Anda di halaman 1dari 14

SAMPUL UJIAN TENGAH SEMESTER

PEMBELAJARAN JARAK JAUH


SEMESTER GANJIL 2022/2023

Nama : FATIAH

NIM : 106219054

Mata Kuliah : Dinamika Kawasan Asia Timur

Dosen Pengampu : Dr. Indra Kusumawardhana, M.Hub.Int

Judul/Topik Tugas : UTS

Pernyataan:
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya adalah benar mahasiswa
Universitas Pertamina yang berhak mengikuti Ujian Jarak Jauh mata kuliah (Dinamika
Kawasan Asia Timur). Saya berjanji tidak bekerja sama dengan orang lain dalam bentuk
apapun selama pengerjaan ujian dan menaati peraturan etik yang berlaku di Universitas
Pertamina.
Kecuali pada bagian yang sengaja dikutip, seluruh tugas tulisan ini merupakan buah dari
karya dan pemikiran saya sendiri. Tugas ini belum pernah sekalipun dikumpulkan pada
perkuliahan lain. Seandainya ditemukan adanya penjiplakan pada tulisan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Ditandatangani oleh: FATIAH Tanggal: 26 April 2022

UNIVERSITAS PERTAMINA
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Jl. Teuku Nyak Arief, Kawasan Simprug, Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan 12220, Telp + 62-21-722-3029
www.universitaspertamina.ac.id
Pengaruh BTS Sebagai Instrumen Soft Diplomacy Korea Selatan
Terhadap Penerimaan Budaya dan Pola Hidup Masyarakat Jepang

Fatiah

Hubungan Internasional, Fakultas Komunikasi dan Diplomasi, Universitas Pertamina, Jl.


Teuku Nyak Arief, RT.7/RT.8, Simprug, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, 12220, Indonesia.
E-mail: fatiahtri2208@gmail.com

Abstrak

Kunci terpenting keberhasilan soft diplomacy di semua negara di dunia adalah diplomasi
publik. Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memanfaatkan kekuatan budaya dan
aktor non-negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Peran BTS sebagai Korean Idol
Group terpopuler saat ini merupakan instrumen strategis bagi pemerintah Korea Selatan dalam
menghidupkan kembali perekonomian negara yang dilanda krisis moneter. Sebagai aktor non-
negara, BTS telah memberikan kontribusi positif bagi penyerapan budaya Korea Selatan di
Jepang. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis tentang penerimaan budaya Korea Selatan
yang sangat mempengaruhi pembentukan gaya hidup masyarakat Jepang. Gaya hidup
masyarakat Jepang yang berubah mengikuti tren ini membuktikan keberhasilan pemerintah
Korea Selatan dalam menjalankan misi diplomatiknya. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif melalui pendekatan studi kepustakaan dan didukung oleh teori kepentingan
nasional dan diplomasi publik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BTS merupakan aktor
yang membawa pengaruh dan manfaat besar bagi pemerintah Korea Selatan dalam
mengembangkan diplomasi publiknya di Jepang.

