Anda di halaman 1dari 15

SAMPUL UJIAN TENGAH

SEMESTER PEMBELAJARAN
JARAK JAUH SEMESTER GENAP
2022/2023

Nama : Fatiah

NIM : 106219054

Mata Kuliah : DK Eurasia

Dosen Pengampu : Dr. Ian Montratama, M.Si (Han)

Judul/Topik Tugas : UTS “Peran suplai energi pada geopolitik Eurasia”

Pernyataan:
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya adalah benar
mahasiswa Universitas Pertamina yang berhak mengikuti Ujian Jarak Jauh mata
kuliah (DK EURASIA). Saya berjanji tidak bekerja sama dengan orang lain
dalam bentuk apapun selama pengerjaan ujian dan menaati peraturan etik yang
berlaku di Universitas Pertamina.
Kecuali pada bagian yang sengaja dikutip, seluruh tugas tulisan ini merupakan
buah dari karya dan pemikiran saya sendiri. Tugas ini belum pernah sekalipun
dikumpulkan pada perkuliahan lain. Seandainya ditemukan adanya penjiplakan
pada tulisan ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku.

Ditandatangani oleh: Fatiah Tanggal: 27 April 2022


UNIVERSITAS PERTAMINA
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Jl. Teuku Nyak Arief, Kawasan Simprug, Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan 12220, Telp + 62-21-722-3029
www.universitaspertamina.ac.id
Kepentingan Geopolitik Energi Rusia di Kawasan Baltik

Fatiah

Hubungan Internasional, Fakultas Komunikasi dan Diplomasi, Universitas Pertamina, Jl. Teuku Nyak Arief,
RT.7/RT.8, Simprug, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 12220,
Indonesia.

E-mail: fatiahtri2208@gmail.com

Abstract

The geopolitical interpretation of the placement of the Baltic States in the international system shows that their
role is quite complicated. The Baltic States are in a area surrounded by major geopolitical collisions. At the
same time, the eastern Baltic sub-region is where the fundamental confrontation of world powers can take
place. Thus, the eastern Baltic Sea sub-region is a "theatre" for both maritime and continental powers. The state
of the Baltic states was a consequence of the great power geopolitical codes that tilted them towards the balance
of power.The Baltic region was seen as important to Russia as the continental powers built up their fleets, sought
naval supremacy and needed a defensive zone around their new capital, Saint Petersburg. It has often been said
in recent times that the Baltic region has become a high priority in Russian geopolitical thinking in Europe.
Russia's interests in the territory of the Baltic States are primarily economic. The basic geopolitical interest of
Russia is the region as a transit zone for regional traffic as an access channel to the sea.

Keywords: Baltic Region, Russia, EU, Geopolitics, Energy

Abstrak

Penafsiran geopolitik posisi negara-negara Baltik dalam sistem internasional menunjukkan bahwa posisinya
agak rumit. Negara-negara Baltik terletak di wilayah yang dielakkan oleh tabrakan geopolitik utama. Pada saat
yang sama, sub-kawasan Baltik Timur adalah tempat di mana konfrontasi fundamental dari kekuatan global
dapat dilakukan. Oleh karena itu, subkawasan Baltik Timur adalah 'teater' baik untuk kekuatan maritim maupun
kontinental. Kondisi negara-negara Baltik merupakan konsekuensi dari kode geopolitik negara-negara besar,
yang membuat mereka cenderung pada perimbangan kekuatan. Wilayah Baltik dianggap penting bagi Rusia,
karena kekuatan kontinental yang membangun armadanya, mencari supremasi angkatan laut, dan membutuhkan
zona pertahanan di sekitar ibu kota barunya, St Petersburg. Belakangan ini, sering dikatakan bahwa kawasan
Baltik telah menjadi prioritas tinggi dalam pemikiran geopolitik Rusia di Eropa. Kepentingan Rusia di wilayah
negara-negara Baltik terutama adalah ekonomi. Kepentingan geopolitik dasar Rusia adalah wilayah sebagai
daerah transit transportasi wilayah sebagai saluran yang menyediakan akses ke laut.

Kata Kunci: Kawasan Baltik, Rusia, EU, Geopolitik, Energi


1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakan

Federasi Rusia memiliki salah satu cadangan energi terbesar di dunia dan
merupakan salah satu produsen dan pengekspor energi terkemuka. Peran yang
dimainkan Rusia dalam sistem global energi dan pasar energi telah membentuk
kebijakan luar negeri Rusia sejak akhir Perang Dingin. Setelah runtuhnya Uni Soviet
pada tahun 1991, Federasi Rusia mengalami pukulan besar. Pecahnya Uni Soviet
menjadi negara-negara merdeka yang disertai dengan krisis ekonomi, sosial dan
politik melemahkan posisi Rusia sebagai kekuatan besar dalam sistem internasional.
Setelah masa-masa sulit di bawah kepresidenan Gorbachev dan Yeltsin, era Putin
berarti kebangkitan kekuatan Rusia.
Setelah bubarnya Uni Soviet dan Pakta Warsawa, garis pertahanan barat Uni
Soviet/Rusia ditarik 700-1000 kilometer ke arah timur. Perbatasan Rusia di barat
antara Teluk Finlandia dan Laut Hitam sekarang membentang kira-kira di sepanjang
garis yang sama seperti pada akhir abad keenam belas. Wilayah Baltik saat itu berada
di bawah kekuasaan Polandia dan Swedia. Rusia menguasai seluruh garis pantai
Baltik sampai ke Riga pada tahun 1721, pada masa pemerintahan Peter Agung, dan
menyerap Lituania Baltik pada tahun 1795 (di bawah Catherine).
Pada masa itu, wilayah Baltik penting bagi Rusia, kekuatan kontinental yang
membangun armadanya, mencari supremasi angkatan laut, dan membutuhkan zona
pertahanan di sekitar ibu kota barunya, St Petersburg. Belakangan ini juga, sering
dikatakan bahwa kawasan Baltik telah menjadi prioritas tinggi dalam pemikiran
geopolitik Rusia/Soviet di Eropa. Pada 1990-an, hubungan antara negara bagian di
dalam dan sekitar kawasan Baltik akan memiliki implikasi yang semakin besar bagi
keamanan Eropa. Perubahan geopolitik di wilayah negara-negara Baltik juga
berdampak pada wilayah yang berdekatan, termasuk Denmark, Jerman, Finlandia,
Polandia, Rusia, dan Swedia. Implikasi dari keputusan NATO tentang perluasan harus
dipertimbangkan dengan hati-hati. Baru-baru ini menjadi jelas bahwa negara-negara
Baltik tidak akan menjadi salah satu anggota baru pertama Aliansi, bertentangan
dengan keinginan mereka sendiri. Ada ketakutan di antara negara-negara ini bahwa
mereka akan dibiarkan di zona abu-abu, terkena tekanan Rusia. Jika diabaikan,
masalah keamanan Baltik mungkin memiliki efek yang tidak menguntungkan pada
stabilitas Eropa Tengah Timur, serta di kawasan Nordik. Oleh karena itu, keputusan
NATO tentang perluasan perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip keamanan negara-
negara Baltik.
Dalam tulisan ini, Geopolitik berarti politik, dipertimbangkan dalam kerangka
geografis. Geopolitik juga merupakan studi tentang fenomena politik dalam hubungan
spasialnya dan dalam hubungannya dengan tanah serta faktor-faktor budaya yang
merupakan pokok bahasan geografi manusia. Dalam praktik politik, geopolitik adalah
sudut pandang visi yang mempertimbangkan hubungan antara geografi dan politik di
berbagai bidang, seperti kebijakan luar negeri, kebijakan perdagangan, ekonomi,
kebijakan militer/pertahanan/keamanan, energi, dll. Kepentingan geopolitik adalah
kepentingan politik di mana hubungan tersebut hubungan antara geografi dan isu-isu
politik merupakan faktor penentu. Kepentingan geopolitik dapat diidentifikasi dalam
berbagai bidang politik: misalnya, dalam kebijakan luar negeri, kebijakan
perdagangan, kebijakan ekonomi, kebijakan militer/pertahanan/keamanan, energi,
dll. Makalah ini tidak hanya menganalisis kepentingan geopolitik dasar, tetapi juga
faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi kepentingan geopolitik dan/atau
dapat digunakan sebagai sarana untuk mengejar kepentingan geopolitik.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana kepentingan geopolitik Rusia di kawasan Baltik?

1.3. Maksud dan Tujuan

1. Maksud dan tujuan dalam penulisan paper ini adalah untuk mengkaji bagaimana
kepentingan geopolitik Rusia di kawasan Baltik?
2. Menjelaskan faktor yang memengaruhi kepentingan geopolitik Rusia di kawasan
Baltik?
1.4. Kegunaan Penelitian

1. Pembaca akan memperoleh ilmu terkait bagaimana kepentingan geopolitik Rusia di


kawasan Baltik?
2. Sebagai bahan referensi baru dalam melihat bagaimana bagaimana kepentingan
geopolitik Rusia di kawasan Baltik?
3. Untuk memenuhi salah satu komponen nilai mata kuliah Dinamika Kawasan
Eurasia

2. Kajian Pustaka

Penulis menggunakan beberapa kajian pustaka sebagai bahan pembanding


untuk membantu penulis dalam mengkaji topik tentang “Kepentingan Geopolitik
Energi Rusia di Kawasan Baltik”

Artikel jurnal pertama yang digunakan sebagai bahan pembanding adalah


sebuah karya penulis dari Chikitta Carnelian, Daru Purnomo, dan Adrianus Bintang
HN yang berjudul Strategi Energi Vladimir Putin Dalam Mempertahankan
Dominasi Rusia Di Negara-Negara Baltik. Fokus dari penelitian ini adalah Rusia
mencoba untuk mengambil kendali lagi ke negara-negara Baltik yang merupakan satu-
satunya negara pasca-Soviet yang bergabung dengan UE. Keanggotaan Baltik di UE
dan NATO mengarah pada keterikatan langsung perbatasan UE-Rusia yang
mengancam keamanan wilayah Rusia dan kepentingan nasional Rusia lainnya.
Memanfaatkan perkembangan industri energi gas alamnya, Rusia berusaha
memulihkan pengaruhnya di Baltik menggunakan strategi besar berbasis gas baik
sebagai sumber daya alam maupun sarana ekonomi.

Persamaan yang dimiliki antara topik penelitian penulis dan jurnal tersebut
terletak pada pembahasan mengenai keinginan Rusia untuk tetap mempertahankan
pengaruhnya di kawasan Baltik. Mengingat bahwa Baltik satu-satunya bekas pecahan
Uni Soviet yang bergabung ke UE. Namun, terdapat perbedaan antara topik penelitian
penulis dan jurnal tersebut terletak pada teori yang digunakan pada jurnal ini. Jurnal
ini menggunakan teori Analisis Kebijakan Luar Negeri sedangkan penulis
menggunakan konsep geopolitik.

Artikel jurnal kedua yang digunanakan sebagai bahan pembanding adalah


sebuah karya tulis dari Garashova Sabina yang berjudul Position Of The Baltic States
In The Modern System Of International Relations And Geopolitical Imperatives.
Fokus dari penelitian ini membahas tentang posisi negara-negara Baltik dalam sistem
hubungan internasional modern dapat dianggap cukup rumit. Dengan demikian,
Lituania, Latvia, dan Estonia terletak di wilayah di mana negara-negara tersebut
terlibat dalam bentrokan geopolitik yang serius. Negara-negara Baltik, yang telah
memperoleh kemerdekaannya di ambang runtuhnya Uni Soviet, telah berhasil
berintegrasi dengan sukses dan komprehensif ke Eropa Barat.

Persamaan yang dimiliki antara topik penelitian penulis dan jurnal tersebut
terletak pada pembahasan mengenai bagaimana negara-negara baltik berhasil
berintegerasi dan bergabung ke EU, meskipun mereka adalah bekas pecahan Uni
Soviet. Namun, terdapat perbedaan antara jurnal yang berjudul Position Of The Baltic
States In The Modern System Of International Relations And Geopolitical
Imperatives dan topik penelitian penulis adalah terletak pada teori yang digunakan.
Teori atau konsep yang digunakan pada topik penelitian penulis adalah geopolitik
sedangkan jurnal ini tidak mencantumkan terkait teori atau konsep yang digunakan
untuk meneliti topik tersebut.

Artikel jurnal ketiga yang digunanakan sebagai bahan pembanding adalah


sebuah karya tulis dari Egidijus Vareikis yang berjudul On the Road to the Second
Century: The Geopolitical Future of the Baltic States in the Visions of Politicians
and Political Scientists. Fokus dari penelitian ini membahas terkait bagaimana pada
tahun 1918 negara-negara Baltik menghabiskan seratus tahun pertama kemerdekaan
mereka sebagai negara-negara kecil, terisolasi, dengan pertahanan yang buruk yang
berusaha untuk mengembangkan identitas nasional mereka. Secara geopolitik, mereka
memiliki sedikit pengaruh terhadap lingkungan mereka, melainkan merupakan
wilayah kepentingan geopolitik negara-negara lain. Visi geopolitik abad ke-21
menggambarkan mereka sebagai bagian dari ruang Euro-Atlantik yang terintegrasi
dengan potensi yang baik untuk menjadi anggota pusat kekuasaan yang saat ini mulai
terbentuk di Eropa Tengah atau memberikan perbatasan Eropa Barat yang kuat di
samping melemahnya Rusia. Abad ke-21 akan menjadi usia kepemimpinan AS,
menempatkan negara-negara Baltik, sebagai sekutu AS, dalam posisi yang lebih aman
daripada di abad terakhir.

Persamaan yang dimiliki antara topik penelitian penulis dan jurnal tersebut
terletak pada pembahasan mengenai bagaimana situasi geopolitik kawasan Baltik, dan
negara-negara bagian yang ada di dalamnya, dapat dinilai berdasarkan teori-teori
geopolitik. Namun terdapat perbedaan antara jurnal yang berjudul “On the Road to
the Second Century: The Geopolitical Future of the Baltic States in the Visions of
Politicians and Political Scientists” dan topik penelitian penulis adalah terletak pada
teori yang digunakan. Penelitian dari Egidijus Vareikis menggunakan 1 konsep dan
1teori untuk menganalisa topik penelitian tersebut, sedangkan penulis hanya
menggunakan konsep geopolitik untuk menganalisa topik penelitian penulis.

3. Metode Penelitian dan Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk memanfaatkan metode penelitian


penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu bentuk tindakan
sosial yang menekankan pada cara orang menafsirkan, dan memahami pengalaman
mereka untuk memahami realitas sosial individu. Itu membuat penggunaan
wawancara, buku harian, jurnal, observasi kelas dan imersi dan angket terbuka untuk
memperoleh, menganalisis, dan menginterpretasikan data analisis isi materi visual dan
tekstual, dan sejarah lisan. Ini eksploratif, dan berusaha menjelaskan 'bagaimana' dan
'mengapa' fenomena sosial tertentu, atau program, beroperasi seperti yang
dilakukannya dalam konteks tertentu. Ini mencoba membantu kita untuk memahami
dunia sosial tempat kita hidup, dan mengapa segala sesuatunya seperti itu. Penelitian
kualitatif terdiri dari metode berikut: logika, etnografi, analisis wacana, studi kasus,
wawancara terbuka, observasi partisipan, konseling, terapi, grounded theory, biografi,
metode komparatif, introspeksi, kasuistis, kelompok fokus, kritik sastra, praktik
meditasi , penelitian sejarah, dll. Data penelitian diambil berdasarkan Document
Based Research dengan menggunakan data sekunder yang meliputi artikel jurnal,
surat kabar, majalah, dan buku-buku dengan topik terkait dan memiliki validitas yang
tinggi.

Selain itu, penulis menggunakan konsep geopolitik untuk menjelaskan


bagaimana geopolitik energi Rusia di kawasan Baltik. Geopolitik adalah tentang
analisis pengaruh geografis pada hubungan kekuasaan dalam hubungan internasional.
Istilah 'geopolitik' (Geopolitik) pertama kali diciptakan pada tahun 1899 oleh Rudolf
Kjellen, seorang ilmuwan dan politisi Swedia. Dalam pandangan Kjellen, negara
adalah organik dan berkembang, dan sejarah bukan hanya kekacauan peristiwa
kebetulan, tetapi dipengaruhi oleh aturan geopolitik. Darwinisme dalam geopolitik
Kjellen dibangun di atas asumsi bahwa kekuatan suatu negara ditentukan oleh
pertumbuhan teritorialnya; negara yang lebih lemah akan digantikan oleh yang lebih
kuat.

Ahli geopolitik paling terkenal di awal geopolitik adalah Sir Halford


Mackinder, yang dalam The Geographical Pivot of History menyatakan bahwa
kekuatan laut tradisional, seperti Kerajaan Inggris, terancam oleh kekuatan darat yang
baru muncul; yang terakhir, melalui pengembangan transportasi modern seperti kereta
api, mungkin dapat mengendalikan lebih banyak sumber daya dan memperluas
kekuasaan mereka. Kekuatan darat yang paling mengancam, menurut Mackinder,
adalah Rusia. Mackinder menyebut wilayah terkurung daratan di Eurasia tengah
sebagai 'Daerah Jantung' (juga disebut 'Area Pivot'), dan daratan Eurasia-Afrika
sebagai 'Pulau Dunia'. Dia percaya bahwa siapa pun yang menguasai daratan Eurasia
yang kaya sumber daya akan memperoleh kekuatan kekuatan politik dan membentuk
kembali politik dunia yang didominasi Barat.

Nicholas Spykman adalah seorang ilmuwan politik Amerika yang berpendapat


bahwa kekuatan geopolitik dari teori 'Heartland' Mackinder telah dilebih-lebihkan.
Sebagai gantinya, dia mengusulkan agar Rimland mungkin memiliki potensi kekuatan
yang lebih besar. The Rimland termasuk negara-negara Eropa Barat, Timur Tengah,
Asia Barat Daya, Cina dan Timur Jauh. Spykman mengkategorikan Rusia sebagai
kekuatan yang berorientasi darat dan Cina sebagai kekuatan laut dan kekuatan darat .
Dia memandang Rimland dari daratan Eurasia sebagai zona penyangga antara
kekuatan laut dan kekuatan darat, dan Siapa yang mengontrol Rimland menguasai
Eurasia; siapa yang menguasai Eurasia mengendalikan nasib dunia.

4. Pembahasan

4.1. Sejarah Baltik

Sepanjang sejarah modern sejak abad ketiga belas, Laut Baltik telah menjadi
wilayah konflik antara Timur dan Barat. Konflik tersebut berasal dari pertentangan
kepentingan ekonomi dan militer tidak hanya di antara negara-negara pesisir tetapi
juga di antara kekuatan eksternal. Secara geopolitik, sejarah Baltik selama lima ratus
tahun terakhir didominasi oleh persaingan antara dua tren geopolitik utama. Pertama,
kekuatan Baltik telah berusaha untuk menutup Selat Denmark dan menjadikan laut
Baltik menjadi mare clausum, laut tertutup, untuk meningkatkan pengaruhnya di
wilayah tersebut. Kedua, kekuatan angkatan laut Eropa Barat telah berusaha untuk
menjaga Selat Denmark tetap terbuka untuk membuat Baltik menjadi mare liberum,
laut bebas, untuk meningkatkan pengaruh. Tujuannya adalah untuk memastikan
kebebasan bergerak sendiri masuk dan keluar dari Laut Baltik dan menyangkal lawan.
Dari abad kedua belas hingga keenam belas, Swedia, Denmark, dan Liga Hanseatic
mendominasi lalu lintas di dalam Laut Baltik serta masuk dan keluar darinya. Kota-
kota Hanseatic berusaha membuat Laut Baltik menjadi mare clausum. Di penghujung
abad ke-15, Rusia menantang Liga Hanseatic, kepentingan Rusia yang bertepatan
dengan kepentingan Belanda untuk menjadikan Laut Baltik sebagai mare liberum,
kawasan perdagangan bebas. Belanda mempengaruhi situasi di Laut Baltik selama
abad ketujuh belas. Dengan merosotnya kekuatan Belanda dan bangkitnya kekuatan
laut Inggris, Inggris dan Rusia menjadi pesaing utama untuk menguasai akses ke Laut
Baltik. Sebuah mare liberum adalah kepentingan Inggris. Rusia, bagaimanapun,
mendirikan hegemoni di Baltik pada abad kedelapan belas dan melalui paruh pertama
abad kesembilan belas. Pada pertengahan abad kesembilan belas kepentingan Inggris
berkurang sebagai akibat dari industrialisasi dan pergeseran perhatian ke Afrika dan
Asia. Sekarang Jerman muncul sebagai kekuatan utama di wilayah tersebut hingga
akhir Perang Dunia I dan berusaha menjadikan Baltik sebagai mare clausum. Pada
periode antar perang, Jerman dan Uni Soviet, sebagai kekuatan mare clausum,
bersaing di wilayah tersebut, dan ketika kepentingan Inggris yang bangkit kembali
berkurang pada pertengahan tahun 1930-an, Jerman dan Rusia mendominasi wilayah
tersebut.
Sepanjang abad keenam belas, ketujuh belas dan kedelapan belas provinsi
Baltik merupakan medan pertempuran bagi Polandia, Swedia dan Rusia. Dalam
Perang Dunia I, wilayah Baltik merupakan medan pertempuran antara Rusia dan
Jerman, seperti halnya dalam Perang Dunia II setelah dua puluh dua tahun
kemerdekaan negara-negara Baltik pada tahun 1918-1940. Sudah sebelum zaman
modern, signifikansi geopolitik kawasan Baltik bersifat komersial, yang berasal dari
lokasinya di jalur air penting yang menghubungkan pusat-pusat Eropa melalui
jaringan sungai dengan Yunani dan Bizantium.
Pada abad-abad sebelumnya penaklukan provinsi Baltik telah menjadi kunci
untuk mendominasi Laut Baltik. Di bawah kekuasaan Rusia, kawasan Baltik berperan
sebagai pintu gerbang antara Rusia dan Eropa (khususnya Jerman), yang merupakan
salah satu tujuan Peter Is, baik dalam perdagangan maupun budaya. Pertimbangan
fiskal dominan dalam kebijakan luar negeri Peter. Akibatnya, dalam ekspansi Rusia
ke wilayah Baltik, "strategi komersial" lebih dominan, diikuti oleh strategi militer.
Hingga abad ke-20, pertimbangan ekonomi juga menjadi pertimbangan utama di
antara kepentingan kekuatan Barat di kawasan Baltik, karena kawasan tersebut
merupakan pintu gerbang ke pasar Rusia, jembatan antara Eropa dan Rusia. Daerah
Baltik memiliki peran dalam mendukung pelayaran, menyediakan perawatan untuk
kapal kayu bertenaga layar, tetapi peran itu menghilang dengan penggantian tenaga
layar dengan tenaga uap pada akhir abad kesembilan belas.

4.2. Kepentingan ekonomi rusia di wilayah negara baltik

Menurut analisis Konstantin Sorokin, kepentingan ekonomi Rusia di wilayah-


wilayah "near abroad" meliputi: (1) ketersediaan sumber energi dan bahan baku
mineral, (2) ketersediaan jalur transportasi dan kemampuan komunikasi, ( 3) akses ke
laut dan samudera, (4) sumber daya pertanian, (5) industri yang ada dan potensial, (6)
tenaga kerja, dan (7) kemungkinan penggunaan wilayah sebagai penyimpanan bahan
limbah. Selain itu, hubungan ekonomi antara negara-negara Baltik dan Rusia dapat
digunakan sebagai instrumen dalam mengejar kepentingan geopolitik. Rute
perdagangan dan pelabuhan laut telah menarik perhatian ekonomi Rusia ke kawasan
Baltik sepanjang sejarah.
Negara-negara Baltik miskin sumber daya alam, mineral, dan bahan mentah.
Sumber daya mineral terpenting Estonia adalah serpih minyak, fosfor, dan batu kapur.
Hutan menutupi sekitar 40 persen wilayah Estonia, tetapi kawasan hutan yang besar
dan signifikan secara industri langka: Cadangan gambut di Baltik cukup besar. Di
Estonia, mereka menutupi dua puluh persen wilayah. Endapan serpih terletak di
bagian timur laut Estonia dan membentang di atas Sungai Narva ke wilayah Federasi
Rusia. Delapan puluh persen dari serpih minyak yang digali digunakan untuk
menghasilkan listrik, dan itu mewakili 95 persen listrik yang dihasilkan di Estonia.
Produksi listrik mencapai puncaknya pada tahun 1979 sebesar 19,4 miliar kilowatt-
jam tetapi kemudian turun pada tahun 1980-an. Pada tahun 1996, Eesti Energa
mengekspor 1.1. miliar kilowatt-jam (dua belas persen dari outputnya) listrik, menjual
lebih dari setengahnya ke Latvia dan sisanya ke Rusia. Pasar Rusia, bagaimanapun,
dibatasi karena Estonia hanya menjual listrik yang dihasilkan dari minyak serpih
Rusia. Sumber daya serpih minyak yang dapat dieksploitasi diperkirakan mencukupi
selama tiga puluh tahun.
Latvia memiliki sangat sedikit sumber daya alam lainnya. Yang paling penting
adalah dolomit dan batu kapur, tetapi sumber daya dolomit hanya 22 persen dari
Estonia. Tanah dianggap sebagai sumber daya alam utama Latvia, karena
menyediakan bahan makanan dan kayu untuk ekspor dan meliputi pelabuhan bebas es
di Ventspils , Liepaja dan Riga. Lituania juga tidak memiliki sumber daya alam yang
melimpah. Ini memiliki sedikit deposit mineral, tetapi penggalian atau deposit bijih
belum ditemukan.183Pengeboran eksplorasi minyak dimulai pada awal 1950-an di
Latvia, Lituania dan wilayah Kaliningrad.184Minyak telah ditemukan di rak kontinen
luar Laut Baltik Lituania, Latvia dan Estonia. Namun, prospek produksi minyak
dianggap tidak jelas, dan kemungkinan negara-negara Baltik menjadi swasembada
minyak tampaknya samar. Lithuania, misalnya, berencana untuk mengeksploitasi 0,5
juta ton minyak pada tahun 2000.
Keberlanjutan Estonia dalam energi relatif tinggi. Sekitar 60 persen pasokan
energi didasarkan pada sumber daya nasional. Sisanya terutama berasal dari impor
migas dari Rusia. Keberlanjutan energi Latvia relatif rendah. Negara ini mengimpor
semua gas alam dan minyak dan setengah dari listriknya. Masalah Lituania adalah
bahan baku untuk produksi energi diimpor. Pembangkit listrik tenaga nuklir di
Ignalina menghasilkan 80 persen energi listrik negara itu. Sumber daya alam yang
langka dilengkapi dengan impor. Pada tahun 1995, misalnya, impor produk mineral,
produk industri kimia atau sejenisnya, dan logam tidak mulia dan barang dari logam
tidak mulia berjumlah 26,6. persen dari total impor Estonia, 39,3 persen Latvia, dan
42,2 persen Lituania. Dari ekonomi era Soviet, negara-negara Baltik mewarisi
ketergantungan yang cukup besar pada bahan mentah yang dipasok dari area CIS saat
ini.188Hampir semua sumber hidrokarbon energi diimpor dari Rusia.
Sumber daya alam yang langka di negara-negara Baltik memiliki kepentingan
geopolitik yang rendah bagi Rusia. Serpih minyak di Estonia timur laut dan deposit
minyak di landas Laut Baltik adalah sumber daya yang paling signifikan. Tidak
diragukan lagi, Rusia mungkin tertarik secara komersial di dalamnya, tetapi dalam
jangka panjang, hampir tidak ada kepentingan Federasi Rusia sebagai negara untuk
berpartisipasi aktif dalam mengembangkan sumber daya ini. Lebih signifikan adalah
ketergantungan negara-negara Baltik pada bahan baku dan impor energi dari timur.
Ini memberi Rusia instrumen untuk mengejar kepentingannya di kawasan itu.
Selain daripada kepentingan energi, ketersediaan jalur transportasi juga
menjadi tujuan Rusia. Di Laut Baltik, sekitar 40 persen dari kapasitas pelabuhan
Soviet diserahkan kepada Rusia setelah pembubaran Uni Soviet, pelabuhan utamanya
adalah St Petersburg, Kaliningrad, dan Vyborg. Dalam hal panjang dermaga di Laut
Baltik, Rusia memiliki dermaga sepanjang 5,9 kilometer, bukan 20,1 kilometer yang
dimiliki oleh Uni Soviet. Tallinn dan Riga dilengkapi di era Soviet dengan fasilitas
yang dirancang untuk impor tanaman ke seluruh Uni Soviet, sementara Ventilasi dan
Klaipeda memiliki terminal minyak utama. Ventspils di Latvia adalah pelabuhan
terbesar di Laut Baltik, di mana minyak bumi, produk minyak bumi, kargo kimia,
kalium, dan logam diekspor. Ventspils dan pelabuhan utama Latvia lainnya, Liepaja,
tidak pernah membeku. Setelah Novorossiisk, Ventspils adalah pelabuhan terpenting
kedua yang digunakan oleh Rusia untuk ekspor minyak, dengan kapasitas 46 juta ton
per tahun. Dua jalur pipa datang dari Rusia ke Ventspils, satu untuk minyak dan yang
lainnya untuk produk mineral. Jaringan pipa milik Latvia-Rusia. Klaipeda di Lituania
adalah pelabuhan terbesar kedua di pantai Baltik dan memiliki koneksi feri dengan
Jerman, Swedia, dan Denmark. Selain itu, St Petersburg adalah pelabuhan Rusia
terbesar di antara 11 pelabuhan yang menangani barang. Kapasitas pelabuhan di
negara-negara Baltik lebih tinggi dari kebutuhan negara itu sendiri, karena pada
awalnya direncanakan untuk memenuhi kebutuhan transportasi negara-negara besar.
Tahun demi tahun Rusia mengajukan semakin banyak tuduhan terhadap
Ukraina, negara transit utama untuk gas Rusia. Mereka tidak hanya memperhatikan
semua jenis sistem penyelesaian (seringkali barter, jenis transportasi untuk gas), tetapi
juga ketepatan waktu penyelesaian dan tingkat harga. Dalam situasi ini, Gazprom
memutuskan bahwa satu-satunya cara untuk memecahkan masalah adalah dengan
membangun pipa gas langsung ke Jerman, melewati negara-negara transit. Keputusan
untuk membangun Nord Stream, yang membentang dari Vyborg Rusia di bawah Laut
Baltik ke Lubmin Jerman di dekat Greifswald, diambil pada tahun 2005. Pada tahun
yang sama sebuah konsorsium untuk pembangunannya dibuat, yang meliputi:
Gazprom (51% saham), Winter-shall Holding GmbH dan E.ON Ruhrgas AG 15,5%,
dan NV Nederlandse Gasunie dan GDF SUEZ 9% saham. Pengeluaran modal, setara
dengan 7,4 miliar euro, 30% ditanggung oleh pemegang saham dan 70% oleh
pinjaman bank. Nord Stream terdiri dari dua jalur dengan total panjang 1200 km.
Pembangunan yang pertama berlangsung dari April 2010 hingga November 2011,
sedangkan yang kedua selesai pada Oktober 2012. Kapasitas transmisi kedua jalur
adalah 55 miliar m3 per tahun. Tujuan Nord Stream, kecuali untuk diversifikasi rute
ekspor gas Rusia jika terjadi masalah dengan negara transit, juga untuk membuka jalan
ke pasar baru di kawasan Eropa. Selain itu, proyek pipa gas Nord Stream 2 (NS 2) di
sepanjang dasar Laut Baltik bertujuan untuk meningkatkan pasokan gas dari Rusia.
5. Kesimpulan

Kepentingan Rusia di wilayah negara-negara Baltik terutama adalah ekonomi.


Kepentingan geopolitik dasar Rusia adalah wilayah sebagai daerah transit transportasi
wilayah sebagai saluran yang menyediakan akses ke laut. Rusia tidak memiliki
instrumen yang efektif untuk mengejar kepentingan geopolitiknya secara langsung di
pesisir Baltik Timur. Situasi diaspora di negara-negara Baltik adalah salah satu
instrumen terkuat, tetapi nilainya akan menurun. Tekanan politik-ekonomi dapat
diterapkan, tetapi penggunaannya dibatasi oleh ketergantungan Rusia pada fasilitas
pelabuhan dan rute transit negara-negara Baltik. Memotong pengiriman energi akan
berisiko bagi Rusia sendiri. Terlepas dari hubungan Estonia, Latvia, dan Lituania
dengan NATO, Rusia kemungkinan akan berusaha mempengaruhi negara-negara
Baltik untuk mempromosikan kepentingannya di wilayah tersebut. Selama Rusia
bergantung pada akses ke Baltik melalui pelabuhan Estonia, Latvia, dan Lituania,
upaya untuk mempengaruhi akan tertahan. Situasi dapat berubah dengan peningkatan
kapasitas pelabuhan Rusia sendiri. Dalam jangka panjang, ketersediaan instrumen
untuk merealisasikan kepentingan geopolitik saja tidak cukup. Pemeliharaan pengaruh
membutuhkan kontrol geopolitik atas negara-negara Baltik. Pemanfaatan posisi
geografis yang menguntungkan secara historis dari Lituania, Latvia, dan Estonia
sebagai jembatan ekonomi antara Rusia dan Barat dapat menjadi dasar bagi hubungan
yang saling menguntungkan antara negara-negara Baltik dan Rusia, yang mungkin
mengarah pada hubungan keamanan yang stabil. Hubungan antara Barat (Amerika
Serikat, Eropa Barat, UE, NATO) dan Rusia penting bagi Estonia, Latvia, dan
Lituania. Dalam jangka panjang, hubungan ekonomi yang saling menguntungkan
dapat menciptakan ikatan antara Rusia dan negara-negara Baltik sebagai akibat dari
perluasan Uni Eropa bersama dengan peningkatan interaksi ekonomi.
Referensi
• Carnelian, et al. (2017). Strategi Energi Vladimir Putin Dalam Mempertahankan Dominasi
Rusia Di Negara-Negara Baltik. Jurnal Cakrawala.
https://core.ac.uk/download/pdf/234028689.pdf
• Chatzopoulos, I. (2013). The Geopolitics Of The Baltic States.
https://rieas.gr/researchareas/global-issues/russian-studies/3735-the-geopolitics-of-the-
baltic-states . Diakses pada 21 April 2022.
• DGAP Report. (2021). Russia’s Strategic Interests And Actions In The Baltic Region.
https://dgap.org/en/research/publications/russias-strategic-interests-and-actions-baltic-region
. Diakses pada 21 April 2022.
• George, M. (2008). The Elements of Library Research: What Every Student Needs to Know.
https://eric.ed.gov/?id=ED539567 . Diakses pada 19 April 2022.
• Matthews, C. (2020). The Baltic States’ Relations with Russia. Jurnal Global Insight. 1, 21-
28.
• Sabina, G. (2020). Position Of The Baltic States In The Modern System Of
International Relations And Geopolitical Imperatives. Journal of Critical Reviews.
7(10), 1729-1733.
• Vareikis, E. (2018). On the Road to the Second Century: The Geopolitical Future of
the Baltic States in the Visions of Politicians and Political Scientists. Journal of
Lithuanian Annual Strategic Review. 16, 13-33.

Anda mungkin juga menyukai