KB 3
No Komponen Diskripsi
1 Identifikasi Masalah Di era modern saat ini, fenomena pemalsuan hadits masih terjadi.
(berbasis masalah yang Bahkan bisa dikatakan lebih tidak terkontrol. Hal ini dikarenakan
ditemukan di perkembangan informasi dan teknologi yang sangat pesat
lapangan) ditambah adanya fenomena globalisasi. Jika dibandingkan dengan
era-era sebelumnya, hadits palsu yang menyebar di era saat ini
lebih mudah diakses karena sifat globalisasi dari internet dan
media sosial yang dapat diakses oleh siapa pun dan kapan pun.
Terlebih di negara kita, pengguna internet dan media sosial
didominasi oleh usia-usia remaja yang banyak di antara mereka
belum cukup dewasa untuk menyaring informasi yang didapatkan.
Bahkan sebagian besar dari mereka sering kali langsung menelan
informasi yang didapatkan secara mentahan tanpa melakukan
cross check terlebih dahulu. Hal ini tentunya sangat berakibat
fatal, baik informasi tersebut untuk konsumsi pribadi dan terlebih
jika disebarkan kepada orang lain. Sebab, sesuatu yang disebarkan
tersebut diklaim berasal dari nabi Muhammad shallallahu 'alaihi
wa sallam dan berpotensi besar untuk menyesatkan orang dan
menjerumuskan ke dalam lembah dosa.
Permasalahannya, banyak sekali hadits-hdits palsu yang ditulis
atau disebarluaskan, baik yang melalui media mau pun yang tidak
dan tidak terhitung jumlahnya.
Zainal Muchlisin
Islam karena secara historis, orientasi periwayatan dan
pelembagaan hadist dalam limit waktu yang cukup lama
memang dapat di persoalkan, disamping tingkat hafalan
umat Islam terhadap hadist tidak sebagaimana terhadap
al-Qur’an. Diantara golongan yang dapat dipandang
sebagai berusaha menghancurkan Islam adalah kaum
zindik, termasuk kaum orientalis. Kaum zindik dalam
usahanya menghilangkan kemurnian ajaran islam telah
membuat hadist palsu.
3. Perselisihan di bidang teologi dan hukum. Sebagian orang
ada yang berbuat kesalahan dan mengorbankan ukhuwah
Islamiyah dengan membuat hadist palsu hanya karena
ingin mendukung pandangannya tentang konsep teologi.
Hadist tersebut dilontarkan orang yang munafik terhadap
Madzhab Hanafi. Sementara orang yang fanatik terhadap
mazhab as-syafii juga membuat hadist palsu. Demikian
juga dengan orang yang fanatic terhadap kaum teolog.
4. Sikap fanatic yang berlebihan. Sikap fanatik buta
terhadap bangsa, suku, bahasa, negara, dan pemimpin
dengan maksud menonjolkan keutamaan juga telah
membangkitkan motivasi untuk melakukan pemalsuan
hadist.
5. Kecenderungan sementara orang kepadakemauan
penguasa. Pemalsuan hadist dalam hal ini dijadikan
sebagai ajang mencari muka di hadapan penguasa atau
pejabat. Seseorang akan membuat pernyataan yang di
dasarkan kepada Nabi Muhammad guna mendukung
keinina penguasa atau pesan sponsor.
6. Kecenderungan tukang cerita untuk menarik perhatian
pendengarnya. Pemalsuan hadist dengan motif menarik
perhatian ini dilakukan oleh pawang atau tukang cerita
dan sasarannya adalah orang awam dan rendah tingkat
keberagamannya.
7. Kecintaan terhadap kebaikan dengan jalan
membodohkan agama. Banyak di antara kaum zuhud dan
sufi dan ahli ibadah yang membuat hadis palsu dengan
maksud yang baik. Pemalsuan hadist dari kalangan mereka
ini dianggap sebagai cara mendekatkan diri kepada Allah
dan menjunjung tinggi agama (Islam) karena dapat
membangkitkan gairah dan menimbulkan antusiasme
untuk taat beribadah kepada Allah.
3 Solusi
a. Dikaitkan dengan 1. Takhrij Hadits Era Modern. Saat ini, proses takhrij hadits
teori/dalil yang lebih mudah dilakukan karena berbagai macam
relevan kemudahan yang ditawarkan di era yang serba
b. Sesuaikan dengan digital.Takhrij hadits saat ini dapat dilakukan melalui
langkah/prosedur aplikasi-aplikasi dan platform-platform digital yang telah
yang sesuai dikembangkan oleh para ulama modern. Takhrij hadits
dengan masalah saat ini bahkan dapat dilakukan oleh siapa pun dan kapan
yang akan pun selama terkoneksi dengan jaringan internet dan tanpa
dipecahkan memakan waktu yang lama. Maka, hal yang dituntut bagi
Zainal Muchlisin
seluruh umat Islam adalah adanya kemauan untuk
mempelajari ilmu takhrij hadits dan kehati-hatian dalam
mengambil setiap informasi dari internet dan media sosial.
2. Meneliti Sanad Hadis. Penelitian sanad hadis merupakan
salah satu upaya selektif terhadap penerima hadis. Dalam
kaitannya dengan upaya mengatasi pemalsuan hadis,
penelitian sanad mempunyai arti penting dalam
mendeteksi kepalsuan sebuah hadis. Oleh karena itu
penelitian sanad tersebut mendapatkan prioritas utama
jika dibandingkan dengan penelitian matan. Hal ini bukan
berarti mengabaikan peran penelitian matan hadis.
Ada beberapa hal yag menjadi perhatian dalam penelitian
sanad hadis, yakni tentang kualifikasi keabsahan
periwayatan seorang yang termasuk mata rantai
kelangsungan hadis ke tangan seorang perawi, sebagai
seorang peneliti atau kritikus hadis.
3. Mengukuhkan Hadis-Hadis.
Pengukuhan hadis ini dilakukan dengan jalan meneliti dan
mencocokkan kembali kepada para sahabat, tabi’un dan
ulama ahli hadis.Pengukuhan hadis sebagai salah satu
aktifitas mengatasi persoalan pemalsuan hadis
menggambarkan adanya upaya melestarikan tradisi
intelektual. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung
keutuhan ajaran Islam dari segala bentuk pencemaran
melalui pemalsuan hadis. Dengan tetap melestarikan
tradisi ini, maka kemungkinan besar segala bentuk
pemalsuan hadis dapat dideteksi
4. Meneliti Rawi Hadis Dalam Menetapkan Status
Kejujurannya Disamping penelitian terhadap sanad hadis,
penelitian terhadap perawi hadis dipandang juga sebagai
salah satu upaya selektif dalam mencari kesehatan hadis
dan membedakan dengan hadis palsu. Ibnu Daqiq al-‘Id
memandang, bahwa keberadaan perawi sangat
menentukan kepalsuan sebuah hadis karena dalam hal ini
perawi, sebagai peneliti terhadap sanad dan matan hadis,
dianggap yang mentakhrijnya dan bahkan dianggap yang
melembagakannya dalam karya monumentalnya.
Dalam kaitannya dengan adanya pemalsuan hadis, sebagai
langkah konkrit, para pakar hadis membahas para perawi
yang tidak memiliki kredibilitas dan diklaim sebagai
pendusta ulung dalam kitab-kitab jarh wa ta’dil. Dengan
demikian, seorang perawi akan mendapat pengakuan
hadis yang diriwayatkan, jika ia telah lolos dari seleksi
yang mengacu pada ketentuan-ketentuan dimaksud.
Ulama hadis, sebagaimana dikemukakan M. Syuhudi
Ismail, berpendapat bahwa ada dua hal yang harus diteliti
pada diri pribadi periwayat hadis untuk dapat diketahui
apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat
diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak. Kedua hal
itu adalah keadilan dan kedabitannya. Keadilan
berhubungan dengan kualitas pribadi. Sedangkan
Zainal Muchlisin
kedabitannya berhubungan dengan kapasitas intelektual.
Apabila kedua hal itu dimiliki periwayat hadis, maka
periwayat tersebut dinyatakan sebagai bersifat siqah, dan
hadis yang diriwayatkannya dapat diterima. Sebaliknya,
apabila seorang priwayat hadis tidak memiliki kedua sifat
tersebut, maka hadisnya perlu dipertanyakan. Mustafa al-
Saba’i, secara tegas menjelaskan tentang perawi hadis
yang harus disingkirkan periwayatannya, diantaranya: 1)
orang yang berdusta dan mengaku telah menerima hadis
Nabi; 2) orang yang suka berdusta, kendatipun tidak tidak
pernah membuat hadis palsu; 3) ahli bid’ah dan pengikut
hawa nafsu; 4) kaum zindiq, orang fasiq dan orangorang
lalai yang tidak menyadari apa yang mereka katakan, serta
orang yang tidak memiliki sifat teliti cekatan adil dan
cerdas.
Zainal Muchlisin