Anda di halaman 1dari 11

PEMBUATAN MANISAN PALA

Judith Henny Mandei


Balai Riset dan Standardisasi Industri Manado

I. PENDAHULUAN
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
memiliki nilai ekonomis tinggi. Tanaman pala tumbuh baik pada iklim tropis yang panas
dengan curah hujan yang tinggi tanpa ada periode kering yang nyata. Tanah yang cocok
untuk pertumbuhan pala yaitu tanah yang subur dan gembur, lempung sampai berpasir
terutama tanah-tanah vulkanis miring atau memiliki pembuangan air yang baik atau drainase
yang baik.
Daging buah pala yang merupakan bagian terbesar dari hasil panen buah pala
merupakan suatu potensi bahan baku yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, dan saat
ini hanya sebagian kecil daging buah pala yang sudah dimanfaatkan, sebagian masih dibuang
begitu saja sebagai limbah. Salah satu upaya pemanfaatan daging buah pala adalah
pembuatan manisan pala. Manisan pala merupakan jenis makanan ringan yang sangat
digemari masyarakat dan dapat dibuat dalam dua bentuk yaitu manisan pala basah dan
manisan pala kering. Dalam SNI 01-4443-1998, manisan pala didefinisikan sebagai produk
yang dibuat dari daging buah pala segar dengan gula, dan bahan makanan lain dengan
atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan lain yang diijinkan.
Pengembangan usaha agroindustri atau industri berbahan baku produk hasil
pertanian/perkebunan di daerah yang potensial akan tanaman pala sangat penting karena
adanya sumber daya alam yang cukup melimpah yang perlu dikelola dengan baik sehingga
dapat memberikan nilai ekonomis dan dapat meningkatkan pendapatan baik masyarakat
maupun pendapatan daaerah. Di daerah-daerah sentra produksi pala, daging buah pala
kebanyakan tidak dimanfaatkan, sehingga diperlukan suatu upaya untuk dapat memberikan
nilai tambah terhadap daging buah pala ini. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang
cukup mengenai teknologi proses atau pengolahan daging buah pala menjadi produk yang
bernilai ekonomi seperti manisan pala.

1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Pala
Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari pulau
Banda. Daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku,
Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Nangroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan Papua
(Nurdjanah, 2007). Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai
ekonomis dan multiguna karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam
berbagai industri. Dari seluruh bagian tanaman pala yang mempunyai nilai
ekonomis adalah buahnya yang terdiri dari empat bagian yaitu daging buah, fuli,
tempurung dan biji degan prosentase: daging buah 77,8%, fuli 4%, tempurung
5,1% dan biji 13,1%. Buah pala berbentuk bulat, kulitnya berwarna kuning bila
sudah tua dan berdaging putih (Rismunandar, 1990). Apabila buah masih
mentah, daging buah pala tidak bisa dikonsumsi langsung tetapi dapat diolah
menjadi berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sirup pala, selai
pala, dan lain-lain (Nurdjannah, 2007).
Komposisi kimia buah pala dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Pala dari Banda (%)
Daging buah Fuli Biji
Komponen
Basah Kering Basah Kering Basah Kering
Air 89 17,4 54 17,6 41 12,9
Lemak - - 10,4 18,6 23,3 34,4
Minyak atsiri 1,1 8,5 2,9 5,2 1,7 2,5
Gula - - 1,1 1,9 1,0 1,5
Komponen - - 3,0 5,2 4,1 5,1
mengandung N
Komponen - - 27,7 49,5 27,3 40,4
bebas N
Abu 0,7 5,7 0,9 1,6 1,5 2,2
Sumber : Jense dalam Rismunandar, 1990

Daging buah pala sebenarnya mengandung beberapa nutrisi seperti lemak dan
protein nabati. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Marzuki dkk (2008)
menyebutkan bahwa ditemukan kandungan lemak serta protein dalam daging buah
pala. Selain itu pula, juga adanya pektin yang merupakan senyawa fenolik yang
dikeluarkan oleh buah dalam bentuk getah yang berwarna merah kecokelatan.

