengobatan tinea capitis bergantung pada penggunaan terbinafine,
itrakonazol, griseofulvin, dan flukonazol. Perawatan topikal dengan sampo
antijamur dapat digunakan dalam kombinasi dengan terapi antijamur oral
sebagai tindakan pencegahan untuk menghindari pembawa asimtomatik,
mengurangi pruritus dan memperbaiki penampilan.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Barankin, B., dan Lam,J. Tinea Capitis : An Update Review. Canada :

Bentham Science Publishers. 2020

2. Reyes, I et al. Kerion Celsi Caused by Microsporun gypseum : Report of

Two Cases and Review. Mexico : MedCrave. 2018

3. Wei, S. et al. Kerion Kelsi Caused by Microsporun gypseum in a Chinese

Child, a Case Report. China : Medicine. 2022

4. Alboud, AM., dan Crane, J.S. Tinea Capitis. Campbell Univ : StatPearls.

2022

5. Hay, R.J. Tinea Capitis : Current Status. London : Spingerlink.com. 2016

6. Duran, J., et al. Tinea Capitis : A Practical Approach. Mexico : Medwin

Publishers. 2019

7. Menaldi SR, Bramono Ku, dan Indritamu WR. Ilmu Penyakit Kukit dan

Kelamin ed.7. Jakarta : FK UI. 2015

8. Nouh, A., dan Rageh, M. A rare Case of Coexisting Pediculosis Capitus and

Tinea Capitis in a Healthy Adult Female. Cairo : Skin Apoendage Disorders.

2021

9. Naqvi, A dan Gerriets, V. Cetirizine. California : StatPearls. 2022

10. Chaves,B.J dan Tadi, P. Gentamicin. India : StatPearls. 2022

36

Anda mungkin juga menyukai