Anda di halaman 1dari 108

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII I SMP

UNGGULAN AMANATUL UMMAH SURABAYA PADA


OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR DENGAN
MENGGUNAKAN ALAT PERAGA KATBAR SEMESTER
GANJIL
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
Nur Laifah Hasinah
Guru SMP Unggulan Amanatul Ummah Surabaya

Abstrak: Berdasarkan pengalaman mengajarkan materi operasi hitung bentuk aljabar,


penulis masih menjumpai siswa yang mengalami kesulitan melakukan operasi hitung
bentuk aljabar. Selama ini pembelajaran dilakukan tanpa menggunakan media. Untuk
mengatasi hal tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian ini,
pembelajaran dilakukan dengan menggunakan alat peraga KATBAR ( KArTu aljaBAR)
untuk membantu siswa kelas VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah Surabaya yang
mengalami kesulitan belajar pada konsep penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bentuk
aljabar. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah
Surabaya pada semester ganjil tahun pelajaran 2020/2021, dengan jumlah siswa 25 orang.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, observasi aktivitas
siswa, observasi kemampuan guru melaksanakan tindakan dan angket untuk mengetahui
Respon siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Skor rata-rata hasil belajar
matematika pada siklus I sebesar 65,95 berada pada kategori “tinggi” Sedangkan pada
siklus II mengalami peningkatan serbesar 12,8 dengan skor rata-rata hasil belajar 78,25
berada pada kategori “tinggi”. (2) Ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan. Pada
siklus I dari 25 siswa sebanyak 13 siswa atau 52% mencapai ketuntasan belajar, sedangkan
pada siklus II sebanyak 23 siswa atau 92 % mencapai ketuntasan belajar dan ketuntasan
belajar klasikal tercapai.

Kata Kunci: Alat peraga KATBAR, hasil belajar siswa,, operasi aljabar

Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang cukup sulit bagi siswa, bahkan
menjadi mata pelajaran yang menjadi momok bagi beberapa siswa. Kenyataan seperti ini
berdampak negatif bagi prestasi atau hasil belajar siswa. Adanya bukti dari hasil evaluasi
pelajaran matematika tiap semester maupun ujian akhir masih sering di bawah standar mata
pelajaran lain. Upaya dalam mengatasi keadaan ini adalah mengajak siswa untuk memahami
pelajaran yang diberikan dan tidak merasa terbebani jika belajar matematika, memiliki
semangat untuk belajar matematika serta menanamkan dalam diri siswa bahwa matematika
bukan pelajaran yang sulit.
Dari hasil pengalaman mengajar pada kelas-kelas di SMP Unggulan Amanatul
Surabaya masih menganggap bahwa pelajaran matematika sulit, membosankan sehingga
beberapa diantara mereka hanya datang, duduk dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh
guru. Mereka masih membawa kebiasaannya dari SD yang masih banyak bermain ketimbang
serius memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh gurunya, terlebih lagi jika guru lebih
banyak menerapkan metode pembelajaran konvensional. Padahal menurut Nurhadi (2003, 8)
mengatakan bahwa siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat
mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru.
Pembelajaran matematika, khususnya di kelas VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah
surabaya dengan materi Operasi Hitung pada Bentuk Aljabar, masih ditemukan kendala yang
serius, seperti kurangnya kemampuan siswa dalam melakukan operasi penjumlahan,
pengurangan, dan operasi bentuk aljabar. Hal ini dikarenakan rendahnya pemahaman siswa
terhadap materi aljabar yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1) lemahnya siswa
dalam operasi hitung bilangan bulat dan pecahan yang telah dipelajari pada materi sebelumnya,
2) pelaksanaan pembelajaran tidak kontekstual sehingga siswa kurang dapat memaknai hakikat
simbol-simbol aljabar dan makna dari operasinya, 3) kurang tepat dalam memilih dan
mengelola media pembelajaran yang sesuai.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba mengadakan penelitian tindakan kelas
1
dalam sub pokok bahasan tersebut dengan cara melakukan pembelajaran dengan menggunakan
alat peraga KatBar atau Kartu Aljabar.
Melihat permasalahan di atas maka penulis mencoba mengadakan penelitian dengan
tujuan “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah
Surabaya pada Operasi Hitung Bentuk Aljabar dengan Menggunakan Alat Peraga KatBar”.

ALAT PERAGA MATEMATIKA


Alat peraga sangat berguna untuk menanamkan konsep atau melatih ketrampilan
konsep. Semua bermuara untuk mencapai kompetensi yang akan dicapai. Seperti yang
diungkapkan Hamalik (1994) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran
dalamproses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
terhadap siswa.
Pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat penting
peranannya, karena itu patut diadakan dan dimanfaatkan. Penggunaan alat peraga yang tepat
akan melipat gandakan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif , efektif
menarik dan menyenangkan.

KATBAR (KARTU ALJABAR)


KATBAR yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan model geometri yang
digunakan untuk mengkonkritkan pengertian variabel dan konstanta dalam aljabar yang bersifat
konsep abstrak. Merupakan model geometri karena alat ini berupa kartu yang berbentuk
bangun geometri, yaitu: persegi dan persegipanjang, dan penggunaan alat ini juga mengacu
pada prinsip-prinsip yang ada dalam geometri, yaitu konsep panjang, lebar dan luas.

Alat peraga KATBAR terdiri dari 3 jenis kartu, yaitu:

X2 X -X2 -X -1
1

Ketentuan

= 0 = 0 = 0

1. Kartu satuan, berupa persegi dengan panjang sisinya satu satuan panjang atau dengan 1
cm x 1 cm. Pada kartu satuan ini ada dua jenis, yaitu yang berwarna menunjukkan positif
satu (1) dan tidak berwarna (putih) menunjukkan negatif satu (-1).
2. Kartu x, berupa persegi panjang dengan ukuran 2 cm x 1 cm. Pada kartu ini juga
menggunakan dua jenis yaitu yang berwarna menunjukkan positif x (x) dan tidak berwarna
(putih) menunjukkan negatif x (-x).
3. Kartu x2, berupa persegi dengan panjang sisi 2 cm. Pada kartu ini juga menggunakan dua
jenis warna, yaitu berwarna menunjukkan positif x2 (x2) dan tidak berwarna (putih)
menunjukkan negatif x2 (-x2).
Berikut ini contoh penggunakan KATBAR dalam penyajian materi Operasi Hitung pada
Bentuk Aljabar:
Soal 1. Sederhanakanlah bentuk 2x - 3 – 3x + 1 dengan menggunakan KATBAR !
Pembahasan:
Bentuk 2x - 3 – 3x + 1 dapat dimodelkan sebagai berikut:
2x –3 – 3x 1

1
Model tersebut di atas dapat disederhanakan dengan cara mengelompokkan model-model
sejenis. Jika pada pengelompokan itu terdapat pasangan nol, maka semua pasangan nol yang
ada dihapus.

Pasangan nol
Pasangan nol Pasangan nol DIHAPUS
DIHAPUS DIHAPUS

Jadi bentuk sederhana dari 2x - 3 – 3x + 1 adalah – x – 2.

Soal 2. Tentukan hasil dari (x + 2)(x – 3) !


Pembahasan:
Langkah I:
Bentuk (x + 2)(x – 3) dapat dimodelkan sebagai persegi panjang dengan panjang (x + 2)
dan lebarnya (x – 3) sebagai berikut:

x 1 1

–1
–1
–1

Langkah II:
Lengkapi kartu sehingga membentuk persegi panjang.

x

1 Pasangan
–1 – nol

Hasilnya adalah: x2 – x – 6

1
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan
empat tahapan pelaksanaan meliputi:
(a). perencanaan tindakan, (b). pelaksanaan tindakan, (c). pengamatan (observasi) dan
(d). refleksi. Penelitian ini di laksanakan di SMP Unggulan Amanatul Ummah Surabaya dengan
subyek penelitian adalah siswa Kelas VII I dengan jumlah siswa 25 orang yang terdiri atas 13
orang laki – laki dan 12 orang perempuan pada semester ganjil tahun pelajaran 2020/2021.

Perencanaan Tindakan
Penelitian tindakan ini di rencanakan terdiri atas dua siklus. Kedua siklus ini merupakan
rangkaian kegiatan yang saling berkaitan, artinya pelaksanaan siklus II merupakan lanjutan dan
perbaikan berdasarkan refleksi dari siklus I. Siklus I dilaksanakan dengan 2 kali pertemuan
tatap muka dan 1 kali untuk tes, sedangkan siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan tatap muka
dan 1 kali untuk tes. Perencanaan yang dilakukan: Merencanakan pembelajaran yang akan
dilaksanakan, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk setiap pertemuan, membuat
pedoman observasi untuk melihat bagaimana kondisi siswa pada saat proses belajar mengajar di
kelas berlangsung, menyiapkan contoh alat peraga yang akan di gunakan kemudian meminta
siswa membuat sendiri alat peraga secara berkelompok.

Observasi dan Evaluasi


Selama tindakan siklus I dan siklus II berlangsung, guru dan kolaboran melakukan observasi,
mendokumentasikan tindakan yang diberikan selama pembelajaran berupa pengamatan terhadap
kondisi selama pelaksanaan tindakan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil pengamatan saat pembelajaran di kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe
STAD menggunakan alat peraga Kartu Aljabar didukung LKS yang mengarah kepada keaktifan
siswa dalam belajar di kelas. Siswa belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Dengan alur 2 siklus yang masing-masing meliputi: 1).Rencana Tindakan (Planning) yang
terdiri:Dokumentasi (daftar siswa, daftar nilai), membuat skenario pembelajaran, membuat
LKS, membuat soal evaluasi, menyiapkan lembar observasi. 2). Pelaksanaan Tindakan, 3).
Pengamatan, 4). Refleksi

Hasil Tes Akhir Siklus I


Rangkuman statistik tes hasil belajar matematika siklus I adalah sebagai berikut

Tabel 1. Statistik Nilai Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII I SMP Unggulan Amanatul
Ummah Surabaya
pada Siklus I
Nilai
Statistik
Statistik
Subjek 25
Nilai Ideal 100
Nilai Tertinggi 87,5
Nilai Terendah 42,5
Rentang Nilai 45
Nilai Rata-rata 65,95
Standar deviasi 15,1

Jika nilai hasil belajar siswa di atas dikelompokkan dalam lima kategori, maka diperoleh
distribusi frekuensi nilai seperti yang disajikan pada tabel berikut:

1
Tabel 2. Distribusi Frekuansi dan Proporsi Nilai Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah Surabaya pada Siklus I
No. Nilai Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. 0 – 34 Sangat rendah 0 0
2. 35 - 54 Rendah 7 28
3. 55 - 64 Sedang 5 20
4. 65 - 84 Tinggi 8 32
5. 85 - 100 Sangat Tinggi 5 20

Jumlah 25 100

Setelah digunakan kategorisasi pada Tabel 2 terlihat bahwa dari 25 orang siswa kelas
VII I SMP Unggulan Amanatil Ummah Surabaya yang dijadikan subjek penelitian, diperoleh
bahwa pada umumnya siswa berada pada kategori tinggi dengan persentase 32 %, dan tidak ada
siswa yang berada pada kategori sangat rendah. Apabila hasil belajar pada siklus I dianalisis
maka persentase ketuntasan belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga KATBAR dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Deskripsi ketuntasan belajar siswa Kelas VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah
Surabaya pada Siklus II
Nilai Kategori Frekuensi Persentase (%)
0 – 71 Tidak Tuntas 2 8,00
72 – 100 Tuntas 23 92,00

Dari tabel 6 di atas menunjukkan bahwa ketuntasan belajar klasikal 92 %, yaitu 23


orang dari 25 orang siswa di Kelas VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah Surabaya telah
mencapai ketuntasan belajar individual, sedangkan 2 siswa yang lain belum tuntas. Berdasarkan
beberapa tabel diatas terlihat bahwa rata-rata hasil belajar yang dilaksanakan dalam dua siklus
mengalami peningkatan dari nilai rata-rata dan jumlah siswa yang tuntas. Hasil tersebut
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa Kelas VII I SMP Unggulan
Amanatul Ummah Surabaya melalui pembelajaran dengan menggunakan alat peraga
KatBar.

Perubahan sikap siswa dalam proses pembelajaran


Data tentang sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan
menggunakan alat peraga , diperoleh melalui lembar partisipasi yang ditulis siswa. Adapun
deskripsi tentang sikap siswa selama mengikuti pembelajaran pada siklus I dan siklus II
ditunjukkan dalam tabel 7 berikut:

Tabel 7. Lembar Partisipasi Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran Siklus I dan Siklus II
Indikator yang Siklus I Siklus II
NO di amati Pert ke- Mean Persen Pert ke- Mean Persen
1 2  (%) 1 2  (%)
Siswa yang hadir
1. pada saat proses 23 25 24 96,55 23 24 23,5 94
Pembelajaran
Siswa yang
memiliki
2. kelengkapan alat 13 21 17 68 24 24 24 96
pelajaran.
Siswa yang aktif
3. pada saat 13 15 14 56 22 23 22,5 90
Pembelajaran
Siswa yang aktif
4. bekerjasana 14 23 18,5 74 20 22 21 84
dalam kelompok
1
Siswa yang
memperhatikan
5. guru dan 14 22 18 72 22 23 22,5 90
mencatat
pada saat
pembelajaran
Siswa aktif
menger-
6. jakan/menyelesaia 21 18 19,5 78 23 24 23,5 94
kn tugas-tugas
belajar pada LKS
Siswa yang
memberi respon
pada saat diajukan
7. 6 12 9 36 15 25 20 80
pertanyaan
tentang materi
pelajaran
Siswa yang
menerima
8. tanggapan atau 11 15 13 52 20 22 21 84
masukan dari
kelompok lain
Siswa yang
mencatat hasil
9. keputusan 15 23 19 76 25 25 25 100
(kesimpulan
kelas)
Siswa yang
mengerjakan 23 18,5 74 23 24 23,5 94
10.
latihan mandiri atau 14
tugas/PR

Berdasarkan hasil analisis deskriptif mengenai perubahan sikap siswa pada awal siklus I
sampai pada akhir siklus II di atas menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan sikap siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran setiap pertemuan. Perubahan tersebut meliputi semakin
meningkatnya persentase siswa yang memperhatikan penjelasan guru, aktif kerjasama dalam
kelompok, siswa yang membantu temannya dalam belajar dan mengerjakan latihan dengan
mandiri. Selain itu jumlah siswa yang merespon terhadap pertanyaan guru tentang materi yang
belum dipahami mengalami peningkatan.

PEMBAHASAN
Dalam upaya mengkongkritkan objek matematika yang abstrak menjadi real. Seperti
penggunaan dalam materi operasi aljabar koefisien dan nilai-nilainya diganti dengan kartu,
Penggunaan alat peraga KATBAR dalam pembelajaran aljabar memberikan dukungan.
Berdasarkan analisis deskriptif hasil belajar matematika siswa Kelas VII I SMP Unggulan
Amanatul Ummah Surabaya, diperoleh bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa pada Siklus I
adalah 65,95. Jumlah siswa yang tuntas secara individual dengan KKM 72 adalah 13 orang dari
25 orang siswa, dan 12 orang siswa tidak tuntas. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar siswa
pada siklus II adalah 78,25. Jumlah siswa yang tuntas secara individual dengan KKM 72 adalah
23 orang dari 25 orang siswa, dan hanya 2 orang saja siswa tidak tuntas. Dari data tersebut
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan Hasil Belajar Siswa (HBS) seperti yang ditunjukkan dari
nilai rata- rata dan jumlah siswa yang tuntas secara individual. Sehingga secara kuantitatif
diperoleh bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah penerapan pembelajaran
dengan menggunakan alat peraga KATBAR.
Hasil analisis secara kualitatif juga menunjukkan bahwa persentase siswa yang
memperhatikan penjelasan guru, keaktifan dalam kelompok, menjawab pertanyaan,
1
mempresentasekan hasil diskusi, siswa yang membantu teman dalam belajar dan mengerjakan

1
soal latihan dengan mandiri siklus I sampai siklus II terus mengalami peningkatan. Demikian
pula siswa yang merespon pertanyaan guru tentang materi yang diajarkan mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II. Di samping itu juga siswa yang memerlukan bimbingan
guru juga mengalami penurunan. Dengan demikian, secara kualitatif selama siklus I hingga
siklus II hasil belajar matematika siswa Kelas VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah Surabaya
melalui pembelajaran dengan alat peraga KATBAR dapat meningkat. Dengan meningkatnya
hasil belajar siswa Kelas VII I SMP Unggulan Amanatil Ummah Surabaya secara kualitatif dan
secara kuantitatif menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga KATBAR efektif digunakan
dalam pembelajaran. Ini disebabkan oleh karena penggunaan alat peraga KATBAR dalam
pembelajaran dapat menumbuhkan motivasi dan minat siswa untuk belajar matematika. Siswa
menganggap dengan adanya alat peraga belajar matematika seperti bermain, konsep
pembelajaran mudah dipahami. Selain itu, siswa lebih mudah memecahkan masalah-masalah
matematika yang diberikan kepada siswa melaui Lembar Kerja yang dikerja secara
berkelompok maupun latihan mandiri.

SIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Menggunaan alat peraga KATBAR atau KatBar dalam pembelajaran dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dengan skor rata-rata hasil belajar matematika pada
siklus I sebesar 65,95 ber ada pada kategori “tinggi” dengan standar deviasi 15,1.
Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan serbesar 12,8 dengan skor rata-rata
hasil belajar 78,25 berada pada kategori “tinggi”.
2. Ketuntasan belajar matematika siswa kelas VII I SMP Unggulan Amanatul Ummah
Surabayajuga mengalami peningkatan. Pada siklus I dari 25 siswa sebanyak 16 siswa
atau 64 % mencapai ketuntasan belajar, sedangkan pada siklus II sebanyak 23 siswa
atau 92 % mencapai ketuntasan belajar dan ketuntasan belajar klasikal tercapai.
3. Keaktifan siswa dalam pelaksanaan tindakan juga semakin meningkat hal ini dapat
dilihat bahwa siswa yang memperhatikan penjelasan guru, keaktifan dalam kelompok,
menjawab atau merespon pertanyaan, mempresentasikan hasil diskusi, siswa yang
membantu teman dalam belajar dan mengerjakan soal latihan dengan mandiri semakin
meningkat sedangkan siswa yang melakukan aktifitas lain pada saat pembelajaran
semakin berkurang.
4. Menggunaan alat peraga KatBar dapat menumbuhkan minat dan memotifasi siswa
untuk lebih giat lagi belajar, meningkatkan pemahaman materi dan bermakna bagi
siswa. Hal ini sesuai dengan hasil refleksi siswa yang pada umumnya bersikap dan
beranggapan positif terhadap pelajaran matematika

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Guru matematika hendaknya memilki keterampilan yang lebih baik dalam memilih
model pembelajaran, strategi pembelajaran dan media pembelajaran yang relevan agar
siswa tidak merasa jenuh dan bosan untuk mengikuti pelajaran matematika.
2. Penggunaan alat peraga manipulatif Katbar ini dipakai pada saat menanamkan konsep
dan latihan soal pada awal penanaman konsep sebagai alternative alatperaga untuk
membelajarkan operasi pada bentuk aljabar.

DAFTAR RUJUKAN
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan (cetakan ke-7). Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti.
Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK: Malang: UM PRESS
Suhardjono. 2009.Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah.
Malang:Cakrawala Indonesia LP3 Universitas Negeri Malang.

1
PEMBELAJARAN LIMAS DENGAN MENGGUNAKAN LKS
DAN MODEL LIMAS DI SMPN 2 LANGKE REBONG
KABUPATEN MANGGARAI NTT
Benediktus Herson Lagut
SMP Negeri 2 Langke Rembong, Manggarai, NTT

Abstrak: Berdasarkan pengalaman mengajar selama ini, untuk membelajarkan limas


penulis hanya menggunakan LKS tanpa menggunakan alat peraga. Hasilnya masih kurang
memuaskan. Untuk mengatasi hal ini penulis mencoba melaksanakan pembelajaran Limas
dengan menggabungkan penggunaan LKS dan alat peraga model Limas. LKS ini juga
dilengkapi dengan model limas yang disiapkan guru sehingga siswa dapat mengamati
secara langsung limas yang dimaksud. Perpaduan LKS dan model limas akan membatu
siswa memahami unsur-unsur limas.

Kata Kunci: LKS, Model Limas, Unsur-Unsur limas.

Selama ini pembelajaran materi unsur-unsur limas dilakukan dengan cara menggunakan LKS
tanpa disertai dengan model konkrit limas. LKS ini disusun dengan menyertakan gambar limas
dan unsur-unsur. Siswa secara berkelompok diminta mengerjakan LKS dengan cara mengamati
gambar limas yang tersedia di LKS. Setelah mengamati gambar di LKS, kemudian siswa
diminta untuk menentukan unsur-unsur yang terdapat pada limas, di antaranya sisi, rusuk dan
titik sudut. Setelah selesai mengerjakan LKS, setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya. Dari hasil presentasi terlihat bahwa sebagian besar kelompok belum dapat
menyatakan unsur-unsur limas secara tepat. Kesulitan yang terjadi pada kegiatan mengamati
gambar adalah siswa belum mampu membayangkan bagian dari gambar secara utuh di mana
limas sebagai suatu benda dimensi tiga. Khususnya, pada gambar limas, siswa tidak dapat
membayangkan atau mengilustrasikan gambar yang rusuknya berupa garis putus-putus.
Gambar limas masih dirasakan sebagai sesuatu yang abstrak oleh siswa. Kesulitan ini akan
menyebabkan siswa tidak mampu menentukan banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut pada limas
segi banyak. Sementara harapannya adalah siswa dapat menentukan unsur-unsur limas dengan
benar. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa yang
dilengkapi dengan model limas yang konkrit. LKS dapat digunakan siswa secara kelompok
yang diharapkan dapat menuntun siswa memahami unsur-unsur limas.
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran penugasan yang dibuat dan disusun
secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh
siswa. Lembar Kerja Siswa dapat dipandang sebagai media interaksi pembelajaran yang
ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik baik di sekolah ataupun
di rumah, secara individu maupun berkelompok. Dalam penugasannya materi dalam lembar
kerja siswa perlu disusun sedemikian rupa agar Lembar Kerja Siswa tersebut menjadi suatu
kegiatan pembelajaran yang sistematis.
Menurut Hamalik (1986), Lembar Kerja Siswa bertujuan:
1. Merangsang anak didik aktif belajar, baik ketika dekat dengan guru maupun jauh dari guru
di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
2. Membina kebiasaan peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan
komunikasi.
3. Menbuat peserta didik bergairah belajar karena dapat dilakukan dengan bervariasi.
4. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar, eksperimen, atau pendidikan yang banyak
berhubungan dengan hidup mereka dapat lebih mudah dan lama diingat.
5. Mengembangkan strategi kognitif para siswa yaitu dengan pemecahan masalah yang
dilakukan.
Lebih lanjut, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Lembar Kerja Siswa
adalah:
1. Pertimbangkanlah tujuan yang dirumuskan dalam standar isi.

1
2. Bentuk Lembar Kerja Siswa yang diberikan harus dikomunikasikan kepada siswa sampai
mereka benar- benar memahami apa yang harus mereka kerjakan.
3. Sesuaikan kadar kesukaran dengan kemampuan siswa.
4. Tidak ada salahnya bila guru memberitahukan tentang bahan-bahan rujukan yang dapat
dijadikan kertangka acuan bagi siswa.
5. Pikirkan waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan tugas, jangan terlalu singkat atau
sebaliknya (Hamalik, 1986).
Menurut Nuniek Avanti Agus (2007:208) unsur-unsur limas meliputi: Alas limas, sisi
lateral limas, puncak limas, tinggi limas, tinggi sisi lateral atau apotema. Dari unsur-unsur limas
tersebut, yang merupakan kesulitan bagi siswa adalah dalam menentukan banyaknya sisi,
banyaknya rusuk dan banyaknya titik sudut limas segi banyak.

PEMBAHASAN
Dalam kegiatan pembelajaran di kelas VIII A SMP Negeri 2 Langke Rembong, topik
yang dibahas adalah mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-
bagiannya. Kegiatan terfokus pada menghitung banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut limas serta
menentukan hubungan antara banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut limas atau dikenal dengan
kaidah Euler.
Pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 23 mei 2013 bertempat di SMP Negeri 2
Langke Rembong Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur. Perencanaan
dilakukan secara bersama-sama yang dihadiri oleh 4 orang guru matematika atas nama
Stanislaus Angkat, Goris Darus, Yustina Meti dan Dominika Dumang. Diskusi berlangsung
dalam pembuatan LKS. Dari hasil diskusi diperoleh LKS sebagai berikut:

LEMBAR KERJA SISWA


(LKS)

Kelas : VIII A
Mata Pelajaran : Matematika
Kelompok : ...................
Hari,tanggal : ...................
Petunjuk:
1. Perhatikan model limas berikut ini.
2. Hitunglah banyak unsur-unsur limas secara saksama.
Isilah titik-titik pada tabel yang disiapkan

A. Perhatikan model limas segi tiga berikut ini. Limas segi tiga memiliki:
1. Sisi sebanyak......yaitu..........
2. Rusuk sebanyak.....yaitu...........
3. Titik sudut sebanyak.......yaitu........

A B

1
B. Perhatikan model limas segi empat berikut ini. Limas segi empat memiliki:
T

D C

A B
1. Sisi sebanyak......yaitu............
2. Rusuk sebanyak.....yaitu............
3. Titik sudut sebanyak.......yaitu............

C. Perhatikan model limas segi Lima berikut ini.


Limas segi lima memiliki:
1. Sisi sebanyak......yaitu..........
2. Rusuk sebanyak.....yaitu.............
3. Titik sudut sebanyak.......yaitu..............

D C
E

A B
D. Perhatikan model limas segi enam berikut ini.
Limas segi enam memiliki:
1. Sisi sebanyak......yaitu.............
2. Rusuk sebanyak.....yaitu..............
3. Titik sudut sebanyak.......yaitu.........

E D

F C

A B

1
Berdasarkan hasil pengamatan pada model limas di atas, isilah tabel berikut ini.

Nama bangun Banyaknya


ruang
sisi (S) rusuk (R) titik sudut (T)
Limas segi tiga .......= 3+.... ......= 3x.... ......= 3+....
Limas segi empat .......= 4+.... ......= 4x.... ......= 4+.....
Limas segi lima ......= 5+.... ......= 5x.... ......= 5+....
Limas segi enam ......= 6+.... ......= 6x.... ......= 6+.....
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .

Limas segi – n ........ ........ .............

Jika n menyatakan limas segi n, S menyatakan banyak sisi limas segi n, R menyatakan
banyak rusuk limas segi n dan T menyatakan banyaknya titik sudut limas segi n,
diperoleh hubungan :
1. S = ..........................................................
2. R = ..........................................................
3. T = ..........................................................
4. S + T = R +.............(disebut Kaidah Euler).

Pelaksanaan Pembelajaran
Selain LKS, juga disiapkan model limas segi tiga, limas segi empat, limas segi lima
dan limas segi enam. Pembelajaran berlangsung pada minggu ke empat Mei 2013. Pembelajaran
dimulai dengan menggambarkan limas di papan tulis kemudian guru menanyakan nama dari
bangun yang digambarkan kepada siswa. Sebagian besar siswa dapat menjawabnya, namun
masih ada siswa yang tidak dapat menjawabnya. Kemudian guru melanjutkan kegiatan
pembelajaran dengan memperlihatkan model-model limas yang sudah disiapkan kepada siswa.
Ternyata semua siswa dapat menjawabnya dengan benar. Selanjutnya untuk menentukan unsur-
unsur limas, siswa diminta mengerjakan LKS melalui diskusi kelompok. Siswa dibagi menjadi
7 kelompok, 5 kelompok beranggotakan masing-masing 5 orang dan 2 kelompok beranggotakan
masing-masing 4 orang. Waktu yang disediakan untuk diskusi kelompok adalah 30 menit.
Siswa mengerjakan LKS dengan mengamati gambar limas pada LKS. Guru mengamati
kegiatan siswa dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain.Setelah 15 menit berlangsung,
terdapat 2 kelompok yang hampir selesai mengerjakan LKS-nya, dan hasil diskusinya benar.
Sedangkan 4 kelompok lainnya masih bergelut pada limas segi tiga, dan hasilnya diskusinya
salah. Jawaban dari 4 kelompok tersebut adalah sebagai berikut.

Limas segitiga.

C
A B
Unsur-unsurnya :
a. Sisi sebanyak 1 yaitu : Segi tiga ABT
b. Rusuk sebanyak 3 yaitu : AB,BT,TA
c. Titik sudut sebanyak 3 yaitu : A,B,T

1
Selanjutnya guru membagikan model-model limas yang sudah disiapkan kepada 4
kelompok yang belum memahami unsur-unsur limas tersebut. Siswa pada 4 kelompok tersebut
mengamati model limas yang dibagikan secara saksama. Dengan mengamati model limas yang
ada, dalam waktu 15 menit kemudian, siswa pada 4 kelompok tersebut ternyata sudah selesai
mengerjakan LKS-nya. Selanjutnya, masing-masing kelompok secara bergantian mempresen-
tasekan hasil diskusinya. Jawabannya adalah sebagai berikut:
1. Limas segitiga.
T

C
A B
Unsur-unsurnya :
b. Sisi sebanyak 4 yaitu : ABC,TAB,TBC,TAC
c. Rusuk sebanyak 6 yaitu : AB,BC,AC,TA,TB,TC
d. Titik sudut sebanyak 4 yaitu : A,B,C,T

2 . Limas segiempat.
T

D C

A B

Unsur-unsurnya :
a. Sisi sebanyak 5 yaitu : ABCD,TAB,TBC,TCD,TAD
b. Rusuk sebanyak 8 yaitu : AB,BC,CD,AD,TA,TB,TC,TD
c. Titik sudut sebanyak 5 yaitu : A,B,C,D,T

3. Limas Segi lima

D C
E

A B
Unsur-unsurnya :
a. Sisi sebanyak 6 yaitu : ABCDE,TAB,TBC,TCD,TDE,TAE
b. Rusuk sebanyak 10 yaitu : AB,BC,CD,DE,AE,TA,TB,TC,TD,TE
c. Titik sudut sebanyak 6 yaitu : A,B,C,D,E,T

1
4. Limas Segienam

E D

F C

A B
Unsur-unsurnya :
a. Sisi sebanyak 7 yaitu: ABCDEF,TAB,TBC,TCD,TDE,TEF,TAF
b. Rusuk sebanyak 12 yaitu: AB,BC,CD,DE,EF,AF,TA,TB,TC,TD,TE,TF
c. Titik sudut sebanyak 7 yaitu: A,B,C,D,E,F,T.

Dari hasil presentasi, terlihat bahwa semua kelompok mengerjakan LKS dengan benar.
2 kelompok mengerjakan LKS dengan mengamati gambar limas pada LKS, sedangkan 4
kelompok lainnya dapat mengerjakan LKS-nya secara benar dengan mengamati model limas
yang konkrit.
Selanjutnya guru bertanya, “pada limas segi 15 berapakah banyaknya sisi, banyaknya rusuk dan
banyak titik sudutnya ?”
Siswa terdiam selama kurang lebih 1 menit. Selanjutnya siswa di salah satu kelompok mencoba
menggambar limas segi 15 di bukunya. Siswa yang lain bertanya, “mana model limas segi lima
belasnya pa?”
Guru mengarahkan siswa untuk melanjutkan pengerjaan LKS-nya.
Pada LKS telah disiapkan tabel untuk diisi, tentang unsur-unsur limas yang telah dipahami.

Nama bangun Banyak sisi (S) Banyak Rusuk (R) Banyak titik sudut (T)
Limas segi tiga 4= (3 +1) 6= (2 x 3) 4= (3 +1)
Limas segi empat 5= (4+1) 8= (2 x 4) 5= (4 + 1)
Limas segi lima 6= (5+1) 10= (2x5) 5= (6+1)
Limas segi enam 7=(6+1) 12= (2x6) 7= (6+1)
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
Limas segi – n n+1 2n n+1

Bilangan-bilangan pada tabel di atas dapat membantu siswa untuk secara terbimbing
menemukan pola dalam menentukan banyaknya sisi, banyaknya rusuk, banyaknya titik sudut
pada limas segi banyak.
Dengan demikian jika n menyatakan limas segi n, S menyatakan banyak sisi limas segi n, R
menyatakan banyak rusuk limas segi n dan T menyatakan banyak titik sudut limas segi n maka
terdapat hubungan sebagai berikut:
1. S = n + 1.
2. R = 2n
3. T = n + 1
4. S + T = R + 2 (Kaidah Euler).

1
Setelah pola ditemukan, semua siswa dapat menjawab pertanyaan guru dengan benar yaitu pada
limas segi lima belas terdapat :
1. Sisi sebanyak 15 + 1 = 16
2. Rusuk sebanyak 2 x 15 = 30
3. Titik sudut sebanyak 15 + 1 = 16
Bahkan pada limas segi banyak lainnyapun dapat dapat ditentukan banyak masing-masing
unsurnya dengan cepat.
Setelah kegiatan pembelajaran selesai, para siswa diminta memberikan komentar atau
tanggapan tentang kegiatan diskusi kelompok untuk menentukan unsur-unsur limas. Semua
yang ditanya memberikan tanggapan bahwa mereka dapat menentukan unsur-unsur limas
dengan benar setelah mengamati model limas yang nyata. Gambar limas yang terdapat pada
LKS dirasakan masih abstrak. Sehingga selain gambar limas yang terdapat pada LKS, masih
sangat dibutuhkan model limas yang konkrit untuk membangun pemahaman akan unsur-unsur
limas. Dengan tahapan pemahaman yang telah dirancang pada LKS mereka merasa terbimbing
dalam menemukan pola tentang banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut pada limas segi banyak.
Dengan pola yang ada akhirnya mereka dengan mudah dapat menentukan banyaknya sisi,
rusuk dan titik sudut pada limas segi banyak.

PENUTUP
Dari pembelajaran yang telah dilakukan terlihat bahwa dengan menggunakan LKS yang
dilengkapi dengan media model konkrit siswa lebih mudah bisa memahami unsur-unsur pada
limas. Pada akhir pembelajaran siswa dapat menemukan pola hubungan antara banyaknya sisi,
titiksudut, dan rusuk.

DAFTAR RUJUKAN
Nuniek Avanti Agus.2008.Mudah Belajar Matematika.Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional
Oemar, Hamalik. 1986. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Martiana.

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI PADA PEMBELAJARAN


OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DI KELAS VII
SMP NEGERI 4 KOMODO KABUPATEN MANGGARAI BARAT
Achmad Sudi
SMPN 4 Komodo

Abstrak: Rendahnya kemampuan peserta didik untuk melakukan penjumlahan dan


penguarangan bilangan bulat telah mendorong guru untuk melakukan perbaikan
pembelajaran yang selama ini cenderung membuat siswa pasif dalam belajar. Penerapan
metode demonstrasi berbantuan garis bilangan menunjukkan bahwa metode pembelajaran
tersebut dapat menfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan,
karena siswa memperoleh pengalaman langsung dengan melakukan aktifitas kongkrit
berbantuan garis bilangan sebelum mampu mengabstraksikan melalui pengamatan terhadap
pola-pola yang diperoleh.

Kata Kunci: penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, metode demonstrasi.

Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama hendaknya dapat menfasilitasi tercapainya


kompetensi seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Faktor yang dapat mempengaruhi
rendahnya hasil belajar peserta didik antara lain cara membelajarkan guru. Ketika guru
mendominasi kegiatan pembelajaran akan menciptakan kebosanan bagi peserta didik karena

1
yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana guru menciptakan suasana belajar yang
mendorong peserta didik untuk belajar.
Masih banyak ditemukan guru yang monoton dalam membelajarkan, tidak pernah
mengalami perubahan meskipun kondisi masyarakat telah berubah. Sebagai seorang pendidik
harus tahu kebutuhan anak didik, terutama dalam pelayanan dan penyampaian materi pelajaran.
Sehingga guru perlu mengadakan variasi metode pembelajarannya. Pembelajaran tidak harus di
ruang dengan fasilitas yang lengkap tetapi lebih menekankan pada pengembangan cara-cara
baru untuk membelajarkan sesuai dengan kemampuan peserta didik. Pembelajaran akan efektif
bila guru mampu mengidentifikasi masalah di kelas, menganalisanya, menentukan faktor-faktor
yang diduga menjadi penyebab utama, dan selanjutnya menentukan tindakan pemecahannya.
Metode demonstrasi adalah suatu penyajian yang dipersiapkan secara teliti untuk
mempertontonkan dan mempertunjukkan, yaitu sebuah tindakan atau prosedur yang digunakan.
Metode ini disertai penjelasan, ilustrasi dan pernyataan lisan (oral) atau peragaan (visual) secara
tepat (Canei, 1986:38). Winarno (1980:87) mengemukakan bahwa metode demonstrasi adalah
adanya seorang guru, orang luar yang diminta atau peserta didik memperlihatakan suatu proses
kepada seluruh kelas. Dari dua pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa metode
demonstrasi merupakan format interaksi belajar membelajarkan yang sengaja dipertunjukkan
atau diperagakan tindakan, proses atau prosedur yang dilakukan oleh guru atau orang lain
kepada seluruh peserta didik atau sebagian peserta didik. Berarti sebagai seorang guru dituntut
untuk merencanakan penerapannya, memperjelas demonstrasi oral maupun visual, dan
menyediakan alat bantu yang diperlukan.
Metode demonstrasi lebih sesuai untuk membelajarkankan keterampilan tangan ini
dimana gerakan-gerakan jasmani dan gerakan-gerakan memegang suatu benda akan dipelajari,
ataupun untuk membelajarkan hal-hal yang bersifat rutin (Staton, 1978 :91). Dengan kata lain,
metode demonstrasi bertujuan untuk membelajarkankan keterampilan-keterampilan fisik
daripada keterampilan-keterampilan intelektual. Metode demonstrasi dapat dipergunakan untuk
membelajarkan melakukan tindakan atau menggunakan suatu prosedur atau produk baru,
meningkatkan kepercayaan bahwa suatu prosedur memungkinkan bagi peserta didik, dan
meningkatkan perhatian dalam belajar dan penggunaan prosedur. Adapun Winarno (1987: 88)
mengemukakan bahwa tujuan penerapan metode demonstrasi adalah membelajarkankan suatu
proses, misalnya proses pengaturan, proses pembuatan, proses kerja, proses mengerjakan dan
menggunakan. Berdasarkan pendapat diatas, maka tujuan penerapan metode demonstrasi
adalah: (1). Membelajarkan peserta didik tentang suatu tindakan, proses atau prosedur tindakan-
tindakan. (2). Mengembangkan kemampuan pengamatan dan penglihatan para peserta didik
secara bersama-sama. (3). Mengkonkritkan informasi yang disajikan kepada para peserta didik.
Dengan memperagakan suatu tindakan, proses, atau prosedur, maka metode
demonstrasi memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut. Pertama, memperkecil
kemungkinan salah bila dibandingkan kalau peserta didik hanya membaca atau mendengar
penjelasan saja, karena demonstrasi memberikan gambaran konkrit, yang memperjelas
perolehan belajar peserta didik dari hasil pengamatannya. Kedua, memungkinkan para peserta
didik terlibat langsung dalam kegiatan demonstrasi, sehingga memberi kemungkinan
memperoleh pengalaman-pengalaman langsung untuk mengembangkan kecakapannya dan
memperoleh pengakuan dan penghargaan. Ketiga, memudahkan pemusatan perhatian peserta
didik kepada hal-hal yang dianggap penting, sehingga para peserta didik akan benar-benar
memberikan perhatian khusus pada hal tersebut.
Dengan kata lain, perhatian peserta didik lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar
sehingga memungkinkan peserta didik mengajukan pertanyaan dan dapat segera direspon oleh
guru.
Pengamatan selama beberapa tahun terhadap proses maupun hasil dari pembelajaran
Matematika di SMPN 4 Komodo menunjukkan hasil belajar yang belum memuaskan (masih
rendah), termasuk pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Hal ini diduga
disebabkan karena guru selalu menggunakan metode klasik yaitu pembelajaran yang berpusat
kepada guru. Peran guru hanya sebagai penyebar ilmu dan kurang berperan sebagai fasilitator.
Hal tersebut berdasarkan fakta bahwa dominasi guru dalam kelas masih tinggi, guru masih
bergantung pada buku, guru masih dominan menggunakan ceramah dan mencatat, guru kurang
mengoptimalkan bekerja bersama-sama dan peserta didik dianggap tercapai kompetensinya jika

1
yang bersangkutan telah lulus tes, tanpa memperhatikan aspek lain seperti kejujuran,
kedisiplinan, pengendalian diri, penghargaan kepada orang lain, dan kemampuan bekerjasama.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, seorang guru harus menemukan metode
pembelajaran yang tepat agar sebagian besar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik adalah metode
demonstrasi. Oleh karena itu, penulis ingin membelajarkan penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat melalui metode demonstrasi pada peserta didik kelas VII SMPN 4 Komodo.

PEMBAHASAN
Sebelum pembelajaran dilaksanakan, seorang guru harus membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun RPP adalah menyusun
indikator atau tujuan pembelajaran terkait Kompetensi Dasar, kemudian mengidentifikasi
konsep atau materi yang dapat menunjang tercapai kompetensi. Terkait dengan kondisi peserta
didik, guru juga perlu menetapkan metode yang cocok untuk membelajarkannya.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, siswa kelas VII (30 anak) SMPN 4 Komodo
Kabupaten Manggarai Barat belum terampil dalam menjumlahkan dan mengurangkan bilangan
bulat, khususnya yang terkait dengan bilangan bulat negatif. Dengan kata lain Kompetensi
Dasar melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan belum terpenuhi, secara khusus
kompetensi menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat. Agar peserta didik memperoleh
pengalaman yang bermakna sehingga membentuk ingatan atau pemahaman yang kuat terkait
penjumlahan bilangan bulat, guru menetapkan metode demontrasi menggunakan garis bilangan
untuk memperbaiki pembelajaran yang sebelumnya pernah dilakukan.
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan adalah:
Dengan asumsi bahwa peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengoperasikan bilangan
bulat positif, pada tahapan apersepsi guru melakukan tanya jawab tentang penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat positif, misal 5+7, 32-12. Dilanjutkan dengan meminta siswa untuk
menentukan suatu bilangan termasuk bilangan bulat positif atau negatif, kemudian bertanya:
dapatkah memberi beberapa contoh bilangan negatif? Ketika siswa sudah menguasai materi
prasyaratnya, pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan intinya, yaitu membelajarkan
penjumlahan dan pengurangan dua bilangan bulat khususnya yang terkait dengan bilangan bulat
negatif melalui demonstrasi pada garis bilangan.

sumberhttp://yeniwidiastuti.wordpress.com

Melalui demonstrasi, guru menjelaskan beberapa aturan yang diperlukan yaitu:


a. Posisi awal, “orang” harus menghadap seperti pada gambar tersebut di atas.
b. Bilangan bulat positif 5 ditunjukkan dengan maju 5 langkah ke depan
c. Bilangan negatif -4 ditunjukkan dengan mundur 4 langkah ke belakang
d. Operasi penjumlahan ditunjukkan dengan “orang” yang tidak berubah arah (arah tetap)
e. Operasi pengurangan ditunjukkan dengan “orang” yang berubah arah (berbalik arah)
Misal:
 -5+6, berarti mundur 5 langkah(-5), arah “orang” tetap (penjumlahan) terus maju 6
langkah (6), hasilnya 1.
 -3+(-2) berarti mundur 3 langkah (-3), arah “orang” tetap (penjumlahan) terus mundur
2 langkah (-2), hasilnya -5
 -4-(-3) berarti mundur 4 langkah (-4), arah “orang” berbalik (pengurangan) terus
mundur 3 langkah (-3), hasilnya -1
Kemudian secara berkelompok, peserta didik diminta untuk mengerjakan soal-soal terkait
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Setelah lancar dalam menggunakan garis

1
bilangan, kegiatan berikutnya adalah mengerjakan penjumlahan dan pengurangan beberapa
kelompok soal agar peserta didik dapat melihat bahwa ternyata a) .....+ (-....) =............atau
b) ....-(-....) = ....+. dan sejenisnya.
Di penutup pembelajaran, guru meminta beberapa peserta didik untuk
mendemontrasikan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis
bilangan. Pemberian beberapa soal untuk tugas dirumah juga diberikan di akhir pembelajaran.
Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, diadakan tes untuk melihat sejauh mana
peserta didik dapat terfasilitasi belajarnya. Hasil tes menunjukkan, peserta didik yang mendapat
nilai 50 sebanyak 2 orang, peserta didik yang mendapat nilai 65 sebanyak 5 orang, peserta didik
yang mendapat nilai 70 sebanyak 15 orang, dan peserta didik yang mendapat nilai 80 sebanyak
8 orang. Karena nilai minimal ketuntasan individu adalah 70, dapat disimpulkan bahwa lebih
dari 75% peserta didik telah mencapai kriteria ketuntasan minimal.
Dari fakta tersebut, dapat disimpulkan pembelajaran dengan metode demontrasi
berbantuan garis bilangan telah dapat menfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi
yang terkait dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, terutama yang terkait dengan
bilangan bulat negatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Usman (2002:46) yang menyatakan
bahwa keunggulan metode demonstrasi adalah perhatian peserta didik akan dapat terpusat
sepenuhnya pada pengalaman praktis yang dilihat atau dialami saat demonstrasi, pengalaman
langsung menggunakan garis bilangan dapat membentuk ingatan yang kuat atas perolehan
pengetahuan. Adapun Bahri (2000:56) menyatakan bahwa keunggulan metode demonstrasi
adalah membantu peserta didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses kegiatan
pembelajaran, kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui
pengamatan dan contoh konkrit dengan menghadirkan objek sebenarnya. Dalam hal ini,
pengamatan terhadap gerakan-gerakan “orang” pada garis bilangan dapat membantu siswa
ketika menyelesaikan soal terkait penjumlahan dan pengurangan.
Melalui pembelajaran dengan metode demonstrasi berbantuan garis bilangan, guru juga
mengalami peningkatan dalam kemampuan menfasilitasi belajar peserta didik karena kebiasaan
membelajarkan yang aktif menjelaskan dan menerangkan mulai berkurang, dan berubah
menjadi membimbing dan mengembangkan inisiatif peserta didik. Adapun perkembangan dari
peserta didik adalah kebiasaan peserta didik yang biasa pasif berubah menjadi aktif dalam
mengamati atau berbuat; juga peserta didik memperoleh hasil belajar melalui interaksi dalam
diskusi kelompok, untuk selanjutnya diolah lebih lanjut secara individu.

PENUTUP
Penerapan pembelajaran dengan metode demonstrasi berbantuan garis bilangan dapat
menfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik diharapkan senantiasa melakukan perbaikan-
perbaikan terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, dengan memilih metode
pembelajaran yang sesuai.
Untuk menerapkan suatu metode pembelajaran diperlukan penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPP
adalah mengidentifikasi materi atau pengalaman belajar yang diperlukan, kemampuan prasyarat
peserta didik, karakteristik materi, dan ketersediaan alat bantu pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN
..............., http://yeniwidiastuti.wordpress.com; diakses 5 november 2013
Bahri, Djamara Syaiful. 2000. Keunggulan Metode Demonstrasi. Jakarta: Bina Aksara.
Cenei.1986. Tujuan Penerapan Metode Demonstrasi. Boston: Allyn & Bacon.
Ruseffendi, ET. 1990.Macam-macam Metode Pembelajaran. Jakarta: Bina Aksara.
Usman, Basyirudin. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press

1
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI
MODEL KOOPERATIVE TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER
PADA SISWA KELAS VIII SMP N 1 LIRUNG TALAUD
Demsy Bawinto
SMP N 1 Lirung Talaud

Abstrak: Matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa,
termasuk siswa kelas VIII SMP 1 LirungTalaud. Hal ini salah satunya disebabkan oleh
karena model pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak sesuai dengan kondisi siswa
atau karakterisitik materi. Fakta menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar setelah
diterapkan Pembelajaran Kooperatif NHT. Adapun tahapan pembelajarannya adalah:
pembagian kelompok dengan memperhatikan keheterogenan kemampuan akademik
termasuk kemampuan berinteraksi siswa; secara berkelompok siswa mengerjakan tugasnya;
agar setiap siswa bertanggungjawab dan siap untuk mengkomunikasikan perolehan
belajarnya maka guru memilih secara acak siswa dalam suatu kelompok untuk
mempresentasikan; dilanjutkan dengan guru memberi penguatan dan diakhiri dengan
refleksi dan memberikan pekerjaan rumah.

Kata kunci: NHT, Hasil Belajar

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dibelajarkan pada pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Dalam pedoman penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama dijelaskan tujuan pembelajaran matematika pada
pendidikan dasar (Depdiknas, 2006:8) antara lain agar siswa memahami konsep matematika
secara luwes, akurat, efesien, dan tepat serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu atau kritis, perhatian dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya sendiri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis dalam membelajarkan matematika di
SMPN 1 Lirung Talaud, siswa kurang memahami materi yang dibelajarkan guru sehingga
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika, akibatnya hasil belajar siswa
belum memuaskan. Seperti yang telah ditunjukkan oleh fakta hasil ulangan harian rata-rata
nilainya hanya 52 dan hanya sekitar 37,5 % siswa yang telah memenuhi kriteria ketuntasan
minimal.
Gejala-gejala yang tampak pada saat proses belajar antara lain: kemampuan siswa
dalam menganalisa dan menyelesaikan soal rendah, siswa kurang terampil berpikir dan
cenderung suka mencontoh pekerjaan teman, siswa belum mampu berfikir kritis dan sistematis.
Akibatnya jika diberikan soal-soal yang agak berbeda sedikit dengan contoh yang diberikan,
mereka tidak mampu menyelesaikannya.
Dari permasalahan yang terjadi tersebut, selanjutnya melalui sebuah diskusi dengan
teman sejawat, penulis mencoba mengidentifikasikan dugaan penyebab rendahnya hasil belajar
matematika. Hal-hal tersebut adalah model pembelajaran yang diberikan kurang sesuai atau
kurang bervarisi, keterampilan berpikir siswa kurang maksimal, teknik penilaian tidak sesuai
sehingga perkembangan kemampuan siswa kurang terukur, pemanfaatan lingkungan atau media
pembelajaran kurang, dan dukungan belajar dari orang tua dan masyarakat rendah.
Berdasarkan ide kolaboratif antar guru-guru matematika SMP Negeri 1 Lirung, model
Cooperative Learning tipe NHT (Numbered Heads Together) perlu iimplementasikan di SMP
Negeri 1 Lirung guna meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Membiasakan masyarakat
belajar ada didalam belajar kooperatif sehingga cocok untuk meningkatkan aktivitas kegiatan
belajar. Guru dapat menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif untuk saling
bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan dalam kelompoknya.
Susento (2009) menyatakan cara yang dapat digunakan melalui metode tersebut adalah
guru memanfaatkan kelompok-kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam mencapai
sasaran belajar dan memukinkan siswa memaksimalkan proses pembelajaran satu sama lain.
kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang di refleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan

1
terus-menerus dapat memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dalam pelaksanaan model pembelajaran NHT siswa dibagi dalam 5 kelompok yang
terdiri atas 4 orang siswa dan setiap anggota kelompok memiliki satu nomor kemudian guru
memberikan soal untuk dibahas bersama dalam kelompok. Kemudian guru secara acak
menunjuk salah satu nomor siswa pada kelompok itu untuk mempersentasikan hasil diskusinya.
Nur (2011) model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan suatu variasi
dalam diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang
mengwakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang menwakili kelompok
tersebut. Sehingga dengan model pembelajaran ini, akan melibatkan semua anggota
kelompoknya dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Hal ini merupakan salah satu upaya
yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab masing-masing siswa dalam kelompok
diskusi. Dengan demikian, permasalahan di kelas VIII.2 SMPN 1 Lirung layak untuk
dipecahkan melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan model pembelajaran NHT

METODE
Tempat Penelitian di kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Lirung, Jln.Malode Gagola, No 16,
Kecamatan Lirung, Kabupaten Kep. Talaud. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII.2
SMP Negeri 1 Lirung. Penelitian yang melibatkan dua orang guru mata pelajaran matematika
pada kelasVIII.2 SMP 1 Lirung. Satu guru sebagai ketua peneliti dan satu guru yang lain
sebagai pengamat. Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas VIII.2 SMP
Negeri 1 Lirung. Jumlah siswa kelas VIII.2 adalah 20 siswa. Terdiri dari 12 siswa laki-laki dan
8 siswa perempuan yang umumnya memiliki kemampuan sedang. Latar belakang mereka antara
lain : (i) berasal dari lingkungan masyarakat yang kesadaran pendidikannya cukup rendah
sehingga budaya belajar dilingkungan itu juga rendah, (ii) terlahir dari keluarga yang
ekonominya lemah (sebagian besar orang tua mereka adalah petani dan tidak sedikit di antara
mereka hanya menggarap perkebunan pala milik orang lain), (iii) dukungan belajar dari orang
tua sangat rendah, dan (iii) kemampuan menyelesaikan soal yang diberikan cukup rendah.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Setiap siklusnya memiliki 4 tahapan, yaitu
(1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi.
Indikator keberhasilan tindakan ditandai dengan: meningkatnya hasil belajar setiap siswa kelas
VIII.2 SMP 1 Lirung dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 68 (enam puluh) sekitar 85%; dan
terjadinya peningkatan keterampilan berpikir siswa, yang ditandai dengan keberanian siswa
bertanya, serta tidak ada siswa dalam suatu kelompok yang pasif, sekitar 80%. Jika indikator
tersebut tercapai, maka diperoleh langkah-langkah pembelajaran melalui model kooperatif NHT
yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Sesuai dengan indikator keberhasilan tersebut di atas, fokus pengamatan dalam
penelitian ini adalah mengamati terjadinya peningkatan keterampilan belajar siswa, yang
ditandai dengan keberanian siswa bertanya, tak ada kelompok siswa yang pasif serta tidak ada
satupun siswa dalam satu kelompok yang pasif. Adapun untuk melihat keterlaksanaan tindakan
seperti yang direnacanakan adalah dengan mengamati cara guru menerapkan model
pembelajaran NHT( Numbered Heads Together. Pengamatan dibantu oleh teman sejawat
dengan menggunakan lembar pengamatan. Adapun untuk mengamati peningkatan hasil belajar
digunakan tes untuk melihat sejauh mana tingkat kemampuan siswa

HASIL DAN PEMBAHASAN


Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan . Berikut tahapan tindakan dengan
menerapkan model kooperatif NHT. Siswa dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari
4 orang siswa. Guru memberikan nomor yang berbeda-beda pada setiap siswa yang ada pada
masing-masing kelompok. Setelah itu, siswa bekerjasama dalam kelompok untuk mendikusikan
tugas kelompok. Saat kerja kelompok, beberapa orang siswa yang belum sepenuhnya aktif
dalam berdiskusi. Karena sebagian besar siswa yang kemampuannya diatas rata-rata
ditempatkan dalam satu kelompok sehingga mereka yang lebih aktif mengerjakan soal yang
diberikan, dan siswa yang pasif ditempatkan dalam satu kelompok diskusi sehingga mereka
lebih banyak diam. Bahkan diantara siswa yang pasif hanya bermain dan bercerita dengan
teman yang disampingnya. Sehingga kelas agak gaduh dengan suara dari siswa yang tidak aktif.

1
Faktor lainnya guru belum sepenuhnya membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal yang diberikan. Sesudah itu guru memanggil salah satu nomor pada
kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapinya. Begitu
seterusnya guru memanggil salah satu nomor siswa dari kelompok yang lainnya. Ternyata dari
seluruh hasil kelompok yang telah dipresentasikan masih banyak soal yang dijawab dengan
salah. Akibatnya ketika diberikan soal test pada siklus 1 masih ada siswa yang belum tuntas.
Kemampuan berinteraksi atau keaktifan siswa juga masih rendah, masih menunjukkan kualifiksi
rendah. Adapun nilai rata-rata tes adalah 59,25; belum mencapai kriteria ketuntasan minimal
yaitu 68%. Dan hanya 11 dari 20 siswa yang tuntas belajar. Nilai tertinggi 80 diraih 2 siswa dan
nilai terendah 35 diraih 1 siswa.
Ketidak berhasilan pada siklus I, disebabkan oleh pembagian kelompok yang belum
heterogen, siswa yang kemampuannya di atas rata-rata masih mengelompok dalam satu
kelompok. Termasuk belum meratanya penyebaran siswa yang mempunyai kemampuan
berinteraksinya baik.
Perbaikan terhadap tindakan yang akan diterapkan pada siklus II adalah menata ulang
pembagian kelompok, berdasarkan keheterogenan kemampuan akademik termasuk kemampuan
berinteraksi (aktif atau pasif). Sehingga dalam satu kelompok minimal ada siswa yang
kemampuannya di atas rata-rata atau ada siswa yang aktif berinteraksi. Selain itu guru juga akan
mengontrol keaktifan siswa dalam kelompok dengan menunjuk secara acak seorang siswa untuk
ditanya apa yang menjadi hambatan dalam pembelajaran, Aktifitas sama dengan siklus I, yaitu
dalam satu kelompok bersama-sama mengerjakan tugas kelompok. Hasil pengamatan
menunjukkan setiap kelompok sudah aktif semua, karena siswa yang kemampuannya diatas
rata-rata selalu membantu kepada siswa yang kemampuannya dibawah rata-rata untuk
menyelesaikan tugas kelompok. Bahkan guru selalu memberikan bimbingan kepada kelompok
yang mengalami kesulitan, selalu mengontrol keaktifan belajar setiap siswa dalam setiap
kelompok dengan bertanya tentang hambatan dalam belajar. Sehingga guru bisa langsung
membimbing untuk memperbaiki hasil kerja mereka. Dengan demikian tidak ada satu siswa
yang pasif atau bermain. Setelah semua kelompok menyelesaikan tugasnya, guru memanggil
salah satu nomor siswa pada salah satu kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusi,
pemilihan kelompok yang presentasi dipilih berdasarkan kesalahan yang dibuat. Dengan
kesalahan yang dipresentasikan, diharapkan semakin banyak pengetahuan atau pengalaman
belajarnya. Terbatasnya waktu juga sebagai alasan mengapa tidak semua kelompok menyajikan
hasil kerjanya. Penting diperhatikan bahwa jika jawaban kelompok sudah benar dan tidak ada
hal menarik yang perlu ditanggapi maka kelompok tersebut tidak perlu ditampilkan untuk
presentasi. Pada tahap refleksi guru memberikan penguatan dan memberikan penghargaan pada
masing-masing kelompok yang telah menyelesaikan diskusinya dengan baik. Tampak
antusiasme siswa terhadap pembelajaran yang telah mereka alami. Kemampuan berinteraksi
atau keaktifan siswa sudah dalam kategori cukup. Adapun nilai rata-rata tes adalah 75; dan 85%
persen siswa sudah mencapai KKM.
Berdasarkan pengamatan dari hasil siklus I dan siklus II, model pembelajaran NHT
menyebabkan siswa termotivasi dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran yang
berlangsung, siswa terlihat sangat aktif dan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat
mengikuti pembelajaran dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Chuck (1992) yang
menyatakan bahwa model pembelajaran NHT menekankan kerjasama yang baik antara siswa
yang satu dengan siswa yang lainnya dalam berdiskusi kelompok. Dalam model pembelajaran
kooperatif NHT dapat memberikan kesempatan kepada semua siswa yang kemampuannya
dibawah rata-rata untuk lebih banyak berdiskusi dalam memecahkan masaalah soal yang
diberikan dengan siswa yang memiliki kemampuannya di atas rata-rata, sedangkan uru hanya
bertindak sebagai motivator dan fasilitator saja dalam kegiatan pembelajaran yang sedang
berlangsung. Slavin (Mahanal, 2011) berpendapat bahwa siswa yang termotivasi akan lebih
mudah diarahkan,diberi penugasan, cenderung rasa ingin tahu yang besar, aktif dalam mencari
informasi tentang materi yang dijelaskan oleh guru serta menggunakan proses kognitif yang
lebih tinggi untuk mempelajari dan menyerap pelajaran yang diberikan. Menurut Nur (1999)
model pembelajaran kooperatif NHT pada dasarnya merupakan suatu variasi dalam diskusi
kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mengwakili
kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang mengwakili kelompok tersebut.

1
Sehingga setiap anggota kelompok merasa siap dan siap betanggungjawab terhadap hasil
diskusi kelompok. Akibatnya pembelajaran model tersebut dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.

KESIMPULAN
Berdasarkan fakta disimpulkan bahwa belajar kooperatif NHT dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa kelas VIII.2 SMP N 1; juga siswa lebih aktif dan bertanggungjawab
dalam mendiskusikan dan mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya. Adapun tahapan
pembelajarannya adalah pembagian kelompok dengan memperhatikan keheterogenan
kemampuan akademik termasuk kemampuan berinteraksi siswa; secara berkelompok siswa
mengerjakan tugasnya; agar setiap siswa bertanggungjawab dan siap untuk mengkomunikasikan
perolehan belajarnya maka guru memilih secara acak siswa dalam suatu kelompok untuk
mempresentasikan; dilanjutkan dengan guru memberi penguatan dan diakhiri dengan refleksi
dan memberikan pekerjaan rumah.

DAFTAR RUJUKAN
................, 2006. pedoman penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama. Departemen Pendidikan Nasional
Chuck W, Wiederhold, 1992. Higher – Level thinking. Melbourne: Kagan Cooperative
Learning.
Manahal, S. 2011a.pembelajaran kooperatif: apa. Mengapa, dan bagaimana? Riau: Yayasan
Pendidikan Cendana
Nur, Mohammad. 1999, Pembelajaran Berpusat kepada siswa dan Pendekatan Kontruktivis
dalam Pembelajaran. Surabaya: Unesa.
Susento, Rudhito. 2009. Pendidikan Matematika. Yogya-karta: FKIP Universitas Sanata
Dharma.

PEMBELAJARAN KOOPERATIF SETING INQUIRY DALAM


PRAKTIK OPEN CLASS TEQIP 2013 KELAS IX.2 SMP N 1
BUNGURAN TIMUR NATUNA KEPULAUAN RIAU
Fitri Mulyani
kikinatuna@Gmail.com
GURU SMP N 1 BUNGURAN TENGAH

Abstrak: Pada tulisan ini dibahas bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif
dengan setting inquiriy berbasis Lesson Study dalam pembelajaran materi kongruensi
bangun datar. Indikator materi ini adalah mampu menentukan syarat dua bangun datar sama
dan sebangun atau kongruen. Kegiatan ini dilaksanakan di kelas IX.2 SMPN 1 Bunguran
Timur Natuna Kepulauan Riau semester ganjil 2013/2014.

Kata kunci: model pembelajaran kooperatif , inquiry, lesson study, efektif.

Berdasarkan diskusi pengalaman mengajar guru–guru peserta diseminasi 1, ditemukan beberapa


kendala mengajar diantaranya 1). Motivasi belajar siswa–siswi kabupaten Natuna umumnya dan
SMP N 1 Bunguran Timur khususnya masih rendah, 2). Minat belajar siswa–siswi kabupaten
Natuna umumnya, dan SMP N 1 Bunguran Timur khususnya masih rendah, 3). Guru masih
mendominasi pembelajaran, dan 4). Hasil belajar rendah. Berdasarkan penemuan tersebut
peserta diseminasi merencanakan pembelajaran menggunakan metode kooperatif setting inquiry
yang diharapkan mampu menumbuhkan motivasi dan minat belajar pada siswa dan guru tidak
lagi mendominasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa tuntas.
1
Pembelajaran kooperatif.
Metode mengajar berbasis kelompok (kooperatif) merupakan usaha mengopti-malkan
peran teamwork dalam berkerja sama menyelesaikan tugas, masalah dan percobaan atau
peragaan secara kelompok (Maufur, 2009).
Pembelajaran kooperatif ini berguna untuk melatih siswa dalam belajar bersama tim
dengan keragaman pandangan dan perbedaan strategi penyelesaian tugas, diharapkan siswa
semakin termotivasi dalam belajar. Menurut Sanjaya (2006) prosedur pembelajar kooperatif
pada prinsipnya terdiri atas empat tahap yaitu : (1) Penjelasan materi. Tahap ini guru
menjelaskan atau memahamkan siswa terhadap pokok materi pelajaran yaitu berupa gambaran
umum tentang pelajaran yang harus dikuasai. (2) Belajar dalam kelompok. Setelah guru
memberikan gambaran umum tetang pokok – pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta
belajar dalam kelompoknya masing – masing yang telah dibentuk sebelumnya. (3) Penilaian.
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dapat berupa presentasi, tes atau kuis baik secara
kelompok maupun individu. (4) Pengakuan tim. Tahap ini adalah penetapan tim yang dianggap
menonjol/berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan ini
bertujuan untuk memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim
untuk terus meningkatkan prestasi mereka.

Inquiry
Pembelajaran dengan penemuan atau inquiry merupakan pembelajaran yang
berlangsung sebagai hasil dari manipulasi, menstukturkan, dan mentransfer informasi sehingga
siswa menemukan informasi baru. Dalam penemuan, siswa mungkin membuat konjektur,
merumuskan hipotesis atau menemukan kebenaran suatu pernyataan matematika menggunakan
induksi, deduksi, observasi, dan ekstrapolasi. Hal penting dalam penemuan adalah siswa harus
menjadi bagian yang aktif dalam memformulasikan dan dalam mencapai atau mendapatkan
informasi baru (Subanji, 2013:127).

Lesson Study
Pertama kali penulis dikenalkan dengan lesson study adalah tahun 2009 dalam kegiatan
pelatihan guru mata pelajaran yang diintegrasikan dengan lesson study yang diselenggarakan
LPMP Riau dan Kepulauan Riau di Pekan Baru. Dalam kegiatan tersebut dikenalkan bahwa
kunci dari lesson study adalah plan, do dan see. Menurut Lewis (dalam Ibrohim, 2013)
menyatakan bahwa lesson study memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan perubahan
secara sistemik. Lesson study yang telah dilakukan di Jepang tidak hanya memberikan
sumbangan terhadap pengetahuan keprofesionalan guru, tetapi juga terhadap peningkatan sistem
pendidikan yang lebih luas. Melalui Lesson Study guru secara kolaboratif berupaya
menterjemahkan tujuan dan standar pendidikan ke alam nyata di dalam kelas. Mereka berupaya
merancang pembelajaran sedemikian sehingga siswa dapat dibantu menemukan tujuan
pembelajaran yang dituliskan untuk suatu materi pokok. Selain itu, guru di Jepang juga
memperhatikan aspek lain standar pendidikan nasional mereka yaitu belajar memiliki kebiasaan
berpikir ilmiah. Mereka berupaya merancang suatu skenario pembelajaran yang memperhatikan
kompetensi dasar dan pengembangan kebiasan berpikir ilmiah itu dengan membantu siswa agar
mengalami sendiri, misalnya pentingnya mengendalikan variabel dan juga memperoleh
pengetahuan tertentu yang terkait materi pokok yang dibelajarkan. Setelah itu, rancangan
pembelajaran itu dilaksanakan, diamati, didiskusikan, dan direvisi, dan kalau perlu dilaksanakan
lagi. Lesson Study juga menciptakan tuntutan mendasar perlunya peningkatan pembelajaran.
Seorang guru yang mengamati pelaksanaan pembelajaran yang diteliti (research lesson) akan
mengadopsi pembelajaran sejenis setelah mengamati respon siswa yang tertarik dan termotivasi
untuk belajar dengan cara seperti yang dilaksanakan. Melalui pengamatan langsung terhadap
pembelajaran yang diteliti (research lesson) maupun laporan tertulis, video, ataupun berbagi
pengalaman dengan kolega, telah tersebar luas berbagai rancangan pembelajaran yang telah
dikembangkan melalui Lesson Study yang meliputi berbagai topik. Semuanya itu dimulai di
tingkat lokal, dikelola secara lokal, dan menyebar menjadi reformasi tingkat sistem pendidikan
ke seluruh negeri. Misalnya dalam bidang Matematika, berkat inspirasi dari sekelompok guru
Matematika yang aktif menyelenggarakan Lesson Study pada tahun 1970-an, seluruh guru di
Jepang dalam 30 tahun terakhir ini mulai menekankan pemecahan masalah dalam Matematika,

1
dan perlahan-lahan beralih kemengajar untuk memahamkan (teaching for understanding) untuk
tingkat Matematika Sekolah Dasar. Lebih lanjut lagi Lewis (dalam Ibrohim, 2013) menguraikan
bagaimana Lesson Study dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan
keprofesionalan guru yaitu dengan menguraikan delapan pengalaman yang diberikan Lesson
Study kepada guru sebagai berikut. Lesson Study memungkinkan guru untuk 1) memikirkan
dengan cermat mengenai tujuan dari pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi, 2) mengkaji
dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan, 3) memperdalam
pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, 4) memikirkan secara mendalam tujuan
jangka panjang yang akan dicapai yang berkaitan dengan siswa, 5) merancang pembelajaran
secara kolaboratif, 6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku siswa,
7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat/penuh daya, dan 8) melihat hasil
pembelajaran sendiri melalui mata siswa dan kolega. Pengenalan Lesson Study dan
implementasinya di Indonesia mulai dikenalkan pada tahun 2004 melalui Program IMSTEP
JICA di 3 Universitas UPI, UNY, dan UM pada akhir 2004 (Ibrohim, 2013). Tiga tahap utama
Lesson Study, yakni: Plan, Do, See. Ada dua bentuk kegiatan Lesson Study yang dilaksanakan,
yaitu LS berbasis MGMP dan LS berbasis Sekolah (LSBS). Lesson Study berbasis MGMP,
yaitu Lesson Study yang dilaksanakan pada setiap hari pertemuan MGMP yang telah
ditetapkan. Kegiatan ini bisa dilakukan, dengan jadwal sebagai berikut. Misalnya Plan pada
minggu pertama diikuti Do dan See pada minggu ketiga. Sedangkan Lesson Study Berbasis
sekolah (LSBS) yaitu Lesson Study yang dilakukan di suatu sekolah dengan kegiatan utama
berupa open Lesson atau open class oleh setiap guru secara bergiliran pada hari tertentu. Pada
saat ada salah seorang guru “membuka kelas” (Open Class) guru-guru yang lain di sekolah
tersebut bertindak sebagai observer. Setelah itu semua guru, baik guru model atau observer
melakukan diskusi refleksi untuk membahas berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran tersebut. Selanjutnya, Lesson Study yang akan dilaksanakan dalam konteks
diseminasi, lebih dekat dengan LSBMGMP. Dalam open Class atau pelaksanaan pembelajara
guru model diobservasi oleh guru peserta diseminasi lainnya, trainer, maupun ekspert yang
berasal dari berbagai mata pelajaran sama.

Efektif.
Penilaian efektif diukur dari tingkat pemahaman siswa dalam melakukan kegitan
belajar, baik dalam kegiatan kelompok maupun dalam kegiatan mandiri yang diukur dengan
Nilai Tugas Kelompok dan Nilai tugas Mandiri.
Pembelajaran dikatakan efektif jika :
Nilai = ,
dengan
N1 : Nilai Rata –Rata Kerja Individu.
N2 : Nilai Rata –Rata Kerja Kelompok.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Open Class di SMP N 1 BUNGURAN TIMUR. Pelaksanaan Open Class
di SMP N 1 Bunguran Timur disesuaikan dengan jadwal pelajaran yang ada. Guru model adalah
Indah Katarina Butar Butar S.Pd yang berasal dari SMP Satu Atap Pengadah. Guru model
masuk pada kelas IX.2 dengan jumlah siswa 32, selama 2 jam pelajaran yaitu pukul 7.30 s/d
8.50 pada tanggal 12 september 2013, dan 5 observer yang terdiri dari 1 ekspert dari Universitas
Negeri Malang, 1 Trainer, dan 3 peserta Diseminasi 1 pelajaran matematika. Dalam tulisan ini
dibahas keefektifan model pembelajaran kooperatif dan penemuan (inquiry) untuk
memahamkan kekongruenan di kelas IX.2.

Tahap perencanaan (Plan)


tahap pelaksanaan (Do), dan tahap Refleksi (See) yang telah dilakukan dalam rangka
pelaksanaan Lesson Study sebagai berikut:
(1) Plan dilaksanakan ketika pelaksanaan Diseminasi 1 tanggal 20 s/d 27 Agustus 2013 di Hotel
Natuna. Peserta diseminasi tediri dari 18 guru. 18 guru tersebut dibagi menjadi 3 kelompok
yang dalam kelompok tersebut didiskusikan tentang standar kompetensi (SK), kompetensi dasar
(KD), dan indikator yang akan diambil pada waktu peer teacing dan Ongoing kemudian
dikonsultasikan dengan trainer, setelah itu peserta diseminasi bersama kelompoknya membuat
1
Silabus Dan RPP dan ditetapkan materi untuk open class adalah kongruen dengan pertimbangan
materi pada tanggal 12 September 2013 belum pernah diajarkan; (2) guru menentukan KD dan
indikator untuk pelaksanaan Lesson Study. Berdasarkan peta distribusi alokasi waktu ditetapkan
bahwa indikatornya adalah mampu menentukan syarat dua bangun datar yang sama dan
sebangun atau kongruen melalui model bangun datar.
Pada kegiatan selanjutnya guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang akan digunakan oleh guru model untuk Lesson Study. Dalam RPP dilengkapi dengan LKS
yang berisi soal-soal untuk didiskusikan dalam kelompok. Selanjutnya, guru dalam satu
kelomok mendiskusikan dan merevisi RPP dan LKS yang telah disusun dengan fasilitator
trainer.

Tahap pelaksanaan (do)


Do dilaksanakan pada hari Kamis, 12 September 2013 oleh 1 guru model, 5 observer yang
meliputi 3 guru peserta diseminasi dalam satu rumpun, 1 trainer, dan 1 expert dari Universitas
Negeri Malang. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran diikuti oleh siswa IX.2 berjumlah 32
siswa. Sebelum memulai kegiatan pembelajaran, observer telah mempelajari RPP dan lembar
observasi. Dalam RPP telah diinformasikan bahwa pembelajaran yang akan dilakukan
menggunakan model pembelajaran kooperatif dan inquiry.
Berikut penjelasan untuk kegiatan pembelajaran saat berlangsung.
Kegiatan awal pembelajaran, pada saat masuk kelas, guru model dan siswa saling
memberi salam. Kegiatan awal yang dilakukan adalah mengulang kembali materi yang telah
dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Setelah itu, guru menginformasikan materi baru yang
akan dipelajari pada pertemuan hari itu yaitu kongruen, kemudian guru menyebutkan materi
prasyarat yang harus di kuasai jika akan mempelajari kongruen yaitu perbandingan, menentukan
nilai vareabel yang tidak diketahui dari perbandingan dan sudut, guru juga melakukan tanya
jawab dengan siswa mengenai materi prasyarat apakah sudah dipelajari atau belum waktu kelas
VII dan VIII. Guru juga memberikan soal pre test untuk dikerjakan siswa dalam waktu 10
menit. Setelah 10 menit siswa dan guru membahas soal pretes dengan singkat yang bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana siswa mengingat materi prasyarat.
Kegiatan inti, dimulai dengan pembagian kelompok. Pada RPP disebutkan siswa dibagi
menjadi 5 kelompok dengan anggota 4 orang secara heterogen, dikarenakan siswa pada kelas
IX.2 SMP N 1 Bunguran Timur berjumlah 32 maka pembagian kelompok tidak sesuai dengan
perencanaan yaitu siswa dibagi menjadi 6 kelompok dengan anggota 5 - 6 siswa heterogen.
Setelah terbentuk kelompok siswa dibagikan kertas karton, gunting dan kertas berisi rincian
tugas kelompok yaitu:
a. Gambarlah bangun – bangun datar segi empat DEFG, TUVW dengan menggunakan karton
kemudian gunting/potong. Setelah itu jiplak hasil guntingan tersebut.
b. Letakkan hasil jiplakanmu diatas bangun yang pertama. Apakah edua bangun tersebut akan
tpat saling menutupi atau saling berimpit?
c. Berdasarkan hasil kegiatan a dan b diatas:
i. Unsur – unsur apa sajakah yang sama jika dua bangun sama dan sebangun?
ii. Sebutkan dua buah syarat agar dua bangun datar sama dan sebangun atau kongruen!
Kemudian siswa mengerjakan tugas kelompok dengan mediskusikan bangun datar apa
yang akan dibuat karena guru mengintruksikan untuk membuat bangun datar yang tidak sama
dengan kelompok lain. Beberapa kelompok mempunyai inisiatif untuk bertanya kepada
kelompok lain bangun apa yang akan dibuat supaya tidak sama dengan apa yang mereka akan
buat. Kelompok lain langsung membuat tanpa memperdulikan kelompok lain, akibatnya ada
dua kelompok yang membuat bangun yang sama kemudian guru menentukan kelompok mama
yang merubah bangun miliknya. Ada juga kelompok yang membuat bangun segitiga dan guru
tidak menegurnya. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk anggota yang sudah
mengerti diminta untuk menjelaskan kepada anggota yang lain sampai semua anggota mengerti.
Setelah semua kelompok menyelesaikan tugasnya ada tiga kelompok yang maju
mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok lain menanggapi.
Kegiatan penutup, Setelah presentasi guru mengadakan tanya jawab, kemudian dari
hasil tanya jawab dibuat kesimpulan. Setelah selesai membuat kesimpulan siswa mengerjakan

1
soal postes yang diberikan guru secara mandiri dengan tekun, walaupun masih ada beberapa
siswa yang kebingungan. Soal postest tersebut adalah:

Dari gambar – gambar dibawah ini, tentukan bangun – bangun yang sama dan sebangun atau
kongruen!

1. D C H G N M

E F K L
A B

2. (i) (iv)
(ii) (iii)

3. C
P M

A B Q R K L
4.