2
Menurut Sutomo (2006), kebiasaan menggunakan pala sebagai bumbu
masakan atau mengkonsumsi dalam bentuk sirup dan manisan akan berdampak
sangat baik bagi kesehatan, mengingat buah dengan keharuman semerbak ini
ternyata mempunyai banyak khasiat bagi kesehatan. Kandungan kimia terkandung
dapat mengatasi insomania, batuk berlendir, membantu pencernaan, penghilang
kejang otot dan lainnya. Hampir semua bagian buah pala mengandung senyawa
kimia yang bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya dapat membantu mengobati
masuk angin, insomnia (gangguan susah tidur), bersifat stomakik (memperlancar
pencernaan dan meningkatkan selera makan), karminatif (memperlancar buang
angin), antiemetik (mengatasi rasa mual mau muntah), nyeri haid serta rematik.
B. Manisan Buah
Manisan merupakan salah satu bentuk pengolahan pangan yang banyak
disukai masyarakat. Rasanya yang manis bercampur rasa khas buah sangat cocok
untuk dinikmati dalam berbagai kesempatan. Manisan buah adalah buah yang
diawetkan dengan gula. Pemberian gula dengan kadar yang tinggi pada manisan
buah, selain untuk memberikan rasa manis, juga untuk mencegah tumbuhnya
mikroorganisme (jamur, kapang). Dalam proses pembuatan manisan buah ini juga
digunakan air garam dan air kapur untuk mempertahankan tekstur serta
menghilangkan rasa getir yang terdapat pada buah (Hasbullah, 2001). Ada 2
macam pengolahan manisan buah, termasuk manisan buah pala, yakni buah pala
basah dan buah pala kering. Manisan buah pala basah diperoleh dari penirisan
buah dari larutan gula, sedangkan manisan pala kering diperoleh dari manisan pala
basah yang dikeringkan (Hasbullah, 2001).
Pembuatan manisan terjadi melalui peresapan gula secara perlahan-lahan ke
dalam buah sampai konsentrasi gula cukup tinggi untuk mencegah kerusakan.
Proses yang terjadi harus berjalan dengan baik agar buah tidak terlalu lunak atau
terlalu keras, selain itu jangan sampai buah menjadi mengkerut. Pendidihan ulang
dan perendaman didalam larutan gula dengan konsentrasi gula yang tinggi akan
menyempurnakan hasil yang diinginkan.
Dalam pembuatan manisan, sirup gula dapat mengurangi oksidasi dengan
melapisi bagian luar kulit buah sehingga akan mencegah hubungan buah dengan
oksigen luar. Larutan juga memberikan rasa manis dan dapat digunakan sebagai
pengawet makanan pada konsentrasi kurang dari 65% karena dapat mencegah
pertumbuhan bakteri, khamir, dan kapang, dimana gula akan menyebabkan
3
dehidrasi sel mikroba, sehingga akan mengalami plasmolisis dan mikroba
terhambat perkembangbiakannya (Nurdjanah, 2007).
Manisan pada umumnya dibedakan atas manisan buah basah dan manisan
buah kering. Perbedaan kedua macam manisan tersebut terletak pada cara
pengolahannya, daya awetnya, dan hasil jadinya. Manisan basah adalah manisan
buah yang biasanya dikemas bersama sirup gula atau dilumuri larutan gula pekat
bekas perendamannya. Sedangkan manisan kering adalah manisan yang setelah
direndam dalam air gula pekat kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari atau
menggunakan alat pengering buatan (Murniati, 2007).
Manisan kering memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan manisan
basah. Kadar air manisan kering lebih rendah tetapi kadar gulanya lebih tinggi.
Tetapi dari segi penampakan manisan basah lebih menarik jika dibandingkan
dengan manisan kering dan semi basah, karena biasanya manisan basah bentuk
asli dari buah atau sayur yang diolah hampir sama dengan aslinya (Fatah dan
Yusuf, 2004).
Kualitas produk olahan buah berupa manisan, baik manisan basah atau
manisan kering, sangat menentukan laku tidaknya produk olahan tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas manisan adalah penampilan (warna
dan keseragaman bentuk dan ukuran), cita rasa dan aroma, daya tahan, kandungan
unsir gizi dan kalori, higienitas, dan hasil rendeman olahan pengolahan yang
diperoleh (Fatah dan Yusuf, 2004).
Menurut Nurdjanah (2007) bahan baku untuk pembuatan manisan pala adalah
buah pala segar. Buah pala untuk manisan pala kering dipilih yang berukuran
sedang dan besar agar mudah dibentuk. Buah pala yang berukuran kecil sebaiknya
digunakan untuk manisan pala basah. Manisan pala kering lebih tahan lama
dibandingkan manisan pala basah. Sisa gula yang digunakan dalam proses
pembuatan manisan pala kering dapat dimanfaatkan untuk membuat manisan pala
basah.
Pembuatan manisan pala selengkapnya adalah sebagai berikut: Mula-mula
pala direndam dalam larutan garam.1,5% dengan perbandingan 2:1 (b/v), dua
bagian buah pala utuh direndam dalam 1 bagian larutan garam selama 1-2 malam.
Selanjutnya diangkat dan tiriskan. Perendaman dalam larutan garam dimaksudkan
supaya daging buah pala tidak mengalami pecoklatan pada saat dikupas. Setelah
dikupas buah pala dibelah dan dibentuk, direndam dalam larutan natrium

