Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN MINUMAN FUNGSIONAL


MIKROEMULSI VCO

BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI MANADO


OPTIMASI PROSES PEMBUATAN MINUMAN FUNGSIONAL
MIKROEMULSI VCO

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya penelitian-penelitian yang membahas
VCO serta manfaatnya bagi kesehatan, maka semakin banyak pula masyarakat
yang tertarik untuk mencoba mengonsumsi VCO baik sebagai obat maupun
sebagai suplemen untuk menjaga ketahanan tubuh. Rasa berminyak dari VCO
merupakan salah satu hambatan masyarakat dalam mengkonsumsi VCO.
Meskipun berkhasiat, orang masih enggan mengonsumsi VCO secara langsung.
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini, VCO dibuat menjadi emulsi dan sebelum
dikonsumsi emulsi dasar VCO ini dikembangkan menjadi produk minuman
dengan cara ditambah air dan bahan tambahan lain. Produk emulsi yang diminum
biasanya tipe emulsi o/w dimana minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai
fase pendispersi sehingga produk tersebut mempunyai rasa yang lebih enak
walaupun yang diberikan sebenarnya adalah minyak yang tidak enak rasanya.
Pada tahun anggaran 2016 telah dikembangkan produk minuman berbahan baku
VCO sebagai minuman emulsi yang diharapkan bisa memberikan manfaat
kesehatan selain sebagai sumber nutrisi. Hasil penelitian diperoleh formula
minuman emulsi VCO yang memenuhi syarat mutu kimia yaitu minuman emulsi
menggunakan emulsi dasar gum arabik (VCO : air : emulsifier yaitu 57 : 36 : 7)
dan rasio emulsi dasar : air (2:1). Karakteristik kimianya adalah pH 3,94, Angka
Lempeng Total (ALT) 1,4 x 102, kadar FFA 0,22 %, bilangan peroksida 1,64 mg
ek O2/kg, dengan prosentase asam laurat yang ada dalam minuman emulsi VCO
sebesat 51 %. Sedangkan karakteristik organoleptiknya adalah cukup stabil dan
mempunyai campuran rasa manis asam, namun rasa berminyak dan bau khas
VCO tidak hilang [1]. Hal ini diduga karena minuman emulsi memiliki ukuran
partikel yang agak besar (≥ 100 nm) sehingga rasa dan bau khas minyak masih
terikut.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah rasa dan bau minyak yang masih terikut
pada produk minuman emulsi VCO adalah dengan membuat minuman
mikroemulsi dengan ukuran partikel droplet <100 nm.
Emulsi dapat dibedakan menjadi emulsi konvensional, mikroemulsi dan
nanoemulsi berdasarkan ukuran partikel fase terdispersi, stabilitas dan
kenampakannya. Emulsi konvensional memiliki ukuran partikel yang lebih besar,
yaitu ≥ 100 nm, mikroemulsi dan nanoemulsi yang memiliki ukuran partikel
sangat halus, yaitu < 25 nm untuk mikroemulsi dan < 100 nm untuk nanoemulsi
[2]. Mikroemulsi memiliki ukuran kecil yang serupa dengan nanoemulsi [3].
Emulsi konvensional dan nanoemulsi stabil secara kinetika (kinetically stable),
mikroemulsi stabil secara termodinamika (thermodynamically stable) [4].
Dua istilah yang paling umum dari nanopartikel adalah mikroemulsi dan
nanoemulsi. Mereka umumnya dibedakan atas stabilitas mereka dan metode
perumusan. Mikroemulsi stabil secara termodinamika dan biasanya terbentuk
dengan mencampur minyak, surfaktan dan air bersama. Sebaliknya, nanoemulsi
secara termodinamika tidak stabil yang disiapkan dengan metode energi tinggi
dengan pengaduk geser tinggi, homogenizers bertekanan tinggi dan generator
ultrasound. Mikroemulsi berbeda secara signifikan dari emulsi konvensional
dengan sifat fisiknya sifat (transparansi, viskositas rendah, ukuran partikel kecil
<100-200 nm, dll) dan kemampuan untuk membentuk secara spontan.
Mikroemulsi merangkul beberapa mikrostruktur yang berbeda yang memiliki
sedikit kesamaan dengan emulsi konvensional. Mikroemulsi stabil secara
termodinamika, emulsi
tetesan, yang mungkin sekecil mikroemulsi, akan mengalami koalesensi, yang
mengarah ke pemisahan fasa [5].
Emulsi konvensional memiliki kenampakan keruh atau tidak tembus
cahaya (buram), mikroemulsi kenampakannya jernih (transparan), sedangkan
nanoemulsi kenampakannya cenderung transparan atau sedikit keruh [2].
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam industri pangan, emulsi dan nanoemulsi
biasanya diproduksi menggunakan metode energi tinggi, seperti homogenisasi
tekanan tinggi, mikrofluidisasi dan sonikasi. Menurut Flanagan dan Singh [6],
mikroemulsi dapat dibuat tanpa melibatkan energi tinggi yaitu dengan
emulsifikasi spontan. Mikroemulsi dengan emulsifikasi spontan dapat dibentuk
pada rasio surfaktan-minyak (SOR= surfactant oil ratio) lebih dari .
Pembentukan mikroemulsi dengan stabilitas tinggi dalam sistem pangan sangat
komplek yang dipengaruhi oleh fase minyak dan jenis surfaktan, suhu, pH dan
pengenceran [7; 8]. Mikroemulsi o/w dipengaruhi oleh campuran kombinasi jenis
surfaktan hidrofilik dan lipofilik, serta minyak.
Mikroemulsi berpotensi sebagai sistem pembawa yang telah diaplikasikan
pada industri makanan, farmasi, nutrisi dan kosmetik karena transparansinya,
meningkatkan palability, deserability, bioaktif, mudah preparasinya dan
mempunyai stabilitas lebih baik [9].
Potensi senyawa bioaktif kebanyakan dalam aplikasinya tidak efektif yaitu
mempunyai stabilitas dan bioavaibilitas rendah karena sedikit larut dalam air.
Salah satu pendekatan untuk memperbaiki kelarutan dan bioavaibiltas adalah
dalam bentuk mikroemulsi o/w [16].
Mikroemulsi o/w mempunyai stabililitas dan kelarutan tinggi apabila
diperoleh campuran dengan perbandingan tepat dapat digunakan sebagai
pembawa senyawa bioaktif seperti yang ada dalam ektrak pinang. Keseimbangan
hidrofilik lipofilik (HLB) adalah konsep yang mendasari metode semi empirik
untuk memilih pengemulsi yang tepat atau kombinasi pengemulsi pada stabilitas
emulsi [17].
Berdasarkan hal-hal di atas akan dilakukan penelitian optimasi proses pembuatan
minuman fungsional mikroemulsi VCO.

I.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan minuman mikroemulsi


yang stabil dengan sifat fungsional melalui optimasi konsentrasi VCO, dan
beberapa surfaktan.

I.3. Keluaran yang Diharapkan


Diperolehnya produk minuman emulsi yang bermanfaat bagi kesehatan
dan bernilai gizi.

I.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang


Masyarakat dapat mengonsumsi VCO melalui produk minuman
mikroemulsi VCO yang bermanfaat bagi kesehatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Virgin Coconut Oil


Virgin Oil adalah minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa
mengubah sifat fisiko kimia minyak, minyak diperoleh dengan hanya
perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan
bahan kimia kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak Minyak ini
dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan,
penyaringan dan sentrifugasi saja [18]. Standar mutu dari VCO dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu VCO


Karakteristik Kandungan
Kadar Air (%) 0.1 – 0.5
Bilangan Peroksida (mg oksigen /100 gr contoh) Maks 3.0
Bilangan Penyabunan (mg KOG/gr contoh) 250 – 260
Bilangan Asam (mg KOH/gr contoh) Maks 13
Kadar Asam Lemak bebas (% asam laurat) Maks 0.5
Warna Jernih Kristal
Sumber: [18]
VCO mengandung asam laurat yang tinggi (sampai 53%), sebuah lemak
jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut
MCFA (Medium Chain Fatty Acid). Di dalam tubuh manusia asam laurat akan
diubah menjadi monolaurin yaitu suatu bentuk senyawa monogliserida.
Senyawa ini bersifat antivirus, antibakteri, dan anti jamur. Monolaurin dapat
merusak membran lipida (lapisan pembungkus virus) pada virus HIV, herpes
simplex virus-1 (HSV-1), vasicular stomatitis virus (VSV), visna virus,
cytomegalovirus (CMV), dan influenza. Bakteri yang dapat diinaktifkan oleh
monolaurin adalah Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, dan
Helicobacter pylorid (bakteri penyebab sakit maag) serta protozoa seperti
Giardia lamblia [19; 20]. MCFA mudah diserap ke dalam sel kemudian ke
dalam mitokondria, sehingga metabolisme meningkat. Dengan peningkatan
metabolisme maka sel-sel bekerja lebih efisien membentuk sel-sel baru serta
mengganti sel-sel yang rusak dengan lebih cepat. MCFA merupakan
komponen asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara
lain mampu merangsang produksi inulin sehingga proses metabolisme glukosa
dapat berjalan normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein
menjadi sumber energy [21; 22]. Berikut ini adalah standar APCC (Asian and
Pacific Coconut Community) untuk asam lemak yang terkandung dalam VCO.

Tabel 2. Standar APCC Komposisi Asam Lemak VCO


Asam Lemak Kadar (%)
Kaproat (C 6:0) 0,4-0,6
Kaprilat (C 8:0) 5,0-10,0
Kaprat (C 10:0) 4,5-8,0
Laurat (C 12:0) 43,0-53,0
Miristat (C 14:0) 16,0-21,0
Palmitat (C 16:0) 7,5-10,0
Stearat (C 18:0) 2,0-4,0
Oleat (C 18:1) 5,0-10,0
Linoleat (C 18:2) 1,0-2,5
Linolenat (C 18:3) – (C 24:1) <0,5
Sumber: [23]

VCO memiliki kadar vitamin E sebesar 30 kali lebih tinggi dari RBD
coconut oil. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan sehingga
menyebabkan VCO tidak cepat tengik dan VCO juga mempunyai masa simpan
yang cukup lama yaitu 2 tahun. MCFA tertentu seperti asam laurat mempunyai
efek yang melemahkan bagi mikroorganisme patogen, seperti bakteri, khamir
dan jamur [24]. VCO mempunyai efek sebagai antiseptik. Disamping itu VCO
dapat menjadi stimulasi tiroid. Pada jumlah hormon tiroid yang cukup,
kolesterol (khususnya LDL-kolesterol) diubah melalui proses enzimatik
menjadi steroid anti penuaan yang penting, progesteron dan DHEA. Substansi
inilah yang dapat membantu mencegah penyakit liver, kegemukan, kanker dan
penyakit lain yang berhubungan dengan penuaan dan penyakit degeneratif
yang kronis lainnya [25]. Secara kimiawi minyak kelapa jauh lebih bersifat
protektif dari pada lemak tak jenuh dalam hal penyebab kanker usus dan
kanker payudara. Berbeda dengan minyak lainnya, penggantian minyak goreng
dengan VCO tidak akan membentuk asam lemak trans selama penggorengan
bahkan pada temperatur tinggi. Penelitian juga membuktikan bahwa minyak
kelapa dapat mempercepat metabolisme, membantu dalam menurunkan berat
badan dan mempercantik kulit. VCO juga digunakan untuk membuat sabun
alami dan produk kesehatan lainnya [26; 27].
Beberapa hasil penelitian tentang minuman VCO menunjukkan pada
pembuatan minuman emulsi VCO dengan perbandingan emulsi dasar dan air
sebesar 4 : 4 memberikan profil deskripsi dengan intensitas paling baik dari
segi rasa berminyak, kekentalan, aftertaste, flavor strawberry, aroma santan,
dan bau minyak kelapa, bertahan selama 7 hari pada penyimpanan dalam
refrigerator, serta memiliki warna merah muda agak encer, rasa manis
bercampur asam dan berminyak, aroma santan dan aftertaste yang ringan [28].
Hasil Penelitian pengembangan minuman berenergi alternatif yang dibuat dari
bahan dasar VCO dan Madu menunjukkan bahwa formula terbaik dalam
pembuatan produk emulsi VCO-madu adalah konsentrasi VCO 25-30% yang
menghasilkan viskositas 21-24 poise, dengan konsentrasi VCO 20-25% yang
menghasilkan viskositas 14-21 poise; serta memiliki diameter droplet 2-5 µm
[29].