(i) (ii) (iii)

Tahap (see)
Pada tahap see atau refleksi dilakukan oleh 5 orang, yaitu 1 expert dari Universitas
Negeri Malang, 3 guru peserta diseminasi 1. Widyawati ST (guru matematika SMP N 2
Bunguran Timur), 2. Elvaheni S.Pd.I (guru matematika SMP N 1 Bunguran Timur), 3. Leliyana
S.Pd (guru matematika SMP N 1 Bunguran Timur) dan Penulis sebagai trainer diseminasi 1
jurusan matematika. Refleksi dilakukan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Pada
kegiatan ini, guru model menyampaikan hal – hal tentang kesannya selama menjadi model dan
juga keterlaksanaan pembelajaran. Apa yang dirasakan, dan apa yang kurang dari pembelajaran
yang telah dilakukan. Kemudian dilanjutkan oleh observer menyampaikan hasil pengamatan
selama pembelajaran. Hasil observasi dan refleksi sebagai berikut:
Setelah moderator (Fitri Mulyani) membuka refleksi, moderator memberi kesempatan kepada
guru model untuk menyampaikan kesannya selama proses pembelajaran. Dari sini tersirat
kesesuaian RPP dengan keterlaksanaan pembelajaran. Dari kesan guru model dapat dikemukan
bahwa guru model merasa bahasa indonesianya masih terlalu terbawa dengan logat medan,
karena kebetulan guru model berasal dari medan, sehingga banyak siswa yang kurang paham
mendengarkan penjelasan dan interuksi guru dalam mengerjakan tugas. Guru juga merasa
kurang mempersiapkan media dengan baik dikarenakan pada waktu diseminasi 1 RPP belum di
presentasikan karena keterbatasan waktu. Guru juga merasa siswa kurang siap untuk belajar,
karena pada wktu pelajaran sudah mulai masih ada siswa yang ribut meminjam pena. Guru juga
meresa belum maksimal hasil belajar hari ini dikarenakan diwaktu siswa mengerjakan soal
mandiri masih ada siswa yang kebingungan. Sedangkan hal – hal penting yang didapat dari
pengamatan yang dilakukan oleh observer sebagai berikut:
Observer 1 : Elvaheni S.Pd.I, siswa sudah siap menerima pelajaran, walaupun ada
sebagian siswa yang yang masih mencari peralatan belajar(pena), siswa mengerjakan soal
pretes dengan serius walaupun masih ada siswa yang masih melihat ke kanan dan ke kiri,
siswa merespon dengan baik apa yang disampaikan guru, walaupun masih ada siswa yang
kebingungan, interaksi siswa dengan siswa terjadi dengan baik dan mulai terjadi ketika

1
dalam kelompok, interaksi siswa dengan guru terjadi dengan baik dan terjadi semenjak
pelajaran dimulai, pemicu terjadinya interaksi siswa dengan siswa yaitu ketika
mengerjakan tugas kelompok yaitu mendiskusikan bangun apa yang apa yang dibut,
pemicu terjadinya interaksi siswa dengan guru ketika di bagi lembar pretes kemudian
membahas soal pretes kemudian pada saat membahas tugas kelompok, kemudian guru
membantu siswa membagi kelompok dan membimbing siswa mengerjakn tugas
kelompok, siswa yang tidak mengikuti pembelajaran secara baik, ada siswa yang bermain
( memainkan gunting) saat membuat bangun datar, ada siswa yang bermain ( memaikan
kertas) beberapa menit saat membuat bangun datar, ada siswa yang melamun dan main
gunting pada saat penutup pelajaran, mengapa siswa tersebut tidak dapat belajar dengan
baik, karena yang bekerja hanya sebagian ( kelompok terlalu banyak) ada sebagian yang
sibuk sendiri dan kurang konsentrasi, bagaimana upaya guru untuk mengatasi gangguan
belajar, mengarahkan untuk ikut bersama teman – temanya mengerjakan tugas. Alternatif
yang harus dibuat untuk mengatasi gangguan belajar, jumlah anggota kelompoknya
dikurangi yaitu 4 orang dala 1 kelompok, hal hal yang unik pada saat pembelajaran,
memberikan jawaban/pendapat sendiri ketika kawannya memberikan jawaban yang salah,
bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup, sebagian siswa ikut terlibat dalam
merangkum mengenai bangun datar, respon siswa saat guru menyampaikan tindak lanjut,
sebagian siswa memperhatikan dengan baik apa yang diterangkan guru. Walaupaun ada
yang melamun dan bermain gunting.
Observer 2. Leliyana S.Pd, secara umum sama dengan ibu Elvaheni yaitu : interaksi
terjadi ketika adanya pembagian kelompok, media yang diberikan guru membuat anak
bergembira, siswa yang tidak mendapat tugas dalam kelompoknya main – main, interaksi
siswa dengan siswa baik, interaksi antara siswa dengan guru bak, siswa berani
mempresentasikan hasil pekerjaanya di depan kelas, siswa belajar berkerja sama dalam
kelompok, siswa belajar mandiri tidak berbuat curang ketika menyelesaikan tugas
mandiri.
Observer 3. Widyawati S.T, (hasil pengamatan yang sama tidak ditulis lagi) sebagian
siswa tidak serius, soal apersepsi sebagian siswa tidak tidak menjawabnya, pembagian
kelompok banyak keributan, ada anak yang selalu melamun, ada satu kelompok kerjanya
hanya bermain – main, pembagian kelompok sebaiknya 3 – 4 orang saja, guru harus
lebih rajin memberi teguran, pelajaran yang dapat dipetik yaitu biarpun siswa banyak
bermain – main tetapi siswa mampu menemukan inti pelajaran hari ini.
Observer 4. Fitri mulyani S.Pd. (hasil pengamatan yang sama tidak ditulis lagi), pada saat
pembagian kelompok sebaiknya menggunakan model - model pembagian kelompok yang
terorganisir sehingga kesannya rapi dan teratur, siswa diberi no yang ditempelkan pada
punggung supaya observer bisa mencatat hasil pengamatan kepada siswa secara teliti,
kelompok diberi nama dikarenakan pembelajaran hari ini mengenai kongruen pada
bangun datar akan lebih baik jika nama kelompok adalah nama – nama bangun datar,
siswa – siswa pada kelompok 3 dan 5 banyak yang tidak aktif belajar, sebaiknya di beri
perhatian lebih, dalam belajar kelompok hasil/ penilaian perlu untuk di beri peringkat dan
kelompok yang mengerjakan dengan bagus atau nilai tertinggi perlu diberi apresiasi
berupa pujian atau hadiah, sehingga dapat memberi motivasi kepada siswa atau kelompok
lainya, hasil kerja individu di analisis sebagai bahan untuk refleksi apakah pembelajaran
hari ini sudah tuntas atau kah belum jika sudah tuntas dilanjutkan ke dalam materi
selanjutnya jika belum tuntas diadakan remidial.
Observer 5. Bapak Hendro Permadi, M.Si (Expert dari Universitas Negeri Malang):
pretes memakan waktu, hasil pretest belum dianalisis sehingga blum diketahui secara
pasti apakah siswa sudah menguasai materi prasyarat, pembelajaran sudah sesuai dengan
Kompetensi Dasar dan Indikator, pembagian kelompok sudah baik siswa dalam jumlah
32 dengan iteruksi bentuklah menjadi 6 belajar dalam waktu 5 menit sudah pada posisi
kelompok walaupun pada awalnya ada kelompok yang laki – laki laki semua dan
perempuan semua tapi dengan bantuan guru semua bisa diatasi dengan jelas,
apersepsinya sebaikanya ditambah dengan mengingat jenis – jenis bangun segi empat,
belum ada kelompok yang menemukan kata bersesuaian yang ada baru kata berhimpit,
siswa tidak bernomor dan kelompok tidak diberi nama sehingga tidak terdeteksi siswa

1
mana atau kelompok mana yang bermasalah, sebaiknya dalam membuat kelompok siswa
pintar dipisah dan ditempatkan dalam setiap kelompok contohnya dengan terlebih dahulu
menanyakan rengking 1 sampai 6 ditetapkan sebagai ketua kelompok kemudian anggota
yang lain bebas, hasil kerja kelompok ditempel semua sehingga jika kelompok lain tidak
presentasi maka siswa lain dapat melihat hasil diskusi kelompok yang tidak presentasi,
siswa ditekankan urutan penyebutan bangun, karena dalam menjawab soal
mandiri/individu siswa banyak yang terbalik menyebutkan urutannya, kesimpulan ditulis
dipapan tulis, siswa wajib mencatatnya, dalam RPP kesimpulan langsung dicatat dengan
tujuan jika guru lain menggantikan maka guru pengganti sudah mempunyai panduan RPP
yang lengkap. Untuk observer : obsever jangan duduk, observer pemula yang diamati satu
atau dua kelompok saja, observer tidak harus langsung mengisi lembar observasi,
observer membuat denah letak siswa dalam kelompok diberi simbol laki – laki atau
perempuan dan buat catatan yang unik – unik tentang kegiatan yang dilakukan siswa
tersebut selama pelajaran berlangsung.
Setelah semua observer menyampaikan semua hasil observasi moderator menanyakan
kepada guru model apakah ada pendapat atau sanggahan dari hasil observasi, guru model
mengucapkan terima kasih yang sebanyak- banyaknya atas masukan yang diberikan rekan –
rekan terutama expert dan ini akan dijadikan koreksi supaya pembelajaran ke depan akan lebih
baik.
Dari hasil observasi kegiatan OPEN CLASS ini dapat diambil pelajaran sebagai berikut:
1. Manajemen waktu sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembelajaran yang baik.
2. Dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif dan Inquiry siswa diajarkan untuk
bekerja aktif baik dalam kelompok maupun tugas individu sehingga siswa termotifasi
dalam belajar yang berimbas kepada meningkatnya mutu siswa dalam belajar.
3. Biarpun siswa banyak bermain – main tetapi siswa mampu menemukan inti pelajaran hari
ini yaitu 2 ciri dari bangun segi empat yang kongruen.
4. Model Inquiry memang rumit, maka harus sering - sering dilakukan supaya terbiasa.
5. Dengan banyak mengamati guru akan semakin profesional.

Tabel 1 Data Nilai Tes Individu


NO NAMA NILAI NO NAMA NILAI
1 Mawar Muharani 75 17 Meliyana 60
2 Suri Wahyudi 30 18 Zulia Anggraeni 70
3 Robi Handiki 60 19 Zuliana 90
4 Dahria 35 20 Vara Cana 60
5 Lailly Ike Prastika 30 21 Hendrizal Maulana 65
6 Rio Saputra 40 22 Alif Ananda W.P 65
7 Tian Tian 60 23 Triana Novanti 75
8 Felyantika Dwi S 50 24 Kurnia Puspitasari 70
9 Idola Iden 70 25 Yati Oktavia 90
10 Agus Suprianto 60 26 Puspa Ramersya 65
11 Sugianto 60 27 Muja Kalagun Baraya 70
12 Viona Rana I 0 28 Restu Pamungkas 70
13 Raditya Noufal K.M 30 29 Reza Tawakal 50
14 M Rahmi 15 30 Varagina 70
15 Selva Saputra 30 31 Aryani Shafira 60
16 Ade Surya N.Hr 85 32 Chang Siau Fen 70
Jumlah 730 Jumlah 1100
Rata – Rata (N1) 57,1875

1
Tabel 2. Data Nilai Tugas Kelompok
NO KELOMPOK NILAI
1 I 90
2 II 90
3 III 85
4 IV 95
5 V 90
6 VI 90
Jumlah 540
Rata - Rata 90

Total Nilai :

KESIMPULAN
Dari Nilai Hasil Kerja Kelompok Dan Nilai Tes Individu dapat di tarik kesimpulan model
pembelajaran kooperatif setting inquiry efektif untuk membelajarkan materi kongruen pada
siswa kelas IX.2 SMPN 1 Bunguran Timur, Natuna, Kepulauan Riau.

DAFTAR RUJUKAN
Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang:UM Press
Maufur, Hasan Fauzi. 2009. Sejuta Jurus Mengajar Mengasyikkan. Semarang: Sindur Press:127
Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: UM Press.
Sanjaya,Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana

PENERAPAN PENDEKATAN
REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
PADA MATERI SISTEM PERSAMAAAN LINEAR DUA
VARIABEL DI KELAS VIII SMPN 17 PPU
Tono Sutrisno
SMPN 17 Penajam Paser utara

Abstrak: Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah


satu alternatif pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
pembelajaran matematika. Penulis menerapkan pendekatan RME pada materi
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) semester 1 kelas VIII SMPN 17
PPU. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) materi SPLDV berdasarkan 5 prinsip dan 10 karakteristik
RME. Pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru di kelas VIII SMPN 17
PPU siswa diberikan masalah-masalah yang realistik tentang SPLDV. Guru juga
mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih
bermakna dan membentuk pengetahuan yang utuh.

Kata kunci: pembelajaran, matematika, realistic mathematics education.

1
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pembelajaran matematika belum menekankan pada
pengembangan daya nalar (reasoning), logika dan proses berpikir siswa. Pembelajaran
matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara
verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Selain itu, proses belajar
mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode ceramah yang mekanistik, dengan guru
menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Siswa mendengarkan, meniru atau mencontoh
dengan persis sama cara yang diberikan guru tanpa inisiatif. Siswa tidak dibiarkan atau didorong
mengoptimalkan potensi dirinya, mengembangkan penalaran maupun kreativitasnya.
Pembelajaran matematika juga seolah-olah dianggap lepas untuk mengembangkan kepribadian
siswa. Pembelajaran matematika dianggap hanya menekankan faktor kognitif saja, padahal
pengembangan kepribadian sebagai bagian dari kecakapan hidup merupakan tugas semua mata
pelajaran di sekolah (Tatag, 2006).
Pendidikan dapat efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran matematika
memperhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang mencakup latar
belakang keluarga, keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan kenyataan-kenyataan hidup
yang lain. Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar, pendapat,
dan pemahaman yang diperoleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka, juga
perasaan, sikap dan nilai-nilai yang diyakini, itu semua merupakan konteks nyata siswa
(Nofikasari, 2007).
Guru besar Statistika Institut Teknologi Bandung, Maman A. Djauhari, dalam acara
Simposium Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI) pada 17 Januari 2007 di ITB
menyampaikan bahwa matematika adalah hal yang paling realistis. Jika pun akhirnya
matematika itu jadi sulit dicerna atau dipecahkan, bukanlah karena matema-tikanya yang salah,
tetapi metode pengajar-annya yang tidak realistis. Ketua Presidium AGMI Firman Syah Noor
juga menyampai-kan tentang kondisi rendahnya kualitas pembelajaran matematika di Indonesia
salah satunya disebabkan tidak efektifnya pola pembelajaran. Untuk itu, perlu ditanamkan
konsep mengajar yang realistis. Matematika harus mampu memberi sumbangsih dengan
membantu memecahkan persoalan diling-kungan siswa. Dengan demikian, niscaya tumbuh
paradigma belajar matematika bukan kewajiban, melainkan kebutuhan (Nofikasari, 2007).
Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual atau realistik mem-berikan
peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalam menyelesaikan
masalah yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayang-kan siswa. Siswa diberi
kebebasan untuk menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan-lahan guru membimbing
siswa menyelesaikan masalah tersebut secara matematis formal melalui matematisasi horisontal
dan vertikal (Hidayah dan Hasnawiyah, 2011).
Realistic Mathematics Education (RME) pertama kali dikembangkan di Belanda,
(Marpaung, 2012). Menurut van den Heuvel-Panhuizen dalam Marpaung (2012) terdapat 5
prinsip belajar-mengajar dalam RME, yakni: (1)Prinsip aktivitas, yaitu bahwa matematika
adalah aktivitas manusia. (2)Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogianya dimulai dengan
masalah-masalah yang realistic bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan oleh siswa. (3)Prinsip
berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang
pemahaman,yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik
secara informal, melalui skematisasi memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai
mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. (4)Prinsip jalinan, artinya
berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-
bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan
antara materi-materi itu secara lebih baik. (5)Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang
sebagi aktifitas sosial.
Robert Sembiring dari Intsitut Teknologi Bandung (ITB) merintis RME atau pendidikan
matematika realistik di Indonesia dengan membentuk IP-PMRI (singkatan dari Institut
Pengembangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). Tujuan utama institut ini adalah
untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia melalui reformasi pendekatan
pembelajaran matematika di sekolah dengan menggunakan teori pembelajaran RME atau dalam
konteks Indonesia PMRI. IP-PMRI itu sendiri mengadopsi RME yang dikembangkan oleh
Freudenthal Instute, yang merupakan sebuah lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan

1
matematika di Universitas Utrecht. Freudenthal Instute ini sudah mengembangkan RME hampir
satu dasa-warsa (Nofikasari, 2007).
RME di Indonesia diinterpretasi, dikembangkan sesuai dengan sosial dan budaya
Indonesia, menjabarkannya dan mencoba mempraktekkannya di kelas. Marpaung (2012)
menyatakan bahwa RME dijabarkan menjadi 10 karakteristik yaitu; (1)Murid aktif, guru aktif,
(2)Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan masalah-masalah dengan cara sendiri,
(3)Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri, (4)Guru
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, (5)Siswa dapat menyelesaikan
masalah dalam kelompok atau secara individual, (6)Pembelajaran tidak selalu di kelas, (7)Guru
mendorong terjadinya interaksi dan negoisasi, baik antara guru dan siswa, maupun antara siswa
dengan siswa, (8)Siswa bebas memilih representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya
sewaktu menyelesaikan masalah, (9)Guru bertindak sebagai fasilitator, (10)Menghargai
pendapat siswa, termasuk pendapat itu betul atau salah.
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis yang mengalami masalah yang sama dalam
pembelajaran matematika di sekolah-nya, berupaya menerapkan pendekatan RME dalam
pembelajaran matematika. Menurut Zubaidah (2010) istilah pendekatan berasal dari bahasa
Inggris approach yang memiliki beberapa arti di antaranya diartikan dengan ‟pendekatan‟. Di
dalam dunia pembelajaran, kata approach juga diartikan a way of beginning something, „cara
memulai sesuai‟, oleh karena itu, istilah pendekatan dapat diartikan dengan cara memulai
pembe-lajaran. Dalam pengertian yang lebih luas, pendekatan mengacu kepada seperangkat
asumsi mengenai cara belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik tolak dalam memandang
sesuatu, suatu filsafat atau keyakinan yang tidak selalu mudah membuktikannya. Jadi,
pendekatan bersifat aksiomatis. Aksiomatis artinya bahwa kebenaran-kebenaran teori-teori yang
digu-nakan tidak dipersoalkan lagi. Pendekatan pembelajaran (teaching approach) adalah suatu
ancangan atau kebijaksanaan dalam memulai serta melaksanakan pembelajaran suatu bidang
studi atau mata pelajaran yang memberi arah dan corak kepada metode pembelajarannya dan
didasarkan pada asumsi yang berkaitan.

Integrasi Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Dengan Pendekatan
RME
SPLDV merupakan salah satu materi Aljabar di semester 1 kelas VIII SMPN 17
Penajam Paser Utara. Agar pembelajaran materi SPLDV realistik/ kontekstual, maka perlu
adanya pendekatan dengan permasalahannya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari yang
sering di jumpai oleh siswa di lingkungannya. Ada banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari
yang berkaitan dengan SPLDV, misalnya: Kegiatan jual-beli barang dengan harga yang
berbeda, menentukan kombinasi antara panjang dan lebar suatu bangunan dan lain-lain.
Dalam hal ini penulis melakukan penerapan pendekatan RME pada materi SPLDV di
kelas VIII SMPN 17 Penajam Paser Utara dengan kegiatan jual-beli barang dengan harga yang
berbeda. Berdasarkan dengan 5 Prinsip dan 10 Karakteristik RME maka penulis mencoba
mengintegrasikan materi SPLDV dengan RME dengan langkah sebagai berikut:
(1)Pembelajaran sedapat mungkin membuat siswa aktif belajar, guru juga membimbing siswa
yang tidak aktif, (2)Guru menyajikan masalah sehari-hari yang kontekstual/realistic bagi siswa,
dari hal-hal yang sederhana hingga yang kompleks secara berjenjang (3)Siswa diminta untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri atau berdiskusi dengan teman sebelahnya, (4)Guru
menampilkan gambar-gambar yang menarik bagi siswa, (5)Guru meminta siswa yang sudah
menemukan solusi dari masalah untuk prensentasi di depan teman-temannya, (6)Siswa lain
diminta untuk menanggapi presentasi, (7)Guru membantu siswa untuk memilih solusi yang
dianggap lebih mudah bagi siswa, (8)Guru memberikan penghargaan kepada seluruh siswa yang
mempre-sentasikan solusinya di depan kelas dan yang memberikan komentar dengan baik.

Tahapan Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran


Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) penerapan pendekatan RME pada materi SPLDV dengan langkah-langkah
sebagai berikut: (1)Guru memilih Kompetensi Dasar (KD) 2.1 Menyelesaikan sistem
persamaan linear dua variabel untuk dikembangkan menjadi RPP, (2)Guru mencari refferensi
integrasi materi SPLDV dengan RME, (3)Guru memilih media kontekstual yang akan

1
digunakan untuk membelajarkan SPLDV, (4) Guru menyusun RPP (5)RPP yang dikembangkan
dievaluasi oleh kepala sekolah, guru inti dan pengawas matematika agar diberikan kritik dan
saran untuk perbaikan, (6)Guru merevisi RPP yang telah dikonsultasikan, (7)Guru pemper-
siapkan media pembelajaran, (8)Guru menentukan tanggal pelaksanakan pembe-lajaran di kelas.

Penerapan Pendekatan RME


Pada kegiatan pendahuluan guru menanyakan jenis buah-buahan yang disukai dan
mudah dibeli di sekitar rumahnya beserta harga perbuahnya. Siswa menjawab dengan jawaban
yang bervariasi. Dalam hal ini siswa bereksplorasi untuk mencari informasi yang luas dan dalam
tentang topic yang disampaikan.
Pada kegiatan inti guru menam-pilkan 3 gambar pasangan buah dan harganya dengan
tampilan menarik dan disukai oleh siswa seperti pada gambar:

Guru mengajukan pertanyaan pada siswa : (1)Berapakah harga 1 Jambu, 2 salak dan 1 jeruk?
(2)Berapakah harga 1 Jambu, 1 Salak dan 2 jeruk? (3)Berapakah harga 2 Jambu, 2 salak dan 2
jeruk? (4)Berapakah harga 1 Jambu, 1 salak dan 1 jeruk? (5) Berapakah harga masing-masing
buah? Siswa di minta untuk mencari jawaban dengan cara mereka sendiri atau dengan cara
diskusi bersama teman sebelahnya.
Data yang diperoleh dari pengamatan di kelas ada hampir semua siswa dapat menjawab
pertanyaan 1, 2 dan 3. Namun hanya beberapa yang dapat menjawab pertanyaan 4. Beberapa
siswa yang menjawab pertanyaan 4 diminta untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan
kelas untuk di komentari oleh teman-lainnya. Guru bersama siswa mencari solusi terbaik dari
soal yang telah diberikan.
Untuk lebih mendalami lagi materi yang diberikan, guru membagikan Lembar Kerja Siswa
yang 2 soal berupa masalah yang harus diselesaikan berkelompok yang terdiri dari 2 sampai 3
orang. Agar lebih menarik, gambar yang disajikan merupakan gambar yang sedang trend atau
diminati siswa.
Kelompok dibentuk secara heterogen sehingga siswa yang pandai akan menyebar pada
beberapa kelompok. Dengan demikian komunikasi matematika siswa pada tiap kelompok akan
lebih baik, karena siswa biasanya tidak segan bertanya kepada kawannya dalam kelompok
tersebut. Selain itu, bahasa siswa yang sebaya dalam ber-komunikasi matematika sering mudah
dicerna oleh siswa yang sebaya umurnya.
Contoh gambar masalah untuk siswa:

1
Contoh gambar masalah untuk siswi:

Dengan gambar dan konten yang menarik, siswa merasa tertantang untuk menemukan
penyelesaian yang diberikan. Soal yang diberikan juga bertahap, dari hal-hal yang sederhana
hingga soal yang kompleks.
Faktor penghambat dalam penerapan pendekatan RME pada materi SPLDV di kelas VIII
SMPN 17 PPU adalah: (1)guru mengalami kesulitan untuk membuat konsep matematika
menjadi realistik, (2)kemam-puan siswa bervariasi dalam memecahkan masalah, (3)guru sulit
mengembangkan perangkat pembelajaran realistik dan lembar kerja siswa, (4)buku-buku
referensi, buku siswa dan buku guru belum menyajikan materi secara realistik.
Faktor pendukung dalam penerapan pendekatan RME pada materi SPLDV di kelas VIII
SMPN 17 PPU adalah: (1)adanya semangat yang tinggi dari guru untuk melaksanakan
penerapan pendekatan RME, (2)adanya dukungan dari rekan-rekan sejawat, kepala sekolah dan
pengawas, (3)adanya koneksi internet untuk mengatasi masalah referensi yang tidak dimiliki
oleh guru.

SIMPULAN
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: (1) RME sudah sejak lama
dikembangkan di Indonesia dengan nama PMRI. (2)penerapan RME sejalan dengan pendidikan
karakter yaitu, kerjasama, pantang menyerah, percaya diri, kerja keras, jujur, dan
bertanggungjawab. (3)RME membuat siswa berusaha membangun sendiri konsep matematika.
(4)siswa mengerti pentingnya mempelajari matematika karena langsung berkaitan dengan
masalah yang kontekstual. (5)siswa dapat belajar lebih aktif, kreatif dan menye-nangkan karena
tempat belajar tidak haru selalu di dalam kelas, tapi bisa di luar ruangan dan di lingkungan
sekitar.
Saran yang perlu sampaikan oleh peneliti berdasarkan penelitian ini antara lain:
(1)Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hendaknya membuat/mencari cara untuk membuat
buku berkualitas di setiap jenjang sekolah misalnya dengan mengadakan lomba penyusunan
buku atau membentuk tim penyusun buku oleh pakar sesuai prosedur yang baik. (2)guru sebagai
motor utama keberhasilan pendidikan agar lebih kreatif dan inovatif dalam melakukan kegiatan
pembelajaran salah satunya dengan RME.

DAFTAR RUJUKAN
Hidayah dan Hasnawiyah, 2011. Penerapan Pendekatan RME pada Konsep Dasar Perkalian. J-
TEQIP, Tahun 1, Nomor II. TEQIP. Malang
Marpaung, Y. 2012. Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia).
repository.usd.ac.id/ bitstream/123456789/.../Karakteristik%20PMRI.pdf
Nofikasari, I. 2007. Realistic Mathematics Education (RME): Pendekatan Pendidikan
Matematika dalam Konsep dan Realitas. INSANIA | Vol. 12 | No. 1. P3M STAIN
Purwokerto. Purwokerto.
Tatag, Yuli Eko Siswono. 2006. PMRI: Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan
Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa Makalah disampaikan pada Workshop
Pembelajaran Matema-tika di MI “Nurur Rohmah”. Sidoarjo. FMIPA UNESA Surabaya.
Surabaya.

1
Zubaidah. 2010. Restrukturisasi Berbagai Istilah pada Penulisan Berbagai Komponen. J-
TEQIP, Tahun 1, Nomor 1. TEQIP. Malang.

MEMAHAMKAN MATERI LUAS PERMUKAAN


BANGUN RUANG SISI DATAR DENGAN MEMANFAATKAN
WINGEOM UNTUK EKSPLORASI MATERI PRASYARAT
Vanny Vierry Sinaga
SMPN 4 Muaro Jambi

Abstrak: Penyajian materi prasyarat yang menarik melalui media pembelajaran


inovatif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang
diajarkan. Materi prasyarat yang disampaikan dengan menggunakan software
wingeom dapat digunakan untuk mengeksplorasi unsur-unsur permukaan bangun
ruang sisi datar dengan animasi-animasi menarik. Uji coba terbatas terhadap siswa
SMPN 4 Muaro Jambi Kelas VIII A sebanyak 16 orang memperlihatkan bahwa
siswa lebih memahami konsep luas permukaan bangun ruang sisi datar. Siswa
lebih tertarik dan antusias mengerjakan soal-soal dalam LKS dengan model
penemuan terbimbing yang disediakan guru. Capaian pemahaman siswa ditun-
jukkan dengan ketuntasan belajar 75%.

Kata kunci: animasi, wingeom, luas permukaan.

Menentukan luas permukaan bangun ruang sisi datar merupakan materi yang sulit dan selama
ini diajarkan dengan memberikan rumus secara langsung dengan contoh soal. Tetapi pada
waktu ulangan harian maupun ulangan akhir semester siswa tidak dapat menyelesaikan soal-
soal yang berhubungan dengan luas permukaan bangun ruang sisi datar. Setelah ditanyakan
kepada siswa ternyata sebagian besar sudah lupa dengan rumusnya. Hal seperti ini masih
berulang dari tahun ke tahun dan juga terjadi pada sekolah lain yang ada di Kabupaten Muaro
Jambi dari observasi penulis sebagai guru inti di MGMP Muaro jambi. Dari pengalaman penulis
dalam merancang pembelajaran materi tersebut, penulis sudah berusaha mencari solusi untuk
masalah menentukan luas bangun ruang sisi datar dengan metode dan model pembelajaran yang
inovatif maupun dengan bantuan ICT. Hal in dimaksudkan supaya anak lebih termotivasi dan
tertarik dalam pembelajaran menetukan luas bangun ruang sisi datar, namun hasilnya juga
belum maksimal.
Kegiatan untuk meningkatkan kemampuan dan profesional melalui diklat dan berbagai
pelatihan banyak yang penulis ikuti dan hasil yang diperoleh belum juga memberikan solusi
masalah yang ada, hingga pada bulan April ada penyaringan dari UM untuk menjadi Trainer
pada program TEQIP di Muaro Jambi. Penulis terjaring melalui seleksi tertulis dan wawan cara
menjadi trainer pada program Teqip yang diselenggarakan oleh Universitas Malang (UM) yang
mempunyai program menjadikan guru yang profesional yang mempunyai kemampuan
menguasai materi, metode, media, dan assesmen berbasis lesson study.
Dari pengalaman penulis menjadi Trainer pada program Teqip dengan mendapat tugas
menjadi guru model dan merancang RPP yang diajarkan pada Real Teaching di SMP Model
Malang. Materi yang harus dibuat RPPnya harus disesuaikan dengan jadwal yang sudah
ditentukan. Dari materi yang ada saya tertarik untuk mengajarkan materi menentukan bangun
ruang sisi datar karena materi ini masih menjadi masalah yang solusinya belum terpecahkan
oleh saya sebagai guru di SMPN 4 Muaro Jambi.
Menjadi guru model pada TOT 1 di SMP Model Malang mendapat pengalaman
berharga dari Expert dalam menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP) berbasis lesson
study. Materi yang saya ajarkan yaitu KD 5.3 Menemukan Luas Permukaan Kubus, Balok,

1
Limas dan Prisma. Saya merancang motivasi pembelajaran dengan bantuan program
„Wingeom‟ yang baru saja saya terima pada pembuatan media pembelajaran di TOT 1. Pada
awal pembelajaran siswa tertarik dan memperhatikan gambar-gambar Bangun Ruang sisi Datar
yang dapat di buka dan ditutup sehingga dengan jelas terlihat jaring-jaring setiap bangun yang
merupakan bangun datar. Tetapi pada saat siswa sudah mengerjakan LKS menemukan masalah
dalam menentukan luas permukaan prisma segitiga dan limas. Siswa tidak tahu menentukan
luas segitiga. Luas segitiga seharusnya menjadi materi prasyarat pada pokok bahasan
menentukan luas permukaan bangun ruang sisi datar. hasilnya pembelajaran tidak tuntas sesuai
perencanaan.
Setelah kegiatan real teaching, penulis juga melaksanakan kegiatan on going di tempat
mengajar dan mengajarkan materi yang sama dengan perencanaan yang sama. Setelah
mengerjakan LKS sebagian besar siswa belum bisa mengerjakan dan mendapat nilai rendah dari
quis yang diberikan. Secara klasikal penulis menanyakan masalah apa yang dihadapi sehingga
siswa tidak dapat mengerjakan LKS dan quis yang diberikan. Dengan jawaban yang sama
mereka menyatakan bahwa lupa rumus luas permukaan bangun ruang sisi datar khususnya
untuk limas dan prisma. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis tertarik dan langsung
menerapkannya di tempat saya mengajar.

Pembelajaran berbasis ICT


Menurut penelusuran UNESCO (dalam Sirozi, 2013), ada lima manfaat yang dapat
diraih melalui penerapan ICT dalam sistem pendidikan: (1) mempermudah dan memperluas
akses terhadap pendidikan; (2) meningkatkan kesetaraan pendidikan (equity in education); (3)
meningkatkan mutu pembelajaran (the delivery of quality learning and teaching); meningkatkan
profesionalisme guru (teachers‟ professional development); dan (4) meningkatkan efektifitas
dan efisiensi manajemen, tata kelola, dan administrasi pendidikan.
Dengan dukungan ICT, proses komunikasi di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Jika diintegrasikan dalam sistem penyelenggaraan
pendidikan, ICT dapat menjadi instrumen yang sangat efektif, efisien, kreatif, produktif, dan
menyenangkan. Sarana ICT dapat berperan sebagai instrumen utama bagi para pendidik dan
peserta didik dalam mencari (searching), menghimpun (classifying), menghubungkan
(connecting), menginterpretasi (interpreting), dan menyajikan (presenting) informasi secara
cepat dan menarik, untuk ditransformasikan menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
Fungsi-fungsinya yang begitu banyak dan perannya yang begitu penting dalam proses
pembelajaran membuat ICT menjadi salah satu sarana utama yang harus ada di setiap lembaga
pendidikan. Semua lembaga pendidikan perlu difasilitasi dengan sarana ICT yang up to date dan
relevan dengan berbagai kebutuhan pelayanan pendidikan, baik pada aspek perangkat keras
(hardwares) maupun perangkat lunak (softwares) salah satu perangkat lunak dalam
pembelajaran matematika adalah program wingeom.

Program Wingeom
Wingeom merupakan sebuah perangkat lunak (software) komputer matematika dinamik
yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran geometri. Software ini dapat digunakan untuk
menggambar obyek-obyek geometri, yang berupa titik, garis, bidang, baik dalam geometri 2
dimensi maupun 3 dimensi Program wingeom dapat diunduh secara gratis pada website
(http://www.exeter.edu/publik/peanut.html). Program wingeom dibuat oleh Richard Parris dan
fasilitasnya selalu di update dan yang digunkan pada program ini adalah versi 4 April 2008.

1
Gambar 1. Tampilan jendela wingeom

Materi Menentukan Luas Bangun Ruang Sisi Datar


Standart kompetensi : 5.3. Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan
limas.
Kompetensi Dasar :5.3.1. Menemukan rumus luas permukaan kubus, balok, limas dan prisma
tegak.
Indikator :
1. Menentukan rumus luas permukaan kubus
2. Menentukan rumus luas permukaan balok
3. Menentukan rumus luas permukaan limas segitiga dan segi empat
4. Menentukan rumus luas permukaan prisma tegak segitiga dan segi empat
Materi prasyarat untuk menentukan luas permukaan bangun ruang sisi datar sebagai berikut :

PRASYARAT TERAPAN

DAPAT
MEMBUAT KOTAK
SERBAGUNA UNTUK
MENETUKAN LUAS
BENDA DAN UNTUK
PERMUKAAN
Note: Prasyarat digunakan MENENTUKAN
1. LUAS PERSEGI untuk KUBUS,BALOK,LIMA
Apersepsi dan
2. LUAS VOLUME BRSD
S DAN Motivasi
Terapan untuk PRISMA
PERSEGI
PANJANG
3. LUAS SEGITIGA

Untuk indikator 1 : operasi (perkalian dan penjumlahan) , rumus luas persegi (s x s)


Untuk indikator 2 : operasi (perkalian dan penjumlahan ), rumus luas persegi panjang (p x l)
Untuk indikator 3 : operasi (perkalian, penjumlahan dan pembagian), rumus luas persegi (s x
s),rumus luas persegi panjang (p x l) rumus luas segitiga , rumus
Pythagoras (a² + b² =c²)

1
Untuk indikator 4 : operasi (perkalian, penjumlahan dan pembagian), rumus luas persegi (s x
s),rumus luas persegi panjang (p x l) rumus luas segitiga , rumus
Pythagoras (a² + b² =c²)

Materi Prasyarat
Materi prasyarat adalah materi yang harus dipenuhi sebelum melakukan, mengikuti,
atau memasuki pendidikan atau sesuatu kegiatan dalam pembelajaran. Ahmadi (2011) yang
menyatakan bahwa pengetahuan prasyarat adalah bekal pengetahuan yang diperlukan untuk
mempelajari suatu bahan ajar baru. Senada disampaikan Gagne (dalam Sudjana 2010) yang
menyatakan bahwa kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum
memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi. Jadi seorang siswa yang
mempunyai kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi dibandingkan
dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal dalam proses pembelajaran.

PEMBELAJARAN MATERI PRASYARAT DENGAN EKSPLORASI WINGEOM

Eksplorasi wingeom pada pemberian materi prasyarat seperti yang saya lakukan di kelas
8A SMPN 4 Muaro Jambi adalah menayangkan satu persatu animasi jaring-jaring kubus, balok,
prisma segitiga, limas segi tiga dan limas segi empat, kemudian pada setiap animasi bangun
ruang diberikan pertanyaan kepada siswa tentang bangun datar apa dan bagaimana menentukan
luas bangun datar yang ada pada animasi wingeom tersebut.

Kegiatan Apersepsi
1. Animasi Jaring-Jaring Kubus

JARING-JARING KUBUS JARING-JARING KUBUS


G'0

F0

F0 G'0
F'
J I'
J F'

B I'
B E0
G'

C C E0

JARING-JARING KUBUS
A E' G' A

H'

D D
s
s H0

H' E'

H0

F0

GJ'0

E0

1
A
2. Animasi Jaring-Jaring Balok

JARI NG-JARI NG BALOK JARI NG-JARI NG BALOK JARI NG-JARI NG BALOK

I'

H0
G'0 E0

E0
F0 H'
IHH'0
E'
H0

G'
I'
F' t E0 t
J

G'0 A
F0
GJ0' D F0 D
A p p
H'
C C
B l B l
G'

F'
J
t

D
p

B
C
l

3. Animasi Jaring-Jaring Limas Segitiga

DD'E
0

LIMAS SEGITIGA
E
D'
L I MAS SEGI TI GA
LIMAS SEGITIGA D'

C
B

A
D0

C
B

C
B

D0

4. Animasi Jaring-Jaring Prisma Segitiga

1
JARING-JARING PRISMA SEGITIGA
JARING-JARING PRISMA SEGITIGA JARING-JARING PRISMA SEGITIGA

G'

F0 E0
F0 E0

FF'0 EE0' G'


F' E'

DG'
D0 D'
B
C C B
C B

A A E'
A
F'

D'
D0

1
Kegiatan Inti:
Setelah semua animasi ditayangkan dan siswa dapat menentukan rumus luas bangun datar pada
jaring-jaring bangun ruang sisi datar tersebut kemudian siswa di kelompokkan dalam kelompok-
kellompok kecil. Karena di kelas 8A SMPN 4 Muaro Jambi ada 16 siswa sehingga dibagi dalam
4 kelompok dengan memperhatikan karakteristik setiap siswa. Setiap kelompok mendapat satu
LKS yang sama. Bentuk LKS dirancang dengan metode penemuan terbimbing.

Contoh LKS :

Soal no.1. Untuk menentukan rumus luas permukaan kubus.

Luas Permukaan Kubus

Perhatikan gambar .
Banyak sisi kubus adalah 6 buah sisi
Sisi kubus berbentuk ……
sehingga :
Luas 1 persegi = Maka untuk: Luas 6 persegi =

Soal no.2. Untuk menentukan rumus luas permukaan balok.

Luas Permukaan Balok


Perhatikan gambar 2.
Sisi balok berbentuk …………….
Luas permukaan balok :
= luas 1 + luas 2 + luas 3 + luas 4 + luas 5 +
luas 6

= …………………………………………………..
= …………………………………………………..
=…………………………………………...............

1
Soal no.3. untuk menentukan rumus luas permukaan prisma segitiga.

Luas Permukaan Prisma


Perhatikan gambar

Luas permukaan prisma


= (luas 1 + luas 2) + (luas 3 + luas 4 + luas 5)

= …………………………………………….

= …………………………………………….

= …………………………………………….

Soal no.4. Untuk menentukan rumus luas permukaan limas segitiga.

Perhatikan Gb.5 D
Luas permukaan limas segitiga

= ………………………………………………..

= ………………………………………………… ….

Pada awalnya ada satu kelompok yang mengalami masalah untuk menentukan rumus
prisma segitiga, karena memang dalam kelompok ini kemampuan siswanya merata dan tidak
ada yang lebih tetapi dengan bantuan teman pada kelompok lain mereka juga bisa menemukan
rumus luas limas segitiga tersebut dan dapat mempresentasikannya di depan kelas. Seluruh soal
yang ada pada LKS tersebut dapat dikerjakan siswa secara berkelompok yang hasilnya
dipresentasikan dan sangat memuaskan.
Dari hasil presentasi kelompok, siswa dapat menentukan rumus luas bangun ruang sisi
datar. Setelah mengerjakan LKS, siswa secara mandiri mengerjakan Kuis dan hasil yang
diperoleh hanya 4 orang siswa dari 16 siwa yang nilai quisnya belum mencapi KKM . Hasil
tersebut sangat memuaskan karena ketuntasan pembelajaran mencapai hingga 75%.

SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memahamkan materi prasyarat
dalam setiap pembelajaran matematika, khususnya materi menentukan luas bangun ruang sisi
datar sangat diharapkan pemberian pemahaman materi prasyarat dengan eksplorasi wingeom
untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada pembelajaran sesuai dengan apa yang sudah
direncanakan dalam Rencana Program Pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Iif Khoiru.2011.Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu.Jakarta: PT. Prestasi Pustaka
Raya.
Sirozi, Muhammad. 2013. Peran dan Manfaat ICT dalam Pendidikan.
http://radenfatah.ac.id/artikel-155-peran-dan-manfaat-ict-dalam-pendidikan.html.
(diakses tanggal 4 November)
Sudjana, N. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

1
PENERAPAN PEMBELAJARAN TIPE STAD UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOMETRI DAN
PENGUKURAN SISWA SMPN 12 TANJUNG JABUNG TIMUR
Liliek Sulastri
Guru Matematika SMPN 12 Tanjung Jabung Timur

Abstrak: Artikel ini merupakan rangkuman dari penelitian tindakan kelas (PTK).
Subyek penelitian adalah 31 orang siswa kelas IX.B SMP Negeri 12 Tanjung Jabung
Timur yang terdiri atas 18 orang wanita dan 13 orang pria. Hasil belajar siswa sebelum
penelitian rendah, yaitu (1) rata-rata 4,12 untuk kesebangunan dan kongruensi, dan (2) rata-
rata 5,67 untuk luas dan volume bangun ruang. Dengan menerapkan model STAD, PTK
terlaksana dengan dua siklus. Hasil siklus pertama belum sesuai criteria ketuntasan ≥ 65%
karena ketercapaian ketuntasan 49% (14 orang dari 31 orang), dengan skor rata-rata 73,45.
Hasil siklus kedua sudah sesuai criteria ketuntasan ≥ 65% karena ketercapaian ketuntasan
87% (27 orang dari 31 orang), dengan skor rata-rata 78,83. Dengan menggunakan
pembelajaran tipe STAD, keaktifan belajar siswa meningkat, serta hasil belajar siswa
tentang geometri dan pengukuran meningkat.

Kata kunci: PTK, model STAD, Geometri, SMP

Penelitian ini dilatarbelakangi perlunya peningkatan kreativitas mengajar guru dalam proses
pembelajaran, dan hasil belajar matematika yang rendah. Dalam kegiatan pembelajaran
geometri dan pengukuran, materi pelajaran tidak kontekstual, dan kinerja siswa rendah. Guru
masih melaksanakan pembelajaran dengan ceramah. Dampaknya menimbulkan kejenuhan,
kebosanan, serta menurunkan minat dan motivasi belajar siswa. Menurut Fudyartanto(2003),”
Motivasi adalah usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan”.
Subanji (2010) menegaskan bahwa dengan perkembangan paradigma pendidikan, dari
pandangan behaviorisme ke pandangan konstruktivisme, perlu perubahan peran guru dari
“memindahkan informasi dalam proses pembelajaran” ke arah “pemberian pengalaman, dan
pengembangan berpikir (kognisi)”. Sehingga peran guru berubah dari “memberi/mengajar”
menjadi “ fasilitator” yang memfasilitasi siswa agar mampu belajar secara mandiri.
Saat ini telah banyak dikembangkan model pembelajaran, seperti model pembelajaran
tipe STAD. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tipe STAD, siswa lebih banyak belajar dari
temannya sendiri sesama siswa daripada belajar dari guru. Metode pembelajaran memanfaatkan
kecenderungan siswa untuk berinteraksi sesama temannya. Ini terjadi di SMP Negeri 12
Tanjung Jabung Timur, pada kelas IX B, bahwa guru dengan penggunaan metode ceramah
sebagian besar siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan,
mereka merasa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit. Disamping itu aktifitas siswa
selama proses belajar mengajar juga masih sangat kurang sehingga pada akhirnya prestasi
belajar siswa menjadi rendah. Berikut ini hasil perolehan nilai ulangan harian matematika siswa
kelas IX.B.

No Ulangan Harian Nilai Rata-rata


1 Kesebangunan dan Kekongruenan 4,12
2 Menghitung luas,volume, Tabung, 5,67
kerucut, bola

Dari tabel data diketahui bahwa nilai rata-rata ulangan harian matematika pada pokok bahasan
kesebangunan dan kekongruenan masih sangat rendah. Rendahmya nilai ulangan harian perlu
diperbaiki, dan untuk meningkatkan nilai ulangan harian matematika menjadi lebih tinggi,
diperlukan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Siswa SMP Negeri 12 Tanjung Jabung
Timur pada umumnya belum memiliki interaksi yang bersifat kooperatif, artinya belum belajar
secara bersama dalam suatu kelompok. Pada umumnya, siswa masih belajar secara
individualistis tanpa ada saling tukar fikiran. Sebagai contoh, siswa yang pintar atau siswa yang
mempunyai kemampuan lebih, mereka tidak mau membimbing dan mengajari temannya yang
kurang memahami konsep, sehingga siswa yang kurang tetap tidak ada perkembangan. Keadaan
1
ini perlu diperbaiki supaya tidak menimbulkan efek psikologi bagi siswa yang kurang mampu,
dan untuk memperbaikinya diperlukan suatu sarana berupa model pembelajaran yang mampu
membuat terjalinnya kerjasama diantara siswa, yaitu salah satu pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Team Achievement Division).
Tipe STAD ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang sederhana, dan mudah
dilaksanakan sebagai pembelajaran melalui kelompok. Anggota kelompok menggunakan
lembar kegiatan, atau lembar pembelajaran yang lain untuk, menuntaskan materi pelajaran.
Kemudian, siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran dan
memecahkan masalah melalui diskusi.
Masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang, dibentuk dari anggota yang
heterogen, memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu tujuan pembentukan kelompok
dengan kemampuan heterogen adalah agar siswa dapat saling berbagi pendapat dan saling
melengkapi. Suasana belajar yang menyenangkan sangat diperlukan dalam pembelajaran.(
Wena, 2009)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai urutan kegiatan: penyajian kelas,
diskusi kelompok, pemberian kuis, pemberian skor kemajuan (perkembangan) individu, dan
penghargaan kelompok.

Penyajian kelas
Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas. Penyajian kelas
mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan pembimbing.

Diskusi kelompok
Siswa mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama
anggota kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan yang
diberikan.
Guru perlu mengingatkan siswa dalam kegiatan kelompok untuk memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Masing-masing siswa mempunyai tanggung jawab sendiri dan memastikan bahwa teman
dikelompoknya juga merasa mempunyai tanggung jawab mandiri yang telah disepakati
bersama
2. Tidak seorangpun anggota kelompok meninggalkan tugas diskusi sebelum semua siswa
menyelesaikan tugas masing0masing dengan bantuan atau tanpa bantuan teman lain.
3. Boleh meminta bantuan kepada guru setelah tidak ada dalam satu kelompok yang mampu
memberikan bantuan.

Pemberian kuis
Kuis adalah tes dalam bentuk essay yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk
mengetahui keberhasilan siswa belajar kelompok. Hasil tes digunakan sebagai hasil
perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan dan keberhasilan
kelompok.

Pemberian skor kemajuan (perkembangan) individu


Skor kemajuan individu ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada
seberapa jauh skor kuis terkini melampui rata-rata skor siswa yang lalu.

Penghargaan kelompok
Penghargaan kelompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing kelompok. Predikat
ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok.
Hasil belajar adalah seperangkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang diperoleh siswa setelah
melewati tahapan pembelajaran tertentu. Hasil belajar tersebut diwujudkan dari perubahan
tingkah laku, sikap belajar dan pemahaman siswa. Indikator pencapaian hasil belajar tersebut
tertuang dalam laporan dalam hasil belajar siswa. Sesuai dengan konsep KTSP bahwa hasil
belajar siswa ditunjukan dengan kemampuan siswa menguasai standar kompetensi dengan
indikator KKM yang telah ditetapkan .

1
Garis Besar Langkah Proses Pembelajaran Tipe STAD
Tahap pendahuluan
Pada tahap pendahuluan, guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan
mereka pelajari, tujuan pembelajaran, dan pemberian motivasi agar siswa tertarik pada materi.
a. Guru membentuk siswa kedalam kelompok yang sudah direncanakan.
b. Mensosialisasikan kepada siswa tentang model pembelajaran yang digunakan dengan
tujuan agar siswa dapat mengenal dan memahaminya.
c. Guru memberikan persepsi yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
Tahap Pengembangan
a. Guru mendemonstrasikan konsep atau keterampilan secara efektif dengan menggunakan
alat bantu atau manipulatif lain.
b. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) sebagai bahan diskusi kepada masing-
masing kelompok.
c. Siswa memberikan kesempatan untuk mendiskusikan LKS bersama kelompoknya.
d. Guru memantau kerja dari tiap-tiap kelompok dan membimbing siswa yang
mengalami kesulitan.

Tahap penerapan
a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada dalam
LKS dengan waktu yang ditentukan, siswa diharapkan bekerja secara individu tetapi tidak
menutup kemungkinan mereka saling bertukar pikiran dengan anggota lainnya.
b. Setelah siswa selesai mengerjakan soal, lembar jawaban dikumpulkan untuk dinilai.
c. Guru dan siswa membahas soal-soal LKS.

METODE
Subyek penelitian adalah Siswa kelas IX.B SMP Negeri 12 Tanjung Jabung Timur,
jumlah siswa di kelas ini adalah 31 orang yang terdiri dari 18 orang siswi, dan 13 orang putra.
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan menggunakan dua siklus, setiap siklus
menggunakan langkah-langkah: Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Refleksi.
Proses penelitian tindakan kelas ini dititikberatkan pada peningkatan hasil belajar siswa
melalui proses model pembelajaran tipe STAD. Melalui strategi ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam meraih hasil belajar.

Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik :
a. Angket, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara cepat dari responden dalam
waktu yang singkat.
b. Observasi, hal ini dimaksudkan untuk cross check data yang dikumpulkan melalui angket,
tentang sikap dan perilaku guru selama kegiatan, sehingga diharapkan mendapatkan data
yang akurat.
c. Wawancara, hal ini dimaksudkan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui angket, dan
observasi.

Validasi Data
Agar data yang dikumpulkan valid, maka penulis mengumpulkan data melalui perpaduan antara
angket, observasi, dan wawancara sehingga data yang diperoleh obyektif, valid, dan dapat
dipertanggung jawabkan.

Analisis data
Analisis data yang digunakan pada penelitian adalah analisis kuantitatif dan kualitatif.
Analisis kuantitatif adalah analisis data yang dinyatakan dengan angka. Analisis kualitatif
adalah analisis data yang dinyatakan dengan keterangan yang dilakukan pada data hasil angket,
observasi, dan wawancara. Analisis digunakan terhadap data hasil penelitian tahap awal, siklus
pertama, dan siklus ke dua. Teknik analisis dilakukan dengan membandingkan seberapa besar
selisih nilai yang diperoleh siswa dalam mengikuti ulangan harian dan aktifitas siswa selama
proses pembelajaran pada setiap tahap.

1
Tahap awal
Langkah Tindakan pada Kegiatan tahap awal
a.Menginformasikan kepada kelas IX.B SMPN 12 Tanjung Jabung Timur pada saat proses
pembelajaran akan dimulai bahwa kelasnya dijadikan penelitian.
b.Mengadakan ulangan harian
c.Menganalisis hasil ulangan
d.Mengamati aktifitas siswa baik sikap dan perilakunya selama mengikuti proses
pembelajaran maupun ulangan.
e.Melakukan penelitian

Siklus Pertama
Kegiatan penelitian tindakan kelas dalam siklus pertama dilaksanakan berdasarkan hasil
kegiatan tahap awal. Siklus pertama dengan menggunakan pendekatan STAD dilaksanakan
melalui kegiatan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Penyusunan perencanaan mengacu pada peningkatan hasil belajar siswa mata pelajaran
matematika. Perencanaan penelitian tindakan kelas menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1). Mengkondisikan kelas agar dapat digunakan untuk penelitian tindakan
kelas. 2). Menyiapkan perangkat penelitian, antara lain :
a). Menyusun angket penelitian.
b). Menyusun pedoman observasi.
c). Menyusun pedoman wawancara atau panduan wawancara.
d). Menyiapkan pedoman analisis data.

b.Tindakan
Melaksanakan penelitian tindakan kelas, dengan menggunakan skenario sebagai berikut
1) Membentuk kelompok belajar berdasarkan hiterogenitas jenis kelamin, kemampuan.
2) Memberi penjelasan kepada kelompok tentang materi yang harus didiskusikan, dan yang
dilakukan dalam kelompok.
3) Menugaskan kelompok untuk membuat kesimpulan materi yang didiskusikan dalam
kelompok
4) Membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas diskusi.
5) Rangkuman yang dibuat harus dihubungkan dengan kondisi riil di masyarakat setempat.
6) Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok.
7) Kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi tanggapan hasil kelompok lain.
8) Meminta kelompok mengumpulkan hasil kerja kelompok.
9) Membuat kesimpulan bersama dalam kelas.

c. Pengamatan atau Observasi


Peneliti mengadakan pengamatan atau observasi selama proses pembelajaran dan laporan hasil
kerja kelompok siswa berupa rangkuman hasil diskusi kelompok, meliputi :
1). Reaksi siswa saat menerima tugas mendiskusikan materi.
2). Aktifitas siswa selama diskusi kelompok.
3). Partisipasi siswa dalam membuat laporan hasil kerja.
4). Produk siswa yang berupa laporan hasil kerja kelompok
5). Partisipasi siswa selama diskusi kelas.
6). Partisipasi siswa selama membuat laporan bersama.

d. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi dan wawancara selama kagiatan suklus
pertama, diperoleh data aktifitas dan hasil kerja siswa selama diskusi. Data tersebut digunakan
sebagai dasar untuk menyusun rencana tindakan pada siklus ke dua.
Kegiatan refleksi dilakukan untuk mengetahui kelemahan tindakan siklus pertama,
apakah telah terjadi perubahan atau belum, dan bagaimana cara mengatasi kelemahan-

1
kelamahan yang terjadi pada siklus tersebut, selanjutnya digunakan untuk merencanakan
tindakan siklus ke dua.

Siklus ke Dua
Penelitian tindakan kelas pada siklus ke dua dilaksanakan berdasarkan refleksi dari
pelaksanaan tindakan siklus pertama. Pelaksanaan tindakan siklus ke dua dilaksanakan dengan
tujuan memperbaiki kelemahan - kelemahan tindakan siklus pertama. Adapun langkah-
langkah tindakan siklus ke dua adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan siklus ke dua adalah sebagai berikut :
1) Menyusun rencana atau skenario tindakan ulang berdasarkan evaluasi dan catatan yang
didapat berdasarkan hasil refleksi siklus pertama.
2) Menyiapkan perangkat tindakan berupa lembar pengumpulan data dan perangkat analisis
data.
3) Melaksanakan rencana tindakan siklus ke dua dengan pendekatan STAD.
b.Tindakan
Pada siklus ke dua, peneliti melakukan tindakan yang berupa perbaikan dari tindakan siklus
pertama, dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti siklus pertama yakni
pendekatan CTL yang lebih bervariasi.
c. Observasi atau pengamatan
Kegiatan yang dilakukan pada saat observasi adalah
1) Peneliti melakukan pengamatan atau observasi dengan menggunakan lembar pengamatan
terhadap proses diskusi siswa
2) Mengumpulkan data hasil diskusi siswa baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
d. Refleksi
Kegiatan yang dilakukan pada saat refleksi adalah
1) Memeriksa dan menilai hasil diskusi siswa
2) Mengidentifikasi kelemahan yang timbul pada tindakan siklus ke dua berlangsung
3) Melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap proses dan hasil kerja siswa selama
siklus ke dua.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian merupakan hasil yang diperoleh pada tahap awal, pelaksanaan tindakan
siklus pertama, dan pelaksanaan tindakan siklus ke dua. Hasil penelitian berupa hasil ulangan
harian siswa dan sikap atau perilaku siswa selama diskusi kelompok dan Data pada tahap awal
yang diperoleh melalui angket, wawancara, dan observasi siswa kelas IXB SMPN 12 Tanjung
Jabung Timur sebanyak 31 siswa, menunjukkan hasil sebagai berikut:
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat prestasi belajar siswa
kelas IX.B SMP Negeri I2 Tanjung Jabung Timur pada materi Geometri dan Pengukuran
melalui pembelajaran Tipe STAD (Student Team Achievement Division). Penelitian ini
dilaksanakan dalam 2 siklus, dari hasil observasi diperoleh data kualitatif yang akan
memberikan gambaran tentang kegiatan yang dilakukan siswa dan guru selama proses belajar
mengajar dan hasil tes siswa yang diperoleh berupa data kuantitatif. Data-data tersebut
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode dan rumus yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Adapun analisis data dari tiap-tiap siklus akan diperoleh sebagai berikut :
a. Analisis Data Penelitian Siklus I
1. Data obsevasi aktivitas guru.
Data observasi guru diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan
mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan oleh peneliti yang bertujuan untuk
merekam jalannya proses belajar mengajar. Observasi terhadap aktivitas guru dilakukan
dengan mengamati prilaku guru pada saat proses belajar mengajar. Semua aktivitas guru
yang tampak diberi tanda conteng dalam lembar observasi yang sesuai dengan item yang
tersedia. Adapun hasil data yang diperoleh dari observasi terhadap guru dapat dilihat dalam
tabel berikut:

1
Tabel 1. Data Hasil Observasi Aktifitas Guru Siklus I
Total skor Kategori
7 Aktif

Dari hasil di atas terlihat bahwa total skor aktivitas guru pada siklus 1 sebesar 7 yang
berkategori aktif
2. Data observasi aktivitas siswa.
Data lengkap mengenai aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus I . Berdasarkan banyaknya
siswa dan banyaknya deskriptor pada setiap indikator maka jumlah skor ideal untuk tiap-
tiap indikator adalah 4 sehingga kriteria penggolongan aktivitas belajar siswa dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 2. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I


Banyak Total Skor Kategori
Siswa
31 73 Kurang aktif

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total skor aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar
73 yang berarti bahwa aktivitas belajar siswa berkategori kurang aktif, sehingga pada siklus
selanjutnya perlu ditingkatkan lagi.

3. Data prestasi belajar


Data prestasi belajar siswa siklus I adalah membahas bangun-bangun yang sebangun dan
kongruen. Data lengkap prestasi belajar siswa siklus I, kemudian dianalisis sehingga
diperoleh data seperti berikut:

Tabel 3. Data Hasil Evaluasi Belajar Siklus I

Banyak Total Nilai Banyak Siswa Yang Persentase


Siswa Nilai Rata-Rata Tidak Tuntas Ketuntasan
31 2277 73,45 17 49

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata siswa adalah 73,45 Dari 31 siswa yang
mengikuti tes evaluasi terdapat 14 siswa yang tuntas belajar, persentase ketuntasan belajar
adalah 49%. Nilai masih kurang dari ketuntasan belajar secara klasikal. Hal ini
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa belum mencapai target dari prestasi belajar yang
diinginkan yaitu ketuntasan belajar klasikal yang >65 %. Dan untuk mengetahui dapat
meningkat atau tidaknya prestasi belajar siswa, maka akan dilanjutkan ke siklus II.
Memperhatikan data pada table tersebut ,maka kekurangan yang terdapat pada siklus 1
adalah :

1. Komunikasi dua arah antara guru dan siswa masih kurang


2. Komunikasi dan kerja sama siswa dalam kelompok Nampak kurang. Demikian
siswa yang berkemampuan rendah , enggan bertanya pada Temanya yang
berkemampuan tinggi.
3. Guru kurang membimbing siswa dalam diskusi.
4. Guru kurang mengatur alokasi waktu, sehingga waktu untuk pengerjaan yang tidak
cukup
5. Guru kurang memotivasi siswa dalam membangkitkan minat pada awal pelajaran
Memperhatikan kekurangan di atas, maka rencana perbaikan yang akan dilakukan pada
siklus II adalah:
1. Guru memberikan beberapa pertanyaan dan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya, sehingga komunikasi antara guru dan siswa tercipta.

1
2. Guru mentukan tutor sebaya untuk tiap-tiap kelompok agar mau membantu atau
mengajari temenya yang belum bisa. Guru menekankan kepada siswa bahwa kelompok
yang dikatakan berhasil apabila tiap anggota kelompoknya mengerti atau bias
menjawab pertanyaan yang diberikan
3. Guru lebih aktif memberikan bimbingan kepada tiap kelompok dengan terus
mengoreksi kelompok tiap pelajaran berlangsung
4. Guru mengatur kembali alokasi waktu pengerjaan LKS serta menentukan jumlah soal
dan tingkat kesulitan soal sesuai dengan waktu yang tersedia.
5. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk membangkitkan minat pada pelajaran
yaitu dengan memberikan gambaran tentang kegunaan materi yang sedang dipelajari
dalam kehidupan sehari-hari.

b. Analisis Data Penelitian Siklus II


1. Data Observasi Kegiatan Guru
Observasi terhadap aktivitas guru dilakukan dengan mengamati prilaku guru pada saat
proses belajar mengajar berlangsung. Berdasarkan hasil observasi pada siklus II skor rata-
rata aktivitas guru dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Data Hasil Observasi Aktifitas Guru Siklus II

Total skor Kategori


9 Sangat aktif

Dari hasil data diatas terlihat bahwa total skor pada siklus II adalah 9 dan berkategori
sangat aktif.
2. Data Observasi Aktivitas Siswa
Berdasarkan hasil observasi dari skor rata-rata siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Data Hasil Observasi Aktifitas Belajar Siswa Siklus II


Banyak Siswa Total Skor Kategori
31 80 aktif

Dari tabel di atas terlihat bahwa total skor aktivitas belajar siswa pada siklus II sebesar 80
yang berarti bahwa aktivitas belajar siswa sudah berkategori aktif.
3. Data Prestasi Belajar
Berdasarkan prestasi belajar setelah dianalisis diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 6. Data Hasil Evaluasi Belajar Siklus II


Banyak Total Nilai Banyak Persentase
Siswa Nilai Rata- Siswa Yang Ketuntasan
Rata TidakTuntas
31 2444 78,83 4 87

Data diatas menunjukkan bahwa persentase siswa yang mendapat nilai minimal
27. (ketuntasan minimal) adalah 87 %. Karena ketuntasan klasikal tercapai jika banyak-
nya siswa yang tuntas ≥ 65.%, maka hasil penelitian pada siklus II sudah tercapai
ketuntasan belajar secara klasikal, ini berarti bahwa proses pembelajaran pada siklus II
sudah dapat dikatakan berhasil.
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa terdapat peningkatan yang signifikan
dari hasil prestasi belajar siswa yang kurang pada siklus I sudah dapat ditingkatkan pada
siklus II, dengan demikian ini menunjukkan bahwa tujuan yang diharapkan yaitu
meningkatkan prestasi belajar siswa tercapai.
Dari tindakan siklus II ternyata target yang ditetapkan oleh kurikulum sudah
tercapai. Dengan demikian, maka pada siklus berikutnya dapat dihentikan karena telah
diperoleh informasi –informasi yang cukup untuk mengambil beberapa keputusan
sehubungan dengan target penelitian ini. Walaupun demikian namun masih ada beberapa

1
siswa yang masih dibawah target, maka perlu mendapat perhatian penanggulangan
khusus dari guru bidang studi yang bersangkutan.
Penelitian ini dilaksanakan sesuai prosedur penelitian tindakan kelas yang telah
ditetapkan dengan diawali pada perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi sampai
refleksi.
Berdasarkan analisis data, pelaksanaan tindakan pada siklus I menunjukan
bahwa nilai rata-rata kelas sebesar 73,45. dan persentase ketuntasan klasikal adalah 45%.
Hasil ini belum mencapai ketuntasan klasikal yaitu 65% atau lebih. Adapun untuk hasil
observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I diperoleh bahwa skor rata-rata aktivitas
belajar siswa adalah 7 dengan total skor sebesar 73 yang tergolong dalam kategori
kurang aktif. Hasil penelitian pada siklus I menunjukan bahwa prestasi belajar siswa
masih kurang dan aktivitas belajar siswa juga masih rendah.
Karena ketuntasan belajar pada siklus I belum tercapai, maka pelaksanaan
tindakan dilanjutkan ke siklus II dengan melakukan perbaikan-perbaikan dan penyem-
purnaan kekurangan-kekurangan pembelajaran tipe stad pada siklus I.
Setelah melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran, dari hasil analisa
pada siklus II diperoleh nilai rata – rata kelas sebesar 78,83 dan persentsae ketuntasan
klasikal sebesar 87%. Pada hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh skor rata –
rata aktifitas siswa adalah 9 dengan total nilai sebesar 100 yang tergolong aktif. Data ini
menunjukan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor pada aktivitas siswa dan
peningkatan nilai prestasi belajar siswa jika dibandingkan dengan siklus sebelumnya.
Dan setelah dianalisis dengan menggunakan ketuntasan klasikal dan nilai rata-rata,
maka prestasi belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan.

SIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh dalam pembelajaran tipe STAD dapat dilihat bahwa
pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX B SMPN 12 Tanjung Jabung
Timur pada materi Geometri dan Pengukuran. Karena dalam pembelajaran siswa dapat saling
membantu memahami pembelajaran dan memperbaiki jawaban teman serta kegiatan lainnya
dengan mencapai tujuan belajar bersama

DAFTAR RUJUKAN
Furdyartanto, KBS.2003.Psikologi Pendekatan Pendidikan Baru. Yogjakarta: Global Pustaka
Utama
Subanji. 2010. Matematika Sekolah dan Pembelajarannya. J-TEQIP
Wena,M, 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional. Jakarta: Bumi Aksara

PENERAPAN MODEL GROUP INVESTIGATION


BERBASIS LS DALAM MENGHITUNG
LUAS PERMUKAAN BOLA
SISWA SMP NEGERI MANGGARAI BARAT
Paulinus Rodi
SMP Negeri 2 Mbeliling Manggarai Barat

Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik pembelajaran Group


Investigation pada kegiatan lesson study di MGMP tingkat SMP Negeri 1 Ndoso dalam
membelajarkan materi menghitung luas permukaan bola. Kegiatan ini dilakukan di kelas
IXA, yang siswanya berjumlah 31 siswa terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 23 siswa
perempuan. Kegiatan lesson study dilakukan dalam tiga langkah plan, do, dan see.
Berdasarkan hasil refleksi ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1) pentingnya pembelajaran
kooperatif, (2) perlunya pengelolaan kelas yang baik, (3) pentingnya mengomptimalkan
penggunaan media manipulatif, (4) perlu memperhatikan beban mental siswa.

Kata Kunci: lesson study LS), bola, group investigation


1
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas guru, karena sesungguhnya guru memiliki
peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah. Peran guru dalam kelas adalah
sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa agar dapat belajar secara efektif dan efisien.
Olehnya itu guru harus berperan untuk dapat mendorong siswa untuk belajar. Dalam mendorong
siswa untuk belajar guru dituntut professional dengan memiliki penguasaan materi, pemilihan
model dan metode yang tepat, media dan assesmen, serta memiliki wawasan yang luas terhadap
bidang studi yang diajarkan.
Untuk dapat menjadi guru yang professional tentu tidak terjadi begitu saja. Ada begitu
banyak faktor tetapi salah satunya melalui peningkatan kompetensi guru baik dalam bentuk
seminar, workshop maupun pelatihan guru dalam jabatan atau in-service teacher training
(INSET). Adapun tujuan umum INSET adalah membantu guru memperbaiki kualitas mengajar
untuk meningkatkan karir profesionalnya dengan mendorong mereka untuk selalu bekerja sama
antar mereka sendiri (Noor dalam Ibrohim, 2013).
Salah satu program yang sedang dikembangkan sekarang dalam meningkatan
profesionalisme guru adalah melalui suatu kegitan yang disebut lesson study. Lesson study
sebenarnya bukan metode pembelajaran atau pendekatan pembelajaran, tetapi suatu model
pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan
kontinu berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas yang saling membantu dalam belajar untuk
membangun komunitas belajar (Ibrohim, 2013). Tujuannya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dan kompetensi guru melalui pengkajian pembelajaran yang dilakukan secara
kolaboratif dan berkelanjutan. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah mendeskripsikan
keterlaksanaan LS untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika SMP di Kabupaten
Manggarai Barat.

PEMBAHASAN
Program TEQIP (Teacher Quality Improvement Program) adalah kegiatan peningkatan
kualitas guru SD dan SMP Sabang sampai Marauke melalui in-service training dengan pola
Trainng of Trainer (TOT). Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah terbentuknya guru-
guru bermutu yang dapat menjalankan tugasnya secara professional (Suswinto, dkk, 2013).
Guru professional tentu guru yang menyadari bahwa tugasnya menciptakan keadaan
pebelajar agar ia mampu untuk belajar sendiri, artinya guru tidak sepenuhnya mengajarkan
suatu bahan ajar kepada pebelajar, tetapi guru dapat membangun pebelajar yang mampu belajar
dan terlibat aktif dalam belajar (Ahmadi dan Amri, 2011). Pembelajaran yang mengutamakan
keaktifan siswa disebut pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa bisa terlibat aktif dalam
pembelajaran apabila siswa diberi ruang dan waktu untuk dapat membangun, menemukan,
mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dibenaknya. Menurut pandangan konstruktivisme
(Slavin dalam Ahmadi dan Amri, 2011) menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan
suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita
melalui pengalaman dan interaksi mereka dan menekankan peran aktif siswa dalam membangun
pemahaman mereka tentang realita.
Salah satu pendekatan kontruktivisme dalam pembelajaran adalah pembelajaran
kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran dila-kukan dengan diskusi kelompok,
sehingga siswa saling berinteraksi dalam melakukan diskusi. Akibat dari siswa saling
berinteraksi, maka pembelajaran akan berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator.
Pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran lebih diutamakan pada proses dan partisipasi
siswa, sehingga siswa memiliki ruang dan waktu untuk dapat mengeksperikan kemampuannya
dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang didiskusikan. Pembelajaran kooperatif sudah
banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Misdi (2012)
menunjukkan pembelajaran kooperatif think-pair share dapat meningkatkan hasil belajar IPA
kelas VI SD. Begitupun penelitian yang dilakukan oleh Mardiatun (2012) menyimpulkan
penerapan cooperative STAD dalam pembelajaran IPA di kelas V SDN 012 Tanjung Pinang
Barat dapat menambah semangat belajar yang tinggi siswa. Masih banyak lagi penelitian-
penelitian yang menunjukkan penerapan model pembelajaran kooperatif yang dapat

1
meningkatkan hasil belajar, keaktifan siswa, semangat belajar, dan lain-lain. Begitupun dengan
model pembelajaran kooperatif tipe group investigation.
Pembelajaran kooperatif pada umumnya, juga pembelajaran cooperative tipe group
investigation, adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis
(Jauhar, 2011). Pembelajaran kontruktivis merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Siswa sendiri yang mengkonstruksikan pengetahuan lewat diskusi kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugasnya, setiap siswa dalam kelompok harus
saling bekerja sama, berbagi dan saling membantu dalam memahami suatu materi ataupun
persoalan yang didiskusikan. Kelas dibagi dalam kelompok yang heterogen baik dari
kemampuan, jenis kelamin, dan suku. Guru hanya sebagai motivator dan konsultan. Siswa
sendiri yang menentukan dan menyelesaikan suatu masalah, sehingga siswa dituntut untuk
proaktif, kreatif, inovatif, semangat, dan cermat dalam menyelesaikan suatu masalah.
Kenyataan di lapangan masih banyak pembelajaran berpusat pada guru. Kecendrungan
guru menggunakan metode ceramah sehingga siswa hanya menghafal suatu konsep dan tidak
menggunakan media pembelajaran dalam membelajarkan suatu materi. Hal ini juga yang terjadi
di SMP Negeri 1 Ndoso. Pembelajaran masih berpusat pada guru, akibatnya siswa pasif,
menjadi penghafal konsep, siswa menjadi pendengar, tidak semangat, cenderung pendiam dan
setiap diberikan tes atau PR selalu nilainya di bawah KKM yang telah ditetapkan. Semua hal ini
diketahui dari hasil wawancara dengan kepala sekolah saat melakukan supervisi guru di kelas
dan dari guru mata pelajaran. Itu sebabnya kepala sekolah membuat MGMP tingkat sekolah
berbasis lesson study. Dengan harapan dengan MGMP ini, para guru dapat menyusun perangkat
pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Pada saat dilakukan open class, guru model menerapkan pembelajaran cooperative tipe
group investigation (GI). Menurut Sharan (dalam Subanji, 2013), langkah-langkah GI sebagai
berikut: (a) guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen, (b) guru menjelaskan
maksud pembelajaran dan tugas kelompok, (c) guru memanggil ketua kelompok dan setiap
kelompok mendapat tugas yang berbeda dari kelompok lain, (d) masing-masing kelompok
membahas materi yang sudah ada secara kooperatif yang bersifat penemuan, (e) setelah diskusi,
siswa memilih juru bicara kelompok untuk menyajikan hasilnya, (f) guru mengulas kembali
secara singkat dari diskusi sekaligus memberikan kesimpulan, (g) guru memberikan kuis, (h)
pengumuman pemenang, dan (i) penutup.
Adapun kelebihan dari model pembelajaran GI adalah: (1) pembelajaran berpusat pada
siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan dan motivator sehingga siswa
berperan aktif dalam pembelajaran. (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling
bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang,
setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan
beragumentasi dalam memahami suatu materi pelajaran serta memecahkan suatu permasalahan
yang dihadapi kelompok. (3) pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation
siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi.

Pelaksanaan Lesson Study


MGMP tingkat sekolah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ndoso. Pelaksanaannya
berlangsung selama tiga hari dari tanggal 17 – 19 Oktober 2013. Setiap hari kegiatannya
berlangsung dari jam 07.30 -20.00. Diikuti oleh 17 orang guru. Jadwal yang dibuat panitia, pada
tanggal 17 Oktober 2013, materi yang disampaikan dalam MGMP adalah lesson study, dan
model-model pembelajaran yang dibawakan oleh para trainer. Pada tanggal 18 Oktober 2013
penyusunan perangkat pembelajaran dan pembuatan media serta peer teaching, dan pada
tanggal 19 Oktober 2013, dilakukan real teaching dan diakhiri oleh refleksi per mata pelajaran
dan penutup.
1. Plan (Perencanaan)
Tahap plan (perencanaan) yang dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2013. Yang
dilakukan pada tahap ini adalah: (1) menentukan standar kompetensi (SK) dan kompetensi
dasar (KD) yang akan diopen classkan , (2) menyusun RPP secara kolaboratif, (3) memilih
model pembelajaran yang sesuai, (4) menentukan dan membuat media yang akan
digunakan, (5) menentukan guru model yang akan tampil pada saat peer teaching dan real
teaching .

1
Pada awal penyusunan RPP, kepala sekolah menegaskan untuk membuat RPP sesuai
dengan batasan materi yang dibelajarkan oleh siswa. Itu sebabnya standar kompetensi yang
dipilih yaitu memahami sifat – sifat tabung, kerucut dan bola serta menentukan ukurannya,
dengan kompetensi dasar menentukan luas selimut tabung, kerucut dan bola. Berdasarkan
kompetensi dasar ini dirumuskan tujuan pembelajaran:
(1) Setelah mempelajari materi ini dengan baik siswa diharapkan mampu menentukan
rumus luas permukaan bola, dan (2) siswa dapat menghitung luas permukaan bola. Sesuai
dengan karakter materi, karakter siswa dan media pembelajaran yang tersedia disepakati
untuk menggunakan model pembelajaran group investigation (GI).

2. Do (Pelaksanaan)
Real teaching dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2013 jam 07.30 – 09.30 waktu
setempat dengan materi menghitung luas permukaan bola. Guru model
mengimplementasikan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran
group investigation.
Pada awal pembelajaran guru model memberikan salam dan mengecek kehadiran siswa,
mengkondisikan dan memusatkan perhatian siswa dengan menunjukkan sebuah bola.
Kemudian siswa diminta mengacungkan tangan bagi siswa yang hobinya bermain bola dan
ternyata siswa kebanyakan yang hobinya bermain bola (bola volley dan bola sepak). Pada
tahap apersepsi guru meminta salah satu siswa untuk memotong/membelah bola yang
dipegang guru menjadi dua bagian yang sama. Kemudian guru mengambil sebuah kertas
menutupi salah satu belahan bola tadi dan menunjukkan kepada siswa serta meminta
mereka menyebutkan bangun datar apa yang anda lihat setelah belahan bola yang telah
dipotong ditutup dengan kertas. Spontan siswa menjawab secara serempak lingkaran. Lalu
guru bertanya lagi, kalau begitu siapa yang masih ingat rumus luas lingkaran? Secara
serempak lagi siswa menjawab πr2. Setelah itu guru menyampaikan materi yang akan
dibelajarkan siswa dan menyampaikan tujuan pembelajarannya.
Pada kegiatan inti, guru meletakkan suatu bola yang telah dililitkan setengahnya dengan
tali nilon di atas sebuah meja yang telah disediakan sebelumnya di depan kelas.
Selanjutnya guru membagi siswa kedalam empat kelompok secara heterogen yang
berjumlah 7 – 8 siswa perkelompok. Sebelum LKS dibagikan guru model menjelaskan
langkah kerja yang harus dilakukan. Kemudian guru meminta ketua kelompok masing-
masing ditambah 2 orang untuk maju ke depan kelas mendekati meja yang telah diletakkan
sebuah bola yang setengahnya dililitkan tali nilon, dan meminta dua orang siswa membuka
lilitan tali nilon tersebut dan melilitkan kembali pada lingkaran-lingkaran yang telah dibuat
yang merupakan hasil jiplakkan bekas potongan belahan bola tadi hingga dua lingkaran
penuh dengan lilitan tali tersebut. Guru menempelkan di papan tulis hasil lilitan tadi dan
meminta masing-masing kelompok mendiskusikan hal tersebut dengan berpedoman pada
LKS yang sudah dibagi.
Selesai diskusi, guru model meminta salah satu juru bicara masing-masing kelompok
mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Guru model mengulas
kembali materi yang didiskusikan secara singkat sekaligus menyimpulkannya dan
memberikan pujian kepada semua kelompok yang telah mempersentasikan hasil
diskusinya dengan baik. Pada kegiatan terakhir guru memberikan kuis secara individu dan
mengumumkan pemenangnya. Para guru yang lain sebagai observer yang mengamati
segala aktifitas siswa.
3. See (Refleksi)
Pada tahap see ini, para observer yang terdiri dari teman sejawat menyampaikan hasil
pengamatannya. Refleksi dipimpin oleh moderator. Moderator mengawali kegiatan dengan
memberikan ucapan selamat kepada guru model. Selanjutnya moderator memberikan
kesempatan kepada guru model untuk mengungkapkan perasaannya dan menyampaikan
kesan ketika melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Guru model merasakan
pembelajaran berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkannya, siswa dapat
berinteraksi, siswa dapat menemukan rumus luas permukaan bola, dan siswa sangat
antusias dan semangat dalam diskusi kelompok, dan paling penting guru model merasa
bahwa betapa pentingnya media pembelajaran dan betapa pentingnya pemilihan suatu

1
model pembelajaran dalam membelajarkan suatu materi di dalam proses pembelajaran
serta lesson study sangat-sangat baik jika dilakukan karena segala kekurangan guru model
akan diperbaiki oleh masukan-masukan para observer sehingga guru model dapat
memperbaiki diri untuk pembelajaran yang akan datang bahkan guru model berjanji untuk
selalu mencoba menerapkan lesson study untuk pemebelajaran berikutnya. Untuk
kekurangannya yang dirasakan oleh guru model penggunaan waktu yang kurang baik dan
sistem pembagian kelompok karena kelompok IV, siswa laki-lakinya hanya satu orang
sehingga dia minder dan malu yang akibatnya siswa tersebut terlihat pasif dalam diskusi
kelompok. Observer mencatat seluruh hasil pengamatan dan menyampaikan hasil
pengamatannya.

Hasil Lesson Study


Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi para observer ditemukan hal-hal berikut ini:
1. Kesiapan belajar.
Pada awal pelajaran siswa sangat siap untuk menerima pelajaran. Hal ini ditandai siswa
mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru model, juga setiap pertanyaan dari guru
model siswa dengan penuh semangat mengacungkan tangan beramai-ramai dan menjawab
pertanyaan guru model dengan benar.
2. Interaksi belajar
Interaksi siswa dengan siswa dan interaksi antar siswa dengan guru serta interaksi siswa
dengan media pembelajaran.
Pada saat pelajaran dimulai sudah terjadi interaksi siswa dengan guru model. Hal ini
disebabkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru model dan siswa dengan penuh
semangat menjawab setiap pertanyaan dengan baik. Interaksi terjadi hingga pelajaran usai.
Begitupun interaksi siswa dengan siswa dan interaksi siswa dengan media pembelajaran
terjadi pada saat diskusi kelompok berlangsung dan pada saat masing-masing kelompok
mempersentasikan temuan/hasil diskusinya di depan kelas. Sekalipun masih ada beberapa
siswa yang sibuk dengan aktifitasnya sendiri.
3. Siswa yang tidak belajar
Sebagian besar siswa dapat belajar dengan baik. Hanya saja siswa pada kelompok IV
yang bernama Hiro selalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri bahkan pada awal pembagian
kelompok diskusi dia terlihat tidak semangat dan paling terakhir bergabung dengan anggota
kelompoknya yang lain. Tiga orang siswa laki-laki pada kelompok I saling bercerita dan
saling mengganggu. Terutama pada saat masing-masing kelompok mempersentasikan hasil
diskusinya di depan kelas.
4. Mengapa siswa tersebut tidak belajar?
Untuk Hiro disebabkan oleh karena hanya dia sendiri siswa laki-laki dalam
kelompoknya, sehingga dia merasa malu dan tidak percaya diri. Sedangkan untuk tiga siswa
laki-laki pada kelompok I karena mereka duduk berdekatan sehingga saling mengganggu.
Juga disebabkan kurangnya perhatian dari guru model dan kurangnya media pembelajaran.
5. Upaya guru mengatasi siswa yang tidak belajar.
Upaya yang dilakukan oleh guru model untuk mengatasi ketiga siswa laki-laki pada
kelompok I yang mengalami gangguan belajar dengan memberikan pertanyaan untuk
mereka jawab secara bergantian dan menegur mereka agar mengikuti pelajaran dengan baik.
Sedangkan untuk Hiro guru model memberikan motivasi agar dia tidak malu karena semua
siswa yang ada dalam kelompoknya temannya dan mempunyai tujuan yang sama.
6. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang mengalami gangguan dalam
belajar.
Perlunya pembagian kelompok yang agak seimbang antara siswa laki-laki dan siswa
perempuan, pengaturan tempat duduk yang baik sehingga siswa tidak saling mengganggu,
penguasaan kelas yang baik oleh guru agar siswa yang mengalami gangguan dalam belajar
ditegur atau diperhatikan. Perlu pula memberikan motivasi, memberi dorongan agar siswa
semangat dalam belajar dan melakukan pendekatan individu yang intens. Yang lebih
penting media pembelajaran sekurang-kurangnya setiap kelompok memiliki.
7. Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup?

1
Dalam kegiatan penutup siswa dan guru secara bersama membuat kesimpulan terkait
materi yang telah dipelajari dengan memberikan pertanyaan terkait materi yang telah
dipelajari siswa, memberikan PR dan memberikan penguatan bagi siswa yang telah belajar
dengan baik dan memberikan motivasi kepada siswa yang mengalami gangguan belajarnya.
8. Pengalaman berharga yang diperoleh.
Pengalaman berharga yang diperoleh adalah penggunaan media pembelajaran (bola
yang dililitkan tali) sangat baik untuk membelajarkan materi menghitung luas bola. Lesson
study sangat baik dalam membelajarkan suatu materi kepada siswa karena segala
kekurangan dapat diketahui berdasarkan hasil pengamatan dari para observer dan
penggunaan model pembelajaran cooperative tipe group investigation (GI) sangat baik
untuk diterapkan dalam membelajarkan materi menghitung luas bola.

Diskusi
Melalui kegiatan lesson study ini kita mendapatkan beberapa hikmah diantaranya:
1. Pentingnya pembelajaran secara kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan
paham kontruktivisme (Jauhar, 2011: 52). Pada pembelajaran kooperatif siswa dituntut
untuk bisa mengkontruksikan sendiri pengetahuan, siswa dituntut untuk saling kerja sama
dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Begitupun dengan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation, belajar dikatakan belum selesai jika salah
satu teman dalam kelompoknya belum menguasai bahan pelajaran. Dalam diskusi kelompok
siswa terkadang kurang mengerti bagaimana diskusi kelompok itu sebenarnya, sehingga
yang terjadi hanya sebagian besar saja anggota kelompok yang berdiskusi dengan baik dan
yang lainnya sibuk dengan urusannya sendiri. Padahal kelompok diskusi itu suatu tim yang
memiliki tujuan yang sama.
Menurut Lungdren (dalam Jauhar, 2011: 53), unsur-unsur dasar dalam pembelajaran
kooperatif adalah: (a) para siswa harus memiliki persepsi yang sama bahwa mereka
“tenggelam atau berenang bersama”, (b) para siswa harus memiliki tanggung jawab
terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap
diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi, (c) para siswa harus memiliki
padangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama, (d) para siswa membagi tugas dan
berbagi tanggung jawab dianatara para anggota kelompok, (e) para siswa diberikan evaluasi
atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok, (f) para siswa
berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama
belajar, dan (g) setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Olehnya itu, perlu guru memberikan
pengarahan dan motivasi terkait hal-hal yang harus dilakukan dalam diskusi kelompok.
2. Perlunya pengelolaan kelas yang baik.
Berkaitan dengan penciptaan ruangan kelas yang kondusif, sangat diperlukan
manajemen pembelajaran dengan mengaplikasikan teori belajar. Teori belajar stimulus-
respon berlaku dalam kegiatan pembelajaran. Yang terjadi, ketika kelompok
mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, masih ada anggota kelompok
lain yang bermain atau bergurau dan dibiarkan oleh guru, maka siswa tersebut akan terbiasa
melakukan hal semacam itu. Olehnya itu, guru dan siswa perlu membuat aturan atau
kesepakatan untuk memfokuskan perhatian siswa misalnya, sapaan “matematika” dan siswa
menjawab secara bersama “yes”, setelah itu kelas sepakat untuk diam dan memperhatikan
penjelasan.
Perlu juga memberikan penguatan (reinforcement) bagi siswa yang bekerja dengan
sungguh-sungguh dan menghasilkan pekerjaan yang benar. Sebaliknya siswa yang tidak
disiplin perlu mendapatkan punishment. Dengan demikian mereka mendapatkan penguatan
agar bertambah semangat dan merasa karya mereka tidak sia-sia dan dihargai sehingga
mereka pasti memepertahankan hal itu. Sedangkan bagi siswa yang tidak mendapatkan
penguatan sesungguhnya itu sebuah hukuman tersendiri bagi mereka.
3. Pentingnya mengomptimalkan penggunaan media manipulatif.
Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran (Jauhar,
2011: 97). Pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu

1
sistem, maka media pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam sistem
pembelajaran.
Tanpa media pembelajaran, proses pembelajaran sebagai proses komunikasi tidak
bisa berlangsung secara optimal. Olehnya itu guru perlu menyiapkan media pembelajaran
yang cukup pada saat membelajarkan suatu materi terutama materi menghitung luas bola.
Sekurang-kurangnya guru menyiapkan bola yang sudah dililitkan tali/benang
sebanyak jumlah kelompok dan usahakan ukuran bola berbeda untuk setiap kelompoknya,
sehingga siswa dalam kelompok bisa mempraktekkan sendiri tanpa hanya diam
memperhatikan media yang ada di papan tulis. Demikian siswa menyakini bahwa rumus
luas permukaan bola adalah empat kali luas lingkaran, sekalipun ukuran bolanya berbeda-
beda.

4. Perlunya memperhatikan beban mental siswa.


Dalam pembelajaran ada-ada saja perilaku siswa yang mengganggu belajarnya. Hal
ini bisa terjadi karena secara mental mereka beban. Beban karena tidak mengertinya suatu
konsep/materi/soal. Olehnya itu guru perlu jeli/cermat memperhatikan hal ini. Jika
dibiarkan tentunya siswa merasa tidak diperhatikan dan terus melakukan hal tersebut dan
guru perlu memberikan bantuan (scaffolding) jika siswa mengalami kesulitan dalam
belajarnya.

SIMPULAN
Pembelajaran materi menghitung luas permukaan bola di kelas IXA SMP Negeri 1
Ndoso Manggarai Barat: pengalaman praktik musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) tingkat
sekolah berbasis lesson study dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Guru model lebih percaya diri dalam membelajarkan suatu materi terutama materi
menghitung luas permukaan bola.
2. Guru model meyakini model pembelajaran cooperatif tipe group investigation lebih cocok
diterapkan dalam membelajarkan materi menghitung luas permukaan bola.
3. Siswa kelas IXA SMP Negeri 1 Ndoso Manggarai Barat sangat antusias, semangat, dan
sangat termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran Matematika.

DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, K.I. & Amri, S,. 2011. PAIKEM GEMBROT: Mengembangkan Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Ibrohim, 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG/MGMP. Malang. Universitas
Negeri Malang.
Jauhar, M. 2011. Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik: Sebuah
Pengembangan Pembelajaran Berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning).
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Mardiatun. 2012. Pembelajaran Cooperative STAD Dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SDN
012 Tanjung Pinang Barat: Pengalaman Lesson Study Pada Kegiatan On going TEQIP
2012. Malang: Universitas Negeri Malang.
Misdi. 2012. Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Kelas VI SD. Malang: Universitas Negeri Malang.
Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri
Malang
Suswinto, dkk. 2013. Pedoman Umum TEQIP. Malang: Universitas Negeri Malang.

1
PENINGKATAN PEMAHAMAN KESEBANGUNAN DUA BANGUN
DATAR MELALUI ALAT PERAGA BAGI SISWA
KELAS IX B SMPN 2 MELIAU
Puryanti
SMPN 2 Meliau Kabupaten Sanggau

Abstrak: Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dan
mendasar untuk dipelajari di Sekolah Menengah Pertama. Matematika sering kali masih
merupakan mata pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan. Pengalaman saya selama
mengajarkan Kesebangunan Dua Bangun Datar, sering kali menemukan siswa mengalami
kesulitan terutama untuk mengidentifikasi dua bangun datar yang memiliki panjang sisi
yang berbeda dan besar sudut yang berbeda. Siswa juga masih mengalami kesulitan
membuat perbandingan dari panjang sisi-sisi yang diketahui. Hal ini ditemukan dari hasil
pekerjaan siswa rata-rata dibawah nilai ketuntasan yaitu 67. Saya sebagai guru sudah
semestinya mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu cara yaitu dengan
menggunakan alat peraga. Dengan alat peraga diharapkan siswa lebih memahami konsep
kesebangunan bangun datar, serta dapat mengidentifikasi dua bangun datar. Penelitian ini
menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang terdiri dari dua Siklus yaitu
Siklus I dan Siklus II. Hasil tes akhir siswa Siklus I diperoleh dengan nilai rata-rata
60,69,dan pada Siklus II di peroleh hasil dengan nialai 99,30. Maka terdapat peningkatan
hasil belajar siswa antara Siklus I dan Siklus II sebesar 38,61.

Kata Kunci: Pemahaman, Kesebangunan, Bangun Datar, Alat Peraga

Sudah tidak rahasia lagi bahwa belajar pada mata pelajaran matematika sangat tidak
menyenangkan, bahkan menjadi momok bagi sebagian besar siswa saat menghadapi Ujian
Sekolah atau Ujian Nasional. Tidak mengherankan pula jika nilai pada mata pelajaran ini ini
rendah dibanding dengan beberapa pelajaran lain. Hal inilah terjadi pada siswsa SMP Negeri 2
Meliau. Ketidak mampuan siswa mencapai nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
pada setiap Kompetensi Dasar (KD) yaitu 67, yang merupakan penyebab dasar turunnya nilai
pelajaran Matematika di SMP Negeri 2 ini.
Berdasarkan gejala di atas dapat dipastikan ada unsur dalam proses belajar mengajar
yang kurang berfungsi secara maksimal. Selama ini kegiatan belajar mengajar pada pelajaran
Matematika di SMP Negeri 2 menggunakan metode ceramah. Metode ini hanya berjalan satu
arah. Akibatnya siswa kurang aktif dan cendrung menerima saja apa yang dijelaskan guru.
Dengan demikian metode belajar ceramah ini kurang efektif untuk diterapkan dalam proses
belajar mengajar matematika.
Pemilihan metode mengajar yang kurang tepat atau kurang cermat seperti yang
terjadi pada siswa kelas IX B SMP Negeri 2 Meliau ini bedampak sangat signifikan pada hasil
belajar siswa. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar matematika guru hendaknya
memperhatikan metode dan ketrampilan yang ia pergunakan. Selain itu juga guru harus bisa
menciptakan suasana belajar yang lebih menarik, menciptakan lingkungan belajar yang
membuat siswa aktif khususnya dalam mengajar siswa SMP Negeri 2 Meliau. Keaktifan siswa
ini merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Untuk menciptakan keaktifan tersebut adalah
dengan memberikan variasi dalam interaksi belajar, contoh belajar secara klasikal, kerja
kelompok, diskusi kelompok. Kelas yang membosankan akan mempengaruhi terhadap prestasi
belajar siswa. Menurut Hamzah B.Uno (http://kafeguru.blogspot.com/2009/01/model-
pembelajaran.htm),istilah pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan
(desain) sebagai upaya untuk pembelajaran siswa. Oleh karena itu dalam belajar siswa tidak
hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi siswa juga diharapkan
untuk bisa berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar atau media pembelajaran yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Media pembelajaran sebagai salah satu sarana dalam menyampaikan imformasi dari
guru kepada siswa dan merupakan alat bantu yang mujarab dalam membangun dan
meningkatkan pemahamam siswa terhadap materi yang diberikan atau yang disampaikan oleh
1
guru. Selama ini yang sering terjadi banyak guru yang belum mempergunakan dalam proses
kegiatan belajar mengajar dengan bantuan media pembelajaran. Sehingga sering kali materi
yang disampaikan tidak terserap dengan baik dan pada akhirnya siswa tidak bisa menggunakan
materi tersebut pada materi selanjutnya. Maka alat peraga sebagai salah satu media
pembelajaran yang bisa memberi manfaat yang besar bagi guru dalam menyamakan persepsi
dan pandangan siswa akan suatu permasalahan secara bersama dan seimbang. Menurut
Estiningsih (1994) alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengaandung atau
membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. Alat peraga merupakan salah satu komponen
penentu efektivitas belajar. Alat peraga mengubah materi ajar yang abstrak menjadi kongkit dan
realistik. Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep agar anak
mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang dipelajari. Dengan melihat, meraba, dan
memanipulasi alat peraga maka anak mempunyai pengalaman nyata dalam kehidupan tentang
arti konsep. Dengan kata lain, tujuan penggunaan alat peraga adalah untuk mendemonstrasikan
konsep yang abstrak kedalam bentuk visual. Dalam proses pembelajaran alat peraga berfungsi:
1. Memecah rangkaian pembelajaran ceramah yang menoton
2. Membumbui pembelajaran dengan humor untuk memperkuat siswa belajar
3. Menghibur siswa agar pembelajaran tidak membosankan.
4. Memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara kongkrit.
5. Melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian pengalaman nyata.

METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMP Negeri 2 Meliau kabupaten Sanggau,
dengan mengambil subyek penelitian adalah siswa kelas IX B tahun pelajaran 2012/2013
dengan jumlah siswa 29 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 16 perempuan. Pelaksanaan
penelitian tindakan kelas dilakukan pada bulan Juli sampai bulan September pada semester
ganjil tahun pelajaran 2012/2013 dengan materi Kesebangunan dan Kekongruenan yang
mencakup kesebangunan dua atau lebih bangun datar.
Penelitian ini menggunakan metode PTK, dengan peneliti berperan dalam kegiatan
penelitian sebagai pengajar. Kemudian di bantu oleh teman sejawat sebagai obsever. Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran dalam beberapa Siklus secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip-prinsip kesejawatan dan saling membutuhkan (Suharsimi
Arikunto,2006:23). PTK ini dilaksanakan dalam dua siklus. Masing–masing siklus terdiri dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi (I Wayan Dasna, 2013:18).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Siklus I
Kegiatan pembelajaran pada Siklus I adalah mengidentifikasi dua bangun datar yang
sebangun. Pada pelaksanaan pembelajaran ini Peneliti (guru) di dampingi oleh satu orang guru
sebagai kolaborator untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung dikelas
IX B SMP Negeri 2 Meliau. Adapun kegiatan yang dilakukan pada Siklus I adalah di mana
sebelum pelaksanaan pembelajaran, Peneliti membagi kelompok diskusi terlebih dahulu yang
terdiri dari 6 kelopmpok, yang masing-masing kelompok memiliki jumlah 4-5 siswa yang
heterogen. Pada saat pembagian kelompok masih ada siswa yang tidak mau bergabung dngan
kelompok yang sudah di tentukan oleh guru, mereka menginginkan agar kelompoknya adalah
teman sebangkunya. Tapi setelah dijelaskan oleh guru, barulah mereka bergabung dengan
kelompok yang sudah ditentukan. Kemudian guru menjelaskan cara mengidentifikasi dua
bangun datar yang sebangun. Pada saat guru menjelaskan ada beberapa siswa yang masih
bercanda dengan teman sebangkunya mereka tidak serius dalam belajar (Fauzi Nanda dan Yogi
Yulhandi). Tapi setelah guru menegur, barulah mereka memperhatikan. Setelah guru
menjelaskan masih ada beberapa siswa yang belum memahami cara mengidentifikasi dua
bangun datar. Kemudian guru membagikan alat peraga bangun datar (Persegi Panjang, Jajar
Genjang) dengan ukuran yang berbeda.Guru membagikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS),
penggaris dan busur pada setiap kelompok. Guru meminta setiap kelompok untuk mengisi LKS
yang memuat langkah-langkah mengidentifikasi dua bangun datar yang didapatkan oleh setiap
kelompok. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1
1. Mengukur panjang sisi dari dua bangun datar dengan menggunakan penggaris.
2. Mengukur besar sudut dari dua bangun datar dengan menggunakan busur derajat.
3. Membuat perbandingan panjang sisi dua bangun datar,apakah memilki perbandingan yang
senilai atau tidak.
4. Menentukan apakah kedua bangun datar tersebut memliki besar sudut yang sama.
5. Menyimpulkan hasil yang diperoleh dari hasil pengukuran dua bangun datar.
Pada saat diskusi kelompok, di mana tiap kelompok pada saat melakukan pengukuran
baik panjang sisi dan besar sudut dengan menggunakan penggaris dan busur derajat, siswa
masih banyak mengalami kesulitan. Bahkan ada beberapa kelompok yang tidak mengerti cara
mengukur sudut dengan menggunakan busur, hal ini ditemukan guru pada saat guru mendatangi
tiap kelompok. Pada saat diskusi, ada kelompok yang hanya bermain-main dengan alat peraga
yang diberikan,mungkin karena alat peraga ini terbuat dari kertas manila jadi mudah terlipat dan
sobek, mungkin juga alat peraga ini tidak menarik bagi siswa, sehingga siswa tidak semangat
dalam belajar.
Pada saat diskusi siswa juga masih merasa kesulitan untuk membuat perbandingan
panjang sisi, hal ini ditemukan pada saat guru mendatangi tiap kelompok dan mereka bertanya
bagaimana cara membuat perbandingan sisi pada bangun datar. Pada saat diskusi masih ada
kelompok yang meminta hasil dari kelompok yang lain, hal ini dikarenakan mungkin bangun
datar yang diberikan ada yang sama. Kemudian masing-masing kelompok diminta untuk
mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas secara bergantian, sedangkan kelompok lain
diminta untuk menanggapinya. Pada saat persentasi masih ada kelompok yang tidak mau maju
ke depan, mereka hanya membiarkan teman yang satu untuk menyampaikan hasil diskusinya.
Pada saat persentasi masih ada kelompok yang masih kesulitan untuk berbicara. Dengan
bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran. Guru memberikan
evaluasi beruapa post tes.
Pada pengamatan/observasi yang dilakukan oleh obsever. Pengamatan selama proses
pembelajaran pada Siklus I ditemukan beberapa masalah antara lain:
1. Kurang tertibnya siswa dalam mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS),dan masih ada
siswa yang berjalan-jalan bertanya dengan kelompok lain.
2. Pada pelaksanaan pembelajaran ada beberapa siswa yang tidak mentaati tata tertib dalam
melakukan diskusi,misalnya bergurau dengan teman sebangkunya.
3. Dalam dikusi kelompok ada siswa yang hanya diam dan tidak aktif untuk
berdiskusi,bahkan hanya membiarkan temannya sendiri yang mengerjakan LKS.
4. Guru masih belum sempurna dalam menyampaikan pelajaran.
Hasil tes akhir siswa pada Siklus I diperoleh nilai rata-rata 60,69 dengan nilai tertinggi 85 dan
nilai terendah 40. Untuk siswa yang belum tuntas yang memiliki niali kurang dari kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 67, maka akan diadakan remedial. Jadi berdasarkan hasil
yang diperoleh dari Siklus I, dibuat rencana untuk melaksanakan Siklus II.
Deskripsi Siklus II
Kegiatan proses belajar mengajar pada Siklus II, materi yang dipelajari masih materi
mengidentifikasi dua bangun datar. Pada pelaksanaan pembelajaran ini, penulis masih
didampingi oleh kolaborator untuk melakukan pengamatan saat berlangsungnya kegiatan
pembelajaran. Adapun kegiatan yang dilakukan pada Siklus II adalah guru membagi kelompok
menjadi 6 kelompok, di mana masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Pada saat
pembagian kelompok siswa sudah bisa menerima pembagian kelompok yang ditentukan oleh
guru. Guru menyampaikan secara garis besar materi kesebangunan dua bangun datar.Pada saat
guru menyampaikan materi siswa begitu antusias mendengarkan. Siswa selalu bertanya pada
saat mereka tidak memahami apa yang sampaikan oleh guru( siswa lebih aktif). Guru
membagikan alat peraga (Persegi Pangjang, Persegi, Jajar Genjang, Trapesium Siku-Siku,
Trapesium Sama Kaki, dan Trapesium Sembarang) dengan ukuran yang berbeda. Kemudian
guru membagikan LKS, penggaris dan busur derajat pada setiap kelompok. Pada saat
pembagian alat peraga siswa begitu senang dengan alat peraga yang mereka dapatkkan. Hal ini
disebabkan mungkin alat peraga ini terbuat dari bahan fiber dengan warna yang cerah (merah,
kuning dan hijau). Guru meminta setiap kelompok untuk mengisi/mengerjakan langkah-langkah
yang ada dalam LKS yaitu mengidentifikasi dua bangun datar. Adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:

1
1. Mengukur panjang sisi dari dua bangun datar dengan menggunakan penggaris.
2. Mengukur besar sudut dari dua bangun datar dengan menggunakan busur derajat.
3. Membuat perbandingan panjang sisi dua bangun datar,apakah memilki perbandingan yang
senilai atau tidak.
4. Menentukan apakah kedua bangun datar tersebut memliki besar sudut yang sama.
5. Menyimpulkan hasil yang diperoleh dari hasil pengukuran dua bangun datar.
Namun sebelum siswa melakukan pengukuran dua bangun datar dengan menggunakan
penggaris dan busur, terlebih dahulu guru mendemonstrasika cara mengukur sisi bangun datar
dengan menggunakan penggaris dan mengukur sudut dua bangun datar dengan menggunakan
busur derajat. Hal ini diharapkan agar setiap kelompok bisa melakukan pengukuran baik
panjang sisi dan besar sudut dua bangun datar dengan menggunakan penggaris dan busur
derajat. Pada saat diskusi dimana setiap kelompok melakukan pengukuran baik panjang sisi dan
besar sudut bangun datar dengan menggunakan penggaris dan busur derajat, setiap kelompok
sudah bisa menggunakan penggaris untuk mengukur panjang sisi bangun datar, dan sudah bisa
menggunakan busur untuk mengukur besar sudut,dan mereka begitu antusias dan semangat dan
saling berkerjasama pada saat diskusi. Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan alat
peraga bangun datar yang berbeda pada setiap kelompok, akan lebih memperkecil kerjasama
dari setiap kelompok (mengurangi keinginan dari kelompok lain untuk meminta jawaban dari
kelompok lain), hal ini terlihat pada saat guru mendatangi setiap kelompok, mereka sudah bisa
menunjukkan hasil pengukuran yang telah mereka lakukan secara bersama-sama terutama pada
tiap-tiap kelompok. Kemudian masing-masing kelompok diminta untuk mempersentasikan
hasil diskusinya didepan kelas secara bergantian,sedangkan kelompok lain diminta untuk
menanggapinya. Pada saat persentasi, setiap kelompok sudah menunjukkan kerjasama yang
baik, di mana mereka dari 5 orang pada tiap kelompok persentasi kedepan dengan berbagi tugas,
ada yang menjadi pembicara (menyampaikan hasil diskusi) ada yang bertugas memegang alat
peraga, Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan dari
kegiatan pembelajaran. Guru memberikan evaluasi beruapa post tes.
Pada tahap pengamatan/observasi yang dilakukan oleh obsever.Adapun pada tahap
pengamatan ini,obsever mengamati aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung sesuai dengan lembar obsever. Adapun hasil pengamatan obsever selama proses
pembelajaran pada Siklus II ada beberapa peningkatan kegiatan antara lain:
1. Diskusi pada masing-masing kelompok sudah mulai tertib, hal tersebut dikarenakan semua
siswa bertanggung jawab untuk menyelesaiakan tugas di dalam kelompoknya.
2. Siswa sudah banyak yang senang dan lebih banyak yang melaksanakan pembelajaran
dengan semangat, meskipun masih terlihat ada beberapa siswa yang bermain sehingga pada
waktu persentasi didepan kelas masih mengalami kesulitan untuk berbicara.
3. Siswa sudah bisa menggunakan penggaris dan busur derajat untuk melakukan pengukuran
pada bangun datar yaitu dengan menggunakan alat peraga bangun datar.
4. Saat didatangi guru siswa dalam kelompok tersebut sudah dapat menunjukkan hasil
diskusinya.
Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan dan dilakukan pengamatan, langkah berikutnya
adalah refleksi dan evaluasi terhadap hasil pengamatan dan hasil evaluasi keberhasilan tujuan
perbaikan pembelajaran. Hasil tes akhir siswa pada Siklus II diperoleh nilai rata-rata 99,30
dengan nilai tertinggi 100, dan nilai terendah 45. Dibanding dengan Siklus I, maka Siklus II
terjadi kenaikan nilai rata-rata sebesar 38,61.
Kedua Siklus yang dilaksanakan pada tindakan guru pada bagian pembahasan
merupakan aktifitas yang direncanakan berdasarkan analisis yang berusaha dengan baik
dilakukan oleh penulis.
Hasil-hasil penelitian secara kualitatip terhadap hasil tersebut disampaikan berikut ini:

Tabel 1. Rata-rata Nilai Formatif Suklus


Keterangan Siklus I Siklus II
Rata – rata 60.69 99,30
Nilai Tuntas (67 – 100 ) 10 ( 34,48 % ) 27 ( 93,10 % )
Nilai Belum Tuntas (10-66) 19 (65,52 % ) 2 ( 6,89 % )

1
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa ketuntasan siswa memahami kesebangunan
dua bangun datar dengan menggunakan alat peraga mengalami peningkatan yang signifikan.
Dimana angka ketidaktuntasan pada Siklus I sebesar 65,52 % menurun menjadi 58,63%.
Dengan ada penurunan angka ketidak tuntasan, maka dengan demikian bahwa penggunaan
media dan alat peraga akan mempermudah siswa untuk memahami konsep dari materi yang
dipelajari dan akan menciptakan suasana belajar yang lebih asyik dan menyenangkan buat
siswa.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya maka kesimpulan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dari pelaksanaan dua Siklus (Siklus I dan Siklus II) yang dilakukan pada kegiatan
ini,ternyata terdapat peningakatan yang signifikan dalam hal langkah-langkah siswa yang
melakukan pembelajaran pemahaman kesebangunan dua bangun datar dengan
menggunakan alat peraga.
2. Hasil tes akhir siswa pada Siklus I dan Siklus II diperoleh hasil dengan nilai rata-rata
60,69. Dan pada Siklus II diperoleh hasil dengan nilai rata-rata 99,30. Maka terdapat
peningkatan hasil belajar siswa antara Sklus I dan Siklus II sebesar 38,61.
3. Pengguanaan alat peraga yang menarik akan meningkatkan keaktifan belajar siswa pada
pembelajaran matematika.
4. Penggunaan alat peraga juga dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk lebih
memahami konsep dari kesebangunan dua bangun datar.

DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta : Rineka Cipta.
Dasna, I.W, 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Negeri Malang
Estiningsih, E. 1994. Landasan Teknik Pengajaran Hitung SD. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Hamzah B. Uno. 2009. Model – Pembelajaran http://kafeguru.blogspot.com/2009/01/model-
pembelajaran.htm),istilah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO


STRAY UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN HASIL
BELAJAR SISWA PADA OPERASI HIMPUNAN
Syarianto
SMP Negeri 29 Muaro Jambi

Abstrak: Rendahnya tingkat pemahaman siswa dalam menguasai konsep salah satu kurang
tertariknya siswa dengan suasana belajar yang monoton. Siswa kurang banyak terlibat
dalam proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan partisipasi siswa
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay to Stray. Penelitian ini
merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-
masing siklus terdiri dari tiga pertemuan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A
SMPN 29 Muaro Jambi yang berjumlah 20 siswa. Data penelitian ini diperoleh melalui
observasi, angket, wawancara serta dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan dengan
model pembelajaran kooperatif Two Stay-Two Stray dapat meningkatkan partisipasi siswa
dan hasil belajar siswa. Hal ini tampak dari peningkatan skor pengamatan aktivitas dan
hasil belajar siswa

Kata kunci: Partispasi, Two Stay Two Stray, Operasi Himpunan

Himpunan merupakan materi pembelajaran yang sangat menarik karena termasuk materi yang
terkait dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari atau kontekstual. Namun dalam praktek
pembelajaran di SMP Negeri 29 Muaro Jambi masih banyak siswa yang memiliki pemahaman
1
yang rendah pada konsep himpunan. Beberapa faktor penyebabnya terlihat dari intake, minat
dan disiplin belajar yang rendah. Hal ini terlihat dari ketuntasan belajar materi himpunan pada
pertemuan sebelumnya hanya 3 orang dari 20 siswa dalam suatu kelas.
Salah satunya upaya meningkatkan pemahaman siswa adalah mengubah suasana
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yaitu melalui
pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada obyek yang nyata serta melibatkan
pengetahuan awal siswa (prior knowledge).
Belajar menurut Konstruktivis adalah suatu perubahan konseptual, yang dapat berupa
pengkonstruksian ide baru atau merekonstruksi ide yang sudah ada sebelumnya. Menurut
Konstruktivist dalam Isjoni, (2010:31) ketika siswa masuk ke kelas untuk menerima pelajaran,
siswa tidak dengan kepala kosong yang siap diisi dengan berbagai macam pengetahuan oleh
guru. Sebenarnya para siswa telah memiliki konsep awal yang diistilahkan oleh para
konstruktivist dengan gagasan/pikiran siswa (children's ideas). Relevansi dari teori
konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Salah satu bentuk
pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif
tipe two stay two stray.
Pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dicirikan oleh suatu struktur tugas,
tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja sama dalam situasi semangat pembelajaran
kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas. Implikasi utama dalam pembelajaran
menghendaki seting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa berinteraksi. Selain
itu pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dapat membantu siswa memahami konsep-
konsep matematika yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan
mengembangkan sikap sosial siswa.
Melalui teknik Two Stay Two Stray ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa. Mereka berdiskusi atau bekerja sama
untuk tujuan bersama. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan bertamu
ke kelompok lain. Dua siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagi hasil kerja atau
menyampaikan informasi kepada tamu mereka. Siswa yang menjadi tamu mohon diri dan
kembali ke kelompok mereka sendiri. Mereka melaporkan hal yang didapat dari kelompok lain.
Two Stay Two Stray adalah salah satu type dalam pembelajaran kooperatif yang
diartikan sebagai dua tinggal dua tamu. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk
membagikan hasil informasi dengan kelompok lain (Isjoni, 2010:79)
Model type Two Stay Two Stray terdapat 7 fase atau langkah utama dalam pembelajaran.
Langkah-langkah tersebut telihat seperti berikut ini.
1. Siswa dikelompokkan.
2. Siswa bekerja sama dalam kelompok.
3. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok bertamu ke kelompok lain.
4. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.
5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
6. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
7. Guru memberi evaluasi.
Menurut Raymon dalam Taniredja (2010:96) partisipasi siswa merupakan ukuran
keterlibatan dalam aktivitas kelompok. Dalam perspektif psikologis, pertisipasi diartikan
sebagai kondisi mental yang menunjukkan sejauh mana anggota kelompok bisa menikmati
posisinya sebagai anggota kolektivitas. Dalam konteks pembelajaran di kelas pertisipasi siswa
adalah keterlibatan siswa dalam aktivitas kelompok dalam memberikan sumbangan tenaga dan
pikiran untuk dirinya sendiri dan bermanfaat bagi anggota lainnya untuk mencapai tujuan.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah kelas VII A
karena presensi kehadiran yang baik dibandingkan kelas lain sehingga akan memperlancar
proses tindakan, pengumpulan data dan penganalisisan data.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

1
1. Hasil observasi aktivitas guru dan partisipasi siswa yang berpedoman pada lembar
pengamatan
2. Catatan lapangan dan refleksi tentang pelaksanaan pembelajaran.
3. Hasil belajar tes awal penelitian dan tes pada akhir tiap-tiap tindakan.
Pemberian penghargaan pada kelompok menurut Isjoni (2010) peneliti dapat
mengadopsi penilaian dalam STAD. Untuk penyekoran kuis ditunjukkan pada Tabel 1
berikut:
Tabel 1. Skala poin peningkatan kuis
No Skor tes terkini Skor Peningkatan
1 Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 0
2 10 poin di bawah sampai 1 poin skor dasar 10
3 Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20
4 Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30
5 Pekerjaan sempurna (tanpa perlihatkan skor dasar) 30
Tiap-tiap tim mendapat penghargaan atau hadiah berdasarkan pada rata-rata perolehan
poin. Pemberian penghargaan seperti yang dikemukakan Slavin dalam Isjoni (2010)
pemberian penghargaan atas pencapaian kelompok didasarkan pada tiga tingkatan,
yaitu: tim baik untuk rata-rata poin tim 15, tim hebat 20, dan tim super dengan rata-rata
25.
4. Angket partisipasi siswa dan tanggapan siswa dalam model pembelajaran
Angket Partisipasi sebanyak 15 item dan Tanggapan Siswa sebanyak 25 item
menggunakan skala likert.

Tabel 2. Kriteria penilaian jawaban responden


Kriteria opsi jawaban responden Skor
 tidak pernah/sangat gaduh/sangat tidak senang/sangat
5
sulit/makin bingung
 jarang/gaduh /tidak menyenangkan/sulit/bingung 4
 kadang-kadang/agak gaduh/agak
3
menyenangkan/agak mudah/agak bingung
 sering/tenang/menyenangkan/mudah/jelas 2
 selalu/sangat tenang dan tertib/sangat mudah/sangat jelas 1

5. Jawaban subjek penelitian pada saat wawancara.


Wawancara dilakukan setelah pelaksanaan tindakan dengan berpedoman pada panduan
wawancara yang dirancang sesuai aspekaspek yang berpengaruh dalam pelaksanaan
tindakan. Pedoman wawancara juga merupakan pengembangan dari angket partisipasi
dan respon siswa yang tujuannya mempertegas dari hasil jawaban angket-angket
tersebut. Teknis wawancara dilakukan secara acak mewakili kelompok belajar.
Prosedur dan langkah-langkah tindakan mengikuti model Kemmis dan McTaggart
dalam Taniredja (2010) berupa siklus spiral yang terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi, yang diikuti siklus spiral berikutnya.

Gambar 1. Alur PTK Model Kemmis dan Mc Tagart

1
1. Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan berbagai persiapan dan perencanaan yang meliputi:
- tes kemampuan awal siswa untuk pembagian kelompok.
- membuat skenario pembelajaran tindakan
- mempersiapkan bahan ajar. Materi dari buku pegangan Buku Matematika
Kontekstual Kelas VII, Buku BSE Matematika Kelas VII dan LKS
- mempersiapkan alat bantu mengajar seperti penggaris, spidol warna dll.
- mempersiapkan instrumen evaluasi
- mempersiapkan lembar jawaban untuk evaluasi.
- mempersiapkan jurnal refleksi diri.
2. Pelaksanaan tindakan
a. Pendahuluan
- Guru memberitahu materi yang akan disampaikan kepada siswa.
- Guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai pada pertemuan ini.
- Guru melakukan motivasi dan apersepsi.
- Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan singkat kepada siswa sebagai materi
prasyarat unruk mengarahkan dan menyiapkan siswa pada materi yang akan
dipelajari
b. Kegiatan Inti
- Mengelompokkan siswa yang terdiri dari 5 kelompok yang beranggotakan 4
orang siswa, yaitu kelompok Aljabar, Aritmatika, Geometri, Phytagoras, dan
John Venn
- Guru menjelaskan secara singkat materi pembelajaran
- Guru menjelaskan cara-cara kerja kelompok
- Guru membagikan tugas kepada masing-masing kelompok
- Siswa mengerjakan tugas dalam kelompoknya masing-masing
- Dua orang siswa masing-masing kelompok diminta untuk mencari info tentang
hasil jawaban dari kelompok lain setelah itu kembali ke kelompok asal
melaporkan temuannya, mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
- Siswa mempresentasikan masing-masing hasil diskusi kelompok
- Guru melakukan penguatan materi pelajaran
- Guru memberikan tugas/kuis
c. Penutup
- Dengan bimbingan guru siswa menarik kesimpulan dan membuat rangkuman.
- Guru memberikan refleksi
- Guru memberikan PR
3. Observasi
Pengamat mengisi format instrumen yang telah disiapkan. Hasil observasi dan
evaluasi pembelajaran digunakan untuk dianalisis dan memperbaiki kualitas proses
pembelajaran pada siklus berikutnya.
a. Pengamatan terhadap siswa
- Kehadiran siswa
- Perhatian terhadap cara guru menjelaskan materi pelajaran
- Banyaknya siswa yang bertanya atau memberikan pendapat
- Aktivitas siswa pada saat mengerjakan soal seperti mengerjakan kegiatan
matematis, seperti menghitung, mencatat, memprediksi, membuat
kesimpulan, generalisasi, dll
- Berintereaksi satu sama lain dengan menyampaikan gagasan , saling bertanya
atau menjelaskan, berdiskusi, memberikan pendapat /tanggapan dalam
pemecahan masalah dalam kelompok
- Menghargai gagasan sesama teman dan mau menerima pendapat orang lain
sehingga menghasilkan hasil keputusan kelompok (kesimpulan)
- Motivasi mengerjakan tugas yang diberikan guru
- Bertanggung jawab sebagai anggota kelompok
- Mempresentasi hasil diskusi dengan berani, terstruktur, baik dan lancar
1
- Memberikan tanggapan pada kelompok lain
- Menerima tanggapan/ masukan dari kelompok lain
- Mencatat hasil keputusan (kesimpulan) kelas
b. Pengamatan terhadap guru
- Kehadiran guru
- Penampilan guru di depan kelas
- Persiapan pembelajan
- Penyampaian tujuan pembelajaran
- Memotivasi siswa
- Memyampaikan materi prasayarat
- Cara menyampaikan materi pelajaran
- Suara guru dalam menyampaikan materi
- Mengatur siswa dalam kelompok belajar dan penataan tempat duduk siswa
- Melatih keterampilan kooperatif dalam kelompok
- Memberikan bimbingan kepada siswa satu kelas dalam kelompok
- Mendorong dan membimbing keterampilan kooperatif satu kelas seperti
mengajukan pertanyaan, menanggapi pertanyaan, menyampaikan pendapat,
- Membimbing membuat rangkuman
- Mengumumkan penghargaan
- Memberikan tindak lanjut pembelajaran/tugas/PR
- Pengelolaan alokasi waktu
- Suasana kelas yang berpusat pada siswa dan kondusif
- Antusias siswa dan guru
- Sumber belajar, Alat dan media pembelajaran
4. Refleksi
Revisi tindakan pada setiap siklus dilakukan berdasarkan hasil refleksi dengan
memperhatikan hal-hal yang sudah efektif untuk dipertahankan dan yang kurang efektif
diperbaiki serta yang tidak efektif diganti.

Kriteria Keberhasilan
Indikator keberhasilan pembelajaran jika ketuntasan individual minimal 70, dan
mancapai ketuntasan klasikal 85%.
Untuk indikator keberhasilan tindakan, tindakan dinyatakan berhasil apabila nilai rata-
rata tindakan memenuhi kriteria baik sesuai dengan skala instrumen tindakan dengan kriteria
sebagai berikut:
Interval Kualifikasi
0 – 1,99 Sangat kurang
2 – 2,99 Kurang
3 – 3,99 Cukup
4 – 4,99 Baik
5 Sangat baik

HASIL PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data pada siklus I, indeks rata-rata partisipasi siswa 3,96 dan rata-
rata hasil belajar siswa 59,1. Hal ini belum maksimal seperti yang di harapkan sehingga
diperlukan siklus II dengan perubahan tindakan yang memungkinkan bisa lebih meningkatkan
lagi partisipasi dan hasil belajar siswa. Pada siklus II kegiatan belajar tetap menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray akan tetapi siswa dituntun dahulu melalui
LKS untuk menemukan dan menuliskan anggota himpunan dari suatu diagram Venn yang
dimaksud.
Pembahasan Hasil Partisipasi Siswa
Seteleh melalui dua siklus maka dapat direkapitulasi hasil partisipasi siswa disajikan
dalam tabel berikut:

1
Tabel 3. Rekapitulasi Skor Rata-Rata Partisipasi Siswa
Siklus I Siklus II
Rataan skor partisipasi 3, 96 4, 63

Dari table 3 yang disajikan terlihat terjadi peningkatan rata-rata skor partisipasi siswa dalam
mengikuti model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray. Partisipasi tersebut dalam hal:
a. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru
b. Memberikan pendapat ataupun pertanyaan terhadap materi yang dijelaskan guru
c. Aktivitas dalam kelompok pada saat mengerjakan soal seperti, menghitung, mencatat,
mengeneralisasi, memprediksi, menyimpulkan, dll
d. Intereaksi dengan sesama anggota kelompok dengan menyampaikan pertanyaan, gagasan,
menjelaskan, mendiskusikan gagasan.
e. Menghargai gagasan dan mau menerima pendapat orang lain
f. Motivasi dalam melaksanakan tugas
g. Tanggung jawab sebagai anggota kelompok
h. Aktif dalam diskusi kelas
i. Memberikan penghargaan kepada kelompok lain yang lebih berhasil
j. Mencatat hasil kesimpulan diskusi kelas

Pembahasan Hasil Belajar


Rekapitulasi hasil belajar disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Rekapitulasi Skor hasil belajar


Rata-rata Siklus I Rata-rata Siklus II
Rataan hasil belajar siswa 59,1 83,09

Berdasarkan rekapitulasi pada tabel 4 yang disajikan terlihat terjadi peningkatan rata-
rata skor hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Jika ditinjau dari hasil nilai akhir jawaban
siswa maka dapat dikatakan semua siswa memiliki nilai hasil belajar yang tinggi terlihat dari
hasil akhir jawaban siswa tiap soal yang benar dan dapat mencapai nilai maksimal butir soal
sesuai dengan indikator soal nomor terakhir, artinya siswa dapat memahami dan menjawab soal
dengan benar dan tepat.

Pembahasan Hasil Observasi Pengelolaan Pembelajaran


Rekapitulasi rata-rata skor pengamatan aktivitas guru menunjukkan peningkatan seperti
yang tertera pada skor nilai pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Rekapitulasi Skor Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran


SI/P1 SI/P2 SI/P3 SII/P1 SII/P2
Jumlah Skor 111 111 120 126 132
Rata-rata Skor Pengelolaan Kelas 3.83 3.96 4.00 4.20 4.40
Kategori CUKUP BAIK CUKUP BAIK BAIK BAIK BAIK
Rata-rata Skor Pengelolaan Kelas 3.93 4.30
Kategori CUKUP BAIK BAIK

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa guru mengalami peningkatan kemampuan dalam


melaksanakan pembelajaran. Peningkatan tersebut adalah:
a. Persiapan pembelajaran
b. Memotivasi siswa
c. Penjelasan siklus yang digunakan pada model tindakan
d. Penyampaian materi yang lebih inovatif
e. Mendorong dan membimbing dilakukannya ketrampilan kooperatif dalam memecahkan
masalah kelompok
f. Mendorong dan membimbing dilakukannya ketarmpilan kooperatif satu kelas
g. Membimbing siswa membuat rangkuman

1
h. Melakukan refleksi bersama siswa
i. Pelaksanaan waktu
j. Penggunaan alat dan media belajar
k. Suasana kelas yang kondusif
Dari gambaran dapat disimpulkan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pelaksana
tindakan sudah memenuhi kriteria baik

Pembahasan Hasil Respon Siswa


Rekapitulasi hasil angket respon siswa disajikan dalam Tabel 6 senbagai berikut:

Tabel 6. Rekapitulasi Angket Respon Siswa


Siklus I SIklus II
Rataan skor respon siswa 3,65 4,01

Berdasarkan tabel 6, siswa menunjukkan bahwa:


a. Terjadi peningkatan respon siswa setiap siklus
b. Suasana kelas dan pembelajaran menggunakan model pembelajaran TS-TS lebih
menyenangkan
c. Siswa lebih termotivasi dalam menyelesaikan soal secara bersama dan lebih terasa mudah
d. Siswa menjadi lebih berani mengungkapkan tanggapan dan presentasi hasil belajarnya
e. Siswa lebih cepat memahami materi karena adanya kerjasama kelompok
f. Siswa menjadi aktif berpartisipasi dalam belajar kelompok
g. Siswa menjadi lebih terlatif berpikir kritis, menghubungkan materi pelajaran dengan
manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
h. Siswa termotivasi untuk mempersiapkan diri sebelum belajar agar menjadi yang terbaik
dan memperoleh penghargaan
i. Siswa menjadi lebih senang belajar matematika yang disajikan dalam model pembelajaran
yang menarik

Tabel 7. Rekapitulasi Angket Partisipasi Siswa


Siklus I SIklus II
Persentase respon positif 50 % 71 %

Berdasarkan tabel 7, menunjukkan peningkatan respon siswa dari siklus I ke siklus II.
Pada siklus I siswa masih baru mengenal model pembelajaran dan masih belum banyak
memahami model pembelajaran dan setelah melalui proses sehingga pada siklus II respon siswa
menunjukkan peningkatan respon positif terhadap model pembelajaran yang diterapkan.
Pembahasan Wawancara
Berdasarkan wawancara yang dilakukan sebagian besar siswa umumnya tertarik dengan
model pembelajaran Two Stay Two Stray. Pada awal pelaksanaan tindakan siswa berpendapat
agak bingung tindakan yang bagaimana yang harus mereka lakukan untuk kerja kelompok.
Namun pada pelaksanaan tindakan pertemuan selanjutnya mereka sudah bisa dan memahami
apa yang harus mereka lakukan untuk kelompok mereka dan tugas mereka masing-masing.
Bagi siswa yang merasa agak lambat memahami materi merasa terbantu dengan adanya
kerjasama kelompok. Disamping itu, siswa lebih leluasa mengekspresikan pengetahuan mereka
untuk anggota kelompoknya dan diskusi kelas untuk mendapatkan pengahargaan yang terbaik.
Terhadap materi pelajaran siswa lebih merasa mudah memahami masalah
himpunan jika disajikan dalam bentuk konkrit menggunakan alat bantu pembelajaran seperti
benda-benda sekitar sebagai objek himpunan yang dikelompokkan seperti halnya pada diagram
venn. Dalam menyelesaikan soalpun dengan menggunakan alat peraga dan diagram lebih
mudah dan praktis daripada secara rumus teoritis.

1
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Model pembelajaran kooperatif type Two Stay Two Stray dapat meningkatkan
partisipasi siswa, kerja sama dan sikap sosial sesuai nilai karakter bangsa. Diantaranya
dalam hal:
 Perhatian siswa terhadap penjelasan guru
 Memberikan pendapat ataupun pertanyaan terhadap materi yang dijelaskan guru
 Aktivitas dalam kelompok pada saat mengerjakan soal seperti, menghitung,
mencatat, mengeneralisasi, memprediksi, menyimpulkan, dll
 Intereaksi dengan sesama anggota kelompok dengan menyampaikan pertanyaan,
gagasan, menjelaskan, mendiskusikan gagasan.
 Menghargai gagasan dan mau menerima pendapat orang lain
 Motivasi dan tanggung jawab sebagai anggota kelompok dalam melaksanakan
tugas
 Pengakuan untuk menghargai kelompok lain yang lebih berhasil
2. Model pembelajaran kooperatif type Two Stay Two Stray dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah himpunan.
3. Selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif siswa merasa senang dalam berdiskusi,
menambah keberanian dalam menyampaikan pendapat, dan keterampilan-keterampilan
lain dalam pembelajaran kooperatif.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas maka peneliti menyarankan:
1. Dapat mengunakan model pembelajaran kooperatif type Two Stay Two Stray sebagai
alternatif dari model pembelajaran yang dapat diterapkan guna meningkatkan partisipasi
dan hasil belajar siswa.
2. Memperhatikan pengalokasian waktu yang diperlukan dalam menerapkan model
pembelajaran Two Stay Two Stray karena model pembelajaran ini cukup membutuhkan
waktu yang lebih bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan diskusi dalam kelompok dan
bertamu ke kelompok lain.
3. Menggunakan alat bantu pembelajaran, alat peraga ataupun menggunakan pendekatan
yang kontekstual yang bisa mempermudah siswa memahami materi

DAFTAR RUJUKAN
Isjoni, 2010. Cooperatif Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta
Taniredja; Pujiati dan Nyata. 2010. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Pengembangan Profesi
Guru. Bandung: Alfabeta

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATERI


KESEBANGUNAN DAN KONGRUENSI MELALUI METODE
PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW PADA SISWA
KELAS IXA SMP NEGERI 4 TAHUNA
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Viktorino Teddy Loong
Guru SMPN 4 Tahuna, Kabupaten Sangihe

Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IX SMPN 4
Tahuna pada materi kesebangunan dan kongruensi melalui metode kooperatif model
jigsaw. Penelitian ini menggunakan PTK yang diterapkan pada 21 siswa kelas IX SMPN 4
1
Tahuna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus III rata-rata hasil belajar siswa
adalah 81,43 dan persentase siswa yang mengalamai ketuntasan adalah 85,71%, dengan
demikian dapat disimpulkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa pada materi
kesebangunan dan kongruensi melalui metode pembelajaran kooperatif model jigsaw pada
siswa kelas IX SMPN 4 Tahuna.

Kata kunci: Kesebangunan dan Kongruensi, Prestasi belajar, Kooperatif model jigsaw

Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan
siswa, siswa dengan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan
siswa, dan lebih lagi interaksi antara siswa dengan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses pembelajaran. Interaksi dalam peristiwa pembelajaran mempunyai arti
yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, tetapi
berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi
pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Sebagai salah satu pelaku dalam pembelajaran, guru merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi
pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang berhasil
dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan betapa eksisnya
peran guru dalam dunia pendidikan. Demikian pula dalam upaya membelajarkan siswa, guru
dituntut memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang
efektif.
Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa
(kuantitas) dan meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Kesempatan belajar siswa dapat
ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Hal ini berarti
kesempatan belajar makin banyak dan optimal serta guru menunjukkan keseriusan saat
melaksanakan pembelajaran. Makin banyak siswa yang terlibat aktif dalam belajar, makin tinggi
kemungkinan prestasi belajar yang dicapainya. Sedangkan dalam meningkatkan kualitas dalam
pembelajaran hendaknya guru mampu merencanakan program pembelajaran dan sekaligus
mampu pula melakukan dalam bentuk interaksi pada proses pembelajaran.
Bagi guru sendiri keberhasilan tersebut akan menimbulkan kepuasan, rasa percaya diri
serta semangat yang tinggi. Hal ini berarti telah menunjukkan sebagian sikap guru professional
yang dibutuhkan pada era globalisasi dengan berbagai kemajuannya, khususnya kemajuan ilmu
dan teknologi yang berpengaruh terhadap dunia pendidikan.
Pengalaman penulis mengajar matematika kelas IX di SMPN 4 Tahuna prestasi belajar
siswa masih rendah, terutama untuk materi kesebangunan dan kongruensi. Dari hasil refleksi
diperoleh informasi bahwa model pembelajaran yang dilakukan guru masih konvensional, yaitu
guru menyampaikan informasi kepada siswa kemudian dilanjutkan dengan latihan soal. Siswa
cenderung pasif dalam pembelajaran karena siswa belum punya kesempatan untuk berbagi
dengan temannya. Padalah dalam pembelajaran matematika tidak lagi mengutamakan pada
penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan
kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu ditingkatkan
melalui latihan-latihan atau tugas matematika dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan
ide-ide kepada orang lain.
Langkah-langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu ada
metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun
metode yang dimaksud adalah metode pembelajaan kooperatif. Pembelajaran kooperatif lebih
menekankan pada interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif
dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai
materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari
kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka
lebih sejalan dan sepadan”. (Soekamto. 1997).
Pembelajaran kooperatif model jigsaw memiliki langkah sebagai berikut, siswa bekerja
dalam kelompok empat atau lima orang. Setiap angota tim membaca pasal yang berlainan.
Selanjutnya para siswa didalam kelompok ahli tersebut kembali lagi ke timnya semula dan
bergantian mengerjakan apa yang sudah dipelajarinya kepada anggota tim lain.Akhirnya, para
1
siswa mengikuti kuis yang mencakup seluruh pasal, dan skor kuis menjadi skor tim. Skor yang
disumbangkan oleh siswa ke timnya didasarkan pada peningkatan individual, dan siswa-siswa
yang berada di tim dengan skor tertinggi berhak mendapat sertifikat atau penghargaan lain. Jadi
para siswa dimotivasi untuk mempelajari materi pembelajaran yang diberikan sebaik mungkin
dan bekerja keras di dalam kelompok ahli sehingga dapat membantu anggota kelompok lainnya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak
yang amat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya. (Nur, 1996: 2).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk
penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan
dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Margono(1996) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam
yaitu, (a) guru sebagai peneliti; (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d)
administrasi sosial eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung
jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk
meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian
mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti
biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau sedang diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan
data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek
pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan
budaya meneliti di kalangan guru (Margono. 1996).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian
ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Margono. 1996),
yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi
planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi).
Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa
identifikasi permasalahan seperti yang berikut ini:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan
masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen
penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya
membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari
diterapkannya metode pembelajaran model jigsaw.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat
rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran
dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas materi pembelajaran
yang sama dan diakhiri dengan tes di akhir masing-masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran
dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:


1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas,
serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam
mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator
pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan pembelajaran.

1
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil
eksperimen.
4. Tes
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur
kemampuan pemahaman konsep matematika pada pembelajaran Kesebangunan dan
Kongruensi. Tes ini diberikan setiap akhir putaran.
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan
metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw, observasi aktivitas siswa dan guru beserta tes.
Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan
analisa data. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu
suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data
yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk
memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa
setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi
berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Siklus 1
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini guru sebagai peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan


Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siklus I dilaksanakan dengan alokasi 2 x 40
menit sebanyak 2 kali pertemuan dengan jumlah siswa 21 orang.
Siswa dibagi menjadi 5 kelompok yang kemampuannya sudah dipetakan sehingga tiap-
tiap kelompok mempunyai tingkat kecerdasan yang berimbang. Adapun proses pembelajaran
mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksaaan pembelajaran.
Selama proses pembelajaran berlangsung guru melakukan pengamatan Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada siklus I berada pada kriteria cukup
(nilai 22,5).
Dari hasil tes yang diberikan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran
kooperatif model Jigsaw diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 66,19 dan
ketuntasan belajar mencapai 66,67% atau ada 14 siswa dari 21 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus 1 secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena
siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,67% lebih kecil dari persentase ketuntasan
yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan
belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model Jigsaw.

c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan
sebagai berikut:
1. Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu
3. Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.

d. Revisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus 1 ini masih terdapat kekurangan, sehingga
perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1. Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan
tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan
yang akan dilakukan.

1
2. Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi
yang dirasa perlu dan memberi catatan.
3. Guru harus lebih trampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa lebih
antusias.

Siklus 2
Pembelajaran pada siklus 2 ini dilaksanakan berdasarkan refleksi pada siklus 1.
Pembelajaran masih tetap menggunakan metode kooperatif model jigsaw. Adapun proses
pembelajaran mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus 1,
sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus 1 tidak terulang lagi pada siklus 2. Pengamatan
(observasi) tetap dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan proses.
Dari pengamatan , tanpak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan pembelajaran (siklus
2) yang dilaksanakan dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw
mendapatkan penilaian yang cukup baik. Hasil pengamatan menunjukkan nilai 36,5 (baik) dan
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 73,33% dan ketuntasan belajar mencapai
76,19% atau ada 16 siswa dari 21 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa
pada siklus 2 ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih
baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena guru menginformasikan
bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya
siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang
dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model
Jigsaw.
Nilai di atas belum merupakan hasil yang optimal, karena masih ada beberapa aspek
yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran selanjutnya.
Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/
menemukan konsep, dan pengelolaan waktu seefisien mungkin.
Dengan penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam penerapan metode pembelajaran
kooperatif model Jigsaw diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari
dan mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa yang telah
mereka lakukan.

Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh informasi melalui pengamatan
sebagai berikut:
1. Memotivasi siswa
2. Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep
3. Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep
4. Pengelolaan waktu

Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka
perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus 3 antara lain:
1. Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama
proses belajar mengajar berlangsung.
2. Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa
baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya.
3. Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan
konsep.
4. Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
5. Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada
siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.

1
Siklus 3
Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana
pembelajaran , LKS , soal tes formatif dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

Tahap pelaksanaan dan pengamatan


Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus 3. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pembelajaran dengan
memperhatikan refisi pada siklus 2, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus 2 tidak
terulang lagi pada siklus 3. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan pembelajaran. Pada akhir proses pembelajaran siswa diberi tes dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Dari hasil observasi, dapat terlihat aspek-aspek yang pada kegiatan pembelajaran siklus
3 dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw mendapatkan nilai cukup
baik dengan cara memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan
konsep, dan pengelolaan waktu. Penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model Jigsaw diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada siklus 3 berada pada kriteria baik
(nilai 44,5). Sedangkan dari tes diperoleh nilai rata-rata sebesar 81,43 dan dari 21 siswa yang
telah tuntas sebanyak 18 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara
klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85,71% (termasuk kategori tuntas). Hasil
pada siklus 3 ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus 2. Adanya peningkatan hasil
belajar pada siklus 3 ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw menjadikan siswa menjadi lebih
terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi
yang telah diberikan.

Refleksi
Pada tahap ini dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik
dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif model
Jigsaw. Dari data-data yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik.
Meskipun ada beberapa aspek yang belum maksimal, tetapi persentase pelaksanaannya
untuk masing-masing aspek naik secara signifikan.
2. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses
pembelajaran berlangsung.
3. Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik.
4. Hasil belajar siswa pada siklus 3 mencapai ketuntasan.

Pada siklus 3 guru telah menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw
dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar
mengajar sudah berjalan dengan baik. Hasil belajar siswa juga sudah baik sehingga peneltian
tindakan kelas ini bisa dihentikan.

PENUTUP
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw
memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan
belajar meningkat dari sklus 1, 2, dan 3) yaitu masing-masing 66,67%, 76,19%, dan 85,71%.
Pada siklus 3 ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika pada pokok bahasan
kesebangunan dan kongruensi dengan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw yang
paling dominan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan
aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah

1
metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas yang
muncul pada proses pembelajaran di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa
dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan, memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

DAFTAR RUJUKAN
Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta.
Nur, Muhammad. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII


SMPN 1 MELONGUANE PADA MATERI GARIS-GARIS SEJAJAR
MELALUI PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS
DENGAN MEMANFAATKAN TUTOR SEBAYA
Wilmar Sipota
SMP N 1 Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud

Abstrak: Materi garis-garis sejajar adalah materi pelajaran matematika yang sifatnya
abstrak. Untuk memudahkan siswa dalam belajar garis-garis sejajar dibutuhkan banyak
tugas yang memanfaatkan tutor sebaya. Tujan PTK ini untuk meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VIII SMPN 1 Melonguane pada materi garis-garis sejajar melalui penerapan
metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya. Hasil pelaksanaan siklus 1
adalah 85% siswa sudah mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6,5. Dengan hasil
pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pemberian tugas
dengan memanfaatkan tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VIII SMP
N 1 Melonguane pada materi garis-garis sejajar

Kata Kunci: Garis-garis sejajar, Pemberian tugas, Tutor sebaya

Pengalaman penulis mengajar Matematika di kelas VIII SMP N 1 Melonguane diperoleh


gambaran bahwa hasil belajar siswa masih rendah dan siswa cenderung pasif apabila kegiatn
pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil instropeksi guru diperoleh gambaran bahwa
pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru dan tidak pernah memberi tugas pada
siswa. Sedangkan hasil wawancara dengan siswa diperoleh gambaran bahwa mereka lebih suka
bertanya permasalahan yang belum dimengerti kepada temannya dari pada kepada gurunya.Hal
ini sangat merisaukan kalangan guru matematika di SMP N 1 Melonguane terutama peneliti
untuk mencari alternative solusi supaya siswa meningkat hasil belajarnya.
Surakhmad(1986)menyatakan bahwa metode adalah cara yang dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan Pasaribu dan Simandjuntak(1983) menge-
mukakan beberapa kriteria dalam menggunakan metode mengajar sebagai berikut.1).sesuai
dengan tujuan pelajaran 2) sesuai dengan waktu,tempat dan alat yang tersedia dan dengan tugas-
tugas guru 3)sesuai dengan jenis kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam pelajaran 4) menarik
bagi siswa 5) dipahami oleh siswa 6) sesuai kecakapan guru.
Pemberian tugas adalah salah satu metode pengajaran yang sering digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar sebagai variasi dalam penyajian pelajaran kepada siswa. Metode
pemberian tugas dikenal dengan sebutan pekerjaan rumah, akan tetapi penerapan metode ini
tidak terbatas pada anggapan tersebut karena tugas yang diberkan kepada siswa terdiri dari tiga
fase kegiatan; 1) guru memberikan tugas, 2) siswa mengerjakan tugas, 3) siswa memper-
tanggungjawabkan kepada guru apa yang telah dipelajari selanjutnya. Sedangkan Sudirman
(1987) mengemukakan bahwa pemberian tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
1
Pemberian tugas kepada siswa harus memperimbangkan kewajaran dari pada tugas yang
diberikan agar kelemahan-kelemahan dari metode ini dapat dikurangi.
Berdasarkan uraian di atas,maka dapat dinyatakan bahwa metode pemberian tugas
adalah cara penyajian pelajaran tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar atau
mengerjakan tugas, baik dalam kelas atau di rumah asalkan tugas tersebut dapat dikerjakan
dengan baik.
Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar baik dalam bahan pelajaran
maupun mengerjakan tugas pelajaran yang diberikan oleh guru, diperlukan seseorang untuk
membantu kesulitan tersebut yang berfungsi sebagai tutor. Tutor adalah orang yang memberikan
bimbingan belajar kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Conny Semiawan (1989:24)
menjelaskan bahwa metode tutorial dapat dilakukan oleh siswa sebagai guru tutor sebaya. Tutor
sebaya adalah siswa yang pandai dapat memberi bantuan kepada siswa yang kurang pandai,
dimana bantuan dapat diberikan diluar atau didalam kelas dalam bentuk kegiatan belajar
kelompok. Siswa yang ditunjuk sebagagai tutor memegang peranan penting dalam upaya
perbaikan kesulitan belajar siswa.
Syarat sebagai tutor sebaya adalah; 1) menguasai bahan yang ditutorkan 2) mengetahui
cara mengajarkan bahan tersebut. 3) diterima/disetujui oleh siswa yang akan ditutor. 4) memiliki
hubungan sosial yang baik, bersahabat dan menunjang tutor. 5) mampu menyampaikan bahan
perbaikan yang dibutuhkan oleh siswa yang menerima bantuan. 6) mempunyai daya kreatif
yang cukup untuk memberikan bimbingan atas bantuan.
Berdasarkan uraian di atas dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka penulis
melaksanakan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1
Melonguane pada materi garis-garis sejajar melalui penerapan metode pemberian tugas dengan
memanfaatkan tutor sebaya.

METODE PENELITIN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Melonguane kelas 8 a yang berjumlah 30
orang siswa terdiri dari laki-laki 15 orang dan perempuan 15 orang yang terdaftar tahun
2009/2010. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan langkah sebagai
berikut:
1. Rencana
Pada tahap ini, penelitian membuat instrumen penelitian yang terdiri dari rencana pelajaran dan
tes untuk mengukur hasil belajar siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan
Peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran yang memusatkan pada tindakan penerapan
metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya dalam pembelajaran garis-garis
sejajar.
3. Observasi
Pada tahap ini pengamat,dalam hal ini sesama guru akan mengamati bagaimana proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, selanjutnya pada bagian akhir dari kegiatan
pembelajaran,peneliti akan mengevaluasi hasil belajar siswa.
4. Refleksi
Berdasarkan pada hasil observasi, selanjutnya dilakukan refleksi, apakah penelitian masih
dilanjutkan pada siklus berikutnya atau tidak.
Sdangkan kriteria keberhasilan penelitian ini ditentukan oleh ketuntasan secara klasikal,yaitu 85
% siswa telah memperoleh nilai minimal 6,5

HASIL DAN PEMBAHASAN


Diskripsi siklus 1
Penerapan metode pemberian tugas dalam pembelajaran garis-garis sejajar dengan
memanfaatkan tutor sebaya dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan. Peneliti bekerja sama
dengan teman guru dan kepala sekolah untuk membantu melaksanakan kegiatan observasi di
kelas. Pada ahkir siklus dilakukan tes untuk mengetahui keberhasilan penelitian. Dari hasil tes
akhir siklus I diperoleh data bahwa sudah 85% siswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama
dengan 6,5. Ini berarti penelitian sudah dapat dihentikan karena sudah mencapai indikator
keberhasilan.

1
Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 1 siklus dan diawali dengan tes awal.
Tujuan dilakukanya tes awal adalah untuk mengetahui kemampuan dasar siswa terhadap materi
garis-garis sejajar. Hasil tes awal menunjukkan nilai semua siswa kurang dari criteria ketuntasan
minimal. Ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa terhadap materi ini masih rendah. Hal ini
bisa disebabkan karena metode belajar sebelumnya yang cenderung satu arah, guru lebih banyak
bercerita dan murid kurang mendapat kesempatan untuk belajar dari temannya.
Siswa seharusnya dilibatkan untuk membantu temannya yang masih merasa kesulitan.
Dengan membantu temannya yang masih mengalami kesulitan siswa tersebut akan berupaya
untuk belajar lebih giat lagi. Demikian juga siswa yang mendapat bantuan dari temannya akan
merasa tidak takut dan malu dalam belajar. Model membelajarkan dengan temannya seperti ini
yang disebut dengan tutor sebaya.
Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan pada Siklus 1, yaitu pemberian tugas untuk
garis-garis yang sejajar dengan menggunakan tutor sebaya diperoleh hasil 85% siswa sudah
mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 65. Ini dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar siswa kelas VIII SMP N 1 Melonguane pada materi garis-garis sejajar melalui
penerapan metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas VIII SMP N 1 Melonguane
dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor
sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VIII SMP N 1 Melonguane pada materi
garis-garis sejajar. Dengan diterapkannya metode ini diperoleh hasil bahawa 85% siswa sudah
mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 65 yang merupakan KKM untuk matapelajaran
matematika di SMP N 1 Melonguane.

DAFTAR RUJUKAN
Pasaribu,L.L.dan simandjuntak,B. 1983. Proses belajar mengajar. Bandung: Tarsito.
Semiawan,Ca. 1989. Pendekatan Ketrampilan Proses.Jakarta: Gramedia.
Surakhmad,W. 1984. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar.Bandung: Tarsito.

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN


METODE INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN LUAS PERSEGI
DAN PERSEGI PANJANG SISWA KELAS III SDK II ATAMBUA
Vera Kartina
SDK II Atambua

Abstrak: Salah satu masalah yang sering dihadapi pada mata pelajaran matematika
adalah tidak aktif serta kurangnya motivasi dalam belajar siswa. Tentu saja, hal ini
berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Faktor terbesar yang mempengaruhi hal
tersebut adalah guru. Hal ini dikarenakan guru memegang peranan penting dalam
proses belajar mengajar. Untuk mengatasi kurangnya peran aktif siswa dalam
belajar, guru harus memiliki kompetensi merancang kegiatan belajar. Hal ini agar
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, menarik, mudah
dipahami dan sesuai urutan yang logis. Untuk itu guru perlu memilih model
pembelajaran yang tepat. Salah satu pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif
adalah pembelajaran inquiri. Dengan metode inquiri siswa lebih dilibatkan aktif
dalam mengkonstruksi pengetahuan.

Kata Kunci: pembelajaran, inquiri

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari interaksi seseorang
dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar juga dapat diartikan sebagai
1
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan lingkungan.
Perubahan tingkah laku tersebut adalah perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan
(psikomotor) maupun efektif (Dwiyana, 2003). Dalam suatu proses belajar mengajar (PBM)
diharapkan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Dalam proses tersebut pendidik
berperan sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dalam suatu kegiatan
belajar mengajar yang utuh, melibatkan beberapa komponen seperti siswa, guru, tujuan
pembelajaran, materi, metode, media dan evaluasi. Keberhasilan proses belajar mengajar
dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain metode mengajar, sarana-prasarana, dan materi
pembelajaran. Demikian pula, dalam pembelajaran matematika, peran guru sangat penting
dalam mengelola pembelajaran. Guru tidak hanya menguasai teori-teori dan materi matematika
saja, tetapi juga harus memiliki kompetensi merancang kegiatan pembelajaran. Hal ini, agar
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami dan
sesuai urutan yang logis dengan memilih model pembelajaran yang tepat.
Penulis sebagai guru matematika di MI Hidayatullah Atambua sering menghadapi
masalah dalam pembelajaran, di antaranya siswa tidak aktif dalam belajar dan kurangnya
motivasi dalam belajar. Dalam satu minggu pelajaran matematika biasanya diisi 5-6 jam.
Dampak dari gejala ini diperlihatkan pada hasil belajar siswa kurang memuaskan. Pada saat
proses belajar mengajar, banyak siswa yang tidak aktif dan hanya pasif sebagai penerima
pelajaran. Ketika diskusi seringkali didominasi oleh siswa yang aktif dan cepat menerima
pelajaran sedangkan yang lain hanya diam mendengarkan. Ketika pembahasan hasil diskusi
siswa yang maju hanyalah siswa yang aktif tadi saja. Sedangkan yang lain tidak mau
berpartisipasi. Selain itu banyak siswa yang beranggapan belajar matematika itu menakutkan,
sulit dan menjenuhkan. Bagi mereka, belajar matematika adalah belajar dengan rumus dan soal-
soal. Siswa merasa belajar matematika memerlukan banyak berpikir dan kurang mengasyikkan
dan menarik bagi siswa.
Ketidakberhasilan dalam proses belajar mengajar, jika dianalisa tidak hanya disebabkan
karena kurangnya motivasi dan peran aktif siswa saja, tetapi kemungkinan juga oleh pihak
pengajar yaitu guru. Salah satu penyebabnya adalah model pembelajaran yang dilakukan oleh
guru yang cenderung monoton, misalnya hanya dengan metode ceramah saja. Tentu saja, model
pembelajaran seperti itu kurang menarik bagi siswa dan tidak melibatkan siswa secara aktif. Hal
lain yang menunjang adalah penampilan guru yang terkesan tidak bersahabat dalam mengajar,
sehingga anak-anak menjadi takut. Akibatnya siswa menjadi cepat jenuh dan malas untuk
belajar. Apabila hal ini terus dibiarkan, akan berakibat adanya anggapan pelajaran matematika
merupakan pelajaran yang menakutkan, kurang disenangi siswa dan dianggap paling sulit. Bagi
guru, hal ini tentu tidak menguntungkan untuk proses belajar mengajar. Menyadari akan hal
tersebut, guru setidaknya mampu menciptakan model pembelajaran yang bervariasai, yaitu
suatu metode yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, tuntutan penguasaan
materi sangat diperlukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
guru harus mampu menciptakan situasi atau interaksi belajar mengajar. Interaksi dalam proses
belajar yang menarik dan menyenangkan akan menumbuhkan minat yang tinggi bagi siswa.
(Asmara,H. 2007 ).
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang melibatkan siswa untuk bekerja
secara kolaboratif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan
suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam
kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain (Slavin, 1997).
Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh teori konstruktivisme Vygotsky, dengan belajar
kelompok siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya dan memperoleh pengetahuan
melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan guru sebagai fasilitator. Dengan kegiatan yang
beragam peserta didik dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui membaca, diskusi,
tanya jawab, kerja kelompok, pengerjaan dan presentasi. Pembelajaran yang dipilih adalah
kooperatif model inquiri (penemuan).Pembelajaran inquiri adalah metode yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran melalui
percobaan maupun eksperimen sehingga melatih siswa berkreativitas dan berpikir kritis untuk
menemukan sesuatu.

1
Melaui artikel ini, kami ingin berbagi pengalaman tentang keikutsertaan dalam
mengikuti pelatihan TEQIP 2013 yang diadakan oleh Universitas Negeri Malang dan PT
Pertamina. Melalui pelatihan ini kami banyak mendapatkan pembelajaran matematika kreatif
dan inovatif, termasuk model-model pembelajaran. Kegiatan yang telah kami lakukan, telah
membuka mata hati kami untuk melaksanakan paragdima baru dalam mengajarkan matematika,
yaitu dengan memilih metode maupun strategi yang tepat. Untuk kali ini kami menerapkan
model pembelajaran inquiri dalam pembelajaran menghitung luas persegi dan persegi panjang.
Pembelajaran ini kami lakukan melalui kegiatan real teaching di SDK Santa Theresia Atambua
I dengan berbasis Lesson Study.

Rencana Pelaksanaan Kegiatan


Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (plan) kami lakukan bersama tim
guru matematika, dengan kegiatan diskusi. Materi diskusi adalah, mata pelajaran
matematika kelas III ( tiga ) semester II ( dua) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Pada
diskusi tersebut disepakati untuk memilih standar kompetensi: menghitung keliling, luas
persegi dan persegi panjang serta penggunaanya dalam pemecahan masalah. Sedangkan
Kompetensi Dasarnya: Menghitung luas persegi dan persegi panjang. Selanjutnya
dikembangkan indikator: 1. Menentukan rumus luas persegi, dan 2. Menentukan rumus luas
persegi panjang. Tujuan pembelajaran : 1. Siswa dapat menentukan rumus luas persegi dan
persegi panjang dan 2. Siswa dapat menentukan luas daerah persegi dan persegi panjang
dengan menggunakan satuan persegi. Materi : Menghitung luas persegi dan persegi panjang.
Metode: Tanya jawab, diskusi , penugasan. Model pembelajaran : kooperatif inquiri dan
media : satuan persegi, persegi dan persegi panjang berpetak

Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar


Pertama, Ketika akan memulai pelajaran siswa terlihat tegang dan pasif.
Guru : „‟Selamat pagi anak-anak”
Siswa menjawab serempak:„‟Pagi bu”
Guru :”Bagaimana kabarnya hari ini?‟‟
Siswa : “sehat bu.‟‟.
Lalu guru memperkenalkan diri. Agar lebih akrab guru mengajak anak-anak
menirukan yel yang diberikan guru.
Guru :‟‟Supaya lebih belajar hari ini lebih semangat ibu akan memberikan
yel”.
Siswa : ”Mau bu..!”
Terlihat anak-anak mulai antusias untuk mendengarkan.
Guru :“Anak-anak, kalau Ibu mengatakan : Ingat belajar Ingat 3 F, anak-anak
menjawab:”Fine, Fresh , Fokus..!”.
Lalu guru meminta siswa untuk berdiri semua dan memperagakan bersama-
sama.Anak-anak senang sekali dengan yel tersebut.
Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi, guru bertanya kepada siswa.
Guru :“Anak-anak pada kelas 3 sudah belajar tentang bagun datar. Siapa yang
bisa menyebutkan contoh bangun datar..?”.
Beberapa anak mengangkat tangan untuk menjawab. Guru menunjuk salah satu siwa
untuk menjawab.
Sisca: “persegi panjang, bu!”
Guru :“Bagus sekali Sisca” guru memujinya.
Guru :“Siapa yang bisa menyebutkan lagi?”
Guru menghampiri siswa lain yang mengangkat tangan. Beberapa anak mulai
menjawab contoh bangun datar seperti persegi, lingkaran, segitiga.
Guru :“Wah ternyata anak-anak pintar semua ya?”
Guru :“Anak-anak masih ingat dengan pelajaran bangun datar?”
Terlihat siswa mulai memperhatikan penjelasan guru dan siswa mulai dilibatkan.
Terlihat siswa mulai senang dalam belajar.
Guru :“ Nah, anak-anak coba perhatikan apa yang ibu perlihatkan ini?”

1
Siswa ;“Bentuk bangun datar apakah ini ?” (Guru memegang kertas HVS satu
lembar).
Salah satu anak menjawab bentuk persegi panjang. Lalu guru bertanya kembali.
Guru :“Coba anak-anak perhatikan di dalam ruangan kelas ini, benda apa
saja yang sama seperti bangun datar persegi?”
Beberapa anak mulai mengangkat tangan dan berebutan untuk
menjawab. Siswa :“Saya bu, saya bu..!”
Lalu guru menunjuk salah satu anak untuk menjawab.
Guru :“Ya Alfred, coba sebutkan”
Alfred :“ papan tulis, bu”
Guru :“Bagus sekali Alfred”
Guru meminta anak yang lain menyebutkan (beberapa anak menyebutkan kalender,
foto, pintu kelas.
Guru :“ Nah, anak-anak kalau ini bentuk bangun datar apa?”
Guru :“Nah, sekarang coba sebutkan ciri-ciri dari persegi panjang?”
Beberapa anak mengangkat tangan. Guru menunjuk salah satu siswa.
Sisca :“Kedua sisinya sama panjang dan dua sisinya sama lebar, bu”
Guru :“Tepat sekali jawabanmu, nak!”.
Kemudian guru memperlihatkan kertas origami kepada anak-
anak. Siswa :“Itu persegi bu!”
salah satu siswa menjawab dengan lantang.
Guru :“Bagus sekali jawabanmu, nak…!”
Guru :”Siapa yang bisa menunjukkan bangun datar persegi di dalam kelas
ini?”
Siswa : “saya bu!, saya bu!”.
Siswa nampak berebutan untuk menjawab. Secara bergantian siswa menjawab :
jendela kelas, gambar di dinding kelas, jam.
Guru :“Bagaimana dengan ciri-cirinya persegi?”
Guru :“Siapa yang bisa menjawab?”
Salah seorang siswa nampak ragu-ragu mengangkat tangannya. Lalu guru
menghampirinya.
Guru :“Ayo jangan takut nak, kamu pasti bisa!”
Guru memotivasi siswa untuk berani menjawab.
Siswa :“Semua sisinya sama bu”, jawabnya pelan.
Guru :“Tepat sekali jawabanmu, nak!”.
Guru :“Ayo tepuk tangan untuk temanmu ini“
Sambil menepuk-nepuk bahu siswa tersebut (siswa lain bertepuk tangan). Guru
memegang kertas HVS dan kertas Origami ditunjukkan kepada siswa.
Guru :“Anak-anak, coba perhatikan kedua bangun datar persegi dan persegi
panjang ini. Apakah perbedaan bangun persegi dan persegi panjang?”.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir. Sisca mengangkat
tangan. Guru :“Ya Sisca, apa perbedaan ciri persegi dan persegi panjang?”,
Guru seraya menghampiri.
Sisca :“kalau persegi, keempat sisinya sama bu. Kalau persegi panjang ada
dua sisi sama panjang dan dua sisi sama lebar”.
Guru :”Bagus Sisca, jawabanmu tepat sekali”.

Kemudian guru menjelaskan bahwa apa yang dilakukan tadi ada kaitannya dengan
materi yang akan dipelajari hari yaitu tentang menentukan luas persegi dan persegi panjang.
Kemudian guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa pembelajaran ini sangat bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika anak-anak akan memasang keramik pada lantai
ruangan, anak-anak bisa menentukan berapa luas ruangan, berapa dos keramik yang akan dibeli,
berapa ongkos tukang dan berapa harga keramik untuk menutupi seluruh ruangan tersebut, serta
tidak lupa guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran.

1
Kedua, pada kegiatan inti guru secara klasikal menjelaskan materi tentang menentukan luas
persegi dan persegi panjang, dengan tahap pembelajaran pertama konsep bangun datar, kedua
konsep persegi dan ketiga konsep persegi panjang. Guru memberikan petunjuk mengerjakan
LKS. Kemudian siswa diminta untuk menempelkan satuan persegi pada daerah persegi dan
persegi panjang. Siswa sangat antusias dan hampir semua siswa mendapat kesempatan untuk
menempelkan satuan persegi pada daerah pesegi dan persegi panjang. Agar lebih menarik guru
membagikan karton untuk menempel hasil pekerjaan siswa. Guru membagi siswa menjadi 7
kelompok setiap kelompok anggotanya 5 orang dan satu kelompok terdiri dari 6 siswa. Setiap
kelompok dipilih berdasarkan jenis kelamin dan kemampuan akademiknya. Setiap kelompok
mendapatkan tugas. Kemudian dibagikan LKS siswa berdiskusi membahas LKS tersebut, dalam
LKS tersebut siswa diminta menempelkan potongan satuan persegi pada darah persegi I, II dan
III. Kemuadian siswa akan menemukan berapa satuan persegi yang menutupi daerah persegi
tersebut. Demikian juga dengan daerah persegi panjang. Sehingga akan diketahui luas daerah
pesrsegi dan persegi panjang. Guru menyampaikan bahwa setiap anggota kelompok harus bisa
mengerjakannya dan paham, siswa kelihatan asyik bekerjasama terlihat hampir semua siswa
dapat bekerjasama dengan kelompoknya . Karena dalam kelompok tersebut pembagiannya
sudah sesuai tingkat kemampuannya. Dalam diskusi kelompok interaksi siswa dengan siswa
sangat baik siswa sangat antusias mengerjakannya. Pada awal mengerjakan ada satu kelompok
terlihat rebut, ternyata mereka berebut untuk bisa menempelkan satuan persegi pada daerah
persegi. Guru mendatangi kelompok tersebut dan menyruh siswa untuk berbagi tugas. Siswa
asyik menempel potongan satuan persegi pada gambar persegi dan persegi panjang. Anggota
kelompok yang sudah mengerti berkewajiban menjelaskannya pada anggota kelompok yang
lain. Setelah diskusi selesai guru menyuruh setiap kelompok menempelkan hasil kerja kelompok
di depan dan mempresentasikan hasil pekerjaannya. mendapat giliran menjawab pertanyaan dari
guru. Terlihat sekali siswa dalam keadaan senang siswa diajak belajar menemukan rumus
persegi dan persegi panjang dan menentukan daerah persegi dan persegi panjang dengan
menempel satuan persegi. Dengan bermain, siswa yang tadinya diam ikut aktif dalam belajar,
dan semua siswa harus selalu dalam keadaan siap. Dengan pembelajaran ini dapat melatih siswa
Pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif.
Siswa terlihat ceria, senang dengan demikian dapat melatih mental siswa untuk siap pada
kondisi dan situasi apapun. Meskipun ada beberapa siswa yang kelihatan gelisah, merasa deg-
degan, dan bercanda tetapi tidak mengganggu proses belajar mengajar. Guru juga memberikan
penghargaan kepada setiap kelompok yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

Ketiga, pada kegiatan akhir kesimpulan materi pelajaran hari ini dilakukan bersama-sama
dengan siswa, guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran. Evaluasi akhir
diberikan oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam waktu yang disepakati 10 menit
sebagian besar siswa sudah selesai mengerjakannya, hanya ada beberapa orang siswa yang
belum selesai dikarenakan murid tersebut sedikit lambat dalam belajar. Kemudian soal tersebut
dibahas bersama-sama ternyata hasilnya cukup memuaskan dari 36 siswa keseluruhan tuntas
nilainya sempurna. Sebagai tindak lanjut guru memberikan arahan kepada siswa untuk tetap
belajar. Suasana belajar ini cukup menyenangkan dengan bersenang-senang, otak siswa akan
mekar seperti bunga jadi mudah untuk menerima pelajaran.

Refleksi
Setelah kegiatan pembelajaran selesai maka diadakan refleksi yang dihadiri oleh guru
model, observer (rekan sejawat, kepala sekolah dan exspert dari UM). Beberapa catatan hasil
observasi diantaranya adalah: (1) Siswa diajak menyerukan yel untuk mengantar ke pelajaran,
terus berdiri dan diminta berhitung, (2) Kondisi dan respon siswa sangat baik ketika guru
memberikan apersepsi, (3) Interaksi siswa dengan siswa ketika menempel satuan persegi pada
daerah persegi yang di tempelkan di karton mulai terjadi interaksi yakni dengan mengoreksi
pekerjaan temannya, (4) Interaksi dengan guru dari awal sampai akhir pembelajaran, (5) Satu
siswa laki-laki paling belakang pada awal pembelajaran kurang aktif namun pada proses
diskusi dia mampu berinteraksi dengan temen-temannya, malah dia yang terlihat aktif mengajari
teman sekompoknya dalam menjawab LKS, (6) Membentuk kelompok dan memberikan LKS,
(7) Guru mengamati dengan berkeliling untuk melihat semua kelompok pada saat diskusi, (8)

1
Siswa terlibat dalam merangkum materi pelajaran, (9) Respon siswa sangat baik, yakni
mengerjakan soal evaluasi, dan (10) Strategi pembelajaran yang tepat membuat suasana belajar
menjadi menarik dan media pembelajaran yang tepat sangat membantu pemikiran siswa
memahami konsep luas persegi dan persegi panjang.

PENUTUP
Berdasarkan kegiatan pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Guru harus memiliki kompetensi merancang kegiatan belajar agar pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami dan sesuai
urutan yang logis dengan memilih model pembelajaran yang tepat tepat membuat
suasana dalam pembelajaran menjadi menarik sehingga siswa termotivasi dan aktif
dalam belajar dan hasil belajar menjadi memuaskan.
2. Model pembelajaran inquiri ini membuat anak didik berpikir, senang dan melatih
mental anak didik untuk terlibat aktif dalam mengkontruksi pengetahuan, memperoleh
informasi,memecahkan masalah dan mencari kebenaran atau pengetahuan daripada
mengkonsumsi pengetahuan.
3. Jika strategi pembelajaran dan media pembelajaran yang dipilih telah membuat kegiatan
belajar menjadi menarik, efektif dan efisien dalam pemahaman konsep yakni siswa
dapat menentukan luas persegi dan persegi panjang maka pembelajaran yang
dilaksanakan bermakna.

DAFTAR RUJUKAN
Asmara, Husna. 2007. Penulisan Karya Ilmiah . Pontianak: Fahruna Bahagia.
Dwiyana. 2003. Pembelajaran Kooperatif model STAD Sebagai Alternatif untuk
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Trigonometri Siswa Kelas 3 SMU Negeri
Malang. Jurnal Matematika Tahun IX , Nomor 1, April.
Slavin. 1997. ”Synthesis of research on cooperative learning” dalam Educational
Leadership,Tahun XL(5):71-82.
Musetyo, Gatot,dkk. 2011. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Subanji, dkk. 2012. Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang dan
Pertamina.
Salmani & Agus Mujiono. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD untuk
Meningkatkan Pemahaman Materi Pencerminan Siswa Kelas V SDN 017 Penajam.
J_TEQIP, Edisi Tahun I, Nomor I, November.

PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF PADA PEMBELAJARAN


PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT
SISWA KELAS V SDN 087 PANYABUNGAN
MANDAILING NATAL

Zulkifli
Adi Sukarmin
SDN 087 Panyabungan Mandailing Natal

Abstrak: Dalam pembelajaran matematika guru memerlukan media untuk membantu siswa
memahami konsep abstrak matematika, yang dapat berupa media manipulatif. Telah
banyak media yang ditemukan oleh pakar pendidikan, tetapi guru perlu kreatif dalam
mengimplementasikannya di dalam kelas. Salah satunya adalah penggunaan media muatan
positif negatif untuk membelajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Kata kunci: media manipulatif, penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat

1
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah lemahnya proses
pembelajaran. Kelemahan dalam proses pembelajaran diantaranya, yang pertama siswa kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Kelemahan kedua, pada saat proses
pembelajaran di kelas cenderung diarahkan pada kemampuan menghafal informasi, kegiatan
pembelajaran belum diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi
yang dimiliki siswa. Kelemahan tersebut secara mendasar menyatakan bahwa proses pendidikan
kurang diarahkan membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan
masalah hidup, serta belum diarahkan untuk kemampuan membentuk manusia yang kreatif dan
inovatif.
Tinjauan kualitas pendidikan matematika secara umum yang terjadi di Kabupaten
Mandailing Natal masih jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar guru yang menurut
pengamatan penulis, belum mampu menyesuaikan pembelajaran dengan pengalaman siswa.
Terdapat kecenderungan, guru kehabisan akal untuk menciptakan proses penyajian materi
pembelajaran yang lebih konkret, sehingga dapat menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan
menyenangkan bagi siswa. Persepsi siswa menyatakan bahwa pelajaran matematika adalah
pelajaran yang sangat sulit dan menjadi momok. Hal ini Nampak pada pengamatan penulis, saat
siswa akan memulai pembelajaran matematika di kelas yang nampak tegang dan tidak kondusif.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya kualitas hasil belajar siswa di
Kabupaten Mandailing Natal, diantaranya adalah sarana dan prasarana pembelajaran yang
masih kurang memadai serta kualitas para pendidik yang belum memenuhi standar nasional.
Selain itu para guru SD di Mandailing Natal kompetensi bidang studi masih kurang. Keadaan
tersebut tentu berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran, karena pengetahuan guru yang
minim serta terhadap inovasi-inovasi baru dalam bidang pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika tingkat SD, adalah penting untuk melengkapi
pembelajaran dengan media dalam rangka mengembangkan pemahaman siswa. Media dalam
bentuk benda-benda fisik atau manipulatif yang digunakan untuk memodelkan konsep-konsep
matematika merupakan media yang penting. Media tersebut digunakan untuk membantu siswa
belajar matematika. Sehingga konsep matematika berisi hubungan-hubungan logis yang
dikonstruksi di dalamnya dan yang ada dalam pikiran sebagai bagian dari jaringan ide dapat
dimodelkan secara nyata melalui media. Model untuk sebuah konsep matematika merujuk
kepada sebarang objek atau gambar yang menyatakan konsep tersebut atau yang padanya
hubungan konsep dapat dikaitkan.
Sebagian besar proses pembelajaran matematika yang dilakukan guru di Kabupaten
Mandailing Natal belum melibatkan media dalam membelajarkan konsep matematika kepada
siswa. Tentu saja, hal ini belum sesuai dengan kebutuhan siswa terhadap tahap perkembangan
seperti pendapat Bruner (Pitadjeng, 2006) yang menyatakan bahwa untuk memahami
pengetahuan matematika yang baru, diperlukan tahapan-tahapan yaitu:
1. Tahap enaktif
Siswa belajar dengan menggunakan atau memanipulasi objek-objek kongkrit secara
langsung.
Contoh : Dalam pembelajaran bilangan – guru memvisualisasikan dengan
meminta siswa:
Ambil media muatan positif sebanyak 5 buah ( ) dan media muatan negatif
sebanyak 2 buah ( ). Berapa banyakkah media yang tidak mempunyai pasangan?
Contoh : Dalam pembelajaran bilangan – guru memvisualisasikan dengan
meminta siswa:
Ambil media bermuatan negatif sebanyak 3 buah ( ), dan kemudian ambil 6
pasang media yang bermuatan positif dan negatif ( ).
Dari media itu ambillah media bermuatan negatif sebanyak 6 buah ( ).
Jadi, tinggal berapa lagi media yang tidak mempunyai pasangan?
2. Tahap ikonik
Kegiatan siswa mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek
kongkrit. Siswa tidak memanipulasi langsung objek kongkrit, melainkan sudah dapat
memanipulasi dengan memahami gambaran objek-objek yang dimaksud.

1
Dalam implementasinya guru hanya meminta siswa dalam menggambarkan media muatan
positif negatif dalam menyelesaikan soal. Contoh soal
3. Tahap simbolik
Siswa belajar dengan memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada
kaitannya dengan objek-objek kongkrit dan gambarannya. Seperti menjawab soal secara
langsung bahwa , dan – .

Sebelum siswa mengenal hal-hal yang abstrak, ada baiknya terlebih dahulu guru
melakukan proses mengkongkritkannya dengan menggunakan media dengan tujuan
memberikan makna. Jika tidak mengikuti tahapan tersebut, dikhawatirkan anak kehilangan
makna yang dipelajari dan merasa dipaksa.
Selama ini, khususnya guru di Kebupaten Mandailing Natal membelajarkan konsep
Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat melalui penyebutan bahwa bilangan positif adalah
kepunyaan dan bilangan negatif dinyatakan dengan hutang. Misal, untuk
menyelesaikan soal tersebut, siswa diajak untuk membayangkan kepada peristiwa jual beli
yaitu, hari ini kamu mempunyai utang kue sebanyak 5 di toko kue Seroja, sementara besoknya
kamu mempunyai kue sebanyak 7, apabila kamu ingin membayar/mengembalikan utang kue
kamu yang kemarin, berapa banyak lagikah kue yang tersisa? Kemudian siswa menjawab 2.
Dari pengalaman, untuk membelajarkan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di
kelas V, cara tersebut agak sulit dipahami siswa. Patut diduga tahapan pembelajarannnya
bertentangan dengan tahap kognitif siswa. Keadaan seperti ini dapat membuat siswa terpaksa
belajar dan pada akhirnya siswa merasa jenuh. Oleh karena itu, penulis akan membahas
implementasi penggunaan media muatan positif negatif dalam suatu rencana pembelajaran.

Pembuatan Media
Bahan yang diperlukan adalah kertas manila yang berwarna biru dan kertas manila
berwarna coklat (warna ini nantinya menjadi representasi dan ), adapun alatnya adalah
spidol, jangka, penggaris, isolasi dwimuka dan gunting/cutter. Adapun langkah pembuatannya:
1. Buatlah beberapa lingkaran kecil sebanyak mungkin dari kertas manila yang berwarna biru
dan coklat, selanjutnya lingkaran tersebut nantinya dibagi dua untuk manghasilkan
setengah lingkaran yang diinginkan.
2. Setelah lingkaran dibagi dua, gunakan spidol untuk menuliskan tanda positif ( ) disetiap
setengah lingkaran tersebut pada kertas manila yang berwarna biru dan untuk menyatakan
bilangan negatif ( ) pada kertas yang berwarna coklat.
3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus, kertas manila yang sudah selesai dibuat
dilaminating agar terhindar dari basah dan bisa tahan lama
4. Gunting setengah lingkaran-setengah lingkaran tersebut. Hasil guntingan ini yang akan
mengilustrasikan lambang bilangan bulat positif, negatif dan nol
5. Gunakan isolasi dwimuka pada bagian belakang media, untuk memudahkan menempelkan
di papan tulis pada saat melaksanakan pembelajaran
Hasil pembuatan media setengah lingkaran tersebut merepresentasikan tanda dari
bilangan bulat positif, negatif dan nol sedangkan banyaknya setengah lingkaran menyatakan
kuantitasnya, media tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Bilangan Positif Bilangan Negatif Bilangan nol (0)

Gambar 1. Bentuk setengah lingkaran bilangan bulat positif, negatif dan nol

Pelaksanaan Pembelajaran
Adapun tahapan pembelajaran konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
melalui tiga tahapan yang utama, yaitu pertama konsep bilangan bulat, kedua konsep
penjumlahan bilangan bulat, dan ketiga pengurangan bilangan bulat.

1
Pertama, guru secara klasikal membelajarkan konsep bilangan bulat melalui tahapan berikut
ini.

1. Guru menunjukkan media setengah lingkaran serta menjelaskan tentang media tersebut dan
cara penggunaannya.

a. Penjelasan:
- Bilangan bulat terdiri dari bilangan positif, negatif dan nol
- Media setengah lingkaran yang berwarna biru mewakili bilangan bulat positif
- Media setengah lingkaran yang berwarna coklat mewakili bilangan bulat negatif
- Dua media yang mewakili bilangan positif dan negatif apabila digabungkan menjadi
bilangan netral yang hasilnya menjadi nol
b. Penggunaannya:
- Dalam menyatakan bilangan positif 5 dapat ditentukan dengan cara mengambil
media yang berwarna biru sebanyak 5 buah. Siswa dapat menambahkan beberapa
pasangan warna biru dan coklat yang menyatakan bilangan netral bernilai nol,
seperti yang terlihat pada gambar berikut:

5
Untuk menyatakan negatif 3 dengan gambar berikut:

2. Guru menyajikan beberapa contoh penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.


Contoh 1:

a. Sediakan 2 media biru

1
b. Letakkan/taruh 5 media coklat (dipasangkan dengan media biru)

c. Media yang berpasangan, bernilai nol (bilangan netral), yang tidak punya pasangan
itulah jawabannya

Dengan demikian

Contoh 2:

a. Sediakan 7 media coklat

b. Keluarkan 5 media
(berarti tinggal 2 media lagi, maka itulah jawabannya)

Dengan demikian –

Contoh 3:

a. Sediakan 4 media coklat

b. Keluarkan 5 media coklat (ternyata tidak bisa dikeluarkan 5 karena cuma ada 4 media
yang berwarna coklat)
c. Bantu 5 pasang media warna biru dan coklat, lalu letakkan disampingnya

d. Kemudian keluarkan 5 media warna coklat

1
e. Karena ada 1 media warna biru yang tidak punya
pasangan (itulah jawabannya)

Dengan demikian –

Kedua, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok heterogen. Masing-masing kelompok
dibagikan Lembar Kerja Siswa. Berikut ini contoh Lembar Kerja Siswa yang digunakan dalam
pembelajaran. Soal-soal yang diberikan disusun berdasarkan kesulitan yang biasa dialami siswa
selama ini. Soal-soal berikut juga memberikan pengalaman belajar siswa untuk terbiasa melihat
pola. Dengan terbiasa melihat pola, diharapkan siswa tidak hanya menghafal prosedur.

Kerjakan soal-soal dibawah ini!

I. A. 1. B. 1. –
2. 2. –
3. 3. –
4. 4. –

Perhatikan polanya, apa kesimpulan yang dapat kamu peroleh dari soal-soal di atas?

II. A. 1. B. 1.
2 2.
3. 3.
4. 4.

Perhatikan polanya, apa kesimpulan yang dapat kamu peroleh dari soal-soal di atas?

PENUTUP
Dalam pembelajaran guru dituntut untuk menentukan media yang cocok dalam
membelajarkan konsep matematika yang abstrak. Media manipulatif yang dapat digunakan
untuk membelajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat adalah media muatan
positif negatif. Penggunaannya dapat oftimal jika dilengkapi dengan pilihan soal-soal yang
disusun berdasarkan kesulitan siswa dalam menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat.
Siswa juga dibiasakan dengan melihat pola. Dengan terbiasa melihat pola, diharapkan siswa
tidak hanya menghafal prosedur.

DAFTAR RUJUKAN
Pitadjeng, 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, TEQIP. Malang : Kerjasama PT.
Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang.

1
PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN
ALAT PERAGA SEDERHANA PADA POKOK BAHASAN
BILANGAN BULAT
Alihot Suhaimi Harahap
SDN 200201 Ujungpadang

Abstrak: Hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 200201 Ujungpadang dari
beberapa kali ulangan masih sangat rendah. Dari tiga kali ulangan, rata-rata nilai kelas
masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui apakah penggunaan alat peraga sederhana dan model pembelajaran tutor
sebaya dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok
bahasan menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat. Penelitian ini adalah Classroom
Action Research (Penelitian Tindakan Kelas). Adapun kelas yang diteliti adalah siswa kelas
IV SD Negeri 200201 Ujungpadang dengan jumlah siswa 28 orang. Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar sebelum dilakukannya tindakan dan setelah
tindakan. Peningkatan dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan hasil belajar
dari rata-rata 41,48 menjadi 79,64 dan peningkatan ketuntasan belajar kelas dari 5 siswa
atau 17,86% meningkat menjadi 23 siswa atau 82,14%. Dengan demikian penggunaan alat
peraga sederhana dapat meningkatkan hasil belajar belajar siswa pada mata pelajaran
matematika.

Kata Kunci: Alat peraga sederhana, matematika, bilangan bulat.

Hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 200201 Ujungpadang dari beberapa kali
ulangan masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari observasi peneliti terhadap kelas yang
dijadikan sebagai subjek dari penelitian. Dari tiga kali ulangan, rata-rata nilai kelas masih
dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 49,50; 49,50 dan 52,00. Kriteria ketuntasan
minimal mata pelajaran matematika yang ditetapkan di SD 200201 Ujungpadang yaitu 70. Pada
ulangan pertama nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 15. Pada ulangan harian kedua nilai
tertinggi 80 dan nilai terendah 28 sedangkan pada ulangan tengah semester nilai tertinggi 88 dan
nilai terendah 25. Berdasarkan daftar nilai tengah semester siswa (sampel yang diambil 8 siswa
yakni 30% dari jumlah siswa di kelas) yang memperoleh nilai 10-29 sebanyak 1 siswa atau
13%, nilai 30-49 sebanyak 3 siswa atau 38%, nilai 50-69 sebanyak 2 siswa atau 25% dan nilai >
70 sebanyak 2 siswa atau 25%. Berdasarkan prinsip belajar tuntas, pembelajaran dikatakan
berhasil apabila 85% siswa menguasai 70% materi yang diajarkan. Pada data tersebut siswa
yang menguasai > 70% materi baru mencapai 22%, sehingga perlu dilakukan tindakan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, terutama pada aspek berhitung.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap kelas IV, tampak siswa
senang dengan pembelajaran yang sedang berlangsung akan tetapi siswa kurang mentaati
disiplin yang berlaku di kelas, seperti ribut, siswa mengganggu siswa lainnya, berjalan ke depan
kelas, dan berteriak, suasana kelas menjadi kurang kondusif untuk belajar. Berdasarkan analisis
lebih lanjut ternyata siswa yang membuat keributan adalah siswa yang tergolong pintar dan
cepat dalam menangkap pelajaran. Sedangkan siswa yang berada dikisaran sedang sampai
lambat cenderung pesimis (tidak percaya diri), mereka menganggap tugas yang diberikan
padanya terlalu sulit sehingga mereka sering sekali meminta bantuan guru jika ada kesulitan
dalam mengerjakan tugas walaupun kesulitan tersebut bisa dia tanyakan kepada temannya.
Dalam proses belajar mengajar mengajar selama ini, guru jarang menggunakan alat
peraga dalam mengajarkan konsep matematika yang abstrak. Pola guru yang sering digunakan
adalah whiteboard dan spidol dalam melakukan pembelajaran. Situasi pembelajaran yang
terjadi, tidak membuat siswa menjadi aktif. Ketika siswa disuruh mengerjakan soal, beberapa
siswa tampak tidak mengerti cara menyelesaikan soal yang diberikan guru. Kemudian dari
keaktifan siswa, siswa tidak ada yang bertanya. Pengamatan guru, hanya siswa yang pandai
yang dapat mengikuti pembelajaran.
Untuk memperkaya hasil pengamatan, peneliti menambahkan data-data yang diperoleh
dari angket. Angket yang peneliti susun berisi pertanyaan-pertanyaan faktor internal dan
eksternal yang mungkin menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Angket diberikan
1
kepada siswa secara acak sebanyak 30% dari jumlah populasi yakni 8 siswa sampel dari 28
siswa seluruh kelas. Pada tanggal 20 Oktober 2012 peneliti peneliti memberikan angket, setelah
pembelajaran berlangsung. Hasilnya 6 siswa atau sebesar 75% mengatakan suasana kelas ketika
KBM berlangsung tidak kondusif, 7 siswa atau sebesar 88% mengatakan alat peraga yang
digunakan guru tidak menarik perhatian mereka, 6 siswa atau sebesar 75% mengatakan mereka
tidak memahami materi pelajaran dengan bantuan alat peraga yang digunakan guru, dan
jawaban pertanyaan lainnya mengindikasikan tidak terdapat masalah. Berdasarkan hasil analisis
jawaban angket ditemukan masalah yaitu guru kurang memaksimalkan penggunaan alat peraga
dalam melaksanakan pembelajaran.
Pelajaran matematika pada pokok bahasan apapun memiliki kendala dalam
pelaksanaannya, hal ini disebabkan karakteristik matematika yakni ilmu yang mempelajari
objek berupa fakta, konsep, dan operasi serta prinsip yang semuanya itu adalah abstrak.
Kesemua objek tersebut harus dipahami secara benar oleh siswa, karena biasanya materi satu
merupakan prasyarat untuk materi yang lain. Bahkan beberapa materi matematika diperlukan
untuk pelajaran yang lain seperti pelajaran IPA pada pokok bahasan pengukuran berat, volume,
dan suhu, pelajaran IPS pada pokok bahasan uang. Dengan kata lain pembelajaran matematika
harus sistematis yang memiliki arti, siswa belum bisa melanjutkan materi berikutnya jika belum
memahami/tuntas memahami materi pendukung.
Oleh karena itu guru harus memahami konsep mengajar matematika secara tepat
melalui penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Seperti
diungkapkan oleh Sudjana (1989:99) bahwa “Alat peraga dalam mengajar memegang peranan
penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif”. Setiap
proses belajar dan mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan, bahan,
metode, alat/media serta evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang tidak dapat
dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan
bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pencapaian tujuan tersebut, peranan alat
peraga memegang peranan penting sebab dengan adanya alat peraga ini materi dapat dengan
mudah dipahami oleh siswa. Dengan demikian yang dimaksud dengan alat peraga sederhana
pada penelitian ini seperti yang dikemukakan oleh Pujiati (2004:3) adalah “pemanfaatan alat
peraga yang dibuat sendiri dan bahan pembuatnya diambil dari lingkungan sekitar”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan proses penggunaan alat peraga
sederhana serta untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pokok bahasan
bilangan bulat dengan penggunaan alat peraga sederhana. Dengan tujuan agar peserta didik
mampu menemukan sendiri konsep dari materi yang diajarkan, agar nantinya proses belajar
mengajar di kelas akan lebih bermakna.
Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan bantuan garis bilangan dengan membuat
diagram panah yang menyertakan bilangan.

1) Mengenal bilangan bulat dengan diagram panah


Sebuah bilangan bulat dapat ditunjukkan dengan diagram panah pada garis bilangan
yang mempunyai panjang dan arah. Panjang diagram panah menunjukkan banyaknya satuan,
sedangkan arahnya menunjukkan positif atau negatif.
Jika diagram panah menuju ke arah kanan, maka anak panah tersebut menunjukkan
bilangan bulat positif. Jika diagram panah menuju ke kiri, maka anak panah tersebut
menunjukkan bilangan bulat negatif.
Menunjukkan bilangan 7

Gambar 2.1. Menunjukkan bilangan 7

1
Menunjukkan bilangan –7

Gambar 2.2. Menunjukkan bilangan -7

2) Menjumlah bilangan bulat dengan diagram panah


Penjumlahan bilangan bulat dengan diagram panah dimulai dari bilangan nol. Coba
perhatikan contoh berikut ini.
Tentukan hasil penjumlahan dari : 3 + (–4)
Jawab:

Gambar 2.3. Contoh penjumlahan bilangan bulat

Diagram panah dari 0 ke 3 menunjukkan bilangan 3 Diagram panah dari 3 ke –1


menunjukkan bilangan –4 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke –1 Jadi, 3 + (–
4) = –1
Sebelum dilanjutkan kepada materi pengurangan bilangan bulat. siswa harus memahami
dulu bilangan bulat yang saling berlawanan.

a) Bilangan Bulat yang saling berlawanan

Gambar 2.4. Bilangan bulat yang saling berlawanan

Berdasarkan gambar dapat kita simpulkan sebagai berikut:


Bilangan-bilangan bulat di sebelah kiri titik nol saling berlawanan dengan
bilangan di sebelah kanan titik nol yang berjarak sama.

b) Pengurangan Bilangan Bulat


Pengurangan adalah lawan dari penjumlahan. Bagaimana cara mengurangkan
bilangan bulat. Mari perhatikan contoh berikut ini. Tentukan hasil
pengurangan berikut : 2 – 5 = ....

1
Gambar 2.5. Contoh pengurangan bilangan bulat

Jadi, 2 – 5 = –3
Selanjutnya, penarikan kesimpulan tentang hasil-hasil pengurangan dengan
penjumlahan bilangan bulat seperti dibawah ini:
a. 2 + (–5) = –3 2 – 5 = –3
b. (–2) + (–5) = –7 (–2) – 5 = –7
c. 2 + 5 = 7 2 – (–5) = 7
d. (–2) + 5 = 3 (–2) – (–5) = 3
Berdasarkan hasil penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tersebut dapat
disimpulkan bahwa: Pengurangan bilangan bulat adalah penjumlahan dengan
lawan bilangannya. Dengan rumus sebagai berikut (Burhan,2008:152) :

a – b = a + (–b)
a – (–b) = a + b

Operasi hitung campuran adalah operasi hitung bilangan bulat positif dan negatif yang
melibatkan penjumlahan dan pengurangan sekaligus.

Contoh:
Tentukan hasil operasi hitung berikut ini.
(–4) + 12 – 3 =
Jawab:

Gambar 2.6. Contoh Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat

Jadi, (–4) + 12 – 3 = 5

1
Kerangka berpikir yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut :

Guru/peneliti : Belum memanfaatkan alat peraga


Siswa/yang sederhana
diteliti:
Kondisi Awal
Hasil belajar
matematika siswa
rendah

Memanfaatkan: Siklus I :
Tindakan Alat peraga sederhana Guru menggunakan alat peraga materi penjumlahan

Siklus II :
Guru menggunakan alat peraga materi pengurangan

Diduga melalui penggunaan


Kondisi
alat peraga sederhana dapat
Akhir
meningkatkan hasil belajar
penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat
di kelas IV

METODE
Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas, yang menggunakan skenario
berupa siklus kegiatan yang dikembangkan berdasarkan acuan Kemmis dan Mc Taggart.
Kegiatan tersebut meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pemantauan
(observation) dan refleksi (reflection).

1
PENJAJAKAN

Perencanaan

Tindakan I

Pemantauan
Evaluasi
Refleksi

Perencanaan

Tindakan II

Evaluasi Pemantauan

Refleksi

Permasalahan yang akan diteliti yaitu masalah yang ditemukan oleh peneliti ketika
melaksanakan observasi awal. Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh peneliti maka dibuat
suatu rancangan pembelajaran yang akan diterapkan pada siklus I. Untuk keperluan tindakan
pelaksanaan observasi kegiatan dan refleksi dilakukan oleh teman sejawat. Hasil refleksi
digunakan untuk keperluan keputusan tindakan berikutnya.
Uraian di atas mengidentifikasikan bahwa (1) terdapat permasalahan faktual dalam
pembelajaran, yaitu lemahnya kemampuan siswa dalam berbicara terutama pada aspek isi
pembicaraan, aspek penggunaan bahasa, dan aspek performansi masih rendah, (2) ada tindakan
yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan tersebut, yaitu penggunaan teknik bermain
peran dalam pembelajaran, serta (3) terjadi kolaborasi antara guru sebagai peneliti dengan
teman sejawat sebagai observer selama penelitian berlangsung. Berdasarkan ciri-ciri tersebut,
penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan satu
kasus.
Penelitian ini terdiri dari dua siklus yang masing-masing siklus meliputi tahap
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan evaluasi, dan refleksi. Hasil
refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus II. Dengan kata lain, pemberian
tindakan pada siklus II didasarkan pada upaya untuk dapat melaksanakan penggunaan alat
peraga sederhana dalam meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan penjumlahan
dan pengurangan pecahan di kelas IV. Dalam setiap siklus waktu yang di buat oleh penulis pada
rencana yang di susun yiatu 2 x 35 Menit.
Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas IV SD 200201 Ujungpadang, yang terdiri dari
dua kelas paralel yaitu A dan B, namun subjek yang digunakan oleh peneliti yaitu kelas IVA

1
yang berjumlah 28 Orang siswa. Sedangkan instrument yang digunakan oleh peneliti berupa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP ), Alat Peraga Sederhana, lembar observasi, anngket
serta soal yang akan digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian, pada saat pretes sebelum diberikan tindakan diperoleh nilai rata-rata
kelas sebesar 41,48. Rata-rata ketuntasan belajar siswa seluruh kelas berada di bawah 70% yakni
17,86%. Berarti siswa dapat dikatakan belum berhasil baik secara individu maupun secara
keseluruhan kelas. Setelah pemberian tindakan melalui penggunaan alat peraga sederhana yang
dilakukan Peneliti pada siklus I dengan sub pokok bahasan penjumlahan bilangan bulat diperoleh
nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 65,00 dengan keketuntasan belajar siswa mencapai 14
siswa dari 28 siswa yakni sebesar 50,00%.
Berdasarkan analisis data siklus I diperoleh kesimpulan sementara bahwa penggunaan
alat peraga sederhana yang dilakukan peneliti belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
aspek kognitif pokok penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat baik secara individu maupun
keseluruhan, sehingga perlu perbaikan dan pengembangan penggunaan alat peraga sederhana
dan tutor sebaya pada siklus II.
Pada tindakan siklus II, merupakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I.
Penggunaan alat peraga sederhana dan pembelajaran tutor sebaya pada siklus II, peneliti
mengajarkan materi pengurangan bilangan bulat yang lebih menekankan yakni sebagai berikut:
1. Memberikan bimbingan cara pembuatan alat peraga “Jembatan Bilangan Bulat” dengan
cara penjelasan dan lembar panduan pembuatan alat peraga.
2. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk tampil kedepan kelas untuk memperagakan
penyelesaian soal penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan alat peraga akan
diperbanyak lagi.
3. Memperjelas cara-cara belajar bersama dalam kerja kelompok.
4. Melihat kesiapan belajar siswa dan membuat suasana kelas menjadi kondusif untuk
belajar.
5. Memberitahu kepada siswa tentang peraturan dikelas untuk meningkatkan kedisiplin.
Kemudian setelah siklus II dilaksanakan didapat hasil tes siswa yakni nilai rata-rata
kelas meningkat menjadi 79,64 dengan ketuntasan belajar kelas meningkat menjadi sebesar
82,14%. Hal ini berarti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga yang
dilaksanakankan peneliti dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif pokok
bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

100.00
90.00 79.64
80.00
70.0065.00
60.00
Rata - rata

50.0041.48
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
PretestSiklus ISiklus II

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat kenaikan nilai rata-rata siswa mulai dari Pretest,
Postest I , hingga Postest II. Kenaikan rata-rata nilai keseluruhan siswa dari Prestest ke Postest I
sebesar 57% yakni dari 41,48 ke 65,00. Kemudian kenaikan rata-rata nilai keseluruhan siswa
dari Postest I ke Postest II sebesar 23% yakni dari 65,00 ke 79,64.
Grafik Peningkatan Ketuntasan Belajar Keseluruhan Siswa dari Pretest, Postest I, dan
Postest II adalah sebagai berikut:

1
100.00
82.14
80.00

60.00 50.00

Persen % 40.00
17.86
20.00

0.00
Pretest Postest I Postest II
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Ketuntasan Belajar Keseluruhan Siswa

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat kenaikan ketuntasan belajar keseluruhan siswa
mulai dari Pretest, Postest I , hingga Postest II. Kenaikan ketuntasan belajar keseluruhan siswa
dari prestest ke postest I sebesar 32,14% yakni dari 5 siswa menjadi 14 siswa atau dari 17,86%
menjadi 50,00%. Kemudian kenaikan ketuntasan belajar keseluruhan siswa dari Postest I ke
Postest II sebesar 31,86% yakni dari 14 siswa menjadi 23 siswa atau dari 50,00% menjadi
82,14%.

PENUTUP
Berdasarkan hasil observasi pada siklus I aktivitas siswa yang terdiri dari tiga aspek
yakni aktivitas umum, aktifitas penggunaan alat peraga mendapat persentase hanya 68%
kemudian pada observasi aktivitas siswa pada siklus II terjadi peningkatan menjadi sebesar
96%. Dari data tersebut dapat disimpulkan penggunaan alat peraga sederhana dapat
meningkatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran matematika pokok bahasan bilangan bulat di
kelas IV.
Nilai rata-rata kelas dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan hal tersebut terlihat
Pretest pada saat sebelum memulai siklus I adalah sebesar 41, kemudian nilai Postest meningkat
pada siklus I sebesar 65, dan nilai Postest meningkat lagi pada siklus II menjadi sebesar 80.
Sedangkan tingkat ketuntasan belajar keseluruhan siswa juga meningkat dari pretest, Postest
Siklus I, dan Postest Siklus II yakni berturut-turut 18% dengan kategori belum tuntas, 50%
dengan kategori belum tuntas dan 82 % dengan kategori tuntas. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, melalui penggunaan alat peraga sederhana dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika pokok bahasan bilangan bulat
pada siswa kelas IV semester II SD Negeri 200201 Ujungpadang.
Dengan melihat peningkatan hasil belajar yang signifikan melalui penggunaan alat
peraga sederhana terhadap pembelajaran matematika SD pokok bahasan penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat maka, peneliti menyarankan kepada guru harus mampu mengajak
siswa ikut berpartisifasi dalam membuat alat peraga sederhana agar siswa termotivasi untuk
belajar.

DAFTAR RUJUKAN
Hudojo, Herman. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Pujiati. 2004. Penggunaan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta:
PPPPTK Matematika
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

1
EFEKTIVITAS MODEL MENINJAU KEMBALI KESULITAN
MATERI DALAM UPAYA MEMBANTU SISWA MENGINGAT
KEMBALI MATERI PELAJARAN MATEMATIKA
PADA KELAS IV SDN INPRES MELONGUANE
Flortje Tumbal
SDN INPRES Melonguane

Abstrak: Kesulitan mengingat kembali materi pelajaran merupakan hal yang sering dialami
oleh siswa SD dalam menghadapi ujian formatif dan ujian lainnya. Ini menunjukkan bahwa
hasil prestasi belajar siswa masih rendah. Solusi untuk mengatasi belajar siswa dalam
pembelajaran matematika yaitu menggunakan strategi belajar aktif dengan model meninjau
kembali kesulitan materi pelajaran dalam upaya membantu siswa mengingat kembali materi
pelajaran matematika. Penggunaan strategi belajar aktif model meninjau kesulitan materi
pelajaran dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa kelas IV SD. Dari hasil
analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari (5,42 %) pada
siklus I menjadi (7,73 %) pada siklus II.

Kata Kunci : Belajar aktif, Prestasi belajar, meninjau kembali kesulitan materi

Akhir dari rangkaian proses belajar mengajar adalah tes akhir suatu mata pelajaran yang
dilakukan melalui tes formatif, tes mid semester, atau tes akhir semester bagi siswa kelas IV SD.
Di dalam menghadapi tes formatif bagi siswa kelas IV SD perlu adanya waktu senggang
terhadap materi ajar yang telah diterima oleh siswa selama mengikuti proses belajar mengajar.
Salah satu metode pengajaran yang dapat membuat anak bisa dan mampu mengingat
kembali materi pelajaran yang telah mereka terima adalah cara belajar aktif model pembelajaran
meninjau kembali kesulitan pada materi pelajaran. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan
kerja siswa sendiri. Penjelasan dan peragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang
maksimal. Agar belajar menjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka
harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang
mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa
bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berpikir keras (moving
about dan thinking aloud).
Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) Mengetahui tingkat penguasaan materi pelajaran matematika yang
telah dipelajari pada siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane Tahun Pelajaran 2012/2013, (2)
Mengetahui pengaruh metode belajar aktif model meninjau kembali kesulitan pelajaran
matematika pada siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane.
Berdasarkan permasalahan, peneliti dalam penelitian tindakan yang memilih judul Efektifitas
model meninjau kembali kesulitan materi dalam upaya membantu siswa mengingat kembali
materi pelajaran matematika pada kelas IV di SDN Inpres Melonguane Tahun Pelajaran
2012/2013, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Jika proses belajar mengajar
siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane menggunakan metode belajar aktif model meninjau
kembali kesulitan materi dalam menyampaikan materi pembelajaran matematika, maka aktivitas
belajar dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane akan lebih baik dibandingkan
dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya.
Penelitian ini memberikan manfaat bagi sekolah sebagai penentu kebijakan dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran matematika, bagi
guru sebagai bahan pertimbangan dalam menemukan metode pembelajaran yang efektif bagi
siswa.
Metode belajar aktif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa aktif untuk
memahami materi yang diajarkan guru dan memenuhi tujuan yang diharapkan. Motivasi belajar
adalah merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang anak dapat melakukan
kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah
minat belajar untuk tercapai suatu tujuan. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dinyatakan
dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran matematika.
1
Prestasi Belajar
Belajar adalah perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada
umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok.
Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi
kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. Untuk dapat disebut belajar, maka
perubahan harus merupakan hasil akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama
waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan
akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-
bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan
nyata proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang
dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara
internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.
Agar belajar dapat dicapai hasil yang baik, siswa harus mau belajar dengan sebaik mungkin.
Supaya mereka mau belajar dengan baik yaitu belajar dengan baik dan teratur secara sendiri-
sendiri, secara kelompok dan berusaha memperkaya bahan pelajaran yang diterima di sekolah
dengan bahan pelajaran ditambah dengan usaha sendiri. Belajar dengan baik dapat diciptakan,
apabila guru dapat mengorganisir belajar siswa, sehingga minat dan motivasi belajar dapat
ditumbuhkan dalam suasana kelas yang menggairahkan. Tugas mengorganisir terletak pada si
pendidik. Oleh karena itu bagaimana membantu si pendidik dalam menggunakan alat pelajaran
yang ada. Belajar merupakan aktivitas/usaha perubahan tingkah laku yang terjadi pada dirinya
atau diri indivdu. Perubahann tingkah laku tersebut merupakan pengalaman-pengalaman baru.
Perubahan dalam kepribadian menyatakan suatu pola baru dan pada reaksi yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Untuk mempertegas pengertian belajar, penulis
akan memberikan kesimpulan bahwa : “Belajar adalah suatu proses lahir maupun batin pada diri
individu untuk memperoleh pengalaman baru dengan jalan mengalami dan latihan”.

Pembelajaran
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996 : 14). Belajar adalah suatu proses
yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan
yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya
pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993 : 120). Pasal 1 Undang-undang No. 29 tahun 2003
tentang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah
proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sependapat juga dengan pernyataan
tersebut Sutomo (1993 : 68) menemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan
lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar
untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Jadi pembelajaran adalah
proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk
melakukan kegiatan pada situasi tertentu.

Komponen Kompetensi Pengetahuan Pembelajaran


Seorang guru yang profesional sikap dan kinerjanya akan kelihatan dalam kehidupan
sehari-hari. Semua hasil kerjanya harus bisa diukur oleh indikator. Oleh sebab itu Dirjen
Dikdasmen (2004 : 10) merumuskan indikator kompetensi pengetahuan pembelajaran.
Kompetenti ini merupakan komponen awal yang harus dilakukan oleh guru, karena bagian
inilah seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya harus berdasarkan program-program
yang disiapkan. Dengan adanya program itu, semuanya akan dapat dinilai, diukur dan
dievaluasi. Dalam dunia pendidikan, penentuan keberhasilan dapat dilihat dari indikatornya.
Indikator dalam komponen menurut Dirjen Dikdasmen adalah sebagai berikut :
a. Komponen menyusun rencana pembelajaran dengan indikator sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan tujuan pembelajaran.
2. Menemukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditemukan.
3. Mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok.
4. Mengalokasikan waktu.
5. Menemukan metode pembelajaran.

1
6. Merancang prosedur pembelajaran.
7. Menentukan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang akan
digunakan.
8. Menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku modul, program komputer, dan
sejenisnya).
Berdasarkan indikator yang telah ditetapkan oleh Dirjen Dikdasmen tersebut, seorang
guru harus mampu membuat Rancangan Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang pada
dasarnya sama dengan indikator di atas. Guru tidak mampu membuat RPP jika guru tidak
banyak belajar tentang materi, metode, strategi, media, dan penilaian pembelajaran. Oleh sebab
itu, guru harus banyak membaca dan belajar.
b. Komponen melaksanakan pembelajaran dengan indikator sebagai berikut :
1. Membuka pelajaran dengan metode yang sesuai.
2. Menyajikan materi pelajaran secara otomatis.
3. Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan.
4. Mengatur kegiatan siswa di kelas.
5. Menggunakan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang telah
ditentukan.
6. Menggunakan sumber belajar yang telah dipilih (berupa buku, modul, program
komputer, dan sebagainya).
7. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif.
8. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komukatif.
9. Memberikan pertanyaan dan umpan balik, untuk mengetahui dan memperkuat
penerimaan siswa dalam proses belajar mengajar.
10. Menyimpulkan pembelajaran.
11. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien.
Berdasarkan indikator di atas, guru harus mampu mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan melatih dan menilai siswa dalam belajar. Indikator-indikator di atas berkaitan
dengan tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran (KBM). Oleh sebab itu, guru yang
mampu melaksanakan indikator di atas akan dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu.

Strategi Pembelajaran dalam Penanaman Konsep Matematika


Pada hakikatnya belajar matematika adalah berpikir dan berbuat atas mengerjakan
matematika. Makna dari strategi pembelajaran matematika adalah strategi pembelajaran aktif,
yang dilandasi oleh dua faktor, yaitu; (1) Interaksi optimal antara seluruh komponen dalam
proses belajar mengajar, diantaranya antara dua komponen utama yaitu guru dan siswa, (2)
Berfungsinya secara optimal seluruh “sense” yang meliputi indera, emosi, karsa dan nalar.
Selain interaksi antara guru dan siswa atau antar sesama siswa, interaksi juga dapat terjadi
antara siswa dengan sumber belajar dan media belajar. Faktor yang memungkinkan terjadinya
interaksi yang terjadi antara guru dan siswa berkaitan atau bersumber pada bervariasinya
berbagai situasi belajar mengajar yang dikembangkan oleh guru. Salah satu di antaranya ialah
metode yang digunakan guru. Faktor yang memungkinkan terjadinya interaksi yang terjadi
antara sumber belajar atau media dan siswa berkaitan atau bersumber pada bervariasinya
berbagai sumber belajar atau media pengajaran yang disiapkan oleh guru dan siswa sendiri.
Peningkatan kemampuan atau Penanaman konsep akan terjadi jika interaksi yang terjadi adalah
interaksi timbal balik. Demikian maka dapat digabungkan antara kedua diagram terjadi
optimalisasi siswa aktif dalam belajar matematika.

Model Meninjau Kembali Kesulitan Materi (MKKM)


Salah satu model yang secara empiris melalui penelitian adalah model yang
dikembangkan adalah model meninjau kembali kesulitan materi. MKKM merupakan salah satu
model yang terstruktur seperti halnya model pembelajaran lainnya. Struktur tersebut dikemas
dalam langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah I : Review (Meninjau ulang).
- Meninjau ulang pelajaran yang menjadi prasyarat.
- Membahas PR.

1
Langkah II : Pengembangan.
- Pengecekan kembali konsep matematika dirasa sulit oleh siswa.
- Penjelasan oleh guru dengan contoh konkrit.
Langkah III : Latihan terkontrol.
- Siswa merespon soal.
- Guru mengoreksi bagian materi yang dirasa sulit sekaligus membimbing
siswa untuk menemukan solusi.
Langkah IV : Seatwork
- Siswa bekerja sendiri untuk latihan.
- Atau perluasan konsep pada langkah-langkah.
Langkah V : PR atau soal review (Tinjau ulang).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SDN Inpres Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud pada
tahun pelajaran 2012/2013. Subjek Peneliti Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas IV SDN
Inpres Melonguane. Jumlah siswa 26 orang yang terdiri dari 16 orang siswa laki-laki dan 10
orang siswa perempuan. Adanya hambatan keterbatasan waktu penelitian, maka peneliti
memfokuskan pada aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Waktu penelitian dilaksanakan pada
tahun pelajaran 2012/2013.
Dalam memecahkan permasalahan ada beberapa faktor yang diselidiki, yaitu: aktivitas
siswa, melihat peningkatan keaktifan siswa dalam merespon pembelajaran, kinerja guru dalam
melaksanakan pembelajaran, serta hasil belajar, memperhatikan peningkatan prestasi belajar
siswa.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini terlaksana dalam 2 siklus, pada setiap siklus terdiri
dari (4) tahapan yaitu: tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan tindakan, observasi
(pemantauan) dan refleksi (evaluasi). Instrumen yang digunakan adalah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, dan Lembar Observasi
pembelajaran. Langkah-langkah dalam penelitian ini disusun dengan mengikuti rancangan
skematis di bawah ini:

Siklus I.
A. Perencanaan Tindakan
Guru menginginkan agar siswa dapat memahami dan menguasai serta dapat mengingat
kembali materi pelajaran dengan baik, sehingga guru menyusun rencana pembelajaran untuk
memperbaiki proses pembelajaran agar siswa memperoleh hasil yang maksimal. Kegiatan tahap
perencanaan adalah berikut ini.
1. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM.
2. Menentukan pokok bahasan.
3. Penyusunan RPP.
4. Lembar Kerja Siswa (LKS).
5. Mengembangkan format evaluasi.
6. Mengembangkan lembar informasi observasi pembelajaran.
B. Pelaksanaan Tindakan
Prosedur pelaksanaan perbaikan langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Langkah 1 : Review (meninjau ulang).
- Meninjau ulang pelajaran yang menjadi prasyarat.
- Membahas PR.
2. Langkah 2 : Pengembangan.
- Pengecekan kembali konsep matematika dirasa sulit oleh siswa.
- Penjelasan oleh guru dengan contoh konkret.
3. Langkah 3 : Latihan terkontrol.
- Siswa merespon soal.
- Guru mengoreksi bagian materi yang dirasa sulit sekaligus membimbing siswa untuk
menemukan solusi.
4. Langkah 4 : Seatwork.
- Siswa bekerja sendiri untuk latihan.

1
- Atau perluasan konsep pada langkah-langkah.
5. Langkah 5 : PR atau soal review (tinjau ulang).
C. Pengamatan
- Melakukan observasi dengan memakai format observasi.
- Menilai hasil tindakan dengan menggunakan format LKS.
D. Refleksi
- Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan, evaluasi mutu, jumlah dan waktu
dari Setiap macam tindakan.
- Melaksanakan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang RPP, LKS.
- Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada
siklus berikutnya.
- Evaluasi.

Siklus II
Siklus II dilaksanakan selama satu semester, yakni semester genap tahun pelajaran
2010/2011 dan merupakan kelanjutan serta perbaikan siklus I. Kegiatan siklus kedua didasarkan
pada hasil siklus pertama dengan rangkaian :
1. Perencanaan tindakan.
2. Pelaksanaan tindakan.
3. Observasi (Pengamatan)
4. Refleksi (Evaluasi)
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu pengamatan terhadap proses
pembelajaran oleh guru. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas siswa. Pengumpulan
dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh observer dengan
menggunakan instrumen aktivitas siswa dan soal tes hasil belajar.
Data yang telah dikumpulkan dianalisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku aktivitas siswa dalam pembelajaran. Adapun
analisis kuantitatif digunakan untuk mngetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik
persentase. Untuk pengkategorian aktivitas siswa tersebut digunakan kriteria sebagai berikut :
Indikator Keberhasilan Siklus I
 Di atas 50% siswa mendapatkan nilai 60 pada tes kemampuan pemahaman konsep.
 Di atas 60% siswa aktif dalam KBM.
Indikator Keberhasilan Siklus II
 Di atas 75 % siswa mendapatkan nilai di atas 60 pada tes kemampuan pemahaman
Kosep.
 Siswa aktif KBM.
Kategori Keaktifan ditentukan
:
 77% - 100% = Sangat Aktif
 60% - 76% = Aktif
 43% - 59% = Cukup Aktif
 0% - 42% = Tidak Aktif
Keseluruhan data yang terkumpul, selanjutnya dipergunakan untuk menilai keberhasilan
tindakan dengan harapan sebagai berikut :
1. Terjadi peningkatan aktifitas siswa dalam pembelajaran.
2. Terjadi peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran.
3. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa.

HASIL PENELITIAN
Siklus I
Berdasarkan pemantauan selama persiapan, pelaksanaan dan evaluasi penelitian
tindakan ini diperoleh berbagai data dari aktivitas siswa yang sedang melaksanakan proses
belajar. Gambaran yang menampakkan hasil dan temuan penelitian adalah sebagai berikut :
Peneliti sekaligus sebagai guru melaksanakan pembelajaran dengan metode yang sudah
direncanakan sebelumnya. Hasil pemantauannya sebagai berikut :

1
Tabel 1. Data Aktivitas Siswa Siklus I
Jmlh
NO. Aspek Yang Dinilai Ada/Tidak
Sisw % Nilai Ket.
a
1. Siswa memperhatikan/mencatat tujuan Ada 18 69 3 Baik
pembelajaran.
2. Siswa mengajukan pertanyaan dan Ada 15 57 2 Cukup
menjawab pertanyaan guru.
3. Siswa berinisiatif mengerjakan soal dengan Ada 15 57 2 Cukup
cara mereka sendiri.

4. Siswa bersama guru dalam meninjau bagian Ada 17 65 3 Baik


materi yang sulit.
5. Siswa berdiskusi materi yang sulit untuk Ada 14 53 2 Cukup
ditinjau kembali bersama guru.
6. Siswa menyampaikan bagian materi yang Ada 15 57 2 Cukup
sulit.
7. Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam Ada 15 57 2 Cukup
membahas materi yang sulit.
8. Siswa melakukan latihan soal materi sulit. Ada 16 62 3 Baik

9. Siswa merumuskan kesimpulan materi. Ada 10 38 1 Tdk Baik

10. Siswa mengikuti evaluasi. Ada 13 50 2 Cukup


11. Siswa membuat rangkuman materi Ada 14 53 2 Cukup
pembelajaran
Jumlah 24
Rata-rata Kategori 2,18 Cukup
Berdasarkan data yang dikumpulkan, ternyata siswa keaktifannya belum maksimal,
hasilnya masih cukup dengan indikator yang telah ditetapkan, masih ada yang kurang.
Tabel 2. Data hasil melaksanakan pembelajaran tindakan siklus I

Hasil Pengamatan
No Aspek Yang Dinilai Pertemuan I Pertemuan II
P1 P2 P1 P2
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran. 3 3 3 4
2. Memunculkan rasa ingin tahu memotivasi siswa. 2 2 3 3
3. Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan prasyarat 2 2 3 3
siswa.
Memberikan tugas awal untuk dikerjakan siswa untuk
4. mendeteksi materi yang sulit dikerjakan siswa. 2 3 3 3

5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk 2 3 3 4


mendiskusikan materi yang ada.
Memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan
2 2 3 3
6.
bagian materi yang sulit dikerjakan oleh siswa.

7.
Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah 2 3 3 3
ditentukan.

8.
Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif. 3 2 3 3

9.
Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa 1 2 3 3
yang komunikatif.
1
1
10. Memberikan pertanyaan dan umpan balik untuk mengetahui 2 3 3 3
dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses belajar
mengajar.
11. Menyimpulkan pembelajaran. 2 2 3 3
12. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien 1 2 3 3
13. Mengadakan evaluasi. 2 2 3 3
Rata-rata Pengamat 2,00 2,38 3,00 3,15
Rata-rata 2,19 3,07
Kategori Cukup Baik
Keterangan : - P1= Pengamat 1
- P2 = Pengamat 2.

Instrumen penelitian yang digunakan berupa soal tes belajar dengan hasil sebagai
berikut:
Tabel 3. Data hasil belajar Siswa Siklus 1
No. Nama Siswa L/P Nilai Keterangan
1. Albert Landang L 5
2. Michael Pandengkalu L 5
3. Meleaki Mona L 7
4. Michael Paendong L 4
5. Muhamad Yusuf L 7
6. Oktavian Mailantang L 8
7. Seprianto Anumpitan L 5
8. Roberto Gagola L 6
9. Tansa Agimat P 6
10. Christian Silaen L 6
11. Alreti Apita P 7
12. Palensia Riung L 3
13. Cabriela Panganton P 3
14. Juarni Bungkaes P 5
15. Jesike Malunsenge P 7
16. Liliani Linda P 3
17. Natalia Gagola P 5
18. Oesheylia Larenggam P 7
19. Gloria Simon P 5
20. Paulina Ughude P 5
21. Michael Londoran L 4
22. Rafandi Aomo L 7
23. Neben Ria L 5
24. Avattar Matoneng L 4
25. Seetly Ambalau L 6
26. Muchlis Maliki L 6
Jumlah 141
Rata-rata 5,42

Setelah dilaksanakan pengamatan, peneliti menulis hasil refleksi sebagai berikut :


1. Siswa memperhatikan/mencatat tujuan pembelajaran dengan rata-rata nilai 3. Berdasarkan
data tersebut aktivitas siswa sudah baik.
2. Siswa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan guru dengan nilai 2. Berdasarkan
nilai tersebut perlu ditingkatkan.
3. Siswa berinisiatif mengerjakan soal dengan cara mereka sendiri dengan nilai rata-rata 2.
Pada bagian ini siswa perlu diberi bimbingan lagi tentang bagaimana belajar dimotivasi
untuk belajar mandiri.

1
4. Siswa bersama guru dalam meninjau bagian materi yang sulit dengan nilai 1. Aktivitas ini
sudah baik tetapi perlu ditingkatkan.
5. Siswa berdiskusi materi yang sulit untuk ditinjau kembali bersama guru dengan nilai 2.
Berdasarkan catatan dan hasil pelaksanaan ternyata pada bagian ini siswa perlu diberi
bimbingan dan pengarahan dalam berdiskusi.
6. Siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dengan nilai 2. Pada bagian ini siswa masih
malu menyampaikan materi yang dianggap sulit, perlu lagi motivasi bagi siswa.
7. Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam membahas materi yang sulit dengan nilai 2.
Siswa pada bagian ini masih belum berfokus pada materi sehingga berpengaruh perhatian
siswa pada penjelasan guru.
8. Siswa melakukan latihan soal materi sulit dengan nilai 3. Siswa pada bagian ini sudah
melakukan latihan soal tetapi masih dalam perintah guru. Inisiatif siswa masih kurang.
9. Siswa melakukan simpulan materi dengan nilai 1. Pada bagian ini siswa masih kurang
inisiatif dalam mencatat bagian-bagian penting dalam kesimpulan materi.
10. Siswa mengikuti evaluasi dengan nilai 2. Pada bagian ini siswa belum bersemangat dalam
mengikuti evaluasi, perlu arahan lagi.
11. Siswa membuat rangkuman materi pembelajaran dengan niali 2. Dalam mencatat
rangkuman materi pembelajaran masih kurang karena siswa nanti mencatat kalau
diperintahkan guru.
Hasil refleksi pada bagian pelaksanaan pembelajaran, setelah diadakan diskusi dengan
guru dan peneliti, sebagai berikut :
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran. Guru sudah menginformasikan tujuan
pembelajaran dengan baik. Guru yang dianggap mampu menginformasikan tujuan
pembelajaran dengan tepat dengan nilai 3. Berdasarkan nilai di atas guru perlu
mempertahankan cara tersebut.
2. Memunculkan rasa ingin tahu/memotivasi siswa. Dalam membuka pelajaran, guru sering
lupa memotivasi agar murid rasa ingin tahu sebagai pengantar materi dan berdasarkan
pengamatan guru yang dikategorikan baik dengan nilai 3, tetapi guru tetap perlu
memotivasi siswa sehingga muncul rasa ingin tahu.
3. Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan prasyarat siswa dengan nilai 3. Guru dalam
mengajar langsung belum mengaitkan materi sebagai prasyarat siswa menggunakan
metode masih berfokus pada metode tradisional. Secara otomatis dalam pelaksanaannya
guru seakan-akan mentransfer ilmunya. Sebagai perbaikan guru-guru yang masih belum
paham dalam menggunakan metode pembelajaran modern diwajibkan membaca buku-buku
yang berkaitan dengan metode pembelajaran modern.
4. Memberikan tugas awal untuk dikerjakan siswa, untuk mendeteksi materi yang sulit
dikerjakan siswa dengan nilai 3. Berdasarkan data tersebut guru sudah mengarahkan siswa
untuk fokus dalam belajar sehingga dapat dideteksi kesulitan materi.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan materi yang ada dengan nilai
3. Guru agar dapat memberikan kesempatan bagi siswa dalam belajar.
6. Memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dikerjakan
oleh siswa dengan nilai baik, guru perlu menggali keberanian siswa dalam menyampaikan
pendapatnya sehingga mempermudah guru dalam menjelaskan materi.
7. Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran telah ditentukan dengan nilai baik, guru
perlu mengembangkannya yang lebih baik lagi.
8. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif dengan nilai 3, kategori baik. Guru
lebih lagi dalam memotivasi siswa dalam belajar.
9. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif dengan nilai 3.
Guru perlu lagi berinteraksi dengan siswa menggunakan bahasa yang lebih komunikatif.
10. Memberikan pertanyaan dan umpan balik untuk mengatahui dan memperkuat penerimaan
siswa dalam proses belajar dengan nilai 3. Pada bagian ini guru tidak masalah lagi.
11. Menyimpulkan pembelajaran dengan nilai 3. Guru sudah baik dalam menyimpulkan
pembelajaran.
12. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien dengan niali 3. Guru belum maksimal dalam
memanfaatkan waktu.

1
13. Mengadakan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
belajar siswa dengan nilai 3. Guru dalam memberikan evaluasi sudah baik.
Dari hasil belajar dapat dilihat, hasil belajar siswa masih belum maksimal karena
rata-rata hasil belajar masih rendah yaitu 5,42 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai di
bawah 6,0 berjumlah 14 siswa atau 54%, sehingga perlu ada perbaikan lagi. Diharapkan ada
peningkatan pada siklus ke 2.
Berdasarkan deskripsi dan refleksi di atas, peneliti melakukan evaluasi yang
berkaitan dengan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan pada siklus kedua.Evaluasi Aktivitas
Siswa Siklus I berdasarkan hasil refleksi di atas maka perlu ada perbaikan pada siklus
berikutnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Siswa perlu dimotivasi lagi agar menjadi berani dalam mengajukan pertanyaan dan
menjawab pertanyaan.
2. Siswa perlu dimotivasi untuk berinisiatif dalam mengerjakan soal tidak harus menunggu
perintah guru.
3. Siswa perlu memperhatikan ketika menjelaskan materi.
4. Siswa perlu didorong dalam berdiskusi terutama materi-materi yang dianggap sulit.
5. Siswa perlu berinisiatif dalam mencatat bagian-bagian penting dari simpulan materi.
Pada siklus I pelaksanaan pembelajaran pada penelusuran materi yang sulit. Guru
sebagai peneliti perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Materi pembelajaran dibuat sesederhana mungkin dan urut dari yang sederhana ke yang
sulit. Materi itu ditulis dalam RPP guru.
2. Guru harus mampu mengaitkan materi dengan contoh yang lebih sederhana dan sistematis.
3. Guru mengembangkan teknis bertanya sehingga lebih terarah dan menghemat waktu dalam
pembahasan materi.
4. Guru membagi papan tulis menjadi tiga bagian, yakni bagian pertama digunakan untuk
menulis tujuan yang ingin dicapai. Bagian kedua untuk tanya jawab atau tulisan yang
berkaitan dengan proses pembelajaran. Bagian ketiga digunakan untuk kesimpulan.
Pada hasil refleksi bahwa hasil belajar masih belum maksimal. Oleh karena itu perlu
dilihat bagian-bagian mana pada soal tes yang dilakukan masih belum dimengerti oleh siswa
terutama bagian-bagian yang dianggap sulit oleh siswa.
Siklus II
Siklus II dilaksanakan berdasarkan temuan siklus I. Bagian yang sudah baik
dipertahankan. Bagian persentase yang keberhasilannya kecil perlu diperbaiki pada siklus II ini.
Berdasarkan refleksi dan pelaksanaan tindak lanjut siklus I, gambaran hasil dan temuan yang
perlu ditindak lanjuti adalah sebagai berikut. Guru berdiskusi dengan guru senior dan dibantu
supervisor sekolah untuk merumuskan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran. Tujuan itu
bersumber pada KD/indikator atau pokok bahasan dan indikator kompotensi guru yang telah
dirumuskan. Hasil sebagai berikut:

Tabel 4. Data Aktifitas Siswa Siklus II


Ada/ Jlh
No Aspek yang dinilai % Nilai Keterangan
Tidak Siswa
1. Siswa memperhatikan/mencatat tujuan Ada 22 85 4 Sangat Baik
pembelajaran. Baik
2. Siswa mengajukan pertanyaan dan menjawab Ada 17 65 3
pertanyaan guru Baik
3. Siswa berinisiatif mengerjakan soal dengan cara Ada 17 65 3
mereka sendiri. Sangat Baik
4. Siswa bersama guru dalam meninjau bagian materi Ada 21 80 4 Baik
yang sulit.
5. Siswa berdiskusi materi yang sulit untuk ditinjau Ada 16 62 3 Baik
kembali bersama guru.
6. Siswa menyampaikan bagian materi yang sulit. Ada 17 65 3 Baik
1
7. Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam Ada 17 65 3
membahas materi yang sulit. Sangat Baik
8. Siswa melakukan latihan soal materi sulit. Ada 21 80 4 Cukup
9. Siswa merumuskan simpulan materi. Ada 14 53 2 Baik
10. Siswa mengikuti evaluasi. Ada 16 62 3 Baik
11. Siswa membuat rangkuman materi pembelajaran. Ada 17 65 3
Jumlah 35
Rata-rata Kategori 3,18 Baik

Berdasarkan hasil yang dicapai ternyata hampir semua siswa aktifitasnya menjadi
maksimal.

Tabel 5. Hasil Melaksanakan Pembelajaran Tindakan Siklus


II
Hasil Pengamatan
No. Aspek Yang Dinilai Pertemuan III Pertemuan IV
P1 P2 P1 P2
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran 4 3 4 4
2. Memunculkan rasa ingin tahu/memotivasi siswa 3 3 4 4
3. Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan prasyarat 3 3 3 4
siswa.
4. Memberikan tugas awal untuk dikerjakan siswa untuk 3 4 4 4
mendeteksi materi yang sulit dikerjakan siswa.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk 3 3 3 3
mendiskusikan materi yang ada.
6. Memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan 3 4 4 4
bagian materi yang sulit dikerjakan oleh siswa.
7. Menerapkan materi yang prosedur pembelajaran yang 3 3 4 4
telah ditentukan.
8. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif. 3 3 4 4
9. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa 3 3 4 4
yang komunikatif
10. Memberikan pertanyaan dan umpan balik untuk 3 3 3 3
mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam
11. proses belajar. 4 3 4 4
12. Menyimpulkan pembelajaran. 3 3 3 3
13. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien. 3 4 4 4
Mengadakan evaluasi.
Rata-rata Pengamat 3,15 3,23 3,69 3,77
Rata-rata 3,19 3,73
Kategori Baik Baik
Keterangan : - P1= Pengamat 1
- P2 = Pengamat 2.
Instrumen penelitian pada siklus II tetap menggunakan instrumen yang dibuat oleh
peneliti. Hasil sebagai berikut :
Tabel 6. Data Hasil Belajar Siswa Siklus II
No. Nama Siswa L/P Nilai Ketuntasan
1. Alber Landang L 7
2. Michael Pandengkalu L 7
3. Meleaki Mona L 9
4. Michael Paendong L 7
5. Mohamad Ysyf L 9
6. Oktavian Mailantang L 10
7. Seprianto Anumpitan L 8
8 Roberto Gagola L 8
9. Tansa Agimat L 8
10. Christian Silarn L 8
11. Alreti Apita P 9
1
12. Falensia Riung P 6
13. Gabriela Panganton P 6

1
14. Juarni Bungkaes P 7
15. Jesika Malunsenge P 9
16. Liliani Linda P 6
17. Natalia Gagola P 7
18. Ocsheylia Larenggam P 9
19. Gloria Simon P 8
20. Paulina Ughude P 7
21. Michael Londoran L 7
22. Refandi Aomo L 9
23. Neben Ria L 7
24. Avattar Matoneng L 7
25. Sweetly Ambalau P 8
26. Mochlist Maliki L 8
Jumlah 201
Rata-rata 7,73

Berdasarkan hasil pengumpulan data secara langsung pada saat pembelajaran guru pada siklus
II.
Refleksi aktivitas siswa siklus II, setelah dilaksanakan diskusi dengan guru mata
pelajaran dan supervisor, peneliti menulis hasil refleksi sebagai berikut :
1. Siswa memperhatikan/mencatat tujuan pembelajaran dengan nilai 4, sangat baik.
Berdasarkan dua data tersebut sudah baik mencatat tujuan pembelajaran dan tetap
dipertahankan.
2. Siswa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan guru dengan nilai 3. Ternyata
siswa sudah mampu mengajukan dan menjawab pertanyaan sehingga suasana kelas lebih
aktif.
3. Siswa berinisiatif mengerjakan soal dengan cara mereka sendiri dengan nilai 3 kategori
baik. Pada bagian ini siswa sudah berinisiatif sehingga yang dibahas guru adalah bagian
materi yang benar-benar sulit.
4. Siswa bersama guru dalam meninjau bagian materi yang sulit dengan nilai 4 kategori
sangat baik. Kegiatan pada bagian ini dipertahankan yakni siswa tidak kaku lagi dalam
mencari informasi berkaitan dengan materi yang sulit.
5. Siswa berdiskusi materi yang sulit untuk ditinjau kembali bersama guru dengan nilai 3
kategori baik. Siswa sudah serius dalam berdiskusi untuk menentukan soal yang sulit.
6. Siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dengan nilai 3 kategori baik. Siswa dapat
menyampaikan bagian materi yang sulit dengan baik.
7. Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam membahas materi yang sulit dengan nilai 3
kategori baik. Ternyata pada bagian ini sudah banyak siswa yang memperhatikan
penjelasan guru.
8. Siswa melakukan latihan soal materi sulit dengan nilai 4 kategori sangat baik. Siswa sudah
berinisiatif melakukan latihan soal.
9. Siswa merumuskan simpulan materi dengan nilai 2 kategori cukup. Siswa sudah mencatat
bagian-bagian penting materi tanpa harus diberitahukan guru.
10. Siswa mengikuti evaluasi dengan nilai 3, siswa sudah serius dalam mengikuti evaluasi.
11. Siswa membuat rangkuman materi pempelajaran dengan nilai 3, siswa sudah baik dalam
mencatat rangkuman materi pembelajaran.
Hasil refleksi pada bagian pelaksanaan pembelajaran dan setelah diadakan diskusi
dengan guru, peneliti dan supervisor sebagai berikut :
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran. Guru sudah menginformasikan tujuan
pembelajaran dengan sangat baik. Guru yang dianggap mampu menginformasikan tujuan
pembelajaran dengan tepat dengan nilai 4. Berdasarkan nilai di atas, guru perlu
mempertahankan cara tersebut.
2. Memunculkan rasa ingin tahu/memotivasi siswa. Dalam membuka pelajaran, guru sering
lupa memotivasi agar muncul rasa ingin tahu sebagai pengantar materi dan berdasarkan
pengamatan guru yang dikategorikan sangat baik dengan nilai 4.

1
3. Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan prasyarat siswa, ditentukan dengan nilai 3.
Guru dalam mengajar sudah mengaitkan materi sebagai prasyarat bagi siswa sehingga
siswa mampu memahami materi matematika dengan baik.
4. Memberikan tugas awal untuk dikerjakan oleh siswa untuk mendeteksi materi yang sulit
dikerjakan siswa dengan nilai 3. Berdasarkan data tersebut guru sudah mampu
mengarahkan siswa dengan baik.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan materi yang ada dengan nilai
4. Guru sudah memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat berdiskusi dengan baik.
6. Memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dikerjakan
oleh siswa dengan nilai baik. Siswa lebih berani menyampaikan hal yang belum dipahami.
7. Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan dengan nilai baik,
tetapi perlu strategi yang lebih baik.
8. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif, dengan nilai 3 kategori baik. Guru
sudah memotivasi siswa dengan baik.
9. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif dengan nilai 4,
sangat baik. Guru sudah berinteraksi dengan baik.
10. Memberikan pernyataan dan umpan balik untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan
siswa dalam proses belajar dengan nilai 3 kategori baik. Pada bagian ini guru sudah tidak
masalah lagi.
11. Menyimpulkan pembelajaran dengan nilai 4 sangat baik. Guru sudah baik dalam
menyimpulkan pembelajaran. Kegiatan seperti ini perlu dipertahankan.
12. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien dengan nilai 3, baik.
13. Mengadakan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan
siswa dalam proses belajar dengan nilai 3, baik.
Refleksi Hasil Belajar Siklus II dapat dilihat dari hasil belajar siswa sudah maksimal
karena rata-rata hasil belajar sudah meningkat yaitu 7,73 dengan jumlah siswa yang
memperoleh nilai di atas 6,0 berjumlah 26 siswa atau 100%.

PEMBAHASAN
Dari hasil observasi pada umumnya peran siswa dalam proses pembelajaran mulai
antusias meskipun guru belum mampu meningkatkan proses diskusi antara sesama siswa dan
antara siswa dengan guru. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yaitu siswa masih belum berani
dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan sehingga membuat guru kesulitan
dalam mendeteksi kemampuan prasyarat awal siswa untuk mengetahui bagian mana materi
yang sulit. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk diperbaiki pada siklus kedua, di
antaranya siswa masih kurang berani untuk bertanya kepada guru tentang masalah yang
dihadapi atau materi yang dirasa sulit. Masih ada beberapa siswa yang kurang peduli dalam
proses pembelajaran. Untuk hal pengelolaan pembelajaran guru belum maksimal dalam
mengarahkan siswa untuk aktif, sehingga memudahkan bagi guru dalam mendeteksi kesulitan
yang dialami siswa. Secara keseluruhan antara pertemuan pertama dan kedua terdapat
peningkatan dalam kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan aktifitas siswa yaitu
kategori cukup ke kategori baik. Pada siklus II rata-rata kemampuan guru dalam mengelola
proses pembelajaran mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Hal ini terlihat pada
rata-rata kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran yaitu kategori baik pada
pertemuan ketiga dan keempat. Kemampuan guru dalam meninjau kesulitan materi mulai
mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari proses pembelajaran guru, guru mulai mampu
memberikan bimbingan/mengarahkan materi sehingga menjadi jelas bagi siswa. Guru mulai
memotivasi kepada siswa untuk bertanya kepada guru dan menjawab pertanyaan guru.
Aktivitas siswa meningkat ketika dilaksanakan pembelajaran. Hal ini terjadi karena
adanya guru yang sudah mampu mengarahkan pembelajaran dengan baik. Langkah-langkah
yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Guru memotivasi siswa untuk menjadi berani dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab
pertanyaan guru.
2. Guru memotivasi siswa untuk berinisiatif dalam mengerjakan soal yang diberikan atau
yang ada di buku tanpa harus menunggu tugas atau perintah dari guru.
3. Guru mendorong siswa untuk berdiskusi mengenai bagian materi yang dianggap sulit.

1
4. Guru memotivasi siswa untuk memperhatikan penjelasan guru ketika guru menjelaskan
bagian materi yang dianggap sulit oleh siswa.
5. Guru mendorong siswa perlu berinisiatif dalam mencatat bagian-bagian penting dari
simpulan materi.
Kinerja guru meningkat dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam penelitian tindakan
ini ternyata guru sudah mampu melaksanakan pembelajaran dengan baik. Hal ini terbukti dari
hasil pembelajaran. Langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Peneliti sebagai guru diamati oleh guru yang lain.
2. Selama pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru tidak menganggap pengamat sebagai
penilai karena sebelum pelaksanaan pembelajaran guru dan pengamat telah berdiskusi
permasalahan-permasalahan yang ada dalam pembelajaran tersebut.
3. Pengamat mencatat semua peristiwa yang telah terjadi di dalam pembelajaran, baik positif
maupun negatif.
4. Pengamat berdiskusi dengan guru sebagai peneliti tentang contoh pembelajaran yang
berorientasi pada pembelajaran modern.
5. Jika ada yang pembelajarannya kurang jelas tujuan, penyajian, dan umpan baliknya,
pengamat dan peneliti berdiskusi menganai bagaimana menjelaskan tujuan, menyajikan,
memberi umpan balik kepada siswa tersebut.
6. Setelah guru berdiskusi, guru melaksanakan perbaikan pembelajaran dan pengamat sebagai
teman sejawat mengamati pelaksanaannya.
Hasil belajar siswa meningkat ketika dilaksanakan pembelajaran meninjau kembali
kesulitan materi. Berdasarkan hasil tindakan pada siklus I dan II sebagaimana yang ada pada
tabel, dapat dideskripsikan bahwa hasil pembelajaran meningkat dari rata-rata pada siklus I
yaitu 5,42 menjadi rata-rata pada siklus II yaitu 7,73.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Pelaksanaan pembelajaran model meninjau kembali kesulitan materi dapat meningkatkan
aktivitas siswa dalam belajar matematika.
2. Pelaksanaan pembelajaran meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran.
3. Pelaksanaan pembelajaran model meninjau kembali kesulitan materi dapat meningkatkan
hasil belajar.
Saran
1. Sekolah perlu merencanakan kegiatan pembelajaran secara berkala dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan.
2. Peneliti yang lain dapat mengembangkan penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. 2001, Managemen Berbasis Sekolah. Jakarta.
Depdiknas. 2003, Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Depdiknas. 2004, Standar Kompotensi Guru Sekolah Dasar. Jakarta.
Depdiknas. 2004, Kurikulum 2004 Pedoman Pembelajaran Pengajaran. Jakarta.
Depdiknas. 2004, Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan di Sekolah. Jakarta.
Depdiknas. 2005, Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2005 tentang Standar Pendidkikan
Nasional. Jakarta.
Depdiknas. 2011, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.35 Tahun 2010 tentang Penilaian
Jabatan Guru. Jakarta.
Djazuli. 1996, Pembelajaran meningkatkan kemampuan guru. Jakarta, Bima Bakti.
Modul P4TK Pertanian. 2011, Pembelajaran Akademik. Jakarta: P4TK Pertanian Cianjur.
Sutomo. 1993, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta Bima Bakti.

Anda mungkin juga menyukai