4
metabisulfit konsentrasi 2000-3000 ppm (0,2-0,3%) selama satu malam. Angkat,
tiriskan dan rendam kembali dalam larutan gula encer selama satu malam.
Selanjutnya angkat kembali daging buah pala, tiriskan, letakkan dalam nampan
plastik dan ditaburi gula pasir sambil diaduk dengan merata. Pada tahapan ini
untuk memperindah penampakan daging buah pala dapat diberi pewarna makanan.
Diamkan beberapa saat sampai gula meresap ke dalam daging buah pala. Daging
buah pala yang telah diaduk dengan larutan gula dipindahkan ke wadah anyaman
bambu, dan di bawahnya siapkan wadah ember plastik untuk menampung cairan
gula yang menetes. Daging buah pala yang sudah menyerap gula terlihat bening
selanjutnya ditaburi lagi dengan gula pasir, dan siap dikeringkan untuk
mendapatkan manisan pala kering. Untuk manisan pala basah tidak perlu
dikeringkan dan siap dikemas.
C. Gula Pasir (Sukrosa)
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat
yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya
digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh berasal dari tebu atau
bit yang mengalami proses pemurnian sampai kadar sakarosa 99,3% (Buckle et
al, 1987).
Sukrosa (gula pasir) dengan rumus kimia C 12H22O11, memiliki berat molekul
342,30 dengan komposisi C 42,10%, H 6,48%, dan O 51,42%. Sukrosa termasuk
golongan oligosakarida yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa.
Sukrosa mempunyai sifat dapat terhidrolisis dalam suasana asam, mudah larut
dalam air, titik lebur 160 °C pada 1 atm, dan dalam keadaan murni berwarna
putih. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk
kristal halus maupun kasar serta dalam jumlah banyak dalam bentuk cairan
sukrosa (Winarno, 2004).
Menurut Buckle et al (1987), beberapa jenis gula yang ada mempunyai ukuran
partikel maupun kemurnian yang beraneka ragam, jadi gula biasa yang
mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi terdapat dalam ukuran kristal normal,
untuk gula ukuran menengah (gula kastor atau gula halus yang lembut) biasanya
mengandung seperti pati, yang ditambahkan untuk mencegah terjadinya
pengerasan. Gula banyak digunakan dalam pengawetan produk makanan. Sukrosa,
glukosa, dan madu semuanya dapat dipakai dalam berbagai teknik pengawetan

5
bahan pangan. Daya larut yang tinggi dari gula merupakan salah satu sifat gula
yang dipakai dalam pengawetan bahan pangan.
Penambahan gula sangat diperlukan untuk memperoleh tekstur dan
penampakan yang ideal. Kekurangan gula akan membentuk gel yang kurang kuat
pada semua tingkat keasaman. Selain itu, gula pada konsentrasi tinggi dapat
mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Suryani dkk, 2004).
Menurut Winarno (2004), sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran
penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan
dan kelapa kopyor.
Sukrosa berfungsi sebagai pemanis, memperbaiki konsistensi, juga bersifat
mengawetkan karena gula mampu mengikat air. Gula terlibat dalam pengawetan
dan pembuatan aneka ragam produk-produk makanan. Produk-produk pangan
berkadar gula tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok
mikroorganisme yang relatif mudah rusak oleh panas atau dihambat oleh hal-hal
lain (Buckle et al., 1987).
Sukrosa dalam makanan berfungsi sebagai pemanis, pembentuk tekstur,
pembentuk cita rasa dan sebagai substrat bagi proses fermentasi. Sebagai pemanis
sukrosa dapat meningkatkan penerimaan suatu makanan yaitu dengan menutupi
cita rasa yang tidak enak. Selain itu sukrosa juga memperkuat cita rasa pada
makanan karena menyeimbangkan rasa pahit, asam, dan asin. Sebagai pengawet
sukrosa mampu menurunkan nilai keseimbangan relatif dan meningkatkan tekanan
osmosis dengan cara mengikat air bebas yang ada sehingga tidak dapat digunakan
oleh mikroba pembusuk. Pada konsentrasi 30% sukrosa dapat menghambat
aktivitas enzim akrobat oksidase dan konsentrasi pada 50% akan menghambat
enzim katalase (Winarno, 2004).

6
III. PROSES PEMBUATAN MANISAN PALA

A. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan manisan pala adalah daging
buah pala, gula pasir, garam dan air.
Alat-alat yang digunakan adalah loyang plastik, saringan plastik, tirisan
plastik, pisau stainless steel, kotak plastik persegi panjang, timbangan, mangkuk
ukur dan kemasan plastik.

B. Prosedur Kerja
1. Buah pala dikupas, dicuci, dibelah dua, dikeluarkan bijinya, dipotong-potong
atau dibentuk sesuai selera (bentuk bunga, kipas, dan lain-lain), kemudian
direndam dalam larutan garam 1% selama satu malam.
2. Angkat daging buah pala dan tiriskan.
3. Timbang daging buah pala dan gula pasir dengan perbandingan 1 : 1 (b/b),
atau 1000 gr : 1000 gr.
4. Atur daging buah pala dalam kotak plastik, kemudian ditaburi gula pasir 10%
(100 gr). Diamkan selama satu malam. Kemudian cairan (campuran air buah
dan gula) yang keluar dari daging buah pala dipisahkan dengan cara
ditiriskan, ditampung dan disimpan dalam wadah bersih.
5. Taburi lagi gula pasir 30% (300 gr) pada daging buah pala, dan diamkan lagi
selama satu malam. Pisahkan lagi larutan/cairan yang terbentuk dengan
daging buah pala.
6. Prosedur no. 5 dilakukan lagi dua kali sampai semua gula habis ditaburkan
ke daging buah pala.
7. Manisan pala basah siap dikemas dalam kantong plastik tara pangan.
8. Untuk manisan pala kering, manisan pala basah ditiriskan, diatur pada baki
plastik, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 55 °C selama ± 12

7
jam (sampai agak kering) kemudian ditaburi gula pasir, dan pengeringan
dilanjutkan sampai ± 24 jam.
9. Manisan pala kering siap dikemas dalam kantong plastik tara pangan.
10. Larutan gula hasil samping dari manisan pala dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan sirup/juice pala atau sirup/juice buah-buahan lainnya.