B. Emulsi dan Mikroemulsi Pangan dan Emulsifying Agent


Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang
tidak bercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan
yang lain dalam bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya
lebih dari 0,1 µm atau antara 0,1 – 50 µm. Fase yang berbentuk butiran disebut
fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga fase diskontinyu, sedangkan
face cairan tempat butiran terdispersi tersebut disebut fase pendispersi atau fase
eksternal atau fase kontinyu [30].
Dalam bahan pangan, kedua fase tersebut berupa minyak dan air. Bila
minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi maka emulsi
yang terbentuk disebut emulsi minyak dalam air atau oil-in-water (O/W).
Sebaliknya, bila fase air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase
pendispersi disebut tipe emulsi air dalam minyak atau water-in-oil (W/O). Pada
proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan bahan ketiga atau campuran
dua atau lebih bahan kimia untuk menstabilkan emulsi. Bahan tersebut
tergolong ke dalam bahan pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabilizer).
Penambahan bahan pengemulsi bertujuan menurunkan tegangan permukaan
antara kedua fase (tegangan interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya
emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan
viskositas fase kontinyu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil [30; 31].
Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil. Oleh karena itu dibutuhkan
dua hal untuk membentuk emulsi stabil, yaitu penggunaan alat mekanis untuk
mendispersikan sstem dan penambahan bahan penstabil/pengemulsi untuk
mempertahankan sistem tetap terdispersi [32]. Emulsi dibentuk oleh pemberian
energi mekanis untuk mencampur dua fase cairan yang tidak saling tercampur
sehingga satu cairan terdispersi dalam bentuk butiran yang baik. Energi
mekanis pada awalnya mengganggu interfasa yang membentuk butiran besar,
kemudian merusaknya menjadi butiran-butiran lebih kecil [3].
Mikroemulsi merupakan dispersi isotropik yang terdiri dari fase minyak
dan fase air yang distabilkan oleh molekul surfaktan dan/atau ko-surfaktan
pada lapisan antar muka [17]. Mikroemulsi merupakan sistem koloid yang
digunakan sebagai sistem pembawa dan umumnya sangat menarik karena
bahan-bahan yang digunakan aman untuk dikonsumsi dan pembuatannya
cukup sederhana, seperti pencampuran dan homogenisasi [4]. Mikroemulsi
digunakan dalam campuran produk yang memerlukan transparansi atau tingkat
kekeruhan rendah [2]. Mikroemulsi telah diaplikasikan pada industri makanan,
farmasi, nutrisi dan kosmetik karena transparansinya, mudah preparasinya dan
mempunyai stabilitas lebih baik dibandingkan pada emulsi biasa. Mikroemulsi
berpotensi sebagai sistem pembawa yang telah diaplikasikan pada industri
makanan, farmasi, nutrisi dan kosmetik karena transparansinya, meningkatkan
palability, deserability, bioaktif, mudah preparasinya dan mempunyai stabilitas
lebih baik [6]. Mikroemulsi menggunakan campuran ko-surfaktan seperti
alkohol, tidak sesuai untuk diaplikasikan dalam makanan, karena alkohol rantai
pendek atau medium dapat mengakibatkan toksis dan iritasi [7]. Ko-surfaktan
juga menyebabkan mikroemulsi menjadi rapuh sehingga partisi yang dilarutkan
ke luar melalui ko-surfaktan pada daerah antar muka ke dalam fase kontinue
[8]. Surfaktan nonionik seperti gula ester, polyoxyethylene sorbitan ester
(tween) dan polyoxyethylene eter telah digunakan secara luas di bidang farmasi
yang mempunyai toksisitas relatif rendah tetapi berpotensi menimbulkan iritasi
[8]. Campuran surfaktan (tween, span, dan garam asam lemak) dan
phospholipids (lecithin) telah banyak digunakan di industri makanan dalam
sistem pangan [7]. Pembentukan mikroemulsi dengan stabilitas tinggi dalam
sistem pangan sangat komplek yang dipengaruhi oleh fase minyak dan jenis
surfaktan, suhu, pH dan pengenceran [7]. Mikroemulsi o/w dipengaruhi oleh
campuran kombinasi jenis surfaktan hidrofilik dan lipofilik, dan minyak.
Virgin Coconut Oil (VCO) kaya asam lemak rantai medium terutama asam
laurat (53,4 %) [1]. VCO berpotensi sebagai fase minyak pada pembuatan
mikroemulsi o/w.
Emulsifier atau Emulsifying agent adalah surfaktan yang mengurangi
tegangan antar muka antara minyak dan air, meminimalkan energi permukaan
dari droplet yang terbentuk [31]. Emulsifying agent merupakan suatu molekul
yang mempunyai rantai hidrokarbon nonpolar dan polar pada tiap ujung rantai
molekulnya. Emulsifying agent akan dapat menarik fase minyak dan fase air
sekaligus dan emulsifying agent akan menempatkan diri berada di antara kedua
fase tersebut. Keberadaan emulsifying agent akan menurunkan tegangan
permukaan fase minyak dan fase air [32]. Emulsifying agent nonionik biasa
digunakan dalam seluruh tipe produk kosmetik dan farmasetik [33].
Emulsifying agent nonionik sangat resisten terhadap elektrolit, perubahan pH
dan kation polivalen [34]. Emulsifying agent ini memiliki rentang dari
komponen larut minyak untuk menstabilkan emulsi A/M hingga material larut
air yang memberikan produk M/A. Emulsifying agent ini biasa digunakan
untuk kombinasi emulsifying agent larut air dan larut minyak untuk
membentuk lapisan antarmuka yang penting untuk stabilitas emulsi yang
optimum. Emulsifying agent nonionik memiliki toksisitas dan iritasi yang
rendah [35]. Emulsifying agent nonionik memiliki bermacam-macam nilai
hydrophile-lipophile balances (HLB) yang dapat menstabilkan emulsi M/A
atau A/M. Penggunaan emulsifying agent nonionik yang baik bila
menghasilkan nilai HLB yang seimbang antara dua emulsifying agent nonionik,
dimana salah satu bersifat hidrofilik dan yang lain bersifat hidrofobik.
Tipe emulsifier biasa didasarkan pada konsep HLB (Hidrophilic
Lipophilic Balance) [36; 37]. HLB merupakan karakter yang mendefinisikan
afinitas relatif untuk minyak dan air. Keseimbangan hidrofilik-lipofilik terletak
di tengah, yaitu pada angka 10 dari skala HLB. Contoh produk emulsifier yang
sesuai untuk membuat emulsi oil in water adalah HLB Tween 80 dan sugar
ester, yang memiliki antara 8-16 [38; 39]. Jenis emulsifying agent yang dapat
digunakan dalam bahan pangan ada dua, yaitu emulsifier alami dan buatan.
Contoh emulsifier alami adalah lesitin (fosfatidil kolin), sedangkan contoh
emulsifier buatan adalah monogliserida, seperti gliserol monostearat (GMS)
dan polysorbate atau tween [39].
Hubungan viskositas dan stabilitas emulsi telah dinyatakan bahwa semakin
kental suatu emulsi maka stabilitasnya akan meningkat [40]. Viskositas produk
minuman maksimal adalah 31.6 poise. Peningkatan viskositas pada produk
minuman umumnya tidak disukai konsumen [41].

1. Tween
Tween 80 atau Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di
mana tiap molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi dengan 20
molekul etilenoksida. Tween 80 berupa cairan kental berwarna kuning dan
agak pahit [42]. Polysorbate digunakan sebagai emulsifying agent pada
emulsi tipikal tipe minyak dalam air, dikombinasikan dengan emulsifier
hidrofilik pada emulsi minyak dalam air, dan untuk menaikkan kemampuan
menahan air pada salep, dengan konsentrasi 1-15% sebagai solubilizer.
Tween 80 digunakan secara luas pada kosmetik sebagai emulsifying agent
[42]. Polysorbate 80 digunakan pula pada produk emulsi pangan, seperti es
krim. Peranan polysorbate 80 pada es krim adalah menghasilkan tekstur yang
lembut serta mencegah protein susu menyelimuti droplet lemak yang
menyebabkan bergabungnya droplet lemak tersebut [37]. Nilai HLB dari
polysorbate 80 adalah sekitar 15. Sifat lain dari polysorbate 80 adalah berwarna
kuning, berat jenisnya sekitar 1.06-1.10 g/ml, viskositasnya sebesar 270-430
centistrokes, sangat larut dalam air, larut dalam alkohol, minyak biji kapas,
minyak jagung, etil asetat, metanol, dan toluen, tetapi tidak larut dalam minyak
mineral [39]. Polysorbate 80 merupakan bahan aditif yang diperbolehkan oleh
Badan Pengawas Pangan dan Obat Amerika Serikat (USFDA). Emulsifier
tersebut dinyatakan non toksik sehingga aman digunakan dalam bahan
pangan. Namun, terdapat batasan penggunaan untuk polysorbate 80, yaitu
sebagai emulsifier pada shortening atau minyak yang digunakan secara
tunggal, maka penggunaannya tidak boleh melebihi 1% dari bobot produk
akhir [39]. Berdasarkan WHO, maka ADI (acceptable daily intake) dari
polysorbate 80 adalah 25 mg per kg berat badan untuk jangka panjang tanpa
adanya potensi keracunan.
Polisorbat 20 nama komersialnya sering disebut alkest tw 20 dan
tween 20 adalah polisorbat surfakan yang stabil dan tidak beracun
(berbahaya) juga sering digunakan sebagi detergen dan emulsi dalam
aplikasi rumah tangga, dan farmasi.
Tween 20 merupakan surfaktan nonionik tipe polisorbat yang dibentuk oleh
etoksilasi sorbitan sebelum penambahan asam laurat. Stabil dan relatif tidak
beracun memungkinkannya digunakan sebagai deterjen dan pengemulsi
dalam sejumlah aplikasi domestik, ilmiah, dan farmakologis.

2. Span 80
Emulsifier atau surfaktan denga nama resmi sorbitan monooleat
adalah Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam
lemak. Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat bercampur
dengan alkohol, seidikit larut dalam minyak kapas. Span 80 memiliki nilai
HLB rendah yaitu 4,3.
Sorbitan monooleat adalah surfaktan nonionik dan pengemulsi yang
merupakan turunan dari polietoksilat sorbitan dan asam oleat, dan sering
digunakan pada makanan. Gugus hidrofilik dalam senyawa ini adalah
polieter yang dikenal juga sebagai gugus polioxietilen yang merupakan
polimer dari etilen oksida. Dalam istilah polisorbat, angka yangditunjukkan
pada polisorbat menunjukkan gugus lipofilik, dalam hal ini adalah asam
oleat.
Sebagai bahan kimia surfaktan, kegunaan sorbitan monooleat yang paling
utama adalah sebagai emulsifier water in oil, karena sorbitan monooleat
memiliki nilai HLB 4,3. Selain itu, sorbitan monooleat juga digunakan
sebagai bahan tambahan untuk makanan. Sorbitan monooleat ini bersifat
tidak larut dalam air dan larut dalam minyak, dan juga stabil pada suhu
tinggi serta tidak beracun.
III. METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Pendekatan dan Kerangka Teoritis


a. Pendekatan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode pendekatan
kuantitatif, yaitu metode eksperimental untuk mendapatkan minuman
fungsional mikroemulsi VCO.
Yang menjadi perlakuan adalah level konsentrasi VCO, level konsentrasi
masing-masing surfaktan dan campuran 2 (dua) jenis surfaktan hidrofilik
dan lipofilik, waktu dan kecepatan pengadukan (homogensasi).
b. Flowchart Optimasi Proses Pembuatan Minuman Mikroemulsi VCO.

VCO

Pembuatan
Minuman
Mikroemulsi

Perbandingan VCO
Variasi waktu dan dengan beberapa jenis
kecepatan surfaktan baik secara
homogenisasi tunggal dan campuran

Minuman fungsional
mikroemusi

Pengujian Stabilitas dan Mutu


c. Variabel yang Diamati
VCO:
Mutu VCO sesuai SNI 7381:2008
Minuman Mikroemulsi VCO:
- Organoleptik, stabilitas mikroemulsi melalui pengamatan turbiditas
dengan sentrifus maupun pemanasan, ALT, bilangan peroksida,
bilangan Iod, FFA, komposisi asam lemak dan ukuran partikel
tetes/droplet emulsi.
d. Kerangka Teoritis
Pada tahun anggaran 2016 telah dikembangkan produk minuman berbahan
baku VCO sebagai minuman emulsi yang diharapkan bisa memberikan
manfaat kesehatan selain sebagai sumber nutrisi. Hasil penelitian diperoleh
formula minuman emulsi VCO yang memenuhi syarat mutu kimia,
sedangkan karakteristik organoleptiknya adalah cukup stabil dan
mempunyai campuran rasa manis asam, namun rasa berminyak dan bau
khas VCO tidak hilang [1]. Hal ini diduga karena minuman emulsi
memiliki ukuran partikel yang agak besar (≥ 100 nm) sehingga rasa dan
bau khas minyak masih terikut.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah rasa dan bau minyak yang masih
terikut pada produk minuman emulsi VCO adalah dengan membuat
minuman mikroemulsi dengan ukuran partikel droplet <100 nm,
disamping itu akan dicoba penambahan ekstrak pinang merah selain untuk
meminimalisir rasa dan bau berminyak, juga sebagai antioksidan yang
berguna untuk kesehatan tubuh.
e. Prosedur
Formulasi Mikroemulsi
Dibuat perlakuan dengan variasi konsentrasi VCO, dan variasi
perbandingan surfaktan baik secara tunggal maupun campuran
beberapa surfaktan dengan nilai HLB yang berbeda, dan penambahan
ektsrak pinang merah dengan beberapa konsentrasi.
Pengujian Stabilitas Mikroemulsi
Analisis Kimia dan Fitokimia
Penentuan Aktivitas Penangkal Radikal Bebas (DPPH)
Ekstrak pekat dari hasil ekstraksi dilarutkan dalam metanol dengan
konsentrasi 50 dan 100 mg/L. Larutan ekstrak yang telah dibuat
masing-masing diambil 2,5 ml dan direaksikan dengan 0,5 ml larutan
DPPH. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 30 menit dan di ukur absorbansinya dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 517 nm.
Absorbansi dari larutan blanko juga diukur untuk melakukan
perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan
mereaksikan 2,5 ml pelarut metanol
dengan 0,5 ml larutan DPPH dalam tabung reaksi. Setelah itu, aktivitas
antioksidan dari masing-masing dinyatakan dengan persen inhibisi
yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

% inhibisi=(adsorbansi blanko-adsorbansi sampel)/(adsorbansi blanko)


x 100%
Penentuan Total Fenolik [11]
Sampel sebanyak 0,1 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 0,1 mL Larutan Folin-Ciocalteu reagen 50% kemudian
divortex selama 1 menit. Larutan tersebut ditambahkan 2 mL Larutan
Na2CO3 2%. Campuran diinkubasi selama 30 menit. Absorbansi
larutan ditentukan menggunakan Spektrofotometer pada panjang
gelombang 750 nm. Keberadaan flavonoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna biru
Penentuan Total Flavonoid [12]
Sampel sebanyak 0,1 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 2 mL Larutan AlCl3 kemudian divortex selama 1 menit.
Campuran diinkubasi selama 30 menit. Absorbansi larutan ditentukan
menggunakan Spektrofotometer pada panjang gelombang 415 nm.
Keberadaan flavonoid ditunjukkan dengan terbentukya warna bening
III.2. Ruang Lingkup dan Lokasi Kegiatan
a. Ruang Lingkup
- Persiapan bahan baku VCO
- Pembuatan VCO
- Pengujian bahan baku VCO
- Pembuatan minuman mikroemulsi VCO
- Pengujian mutu
b. Lokasi Kegiatan
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri
Manado pada bulan Februari sampai bulan November 2019.

III.3. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan meliputi VCO, Span 80, Tween 20, tween
40, tween 60, tween 80, etanol 96%, air kelapa, buah pinang merah dan
bahan-bahan untuk analisis laboratorium.
Alat-alat yang digunakan adalah homogenizer, hot plate, neraca, gelas
ukur, dan peralatan untuk analisis laboratorium.

III.4. Analisis Resiko Pelaksanaan Kegiatan


Resiko dalam pelaksanaan penelitian ini adalah ketersediaan surfaktan
dan analisis ukuran partikel droplet yang harus diuji di laboratorium di luar
Baristand Industri Manado karena belum adanya peralatan pengujian di
laboratorium internal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mandei, J. H., Y. Assah, M. Tampinongkol dan J. Kaudis. Pembuatan


Minuman Emusi VCO. Laporan Hasil Penelitian. Balai Riset dan
Srandardisasi Industri Manado. 2016.
2. McClements, D.J. Edible nanoemulsions: fabrication, properties, and
functional performance. Soft Matter 7: 2297-2316. 2011.
3. McClements, D.J., Food Emulsions and Principles, Practices, and
Techniques,third ed. CRC Press Taylor & Francis Group, New York, pp.
297e300. 2016.
4. McClements, D.J. dan Li, Y. Structured emulsion-based delivery systems:
controlling the digestion and release of lipophilic food components.Advances
in Colloid and Interface Science 159(2): 213-228. 2010.
5. Lu Guang Wei dan Ping Gao. Emulsions andMicroemulsions for Topical and
Transdermal Drug Delivery. Handbook of Non-Invasive Drug Delivery
Systems Chapter 3. Elsevier Inc. 2010.
6. Flanagan, J., dan Singh, H. Microemulsions: a potential delivery system for
bioactive in food. Journal of Critical Reviews on Food Science and Nutrition
4:221–237. 2006.
7. Cho, Y.H., Kim, S., Bae, E.K., Mok, C.K. dan Park, J. Formulation of a
cosurfactant-free o/w microemulsion using nonionic surfactant mixtures.
Journal of Food Science 73: 115-121. 2008.
8. Cui, J., Yu, B., Zhao, Y., Zhu, W., Li, H., Lou, H. dan Zhai, G. Enhancement
of oral absorption of curcumin by self-microemulsifying drug delivery
systems. International Journal of Pharmaceutical 371: 148-155. 2009.
9. McClements, D.J., Decker, E.A. dan Weiss, J. Emulsion-based delevery
systems for lipophillic bioactive components. Journal of Food Science 72:
109-124. 2007.
10. Wang, X., Jiang, Y. Wang, Y.W., Huang, M.T., Hoa, C.T. dan Huang, Q.
Enhancing anti-infl ammation activity of curcumin through o/w
nanoemulsions. Food Chemistry 108:419–424. 2008.
11. Suhendra, L., S. Raharjo, P. Hastuti dan C. Hidayat. Formulasi dan stabilitas
mikroemulsi O/W sebagai pembawa fucoxanthin. Agritech (32)3 p: 230-239.
2012.
12. Codex Alimentarius Commission. Report of the 14th Session of the Codex
Committee on Fats and Oils. London 27 Sept - 1 Oct. 1993. FAO United
Nations, London, 1995
13. Syah, A. N. A. Teknologi Mikroemulsi 48% Senyawa MCT (Medium Chain
Triglyceride) dari Virgin Coconut Oil (VCO) untuk Produksi Minuman
Penguat Immunitas (Menekan Jumlah Leukosit dalam Darah < 10.500/µl)
dengan Tingkat Kestabilan Emulsi dan Daya Simpan Min. 1 Tahun. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 2010.
14. Ansel, C. H. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. UI-Press.
Jakarta.1989.
15. Rindengan B, Novarianto H. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa
Murni. Penebar Swadaya, Depok, 2005
16. Fife, Bruce. The coconut oil miracle. Penguin, 2004
17. APCC. APCC Standard For Virgin Coconut Oil.
http://www.apccsec.org/article-coconut.html, 2005
18. Isaac. Antimicrobial (Antiseptic) Effect of Coconut Oil. Di dalam Lee.
Coconut Oil : Whay It is Good for You, 2001.
19. Kabara JJ. Health oils from the tree of life. Nutritional and Health Aspects of
Coconut Oil). Indian Coconut Journal. 2000;31(8):2-8.
20. Peat. Oil in Context. www.coconut-connections.com, 2004
21. Anonim. Health Benefits of Coconut Oil.
https://www.organicfacts.net/health-benefits/oils/health-benefits-of-coconut-
oil.html [ 11 Maret 2016]
22. Tensiska, Setiasih IS, Irawati D. Deskripsi Minuman Emulsi VCO (Virgin
Coconut Oil) Pada Berbagai Jumlah Penambahan Air. Seminar Nasional
PATPI, Bandung 17–18 Juli 2007, 2007.
23. Fatimah F, Rorong J, Gugule S. Stabilitas dan viskositas produk emulsi virgin
coconut oil-madu [The Stability and Viscosity of Virgin Coconut Oil-Honey
Emulsion]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan. 2012;23(1):75.
24. DeMan JM. Principles of Food Chemistry, 2 nd edition. Van Nostrand
Reinhold, Canada. 1989.
25. Muchtadi TR. Emulsi Bahan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
FATETA, IPB, Bogor. 1990.
26. Bergenstahl BA, Claesson PM. Surface forces in emulsions. Di dalam: Food
Emulsions, 2nd. K Larson & S.E. Friberg (eds). Marcel Dekker, Inc. New
York. 1990.
27. Schwartzberg HG, Hartel RW. Physical Chemistry of Foods. Marcel Dekker
Inc, New York, 1992.
28. Allen LV. The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding, Second Edition, 263, 268, 274, 276, American Pharmaceutical
Association, United States of America, 2002
29. Friberg SE, Quencer LG, Hilton ML. Theory of Emulsions, in Lieberman
HA, Rieger MM, Banker GS, (Eds). Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse
Systems, Volume 1, Second Edition, Revised and Expanded, 57. Marcel
Dekker Inc, New York, 1996.
30. Rieger MM. Surfactants, in Lieberman HA, Rieger MM, Banker GS, (Eds),
Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System, Vol.1, 226-227, Marcel
Dekker Inc, New York, 1996.
31. Aulton ME, Diana MC. Pharmaceutical Practice, 109, 111, Longman
Singapore Publishers Ptc Ltd, Singapore, 1991.
32. Billany M. Suspensions and Emulsions, in Aulton ME, (Ed), Pharmaceutics :
The Science of Dosage Form Design, 2nd Ed., 342, 344, 348, ELBS with
Churchill Livingstone, New York, 2002.
33. Kunieda H, Shinoda K. Evaluation of the hydrophile-lipophile balance (HLB)
of nonionic surfactants. I. Multisurfactant systems. Journal of colloid and
interface science. 1985 Sep 30;107(1):107-21.
34. Raymundo A, Franco JM, Empis J, Sousa I. Optimatization of The
composition of Low-fat Oil-in-water Emulsions Stabilized by White Lupin
Protein. J. Am Oil Chem Soc 79: 783-790, 2001.
35. Lyly M, Ohis N, Lahteenmaki L, Salmenkallio M, Liukkonen KH, Karhunen
K, Poutanen K. The effect of fibre amount energy level and viscosity of
beverages containing oat fibre supplement on perceived safety. Food Nutr
Res 54: 1654-6628. 2010.
36. Anonim. Polysorbate 80. https://en.wikipedia.org/wiki/Polysorbate_80 [12
Maret 2016

Anda mungkin juga menyukai