Kata Kunci: BTS, Budaya, Gaya Hidup Masyarakat Jepang, Diplomasi Publik, Soft Diplomacy
1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Salah satu negara di dunia yang sedang mengembangkan diplomasi publiknya dengan
lembut adalah Korea Selatan. Korea Selatan merupakan salah satu negara yang hampir gagal
dalam menjalankan pemerintahannya. Pada tahun 1977, Korea Selatan mengalami krisis
moneter yang disebabkan oleh hutang luar negeri yang besar dan kerugian investasi yang besar.
Hal ini membuat mereka sangat tertekan dan harus meminta bantuan IMF. Kemudian, dana
yang diberikan oleh IMF tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah pada saat itu
untuk pemulihan perekonomian nasionalnya (Kaloka et al., 2019). Mereka mulai menyusun
strategi untuk menghidupkan kembali industri tanah air. Industri asing yang paling populer
saat itu adalah westernisasi. Kemudian pemerintah Korea Selatan mengulasnya sebagai ide
baru untuk mendapatkan perhatian dunia melalui industri K-Pop. Sejak saat itu, popularitas K-
Pop mulai menyebar ke seluruh negara di dunia. Sebagai salah satu boy band Korea terpopuler
saat ini, nama "BTS" tidak pernah berhenti terdengar dan menyebar di kalangan penggemar.
BTS (Bangtan Boys) adalah grup boy band dari agensi Big Hit yang memulai karirnya pada
tahun 2013. Mereka terdiri dari tujuh personel pria, yaitu Jin, Suga, RM, V, Jimin, J-Hope, dan
Jungkook. Perjuangan yang dihadapi BTS dalam meniti karir tidaklah mudah, mereka
memiliki kendala tersendiri untuk menjadi idol yang sukses seperti sekarang ini. Debut BTS
pada tahun 2013 adalah dengan menerbitkan single album yang berjudul “2 Cool 4 Skool”
dengan lagu utama “No More Dream”. Karya-karya luar biasa BTS semakin membawa mereka
memenangkan kategori “Artis Baru Tahun Ini” di beberapa acara penghargaan Korea Selatan
(IDNtimes, n.d.). Sejak saat itu nama BTS menjadi semakin terkenal hingga jutaan kopi album
telah terjual, tiket konser selalu terjual habis dalam hitungan detik, dan memiliki penggemar
paling banyak di semua negara di dunia daripada boy band lainnya. Perjalanan karir inilah
yang menjadikan peran mereka sebagai aset negara begitu menarik bagi masyarakat global
sehingga dapat mempengaruhi pembentukan politik luar negeri Korea Selatan.
Keberadaan BTS ini memberikan efek yang sangat dominan bagi para penggemarnya yang
disebut Kpopers. Semua atribut, produk, atau apapun yang berhubungan dengan idola BTS
akan menjadi trendsetter di masyarakat. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan oleh
pemerintah Korea Selatan untuk melakukan diplomasi publiknya di Jepang. Masyarakat
Jepang juga merupakan salah satu penggemar K-Pop terbanyak di dunia, sehingga negara ini
sangat terbuka untuk menerima budaya Korea, seperti penggunaan bahasa Korea, musik,
makanan, kosmetik, dan film produksi Korea. Transfer budaya ini pada akhirnya
mempengaruhi proses kehidupan masyarakat Jepang dalam menjalankan aktivitasnya (Detik
Hot, 2014).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan uraian latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan beberapa hal
penting sebagai berikut:
1. Kepentingan Nasional apa yang ingin dicapai oleh pemerintah Korea Selatan melalui
diplomasi publik?
2. Bagaimana BTS menjadi Instrumen Soft Diplomacy Korea Selatan?
3. Bagaimana penyerapan budaya Korea dalam gaya hidup masyarakat Jepang?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan uraian rumusan masalah diatas, penulis dapat diambil beberapa
tujuan diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh pemerintah Korea Selatan
melalui diplomasi publik
2. Untuk mengetahui bagaimana BTS menjadi Instrumen Soft Diplomacy Korea Selatan
3. Untuk mengetahui bagaimana penyerapan budaya Korea dalam gaya hidup masyarakat
Jepang

2. Kajian Pustaka

Karena sifat fenomena Hallyu yang baru dan sangat sukses, sejumlah besar penelitian
telah dilakukan tentang masalah kebangkitan dan pengaruh Hallyu di Jepang.