IV. HASIL KAJIAN PEMBUATAN MANISAN PALA

Hal-hal yang mempengaruhi mutu manisan pala adalah:


1. Preparasi bahan baku buah pala:
Selesai dikupas daging buah pala harus langsung direndam dalam air untuk
mencegah proses pencoklatan yang akan mempengaruhi warna dan penampakan
dari manisan pala yang dihasilkan.
Pembentukan warna coklat disebabkan karena terjadinya oksidasi senyawa-
senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase yang
membentuk quinon, yang kemudian berpolimerasi membentuk melanin (pigmen
berwarna coklat).
2. Perendaman dalam larutan garam 1%:
Garam berfungsi untuk menghilangkan getah yang ada dalam daging buah, dan
menghilangkan rasa sepat/getir.
3. Cara pemberian gula:
Ada dua macam cara pemberian gula untuk mendapatkan manisan pala yang
berkualitas. Umumnya yang biasa dilakukan adalah dengan cara perendaman
daging buah pala dalam larutan gula secara bertahap mulai dari konsentrasi
larutan gula encer sampai konsentrasi larutan gula pekat.
Dalam tulisan ini yang dilakukan adalah cara pemberian gula dengan cara
penaburan gula sebanyak 4 kali dimulai dengan jumlah gula yang kecil.
Penaburan gula secara bertahap mulai dari konsentrasi kecil menyebabkan air
yang ada dalam daging buah secara optimal akan ditarik keluar dari bahan
digantikan oleh gula. Dengan demikian produk akan menjadi awet, tekstur
manisan akan mudah digigit, warna dan penampakan manisan agak
bening/transparan dan menarik.

8
Cara pemberian gula dengan cara penaburan lebih praktis, memerlukan energi
yang lebih sedikit karena tidak menggunakan bahan bakar (tidak ada pemasakan
larutan gula), dan menghasilkan manisan pala yang bermutu dengan
penampakan, tekstur dan rasa yang tidak berbeda dengan manisan pala yang
dibuat dengan cara perendaman dalam larutan gula.
4. Jumlah gula:
Jumlah gula yang digunakan minimal sebanding dengan jumlah daging buah
pala (1 :1), untuk mendapatkan kadar gula manisan buah yang memenuhi syarat
mutu, dengan rasa, penampakan dan tekstur yang disukai konsumen.
5. Daya simpan:
Manisan pala basah dengan kadar gula minimal 25% bisa disimpan selama satu
bulan pada suhu ruang dan selama tiga bulan di suhu dingin (refrigerator).
Sedangkan manisan pala kering memiliki daya simpan ± satu tahun.

9
V. PENUTUP

Salah satu upaya pemanfaatan daging buah pala adalah pembuatan manisan
pala. Untuk mendapatkan manisan pala yang berkualitas dan lebih mudah/praktis
dibutuhkan pengetahuan/pedoman tentang cara pengolahan manisan pala.
Pembuatan manisan pala dengan cara penaburan gula ke daging buah pala secara
bertahap mulai dari konsentrasi gula yang kecil merupakan salah satu cara
pembuatan manisan pala yang lebih praktis/mudah dilakukan dengan hasil produk
yang bermutu.
Larutan gula hasil samping dari manisan pala dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan sirup/juice pala atau sirup/juice buah-buahan lainnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Buckle K. A., R.A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan
(Terjemahan). Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Fatah, M. A., dan B. Yusuf. 2004. Membuat Aneka Manisan Buah. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. Dewan
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat.

Murniati E. 2007. Membuat Manisan Buah. Surabaya Intellectual Club.

Nurdjannah, N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Balai Besar Penelitian dan


Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Rismunandar. 1990. Budidaya dan Tataniaga Pala. Jakarta: Penebar Swadaya.

SNI 01-4443-1998. Manisan Pala. Badan Standardisasi Nasional.

Suryani, A., Hambali, E., dan Rivai M. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar
Swadya. Jakarta.

Sutomo, B. 2006. Buah Pala, mengobati gangguan insomnia, mual dan masuk angin.
http://budiboga.blogspot.co.id/2006/05/buah-pala-mengobati-ganguan-
insomnia.html

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai