Anda di halaman 1dari 119

PEDOMAN DASAR KADER

Jakarta 2021
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta
rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
PEDOMAN DASAR KADER

Ahmad Baidhowi AR
Hodari Mahdan Abdallah

DPP Partai NasDem


Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik
Bekerjasama dengan Akademi Bela Negara
Pedoman Dasar Kader
Memahami Ideologi
Partai NasDem
Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang.
All rights reserved © 2021.

Diterbitkan oleh:
DPP Partai NasDem
Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik
Bekerjasama dengan Akademi Bela Negara

Penulis:
Ahmad Baidhowi AR
Hodari Mahdan Abdallah

Editor:
Siti Aisyah

Grafis:
Wahyu Kunto Duto S.

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau


seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetak pertama, Juli 2021


Dicetak oleh Pustaka Alvabet
Buku ini milik:

Nama :
No. e-KTA :
Asal DPD :
Jabatan : Pengurus / bukan pengurus (coret yang tidak sesuai)
(posisi saat ini, jika pengurus)

Alamat :
TETAP JAGA
SEMANGAT CINTA
TANAH AIR


Politik hari ini warnanya bisa
hijau, kuning, tahun depan biru.
Itu hal yang biasa. Tapi yang
harus diingat: sekali Indonesia,
tetap Indonesia!

SURYA PALOH
Ketua Umum Partai NasDem
Sekapur Sirih
Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem

“Perjuanganku lebih mudah


karena mengusir penjajah,
tapi perjuanganmu akan lebih sulit
karena melawan bangsamu sendiri.“
—Bung Karno

I ndonesia adalah bangsa besar, dengan kekayaan alam melimpah


dan potensi demografi yang menjanjikan. Sejatinya kita bangsa
hebat yang bisa sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya
di dunia. Bahkan lebih dari itu, kita bisa menjadi bangsa yang
diperhitungkan dan disegani bangsa-bangsa lain di muka bumi.
Tetapi mimpi besar tersebut hanya bisa terwujud jika demografi
yang besar itu diiringi juga dengan kualitas sumber daya manusia
yang memadai. Kita tidak boleh hanya besar dalam jumlah,
melainkan harus juga menonjol dan unggul dalam kualitas.
Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia, Partai NasDem harus berdiri tegak di barisan terdepan.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
ii
Para pendiri bangsa ini sudah berjuang sedemikian berat untuk
melepaskan diri dari cengkeraman penjajahan. Maka kita yang
hidup di zaman yang sudah merdeka dan maju dalam segala
bidang harus tahu cara mengisi kemerdekaan itu. Kerja keras dan
cerdas harus menjadi karakter pribadi kita sebagai warga negara
yang memiliki cita-cita besar memajukan bangsanya.
Rahasia kemerdekaan terkandung dalam pendidikan untuk rakyat,
sementara resep untuk menciptakan kezaliman ialah membuat
mereka tetap dalam kebodohan. Demikian ungkapan seorang
politikus berpengaruh dalam Revolusi Perancis, Maximilien
Robespierre. Di dalam perjalanan kita memperjuangkan
kemajuan dan keluhuran bangsa, musuh kita memang bukan
siapa-siapa melainkan kebodohan dan kemiskinan. Inilah yang
harus senantiasa kita lawan dengan kerja keras tak kenal lelah.
NasDem sebagai partai politik dengan semangat perubahan
memajukan bangsa menyadari betul pentingnya pendidikan
bagi generasi muda masa depan. Perubahan yang dicita-citakan
Partai NasDem tidaklah bisa terwujud cepat dan gampang
seperti membalik telapak tangan, melainkan butuh proses dan
perjuangan. Tetapi kita harus meyakini bahwa upaya-upaya
dalam bidang pendidikan, dalam hal ini yang bisa dilakukan
dalam kapasitas sebagai partai politik, pada akhirnya akan
mengantarkan pada perubahan Indonesia yang lebih maju dan
sejahtera.
Visi Indonesia maju tersebut sejalan dengan visi Partai NasDem
yakni Indonesia yang merdeka sebagai negara-bangsa, berdaulat
secara ekonomi, dan bermartabat dalam budaya. Dan di antara
jalan lempang menuju perwujudan visi ini ialah menyiapkan
kader-kader dengan bekal pendidikan yang memadai. Kader yang
ditempa proses perjuangan dalam kehidupan sosial-politik akan
menjadi lebih matang dan mantap jika dibarengi juga dengan
tempaan pendidikan formal di ruang kelas dari para pemateri
yang mumpuni. Dan untuk itulah kita telah mendirikan ABN,
sebagai sarana pendidikan dan pembinaan kader Partai NasDem

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
iii
untuk menjadi pribadi anak bangsa yang memiliki karakter,
cerdas, militan dan terampil sebagai agen perubahan dalam
gerakan restorasi Indonesia yang dicita-citakan Partai NasDem.
Di era sekarang ini kita tak boleh menjadi penerus bangsa yang
tidak tahu berterima kasih. Kita harus melanjutkan perjuangan
para pahlawan dan para pendiri negeri ini. Lahirnya Partai
NasDem adalah upaya untuk mengisi kemerdekaan ini dengan
kerja-kerja politik yang berorientasi kepada masyarakat luas.
Untuk mengabdi kepada masyarakat melalui partai ini mau tidak
mau harus mengedepankan visi-misi dan ideologi NasDem. Kita
tidak boleh hanya mengedepankan kepentingan pribadi sehingga
yang terjadi adalah politik sikut mengikut. Kita harus suka duduk
bersama membicarakan urusan bangsa. Itu hanya bisa dilakukan
bila di hati kita tumbuh subur apa yang disebut ideologi itu .
Indonesia yang besar dan kaya raya ini membutuhkan anak-anak
muda dan para kader yang bersungguh-sungguh dalam cita-cita
mengharumkan nama bangsa. Kita tidak bisa bekerja sendiri.
Kita butuh berhimpun untuk bergerak. Tetapi bergerak tanpa
cita-cita tentu tidak akan menghasilkan apa-apa.
Karena itulah saya sangat senang atas terbitnya buku Pedoman
Dasar Kader ini. Saya berharap semua kader Partai NasDem
membacanya. Berpartai tanpa mengenal ideologinya seperti
seorang musafir yang kehilangan arah. Dia tak tahu akan ke
mana, karena dia tidak mengetahui tujuan perjalanannya. Dalam
buku ini pembahasan mengenai apa itu cita-cita Partai NasDem
dijabarkan dengan sangat baik. Inilah buku yang saya harapkan
mampu membangunkan jiwa-jiwa para pejuang untuk kembali
bangkit mengisi kemerdekaan. Salam Restorasi!

Jakarta, 16 Juli 2021.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
iv

Democracy cannot succeed
unless those who express
their choice are prepared
to choose wisely. The real
safeguard of democracy,
therefore, is education.

Franklin D. Roosevelt
Kata Pengantar
Mayjen TNI (Purn.) IGK Manila

“Mari, marilah, seluruh barisan,


badan-badan berjuang sungguh-sungguh
dan jangan membiarkan rakyat menjadi korban.”
—Jenderal Soedirman

S aya adalah seorang mantan prajurit. Saya tahu bagaimana


dunia militer dibentuk. Para pasukan di dalamnya tidak pernah
takut menghadapi musuh negara. Dan sebenarnya, keberanian itu
bukan hanya karena kekuatan fisik dan kelengkapan senjatanya,
tapi juga karena ideologi yang menancap di dada mereka. Tanpa
ideologi, senjata dan kekuatan fisik tidak ada artinya, bahkan
bisa menjadi ancaman. Banyak kasus militer melakukan kudeta
kekuasaan di sejumlah negara. Itu merupakan bukti bahwa
bangunan ideologi mereka rapuh.
Demikian juga dengan partai politik. Di tubuh partai politik,
ideologi itu sangat penting. Tanpa ideologi, partai bisa terpecah-

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
vi
belah. Sejak purnawirawan dan bergabung dengan Partai
NasDem, saya mengabdikan diri untuk menjaga benteng ideologi
partai ini. Saya ditugaskan sebagai Gubernur Akademi Bela
Negara (ABN) sejak lembaga ini berdiri. Lembaga ini bergerak di
bidang pendidikan politik para kader yang tak lain adalah wadah
penanaman ideologi. Maka dari itu saya menyebut ABN sebagai
“Energy of NasDem”.
Sebutan itu menyiratkan harapan saya bahwa ABN ke depan
akan terus menjadi kekuatan Partai NasDem dalam menjaga
ideologinya, sehingga idealisme partai terus terjaga. Terbitnya
buku Pedoman Dasar Kader: Memahami Ideologi Partai NasDem
merupakan jawaban atas harapan saya itu. Pada akhirnya Partai
NasDem memiliki buku yang di dalamnya berisi pemahaman
dasar mengenai ideologinya secara utuh.
Buku yang sedang berada di tangan pembaca ini merupakan
gizi baru bagi para kader. Di dalamnya sangat kaya informasi
mengenai latar belakang kenapa Partai NasDem harus ada; apa
yang sejatinya harus diperjuangkan partai ini, dan bagaimana
cara memperjuangkannya. Semua jawabannya terdapat dalam
buku ini. Dan Menariknya, buku ini ditulis dengan singkat,
padat, dan jelas. Sebagai tentara saya sangat menyukainya, sebab
tidak butuh waktu lama untuk memahami hakikat ber-NasDem.
Walaupun tidak ditulis dengan halaman yang tebal, buku ini
memuat informasi yang komprehensif.
Dengan membaca buku ini para kader akan mengetahui relevansi
sebuah partai dalam sistem pemerintahan di negara kita. Mata
kita akan diajak melihat di mana posisi NasDem sebagai partai
dalam setiap perumusan kebijakan publik. Lalu, bagaimana partai
kita ini seharusnya mengambil peran dan di mana ideologinya
menjadi sangat penting. Di tengah kondisi politik yang sedang
mengalami banyak masalah di negeri ini, buku Pedoman Dasar

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
vii
Kader sangat penting dibaca oleh para kader NasDem. Ini
merupakan ikhtiar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
terdapat dalam dunia politik kita yang sangat kering ideologi.
Akhirnya Saya bersyukur bahwa Akademi Bela Negara, sebagai
salah satu motor penggerak ideologi Partai NasDem, dalam empat
tahun usianya telah berhasil menyelenggarakan berbagai kegiatan
pelatihan dan pembelajaran dalam berbagai format kegiatan. Di
tengah kepungan pandemi yang belum juga usai, kegiatan ABN
pun berkurang menjadi tidak sebanyak seperti dalam kondisi
normal. Namun demikian, di masa pandemi kita harus tetap
bekerja dan berkarya tentunya dengan berdisiplin menerapkan
protokol kesehatan. Pandemi tidak boleh menyurutkan semangat
dan langkah kita dalam perjalanan meraih cita-cita.
Semoga dengan terbitnya buku Pedoman Dasar Kader ini para
kader kita menjadi kekuatan massa yang memahami betul
bagaimana seharusnya berpartai. Dengan membaca buku ini,
keseriusan dan kesungguhan komitmen para kader akan teruji,
karena membaca adalah bagian dari proses restorasi yang terus
bergerak.

Jakarta, 08 Juli 2021.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
viii

My feet are firmly planted
in my political ideology.
To me, it’s being authentic
in every area, and that
include politics.

Natasha Rothwell
Tentang
Ideologi Partai
Ahmad Baidhowi AR

I deologi dalam sebuah partai seringkali dinarasikan sebagai


kosakata yang negatif karena berorientasi pada masa lalu,
bersifat dogmatis dan ketinggalan zaman. Dalam banyak
kasus, para politikus lebih sering melihat partai tanpa adanya
keterhubungan dengan ideologi, karena yang lebih sering
disuarakan para politikus adalah masalah-masalah kenegaraan
dan problematika kemasyarakatan, bukan ideologi. Spektrum ini
pada akhirnya membawa beberapa kesimpulan sementara bahwa
ideologi sebuah partai kerap hanya berdiam diri dalam teks-teks
AD/ART partai, tanpa ada yang peduli apakah kesetiaan terhadap
teks berkorelasi erat dengan perilaku politik.
Visi soal ideologi partai seringkali hanya dikemas dalam balutan
akademis semata tanpa ada keberanian untuk menubuhkannya ke
dalam kebijakan publik. Hal ini tidaklah mengherankan karena
garis ideologi partai biasanya juga bersifat bias dan diskriminatif,
selain ideologi partai disimbolkan dengan basis pemilih yang

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
x
akan dibelanya. PDI-P menggunakan jargon “wong-cilik” untuk
mendulang suara, sedangkan PKB memilih untuk mendekatkan
diri dengan basis pemilih “kaum santri”. Dua kosakata yang
digunakan, baik “wong cilik” maupun “santri,” keduanya memiliki
bias diskriminatif karena seakan-akan masyarakat ini hanya
terbagi pada klasifikasi tersebut.
Di tahap ini, ideologi partai politik memiliki banyak masalah
karena hanya digunakan sebatas pemenuhan kelengkapan
administratif semata sebagai syarat formal organisasi, sedangkan
praktek, perilaku politiknya cenderung dan sama sekali tak
mengindahkan makna ideologis partai dan cita-cita yang ingin
diperjuangkannya. Tanpa keterhubungan dengan ideologi, partai
politik akhirnya jatuh ke dalam belenggu pragmatisme tiada
henti.
Michael Freeden dan Anthony Downs (2011) membuat studi yang
komprehensif tentang relevansi ideologis sebuah partai dengan
penguatan struktur. Ada dua pertanyaan yang diajukan dalam
melihat relevansi ideologi sebuah partai. Pertama, bagaimana
ideologi terwujud dalam sebuah partai; kedua, bagaimana hal
tersebut bisa dipelajari. Dengan mengeksplorasi kedua topik
ini kita bisa meyakini bahwa sumber ideologi Partai NasDem
tumbuh dan berkembang dari kesadaran kebangsaan seorang
Surya Paloh (SP).
Perilaku politik Surya Paloh dengan NasDem yang memiliki
kepedulian terhadap bangunan kebangsaan yang menggabungkan
nilai-nilai nasionalisme, sosialisme dan Islamisme sangat kentara
dan kuat. Setidaknya, seperti dituahkan oleh Dryden dan Vos
(2000:296), proses pembelajaran yang telah dilakukan SP kepada
publik telah memberi ruang kepada para kader NasDem untuk
mempelajari dinamika ideologi Partai NasDem. SP juga senantiasa
berusaha menciptakan kondisi yang benar, mempresentasikan

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
xi
dengan benar, memikirkan, mengekspresikan, mempraktikkan,
serta tak segan untuk dievaluasi dengan benar.
Jika kita ikuti pola pikir dan perilaku politik Surya Paloh, akan
terlihat garis ideologis yang jelas bahwa di bawah permukaan
kesatuan dan kemiripan, mekanisme pengartian ideologi
NasDem yang didasarkan atas ciri pembeda tetap berlangsung.
SP bahkan meyakini juga bahwa suatu komunitas seagama
mengandung subkomunitas-subkomunitas yang didasarkan atas
variasi praktik dan keyakinan keagamaan yang dikenal dengan
sekte, aliran, atau ordo. Di dalam suatu partai ada faksi-faksi
yang terbentuk karena perbedaan pendapat mengenai kebijakan,
karena perbedaan latar belakang sosial, atau karena perbedaan
patron dan pemimpin. Di dalam satu kultur ada beberapa sub
kultur.
Di dalam kehidupan politik, persahabatan dan perasaan sebagai
bagian dari suatu kelompok sering muncul dari perasaan
memiliki lawan, saingan, dan musuh bersama. Konflik dan
ketidakselarasan dengan kelompok lain, kata Lewis Coser,
meningkatkan kekompakan internal di dalam suatu kelompok.
Dengan demikian, batas suatu kelompok dari kelompok lain
menjadi jelas, sejelas cita-cita dan tujuan masing-masing dalam
kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Kesadaran ideologis Partai
NasDem tumbuh dan berkembang seiring dengan keyakinan
bahwa nasionalisme adalah landasan dari semua perbedaan yang
ada. Dengan keyakinan ini SP berharap norma kader NasDem
pun mulai tumbuh, melembaga, dan disosialisasikan kepada
generasi baru.
Dalam kompleksitas keragaman, satu-satunya musuh ideologis
Partai NasDem adalah kemiskinan dan kebodohan. Alhasil,
memiliki musuh adalah langkah pertama menuju pengenalan
ideologi secara permanen bagi seluruh Kader NasDem. “Katakan

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
xii
padaku siapa musuhmu,” demikian kata Carl Schmitt, “maka akan
kukatakan kepadamu siapa dirimu.” Dari sinilah muncul adagium
distinguo ergo sum – aku berbeda dari, dan memusuhi, yang lain,
dan oleh sebab itulah aku ada. Identitas dan eksistensi ideologis
NasDem dibangun berdasarkan logika kawan dan lawan.
Jika kebodohan dan kemiskinan merupakan musuh ideologis
abadi Partai NasDem maka penyebab keduanya harus dicari hingga
ke akarnya. Dalam konteks inilah penggalian, pembelajaran, dan
praktik penubuhan ideologi Partai NasDem berlangsung pada
diri para kader. Pedoman Dasar Kader ini ingin menunjukkan
kepada para kader NasDem bagaimana proses meyakini ideologi
menjadi imperatif. In doing we learn harus menjadi basis kerja
politik kader NasDem melalui serangkaian upaya memahami
literasi kebijakan publik; sebuah kecerdasan untuk melihat,
membaca, merencanakan, melakukan dan mengevaluasi alur
kebijakan publik yang selama ini minim dilakukan oleh para
politisi.
Perbedaan Partai NasDem dengan partai lain dalam melihat
dan menjalankan gerak ideologisnya harus dipahami dari latar
belakang historis dan filosofisnya. Kemudian kader akan dibawa
untuk menerjemahkan gagasan ideologis tersebut dalam kerja
politik yang terukur dan utuh tentang bagaimana sebuah proses
kebijakan publik itu bermula dan terimplementasi. Secara
substansial, sistem politik demokrasi harus mampu menyediakan
dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar kewargaan (publik)
sehingga relasi kuasa yang diskriminatif dan marginal dapat
dihindari. Pada titik inilah partai politik diletakkan sebagai
agency intermediary terpenting dalam menyambungkan ekspresi
politik kewargaan melalui kebijakan publik. Partai politik adalah
satu-satunya organisasi politik yang legal dan legitimate dalam
membangun linkage antara pemerintah dan masyarakat.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
xiii
Dalam menjalankan fungsi perantara tersebut, kebanyakan
partai politik di Indonesia sering mengalami dilema dalam
proses kebijakan publik. Partai-partai Islam, misalnya PKS, PKB,
dan PPP cenderung tersandera dengan kepentingan konstituen
mereka sehingga abai terhadap segala proses perumusan
kebijakan publik. Begitu juga beberapa partai nasionalis seperti
PDIP, Golkar, Gerindra, PAN, dan Demokrat mengalami situasi
serupa. Mereka cenderung terjebak pada ideologi partai yang
lebih mengutamakan aspek elektoral. Situasi ini makin parah
ketika partai-partai itu secara masif menggerakkan seluruh
kekuatan partai maupun koalisi untuk memengaruhi kebijakan
pemerintah. Implikasinya jelas terlihat dalam setiap implementasi
kebijakan pemerintah yang lebih fokus pada aspek elektoral
partai. Setiap produk kebijakan publik harus bertujuan untuk
meningkatkan elektabilitas partai. Itu logika politik yang dipakai
dan jelas keliru.
Partai NasDem jelas punya posisi (standing point) yang
berbeda dari partai-partai lain dalam melihat proses, formula,
dan pemanfaatan kebijakan publik. Jika kebanyakan partai
menempatkan kebijakan publik sebagai hasil dari kesepakatan
segelintir orang untuk memenangkan kepentingan partai dan
konstituennya, maka NasDem sebaliknya melihat kebijakan
publik sebagai produk kebutuhan masyarakat yang harus
diimplementasi secara baik oleh pemerintah melalui program-
program konkret. NasDem secara serius menempatkan
masyarakat sebagai sumber (source) dan akhir (end-user) dari
keseluruhan proses kebijakan publik. Masyarakat adalah sumber
kebijakan publik itu sendiri sekaligus menjadi pihak yang akan
menerima manfaat dari implementasi kebijakan tersebut. Dengan
demikian Partai NasDem tidak membuka ruang kompromi
kepada pihak manapun untuk mengintervensi sebuah kebijakan
publik mulai tahap input, proses, dan sampai tahap output.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
xiv
Sikap Partai NasDem di atas bisa dibilang sebuah langkah berani
dan ekstrem karena melawan arus umum kebiasaan partai politik
di Indonesia. Sikap demikian tentu harus mendapat dukungan
serius dari seluruh kader di semua level. Caranya adalah dengan
memahami secara seksama Pedoman Dasar Kader ini dari
waktu ke waktu. Singkatnya, tak ada bangunan ideologis yang
mudah untuk diterjemahkan melalui kerja politik. Yang ada
keinginan untuk terus belajar dan memperbaiki pola hubungan
antara partai dan masyarakat dengan cara memperkuat proses
perumusan kebijakan publik secara terus-menerus.
Selamat membaca, semoga kerja politik ini dicatat Allah, Tuhan
Yang Maha Esa, sebagai amal ibadah semua kader Partai NasDem.
Amin.

Jakarta, 16 Juli 2021.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
xv
Daftar Isi
Sekapur Sirih
ii
Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem

Kata Pengantar
vi
Mayjen TNI (Purn.) IGK Manila

Tentang Ideologi Partai NasDem


x
Ahmad Baidhowi AR

Daftar Isi xvi

BAB I Pendahuluan 3
Latar Belakang 3
Tujuan 10
Sistematika Penulisan 10
BAB II Landasan Historis dan Filosofis 14
Sebuah Fragmen 14
Konteks Politik dan Ekonomi 17
Public Distrust 18
Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi 21
Intoleransi 23
Kebijakan Nir-Publik 27

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
xvi
BAB III Ideologi Partai NasDem 32
Ideologi, Nilai dan Visi 32
Ideologi dan Partai Politik 35
Ideologi Partai NasDem 38
BAB IV Jatidiri Partai NasDem 45
Visi Partai 46
Lambang 52
Manifesto 53
GBHP 56
Mars Partai NasDem 58
Hymne Partai NasDem 59
BAB V Literasi Kebijakan Publik 61
Rendahnya Kohesivitas 62
Solusi Restoratif 68
Konsekuensi 73
BAB VI Doktrin Sadar Struktur 76
Urgensi dan Definisi 77
Problematika Struktur 79
Kesadaran Struktur Sebagai Solusi 82
BAB VII Penutup 90
Kesimpulan 90

Daftar Pustaka 92

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
xvii
Sebelum membaca dengan seksama Pedoman Dasar Kader,
tuliskanlah secara singkat jawaban Kakak terhadap pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini!

1. Menurut Kakak sebagai kader, apakah memahami ideologi


Partai NasDem itu penting? Jika penting, uraikan alasannya
dalam satu paragraf.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
1
2. “Ideologi itu persoalan masa lalu yang usang dan ketinggalan
zaman—tidak ada hubungannya dengan masa kini.”
Setujukah Kakak dengan pernyataan ini? Silakan tuliskan
argumen Kakak secara singkat dan padat.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
2
BAB I

Pendahuluan
“Pendidikan politik itu punya konotasi negatif
karena tak ada bedanya dengan propaganda yang lebih
mengagungkan tujuan untuk membangun dukungan
bagi kebijakan-kebijakan penguasa.”

—Alfred De Grazia
dalam Elements of Political Science (1952: 255)

Latar Belakang
Hampir sepuluh tahun Partai NasDem terlibat percaturan
politik di Indonesia. Gerakan partai ini terbukti menuai progres
setidaknya dilihat dari potret capaian elektoralnya. Dua kali ikut
pemilihan umum (Pemilu 2014 dan 2019), suara partai pengusung
tagline “Gerakan Perubahan” ini meningkat cukup signifikan.
Total suara DPR-RI dari urutan ke delapan pada 2014 menjadi
urutan ke lima pada 2019 dengan kenaikan 2,33% (Lihat: Tabel
I). Keberhasilan ini mengantarkan kader NasDem menduduki
59 kursi (dari 575) di DPR-RI pada periode kedua (2019-2024)

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
3
pemerintahan Jokowi. Sebelumnya (periode pertama: 2014-2019)
hanya 36 kursi. Tambahan 23 kursi tersebut seyogyanya menjadi
modal potensial bagi Partai NasDem untuk mewujudkan cita-
cita besarnya tampil sebagai partai politik modern.

Karakteristik sebagai partai politik modern yang diyakini


NasDem setidaknya “tergambar dari gagasan yang menjadi
landasan bergeraknya. Partai politik modern juga tergambar dari
manajemen pengelolaan organisasinya yang sudah pasti penuh
dengan friksi dan kepentingan yang ada di dalamnya. Walhasil,
partai politik modern merupakan perpaduan antara manajemen
yang bisa meredam friksi dengan kemampuan membuat gagasan
menjadi solusi bersama untuk urusan publik.” Demikian bila
merujuk kepada bunyi AD/ART (h. 69-70) dan Garis Besar
Haluan Partai (GBHP). Terdapat tiga kata kunci dalam kutipan
tadi: gagasan, manajemen organisasi, dan solusi untuk urusan
publik.
Modern tidaknya sebuah partai politik bergantung pada,
pertama, gagasan yang melandasi gerakannya. Menyoal gagasan
dalam hal ini sejatinya berbicara tentang nilai-nilai ideal dalam

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
4
diskursus politik. Menurut Knutsen dalam karyanya Social
Structure, Value Orientation and Party Choice in Western Europe
(2018: 1), nilai yang diusung dan diperjuangkan partai politik
sangat menjadi pertimbangan penting bagi pemilih berlatar
belakang masyarakat industri maju. “Value orientations are
considered to be more important for individual voter’s preference
in advanced industrial societies,” tulisnya. Untuk konteks Partai
NasDem, nilai-nilai ideal itu tergambar dalam tiga visi besarnya:
kemerdekaan (freedom) dan kebebasan (liberty) individu,
kedaulatan ekonomi (welfare), dan martabat kebudayaan
Nusantara (multiculturalism and local wisdom).
Kedua, manajemen partai. Partai politik penting diorganisasi
secara baik sebab pengaruhnya sangat besar bukan hanya
terhadap peningkatan elektoral, tetapi juga terhadap efektivitas
dan efisiensi program kerja eksekutif maupun legislatif (Hazan
& Rahat, 2015: 108). Sedemikian besarnya pengaruh tersebut,
Reuven Y. Hazan dan Gideon Rahat sampai mengatakan,
“Pemerintahan representatif modern telah menjadi pemerintahan
partai,” dalam karyanya Parties, Politicians, and Parliaments
(2015: 108). Ini terjadi karena setiap keputusan kebijakan publik
tak lepas dari pengaruh partai. Tidak ada produk kebijakan
apapun yang bisa terbebas dari pengaruh partai. Pasalnya, para
pemangku kebijakan ialah orang-orang partai atau setidaknya
memiliki pertalian kepentingan dengan partai.
Oleh sebab itu, kekacauan pengelolaan struktur partai dapat
menimbulkan dampak fatal, baik terhadap capaian elektoral
(internal impact) maupun kebijakan publik (external impact).
Pertama, bila di internal struktur mengalami masalah, kerja
politik berbasis struktur (bukan individual) mustahil dapat
dijalankan. Belum ditambah konflik kepentingan di antara para
pengurus. Konsekuensinya, capaian elektoral menjadi taruhan.
Kedua, lantaran pengelolaan strukturnya bermasalah, mereka—

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
5
para anggota legislatif (baca: representasi partai)—yang berada
di fraksi tak akan dapat melakukan koordinasi dengan struktur.
Sehingga, nilai-nilai besar partai tak dapat diperjuangkan menjadi
kebijakan. Di sinilah terjadi keterputusan: antara struktur dan
fraksi, dan antara visi partai dan produk kebijakan. Demikian
juga, yang ketiga, dengan eksekutif. Problem “keterputusan”
semacam di atas pun akan menimpa mereka—para kader partai—
yang menjabat sebagai kepala daerah ataupun menteri.
Berangkat dari problem inilah Akademi Bela Negara
(ABN) menawarkan solusi mengenai apa yang disebut dengan
“kesadaran struktur”. Kesadaran tentang, pertama, bagaimana di
internal para pengurus struktur mengelola mesin partai sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing, mulai
dari tingkat pusat sampai daerah. Kedua, bagaimana di legislatif
para representasi (DPR) memperjuangkan visi partai dengan
cara melibatkan struktur (bukan hanya individu tertentu) dalam
memproduksi pandangan fraksi setiap kali hendak mengetok
kebijakan. Ketiga, bagaimana di eksekutif para kader NasDem
yang terpilih sebagai kepala daerah atau menteri (bahkan
presiden) juga membuka dialog dengan struktur partai dalam
setiap perumusan kebijakan.
Ketiga, solusi bersama untuk urusan publik. Ini menyangkut
apa yang ABN usulkan selama ini: restorasi kebijakan publik.
Restorasi adalah sebuah istilah yang berbeda dari revolusi dan
reformasi. Revolusi hendak mengubah seluruh sistem, reformasi
memperbaiki sebagian yang dianggap tidak revelan dengan
mengganti sistem baru. Sedangkan restorasi adalah ‘menyegarkan
ulang’ sistem yang ada dengan merujuk kepada cita-cita awal
bangsa ini merdeka: kedaulatan rakyat. Jadi, restorasi kebijakan
publik—yang kelak penting Partai NasDem implementasikan—
adalah sebuah tata kelola kebijakan yang produknya bermuara
kepada kedaulatan rakyat.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
6
Untuk mengimplementasikan restorasi kebijakan tersebut,
tentu pertama, adalah Partai NasDem harus menang. Sehingga
‘jangkar-jangkar’ perwakilannya berhasil menguasai kursi legis-
latif dan eksekutif. Namun tak cukup sampai di situ. Hal utama
yang harus dilakukan adalah bagaimana para ‘jangkar-jangkar’
partai itu melakukan kelola kebijakan sehingga produknya be-
nar-benar berorientasi kepada publik. Untuk memastikan pro-
duk kebijakan berorientasi kepada publik atau tidak, tak ada cara
lain kecuali Partai NasDem harus menjadi inisiator dan peng-
gerak utama dalam melakukan pelibatan publik dalam setiap
proses perumusan kebijakan. Mesin partai (baca: struktur) ada-
lah tempat yang tepat untuk praktik ‘pelibatan’ itu. Jadi, struktur
bukan hanya menjadi rumah pemenangan sebagaimana yang di-
bayangkan selama ini, tetapi juga menjadi rumah aspirasi (tem-
pat menampung keluhan publik) dan ‘laboratorium’ kebijakan.
Kebijakan publik dalam bahasa GBHP di atas adalah
“solusi untuk urusan publik”. Tanpa ‘pelibatan’ publik, mustahil
sebuah ‘urusan’ dapat dikatakan sebagai ‘urusan publik’. Sebuah
“urusan” tak dapat dikatakan sebagai “urusan publik” tanpa
keterlibatan publik dalam perumusan apa yang disebut “urusan”
itu. Rancangan UU, misalnya, perlu melibatkan publik dalam
setiap proses pembahasannya. Bilamana tidak demikian, hasil
keputusannya nanti yang menjadi kebijakan akan menjadi
persoalan baru. Karena keputusan itu tidak didasarkan pada “apa
maunya publik” tetapi hanya pada “apa maunya segelintir orang”
yang mengatasnamakan publik.
Upaya ‘pelibatan’ publik ini juga akan menjadi sia-sia tanpa
penanaman literasi kebijakan publik di antara para kader—yang
kelak diharapkan merata di masyarakat secara umum melalui
jasa para kader. Literasi kebijakan publik ialah sebuah kecerdasan
dalam melihat, merencanakan, menetapkan dan menjalankan
kehendak rakyat secara seksama dan bertanggungjawab. Jika

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
7
NasDem memiliki tingkat literasi kebijakan publik yang tinggi,
dengan sendirinya diharapkan akan terjadi restorasi kebijakan
publik yang akan membawa kebermaknaan “merdeka sebagai
negara bangsa, berdaulat secara ekonomi, dan bermartabat
dalam budaya.” Tanpa skill literasi kebijakan publik, bagaimana
mungkin kader Partai NasDem akan dapat melakukan restorasi
kebijakan. Memahami alur proses perumusan hingga penetapan
kebijakan saja tidak cukup. Apalah arti ‘pelibatan’ itu? Apa guna
mereka terlibat dalam perumusan kebijakan? Oleh karena itu,
untuk mewujudkan restorasi kebijakan publik, literasi kebijakan
publik sangat penting Partai NasDem tanamkan kepada para
kader—dan bahkan kepada masyarakat umum. Membuka akses
pengetahuan bagi publik mengenai bagaimana kebijakan itu
dirumuskan, ditetapkan, dijalankan, diawasi, dan dievalusi.

Untuk menjadi partai politik modern seperti yang


dibayangkan tadi, kaderisasi sangat diperlukan. Karena, tanpa
kaderisasi tiga prinsip tadi mustahil dapat terimplementasi.
Bagaimana mungkin tanpa kaderisasi visi besar NasDem dapat
dikenal (apalagi diperjuangkan) oleh anggota partai? Demikian
juga dengan dua prinsip lainnya: pengetahuan mengenai tata
kelola partai yang efektif serta efesien dan kebijkan publik yang
public oriented.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
8
Adapun tujuan kaderisasi adalah “untuk menyamakan
cara pandang terhadap politik dari perspektif Partai NasDem,”
meminjam kutipan langsung dari AD/ART (h. 74) dan GBHP.
Kata “menyamakan” di sini tentu bukan dalam pengertian anti-
perbedaan dan anti-dialog. Karena bilamana memaksakan
penggunaan pengertian tersebut akan melahirkan suatu makna
yang bertentangan dengan visi besar NasDem itu sendiri yang
justru sangat menjunjung kebebasan (liberty) dan kebhinnekaan
(baca: martabat kebudayaan).
Pengertian yang tepat mengenai kata “menyamakan” itu lebih
mengarah kepada kesamaan visi di antara para kader, kemerataan
pengetahuan dan kemampuan mereka dalam mengelola struktur
(kesadaran struktur), dan kesamaan orientasi (yakni: sama-sama
mengedepankan kepentingan rakyat) terkait keterlibatannya
dalam perumusan kebijakan publik (literasi kebijakan publik).
Harapannya, dengan kaderisasi semacam ini tumbuh subur
kader-kader cerdas, militan dan terampil yang mampu membawa
Partai NasDem mencapai visi besarnya.
Berpijak pada kebutuhan kaderisasi inilah buku ini ditulis.
Buku ini merupakan panduan dasar bagi para kader NasDem
yang mempunyai kesungguhan tekad dalam kerja-kerja politik
untuk mewujudkan tiga cita-cita besar dalam visi partai tersebut.
Oleh karena itu, kami memberinya judul Pedoman Dasar
Kader: Memahami Ideologi Partai NasDem. Dengan lahirnya
buku ini diharapkan muncul kader-kader yang memiliki
loyalitas kepada partai bukan hanya karena persona ketokohan
(apalagi kepentingan-kepentingan pragmatis) tetapi juga karena
mengetahui, meyakini, dan bertekad memperjuangan nilai-nilai
yang terkandung dalam tiga visi besar partai.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
9
Tujuan
Tujuan penulisan buku ini adalah memperkenalkan kepada
para kader tentang: 1) profil dan latar belakang histroris-filosofis
kelahiran Partai NasDem secara mendalam; 2) nilai-nilai yang
diperjuangkan; dan 3) pengetahuan mengenai literasi kebijakan
publik dan kesadaran struktur demi kemajuan partai dan
kesehatan demokrasi.

Sistematika Penulisan
Buku ini diawali Bab I (Pendahuluan) memuat tiga
pembahasan. Pertama, latar belakang berisi uraian singkat,
padat dan jelas mengenai pertanyaan: kenapa buku ini penting
untuk ditulis? Kedua, tujuan: untuk apa buku ini ditulis? Ketiga,
sistematika penulisan: apa saja bab yang terdapat dalam buku
ini? Bab II (Latar Belakang Historis dan Filosofis Lahirnya Partai
NasDem) mengurai konteks politik dan ekonomi di Indonesia
tepat pada saat dan sebelum Partai NasDem didirikan yang
kemudian menjadi arah dari narasi besar teks GBHP. Terdapat
empat pembahasan terkait itu. Pertama, ketidakpercayaan publik
terhadap partai politik. Kedua, politik identitas dan kemerosotan
demokrasi. Ketiga, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Dan
keempat, lemahnya pendidikan dan literasi politik di Indonesia.
Bab III ialah Ideologi Partai NasDem. Bab IV membahas Jatidiri
Partai NasDem. Bab V mengulas apa, kenapa dan bagaimana
Restorasi Kebijakan Publik itu seharusnya diterapkan. Bab VI
ialah uraian tentang Kesadaran Struktur. Bab VII: Penutup.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
10
#Coba Kakak ulas kembali dalam dua paragraf, kenapa buku
ini penting ditulis? Dan, kenapa Kakak mesti membacanya
sampai selesai?

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
11
#Coba Kakak tuliskan di sini apa yang Anda dapatkan setelah
selesai membaca Bab I di atas? Tulislah paling pendek dalam
dua paragraf!

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
12

Hanya ada satu negara yang
menjadi negaraku. Negara itu
tumbuh karena satu perbuatan.
Dan itu perbuatanku.

Bung Hatta
BAB II

Landasan Historis dan


Filosofis Partai NasDem
Sebuah Fragmen
Minggu malam, November 2010. Dua lelaki sedang duduk
di salah satu meja restoran bergengsi di Jakarta, Olive Tree (lantai
dua Hotel Nikko—sekarang menjadi Pullman Hotel), Jl. M.H.
Thamrin. Sambil menikmati hidangan, mereka berbincang-
bincang ringan. Dua pria itu adalah Surya Paloh dan Patrice Rio
Capella.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
14
“Rio, you harus tahu, ini salah satu restoran di Jakarta yang
cukup mahal. Kita bisa duduk di sini karena negeri ini,” tutur
Surya kepada sahabatnya itu sebagaimana terekam baik dalam
buku Surya Paloh, Matahari Restorasi, Sang Ideolog (2014: 225)
karya Usamah Hisyam. Surya menceritakan kisah perjalanan
hidupnya panjang lebar. Mulai dari pernah menjadi pedagang
kelontong, jualan ikan asin, minyak goreng hingga berhasil
meraih kesuksesan gemilang.
Kepada lelaki yang akrab dipanggil Rio itu, Surya berkata,
“You harus tahu Rio, hari ini saya sudah punya segala-galanya
…Saya kalau mau tidak memikirkan negeri ini, bangsa ini, bisa
saja …Tapi Rio, ada satu hal yang selalu menjadi beban pikiran
saya selama ini. Saya bisa begini karena negeri ini. Coba you
alihkan pikiran dan pandangan kita kepada saudara-saudara kita
yang masih tertinggal, baik itu di Banten, di Aceh, di Papua, di
Maluku, di Nusa Tenggara, di Kalimantan, di Sulawesi, di Madura,
di semualah di pelosok-pelosok desa. Apa yang bisa mereka
harapkan dari negeri ini? Dari negeri yang memiliki kekayaan
sumber daya alam luar biasa, tapi mereka belum dapat menikmati
apa-apa. Untuk apa bangsa ini merdeka, kalau segenap rakyat tak
bisa menikmati kemerdekaan itu?”
Perbincangan itulah yang mengawali lahirnya sebuah partai
politik pengusung gagasan ‘Restorasi Indonesia’. Ini (baca:
Restorasi Indonesia) “adalah sebuah metode yang hadir sebagai
koreksi terhadap dua metode pergerakan terdahulu—revolusi
dan reformasi—yang, kalau boleh saya katakan, tidak berhasil
membawa perubahan sepenuhnya bagi negeri ini,” tulis Willy
Aditya dalam Indonesia di Jalan Restorasi: Politik Gagasan Surya
Paloh (2014: 5).
Menurut Willy, gagasan ‘restorasi’ sudah muncul sejak
2004 sebagai visi Surya Paloh ketika mengikuti Konvensi Calon

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
15
Presiden Partai Golkar. Pada 2009 gagasan restorasi mencuat
kembali ketika sejumlah aktivis berkumpul dalam rangka
persiapan pembentukan organisasi masyarakat (ormas) bernama
‘Nasional Demokrat’ yang kelak diresmikan pada 1 Februari 2010
di Istora Senayan, Jakarta. Beberapa bulan kemudian, ormas
tersebut menggelar simposium nasional dengan tema ‘Restorasi
Indonesia’ (2014: 1-2).
Dari itu tak heran kalau kemudian banyak para pengamat
menganggap bahwa kelahiran Partai NasDem adalah
metamorfosis dari ormas NasDem. Anggapan itu didasarkan
pada, pertama, penggunaan tagline yang sama (restorasi). Kedua,
nama yang persis (Nasional Demokrat). Ketiga, lambang yang
hampir mirip dengan sedikit perubahan. Keempat, kesamaan
tokoh penting di dalamnya.
Munculnya anggapan ini mendapat tanggapan dari Rio.
“Ormas (maksudnya, Nasional Demokrat, pen) tidak melahirkan
partai politik. Partai NasDem dilahirkan dari nol sebagai partai
baru. Jadi tidak perlu dirapatkan,” tandasnya. Konfirmasi dari
Rio ini penting karena dialah orang yang dipercaya Surya Paloh
untuk mendirikan Partai NasDem.
Setelah mendapat mandat dari Surya Paloh, pada akhir
Desember 2010, Rio Capella memanfaatkan liburan kali itu
dengan membuat rancangan AD/ART. Pada 6 Januari 2011, dia
mengumpulkan pimpinan ormas Nasional Demokrat dari 21
provinsi untuk memberitahukan rencana pembentukan Partai
Nasional Demokrat, sistem keorganisasiannya masing-masing,
dan meminta rekomendasi kader kepada mereka. Enam bulan
kemudian, 26 Juli 2011, Partai yang kelak disingkat NasDem itu
resmi berdiri. Namun karena alasan tertentu kelak yang dijadikan
tanggal resmi ulang tahunnya adalah 11 November 2011:
sebuah angka cantik 11-11-11. Deklarasi tersebut berlangsung

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
16
di ballroom Hotel Mercure, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Patrice Rio Capella terpilih sebagai ketua umum pertama. Dia
menyampaikan pidato politiknya dengan judul Agar yang Tidak
Murni Terbakar Mati (Hisyam, 2014: 232).

Konteks Politik dan Ekonomi


Partai NasDem lahir di tengah situasi negara ini sedang
dilanda krisis politik dan ekonomi. Terdapat empat problem
besar yang sedang menimpa bangsa Indonesia saat itu—bahkan
hingga hari ini, persis saat buku Pedoman Dasar Kader ini ditulis.
Pertama, ketidakpercayaan publik terhadap institusi partai politik
(public distrust). Kedua, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi.
Ketiga, intoleransi. Dan keempat, kebijakan publik yang tidak
berpihak kepada publik. Bilamana membaca teks Manifesto Partai
NasDem sendiri, empat problem itulah yang melatar-belakangi
lahirnya partai tersebut. Silakan baca teks tersebut di bawah ini
berserta syarah-nya (catatan singkat dalam kurung).

Reformasi telah dan tengah mengantar Indonesia


sebagai Negara Demokrasi. Tetapi, kami menolak
demokrasi yang hanya sekadar merumitkan tata cara
berpemerintahan tanpa mewujudkan kesejahteraan
umum (syarah: ini terkait dengan isu kemiskinan
dan kesenjangan ekonomi).
Kami menolak demokrasi yang hanya
menghasilkan rutinitas sirkulasi kekuasaan tanpa
kehadiran pemimpin yang berkualitas dan layak
diteladani (syarah: ini terkait dengan kemerosotan
moralitas pemimpin yang berujung pada

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
17
menurunnya kepercayaan publik terhadap partai
karena notabene mereka berasal dari partai politik).
Kami menolak demokrasi tanpa berorientasi pada
publik (syarah: ini terkait dengan kebijakan publik
yang tidak berpihak kepada publik). Kami menolak
demokrasi yang sekedar menjadi proyek reformasi
tanpa arti.
Kami mencita­ citakan demokrasi Indonesia
yang matang, yang menjadi tempat persandingan
keberagaman dengan kesatuan (syarah: ini terkait
dengan problem intoleransi), dinamika dengan
ketertiban, kompetisi dengan persamaan, dan
kebebasan dengan kesejahteraan. Kami mencita­
citakan sebuah demokrasi berbasis warga negara
yang kuat, yang terpanggil untuk merebut masa
depan yang gemilang, dengan keringat dan tangan
sendiri.
Maka pada hari ini kami berketetapan hati
menggalang sebuah gerakan bernama: Nasional
Demokrat: Restorasi Indonesia.

Public Distrust
Paska-Reformasi 1998, keran demokrasi terbuka lebar.
Kebebasan berpendapat dan hak-hak politik yang sebelumnya
sempat dikebiri Orde Baru (Orba) kembali mengalami
pemulihan. Salah satu konsekuensi logis dari fenomena tersebut
adalah munculnya banyak partai, sehingga implementasi sistem
multipartai pun tak dapat dihindari. Pada Pemilu 1999, terdapat
48 partai yang ikut bertarung di panggung kontestasi elektoral.
Pada Pemilu 2004 berkurang hampir separuh menjadi 24 partai.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
18
Naik kembali menjadi 38 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh
pada 2009. Menukik turun pada 2014 hanya tinggal 12. Pada 2019
kemarin kembali bertambah menjadi 16 yang lolos ikut Pemilu.


A lack of transparency result in
distrust and a deep sense of insecurity.

Dalai Lama

Tumbuh suburnya partai dan keberhasilan Pemilu dari


satu periode ke periode berikutnya ini tak berbanding lurus
dengan kepercayaan publik terhadap institusi tersebut. Pada 3
November 2019 lalu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis
temuan anyar bahwa partai politik merupakan institusi yang
paling tidak dipercaya. Dari 1.200 responden (margin of error:
2,9%) yang percaya kepada partai politik hanya 65%. Pada 2014,
berdasarkan hasil survei Political Communication Institute
(Polcomm Institute) dengan 1000 responden (margin of error:
5%) di 15 kota besar hanya 26,3% yang percaya kepada partai
politik. Pada 2004, kepercayaan publik terhadap partai masih
8% tetapi menukik turun menjadi 5,8% pada 2007 sebagaimana
laporan survei Asia Barometer.
Ini menunjukkan kerentanan serius. Sebab, data terbaru di
atas memberitahukan bahwa hampir separuh rakyat di Indonesia
masih juga belum mempercayai partai politik. Besarnya distrust
publik terhadap partai politik inilah yang melatarbelakangi
lahirnya Partai NasDem. Partai ini lahir pada 2011 di mana partai
politik benar-benar mengalami krisis kepercayaan dari publik.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
19
“Dialektika politik di era Reformasi ternyata tidak seindah
seperti yang dibayangkan, termasuk di ranah politik… Akibatnya
politik menjadi jauh dari hakikatnya sebagai ruang adu gagasan,
dan terjebak pada logika kontestasi semata. Kekuasaan pun
seolah menjadi ruang menumpuk keuntungan (baca: rente)
belaka, bukan sarana memenuhi kepentingan publik dan jalan
membangun peradaban bangsa.
Transisi demokrasi pun akhirnya mengalami banyak
gelombang dan membuat frustrasi warga. Praktik demokrasi
politik kerap terjebak pada aspek prosedural dan kepentingan
yang pragmatis…
“Di tengah situasi seperti itulah Partai NasDem didirikan.”
Demikian bunyi GBHP Partai NasDem itu sendiri. Distrust
ini (atau ‘frustrasi warga’ dalam bahasa GBHP) muncul
setidaknya karena dua sebab. Pertama, kehadiran partai politik
yang tidak dirasakan oleh publik. Kedua, para politisi kerap
mempertontonkan manuver politik yang jauh dari visi mulia
partainya sebagaimana sering dikampanyekan. Bahkan, mereka
kerap kali melakukan akrobat politik yang amoral. Kehadiran
Partai NasDem adalah untuk menjawab dua persoalan di atas.
Secara eksplisit, cita-cita tersebut disampaikan Surya Paloh,
sang penggagas Partai NasDem itu sendiri, setelah terpilih
sebagai ketua umum menggantikan Rio Capella pada Kongres I,
25 Januari 2013 di Jakarta Convention Center, Senayan (Hisyam,
2014: 241). Di hadapan kurang lebih lima ribu peserta, Surya
berkata, “Rakyat sudah tidak menaruh kepercayaan sepenuhnya
terhadap partai politik di negeri ini. Lantas di tengah-tengah
sinisme masyarakat seperti itu, kenapa kita berani bikin partai
baru?” Menurutnya ini merupakan ikhtiar bersama untuk
mengembalikan citra partai politik sebagai tiang demokrasi.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
20
Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi
Salah satu penyebab ketidakpercayaan publik (public distrust)
terhadap partai politik sebagaimana dijelaskan di atas adalah
kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Di samping akrobat
para politisi yang kerap amoral dan hanya membuat kegaduhan,
kehadiran partai politik dianggap tidak dapat menyelesaikan
persoalan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi itu. Setahun
sebelum Partai NasDem dideklarasikan, tepatnya pada Maret
2010, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah
penduduk miskin di Indonesia masih di angka 31,03 juta: 11,10
juta di daerah perkotaan dan 19,93 juta di pedesaan. Angka ini
memang menurun bila dibanding dengan data 2009. Totalnya
32,53 juta dengan sebaran 11,91 juta di perkotaan dan 20,62 juta
di pedesaan. Tetapi penurunan ini tidak signifikan, hanya 1,5 juta.
Bahkan menurut laporan Bank Dunia, A Perceived Divide:
How Indonesians Perceived Inequality and What They Want Done
About It (2015: 12), selain kemiskinan, Indonesia juga dilanda
persoalan ketimpangan ekonomi. Jarak antara yang kaya dan

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
21
yang miskin terlalu jauh. Laporan tersebut mencatat, “Between
2003 and 2010, consumption per person of the richest 10 percent
of Indonesians grew at over 6 percent per year after adjusting for
inflation, but grew at less than 2 percent per year for the poorest
40 percent.” Artinya, “Antara 2003 dan 2010, konsumsi per orang
dari 10% orang terkaya di Indonesia tumbuh mencapai 6% per
tahun menyesuaikan inflasi, tetapi tumbuh kurang dari 2% per
tahun untuk 40% orang termiskin.”
Tentu, untuk lebih mengetahui realita kemiskinan dan
ketimpangan ini secara fenomenologis, kita tak bisa hanya
mengandalkan pembacaan terhadap angka-angka. Sebagaimana
tutur Surya Paloh kepada Rio dalam kisah Sebuah Fragmen di atas,
kita harus turun dari menara gading: melihat, menyaksikan, dan
merasakan sendiri penderitaan mereka di berbagai pelosok desa
dan di gang-gang perkotaan. Perlu langkah-langkah etnografis
untuk memahaminya. Sebuah film dokumenter Stand van de
Sterren—yang lolos nominasi Oscar dan merupakan trilogi dari
dua film sebelumnya: Stand van de Zon dan Stand van De Maan
karya sineas Belanda Leonard Retel Helmrich yang dirilis pada
2010—sangat baik menggambarkan potret kemiskinan dan
ketimpangan ekonomi di Indonesia.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
22
Sekalipun sudah melakukan tiga kali Pemilu paska-Reformasi
(1999, 2004, 2009) masih banyak kita temukan gelandangan,
pengamen, pemulung, dan yang semisalnya berkeliaran di
jantung-jantung kota. Demikian juga di desa, masih berserakan
mereka yang untuk makan tiga kali sehari saja sangat kesusahan.
Itulah kenapa Manifesto Partai NasDem menyatakan dengan tegas,
“Kami menolak demokrasi yang hanya sekadar merumitkan tata
cara berpemerintahan tanpa mewujudkan kesejahteraan umum.”
Berangkat dari problem inilah para pemuda yang dalam dadanya
masih ada Buruh Tani (sebuah lagu yang kerap menjadi api
pembakar semangat para demonstran) itu berkumpul, bergabung
dan membentuk Partai NasDem.

Intoleransi
Persoalan ketiga bangsa ini yang juga melatar-belakangi
lahirnya Partai NasDem adalah merebaknya paham dan sikap
intoleransi yang puncaknya nanti menjelma politik identitas.
Dalam rangka mengantisipasi masalah inilah Partai NasDem
lahir. “Di tengah situasi seperti itulah Partai NasDem didirikan…
Tidak ketinggalan, politik identitas berbasis SARA juga tumbuh
dalam perjalanan kehidupan politik di Tanah Air,” demikian
bunyi GBHP.
Intoleransi adalah sebuah sikap yang tidak mau—dan bahkan
berusaha untuk tidak—menghargai perbedaan (Dobbernack dan
Modood, 2013: 10). Justifikasi yang melandasi paham dan gerakan
tersebut untuk konteks pambahasan kali ini adalah ajaran-
ajaran agama yang ditafsir secara radikal (intoleransi beragama).
Sehingga, dari ajaran tersebut lahirlah ‘suatu kelompok umat’
yang paham keagamaannya berhasil teradikalisasi. Untuk umat
semacam ini Jones menyebutnya ‘kelompok garis keras’ (Jones,
2015: 8). Terdapat tiga contoh yang dia kemukakan: Front Pembela

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
23
Islam (FPI), sebuah organisasi Islam garis keras di Indonesia yang
berdiri pada 17 Agustus 1998 dan dibubarkan pemerintah pada
30 Desember 2020; Gerakan Reformasi Islam (GARIS), lahir
pada 1998; dan Hizbut Tahrir Indonesia, organisasi pengusung
gagasan khilafah yang memiliki jaringan internasional dan
dibubarkan pemerintah pada 19 Juli 2017.
HTI adalah organisasi yang memiliki jaringan internasional—
atau yang sering disebut Islam transnasional. Organisasi ini sangat
berhati-hati untuk melakukan tindakan kekerasan sebagaimana
FPI dan GARIS. Namun setiap ada gerakan yang menyangkut
isu-isu pembelaan terhadap Islam, HTI mendukung dan
bahkan kerap kali berada di belakangnya sebagai desainer yang
membantu membuat framing. Jones memberi analogi bahwa HTI
adalah otak, organisasi seperti FPI dan GARIS adalah tangan dan
kaki. Perbedaan yang lain adalah FPI dan GARIS tidak mengutuk
demokrasi (melainkan hanya tindakannya yang kerap mencederai
nilai-nilai demokrasi), sementara HTI menganggap demokrasi
sebagai thaghut, sistem yang harus dihindari, dibenci, dan diganti.
Mereka menawarkan solusi khilafah. Keberadaan dan ideologi
HTI ini sangat mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa,
karena yang mereka sasar adalah konstitusi sebagai sendi-sendiri
bangsa. Dan, kehadiran Partai NasDem adalah untuk menjaga
sendi-sendi kebangsaan itu dari rongrongan paham asing.
FPI dan GARIS merupakan organisasi yang kerap
melakukan tindakan vigilantisme, yakni suka main hakim
sendiri. Atas nama agama, mereka sering kali melancarkan aksi
kekerasan terhadap kelompok yang dianggap berbeda dengan
cara sweeping, pembubaran paksa, dan bahkan tak segan-segan
mengumandangkan perang. Contoh: Insiden Monas (2008),
penusukan anggota HKBP Ciketing (2010), pembubaran
Ahmadiyah dan sejumlah praktik vigilantisme lain. Menurut Ian
Wilson dalam tulisannya As Long As It’s Halal: Islamic Preman

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
24
in Jakarta (2008: 193), FPI memiliki relasi kuat dengan aparat
negara, baik di pusat maupun daerah. Demikian juga dengan
GARIS. Temuan Jones, GARIS (selaku mitra FPI) pun memiliki
ikatan kuat dengan beberapa pensiunan jenderal yang ingin
mengacaukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
saat itu supaya citra politiknya memburuk (Jones, 2015: 15).
Organisasi-organisasi lain yang mirip FPI dan GARIS ini
sebenarnya banyak, baik yang menjalin kemitraan atau hanya
sebagai ‘efek domino’. Karakteristik mereka sangat mirip yakni
mengkampanyekan bahwa Islam sedang terancam. Opini
keterancaman ini dibangun di atas semangat reactualisation of
orthodoxy, sebagaimana temuan Dadi Darmadi dalam tulisannya
Islamic Orthodoxy at Regional Level in Indonesia (2020: 48). Mereka
ingin kembali menerapkan dan bahkan menjaga ortodoksi Islam
dari paham-paham yang dianggap sesat (dlalál). Narasi besar
yang mereka bangun adalah menjaga kesucian agama. Sayangnya
semangat menjaga ortodoksi Islam ini bukannya mereka gunakan
untuk meningkatkan religiusitas diri tetapi justru dijadikan
sebagai senjata untuk menyerang kelompok lain.
Dari sinilah sikap intoleransi bermula. Sikap intoleransi ini
kemudian berhasil mempengaruhi konstelasi politik di Indonesia,
baik membentuk perilaku politik (political behavior) maupun
kebijakan berbau SARA (political identity). Keinginan untuk
mengantisipasi manuver politik dan implementasi kebijakan
semacam itulah yang membuat Surya Paloh bersungguh-sungguh
mendirikan Partai NasDem. “Lahirnya 151 Perda-perda Syariah
dan Injil di 22 provinsi dalam era otonomi daerah sejak 1999
secara kasat mata mencederai semangat persatuan dalam bingkai
Bhineka Tunggal Ika,” ucap Surya Paloh saat menyampaikan orasi
kebangsaan pada ulang tahun ke-2 Ormas Nasional Demokrat
di Bandung. Keterlibatan Menteri Komunikasi dan Informatika,
Johnny G. Plate (kader Partai NasDem) dalam membubarkan FPI

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
25
pada akhir 2020 itu merupakan langkah konkret. Pembuktian
Partai NasDem atas cita-cita awalnya yang memang mengutuk
segala bentuk intoleransi dan vigilantisme atas nama agama
seperti yang sering dilakukan FPI.
Partai NasDem sangat mengecam segala bentuk intoleransi
karena itu dapat mencederai kemerdekaan (freedom) dan
kebebasan (liberty) individu. Dari itu tak heran bila visi dan misi
pertama yang diusung partai ini adalah dua hal tadi: kemerdekaan
(freedom) dan kebebasan (liberty). Freedom adalah ‘bebas dari’,
di sini bisa bermakna merdeka. Sedangkan liberty adalah ‘bebas
untuk’. Teks asli visi pertama berbunyi, “Indonesia yang merdeka
sebagai negara bangsa.” Ini artinya Indonesia sebagai negara
bangsa (nation-state) bebas dari apapun yang dapat merugikan.
Misal, bebas dari penjajah, imperialisme, kemiskinan, konflik
saudara, tekanan politik dari kelompok tertentu, terorisme,
radikalisme, dan lain-lain. Namun kalau kita baca teks asli
misinya, berbunyi demikian, “Membangun politik demokratis
berkeadilan berarti menciptakan tata ulang demokrasi yang
membuka partisipasi politik rakyat dengan cara membuka akses
masyarakat secara keseluruhan.” Teks ini menunjukkan bahwa
Partai NasDem ingin mewujudkan kesetaraan hak-hak politik
warga negara yang nanti buahnya adalah kebebasan untuk
berekspresi (menolak atau menyetujui), liberty.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
26
Kebijakan Nir-Publik
Problem keempat yang melatar-belakangi lahirnya Partai
NasDem adalah kebijakan publik yang tidak berpihak kepada
publik. Masalah kemiskinan, ketidak-percayaan publik terhadap
partai politik, dan intoleransi di negeri ini sebagaimana dijelaskan
di atas adalah dampak nyata dari kebijakan publik yang tidak
berpihak kepada publik. Kebijakan publik adalah instrumen
pemerintahan dalam mewujudkan aspirasi publik. Robert E.
Goodin, dkk dalam The Public And Its Policies (2006: 3) menulis
demikian, “Menjalankan roda pemerintahan adalah sebuah
upaya mewujudkan permintaan, usaha melaksanakan kontrol,
untuk membentuk dunia. Kebijakan-kebijakan publik adalah
alat-alat mengenai pelaksanaan roda pemerintahan tersebut.”
Di Indonesia, kebijakan publik dijalankan oleh lembaga
eksekutif dan legislatif (juga yudikatif, namun tidak untuk
dibahas di sini) sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Tugas
eksekutif adalah mengeksekusi (menjalankan) program-kegiatan
berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja (APBN/APBD) yang
diatur peraturan perundang-undangan; legislatif membuat dan
mengesahkan peraturan-perundang-undangan, mengesahkan
anggaran program-kegiatan yang akan dijalankan eksekutif,
dan mengawasi pelaksanaan program-kegiatan yang dilakukan
eksekutif.
Persoalan yang terjadi di Indonesia adalah kebijakan yang
ditelurkan kedua lembaga tersebut kerap kali tidak memihak
kepada publik melainkan hanya untuk kepentingan segelintir
orang. Lembaga eksekutif—mulai dari pusat (presiden dan
kabinetnya) hingga daerah (untuk provinsi: gubernur dan
jajarannya dan untuk kabupaten/kota: bupati/walikota dan
jajarannya)—dalam merumuskan kebijakan kerap kali tidak
mengindahkan asesmen kebutuhan publik. Legislatif dalam

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
27
mengesahkannya pun demikian. Bukannya menjadi representasi
rakyat tetapi malah terkadang justru terjebak dalam politik
transaksi. Sehingga, alih-alih mengontrol eksekutif (berdasarkan
kepentingan publik), legislatif malah menjalin hubungan
perselingkuhan: bagi-bagi jatah dengan orang-orang di lembaga
eksekutif.
Rakyat secara partisipatif hanya dilibatkan sebelum Pemilu.
Suara mereka diperlukan hanya untuk menentukan siapa
pemenang, baik di eksekutif maupun legislatif. Setelah pemenang
diketahui, ditetapkan dan mempunyai kuasa untuk mengetok
kebijakan, mereka melupakan rakyat. Rakyat tidak pernah lagi
dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan, sehingga rakyat
kemudian kebingungan, misalnya, setelah mendengar sebuah
berita bahwa terdapat seorang politisi telah melakukan korupsi.
Mereka bingung sebab tidak mengetahui kenapa program yang
anggarannya dikorupsi itu sampai disahkan. Ini bisa terjadi
karena dalam proses perumusannya itu mereka sama sekali tidak
dilibatkan.
Kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada
publik sudah terjadi sejak Orba. Maklum, pada pemerintah
Suharto yang sangat otoriter itu proses perumusan hingga
pengesahannya hampir semua tersentralisasi. Namun yang
aneh, ketidakberpihakan kepada publik ini pun terjadi setelah
Reformasi. Otonomi daerah tidak mengubah apapun. Produk-
produk kebijakannya tetap saja tak jauh dari karakter kebijakan
Orba. Hanya saja yang membedakan, kalau di era Orba kemauan
rakyat benar-benar harus disesuaikan dengan apa kata penguasa,
di era Paska-Reformasi rakyat hanya seolah-olah dilibatkan
padahal suara mereka tidak didengarkan karena kalah nyaring
dibanding suara segelintir orang yang memiliki relasi kuasa.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
28
Menyikapi persoalan inilah Surya Paloh ingin menggunakan
kekuatan modal politiknya yang sudah dibangun sejak lama
untuk merestorasi kebijakan publik di Indonesia. Mengembalikan
kebijakan publik sebagaimana fungsinya untuk men-cover
kepentingan publik. Hanya bermodal organisasi masyarakat
(Ormas) tanpa membangun partai, cita-cita tersebut tidak
mungkin terwujud, sebab Ormas tidak dapat menentukan ke
mana arah kebijakan publik berlabuh. Itu hanya bisa dilakukan
partai politik. Oleh karena itu, dia dirikan Partai NasDem. “Rio,
saatnya kita harus melakukan sesuatu untuk negeri ini, untuk
kemajuan bangsa dan negara, kita harus bisa mewujudkan cita-
cita Bung Karno, kita harus bangkit berjuang bersama-sama,”
pinta Surya Paloh kepada Rio Capella di Hotel Nikko malam itu.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
29
#Ada 4 alasan mengapa Partai NasDem didirikan. Silakan tulis
kembali keempat alasan tersebut berdasarkan pemahaman
Kakak secara reflektif dalam dua paragraf!

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
30
#Apa yang Kakak pahami tentang public distrust, dan mengapa
itu terjadi? Bagaimana menurut Kakak posisi NasDem
sebaiknya?

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
31
BAB III

Ideologi Partai NasDem


Ideologi, Nilai dan Visi
Tiga nomenklatur ini (ideologi, nilai, dan visi) seringkali
dipahami dengan pengertian kurang tepat. Ada yang menyamakan
ideologi dengan visi, visi dengan nilai, dan nilai dengan ideologi.
Sehingga seolah-olah ketiganya tak ada perbedaan. Kerancuan
ini terjadi karena ketidakmampuan memberikan pengertian
yang clear and distinct, jelas dan berbeda, mengenai tiga terma
tersebut.
Ideologi merupakan sebuah sistem keyakinan politik (a
political belief system) atau seperangkat gagasan politik yang
berorientasi pada gerakan (an action-oriented set of political
ideas), demikian menurut Andrew Heywood dalam Political
Ideologies (2012: 5). Pandangan Andrew Vincent dalam Modern
Political Ideologies (2010: 18), “Ideologies are bodies of concepts,
values and symbols which incorporate conceptions of human
nature and thus indicate what is possible or impossible for humans
to achieve; critical reflections on the nature of human interaction;
the values which humans ought either to reject or aspire to; and the
correct technical arrangements for social, economic and political
life which will meet the needs and interests of human beings.”

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
32
Artinya, “Ideologi merupakan kerangka konsep, nilai-nilai dan
simbol-simbol yang mencakup konsepsi-konsepsi tentang ihwal
manusia dan karenanya mengisyaratkan apa yang mungkin
dan tidak mungkin bagi manusia untuk dicapai; refleksi kritis
mengenai ihwal interaksi manusia; nilai-nilai yang mesti ditolak
atau diterima oleh manusia; dan pengaturan-pengaturan teknis
yang tepat untuk kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang
akan memenuhi beragam kebutuhan dan kepentingan manusia.”
Adapun nilai adalah ukuran sesuatu dianggap baik, perlu
diyakini, dan layak diperjuangkan (Lacey, 2005: 23). Nilai ini
erat sekali kaitannya—selain dengan estetika (indah atau tidak),
kualitas (bagus atau jelek) juga—dengan moralitas (baik dan
buruk). Dalam konteks diskusi ideologi politik, nilai yang relevan
untuk dibicarakan adalah nilai yang berkaitan dengan moralitas.
Sedangkan visi (Inggris: vision) adalah konsep masa depan yang
ideal (Oxford Dictionary). Jadi, sesuatu yang dianggap ideal,
‘timbangannya’ adalah nilai. ‘Harapan imajinatifnya’ adalah visi,
dan ‘gagasan besar mengenai harapan imajinatif yang sudah
dipertimbangkan’ itu adalah ideologi.
Ideologi tak selalu berbicara tentang gagasan yang dianggap
ideal di masa lalu. Ia bukan mumi sejarah: di simpan dalam
peti mati lalu dikagumi sebagai sesuatu yang antik. Ia tak mati
oleh waktu. Perubahan bentuknya sangat terbuka terhadap
penyesuaian konteks seiring laju zaman. Usangnya keberpijakan
partai politik pada ‘kanan’ (liberalisme) dan ‘kiri’ (marxisme)
di Indonesia era ini, misalnya, tak berarti ideologi telah mati.
Heywood (2012: 13) mengatakan, “Ideologi bukanlah sistem
berpikir yang tersegel, melainkan lebih merupakan aliran dari
seperangkat ide yang tumpang tindih dengan ideologi lain dan
saling membayangi satu sama lain. Kondisi ini bukan hanya
menjadi lahan bagi berkembangnya ideologi, namun juga
menghasilkan sejumlah bentuk hibrid ideologi.”

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
33
Bahkan awal kata ideologi digunakan bukan sebagai ‘sistem
berpikir’ atau ‘seperangkat gagasan’ yang berorientasi pada
gerakan sebagaimana definisi di atas. Baik Vincent (2010: 1)
maupun Heywood (2012: 5) menceritakan bahwa mulanya
kata ‘ideologi’ dipopulerkan pada 1796 di sebuah media massa
oleh Antoine Destutt de Tracy (1754-1836), seorang filsuf asal
Kota Paris, Prancis dalam karyanya yang berjudul Mémoire sur
la faculté de penser. Bayangan Tracy saat itu, ideologi layaknya
sains seperti biologi dan zoologi. Dia menyebutnya ‘ilmu tentang
ide’. Bukan sebagai “turbo pergerakan” sebagaimana dipahami
belakangan.
Dengan demikian, pendapat dari Heywood, pakar ideologi
politik asal Inggris itu menunjukkan bahwa ideologi dapat
berubah dan berkembang. Dalam partai politik, bentuk ideologi
itu dapat dilihat dari visi dan nilai-nilai di dalamnya. “Ideologi
dalam pandangan ini bisa jadi diekspresikan dalam (bentuk, pen)
slogan, retorika politik, manifesto partai dan kebijakan-kebijakan
pemerintah,” tulis Heywood (2012: 13).

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
34
Ideologi dan Partai Politik
Kenapa ideologi penting untuk sebuah partai politik?
Bukankah realitas menunjukkan bahwa partai politik hanya
dijadikan sebagai alat untuk meraih kekuasaan? Sudah berapa
banyak bukti partai politik di Indonesia tanpa mengindahkan
ideologi tetap saja dapat memperoleh hasil elektoral tinggi?
Apakah iya bagi publik di Indonesia ideologi sebuah partai
itu penting? Mungkin inilah sejumlah pertanyaan yang ingin
disampaikan untuk para kader NasDem sebagai awal pembahasan
dalam buku Pedoman Dasar Kader: Memahami Ideologi Partai
NasDem ini. Di bawah terdapat beberapa jawaban dari sejumlah
pertanyaan tersebut dan diurai dari yang paling akhir.
Bagi masyarakat Indonesia, ideologi yang diusung berbagai
partai itu dianggap hanya sebagai ‘pemanis’. Mereka gagal
mempercayainya. Ini tercermin dari rendahnya kepercayaan
mereka kepada institusi bernama partai politik itu (baca: Distrust
di Bab II). Pilihan mereka saat Pemilu berlangsung masih banyak
dipengaruhi oleh derasnya arus politik uang (baca: Burhanuddin
Muhtadi, Vote Buying in Indonesia: The Mechanics of Electoral
Bribery). Sehingga, partai yang kuat bukanlah partai yang teguh
mempertahankan ideologi tetapi yang berhasil mengantongi
suara banyak dengan cara apapun untuk meraihnya, termasuk
menggunakan politik uang sekalipun.
Banyak partai memang sengaja hanya menjadikan ideologi
sebagai ‘pemanis’ belaka. Tujuannya bukan agar para politisi
setelah berkuasa menjadi ‘lidah rakyat’—meminjam istilah Bung
Karno. Tetapi hanya untuk menduduki kursi-kursi kekuasaan
dengan kepentingan pribadi atau kelompok (‘gerbong’, istilah
yang biasa digunakan atau lebih tepatnya, sebut saja, ‘geng’)
masing-masing. Ini ditandai dengan ketidakseriusan mereka
ketika merumuskan dan menerapkan kebijakan publik (baca:
Kebijakan Nir- Publik dalam Bab II).

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
35
Di sinilah muncul gap sangat lebar antara ‘ideologi partai’
dan ‘perolehan suara partai’: antara ‘idealisme’ dan ‘kekuatan’
uang yang sangat pragmatis. Keduanya seperti tak memiliki
hubungan sama sekali dan kausalitasnya pun terbukti tak
terbentuk. Partai yang memiliki ideologi kuat belum tentu mampu
mendulang suara yang besar. Begitupun sebaliknya, partai yang
asal menempelkan ‘ideologi’ bisa saja berhasil. Realitas inilah
yang kerap dipegang para politisi dan juga oleh para pemilih.
Keduanya (politisi dan pemilih) seperti bertemu pada satu titik
kesepakatan: menganggap realitas tersebut sebagai hal wajar.
Padahal, keberadaan gap itu sangat merugikan para pemilih.
Korban politik di sini adalah mereka. Ada idiom menarik dari
Syekh Nawawi Al-Bantani (dalam Tafsir Marah Labíd Juz II
halaman 316) bahwa mereka (para pemilih itu) adalah fidáan li
nafsihim, tumbal politik para politisi. Hanya saja mereka tidak
sadar.
Apa yang dikatakan Knutsen (2018: 1) bahwa ideologi itu
sangat mempengaruhi preferensi pemilih tentu tidak keliru.
Karena pemilih yang dia maksud adalah masyarakat industri
maju. Masyarakat jenis ini adalah mereka yang keamanan
eksistensialnya terjamin dan literasi politiknya kuat. Sementara
literasi politik masyarakat Indonesia masih rendah. Ini yang
menyebabkan mereka tidak sadar bahwa mereka sedang dijadikan
tumbal politik.
Untuk terbebas dari kutukan sebagai ‘tumbal’ itu, kita harus
bergabung dengan—dan ikut terlibat dalam pergerakan—partai
politik yang serius dan bersungguh-sungguh memegang ideologi.
Sebab, jumlah suara partai adalah kekuatan, dan ideologi adalah
ruh moralitas yang melandasi setiap perumusan dan penetapan
kebijakan setelah berkuasa. Bila kekuatan tidak dilandasi ruh
moralitas maka dampaknya adalah kerusakan. Begitu juga,

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
36
ruh moralitas tanpa kekuatan itu nihil. Inilah yang sedari awal
disadari betul oleh Surya Paloh, penggagas sekaligus Ketua
Umum Partai NasDem, bahwa “kita harus menerima kenyataan
tentang pragmatisme politik; tetapi ketika kita telah memiliki
kekuasaan, secara perlahan kita gaungkan dan lakukan keyakinan
(ideologi) kita secara terus-menerus.”
Anthony Giddens dalam The Third Way (2008: 1) mengatakan,
“Political life is nothing without ideals, but ideals are empty if
they don’t relate to real possibilities.” Artinya, “kehidupan politik
itu omong kosong tanpa idealisme, tetapi idealisme itu juga
omong kosong bila tidak berhubungan dengan kemungkinan-
kemungkinan yang nyata.” Dengan kata lain, “Tanpa ideologi,
demokrasi tidak memiliki landasan berpijak. Dengan ideologi,
demokrasi akan bergerak dan ungkapan-ungkapan akan
menjadi tindakan-tindakan,” tulis Toeti Adhitama dalam esainya,
Pentingnya Ideologi: Mencari Jawaban atas Perubahan Nilai-nilai
yang terbit di Media Indonesia (MI), 15 November 2005.
Oleh karena itu, keterlibatan satu orang di antara kita
dalam gerakan partai politik sangat penting. Bukan hanya
untuk tambahan satu suara di kotak TPS per lima tahun itu.
Tetapi juga untuk perubahan besar. Tanpa terlibat dalam partai,
pendapat kita—sebagus apapun itu—susah terimplementasi
menjadi kebijakan publik. Sebab pemangku kebijakan publik
itu adalah para politisi dari partai politik. Itulah kenapa partai
politik dikatakan sebagai ‘tiang demokrasi’. Lembaga tersebut lah
yang secara resmi (seyogyanya) dapat mengakomodasi aspirasi
publik dan mewujudkannya menjadi kebijakan. Tak ada aspek
dalam kehidupan bernegara ini yang benar-benar bisa terbebas
dari pengaruh produk kebijakan. Dari itu, NasDem hadir. Partai
ini adalah partai politik di Indonesia yang memegang teguh
ideologi. “Mewujudkan Partai NasDem sebagai partai politik
yang ideologis, modern, dengan struktur yang terpimpin dan

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
37
kader yang militan berbasis massa serta mengedepankan politik
gagasan yang mampu mendorong Indonesia Maju,” demikian
bunyi GBHP.

Ideologi Partai NasDem


Menurut Andrew Vincent dalam Modern Political Ideologies
(2010: 226), ‘nasionalisme’ adalah gabungan dua kata Latin: nasci
(lahir) dan nation (tempat kelahiran bersama). Kemudian Vincent
juga membahas sepuluh ideologi besar yang berkembang di dunia,
yaitu liberalisme, konservatisme, sosialisme, anarkisme, fasisme,
feminisme, ekologisme, fundamentalisme, icons-iconoclasm, dan
nasionalisme. NasDem, sesuai namanya Nasional Demokrat,
adalah partai politik yang memilih nasionalisme sebagai landasan
ideologinya.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
38
Dalam Pedoman Dasar Kader ini, kegiatan berpikir para
kader saja sesungguhnya sudah merupakan pelita nasionalisme.
Kata “nasionalisme”, serupa dengan kosa kata lain dalam ilmu
politik, memiliki makna dan definisi yang berbeda bagi orang
yang berbeda. Berbagai pihak mendefinisikan nasionalisme
ibarat orang-orang buta mendefinisikan gajah, yaitu dengan cara
yang berbeda dan bergantung pada bagian mana dari tubuh gajah
yang disentuhnya. Tetapi kita sedikitnya dapat mengidentifikasi
lima makna dan definisi kata ini.
Pertama, pengertian nasionalisme adalah pengertian yang
merujuk kepada kebudayaan dan negara (kulturnation dan
staatsnation), yang dalam peristilahan politik lebih dikenal
dengan soal-soal bina-bangsa dan bina-negara. Pengertian ini
menekankan proses unifikasi nasional, baik dalam pengertian
kebudayaan (pembentukan kesadaran dan “kebudayaan
nasional”) maupun dalam pengertian kenegaraan (kesatuan dan
persatuan penduduk dan wilayah di Indonesia).
Pengertian lain nasionalisme, pengertian yang kedua,
adalah pengertian yang merujuk kepada loyalitas. Dalam hal
ini, nasionalisme adalah gerakan politik yang ditandai dengan
dua hal: yang pertama adanya loyalitas berbagai unsur dan
komunitas di dalam negara Indonesia terhadap negara Indonesia;
dan yang kedua adanya keinginan mereka untuk meraih dan
mempertahankan suatu negara merdeka.
Pengertian ketiga nasionalisme adalah nasionalisme sebagai
identitas budaya dan bahasa. Seperti tampak dari uraian Benedict
Anderson dalam Imagined Communities: Reflections on the Origin
and Spread of Nationalism, nasionalisme adalah masyarakat
imajiner, suatu komunitas politik yang dibayangkan. Disebut
demikian karena anggota-anggota suatu bangsa tidak pernah
mengenal, menemui, atau mendengar tentang sebagian besar

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
39
teman-teman sebangsa mereka. Tetapi, dalam benak mereka ada
perasaan sebagai suatu komunitas.
Pengertian keempat nasionalisme adalah nasionalisme
sebagai ideologi solidaritas. Maksudnya, nasionalisme serupa
dengan ideologi-ideologi lainnya yang berfungsi sebagai
ideologi pengikat dan pemersatu. Dalam hal ini ada anggapan
bahwa ideologi nasionalisme lebih kuat peran dan pengaruhnya
dibanding sumber-sumber ideologi solidaritas lain seperti
sosialisme, liberalisme, atau marksisme. Selaras dengan ini,
identitas nasional dianggap lebih kuat dari identitas yang
bersumber dari gender, agama, daerah atau kawasan, dan kelas-
kelas ekonomi.
Akhirnya, pengertian kelima nasionalisme adalah
nasionalisme sebagai kebijakan ekonomi nasional. Istilah
lain untuk ini adalah “nasionalisme ekonomi”. Hal ini dapat
berarti perencanan dan kebijakan ekonomi suatu negara yang
mengusahakan kemandirian dari negara-negara lain, misalnya
dari negara-negara industri maju. Dalam hal ini, semakin giat
suatu bangsa mempertahankan otonomi dari ekonomi dunia,
semakin nasionalislah bangsa itu. Selain itu, nasionalisme
ekonomi juga berfungsi sebagai motif nirbenda di balik perilaku
dan transaksi ekonomi suatu negara.
Selain lima pengertian di atas, sebagai ideologi nasionalisme
ini merupakan paham, semangat, doktrin dan gerakan mengenai
kecintaan terhadap tanah air, bangsa dan budaya yang berada di
dalamnya. “Jadi, nasionalisme bagi NasDem adalah ekspresi cinta
Tanah Air dengan selalu menghargai eksistensi bangsa-bangsa lain
dalam bentuk hubungan yang erat dalam semangat persaudaraan
sebagai sesama manusia. Hal ini yang membedakannya dari
nasionalisme yang kental warna chauvinismenya.” Demikian
bunyi teks GBHP dan AD/ART.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
40
Pada awal 2018, Surya Paloh selaku ketua umum
menyampaikan kepada publik bahwa ideologi Partai NasDem
adalah ‘nasionalisme religius’. Ini menimbulkan banyak
pertanyaan publik. Kenapa tidak ‘nasionalis’ saja? Kenapa harus
ditambah ‘religius’ di belakangannya? Apa maksud dari semua itu?
Dugaan pun muncul. Statemen politik tersebut dikaitkan dengan
menguatnya politik identitas di tubuh umat Muslim Indonesia
belakangan. Dengan asumsi, NasDem ingin mendapat perhatian
konstituen dari segmentasi agama. Anggapan ini bisa benar,
pun bisa tidak. Dapat dikatakan benar karena Partai NasDem
memang sangat berharap mendapatkan konstituen Muslim yang
mayoritas di negeri ini. Tak ada yang salah dengan hal itu dengan
catatan tidak jatuh kepada politik identitas: mengedepankan
agama tertentu dan mengesampingkan agama lain.
Kata ‘religius’ di situ memang bisa ditafsir secara eksklusif
(sempit) dan inklusif (terbuka) sekaligus. Ditafsir secara eksklusif
maksudnya adalah kata ‘religius’ di situ hanya terkait dengan
agama tertentu. Sedangkan bila ditafsir secara inklusif, sebaliknya
terbuka untuk agama apapun. Karena inti religiusitas adalah belief
in God, percaya kepada Tuhan yang Maha Esa. Apapun nama
agamanya. Bukankah itu adalah sila pertama dalam Pancasila?
Bila anggapan itu didasarkan pada penafsiran yang eksklusif,
tentu itu akan melahirkan kesimpulan keliru tentang NasDem.
NasDem dilahirkan tidak untuk memecah belah bangsa dengan
isu-isu SARA. NasDem justru hadir untuk mengentaskan
masalah konflik identitas semacam itu (baca: Intoleransi dalam
Bab II). Kata ‘religius’ di situ memang perlu ditafsir secara
terbuka (inklusif). Partai NasDem datang untuk menjamin
kebebasan beragama. Mewujudkan sila pertama dalam Pancasila.
Kesesuaian statemen Surya Paloh dengan sila pertama dalam
Pancasila ini sebenarnya bukan informasi baru bagi kader Partai
NasDem yang mempelajari gagasan-gagasannya jauh sebelum ia
mendirikan partai.
Pedoman Dasar Kader
Memahami Ideologi Partai NasDem
41
Gagasan semacam ini kemudian secara resmi tertuang
dalam AD/ART dan GBHP dengan bunyi yang sama: “NasDem
berprinsip bahwa nasionalisme dan demokrasi haruslah merujuk
pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Demokrasi yang berlandaskan
pada kedaulatan rakyat dan nasionalisme sebagai pemersatu
bangsa haruslah diisi dengan nilai-nilai spritualitas. Spiritualitas
akan membuat kemajemukan bangsa menjadi anugerah dari
Sang Maha Kuasa dan akan melahirkan sikap toleran terhadap
setiap bentuk perbedaan yang hadir. Spiritualitas juga akan
mampu membuat segala bentuk kontestasi dan persaingan politik
menjadi bermartabat.”
Jadi nasionalisme-religius yang dijadikan sebagai ideologi
Partai NasDem bukanlah nasionalisme yang chauvinis dan yang
dilandasi religiusitas yang eksklusif. Nasionalisme-religius partai
ini adalah paham, semangat, doktrin dan gerakan mengenai
kecintaan terhadap tanah air (bangsa dan budaya yang berada di
dalamnya) yang dilandasi keyakinan kepada Tuhan yang Maha
Esa sesuai dengan format doktrin masing-masing agama di
negeri yang Bhinneka Tunggal Ika ini.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
42
#Apa metafora yang cocok dengan ideologi, nilai, dan visi? Jika
diibaratkan dengan tubuh manusia beserta kelengkapannya,
ideologi identik dengan keyakinan atau iman kita terhadap
yang ghaib. Nilai adalah perilaku kita yang terbimbing dengan
iman yang kita miliki, sedangkan visi adalah cita-cita mulia
yang didasari oleh niat baik karena iman. Berideologi dalam
berpartai harus sama artinya dengan kita beragama. Jika niat
tak dibimbing dengan iman yang kuat, maka cita-cita atau visi
tak akan mungkin tercapai. Setujukah Kakak dengan gagasan
ini?

1. Silakan tulis dalam dua paragraf kenapa Kakak setuju dan


kenapa tidak?

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
43
2. Menurut keyakinan Kakak, apa sebenarnya ideologi Partai
NasDem itu? Kenapa ideologi itu harus kita bela? Uraikan
jawaban Kakak.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
44
BAB IV

Jatidiri Partai NasDem


Jatidiri Partai NasDem tercermin dari beberapa dokumen
kepartaian. Dari beberapa dokumen kepartaian seperti, pertama,
AD/ART yang memuat visi-misi dan lambang. Kedua, Manifesto,
dokumen yang menjelaskan sikap politik Partai NasDem terhadap
kondisi aktual sosial-ekonomi dan politik bangsa Indonesia.
Ketiga, Garis Besr Haluan Partai (GBHP) adalah dokumen yang
menjadi suluh pergerakan partai untuk meraih cita-citanya dalam
jangka waktu tertentu. Keempat, untuk memudahkan masyarakat
mengingat Partai NasDem maka digubahlah mars dan himne partai.

Sebelum kita bahas lebih jauh tentang fungsi dari dokumen


kepartaian di atas, coba Kakak tuliskan tiga kata kunci dari visi
Partai NasDem!

1.
2.
3.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
45
Visi Partai NasDem
Visi adalah ‘cita-cita’. Hanya saja, cita-cita biasanya digunakan
sebagai istilah keseharian yang kurang pantas bila digunakan
dalam institusi resmi. Untuk institusi seperti partai politik, maka
penggunakan nomeklatur yang tepat adalah visi. Asal katanya
dari Bahasa Inggris, vision yang berarti ‘konsep tentang masa
depan yang dianggap ideal’ (Oxford Dictionary). Demikian juga
dengan ‘misi’ berasal dari Bahasa Inggris (mission) berarti: “an
important official job that a person or group of people is given to
do” (Oxford Dictionary). Artinya, “sebuah pekerjaan resmi dan
penting untuk dilakukan oleh seseorang atau kelompok.” Jadi
dengan kata lain, visi merupakan impian besar sedangkan misi
adalah rumusan langkah untuk mencapai impian tersebut.
Visi-misi ini, sebagaimana memang berlaku pada organisasi
resmi pada umumnya, terdapat dalam Anggaran Dasar/
Anggarat Rumah Tangga (AD/ART). Secara hierarkis, AD/ART
merupakan peraturan tertinggi dalam organisasi, termasuk partai
politik. AD/ART Partai NasDem (Bab XVIII Tata Urutan Aturan
Partai Pasal 27) menyebutkan bahwa tata urutan aturan partai
ini yang paling tertinggi adalah Anggaran Dasar (AD) kemudian
Anggaran Rumah Tangga (ART), lalu disusul Peraturan Partai
(PP), Keputusan Dewan Pimpinan Pusat, Instruksi Dewan
Pimpinan Pusat, Keputusan Dewan Pimpinan Wilayah, dan
Keputusan Dewan Pimpinan Daerah. Peraturan-peraturan partai
di bawahnya harus sesuai atau tidak bertentangan dengan AD/
ART. Ini artinya, semua kebijakan partai tidak boleh menyalahi
visi dan misi. Karena visi dan misi ini adalah ‘inti’ dari AD/ART.
Ia adalah ‘mesin dan kemudi’ sesungguhnya.
Sehebat apapun fasilitas dalam sebuah organisasi tetapi
bila di dalamnya tidak ada ‘visi dan misi’, (atau ada namun tak
diindahkan) maka organisasi itu ibarat kapal besar dengan

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
46
fasilitas mewah tetapi tak tahu akan berlabuh ke mana sebab
tidak ada mesin dan kemudinya. Kapal itu akan terombang-
ambing oleh derasnya arus samudera. Demikian juga dengan
organisasi (apapun bentuknya, termasuk partai politik). Partai
politik yang tidak mengindahkan visi-misinya akan terombang-
ambing oleh arus kepentingan yang bahkan berpotensi memecah
tubuh partai itu sendiri. Dari itu kenapa Partai NasDem penting
memperhatikan visi dan misinya untuk dijadikan sebagai
landasan gerakannya.
Bunyi teks visi partai ini secara utuh adalah “Indonesia yang
merdeka sebagai negara bangsa, berdaulat secara ekonomi,
dan bermartabat dalam budaya.” Untuk dapat dipahami, teks
visi tersebut perlu diterjemahkan secara kontekstual. Terdapat
tiga kata kunci penting di sini: merdeka, kedaulatan ekonomi,
dan martabat budaya.
Pertama, kata ‘merdeka’ itu dapat diterjemahkan menjadi
freedom (‘merdeka dari’ atau ‘bebas dari’) dan liberty (‘merdeka
untuk’ atau ‘bebas untuk’) sekaligus. Freedom tanpa liberty itu
omong kosong. Begitupun sebaliknya. Contoh, suatu negara
berhasil ‘merdeka dari’ penjajah. Freedom di sini terbukti
berhasil diraih. Namun, setelah merdeka ternyata negara tersebut
menerapkan sistem otoriterianisme yang memenjara kebebasan
(liberty) warganya untuk berpendapat, bersikap, dan berekspresi.
Sehingga, warganya tidak ‘bebas untuk’ berpendapat, bersikap,
dan berekspresi. Liberty mereka terenggut. Lantas, apa arti
kemerdekaan dari penjajah buat mereka? Keluar dari mulut singa
(penjajah) masuk ke mulut harimau (otoriterianisme). Kondisi
politik semacam ini yang tejadi pada era Orde Baru.
Demikian pula sebaliknya. Liberty tanpa freedom juga omong
kosong. Contoh, rakyat di suatu negara diberikan kebebasan
untuk berpendapat, bersikap, dan berekspresi sebebas-bebasnya.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
47
Artinya, mereka berhasil memperoleh liberty. Namun ternyata
kesempatan mereka berpendapat, bersikap, dan berekspresi
sebebas-bebasnya dibatasi. Ruang untuk mengaktualisasikan diri
itu telah dikuasai oleh segelintir orang. Di Indonesia, kondisi
politik semacam ini terjadi di era sekarang, paska-Reformasi.
UU dan semua peraturan menjamin hak dan kebebasan semua
warga negara untuk duduk di kursi legislatif. Namun, untuk
duduk di sana membutuhkan modal ekonomi besar. Sementara
kesenjangan dan kemiskinan terus dibiarkan terjadi. Analogi
menarik terkait ini seperti sebuah lomba balapan ‘yang aneh’.
Siapapun bebas ikut kompetisi. Bebas menggunakan sirkuit
dengan juri yang sama dan penilaian yang jujur. Tapi di antara
para pembalap itu hanya tiga orang yang menggunakan motor
cc 1000, lainnya menggunakan cc 75. Tentu apa yang dikatakan
‘bebas untuk’ (liberty) adalah omong kosong. Mana mungkin cc
75 dapat mengalahkan cc 1000: antara yang memiliki modal dan
tidak. Ini terjadi karena sejatinya mereka terjajah. Kemerdekaan
(freedom) mereka terenggut.
Kedua, kedaulatan ekonomi. Masalah kedaulatan ekonomi
ini merupakan salah satu penyebab penting terhapusnya freedom
dan liberty di atas. Kolonialisme Belanda dan Jepang berhasil
merenggut kemerdekaan (freedom) Nusantara karena berhasil
melumpuhkan kedaulatan ekonomi rakyatnya. Di era Reformasi
ini, kebebasan bagi rakyat terkesan palsu (seperti contoh di
atas) karena kedaulatan ekonomi mereka pun dilemahkan.
Kata kuncinya adalah ‘hancurnya kedaulatan ekonomi rakyat’.
Dengan demikian, ini sangat terkait dengan masalah kemiskinan
dan kesenjangan. Jadi, visi Partai NasDem ingin menegakkan
kedaulatan ekonomi ini dapat diterjemahkan dengan upayanya
untuk secara serius memberantas kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi. Kedaulatan ekonomi rakyat bukan kedaulatan ekonomi
segelintir orang. Kemajuan pembangunan sektor perekonomian

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
48
di Indonesia tanpa upaya meminimalisasi kesenjangan bagi Partai
NasDem adalah usaha pembangunan yang kontra-produktif.
Ketiga, martabat kebudayaan. Visi ketiga Partai NasDem ini
sangat berkaitan dengan kekayaan budaya Indonesia yang tidak
terkelola dengan baik dan bahkan mulai hampir dilupakan oleh
generasi mudanya. Di tengah gempuran globalisasi—dengan
datangnya berbagai fasilitas-fasilitas digital yang menghubungkan
satu bangsa dengan bangsa lain tanpa terikat batasan-batasan
negara—banyak generasi bangsa kita mulai latah dan bahkan
lebih membanggakan budaya bangsa lain. Kepercayaan diri
sebagai bangsa Indonesia untuk mencintai budayanya hampir
lenyap. Padahal, kekayaan budaya bangsa kita sangat besar.
Kesadaran budaya ini di era sekarang merupakan hal yang urgen.
Lenyapnya kesadaran tersebut merupakan masalah serius yang
membutuhkan penanganan secara tepat, baik dari pemerintah
maupun non-pemerintah. NasDem sebagai partai politik—bila
dilihat dari visi ketiga ini—hadir untuk turut terlibat memecahkan
masalah tersebut.
Demikian tiga kata kunci dalam visi Partai NasDem. Bilamana
partai kita yang tercinta ini memang serius ingin mewujudkan
visi tersebut berarti ke depan kita harus melakukan terobosan-
terobosan baru untuk merealisasikannya dengan kerja-kerja
politik yang terukur—baik di pemerintahan (eksekutif), di fraksi
(legislatif), maupun di masyarakat (konstituen).
Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan langkah-langkah.
Gambaran langkah-langkah itu adalah apa yang disebut dengan
‘misi’. Dari tiga misi yang tertuang dalam AD/ART, terdapat
tiga poin penting. Pertama, sistem politik yang demokratis dan
berkeadilan. Kedua, sistem ekonomi yang demokratis. Ketiga,
gotong royong sebagai budaya. Supaya mempermudah kader
untuk melakukan ‘aksi’ berdasarkan lima isu dalam ‘misi’ itu,

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
49
buku Pedoman Dasar Kader ini memberikan contoh lembar kerja
dalam tabel berikut:
Aksi
Misi Masalah
DPP DPW/DPD DPC/DPRt
Sistem - Oligarki Mendesain, Memfasilitasi Gerakan Gerakan Akar
politik yang - Politik mengawasi, Akar Rumput Rumput
demokratis Uang mengatur
dan - KKN pendanaan, dan - Menyelenggarakan - Mengusung
berkeadilan - Distrust mengkampanyekan Sekolah Kader kader potensial
Gerakan Akar Calon Legislatif dan idealis
Publik
Rumput. Bekerja
terhadap - Membuat mimbar sebagai DPR.
sama dengan
Partai kampanye anti- - Menolak
politik uang politik uang.
- Pengusaha pro
- Membuat sikap dan - Mengontrol
demokrasi
pandangan partai kerja eksekutif
- Kampus
terkait hasil evaluasi dan legislatif.
- TV
kerja eksekutif dan
- NGO
legislatif.
- Youtuber

Tabel 1
Contoh Lembar Aksi Kader

Dalam tabel di atas diberikan contoh lembar kerja. Pada


misi ‘sistem politik yang demokratis dan berkeadilan’, tentukan
dulu masalah yang terjadi. Terdapat empat masalah demokrasi:
oligarki, politik uang, KKN, dan ketidakpercayaan publik
terhadap institusi partai politik. Untuk menyelesaikan empat
masalah tersebut, apa langkah DPP, DPW, DPD, hingga DPC
dan DPRt? Apa yang coba digambarkan dalam Pedoman Dasar
Kader ini—yang telah dicantumkan dalam ketiga kolom aksi di
atas—adalah contoh bagaimana seharusnya struktur bergerak.
DPP, DPW/DPD, dan DPC/DPRt harus memiliki fokus atau
cakupan gerakan yang berbeda. Prinsipnya, apa yang dilakukan
DPP adalah untuk dan dalam konteks kedikenalan—supaya
partai dikenal. Apa yang dilakukan DPW dan DPD adalah untuk
kedisukaan. Dan, apa yang dilakukan DPC/DPRt adalah untuk
kedipilihan, karena basis suara sebenarnya berada di tingkat
DPC/DPRt.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
50
Tugas: Silakan isi kolom di bawah ini!

Aksi
Misi Masalah
DPP DPW/DPD DPC/DPRt

Sistem
politik yang
demokratis
dan
berkeadilan

Sistem
ekonomi yang
demokratis

Gotong royong
sebagai budaya

Tabel 2
Lembar Aksi Kader

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
51
Lambang
Makna lambang Partai NasDem. Pertama: lingkaran biru
bermakna kemerdekaan berpikir, gagasan­ gagasan baru,
kecepatan mengambil keputusan, ketepatan bertindak,
keberanian, kewaspadaan, kepercayaan diri dan keteguhan hati
dalam berjuang; dan Kedua: dua siluet berwarna kuning kunyit
bermakna gotong royong, harmonisasi antara modernitas dan
kearifan lokal, menjunjung tinggi kesetaraan sosial, mengusung
percepatan ekonomi dan keadilan distribusi pada saat yang sama.
Warna kuning kunyit melambangkan kemakmuran, seperti
warna padi yang siap panen, melambangkan gagasan yang selalu
segar dan siap diimplementasikan.

—Tes Kepekaan Simbol: Jawablah pertanyaan di bawah ini!


Mana lambang Partai NasDem yang benar?

A B C

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
52
Manifesto
Manifesto merupakan pernyataan sikap tegas terkait
pandangan politik kelompok, komunitas atau gerakan tertentu
yang disampaikan kepada publik. Manifesto ini tentu sudah akrab
bagi mereka yang mempelajari sejarah partai politik di dunia.
Banyak partai-partai besar menggambarkan sikap politiknya
melalui manifesto.
Dalam konteks Partai NasDem manifesto lahir ketika
NasDem berdiri sebagai Ormas. Beberapa bagian dari konsep
manifesto dibacakan oleh salah satu deklarator Ormas NasDem
yaitu Anies Baswedan pada 01 Februari 2010. Ketika sebagian
kecil inisiator Ormas mendirikan Partai NasDem maka inspirasi
tentang manifesto pada akhirnya juga menjadi bagian dari
pandangan politik Partai NasDem. Naskah ini dibacakan pertama
kali sebagai manifesto partai politik oleh Sekjen pertama Partai
NasDem, Ahmad Rofiq, pada 26 Juli 2011.
Di bawah ini teks asli Manifesto sebagaimana adanya. Para
kader yang sedang memegang buku ini diharapkan membacanya
secara seksama dan utuh. Di akhir terdapat tugas untuk menguji
pemahaman kader tentang isi manifesto tersebut.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
53
Pedoman Dasar Kader
Memahami Ideologi Partai NasDem
54
Tugas: Isilah tabel di bawah ini dengan mengikuti contoh!
NO TEKS MANIFESTO PENAFSIRAN KADER
Contoh Kami menolak demokrasi tanpa berori- Partai NasDem mengutuk
entasi pada publik. para politisi yang hanya
menginginkan kekuasaan
tetapi langkah-langkah
politiknya tidak berpihak
kepada publik. Kebijakan
publik yang dia perjuang-
kan tidak berorientasi ke-
pada publik.

1 Tetapi, kami menolak demokrasi yang


hanya sekadar merumitkan tata cara
berpemerintahan tanpa mewujudkan
kesejahteraan umum.
2 Kami menolak demokrasi yang hanya
menghasilkan rutinitas sirkulasi kekua-
saan tanpa kehadiran pemimpin yang
berkualitas dan layak diteladani.
3 Kami menolak demokrasi tanpa berori-
entasi pada publik.
4 Kami menolak demokrasi yang sekedar
menjadi proyek reformasi tanpa arti.
5 Kami mencita­ citakan demokrasi Indo-
nesia yang matang, yang menjadi tem-
pat persandingan keberagaman dengan
kesatuan, dinamika dengan ketertiban,
kompetisi dengan persamaan, dan kebe-
basan dengan kesejahteraan.
6 Kami mencita­citakan sebuah demokrasi
berbasis warga negara yang kuat, yang
terpanggil untuk merebut masa depan
yang gemilang, dengan keringat dan tan-
gan sendiri.
7 Maka pada hari ini kami berketetapan
hati menggalang sebuah gerakan berna-
ma: Nasional Demokrat: Restorasi Indo-
nesia.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
55
Sebagaimana sudah disampaikan di awal (baca: Ideologi,
Nilai dan Visi dalam Bab III), menurut Heywood (2012: 13)
manifesto merupakan pernyataan sikap partai politik yang
dapat menggambarkan ideologinya. Manifesto Partai NasDem
ini juga demikian. Teks di atas menggambarkan bagaimana
pernyataan sikap Partai NasDem—yang itu sangat erat kaitannya
dengan ideologi ‘nasionalisme’ yang diusungnya. Jelas dalam
teks tersebut Partai NasDem menolak praktik demokrasi yang
tidak berorientasi kepada kepentingan bangsa. Demokrasi
harus: pertama, berhasil mengentaskan masalah kemiskinan dan
kesenjangan ekonomi; kedua, berhasil mewujudkan pemimpin-
pemimpin yang berkualitas (artinya, punya idealisme berjuang
untuk bangsa); ketiga, berhasil mengedepankan kepentingan
umum bukan kelompok tertentu; dan keempat, berhasil
melahirkan keseimbangan yakni “keberagaman dengan kesatuan,
dinamika dengan ketertiban, kompetisi dengan persamaan, dan
kebebasan dengan kesejahteraan.”

GBHP
—Pertanyaan:
1. Apakah yang Kakak ketahui tentang GBHP?

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
56
Garis Besar Haluan Partai (GBHP) adalah sebuah dokumen
berisikan pandangan mengenai ‘jalan’ dan ‘arah’ bagi Partai
NasDem untuk bergerak ke depan. Teks GBHP ini diplenokan
saat Kongres II Partai NasDem, Jakarta, 8-11 November 2019
dan diberi judul, Jalan Restorasi Menuju Indonesia Maju. Teks
tersebut ingin menyampaikan dua poin penting. Pertama, tentang
bagaimana para kader seharusnya mengelola keorganisasian
Partai NasDem (baca: pelembagaan partai). Kedua, tentang
bagaimana Partai NasDem seharusnya melakukan kerja-kerja
politik dan pemenangan berdasarkan prinsip restorasi.

—Pertanyaan:
2. Apakah menurut Kakak GBHP ini penting dan perlu bagi
Partai NasDem?

3. Apakah menurut Kakak GBHP ini sudah dijalankan secara


efektif?

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
57
Mars Partai NasDem

NasDem NasDem NasDem


Cita demokrasi yang adil
Membangun negeri dengan
Bhineka Tunggal Ika
Junjung tinggi Pancasila

NasDem NasDem NasDem


Adil makmur dan sejahtera
Itulah arah bangsa
Masa depan gemilang
Indonesia jaya

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
58
Hymne Partai NasDem

Negeri tumpah darahku


Nusa elok rupawan
Warna warni budaya
Cintaku selalu

Bagai kami di sini


Bersatu dalam cita
Dari pelosok penjuru
‘Tuk bela bangsaku

Reff:
Nasional Demokrat
Dari hati damai, yang cinta negeri
Perjuangan tiada henti

Nasional Demokrat
Dari hati damai, yang cinta negeri
Demimu persada Indonesia

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
59
#Nyanyikan dan resapi makna kata-kata yang disenandungkan
dalam Mars dan Hymne Partai NasDem. Menurut Kakak, apakah
kata-kata dalam lagu tersebut sudah mewakili garis ideologi
Partai NasDem?

#Jatidiri Partai NasDem terdiri dari beberapa dokumen


kepartaian. Sebutkan!

1.

2.

3.

4.

5.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
60
BAB V

Literasi Kebijakan Publik


‘Restorasi kebijakan publik’ merupakan frasa yang terdiri dari
tiga kata: restorasi, kebijakan, dan publik. Restorasi merupakan
“sebuah metode yang hadir sebagai koreksi terhadap dua
metode pergerakan terdahulu—revolusi dan reformasi—yang,
kalau boleh saya katakan, tidak berhasil membawa perubahan
sepenuhnya bagi negeri ini,” tulis Willy Aditya dalam Indonesia
di Jalan Restorasi: Politik Gagasan Surya Paloh (2014: 5). Secara
terminologi, restorasi berasal dari Bahasa Inggris (restoration)
yang berarti, 1) “the work of repairing and cleaning an old building,
a painting, etc. so that its condition is as good as it originally was,”
atau 2) “the act of bringing back system, a law, etc. that existed
previously.” Artinya, 1) “upaya memperbaiki dan membersihkan
sebuah bangunan, lukisan lama, dan lain-lain sehingga kondisinya
sebagus aslinya,” atau 2) “tindakan membawa kembali sistem,
hukum, dan lain-lain yang pernah ada sebelumnya.”
Dalam sejarah politik dunia, istilah ini sempat digunakan
dalam sebuah gerakan besar di Jepang pada paruh kedua abad
ke-19 yang kelak dikenal dengan sebutan “Restorasi Meiji”.
Manuver politik yang terjadi dari 1866 sampai dengan 1869
ini memakan banyak korban jiwa karena diwarnai dengan
peperangan merebut kekuasaan. Tentu, apa yang dimaksud

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
61
‘restorasi’ oleh Partai NasDem bukanlah ‘restorasi’ semacam
itu. Partai NasDem menggunakan istilah ‘restorasi’ sebagai kata
ikonik dari semboyan politiknya itu (baca: gerakan perubahan)
bukan untuk penggulingan kekuasaan dan peperangan. Oleh
partai ini, istilah tersebut dikembalikan ke makna awalnya:
reparasi dan pembersihan. Lalu apa yang direparasi? Kebijakan
publik. Sehingga, kebijakan tersebut dapat terkelola dengan
baik sampai melahirkan produk yang sesuai dengan cita-cita
awal kemerdekaan: merdeka sebagai bangsa, berdaulat secara
ekonomi, dan bermartabat dalam kebudayan. Lalu apa yang
dibersihkan? Kesalahan-kesalahan dalam penerapan kebijakan
publik selama ini yang produknya justru semakin menjauh dari
cita-cita awal kemerdekaan itu.

Rendahnya Kohesivitas
Temuan tim riset ABN menunjukkan bahwa terdapat tiga
kesalahan penerapan kebijakan publik selama ini. Pertama, publik
tidak dilibatkan dalam setiap perumusan kebijakan. Kedua,
struktur partai politik tidak dijadikan sebagai rumah produksi
kebijakan. Ketiga, kesalahan pengelolaan kebijakan publik yang
terakhir adalah kepentingan elite terlalu mendominasi ruang
kebijakan. Dalam praktiknya, ketiga alasan ini selalu dipandang
sebelah mata oleh para politikus karena mereka melihat publik
sebagai objek dari kebijakan, bukan sebagai subjek. Cara pandang
ini tentu saja sangat merugikan publik, karena peniadaan
peranserta masyarakat dapat berakibat tidak diterimanya
program-program eksekutif dan legislatif secara baik.
Jika dilihat secara legal, penyertaan masyarakat sesungguhnya
merupakan tanggung jawab partai politik dalam mengkoordinasi
sekaligus mengakomodasi kepentingan publik hingga ke tingkat
RT. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003, pengesahan APBD

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
62
harus berdasarkan persetujuan DPRD. Tanpa persetujuan
DPRD, Rancangan APBD (biasa disingkat RAPBD) itu tidak
dapat disahkan. Secara logis, para anggota DPRD merupakan
representasi dari partai karena selain memiliki fungsi legal,
anggaran dan pengawasan, anggota DPRD juga memiliki fungsi
representasi yang berkaitan langsung dengan tanggungjawab
partai kepada publik. No party without public contribution. Artinya
cara pandang kader partai, baik sebagai eksekutif, legislator
maupun pengurus struktur selalu melihat publik sebagai pijakan
kerja-kerja politik yang konkret. Tetapi sayangnya selama ini
struktur partai politik tidak pernah dijadikan sebagai rumah
produksi kebijakan publik. Hubungan struktur partai dengan
fraksi dan eksekutif menjadi terputus karena para pengurus partai
tidak melibatkan dan dilibatkan dalam perumusan kebijakan
oleh para kader partai yang berada di legislatif maupun eksekutif.
Fenomena ini semakin membuat mustahil aspirasi publik
dapat terakomodasi. Bagaimana mungkin masyarakat akan
mengeluhkan masalah daerahnya kepada partai politik jika
struktur partai tidak diberikan ruang untuk berinteraksi dengan
publik melalui fraksi maupun eksekutif. Kesadaran struktur
tidak tercipta di dalam diri para kader, karena orientasi kerja
politik mereka terbenam oleh tujuan sesaat kekuasaan. Dalam
bahasa Huntington (2009), institusionalisasi partai tidak berjalan
dan berkembang ke arah otonomi struktur yang lebih berenergi
dalam memahami kehendak publik.
Publik menjadi pusat uji-coba proses demokrasi yang
sesungguhnya. Di dalam ruang publik, praktik musyawarah
mufakat dapat diukur untuk menguji sampai sejauh mana nilai
fundamental dalam Pancasila ini bisa diimplementasikan oleh
seluruh stakeholders kebangsaan. Kader Partai NasDem harus
meyakini hipotesis ini, bahwa tanpa musyawarah dan mufakat,
empat sila lainnya dalam Pancasila menjadi kehilangan makna

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
63
dan sulit untuk diimplementasikan. Praktik Musrenbang dan
Musrenbangdes sesungguhnya merupakan miniatur kecil dari
proses demokrasi yang menjunjung tinggi asas musyawarah-
mufakat. Contoh kecil praktik demokrasi di level masyarakat
ini diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 yang implementasinya
sampai menyentuh level desa. Kader Partai NasDem harus mampu
meyakini bahwa penyertaan publik ke dalam ruang politik secara
transparan adalah amanah suci yang harus ditaati, karena praktik
ini bahkan sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan dalam proses
pengambilan keputusan penting di ranah kebijakan publik.
Di sinilah peran partai politik seharusnya. Struktur partai
seyogyanya hadir bahkan sampai di tingkat RT untuk melakukan
kerja-kerja politik semacam ini. Namun kenyataannya hal
tersebut tak pernah terjadi selama ini. Partai politik hanya turun
ke masyarakat di level RT setiap kali menjelang Pemilu dengan
tujuan untuk meminta suara rakyat, namun abai meminta kembali
suara rakyat untuk urun-rembug dan meminta pendapat publik
untuk mengusulkan problem lingkungan dan eksistensialnya.
Inilah bukti bahwa publik memang sengaja tidak dilibatkan
dalam perumusan kebijakan. Kata kuncinya pada ada tidaknya
kehendak kader partai untuk terus bekerja secara rutin dengan
rakyat. Partai harus down to earth, merangkul orang-orang yang
sebelum Pemilu dirayu dan diajak untuk datang ke TPS.
Selain minimnya penyertaan masyarakat dan struktur
partai dalam proses penetapan kebijakan publik, sikap para
elite partai juga bisa menghambat proses partisipasi publik
ke dalam program-program pembangunan. Kok bisa? Karena
para elite memiliki akses yang lebih cepat ke dalam kekuasaan
dengan kekuatan ekonomi dan sumberdaya lainnya, sehingga
dapat dengan cepat memengaruhi arah kebijakan. Rusaknya
kebijakan publik di Indonesia salah satunya disebabkan adanya
dominasi terhadap ruang kebijakan. Mereka tidak memikirkan

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
64
kepentingan publik tetapi hanya mengedepankan ‘apa yang
harus mereka capai’. Mereka memanfaatkan suara publik di
Pemilu untuk mendapatkan legitimisi dalam sistem demokrasi
supaya kepentingan pribadi mereka seolah-olah telah mewakili
kepentingan publik. Mereka juga sering menjual nama ‘publik’
untuk kepentingan pribadi mereka. Padahal publik sama sekali
tidak tahu apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan
itu. Masyarakat hanya terkaget-kaget setiap kali melihat berita,
arus manuver politik para elite ini ternyata sungguh di luar
pemahaman mereka. Sehingga, tak heran bila di Indonesia kata
‘politik’ mengalami pemaknaan yang pejoratif dimana politik
identik dengan tipu-tipu.
Keengganan elite untuk mel-
ibatkan publik secara luas inilah
yang kemudian dapat memuncul-
kan dua kelompok, yaitu mereka
yang bermain di balik layar (kerap
disebut ‘oligarch’) dan mereka yang
bermain di depan layar (kerap dise-
but ‘polisi’). Jika Karl Marx mem-
bagi kelas menjadi dua, borjuis dan
proletar, maka buku Pedoman Dasar
Kader ini akan membagi dua kelas
baru yang muncul dalam konteks
diskursus kebijakan publik: kaum
elite dan pinggiran. Kaum pinggi-
ran di sini adalah mereka yang tidak
memiliki sumber daya politik dan
ekonomi untuk memengaruhi ke-
bijakan namun nama mereka kerap
kali dijadikan sebagai komoditas politik. Muncul istilah-istilah,
misalnya wong cilik, kaum mustad’afin, minoritas, dan lain-lain.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
65
Nama mereka hanya diperdagangkan secara politik. Padahal
kebijakan tidak pernah benar-benar mengarah kepada mereka
karena ruangnya dikuasi oleh para elite.
Dampak dominasi para elit dalam ruang kebijakan membuat
kesempatan publik untuk terlibat dan berpartisipasi secara
politik menjadi sangat minim. Publik termarginalkan dari
arus besar kebijakan publik yang tidak pro-publik sama sekali.
Bahkan publik terkesan seperti mengemis kebijakan kepada
elite partai, bukan sebaliknya. Tak heran jika Dewan Perwakilan
Rakyat yang seharusnya menjadi ‘penyambung lidah’ publik
pun tak memihak kepada mereka. Fungsi legislasi—penentu sah
tidaknya sebuah kebijakan—yang berada di tangan para anggota
DPR itu bergeser dari makna hakikatnya, karena mereka bagian
dari persekongkolan elite itu. Sehingga tak heran bila kita kerap
kali menyaksikan rakyat memohon program kepada mereka
supaya diakomodasi menjadi kebijakan. Padahal program
tersebut anggarannya adalah pajak dari rakyat sendiri. Dengan
kata lain, dominasi kaum elite di ruang kebijakan publik ini telah
mengubah mental rakyat. Membuat rakyat—yang dulunya adalah
simbol pemberontakan terhadap penjajahan—menjadi pengemis.
Mengemis uangnya sendiri di negerinya sendiri kepada orang
yang mereka pilih sendiri sebagai perwakilan mereka sendiri.
Lantas di mana kedaulatan rakyat yang dijanjikan demokrasi itu?
Dari itu, sebagai bagian dari elite, batin Surya Paloh gusar.
Dia tidak mau menjadi elit seperti yang dijelaskan di atas.
Keberadaan Surya Paloh sebagai elit ingin digunakan menjadi
‘senjata’ untuk mendobrak dominasi para elit yang hanya
mementingkan kepentingan pribadinya. Ini adalah ‘pertarungan
elit melawan elit’: elit bermoral versus elit yang amoral. Sebagai
elit bermoral, Surya Paloh mempersembahkan Partai NasDem
untuk kita. Partai NasDem yang dia dirikan ini diharapkan
menjadi wadah bagi publik, baik dari pinggiran maupun dari

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
66
kalangan elite (tentu yang bermoral), untuk bersatu melakukan
restorasi kebijakan.

Salah satu buku rujukan utama untuk mempelajari


politik kebijakan publik.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
67
Solusi Restoratif
Restorasi kebijakan merupakan agenda NasDem yang harus
terus dikelola secara baik oleh partai dari waktu ke waktu, karena
sumber kerusakan moral bangsa ini terletak pada minimnya
keterlibatan publik secara luas dalam pengambilan keputusan,
serta tidak efektifnya peran legislatif dan struktur partai dalam
mengawal eksekutif (birokrasi) menjalankan roda pemerintahan,
pusat maupun daerah. Untuk menyelesaikan carut-marut
kebijakan publik yang tak kunjung membaik sepanjang Indonesia
Merdeka perlu dilakukan beberapa langkah. Pertama, Partai
NasDem harus berkomitmen untuk
hadir ke masyarakat sampai level
RT, mengajak mereka untuk terlibat
dalam setiap perumusan kebijakan.
Karena itu setiap kader, baik yang
berada di struktur maupun di
legislatif dan eksekutif, selain harus
memiliki kemampuan komunikasi
yang baik dengan masyarakat,
juga harus mempunyai kecakapan
tentang apa yang disebut literasi
kebijakan; sebuah kecerdasan
dalam melihat, merencanakan,
menetapkan dan menjalankan
kehendak rakyat secara seksama
dan bertanggungjawab. Dengan
demikian mengetahui alur proses
pengelolaan kebijakan publik adalah
imperatif bagi kader NasDem.
Softskill jenis ini masih belum terlihat dalam diri setiap kader
partai NasDem secara umum.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
68
Terkait pengetahuan mengenai alur proses pengelolaan
kebijakan ini terdapat temuan menarik. Pada 2019, Akademi
Bela Negara (ABN) Partai NasDem menyelenggarakan Sekolah
Legislatif yang dihadiri oleh seluruh anggota DPRD (baik
provinsi maupun kabupaten/kota). Para mantan eksekutif—
baik yang pernah menjabat kepala daerah, sekretaris daerah,
kepala dinas, dan lain-lain yang bergabung di Partai NasDem
dan berhasil menjadi anggota dewan—bercerita kepada para
anggota dewan yang lain bahwa “sebenarnya yang jahat adalah
kami,” kata mereka. Mendengar cerita tersebut para anggota
dewan yang baru terpilih (dan baru pertama kali duduk di kursi
dewan) hanya terdiam keheranan. Kenapa para mantan eksekutif
berkata demikian? Karena para jajaran eksekutif (di kabupaten/
kota maupun provinsi) adalah orang-orang ahli administrasi
yang bekerja tahunan merumuskan dan menjalankan kebijakan.
Mereka sangat berpengalaman, sementara anggota dewan berasal
dari latar belakang beragam—yang bahkan ada yang sama sekali
buta terhadap proses pembentukan kebijakan.
Sebagaimana penuturan mereka, eksekutiflah sebenarnya
yang sering mengelabui anggota dewan. Kasus yang lumrah
terjadi pada setiap kali hendak melakukan pembahasan KUA/
PPAS (Kebijakan Umum APBD/Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara), pihak eksekutif baru menyerahkan dokumen mereka
kepada anggota DPR sehari sebelum rapat. Bahkan ada yang satu
jam sebelumnya, sehingga DPR tidak dapat mempelajarinya
dengan baik. Konsekuensinya mereka tidak akan pernah
mengetahui “program-program siluman” di dalamnya yang
entah dititipkan oleh siapa. Demikian hal semacam itu juga
terjadi ketika hendak menetapkan APBD. Dengan kata lain,
anggota dewan sering kali kecolongan hanya karena adanya lobi-
lobi transaksional yang nilainya sebenarnya tak seberapa. Sampai
di sini dapat diketahui bahwa pihak eksekutif, untuk melakukan

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
69
manuvernya di bidang anggaran, hal pertama yang mereka
lakukan adalah mengalihkan perhatian anggota dewan—dari
dokumen ke ‘angka transaksi’.
Inilah sumber awal kerusakan kebijakan itu bermula. Anggota
DPR yang seharusnya menjadi ‘penyambung lidah rakyat’ malah
menjadi ‘penyambung hasrat eksekutif ’. Mereka merasa telah
berhasil ‘menyelipkan’ uang banyak. Padahal angka itu tak
seberapa dibanding yang ‘diselipkan’ eksekutif. Dan kebanyakan
yang tersandung kasus nantinya adalah anggota dewan. Ini
terjadi karena kebanyakan para anggota dewan tidak mengetahui
bagaimana alur proses pengelolaan kebijakan publik dilakukan
dan dinamika yang terjadi di dalamnya (untuk mengetahui alur
ini, silakan baca buku panduan teknis yang terpisah dari buku
ini dengan judul sendiri, Restorasi Kebijakan Publik). Misalnya,
bagaimana APBD dirumuskan, ditetapkan, dijalankan dan
dievaluasi. Sehingga mereka tidak dapat mengetahui di mana
hak mereka seharusnya sebagai anggota dewan digunakan
semaksimal mungkin untuk kepentingan publik.
Pengetahuan mereka tentang alur proses pengelolaan
kebijakan ini merupakan salah satu kecakapan dalam bidang
literasi kebijakan publik. Bila mereka saja (para anggota dewan)
tidak memiliki kecakapan tersebut, bagaimana mungkin akan
mampu mengkoordinir masyarakat untuk ikut terlibat dalam
proses perumusan kebijakan. Oleh karena itu, literasi kebijakan
ini merupakan kemampuan dasar yang tak dapat ditolak dan
harus dimiliki baik oleh anggota legislatif, pengurus struktur
partai, maupun masyarakat.
Pelibatan publik dalam proses perumusan kebijakan tanpa
penanaman literasi kebijakan publik tidak akan membuahkan
hasil maksimal. Karena tanpa kecakapan literasi kebijakan publik,
1) masyarakat tidak akan yakin aspirasinya dapat diakomodir

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
70
lantaran trauma atas masa lalu yang selalu dijadikan tumbal
politik oleh partai; 2) aspirasi mereka pun akan cenderung
homogen yang tak jauh dari persoalan infrastruktur, seperti
memperbaiki jalan desa, selokan, dll—padahal seharusnya
aspirasi terkait kebutuhan eksistensial mereka lebih banyak;
dan 3) mereka berpotensi ditumbalkan kembali lantaran
keterbatasan pengetahuan mereka terkait dinamika perumusan,
penetapan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan publik. Dengan
kata lain, tanpa kecakapan literasi kebijakan publik, masyarakat
tidak akan pernah mengetahui hak mereka sendiri dan cara
memperjuangkannya. Jadi, ketika para kader akan terjun ke
masyarakat, dua hal yang perlu dilakukan: mengajak mereka
terlibat dalam perumusan kebijakan publik dan mengajarkan
kepada mereka literasi kebijakan publik. Maka, musyawarah-
mufakat yang sehat akan terjadi.
Kedua, ‘pelibatan’ publik dalam proses perumusan kebijakan
publik saja tidak cukup. Apa yang telah disepakati dari hasil
musyawarah-mufakat sebagai ‘suara mereka’ akan menjadi
sia-sia ketika struktur partai tidak mampu membawa ‘suara’
tersebut ke tingkat fraksi. Dari itu, penting struktur partai
menjadi rumah produksi kebijakan. Sebelum para kader yang
telah menjadi anggota dewan ‘bertempur’ atas nama fraksi di
rapat-rapat kebijakan, mereka terlebih dahulu pulang ke struktur
partainya: membicarakan ‘suara’ yang terserap dari masyarakat
itu dan menyepakatinya untuk ditetapkan sebagai kebijakan
nantinya. Bilamana ini terjadi di seluruh DPD Partai NasDem
di seluruh Indonesia, partai ini akan 1) mendapatkan simpati
besar dari masyarakat, yang tentu sangat berdampak terhadap
elektabilitasnya dan 2) disegani baik oleh eksekutif maupun
legislatif karena memiliki basis perjuangan yang jelas, suara
rakyat sesungguhnya.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
71
Ketiga, keterlibatan para politisi Partai NasDem yang berada
di fraksi harus mendukung suara publik yang telah dijaring
oleh stuktur. Apa yang dilakukan struktur terkait pelibatan
publik dalam proses perumusan kebijakan hingga menyepakati
suara mereka menjadi pandangan partai akan menjadi sia-sia
tanpa dukungan para politisi Partai NasDem yang duduk di
fraksi. Bilamana para politisi lebih tunduk, misalnya, kepada
oligarch yang telah membiayai mereka saat kampanye atau
kepada elite-elite tertentu yang telah membuat perjanjian di luar
kesepakatan struktur partai, maka harapan Partai NasDem untuk
memperjuangkan suara publik akan menjadi sirna. Dengan kata
lain, para anggota dewan semacam itu adalah kader pengkhianat.
Mereka berani mencederai cita-cita partai demi kepentingan
sendiri.
Posisi para anggota dewan ini sangat strategis. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan restorasi kebijakan, Partai NasDem ke
depan harus tegas mengawasi gerak-gerik mereka melalui sebuah
proses profiling yang terbuka untuk dan dalam rangka mengukur
kinerja legislator NasDem. Manifesto harus dijadikan sebagai
pedoman pergerakan sehingga tak ada cara lain kecuali selektif
mengusung kader yang akan diutus untuk menjadi perwakilan
di fraksi. Manifesto mengamanahkan dengan tegas bahwa “Kami
(NasDem) menolak demokrasi yang hanya menghasilkan rutinitas
sirkulasi kekuasaan tanpa kehadiran pemimpin yang berkualitas
dan layak diteladani.” Membiarkan para anggota dewan semacam
itu (baca: yang bermanuver demi kepentingannya sendiri dan
melupakan ‘suara’ publik) tumbuh besar di partai ini adalah
bentuk pengkhianatan terhadap amanah Manifesto.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
72
Konsekuensi
Buah dari restorasi kebijakan ini sangat besar. Terdapat tiga
dampak positif nantinya, pertama terhadap ideologi; kedua,
terhadap elektabilitas partai; dan ketiga, terhadap demokrasi
itu sendiri. Bilamana ‘suara’ publik dapat dikelola oleh struktur
menjadi ‘pandangan partai’ dan diperjuangkan oleh anggota
dewan menjadi ‘kebijakan publik’, maka pada saat bersamaan
ideologi Partai NasDem hidup dan nyata. NasDem akan terbukti
menjadikan ideologinya bukan hanya sebagai ‘pemanis’ belaka
tetapi benar-benar menjadikannya sebagai landasan setiap
pergerakannya. Visi dan misinya akan terealisasi. Dengan
demikian, mustahil publik tidak akan menaruh simpati, sebab
gerakannya langsung mengarah kepada akar rumput. Basis masa
dan kadernya akan semakin jelas. Mengembalikan citra partai
politik di tengah masyarakat—sebagaimana memang dicita-
citakan NasDem—akan berhasil. Demokrasi pun akan menjadi
sehat: dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
73
#Mengapa restorasi kebijakan publik penting diperjuangan kader
NasDem? Silakan menuliskan refleksi Kakak sepanjang 2 paragraf
pada boks di bawah ini.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
74
#Bagaimanakah cara Kakak melibatkan masyarakat dalam
perumusan kebijakan publik? Ada berapa langkah yang
dibutuhkan agar masyarakat yakin bahwa NasDem mendengar
dan peduli dengan suara rakyat? Silakan Kakak tuliskan secara
singkat dalam satu paragraf dengan beberapa kata kunci.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
75
BAB VI

Doktrin Sadar Struktur


Doktrin sadar struktur adalah siklus pemahaman kader Partai
NasDem terhadap peran dan fungsi struktur untuk terlibat dan
melibatkan diri dalam proses perumusan kebijakan publik.

Siklus sadar struktur

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
76
Artinya, penting bagi kader Partai NasDem untuk menyadari
pentingnya struktur sebagai salah satu pilar kekuatan partai.
Kesadaran tersebut terimplementasikan dalam langkah-langkah
pengelolaan struktur seperti: (1) memahami tupoksi dan program
kerja dalam rangka pengembangan dan pemenangan partai, (2)
menempatkan kader yang tepat dalam komposisi struktur sesuai
kapasitas dan kepentingan wilayah/daerahnya, (3) melibatkan
struktur dalam “menganalisis dan mengawal” kebijakan
pemerintah daerah, (4) membangun kohesivitas internal—antar-
pengurus, antar-bidang kerja, dan lain-lain.

Urgensi dan Definisi


Istilah doktrin berasal dari Bahasa Inggris ‘doctrine’
yang dalam kamus Oxford diartikan sebagai “A belief or set
of beliefs held and taught by a political party, a religion, etc.”
Artinya, “Sebuah kepercayaan atau seperangkat kepercayaan
yang dipegang teguh dan diajarkan oleh sebuah partai politik,
agama, dll.” Untuk mewujudkan ‘kesadaran struktur’ para kader,
diperlukan bangunan doktrin yang kuat. Bab ini membahas apa
yang dimaksud dengan ‘doktrin kesadaran struktur’ dan kenapa
itu penting.
Sebagaimana dijelaskan pada Bab V di atas, ujung tombak
keberhasilan Partai NasDem dalam mengimplementasikan
restorasi kebijakan publik terletak pada kohesivitas struktur
partai yang ada di legislatif, eksekutif dan struktur partai itu
sendiri. Tanpa peran aktif dan dukungan penuh dari ketiganya,
aspirasi publik tak akan dapat dikonversi menjadi kebijakan,
sehingga di ujungnya NasDem tak akan dipilih oleh rakyat. Pada
tataran yang lebih aplikatif, sinergitas dan kohesivitas struktur
dengan fraksi dan eksekutif hanya bisa dijalankan jika fokus kerja

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
77
politik seluruh kader dipusatkan pada penngembangan basis
data komunitas dan komoditas di setiap DPRt dan DPC. Sebagai
komando lapangan, struktur memegang peranan penting dalam
mengorkestrasi kesinambungan partai di masa depan. Struktur
harus dapat bergerak ke kanan (ke publik) dan ke kiri (ke fraksi
dan eksekutif) sekaligus. Bukan sebaliknya, struktur ada di bawah
kendali fraksi dan atau eksekutif.
Penting untuk disadari bahwa berdasarkan regulasi yang
berlaku (UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 139 dan 193; PP No. 16
Tahun 2010; PKPU No. 22 Tahun 2010; PKPU No. 03 Tahun
2011 dan PKPU No. 02 Tahun 2016), struktur partai politik
bahkan dapat mengganti anggota dewan yang dinilai tidak
bertanggung jawab. Ini menunjukkan bahwa posisi struktur
berada di atas fraksi. Penempatan posisi yang tepat ini baru
bisa diimplementasikan bilamana strukturnya kuat. Untuk
mewujudkan struktur yang kuat sangat diperlukan apa yang ABN
sebut sebagai ‘kesadaran struktur’. Kesadaran struktur adalah
kesadaran para pengurus struktur bahwa struktur partai memiliki
peran yang strategis dalam tatakelola pemerintahan dan upaya
pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran struktur
ialah upaya yang harus dijalankan oleh semua fungsionaris partai
untuk membangun kesadaran bahwa kedudukan mereka sangat
berpengaruh dalam menentukan arah kebijakan publik.
Secara internal penguatan struktur sesungguhnya
merupakan amanat PP. No. 1 Tahun 2020. Alasan mengapa
struktur perlu diperkuat, karena menjelang Pemilu 2019 tim
riset ABN menemukan banyak problem yang terjadi di internal
struktur Partai NasDem. Penelitian tersebut dilakukan di seluruh
DPD di Jawa Tengah. Temuan mengenai problematika tersebut
merupakan tantangan baru bagi Partai NasDem ke depan untuk
memberikan solusi. Berangkat dari persoalan inilah konsep
‘kesadaran struktur’ itu muncul.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
78
Problematika Struktur
Berdasarkan temuan tim riset ABN selama melakukan
penelitian di seluruh DPD se-Jawa Tengah, terdapat tiga problem
yang terjadi di struktur Partai NasDem. Di bawah ini akan
dijelaskan secara rinci masing-masing problem tersebut. Di
samping itu, ketiganya akan ditanyakan kepada para kader untuk
melakukan konfirmasi.
Pertama—struktur nir-tupoksi. Para pengurus struktur tidak
menjalankan tugas pokoknya (tupoksi) masing-masing. Bahkan
banyak di antara mereka yang tidak mengetahui tupoksi-nya
sendiri. Ini disebabkan karena, pertama, rekrutmen pengurus
bukan didasarkan pada prinsip kerja politik (bagaimana partai
bekerja untuk masyarakat) tetapi hanya berdasarkan prinsip
kerja pemenangan (bagaimana partai meraup suara masyarakat).
Sehingga yang direkrut bukan orang yang memiliki kompetensi di
bidang pemberdayaan masyarakat tetapi yang dinilai merupakan
(atau setidaknya dapat mempengaruhi) tokoh setempat. Struktur
semacam ini hanya dipersiapkan untuk lima tahun sekali.
Kedua, partai tidak bisa memberikan insentif. Partai tidak dapat
melakukan rekrutmen pengurus berdasarkan prinsip kerja
politik karena partai tidak dapat memberikan insentif apapun,
misalnya gaji bulanan. Di sini Partai NasDem dalam melakukan
gerakannya masih money oriented bukan value oriented. Artinya
partai ini belum mampu meyakinkan para pengurus struktur
tentang value yang diusungnya.
Kedua—kohesivitas struktur bermasalah. Masalah
kohesivitas ini terjadi di tiga sektor: internal struktur, antar-level
struktur, dan antara struktur dan fraksi. Penyebab rendahnya
kohesivitas di internal struktur adalah masing-masing
pengurus lebih mengedepankan kepentingan pribadi daripada
memperjuangkan nilai-nilai yang diusung Partai NasDem. Cara

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
79
pandang mereka mengenai posisi di struktur masih berorientasi
kepada kekuasaan bukan kepada kesesuaian kemampuan dalam
melakukan kerja-kerja politik. Mereka yang menempati posisi
strategis di struktur adalah mereka yang ingin mencalonkan diri
di Pemilu sebagai legislator dan biasanya nanti juga meminta
nomor urut strategis di kertas suara. Mereka satu sama lain, pada
akhirnya, saling berebut konstituen yang sama. Konflik internal
pun terjadi.
Demikian juga, rendahnya kohesivitas antar-level
(contohnya DPD—berarti ke level di atasnya dengan DPW dan
DPP sedangkan ke level di bawahnya dengan DPC dan DPRt)
pun terjadi karena tidak adanya kerja sama. Salah seorang kader
dari Wonosobo, Ibet namanya, yang sedang mencalonkan diri
menjadi anggota dewan saat itu bercerita bahwa dia merasakan
di Partai NasDem terdapat tiga partai. Dia menyebutnya,
“Partai DPP, Partai DPW dan Partai DPC.” Ini tentu merupakan
ungkapan satir mengenai tidak adanya kerja sama baik dari
DPP maupun DPW dengan DPD. Tiga bulan menjelang Pemilu,
para calon legislatif dari DPP ketika melakukan kampanye sama
sekali belum pernah “kulo nuwon,” kata mereka. DPD dilewati,
tidak diajak kerjasama dalam kampanye—dan dengan kata lain,
keberadaannya dianggap tidak ada. Istilah Arabnya: wujuduhu
ka-adamihi. Demikian juga dengan banyak calon legislatif dari
DPW di Dapil tersebut. Fenomena semacam ini terjadi bukan
hanya di Wonosobo, tetapi hampir di seluruh Provinsi Jawa
Tengah.
Bentuk terakhir rendahnya kohesivitas itu adalah tidak adanya
hubungan yang kuat antara para pengurus struktur dan anggota
legislatif. Relasi ini terganggu tak lain merupakan dampak dari
konflik awal, mulai dari rebutan jabatan struktur hingga nomor
urut. Kepentingan pribadi yang terlalu mendominasi ruang
struktur. Selain itu, juga karena sejak melakukan kampanye, para

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
80
anggota dewan yang lolos terpilih memang tidak melibatkan
struktur. Mereka kebanyakan memiliki tim sukses sendiri.
Pertimbangannya rasional saja, untuk apa melibatkan struktur
yang—selain memang tidak kuat, bahkan DPRt saja tidak ada—
juga sudah terbukti penuh persaingan internal. Tentu mereka
lebih baik memilih orang-orang non-partai sebagai jaringan
untuk mendulang suara. Tak heran, ketika terpilih nanti mereka
ini seolah tidak mempunyai utang budi terhadap struktur.
Struktur pun demikian. Yang tidak terpilih dan tetap memegang
jabatan di sana (baca: struktur) hanyalah kumpulan orang-orang
yang sakit hati, sehingga mereka juga tidak mau menjalin relasi
yang baik dengan fraksi. Bahkan ada yang memilih keluar dari
struktur sama sekali setelah kalah.
Ketiga—struktur tidak dapat memengaruhi kebijakan
publik. Melihat dua problem sebelumnya (struktur nir-tupoksi
dan lemahnya kohesivitas), tentu sangat logis bila konsekuensinya
adalah problem ketiga ini. Struktur hanya dapat mengintervensi
fraksi bilamana struktur tersebut kuat. Sementara indikator
kuat tidaknya struktur bisa dilihat dari 1) kinerja struktur
terhadap masyarakat dan 2) kohesivitas yang terbentuk di
internal struktur. Berdasarkan indikator ini NasDem bermasalah
dalam keduanya—kinerja struktur dan kohesivitas partai.
Konsekuensinya Partai NasDem tidak dapat menyuarakan
ideologinya dan mengimplentasikan visi-misinya dalam bentuk
kebijakan. Partai ini pada akhirnya hanya dijadikan sebagai
kendaraan oleh para politisi yang haus jabatan. Para politisi
semacam ini sesungguhnya tidak pernah memikirkan nasib
partai. Mereka hanya memikirkan nasib mereka sendiri. Dan,
partai pun berjalan tanpa arah: tanpa ideologi dan visi-misi.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
81
Kesadaran Struktur sebagai Solusi
Untuk menyelesaikan tiga persoalan di atas solusinya adalah
membangun ‘kesadaran struktur’ di antara para kader, baik yang
menjadi pengurus maupun tidak. Kesadaran struktur ini meliputi
pemahaman bagaimana struktur dikelola dan bagaimana
struktur bekerja. Lahirnya PP. No. 1 Tahun 2020 (selanjutnya
disingkat, PP) adalah untuk menjawab persoalan tersebut.
NasDem mengeluarkan PP supaya struktur yang terbentuk dapat
mengimbangi kerja-kerja eksekutif sehingga yang belakangan
lebih mudah menjadi ‘partner’ legislatif. Di dalam PP, jabatan
‘bidang-bidang’ yang disediakan sangat menyerupai susunan
kedinasan di eksekutif. Oleh karena itu, supaya peraturan tersebut
tidak hanya disosialisasikan tanpa dipahami arah tujuannya,
maka penting untuk mempelajari bagaimana struktur dikelola
dan bagaimana struktur bekerja.
Pertama—pengelolaan struktur mencakup rekrutmen para
calon pengurus dan desain tupoksi bersama. Rekrutmen harus
didasarkan pada kebutuhan daerah. Pengisian jabatan ‘wakil
ketua bidang’, mengacu pada PP itu, perlu disesuaikan dengan isu
dan permasalahan di daerah. Misalnya, DPD Kabupaten Garut
sebaiknya tidak menyertakan posisi ‘wakil ketua bidang maritim’
ke dalam struktur karena Garut merupakan daerah pegunungan.
Sebaliknya, DPD Buleleng di Bali harus secara sungguh-sungguh
memilih salah satu kader terbaiknya untuk mengisi posisi wakil
ketua bidang maritime. Ini karena Buleleng memiliki garis
pantai yang panjang dan masalah potensi kelautan memerlukan
penanganan serius. Demikian juga berlaku untuk konteks DPW
bahkan DPP. Berikut ini dua langkah untuk mengetahui apa
sebenarnya kebutuhan daerah:
1. Melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan
berbagai pihak yang bergerak di masing-masing isu. Ini
merupakan telaah isu secara kontekstual.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
82
2. Melakukan pembacaan seksama terhadap dokumen
kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD). Dokumen ini penting dibaca karena
merupakan rujukan utama setiap kebijakan per tahun
yang akan dituangkan dalam APBD. Lantas apa yang harus
dibaca dalam dokumen tersebut? Lihat daftar isu strategis
di dalamnya, kemudian bandingkan hasil telaah tekstual
ini dengan hasil telaah kontekstual di atas. Pastikan
apakah isu-isu kontekstual tercantum atau tidak di dalam
RPJMD. Lakukan klasifikasi dan pilihlah isu apa saja yang
akan menjadi konsentrasi pergerakan Partai NasDem ke
depan.
Setelah melakukan klasifikasi ini, barulah lanjut ke langkah
berikutnya yaitu memilih kader siapa yang pantas (sesuai
kemampuan) mengisi jabatan-jabatan ‘wakil ketua bidang’
yang dibutuhkan. Misalnya, dari hasil telaah isu, yang muncul
adalah isu pendidikan, UKM, dan lingkungan. Maka, jabatan
‘wakil ketua bidang’ yang harus diisi disesuaikan dengan hasil
telaah isu tersebut. Mereka yang akan menjabat pun idealnya
memiliki kemampuan di bidang tersebut. Upaya ini memang
tidak mudah. Namun bilamana Partai NasDem ingin melakukan
kerja-kerja politik yang menyentuh langsung masyarakat, maka
cara inilah satu-satunya pilihan: mengisi jabatan dengan kader
yang tepat. Merestorasi struktur menjadi prasyarat bagi Partai
NasDem untuk dapat menjalankan gerakan perubahan Restorasi
Indonesia. Karenanya ini menjadi tantangan ke depan bagi kita
semua sebagai kader untuk benar-benar melakukan pengelolaan
partai yang baik.
Setelah melaksanakan rekrutmen (pemilihan dan penetapan
siapa yang akan menjabat macam-macam ‘wakil ketua bidang’),
langkah selanjutnya adalah setiap wakil ketua bidang merumuskan
tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing sesuai

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
83
dengan hasil telaah isu tadi. Tupoksi itulah yang kemudian
menjadi acuan kerja politik ke depan selama lima tahun.
Kedua—Kerja struktur terbagi dua: internal dan eksternal.
Kerja internal adalah kerja dalam rangka memastikan roda
keorganisasian internal struktur berjalan. Tugas dari kerja
internal adalah memastikan: 1) kohesivitas terjaga, 2) kerja
tim terbangun, dan 3) tupoksi berjalan. Kerja ini merupakan
tanggung jawab ketua dan sekretaris. Untuk menjalankan tugas
tersebut harus dipastikan ketua yang terpilih adalah orang yang
memiliki kemampuan manajerial. Mereka yang memiliki modal
ekonomi dan politik sangat penting di sini. Tapi tak cukup hanya
itu. Untuk menjalankan ketiga tugas internal tadi juga dibutuhkan
pemimpin yang memiliki idealisme dan jiwa leadership.
Adapun kerja eksternal terbagi tiga: kerja dengan masyarakat,
dengan legislatif, dan dengan eksekutif. Bentuk kerja dengan
masyarakat adalah menjalankan tupoksi dalam bentuk program-
kegiatan yang kreatif dan inovatif sesuai isu pada wakil ketua
bidang masing-masing. Ini merupakan kerja politik pemberdayaan
masyarakat. Partai NasDem dapat mengambil peran ini dengan
memetakan potensi komoditas dan komunitas—sebagaimana
sudah pernah dilatihkan oleh ABN ke berbagai daerah dengan
judul program Profiling and In House Training (PIHT). Yakni,
membagi masyarakat berdasarkan komunitas yang ada, dan
mengidentifikasi potensi komoditas yang dapat diperdayakan.
Mengenai kerja dengan legislatif, bentuknya adalah
menyampaikan ‘suara’ masyarakat dari hasil musyawarah-
mufakat kepada Fraksi NasDem supaya diputuskan sebagai
kebijakan. Ini merupakan kerja politik yang nyata dari sebuah
partai dalam keterlibatannya membantu fraksi melakukan serap
aspirasi dan dalam keterlibatannya mengaktifkan fraksi sebagai
representasi rakyat. Sementara itu, bentuk kerja dengan eksekutif

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
84
yaitu memastikan ‘suara’ masyarakat yang telah diputuskan
menjadi kebijakan dijalankan dengan baik. Inilah kerja
pengawasan (controlling). Dengan kerja ini, Partai NasDem akan
berhasil membantu masyarakat dalam mengawasi pemerintah.
Dua bentuk kerja politik yang dipaparkan di atas memiliki
dampak besar terhadap elektabilitas Partai NasDem. Bagaimana
tidak, secara struktur Partai NasDem akan kuat dan basis kader
serta massanya jelas.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
85
#Apakah Kakak bisa memahami gagasan tentang “sadar struktur”
yang dimaksud dalam Pedoman Dasar Kader ini? Tuliskanlah
definisi “sadar struktur” menurut pemahaman Kakak dalam satu
paragraf pada boks di bawah ini.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
86
#Bacalah pernyataan di bawah ini secara seksama, kemudian
pastikan apakah Kakak setuju atau tidak setuju dengan pernyataan
tersebut:

1. Ideologi itu identik dengan ruh di dalam tubuh kita yang


membimbing hati dan pikiran untuk meyakini Tuhan.
Setuju Tidak setuju Tidak tahu

2. Value atau nilai yang kita yakini akan tampak dalam perilaku
kita sehari-hari, termasuk perilaku politik kita sebagai kader.
Setuju Tidak setuju Tidak tahu

3. Visi adalah mimpi besar Partai NasDem untuk membimbing


para kader sampai pada tujuan yang dicita-citakan.

Setuju Tidak setuju Tidak tahu

4. Antara ideologi, sistem nilai dan cita-cita partai merupakan


suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Setuju Tidak setuju Tidak tahu

5. Ideologi adalah sumber inspirasi dalam kerja-kerja politik


kader.
Setuju Tidak setuju Tidak tahu

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
87
6. Sistem nilai dan visi partai secara konkrit akan terlihat dari
cara kita memahami proses kebijakan publik.
Setuju Tidak setuju Tidak tahu

7. Kesadaran struktur akan mengarahkan para kader untuk


fokus bekerja sesuai keahlian dan profesi masing-masing
seperti yang diamanatkan oleh Partai NasDem.
Setuju Tidak setuju Tidak tahu

Jika semua pernyataan di atas telah dipahami dan disetujui,


buatlah “Janji Kader” dalam bahasa yang Kakak pahami dengan
menggunakan kata-kata kunci berikut ini:

1. Ideologi
2. Nilai
3. Visi
4. Sadar Struktur
5. Kebijakan Publik
6. Kehendak untuk terus belajar
7. Moral
8. Etika, dan
9. Setia.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
88
JANJI KADER
Pada hari ini, , setelah membaca
Pedoman Dasar Kader: Memahami Ideologi
Partai NasDem, Saya berjanji ..........................

................, .................. 20....

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
89
BAB VII

Penutup
Kesimpulan
Buku ini merupakan pedoman dasar bagi para kader Partai
NasDem untuk memahami makna ideologi partai beserta
konsekuensinya. Salah satu konsekuensi tersebut adalah
kehendak untuk selalu memperjuangkan ideologi secara benar.
Pilihan ideologi nasionalisme memiliki implikasi secara personal
maupun kelembagaan terhadap seluruh elemen dan fungsionaris
partai. Nasionalisme menuntut kader secara personal untuk
memiliki basis keyakinan yang kokoh dalam perilaku dan kerja
politik. Sedangkan secara kelembagaan, nasionalisme menuntut
terbangunnya kohesivitas internal partai dengan cara saling
menghargai perbedaan cara pandang selagi tetap berpijak pada
visi bersama.
Ideologi partai ini didasarkan pada akar historis dan filosofis
yang aktual seiring dengan pengalaman politik pendirinya,
Surya Paloh. Para kader yang berjuang membesarkan partai ini
penting untuk mengetahui relevansi ideologi dengan kerja politik
yang konsisten. Salah satunya adalah dengan terus-menerus
mempelajari, menganalisis, dan mengevaluasi sumber-sumber
dokumen kebijakan publik agar sesuai dengan cita-cita Restorasi
Indonesia.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
90
Ideologi Partai NasDem yang bersandar pada keragaman
dan keberagamaan (nasionalis-religius) yang secara alami
merupakan citra diri masyarakat Indonesia adalah fakta yang
didukung oleh sejarah perjuangan bangsa. Melupakan keragaman
dan keberagamaan sama saja dengan mengingkari akar sejarah
bangsa sendiri.
Buku ini dibuat agar para kader memiliki pedoman
yang dapat mengarahkan kerja politik mereka menjadi lebih
berorientasi pada akar ideologi yang solid. Pedoman Dasar Kader
ini harus menginspirasi perilaku dan kerja politik kader yang
sesuai dengan kehendak rakyat. Di dalamnya mereka tidak hanya
diberikan informasi secara deskriptif vis a vis indoktrinatif.
Dengan penyajian yang ringan dan mudah dipahami, para
kader juga diberikan analisis-analisis logis yang dapat menjadi
dasar argumentasi mereka untuk bekerja bersama masyarakat.
Di samping itu, para kader juga diajak untuk berdialog secara
solilokui. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan di dalam buku
ini bukan sekadar menguji pengetahuan (kognisi) semata tentang
Partai NasDem. Lebih dari itu, juga mengajak seluruh kader
untuk berpikir, merenungkan bersama nasib masa depan partai
ini dalam memperjuangkan visi-misi mulianya.
Semoga ikhtiar ini mendapat ridha Tuhan yang Maha Esa,
sehingga seluruh gagasan yang ada di dalam Pedoman Dasar
Kader ini dapat diimplementasikan secara bijak dan bertanggung
jawab. Selamat bekerja, dan salam Restorasi!

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
91
Daftar Pustaka

Adams, I. 2001a. Political Ideology Today, 2nd Ed. Manchester:


Manchester University Press.
AD/ART Partai NasDem
Adhitama, Toeti Adhitama. Dalam esai “Pentingnya Ideologi:
Mencari Jawaban atas Perubahan Nilai-nilai.” Media
Indonesia (MI). 15 November 2005.
Aditya, Willy. 2013. Indonesia di Jalan Restorasi: Politik Gagasan
Surya Paloh. Jakarta: Populis Institute.
Al-Bantani, Syekh Nawawi. Tafsir Marah Labíd. Juz II.
Anderson, Benedict. Imagined Communities: Reflections on the
Origin and Spread of Nationalism.
Asia Barometer, 2007.
Badan Pusat Statistik (BPS)
Ball, T. & Dagger, R. 2006. Political Ideologies and the Democratic
Ideal. London: Longman.
Bank Dunia. 2015. A Perceived Divide: How Indonesians Perceived
Inequality and What They Want Done About It
Bell, D. 1961. The End of Ideology: On the Exhaustion of Political
Ideas in the Fifties. New York: Free Press.
Budge, I., Robertson, D. & Hearl, D. 1987. Ideology, Strategy
and Party Change: Spatial Analyses of Post-War Election
Programmes in 19 Democracies, Cambridge: Cambridge
University Press.
Clayton Thomas, J. 1995. The Decline of Ideology in Western
Political Parties: A Study of Changing Policy Orientation,
London: Sage.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
92
Darmadi, Dadi. 2020. Islamic Orthodoxy at Regional Level in
Indonesia.
Drucker, H. M. 1974. The Political Uses of Ideology, London:
Basingstoke.
Dryden, Gordon dan  Jeanette Vos. 2001. The Learning Revolution ;
To Change The Way The World Learns Network Educational
Press.
Duverger, M. 1954. Political Parties: Their Organization and
Activity in the Modern State, London: Methuen.
Eagleton, T. 2007. Ideology: An Introduction (2nd Edition),
London: Verso.
Eatwell, R. & Wright, A. (eds.) 2001. Contemporary Political
Ideologies (2nd Edition), London: Continuum.
Eccleshall, R., Finlayson, A., Geoghegan, V., Kenny, M., Lloyd, M.,
MacKenzie, I. & Wilford, R (eds.). 2003. Political Ideologies:
An Introduction (3rd Edition), London: Routledge.
Freeden, M. 2001. Reassessing Political Ideologies: The Durability of
Dissent, London: Routledge.
————. 2003. Ideology: A Very Short Introduction, Oxford:
Oxford University Press.
————. 2005. Liberal Languages: Ideological Imaginations
and Twentieth Century Progressive Thought, Princeton:
Princeton University Press.
Giddens, Anthony. 1998. The Third Way: The Renewal of Social
Democracy, Cambridge: Polity Press.
————. 2000. The Third Way and its Critics, Cambridge: Polity
Press.
Graham, G. 1986. Politics in its Place: A Study of Six Ideologies,
Oxford: Clarendon Press.
Heywood, Andrew. 2003. Political Ideologies: An Introduction,
Basingstoke: Palgrave MacMillan.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
93
Hisyam, Usamah. 2014. Surya Paloh, Matahari Restorasi, Sang
Ideolog. Dharmapena Citra Media.
Jost, J., Frederica, M. & Napier, J. 2009. “Political Ideology: Its
Structure, Functions and Electoral Affinities”, Annual
Review of Psychology, 60: 307-337.
Klingemann, H.D., Hofferbert, R. I. & Budge, I. 1994. Parties,
Policies and Democracy, Oxford: Westview Press.
Knutsen. 2018. Social Structure, Value Orientation and Party
Choice in Western Europe.
Larrain, G. 1986. The Concept of Ideology, London: Century
Hutchinson Ltd
Leach, R. 2009. Political Ideology in Britain, Basingstoke: Palgrave
MacMillan.

Lembaga Survei Indonesia (LSI). 2019. Tingkat Kepercayaan Publik


terhadap Partai Politik.
Mannheim, K. 1936. Ideology and Utopia, London: Routledge and
Kegan Paul.
Muhtadi, Burhanuddin. Vote Buying in Indonesia: The Mechanics of
Electoral Bribery
Oborne, P. 28th December 2011. “It’s Modernisation, not Morality,
that is the Dirty Word of Politics”, The Telegraph.
Polcomm Institute. 2014. Political Communication Institute.
Reeves, R. 27th September 2004. “Without Ideology, The Role of
Politicians is No Longer to Persuade, Merely to Sell” New
Statesman, http://www.newstatesman.com/200409270022,
(Accessed 5th January 2011).
Reuven Y. Hazan dan Gideon Rahat. 2015. Parties Politicians, and
Parliaments.
Robert E. Goodin, dkk. 2006. The Public And Its Policies.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
94
Scarbrough, E. 1984. Ideology and Voting Behaviour: An
Exploratory Study, Oxford: Clarendon Press.
Selinger, M. 1976. Ideology and Politics, London: George Allen
Unwin Ltd.
Vincent, Andrew. 1998. “New Ideologies for Old”, Political
Quarterly, 69(1): 48-58.
————. 2010. Modern Political Ideologies (3rd Edition), Oxford:
Wiley-Blackwell.
Zaller, J. 2009. “A Political View of Political Ideology” in G.K.K.
Lehman Schlozman & N. Nie (eds.), The Future of Political
Science, London: Routledge.
Žižek, S. 1989. The Sublime Object of Ideology, London: Verso.
————. 1999. Mapping Ideology, London: Verso.
Zozaya, C. 2008. “Participant ideology: A New Perspective on
Politicians and Ideology”, Journal of Political Ideologies,
13(2): 111-132.
Wilson, Ian. 2008. As Long As It’s Halal: Islamic Preman in Jakarta.

Pedoman Dasar Kader


Memahami Ideologi Partai NasDem
95

Anda mungkin juga menyukai