Sifat mengejutkan dari keberhasilan gelombang Korea di Jepang disebutkan


oleh beberapa penulis (Joo (2011), Shim (2008)) yang berbicara tentang warisan
hubungan sejarah antara negara-negara ketika Jepang menduduki Korea 1910-1945
dan Korea melarang Impor budaya populer Jepang pada tahun 1998. Jepang pada
gilirannya tidak memberlakukan pembatasan serupa, karena menganggap Korea lebih
rendah baik secara ekonomi maupun rasional. Oleh karena itu, sangat mengejutkan
untuk menemukan kesuksesan budaya populer Korea di Jepang ketika Jepang sendiri
menyumbang 43,8% dari total pendapatan ekspor film Korea pada tahun 2002
(Komisi Film Korea,15 dalam Joo,2011).
(Ko, 2009; Shim, 2008; Cho, 2011) berpendapat bahwa gelombang Korea
meningkatkan citra nasional Korea dan berkontribusi menjadi soft power bangsa.
Klaim mereka didukung oleh bukti seperti fakta bahwa selebriti Korean Wave telah
mulai bertugas di misi diplomatik dan jajak pendapat serta wawancara menunjukkan
tren positif ini di kalangan penduduk.
Grup boyband asal Korea Selatan yaitu BTS, berhasil melakukan kampanye
bersama UNICEF dalam memerangi kekerasan pada anak. Sehingga, BTS di undang
oleh PBB dalam menyampaikan pidato, serta menjadikan mereka sebagai aktor non-
negara yang mampu memberikan pengaruh yang baik. Melihat hal ini, pemerintah
Korea Selatan menjadikan BTS untuk sebagai aktor non-negara dalam memenuhi
kepentingan nasional negara (Lestari, et al., 2021)
Ko (2009) datang dengan survei Badan Promosi Investasi Korea (KOTRA)
pada tahun 2004 yang menunjukkan bahwa kesan yang baik dari Korea tumbuh
sebesar 78,9 persen karena Gelombang Korea. Dia juga mengutip seorang informan
Jepang berusia 50-an yang mengakui bahwa sebelum citra Korea dikaitkan dengan
"sentimen anti-Jepang", "kemiskinan" dan "produk murah dan kasar" tetapi Wave
membawa citra "pria dan wanita cantik" , "pemandangan yang menarik" dan "lokasi
yang fantastis" yang muncul dalam drama.
Cho (2011) berpendapat bahwa gelombang budaya populer Korea terkait
dengan kepekaan Asia Timur yang membantu untuk menilai kembali mereka yang
telah lama berbeda. Dia menyatakan bahwa warga negara yang berbeda yang dulu
acuh tak acuh satu sama lain sekarang mengkonsumsi konten budaya yang sama dan
membantu mereka untuk mengenal satu sama lain atau berbicara dengan kata-kata
Anderson "bayangkan komunitas satu sama lain" (Anderson (1983) dalam Cho (
2011)).

3. Metode Penelitian & Kerangka Teoritis

3.1. Metode Penelitian


Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk memanfaatkan metode penelitian
penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Robert E. Stake (Stake, 2012) dalam
bukunya “Qualitative Research”, ia lebih menekankan pada interpretasi peneliti dalam
penelitiannya. Hal ini karena fenomena utama yang dibahas adalah strategi pemerintah yang
akan direvisi secara deskriptif melalui interpretasi logis. Data penelitian diambil melalui
studi kepustakaan dengan menggunakan data sekunder yang meliputi artikel jurnal, surat
kabar, majalah, dan buku-buku dengan topik terkait dan memiliki validitas yang tinggi
(George, 2008).

3.2. Kerangka Teoritis

Diplomasi Publik

Diplomasi publik adalah tindakan yang didukung oleh pemerintah untuk


mempengaruhi publik asing. Dicetuskan oleh Edward Guillon pada tahun 1965, diplomasi
publik didefinisikan sebagai “pengaruh sikap publik terhadap pembentukan dan
pelaksanaan kebijakan luar negeri. Ini mencakup dimensi hubungan internasional di luar
diplomasi tradisional; penanaman opini publik oleh pemerintah di negara lain; interaksi
kelompok-kelompok dan kepentingan-kepentingan pribadi di suatu negara dengan negara
lain dan proses komunikasi antarbudaya. Sejak saat itu, istilah tersebut digunakan
beberapa kali dan berkembang dari waktu ke waktu. Sebelumnya dalam definisi, itu
dipahami sebagai alat propaganda. Namun mereka tidak sama. Sejak Perang Dingin, para
diplomat dan pembuat kebijakan memperdebatkan korelasi antara keduanya.
Diplomasi publik dapat dilihat sebagai dampak positif tetapi juga dapat dipahami sebagai
dampak negatif. Secara keseluruhan, diplomasi publik merupakan upaya yang
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka membangun reputasi yang baik atau positif di
dunia internasional.

Mark Leonard, Catherine Stead, dan Conrad Sweming mengklasifikasikan


diplomasi publik ke dalam beberapa pilar, salah satunya adalah membangun hubungan.
Leonard menggunakan komunikasi sebagai teori utama untuk menetapkan agenda, framing,
dan priming. Namun, ini hanya diarahkan sebagai komunikasi satu arah daripada menerima
tanggapan. Dalam proses membangun hubungan, perlu ada pertukaran antara pihak-pihak
yang terlibat. Menggunakan dialog sebagai sarana pertukaran informasi dan komunikasi,
yang dapat difasilitasi melalui media sosial dan internet yang telah maju secara signifikan
karena globalisasi. Dialog antara warga dari negara yang berbeda akan memajukan
pertukaran antar negara sementara juga memiliki beberapa budaya yang dipertukarkan di
antara mereka. Pertukaran budaya ini selalu terjadi jika ada interaksi antara warga negara
yang berbeda. Menurut Mark Leonard, diplomasi publik digunakan oleh suatu negara untuk
membangun hubungan dengan negara lain melalui penggunaan pemahaman budaya negara
lain untuk mengembangkan citra positif atau mengoreksi cara pandang yang salah terhadap
negara tersebut. Lebih lanjut Leonard menyebutkan, ada empat tahapan yang bisa ditempuh
melalui diplomasi publik. Tahap pertama adalah memperkenalkan dan menyebarkan
informasi tentang negara kepada publik asing. Tahap kedua melibatkan peningkatan
apresiasi ketika publik asing sudah akrab dengan informasi negara. Tahap ketiga adalah
ketika publik asing terlibat dan terlibat dalam aktivitas negara, seperti melalui pariwisata,
promosi produk negara, atau kegiatan pertukaran budaya. Tahap terakhir dimana publik
asing telah menjalin hubungan dan keterikatan terhadap negara sehingga mampu
mempengaruhi opini dan mengubah cara pandang publik asing untuk kemudian memajukan
agenda negara.

Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional merupakan salah satu konsep lama yang menjadi landasan
politik luar negeri. Dari George Washington hingga Hans Morgenthau, kepentingan
nasional selalu menjadi topik utama diskusi dalam kebijakan negara dan luar negeri
(Edmunds, Gaskarth, dan Porter, 2014: 4). Kepentingan nasional memang memiliki posisi
yang sangat signifikan dalam kajian politik luar negeri (Nuechterlein, 1976:26; Marleku,
2013:19; Morgenthau, 1952:971). Nuechterlein (1976: 247) mendefinisikan kepentingan
nasional sebagai “kebutuhan dan keinginan yang dirasakan dari satu negara berdaulat dalam
kaitannya dengan negara berdaulat lainnya yang terdiri dari lingkungan eksternal”.
Kepentingan nasional bukan hanya sekedar teori atau konsep abstrak karena memegang
peranan penting dalam proses nyata penyelenggaraan politik luar negeri. Ini dapat menjadi
dasar bagi pembuat kebijakan untuk menerapkan kebijakan luar negeri tertentu
(Morgenthau, 1952: 972; Edmunds, 2014: 530). Lebih lanjut, Nuechterlein (1976: 248)
mengemukakan bahwa ada empat aspek kepentingan nasional yang tidak saling eksklusif.
Mereka adalah masalah pertahanan, ekonomi, ketertiban dunia dan ideologi. Morgenthau
(1952:972) juga menyatakan bahwa ada tiga hal utama yang dilindungi oleh negara sebagai
bagian dari kepentingan nasional, yaitu wilayah, budaya, institusi politik.
4. Pembahasan

Kepentingan Nasional apa yang ingin dicapai oleh pemerintah Korea Selatan
melalui diplomasi publik

Terbentuknya citra baik Korea Selatan di mata masyarakat global memudahkan


mereka untuk meningkatkan citra yang sudah ada sebelumnya. Pemerintah Korea
Selatan sangat memperhatikan hal ini dalam pelaksanaan diplomasi publiknya.
Mereka ingin mendapatkan reaksi dan tuntutan positif dari negara lain terhadap
negaranya, sehingga hubungan baik antar negara internasional dapat memfasilitasi
semua kepentingan mereka di sektor lain, seperti ekonomi, sosial, budaya, dan
sebagainya. Beberapa isu terkait citra ini adalah persepsi di dunia barat tentang perang
Korea yang sulit untuk dilupakan, ditambah dengan perilaku Korea Utara yang sering
provokatif (Sudirman, 2018). Hal tersebut membuat Korea Utara dan Korea Selatan
sering dianggap “sama” sehingga sangat merugikan Korea Selatan dalam mencapai
tujuannya.
Selain itu, Korea Selatan juga memiliki masalah keamanan di Semenanjung
Korea yang kemudian menjadi perhatian mereka untuk menstabilkan situasi.
Tindakan uji coba senjata nuklir Korea Utara telah memberikan efek tidak aman dan
waspada bagi Korea Selatan. Dalam pidato yang disampaikan oleh Menteri luar
Negeri Korea Selatan pada tahun 2016, Yun Byung-se, mereka meminta bantuan PBB
untuk menghentikan upaya pengembangan nuklir Korea Utara agar dapat
menciptakan hubungan multilateral yang baik sehingga tidak ada intervensi dari
kedua belah pihak (Muhamad, 2016).
Menurut Hans J. Morgenthau dengan teori kepentingan nasional, “Kepentingan
nasional adalah kemampuan negara untuk melindungi dan memelihara stabilitas
identitas fisik, budaya dan politik dari intervensi negara lain”. Berdasarkan pernyataan
tersebut, para pemimpin dunia dituntut untuk melakukan kebijakan khusus terhadap
negara lain secara lembut, bekerjasama, dan semaksimal mungkin tanpa
menimbulkan konflik. Untuk mencapai kepentingan nasional tersebut, diperlukan
analisis kebijakan strategis. Oleh karena itu ada teori kebijakan publik yang
dikemukakan oleh Charles O. Jones bahwa kebijakan publik terdiri dari beberapa
komponen, yaitu (1) tujuan, yaitu visi dan misi yang ingin dicapai; (2) rencana, yang
merupakan kerangka kerja yang lebih spesifik untuk mencapai tujuan; (3), keputusan,
yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan tujuan, menyelesaikan rencana, dan
mengevaluasi program, dan (4) efek, yaitu dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan
yang diterapkan (Firdani, 2003).
Kemudian, berdasarkan alasan tersebut, terlihat bahwa Korea Selatan berusaha
menarik perhatian dunia internasional dalam mencapai kepentingan nasionalnya.
Termasuk memperkuat hubungan antar negara, pertumbuhan ekonomi, transfer
budaya, mencegah bahaya dan konflik yang mungkin terjadi dengan Korea Utara.
Kepentingan nasional menjadi kriteria bagi pengambil keputusan dalam merumuskan
kebijakan negara. Jika politik dan keamanan negara stabil, maka masyarakat di negara
tersebut akan sejahtera.

BTS menjadi Instrumen Soft Diplomacy Korea Selatan

Salah satu negara di kawasan Asia Timur yang pelestarian budayanya masih
utuh dan terjaga hingga saat ini adalah Korea Selatan. Modernisasi masif yang
dilakukan oleh budaya barat tidak menghilangkan eksistensi dan identitas Korea
Selatan di kancah internasional. Bahkan pemerintah Korea Selatan berusaha
memperkenalkan budaya mereka melalui soft diplomacy kepada masyarakat dunia.
Sebenarnya, strategi kebijakan penyebaran budaya Korea ini sudah ada sejak tahun
1994. Saat itu, Presiden Korea Selatan yang sedang menjabat adalah Kim Young-
Sam. Ia menyatakan bahwa visi nasional dan tujuan pembangunan Korea harus
mengikuti perkembangan globalisasi (Firdani, 2003). Oleh karena itu, berbagai upaya
dan kebijakan dilakukan untuk mewujudkan pelestarian warisan budaya tradisional
Korea yang dapat lebih cepat diterima oleh masyarakat internasional. Pemerintah
melaksanakan diplomasi publik dengan melatih warga lokal dan non lokal untuk
menggali seni dan budaya secara profesional, meningkatkan fasilitas budaya,
membangun infrastruktur sebagai pusat budaya dan wisata, hingga membangun
jaringan internet dan media sosial di seluruh wilayah untuk mendukung penyebaran
sosial-budaya. informasi budaya di negara mereka.
Diplomasi publik dapat dikatakan sebagai proses negara untuk mempengaruhi
publik asing dalam mewujudkan politik luar negerinya. Salah satu konsep diplomasi
publik adalah diplomasi perusahaan. Diplomasi korporasi merupakan sebuah konsep
atau disebut juga teori yang mengacu pada korporasi/perusahaan nasional sebagai
aktor yang mendukung pemerintah. Dalam hal ini, Big Hit Entertainment sebagai
agensi yang menaungi BTS memiliki kontribusi yang sama pentingnya dalam
mempromosikan Idol mereka. Big Hit akan membuat BTS semakin terkenal dan
disukai oleh publik asing untuk mencapai tujuan diplomatik mereka (Putri & Trisni,
2021). Melihat kesuksesan BTS sebagai brand ambassador, Presiden Korea Selatan
saat ini, Moon Jae-In, memberi mereka tugas negara dalam hal diplomasi publik.
Pemerintah Korea Selatan mengakui kapasitas BTS sebagai pembawa pesan bagi
generasi mendatang, padahal BTS merupakan satu-satunya boy band di dunia yang
berhasil menghadiri pertemuan internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (Yonhap News Agency, n.d.). Dalam juru bicaranya, BTS
menyampaikan pesan dan harapan mereka tentang berbagai isu, seperti lingkungan,
kesehatan mental, kemiskinan, dan kesetaraan gender. Sehingga dampak dari
pertemuan PBB tersebut sangat mengangkat citra budaya Korea Selatan.
Jepang dan Korea Selatan merupakan negara yang memiliki hubungan yang
kurang baik. Fenomena K-Pop di Jepang khususnya BTS mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal ini terlihat pada tahun 2019 ketika hubungan perdagangan
Jepang dan Korea Selatan memanas, namun hal tersebut tidak menurunkan semangat
para army di Jepang untuk menikmati konser BTS (CNN Indonesia, 2019).
Pemerintah Korea Selatan menilai menggunakan BTS sebagai aktor soft diplomacy
merupakan strategi yang paling efektif dibandingkan dengan cara lain. Hal ini terlihat
dari pencapaian ekonomi dan militer Korea Selatan yang jauh lebih baik dari tahun-
tahun sebelumnya.

Penyerapan budaya Korea dalam gaya hidup masyarakat Jepang

Saat ini semua negara di dunia tidak pernah lepas dari pengaruh musik K-Pop,
termasuk Jepang. K-Pop khususnya BTS telah mempengaruhi daya tarik masyarakat
dalam keputusan pembelian. Hal ini terlihat dari jumlah konsumen yang berbelanja
online maupun offline yang meningkat drastis ketika ada interaksi BTS di dalamnya.
Album baru BTS Map of the Soul: 7 ~ The Journey ~ mungkin tidak tampil dengan
baik di sejumlah pasar Barat di mana grup tersebut telah terbiasa naik ke puncak
tangga lagu (seperti di Inggris Raya, Kanada, dan Amerika Serikat), namun album ini
menjadi laris di Jepang. Fakta itu tidak mengejutkan, mengingat BTS memiliki
banyak pengikut di Jeapng dan rilisan baru ini dibawakan hampir seluruhnya dalam
bahasa Jepang.
Menurut The Korea Times, BTS's Map of the Soul: 7 ~ The Journey ~ terjual
447.869 eksemplar dalam 24 jam pertama di Jepang. Itu jumlah yang sangat besar di
wilayah mana pun, apalagi di satu negara hanya dalam satu hari. Tidak heran jika Map
of the Soul: 7 ~ The Journey ~ langsung menduduki No. 1 di tangga lagu Oricon di
negara tersebut, karena tidak ada rilisan lain yang mampu mendekati angka itu
(Forbes, 2020).
Dengan 10 juta pengikut di Jepang, BTS telah membuat kesan besar di dunia
musik. Agensi bakat Jepang telah meluncurkan boy band beranggotakan enam orang
yang telah menemukan pengikut online di antara penggemar K-pop. “Versi Jepang”
dari terobosan artis Korea Selatan BTS, King & Prince, menjadi semakin populer di
kalangan penggemar K-pop online. King & Prince melakukan debut mereka tahun ini.
Enam anggota mereka adalah Sho Hirano, Genki Iwahashi, Yuta Kishi, Ren Nagase,
Kaito Takahashi dan Yuta Jinguji. Grup ini adalah ciptaan Johnny's Universe, label
rekaman baru Johnny & Associates di bawah Universal Music. Johnny & Associates
adalah agensi bakat yang berpengaruh di Jepang, dengan artis lain termasuk Arashi
dan KAT-TUN. Naoshi mengatakan kesuksesan BTS telah menjadi motivasi besar,
dan dia menemukan potensi artis Jepang pada saat yang sama (Korea Times, 2018).

5. Kesimpulan

Saat ini kita sedang menghadapi era globalisasi yang merupakan proses
modernisasi masyarakat global dari tahun-tahun sebelumnya. Perkembangan
teknologi dan informasi telah memungkinkan banyak budaya asing masuk ke
Jepang. Idealnya, masyarakat dalam suatu bangsa harus mampu mempertahankan
identitas dan adat budayanya meskipun zaman telah berubah. Namun, derasnya arus
tren populer dan intervensi dari Korea Selatan telah menjadi referensi baru dalam dunia
musik Jepang. Masyarakat Jepang sudah menjadi bangsa yang rela menghabiskan
waktu dan uangnya untuk mengikuti kegiatan boy band Korea khususnya BTS.
6. Daftar Pustaka
• Cho, Y.(2011) “Desperately Seeking East Asia Amidst the Popularity of South
Korean Pop Culture in Asia,” 25(3), 383-404.
• CNN Indonesia. (2019). Konser BTS 'Dinginkan' Hubungan Korsel dan
Jepang. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190715191644-227-
412349/konser-bts-dinginkan-hubungan-korsel-dan-jepang . Diakses pada 1
Mei 2022.
• Detik.hot. (2014). Bangtan Boys Senang Punya Banyak Fans di Jepang.
https://hot.detik.com/kpop/d-2637723/bangtan-boys-senang-punya-banyak-
fans-di-jepang . Diakses pada 1 Mei 2022.
• Edmunds, T., Gaskarth, J. and Porter, R. (2014) ‘Introduction British Foreign
Policy and the National Interest’, International Affairs, 90 (3): 503-507.
• FORBES. (2020). One Number Shows How Huge BTS Has Become In Japan
Throughout The Years.
https://www.forbes.com/sites/hughmcintyre/2020/07/27/one-number-shows-
how-huge-bts-has-become-in-japan-throughout-the-years/?sh=46cdf9db150d
. Diakses pada 31 April 2022.
• IDNtimes. (n.d.). Retrieved October 18, 2021, from
https://www.idntimes.com/hype/entertainment/ramadani-barus/perjalanan-
karir-bts-dari-rookie-hingga-menjadi-artis-dunia-yang-buat-army-bangga-1/1
• Joo, J. (2011) “Transnationalization of Korean Popular Culture and the Rise
of “Pop Nationalism” in Korea. The Journal of Popular Culture”, 44: 489–504.
• Kaloka, Y. N., Tegar, P., & Eldy, M. (2019). Strategi Korea Selatan dalam
Pemulihan Krisis Moneter Tahun 1997 Melalui IMF. Nation State Journal of
International Studies, 2(1), 44–56.
• Ko, J. (2009) “Trends and Effects of the Korean Wave” in Korea -Asean
academic conference on pop culture formations across East Asia in the 21st
century: hybridization or asianization, February 1-4, 2009, Burapha
University, Thailand. Chonburi: Burapha University, pp.7-14
• Korea Times. (2018). K-pop fans respond to BTS-inspired Japanese boy band
King & Prince. https://www.scmp.com/culture/music/article/2157414/k-pop-
fans-respond-bts-inspired-japanese-boy-band-king-prince . Diakses pada 1
Mei 2022.
• KOREA TODAY. (2010) “Swept Up by Girl Groups” March 2010 pp.45-48
• Lestari, et al. (2020). Soft Power Sebagai Instrumen Peningkatan Ekonomi
Korea Selatan: Popularitas Bangtan Sonyeondan (BTS) Tahun 2018-2020.
https://ojs.unud.ac.id . Diakses pada 31 April 2022.
• Marleku, A. (2013) ‘National Interest and Foreign Policy’, Mediterranean
Journal of Social Sciences, 4 (3): 415-419.
• Morgenthau, H.J. (1952) ‘Another “Great Debate”: The National Interest of
the United States’, The American Political Science Review, 46 (4): 961-988.
• Nuechterlein, D.E. (1976) ‘National Interests and Foreign Policy: A
Conceptual Framework for Analysis and Decision-Making, British Journal of
International Studies, 2 (3): 246-266.
• Nye, J. (2006) “Think Again: Soft Power” Foreign Policy
http://www.foreignpolicy.com/articles/2006/02/22/think_again_soft_power .
Diakses pada 1 Mei 2022.
• Ryoo, W.(2009) “Globalization, or the logic of cultural hybridization: the case
of Korean wave” Asian Journal of Communication , 19:2, 137-151.
• Shim (2008) “Hybridity and rise of Korean popular culture in Asia” Media,
Culture & Society 28(1), 25-44.

Anda mungkin juga menyukai