Anda di halaman 1dari 5

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)


A. Judul Modul : MAKNA FILOSOFIS MATERI QUR’AN HADIST
B. Kegiatan Belajar : PENDEKATAN SEMIOTIKA DALAM KAJIAN
ALQURAN
KB 4 (4)
C. Refleksi
BUTIR
NO RESPON/JAWABAN
REFLEKSI
1 Peta Konsep
(Beberapa
istilah dan
definisi) di
modul bidang
studi

Pada materi ini mengenalkan usaha ulama dalam mengaji al-qur’an dengan metode
pendekatan semiotika
A. Pengertian Semiotika
Semiotika berasal dari kata Yunani, semeion, yang berarti tanda. Semiotika
merupakan cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang membahas
tentang hubungan antara tanda berdasarkan kode-kode tertentu, yang
mana kode-kode tersebut akan nampak pada tindak komunikasi manusia
lewat bahasa lisan, tulisan, maupun isyarat. Sebagai contoh bisa dirujuk
bahwa adanya asap menandakan adanya api, seseorang tampak cemberut,
teks kitab suci.
Sesungguhnya tanda dalam semiotika ini lingkupnya sangat luas, bias berupa teks
bahasa, fenomena sosial, maupun fenomena budaya.
Semiotika dalam perkembangannya dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) cabang
penyelidikan, yaitu :
a. Sintaktika adalah cabang penyelidikan semiotika yang mengkaji hubungan
formal di antara satu tanda dengan tanda-tanda yang lain dan cara berfungsinya.
b. Semantika adalah cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari hubungan
di antara tanda-tanda dengan designata atau obyek-obyek yang diacunya. Yang
dimaksud dengan designata adalah makna tanda-tanda sebelum digunakan di
dalam tuturan tertentu
c. Pragmatika adalah cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari hubungan
diantara tanda-tanda dengan interpreter atau para pemakai tanda, yakni
pengirim dan penerima. Pragmatik secara khusus berurusan dengan spekaspek
komunikasi, khususnya fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.
B. Kajian Historis Semiotika
Seorang filosof pragmatisme dari Amerika, Charles Sanders Pierce dikenal sebagai
peletak dasar semiotika. Kehidupannya berlangsung pada tahun 1839 sampai 1914M.
Pierce terkenal karena teori tandanya.
Sedangkan yang dianggap peletak dasar semiotika modern adalah Ferdinand de
Saussure (1857-1913M), seorang pengajar linguistik umum di Universitas Jenewa di
tahun 1906an . ada 5 (lima) pandangan dari Saussure yang di kemudian hari menjadi
peletak dasar dari strukturalisme, yaitu pandangan tentang signifier (penanda) dan
signified (petanda); form (bentuk) dan content (isi); langue (bahasa) dan parole
(tuturan, ujaran); synchronic (sikronik) dan diachronic (diakronik); serta syntagmatic
(sintagmatik) dan associative (paradigmatik).
Penerus jejak Saussure adalah Roman Jakobson, yang mengembangkan linguistika
struktural. Dilahirkan di Moskow pada tahun 1896. Dia dianggap sebagai salah seorang
ahli linguistic abad ke-20 yang menonjol .Jakobson memandang bahwa
bahasa memiliki enam macam fungsi, yaitu: 1. Fungsi referensial, pengacu pesan; 2.
fungsi emotif, pengungkap keadaan pembicara; 3. fungsi konatif, pengungkap
keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang
penyimak; 4. fungsi metalingual, penerang terhadap sandi atau kode yang digunakan;
5. fungsi fatis, pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara
pembicara dengan penyimak; dan 6. fungsi puitis, penyandi pesan.
Selanjutnya perkembangan semiotika dipelopori Roland Barthes yang lahir tahun 1915.
Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktekkan
model linguistik dan semiotika Saussurean.
