Anda di halaman 1dari 2

Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam

Islam sebagai salah satu agama samawi tentu memiliki sumber-sumber ajaran yang diakui oleh seluruh
penganutnya. Sumber-sumber ajaran tersebut adalah Al-Qur’an dan juga Hadis secara berurutan.
Penetapan kedua hal tersebut berikut dengan urutannya tentu dinisbatkan kepada apa yang
disampaikan oleh Rasulullah saw. sendiri.

Sebagai contoh, dapat kita temukan hadis mengenai peristiwa saat Rasulullah hendak mengutus sahabat
Muadz bin Jabal sebagai hakim atau qodi di Mesir. Dalam peristiwa tersebut Rasulullah menanyakan
pada Muaz mengenai apa yang ia jadikan sebagai dasar dalam menghukumi sesuatu yang kemudian
dijawabnya Al-Qur’an, dan Hadis serta ia akan ber-ijtihad jika tidak menemukannya di dalam Al-Qur’an
maupun Hadis. Peristiwa tersebut pada dasarnya menunjukkan afirmasi dari Rasulullah saw. dalam
penggunaan Al-Qur’an dan kemudian Hadis sebagai sumber ajaran. Peristiwa ini juga diperkuat dengan
wasiat nabi kepada umat islam untuk tidak melepaskan diri dari Al-Qur’an dan Hadis.

Kedua sumber ajaran utama agama islam terdiri dalam sebuah urutan yang menunjukkan kekuatan
posisi dari satu sumber atas sumber lainnya. Al-Qur’an memiliki kekuatan atau tingkatan yang lebih
tinggi atas Hadis sebagai sumber ajaran. Pembahasan dan persepsi mengenai Al-Qur’an dalam konteks
sumber ajaran-pun sudah lengkap dan mungkin hampir tidak terdapat lagi perdebatan mengenai topik
ini.

Berbeda dengan Al-Qur’an, Hadis sebagai sumber hukum dipandang dengan persepsi dan pemahaman
yang berbeda-beda. Secara etimologis Hadis memiliki makna berupa berita dan baru (khabar dan jadiid).
Sedangkan secara terminologis, ahli hadis mendefinisikan hadis sebagai sesuatu yang disandarkan pada
Rasulullah saw. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir (ketetapan). Namun, di sisi lain ulama
fikih memberi batasan tersendiri hanya pada hal-hal yang bersangkutan hukum.

Pembatasan yang demikian memiliki implikasi yang cukup besarm. Dengan demikian, maka hadis-hadis
atau berita-berita mengenai perkataan dan perbuatan Rasulullah yang tidak berkaitan dengan hukum
bukanlah Hadis. Pemahaman mengenai perbedaan persepsi yang demikian jika tidak disampaikan
dengan baik tentu dapat menimbulkan gesekan-gesekan tertentu bagi orang awam.
Kemudian, terdapat persepsi-persepsi dan pemahaman yang beririsan pula mengenai Hadis, Sunnah,
Atsar, dan Khabar. Perbedaan persepsi antara 4 hal berikut merupakan sesuatu yang cukup menarik
untuk dibahas, dan juga merupakan bukti mengenai kayanya khazanah keilmuan agama islam.

Antara Hadis dan Sunnah, terdapat perbedaan signifikan di antara keduanya, walaupun seringkali dua
istilah tersebut dianggap sama. Pertama ialah secara etimologis Sunnah berarti jalan yang dilalui,
perilaku, dan juga dapat dimaknai sebagai tradisi. Kemudian Sunnah memiliki ruang lingkup yang lebih
luas, yaitu mencakup sifat-sifat nabi yang mencakup sebelum masa kenabian hingga Nabi wafat.
Pemahaman tersebut ialah pemahaman jumhur ulama hadis.

Ulama ushul dan ulama fikih memiliki persepsi yang berlainan terkait Sunnah. Ulama ushul
mendefinisikan Sunnah dengan rumusan yang berkaitan dengan fungsi Rasulullah sebagai penetap
perundang-undangan terhadap manusia di luar Al-Qur’an. Ulama Fikih di lain sisi mendefinisikan Sunnah
sebagai segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah saw. Berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir
berupa ketetapan dalam bentuk hukum taklif yang bukan wajib. Ulama Fikih mendefinisikan Sunnah
sebagai bentuk hukum dalam ibadah.

Selain persepsi antara Hadis dan Sunnah, terdapat juga beberapa bentuk pemahaman terkait Hadis,
Khabar dan juga Atsar. Terdapat ulama yang menyamakan antara Hadis, Sunnah, dan Khabar serta
Hadis, Sunnah, dan Atsar. Namun kemudian terdapat pula ulama yang membedakan, bahwa Khabar itu
terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Khabar yang datang dari Nabi dan Khabar yang datang dari selain Nabi.
Sama halnya dengan Khabar, Atsar dipahami sebagian ulama sebagai sesuatu yang disandarkan pada
Sahabat dan Tabi’in saja.

Perbedaan-perbedaan yang demikian tentu dapat menimbulkan kebingungan dan perbedaan persepsi.
Satu hal penting yang dapat disadari dari hadirnya perbedaan-perbedaan tersebut ialah bahwa
semangat untuk menimba ilmu harus terus diperbarui guna meningkatkan pemahaman dan
memperluas persepsi untuk mencapai lingkar pandang dalam memahami agama islam sebagai sebuah
agama yang utuh.

Anda mungkin juga menyukai