I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya penelitian-penelitian yang membahas
VCO serta manfaatnya bagi kesehatan, maka semakin banyak pula masyarakat
yang tertarik untuk mencoba mengonsumsi VCO baik sebagai obat maupun
sebagai suplemen untuk menjaga ketahanan tubuh. Rasa berminyak dari VCO
merupakan salah satu hambatan masyarakat dalam mengkonsumsi VCO.
Meskipun berkhasiat, orang masih enggan mengonsumsi VCO secara langsung.
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini, VCO dibuat menjadi emulsi dan sebelum
dikonsumsi emulsi dasar VCO ini dikembangkan menjadi produk minuman
dengan cara ditambah air dan bahan tambahan lain. Produk emulsi yang diminum
biasanya tipe emulsi o/w dimana minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai
fase pendispersi sehingga produk tersebut mempunyai rasa yang lebih enak
walaupun yang diberikan sebenarnya adalah minyak yang tidak enak rasanya.
Pada tahun anggaran 2016 telah dikembangkan produk minuman berbahan baku
VCO sebagai minuman emulsi yang diharapkan bisa memberikan manfaat
kesehatan selain sebagai sumber nutrisi. Hasil penelitian diperoleh formula
minuman emulsi VCO yang memenuhi syarat mutu kimia yaitu minuman emulsi
menggunakan emulsi dasar gum arabik (VCO : air : emulsifier yaitu 57 : 36 : 7)
dan rasio emulsi dasar : air (2:1). Karakteristik kimianya adalah pH 3,94, Angka
Lempeng Total (ALT) 1,4 x 102, kadar FFA 0,22 %, bilangan peroksida 1,64 mg
ek O2/kg, dengan prosentase asam laurat yang ada dalam minuman emulsi VCO
sebesat 51 %. Sedangkan karakteristik organoleptiknya adalah cukup stabil dan
mempunyai campuran rasa manis asam, namun rasa berminyak dan bau khas
VCO tidak hilang [1]. Hal ini diduga karena minuman emulsi memiliki ukuran
partikel yang agak besar (≥ 100 nm) sehingga rasa dan bau khas minyak masih
terikut.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah rasa dan bau minyak yang masih terikut
pada produk minuman emulsi VCO adalah dengan membuat minuman
mikroemulsi dengan ukuran partikel droplet <100 nm.
Emulsi dapat dibedakan menjadi emulsi konvensional, mikroemulsi dan
nanoemulsi berdasarkan ukuran partikel fase terdispersi, stabilitas dan
kenampakannya. Emulsi konvensional memiliki ukuran partikel yang lebih besar,
yaitu ≥ 100 nm, mikroemulsi dan nanoemulsi yang memiliki ukuran partikel
sangat halus, yaitu < 25 nm untuk mikroemulsi dan < 100 nm untuk nanoemulsi
[2]. Mikroemulsi memiliki ukuran kecil yang serupa dengan nanoemulsi [3].
Emulsi konvensional dan nanoemulsi stabil secara kinetika (kinetically stable),
mikroemulsi stabil secara termodinamika (thermodynamically stable) [4].
Dua istilah yang paling umum dari nanopartikel adalah mikroemulsi dan
nanoemulsi. Mereka umumnya dibedakan atas stabilitas mereka dan metode
perumusan. Mikroemulsi stabil secara termodinamika dan biasanya terbentuk
dengan mencampur minyak, surfaktan dan air bersama. Sebaliknya, nanoemulsi
secara termodinamika tidak stabil yang disiapkan dengan metode energi tinggi
dengan pengaduk geser tinggi, homogenizers bertekanan tinggi dan generator
ultrasound. Mikroemulsi berbeda secara signifikan dari emulsi konvensional
dengan sifat fisiknya sifat (transparansi, viskositas rendah, ukuran partikel kecil
<100-200 nm, dll) dan kemampuan untuk membentuk secara spontan.
Mikroemulsi merangkul beberapa mikrostruktur yang berbeda yang memiliki
sedikit kesamaan dengan emulsi konvensional. Mikroemulsi stabil secara
termodinamika, emulsi
tetesan, yang mungkin sekecil mikroemulsi, akan mengalami koalesensi, yang
mengarah ke pemisahan fasa [5].
Emulsi konvensional memiliki kenampakan keruh atau tidak tembus
cahaya (buram), mikroemulsi kenampakannya jernih (transparan), sedangkan
nanoemulsi kenampakannya cenderung transparan atau sedikit keruh [2].
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam industri pangan, emulsi dan nanoemulsi
biasanya diproduksi menggunakan metode energi tinggi, seperti homogenisasi
tekanan tinggi, mikrofluidisasi dan sonikasi. Menurut Flanagan dan Singh [6],
mikroemulsi dapat dibuat tanpa melibatkan energi tinggi yaitu dengan
emulsifikasi spontan. Mikroemulsi dengan emulsifikasi spontan dapat dibentuk
pada rasio surfaktan-minyak (SOR= surfactant oil ratio) lebih dari .
Pembentukan mikroemulsi dengan stabilitas tinggi dalam sistem pangan sangat
komplek yang dipengaruhi oleh fase minyak dan jenis surfaktan, suhu, pH dan
pengenceran [7; 8]. Mikroemulsi o/w dipengaruhi oleh campuran kombinasi jenis
surfaktan hidrofilik dan lipofilik, serta minyak.
Mikroemulsi berpotensi sebagai sistem pembawa yang telah diaplikasikan
pada industri makanan, farmasi, nutrisi dan kosmetik karena transparansinya,
meningkatkan palability, deserability, bioaktif, mudah preparasinya dan
mempunyai stabilitas lebih baik [9].
Potensi senyawa bioaktif kebanyakan dalam aplikasinya tidak efektif yaitu
mempunyai stabilitas dan bioavaibilitas rendah karena sedikit larut dalam air.
Salah satu pendekatan untuk memperbaiki kelarutan dan bioavaibiltas adalah
dalam bentuk mikroemulsi o/w [16].
Mikroemulsi o/w mempunyai stabililitas dan kelarutan tinggi apabila
diperoleh campuran dengan perbandingan tepat dapat digunakan sebagai
pembawa senyawa bioaktif seperti yang ada dalam ektrak pinang. Keseimbangan
hidrofilik lipofilik (HLB) adalah konsep yang mendasari metode semi empirik
untuk memilih pengemulsi yang tepat atau kombinasi pengemulsi pada stabilitas
emulsi [17].
Berdasarkan hal-hal di atas akan dilakukan penelitian optimasi proses pembuatan
minuman fungsional mikroemulsi VCO.
VCO memiliki kadar vitamin E sebesar 30 kali lebih tinggi dari RBD
coconut oil. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan sehingga
menyebabkan VCO tidak cepat tengik dan VCO juga mempunyai masa simpan
yang cukup lama yaitu 2 tahun. MCFA tertentu seperti asam laurat mempunyai
efek yang melemahkan bagi mikroorganisme patogen, seperti bakteri, khamir
dan jamur [24]. VCO mempunyai efek sebagai antiseptik. Disamping itu VCO
dapat menjadi stimulasi tiroid. Pada jumlah hormon tiroid yang cukup,
kolesterol (khususnya LDL-kolesterol) diubah melalui proses enzimatik
menjadi steroid anti penuaan yang penting, progesteron dan DHEA. Substansi
inilah yang dapat membantu mencegah penyakit liver, kegemukan, kanker dan
penyakit lain yang berhubungan dengan penuaan dan penyakit degeneratif
yang kronis lainnya [25]. Secara kimiawi minyak kelapa jauh lebih bersifat
protektif dari pada lemak tak jenuh dalam hal penyebab kanker usus dan
kanker payudara. Berbeda dengan minyak lainnya, penggantian minyak goreng
dengan VCO tidak akan membentuk asam lemak trans selama penggorengan
bahkan pada temperatur tinggi. Penelitian juga membuktikan bahwa minyak
kelapa dapat mempercepat metabolisme, membantu dalam menurunkan berat
badan dan mempercantik kulit. VCO juga digunakan untuk membuat sabun
alami dan produk kesehatan lainnya [26; 27].
Beberapa hasil penelitian tentang minuman VCO menunjukkan pada
pembuatan minuman emulsi VCO dengan perbandingan emulsi dasar dan air
sebesar 4 : 4 memberikan profil deskripsi dengan intensitas paling baik dari
segi rasa berminyak, kekentalan, aftertaste, flavor strawberry, aroma santan,
dan bau minyak kelapa, bertahan selama 7 hari pada penyimpanan dalam
refrigerator, serta memiliki warna merah muda agak encer, rasa manis
bercampur asam dan berminyak, aroma santan dan aftertaste yang ringan [28].
Hasil Penelitian pengembangan minuman berenergi alternatif yang dibuat dari
bahan dasar VCO dan Madu menunjukkan bahwa formula terbaik dalam
pembuatan produk emulsi VCO-madu adalah konsentrasi VCO 25-30% yang
menghasilkan viskositas 21-24 poise, dengan konsentrasi VCO 20-25% yang
menghasilkan viskositas 14-21 poise; serta memiliki diameter droplet 2-5 µm
[29].
1. Tween
Tween 80 atau Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di
mana tiap molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi dengan 20
molekul etilenoksida. Tween 80 berupa cairan kental berwarna kuning dan
agak pahit [42]. Polysorbate digunakan sebagai emulsifying agent pada
emulsi tipikal tipe minyak dalam air, dikombinasikan dengan emulsifier
hidrofilik pada emulsi minyak dalam air, dan untuk menaikkan kemampuan
menahan air pada salep, dengan konsentrasi 1-15% sebagai solubilizer.
Tween 80 digunakan secara luas pada kosmetik sebagai emulsifying agent
[42]. Polysorbate 80 digunakan pula pada produk emulsi pangan, seperti es
krim. Peranan polysorbate 80 pada es krim adalah menghasilkan tekstur yang
lembut serta mencegah protein susu menyelimuti droplet lemak yang
menyebabkan bergabungnya droplet lemak tersebut [37]. Nilai HLB dari
polysorbate 80 adalah sekitar 15. Sifat lain dari polysorbate 80 adalah berwarna
kuning, berat jenisnya sekitar 1.06-1.10 g/ml, viskositasnya sebesar 270-430
centistrokes, sangat larut dalam air, larut dalam alkohol, minyak biji kapas,
minyak jagung, etil asetat, metanol, dan toluen, tetapi tidak larut dalam minyak
mineral [39]. Polysorbate 80 merupakan bahan aditif yang diperbolehkan oleh
Badan Pengawas Pangan dan Obat Amerika Serikat (USFDA). Emulsifier
tersebut dinyatakan non toksik sehingga aman digunakan dalam bahan
pangan. Namun, terdapat batasan penggunaan untuk polysorbate 80, yaitu
sebagai emulsifier pada shortening atau minyak yang digunakan secara
tunggal, maka penggunaannya tidak boleh melebihi 1% dari bobot produk
akhir [39]. Berdasarkan WHO, maka ADI (acceptable daily intake) dari
polysorbate 80 adalah 25 mg per kg berat badan untuk jangka panjang tanpa
adanya potensi keracunan.
Polisorbat 20 nama komersialnya sering disebut alkest tw 20 dan
tween 20 adalah polisorbat surfakan yang stabil dan tidak beracun
(berbahaya) juga sering digunakan sebagi detergen dan emulsi dalam
aplikasi rumah tangga, dan farmasi.
Tween 20 merupakan surfaktan nonionik tipe polisorbat yang dibentuk oleh
etoksilasi sorbitan sebelum penambahan asam laurat. Stabil dan relatif tidak
beracun memungkinkannya digunakan sebagai deterjen dan pengemulsi
dalam sejumlah aplikasi domestik, ilmiah, dan farmakologis.
2. Span 80
Emulsifier atau surfaktan denga nama resmi sorbitan monooleat
adalah Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam
lemak. Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat bercampur
dengan alkohol, seidikit larut dalam minyak kapas. Span 80 memiliki nilai
HLB rendah yaitu 4,3.
Sorbitan monooleat adalah surfaktan nonionik dan pengemulsi yang
merupakan turunan dari polietoksilat sorbitan dan asam oleat, dan sering
digunakan pada makanan. Gugus hidrofilik dalam senyawa ini adalah
polieter yang dikenal juga sebagai gugus polioxietilen yang merupakan
polimer dari etilen oksida. Dalam istilah polisorbat, angka yangditunjukkan
pada polisorbat menunjukkan gugus lipofilik, dalam hal ini adalah asam
oleat.
Sebagai bahan kimia surfaktan, kegunaan sorbitan monooleat yang paling
utama adalah sebagai emulsifier water in oil, karena sorbitan monooleat
memiliki nilai HLB 4,3. Selain itu, sorbitan monooleat juga digunakan
sebagai bahan tambahan untuk makanan. Sorbitan monooleat ini bersifat
tidak larut dalam air dan larut dalam minyak, dan juga stabil pada suhu
tinggi serta tidak beracun.
III. METODOLOGI PENELITIAN
VCO
Pembuatan
Minuman
Mikroemulsi
Perbandingan VCO
Variasi waktu dan dengan beberapa jenis
kecepatan surfaktan baik secara
homogenisasi tunggal dan campuran
Minuman fungsional
mikroemusi
DAFTAR PUSTAKA