C. Konsep Dasar Semiotika
Membicarakan tentang semiotika maka secara garis besar harus diketahui bahwa:
a. Tanda sebagai obyek semiotic
b. Tanda terdiri dari teks bahasa, fenomena sosial, maupun fenomena budaya
c. Tanda berkaitan erat dengan proses komunikasi. Tanda ini berfungsi
menghubungkan antara penutur dan penerima
d. Elemen dasar pembahasan semiotika ;
1) Langue dan parole; Langue adalah merupakan institusi social yang utama,
yang tidak tergantung kepada materi tandatanda pembentuknya. Parole
adalah bagian bahasa yang sepenuhnya bersifat individual
2) Sinkronik dan diakronik; Sinkronik-diakronik ini merupakan unsur dari
langue
3) Sintagmatik dan paradigmatik; Relasi sintagmatik merujuk pada hubungan
in presentia antara satu kata dengan kata lain atau antara satuan gramatikal
dengan satuan gramatikal lainnya di dalam ujaran atau tindak tutur tertentu.
Sedangkan relasi paradigmatik merujuk pada sistem relasi in absentia yang
mengaitkan tanda dengan tanda lain, entah berdasarkan kesamaan atau
perbedaannya sebelum dia muncul dalam tuturan.
4) Sedangkan relasi paradigmatik merujuk pada sistem relasi in absentia yang
mengaitkan tanda dengan tanda lain, entah berdasarkan kesamaan atau
perbedaannya sebelum dia muncul dalam tuturan.
5) Mitos.12 Penggunaan mitos dalam semiotika bukanlah berarti cerita-cerita
tentang dewa-dewi atau sastra lisan tradisional yang dikeramatkan,
melainkan a type of speech atau sebuah tipe tuturan.
D. Pendekatan Semiotik dalam Studi Alquran : Pembacaan Surat al-Fatihah
oleh Mohammed Arkoun
1. Menelusuri profil Arkoun
Muhammad Arkoun lahir pada tanggal 1 februari 1928 di Taourirt, Mimoun, Kabilia,
sebuah daerah pegunungan berpenduduk Berber, sebelah Timur Aljir.
sejak kecil sudah akrab dengan tradisi-tradisi Perancis, di samping tradisi Kabilia. Dia
menguasai 3 (tiga) bahasa, bahasa penjajah yaitu bahasa Perancis, bahasa Agama yaitu
bahasa Arab, dan bahasa tanah kelahirannya yaitu bahasa Kabilia.
Setelah tamat dari Universitas Aljir, langsung pada tahun itu juga dia mendaftarkan diri
sebagai mahasiswa di Paris.
Tahun 1969 dia berhasil memperoleh gelar doktornya di Universitas Sorbonne, tempat
dia menapaki karir kedosenannanya sejak tahun 1961 di bidang sejarah
pemikiran Islam.
2. Alquran dan Sejarah Pewahyuan dalam Pikiran Arkoun
Alquran yang ada pada kita adalah adalah hasil dari suatu tindakan pengujaran
(enonciation). Artinya, teks ini berasal dari bahasa lisan yng akhirnya ditranskripsi ke
dalam bahasa tulisan dalam wujud teks .
Dalam proses pewahyuan tersebut melibatkan 4 (empat) unsur dan 3 (tiga) tingkat
anggitan, yaitu : Empat unsur dimaksud adalah pembicara atau pengarang yaitu Allah.
Penerima dimaksud yaitu Nabi Muhammad. Agen penjamin otentisitas wahyu dari
penutur ke penerima, dari bahasa Allah ke bahasa manusia melibatkan malaikat Jibril.
Dan terakhir adalah penerima kolektif yakni umat manusia, dalam hal ini adalah
masyarakat Arab.
Sedangkan 3 (tiga) tahapan atau tiga level pewahyuan atau disebut 3 (tiga) anggitan
dimaksud adalah meliputi umm al-Kitab, kitab resmi terbuka (official opened corpus),
dan kitab resmi tertutup (official closed corpus).
Pergeseran dari wacana ke korpus tertutup resmi ini. Arkoun berpendapat bahwa
wahyu Alquran bersususnan mitis, Mitos dimaksud di sini bukan berarti kisah khayalan
dan dipungkiri tanpa dasar yang nyata, tetapi mitos dimaksud Arkoun adalah
merupakan ungkapan simbolis dari kenyataan yang asli dan universal.
Terjadi perubahan radikal terhadap eksistensi wahyu, yang asalnya sebagai sebuah
fakta transendental murni cenderung bergeser menjadi sebuah fakta kultural. Sebagai
fakta kultural, wahyu dalam tahap official closed corpus ini memunculkan3 (tiga)
implikasi fundamental, yaitu:
1) Diskursus Alquran yang pada mulanya diucapkan dan digunakan sebagai
sebuah diskursus lisan (oral) kini menjadi sebuah teks tertulis.
2) Karakter sakral dari wahyu yang besifat sakral dan tak terbatas, ketika
terwadahi dalam tempat material berupa bahasa (bahasa Arab) maka berubahlah
menjadi profan, yang harus tunduk pada kaidah-kaidah bahasa atau teori-teori
linguistik.
3) Kitab tersebut menjadi sebuah instrumen kultural menjadi dasar bagi perubahan
fundamental lainnyadalam masyarakat Islam, yaitu meningkatkan peran dan
akhirnya terjadi dominasi budaya belajar tulisan (written learned culture) atas
budaya rakyat lisan (oral folk culture)
Arkoun mngajukan pendekatan semiotika dengan langkah-lagkah (momen) cara
baca yang secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua), yaitu momen linguistik kritis dan
moment hubungan kritis. Dalam momen yang pertma akan ditunjukkan status linguistik
dari wacana Alquran dan pada momen kedua akan ditunjukkan
bentuk-bentuk isi komunikasi.
3. Semiotika Alquran Arkoun
Berangkat dari kerangka berpikir ini maka Arkoun menyebutkan secara eksplisit
penggunaan semiotika untuk memahami Alquran dan beberapa manfaatnya :
1) Pendekatan semiotik memandang suatu teks sebagai keseluruhan tanda dan
sebagai suatu sistem dari hubunganhubungan intern. Pendekatan itu akan
memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang tidak
dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu yang
terpisah dan berdiri sediri dari teks yang bersangkutan. Dan Alquran juga
merupakan himpunan tanda. (Lunguistik kritis)
2) Analisis semiotis membuat kita mendekati suatu teks tanpa interpretasi tertentu
sebelumnya atau praanggapan lain. (Hubungan kritis)
4. Pembacaan al-Fatihah di bawah Sinaran Semiotika
Arkoun menggunkan semiotik untuk memahami surat al fatihah dengan dua metode
semiotik;
1. Momen Linguistik Kritis
Tahapan ini Arkoun mengawali dengan memeriksa tandatanda bahasa yang ikut
mempengaruhi poses produksi makna. Tanda-tanda bahasa dimaksud adalah :
a) Determinan (isim ma’rifah)
b) Pronomina (dhamir)
c) Kata kerja (fi’il)
d) Kata benda dan sistem pembendaan (ism dan musamma)
e) Struktur sintaksis
f) Prosodie atau persajakan.
Dia mengatakan bahwa Allah adalah aktan pengirim-penerima 1 ; pengujar yaitu
manusia adalah aktan penerima-pengirim 2. Dari pernyataannya ini dapat dikatakan
bahwa dalam surat al-Fatihah, Allah adalah aktan pengirim pesan,
sedangkan manusia adalah aktan penerima pesan.
2. Momen Hubungan Kritis
Pada langkah yang kedua ini, Arkoun melakukan 2 (dua) hal, yaitu eksplorasi historis
dan eksplorasi antropologis. Untuk eksplorasi historis Arkoun mmilih karya salah satu
mufasir kenamaan, yaitu Fakhr al-Din al-Razi dalam
Tafsir al-Kabir-nya. Eksplorasi historis ini bertujuan untuk membaca kembali salah
satu khasanah tafsir klasik dan mencari petanda terakhir di dalamnya. Sedangkan lewat
eksplorasi antropologis , Arkoun ingin mencari petanda terakhir dengan teori mitos,
yang dari sini akan memperlihatkan bagaimana bahasa dipakai dalam berbagai jenis
simbol.

Daftar materi
bidang studi
2 yang sulit Materi tentang pendekatan semiotik dalam kajian al-qur’an dapat di fahami dengan baik
dipahami
pada modul
Daftar materi
yang sering Materi ini cukup baru dan dapat menjadi khazanah baru bagi kami, tapi menemukan
mengalami miskonsepsi dengan materi umum biasa, dimana dalam kaedah keilmuan akan sulit
3
miskonsepsi mengali sesuatu yang bukan dengan alatnya sendiri, tidak mungkin istana akan di
dalam kontruksi dan bentuk seperti rumah biasa.
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai