Anda di halaman 1dari 31

JEJAK

KERAJAAN SUNDA/PAJAJARAN

Oleh : Prof. Dr. Nina Herlina, M. S.


Guru Besar Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran
SEJARAH RINGKAS
KERAJAAN SUNDA
MASA AKHIR
TARUMANAGARA

• Menjelang Kerajaan Tarumanagara


berakhir pada abad ke-7, muncul
beberapa kerajaan :
✓ Kerajaan Sunda (Barat Sungai
Citarum)
✓ Kerajaan Saunggalah (Kabupaten
Kuningan)
✓ Kerajaan Galuh (Kabupaten
Ciamis)
• Menurut Naskah Carita Parahyangan,
putera Sena yang bernama Sanjaya,
Naskah Carita Parahyangan menjadi Raja di Galuh setelah
mengalahkan Rahyang Purbasora
KERAJAAN
GALUH & SUNDA

• Menurut informasi dalam Prasasti


Canggal, Sanjaya memerintah sekitar
tahun 732 masehi
• Dalam Kropak 406 atau yang dikenal
sebagai naskah Fragmen Carita
Parahyangan, Sanjaya kemudian menjadi
menantu Raja Sunda, Maharaja
Trarusbawa
• Maharaja Trarusbawa adalah pendiri
Kerajaan Sunda yang berhasil
melepaskan diri dari Kerajaan
Tarumanagara
Prasasti Canggal • Pusat pemerintahannya di Pakwan
Pajajaran
SANJAYA
MENINGGALKAN GALUH

• Setelah Maharaja Trarusbawa meninggal, tahta


Kerajaan Sunda jatuh ke tangan Sanjaya • Pada masa Raja Sanjaya bertahta di
• Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda dapat Galuh, mungkin terjadi konflik internal
dipersatukan dan dikenal sebagai Kerajaan • Raja Sanjaya melepaskan tahta Kerajaan
Sunda
Sunda ke daerah timur (Jawa)
• Sanjaya yang juga dikenal sebagai Maharaja • Di sana, ia mendirikan Kerajaan
Harisdarma, lebih memilih tinggal di Galuh
Mataram (Jawa Tengah bagian Selatan)
• Pakwan Pajajaran menjadi salah satu kota berdasarkan informasi dari Prasasti
pedalaman di Kerajaan Sunda Canggal
• Setelah Mataram berkembang, Galuh
(pusat kekuasaan Keajaan Sunda)
memisahkan diri dan berkembang
menjadi kerajaan mandiri
KERAJAAN SUNDA DAN
PRAHJYAN PAJAJARAN
Sri Jayabhupati dan
Pakwan Pajajaran

• Sementara itu, di Pakwan Pajajaran tetap


menjadi kota penting dan berkedudukan
sebagai pusaat pemerintahan kerajaan
vasal
• Buktinya, dalam prasasti Sanghyang
Tapak (1030 M), disebutkan tentang Sri
Jayabhupati dari Kerajaan Prahajyan
Sunda membuat “daerah larangan” di
Sanghyang Tapak
• Dalam Prasasti TP no. D.73, terdapat
angka tahun 952 Saka (1030 M)
• Pada baris ke 4-5 tercatat nama tokoh
Prasasti Sanghyang Tapak No. 73
prahjyan sunda mahārāja śri jayabhūpati
Sri Jayabhupati menurut
Prasasti Sanghyang Tapak

• Pada Prasasti TP No. D.96, baris ke-


2-3 terdapat nama tokoh śri
jayabhūpati parahjyan sunda
• Pada Prasasti TP No. D.97, baris ke-
1-2 bunyinya: prahjyan sunda, baris
ke 8-9 bunyinya: paduka haji i sunda
• Pada Prasasti TP No. D.98 disebut
dua kali, yaitu pada baris ke-15,
paduka haji i sunda; dan pada baris
ke-16, juga disebut paduka haji i sunda
Prasasti Sanghyang Tapak No. 96
Siapakah Sri Jayabhupati?

• Prasasti Sanghyang Tapak menunjukkan


perbedaan dengan prasasti-prasassti
lainnya di Tatar Sunda
• Aksara, bahasa, dan penanggalan yang
dipergunakan berasal dari tradisi Jawa
Timur yakni pada masa kekuasaan Raja
Airlangga
• Nama Sri Jayabhupati tidak terdapat
dalam naskah-naskah kuna
• Edi S. Ekadjati (1984: 83) mengidentikan
Sri Jayabhupati dengan Sang Rakeyan
Darmasiksa yng disebut dalam beberapa
Prasasti Sanghyang Tapak No. 98 naskah Sunda kuna, termasuk dalam
Carita Parahyangan
• Berdasarkan perbandingan beberapa
naskah kuna, Ekadjati menyebutkan
bahwa Ayah Darmasiksa bernama Sang
Lumahing Winduraja

• Ia keturunan Raja-raja Sunda, tetapi


ibunya berasal dari keturunan raja-raja
di Jawa Timur (Lokapala) sehingga
Darmasiksa dibesarkan di Jawa Timur
• Ketika di Jawa Timur terjadi “pralaya”
yang menimpa keluarga Raja
Dharmawangsa pada 1017, Darmasiksa
kembali ke kampung halaman
ayahandanya
• Ia menjadi raja di Saunggalah Kuningan
dan setelah itu pindah ke Pakwan
Pajajaran menjadi Raja Sunda (1030)
Wilayah Kekuasaan Raja Airlangga • Pada masa menjadi Raja Sunda inilah,
menurut Moh. Yamin Dharmasiksa dikenal dengan nama Sri
Jayabhupati
KAWALI SEBAGAI PUSAT
KERAJAAN SUNDA
Kerajaan Sunda pindah ke
Kawali

• Selanjutnya pusat Kerajaan Sunda beralih


kembali ke Galuh
• Pada pertengahan abad ke-14, dalam
prasasti Kawali disebutkan Prabu Wastu
yang bertahta di Kota Kawali
memperindah keraton Surawisesa dan
membuat parit di sekeliling ibukota
• Dalam Carita Parahyangan dan Prasasti
Kebantenan, Prabu Wastu ini dikenal
sebagai Rahyang Niskala Wastukancana
• Ayah Prabu Wastu adalah Prabu Maharaja
yang gugur di Bubat (Pasunda Bubat) pada
1357 dalam rangka pernikahan putrinya
(Dyah Pitaloka) dengan Raja Hayam
Wuruk (Majapahit)
Prabu Niskala Wastukancana

• Menurut naskah Carita Parahyangan, ketika


Prabu Maharaja gugur di Bubat,
Wasukancana masih kecil
• Tahta Sunda di Kawali dipegang oleh
Hyang Bunisora sebagai wali raja
• Pada 1371, Prabu Wastukancana naik tahta
dan berkuasa di Kerajaan Sunda selama
104 tahun (1371-1475)
• Pusat kekuasaannya di Kompleks
Astanagedé di Kawali Ciamis
• Pada mulanya, Kawali kemungkinan
dibangun sebagai padépokan (kabuyutan),
tempat Niskala Wastu Kancana
Kompleks Astana Gede, Kawali mengasingkan dirinya setelah Pasunda
Bubat
PURBATISTI PURBAJATI

• Demi menanamkan gagasannya pula, ia


terlebih dahulu menempa dirinya pribadi
dengan menjalani hidup sebagai seorang
pertapa, seperti diberitakan dalam teks
naskah Carita Parahiyangan: brata siya puja
tanpa lum ‘ia berpuasa dan bertapa tidak
mengenal batas’
• Niskala Wastu tidak pernah meninggalkan
pedoman kenegaraan yang pernah
dijalankan para pendahulunya (purbatisti
purbajati) serta diharapkannya agar para
penerusnya tetap berpegang kepada
pedoman yang diamanatkannya
Prasasti Kawali I dan sebagaimana tampak dalam Prasasti
Prasasti Kawali II Kawali I dan Prasasti Kawali II
Prabu Dewaniskala

• Para peneliti hingga kini masih


berpendapat bahwa, Prebu Wastu yang
tercatat pada Prasasti Kawali adalah
tokoh yang sama dengan Prabu Niskala
Wastu Kancana dalam naskah Carita
Parahiyangan
• Pengganti Niskala Wastu, menurut
naskah Carita Parahiyangan ialah Tohaan
di Galuh, inya nu surup di gunung tiga
• Menurut Piagam Kebantenan (Lempeng
E.42a-b) penggantinya ialah Rahiyang
Ningrat Kancana
• Dalam pasasti Batutulis Bogor: Rahiyang
Prasasti Kebantenan (Lempeng E.42)
Déwaniskala sang sida mokta di guna tiga
IBU KOTA KERAJAAN SUNDA
PINDAH KE
PAKWAN PAJAJARAN
Sri Baduga Maharaja

• Selanjutnya, ketika Dewa Niskala


meninggal, ia digantikan oleh putranya
yang bernama Sri Baduga Maharaja, yang
berkedudukan di Pakuan Pajajaran
• Ia menjadi Raja di Pakwan Pajajaran
setelah menggantikan paman dan
mertuanya, Prabu Susuktunggal (adik
Prabu Dewaniskala)
• Dengan demikian, Sri Baduga bukan saja
berkuasa di Pakwan Pajajaran, melainkan
juga berkuasa di Kawali, tempat
kedudukan ayah dan kakeknya
• Sri Baduga Maharaja berhasil menyatukan
kembali Kerajaan Sunda dan Galuh
Prasasti Batutulis sebagaimana dinyatakan dalam prasasti
Batutulis (1533 Masehi)
Kerajaan Sunda Runtuh

• Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis pada


1511, pedagang muslim memindahkan jalur
perdagangannya
• Pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Sunda
menjadi ramai, terutama Sunda Kalapa
• Dampaknya, pengaruh Islam semakin
menguat
• Untuk mencegahnya, ditandatangani
perjanjian politik antara Kerajaan Sunda dan
Portugis pad 21 Agustus 1522
• Perjanjian tersebut tidak dapat direalisasikan
dalam waktu cepat sehingga Kerajaan Sunda
semakin terdesak oleh Islam
• Puncaknya terjadi pada 1579, ketika Maulana
Yusuf berhasil menghancurkan Keraton
Sunda di Pakwan Pajajaran
• Pada tahun iutlah, Kerajaan Sunda runtuh
PETA KOTA
PAKWAN PAJAJARAN
Talaga Rena Mahawijaya

• Raja Sunda yang dikenal juga dengan nama Sang


Ratu Jayadewata, Prabu Guru Dewataprana,
Prabu Ratu Purana atau Sang Ratu Dewata ini,
memerintah berdasarkan kitab-kitab hukum
Keletakan yang berlaku sehingga keadaan aman, tenteram,
tanpa pernah terjadi peperangan
Talaga
Rena • Selain itu, Sri Baduga banyak berbuat untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya yaitu
Mahawijaya
memariti lagi kota, memperkeras jalan, membuat
hutan tutupan, membuat tanda peringatan
gunung-gunungan, dan membuat danau
bernama Talaga Rena Mahawijaya
• Setelah meninggal ia dikenal sebagai sang
mokteng rancamaya ‘Yang meninggal di
Rancamaya’
• Mengenai masa pemerintahan Sri Baduga
Maharaja dapat diperhitungkan antara 1482-1521
Tata Ruang Keraton Panca
Prasadha

• Menurut Prasasti Batutulis, Sri Baduga


Maharaja adalah Raja Pakwan Pajajaran
• Dalam Prasasti Kebantenan, Prabu
Maharaja disebut sebagai Susuhunan di
Pakwan Pajajaran
• Di Pakwan Pajajaran, Sri Baduga
Maharaja membangun keraton yang
disebut “Bima Punta Narayana Madura
Suradipati”
• Di keraton Pakwan Pajajaran inilah pusat
Kerajaan Sunda berada hingga
runtuhnya pada 1579
Sebaran Tinggalan Arkeologi
di Pakwan Pajajaran

• Di Pakwan Pajajaran, selain terdapat Prasasti


Batutulis, juga terdapat beberapa peninggalan
arkeologi yang berkaitan erat dengan
eksistensi kerajaan tersebut.
1. Mbah Kutadani
2. Arca Purwakalih
3. Prasasti Batutulis
4. Menhir
5. Batu Congkrang
6. Bale Kambang
7. Ranggapati
8. Campakawarna
9. Cikahuripan
10. Makam Ratu Pakuan
RAJA-RAJA GALUH,
SUNDA, dan PARA
BUPATI DI PRIANGAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai