Anda di halaman 1dari 34

Asal-Usul Galuh

• Menurut Poerbatjaraka galuh berasal dari bahasa Sansekerta


galu yang berarti perak atau permata. galu juga biasa
dipergunakan untuk menyebut putri raja (yang sedang
menerima) dan belum menikah.
• Iskandar menyebutkan bahwa secara tradisional oleh orang
Jawa Barat, galeuh atau inti. Dari pengertian tersebut timbul
pergeseran kata inti menjadi hati, sebagai inti dari manusia.
Dalam pengertian lain, kata galeuh disejajarkan dengan kata
galih, kata halus dari beuli (beli). Wajar jika dalam
perkembangan selanjutnya, timbul dua sebutan Galuh
Pakuan dengan Galih Pakuan.
• Sukardja menyebutkan bahwa kata galuh terkait dengan
ilmu kagaluhan, yakni ilmu yang mengajarkan tentang
falsafah kehidupan manusia.
• W.J. van der Meulen (1988:76), mengungkapkan bahwa kata
galuh berasal dari kata saka loh yang berarti dari sungai
asalnya, dan dalam dialek Banyumas menjadi sagaluh atau
segaluh. Selanjutnya van der Meulen mengemukakan juga
tentang adanya tiga kerajaan Galuh, antara lain sebagai
berikut:
• Galuh Purba (Galuh lama) yang berpusat di daerah Ciamis
(Jawa Barat);
• Galuh Utara (Galuh Baru = Galuh Lor = Galuh Luar) yang
berpusat di daerah Dieng; dan
• Galuh yang berpusat di Denuh (Tasikmalaya).
• Adapun Galuh pertama, Galuh zaman pemerintahan
Sempakwaja-Purbasora. Galuh kedua, Galuh zaman
pemerintahan Mandiminyak-Senna. Kemudian, Galuh ketiga,
Galuh zaman pemerintahan Rahiyang Kedul, yang selalu
terancam oleh kedua Galuh lain dalam perebutan kekuasaan.
Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Galuh
1. Asal-usul Kerajaan Galuh, berdasarkan sumber
sejarah naskah Wawacan Sajarah Galuh.
2. Asal-usul Kerajaan Galuh berdasarkan sumber
sejarah Carita Parahyangan. Naskah ini ditulis
pada tahun 1580, setahun setelah Kerajaan
Sunda runtuh. Dengan demikian, Carita
Parahyangan berasal dari masa pra-Islam, yakni
tatkala kekuasaan dan kebudayaan Hindu masih
mewarnai masyarakat Jawa Barat.
3. Sumber-sumber sezaman berupa prasasti. Ada beberapa
prasasti yang memuat nama “Galuh”, meskipun tanpa
disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya.
4. Prasasti berangka tahun 910, Raja Balitung disebut sebagai
“Rakai Galuh”. Dalam prasasti Siman berangka tahun 943,
disebutkan bahwa “kadatwan rahyangta i mdang i bhumi
mataram ingwatu galuh”.
5. Piagam Calcutta disebutkan bahwa “para musuh penyerang
Airlangga lari ke Galuh dan barat; mereka dimusnahkan
dalam tahun 1031”.
6. Prasasti di Jawa Timur dan dalam Kitab (diprakirakan ditulis
pada abad ke-15), disebutkan sebuah tempat bernama
“Hujung Galuh” yang terletak di tepi Sungai Brantas.
7. Prasasti berangka tahun 732, ditemukan di halaman
percandian Gunung Wukir di Dukuh Canggal (dekat Muntilan
sekarang), disebutkan bahwa “Sanjaya telah menggantikan
raja sebelumnya yang bernama Sanna”.
• Tampaknya isi prasasti ini ada hubungannya dengan sebuah
naskah yang ditulis pada abad ke-16, yaitu Carita
Parahyangan. Naskah ini mengungkapkan bahwa Raja Sena
yang berkuasa di Galuh dikalahkan oleh Rahyang Purbasora,
saudara seibu sang raja. Raja Sena dibuang ke Gunung
Merapi bersama keluarganya, dan setelah dewasa Sanjaya
berhasil mengalahkan Sanghyang Purbasora.
• Nama “Galuh” sebagai ibukota disebut berkali-kali dalam
naskah ini. Selain itu, nama-nama tempat yang disebutkan
dalam naskah ini pada umumnya terletak di Jawa Barat
bagian timur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa abad ke-8
Masehi pernah ada Raja Sanjaya yang berkuasa di Galuh
8. Sumber sejarah lainnya mengenai Kerajaan Galuh di
Tatar Sunda berupa enam buah prasasti tanpa
angka tahun di Astana Gede, Kawali, Ciamis Utara.
Prasasti tersebut bernama Prasasti Kawali ditulis
dengan bahasa dan aksara Sunda Kuno Dalam
Prasasti Kawali disebutkan adanya seorang raja
yang dikenal sebagai Prabu Raja Wastu yang
menguasai Kota Kawali, kratonnya disebut
Surawisesa.
9. Prasasti Batutulis, disebutkan bahwa Rahyang Niskala
Wastu Kancana dimakamkan di Nusalarang, sedangkan
Rahyang Dewa Niskala dimakamkan di Gunungtiga.
10. Prasasti Kebantenan disebutkan bahwa Rahyang
Ningrat Kancana sebagai “…maka nguni ka susuhunan
ayeuna di pakwan pajajaran…” artinya “tokoh yang
digantikan oleh Susuhunan di pakwan pajajaran”.
• Dalam Carita Parahyangan, disebutkan bahwa Rahyang
Niskala Wastu Kancana dimakamkan di Nusalarang,
sedangkan Rahyang Dewa Niskala atau Rahyang Ningrat
Kancana, dalam naskah ini tidak disebutkan namanya,
tetapi di sebut sebagai Tohaan di Galuh (artinya “Yang
di Pertuan di Galuh”), di makamkan di Gunung Tilu.
Galuh di bawah Kekuasaan Mataram
• 1595 Galuh jatuh ke tangan Senapati dari Mataram
• Penguasa Mataram belum secara intensif
mengeksploitasi kekuasaan politiknya di Kerajaan
Galuh.
• Panembahan Senapati masih mengakui kedudukan
penguasa Galuh sebagai raja yang memerintah di
wilayah kekuasaannya tidak atas nama penguasa
Mataram.
• Dipakainya gelar prabu oleh Ujang Ngekel ketika
berkuasa di Kerajaan Galuh dengan gelar Prabu
Galuh Cipta Permana.
• Pada masa kepemimpinannya pusat kekuasan
Kerajaan Galuh dipindahkan ke Gara Tengah.
• Dalam sumber Belanda, batas-batas Kerajaan
Galuh yang jatuh ke tangan Mataram itu adalah:
• di sebelah timur, Sungai Citanduy, di sebelah utara
berbatasan dengan Sumedang, di sebelah barat
berbatasan dengan Galunggung, Sukapura, dan di
sebelah Selatan dengan Sungai Cijulang.
• Beberapa daerah yang sekarang termasuk Jawa
Tengah yaitu Majenang, Dayeuh Luhur, dan
Pegadingan, dahulunya termasuk wilayah Kerajaan
Galuh, dan di tempat-tempat tersebut hingga
sekarang sebagian komunitasnya masih
menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa
sehari-hari.
• Invasi Mataram ke Galuh semakin diperkuat pada
masa Sultan Agung.
• Penguasa Galuh, Adipati Panaekan, diangkat
sebagai wedana Mataram dengan diberi 960 cacah.
Artinya Galuh dijadikan sebagai vassal Mataram.
Ketika Mataram merencanakan serangan terhadap
VOC di Batavia pada tahun 1628.
• para vassal Mataram di Priangan dan di Galuh
bersilang pendapat mengenai perbedaan rencana
penyerangan terhadap VOC.
• Dalam perselisihan ini Adipati Panaekan terbunuh
tahun 1625. Ia kemudian digantikan oleh putranya
yang bernama Mas Dipati Imbanagara yang
berkedudukan di Gara Tengah (Cineam sekarang).
• Dipati Imbanagara yang dicurangi berpihak kepada
Dipati Ukur yang dianggap berkhianat kepada
Mataram dihukum mati atas perintah Sultan Agung
pada tahun 1636.
• Putranya yang bernama Mas Bongsar diangkat
sebagai Bupati Gara Tengah di bawah perwalian
Patih Wiranangga, karena bupati baru ini terlalu
muda usianya, 13 tahun. Mas Bongsar diberi gelar
Raden Panji Arya Adipati Jayanagara, dan
Imbanagara dijadikan nama Kabupaten.
• Bagi Raden Panji Arya Adipati Jayanagara, Gara Tengah
merupakan daerah yang memberikan kenangan buruk.
• Raden Panji Arya Adipati Jayanagara memindahkan ibu kota
kabupatennya ke Calincing, dipindahkan lagi ke Bendanagara atau
Panyingkiran, kemudian ke Barunay 14 Mulud tahun He atau 12
Juni 1642.
• Kedudukan Barunay berubah nama menjadi Imbanagara, sebagai
ibu kota Kabupaten Imbanagara berlangsung sampai 1815.
• Selama ratusan tahun berkedudukan sebagai ibukota Kabupaten
Imbanagara, kabupaten-kabupaten lain seperti Kertabumi, Utama,
Kawasen, Panjalu, dan Kawali dihilangkan sehingga wilayah
Kabupaten Imbanagara meliputi daerah yang luas mulai dari
Cijolang hingga ke pantai selatan dan dari Citanduy di timur
hingga perbatasan Sukapura.
• Bahkan beberapa wilayah yang terletak di sebelah timur Citanduy,
yaitu: Dayeuh Luhur, Nusa Kambangan, Cilacap, dan Banyumas
dijadikan sebagai wilayah perwalian Kabupaten Imbanagara.
Galuh di bawah Kolonialisme VOC

• Perjanjian Mataram-Kompeni 5 Oktober 1705, yang isinya


antara lain:
• Mataram menyerahkan wilayah Cirebon dan Priangan-
Cirebon yang meliputi Imbanagara, Galuh, dan Sukapura,
kepada VOC sebagai imbalan atas bantuan VOC ketika
membantu Pangeran Puger untuk merebut tahta Mataram
dari keponakannya Amangkurat III atau Sunan Mas.
• tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat oleh VOC sebagai
Bupati Galuh menggantikan Angganaya yang meninggal
dunia.
• Bertepatan dengan masa pemerintahannya, VOC
memberlakukan sistem ekonomi Prianganstesel dan
indirect rule sebagai sistem pemerintahan di seluruh
daerah kekuasaannya.
• Tahun 1706, ia digantikan pula oleh Kusumadinata I
(1706-1727).
• Tahun 1727-1732 M, bupati berikutnya adalah
Kusumadinata II, disebut juga Dalem Kasep,
• R. Adipati Kusumadinata III/Mas Garuda (1751-1801 M).
• Pada masa peralihan dari VOC ke Pemerintah Hindia
Belanda, bupati Imbanagara dijabat R. Adipati
Natadikusuma (1801-1806).
• Akibat dari perbuatan Natadikusuma yang menentang
pemerintah VOC, maka pemerintah kolonial memutuskan
untuk mengurangi wilayah Galuh, yaitu dengan
mengeluarkan Banyumas dan Dayeuh Luhur. Daerah
Kawasen, Pamotan, Pangandaran, dan Cijulang
digabungkan ke dalam wilayah Kabupaten Sukapura,
sedangkan Utama dan Cibatu digabungkan ke dalam
wilayah Imbanagara.
Galuh pada Masa Hindia Belanda
• Pada 31 Desember 1799, VOC dibubarkan dan
kekuasaan di Nusantara diambil alih oleh Kerajaan
Belanda, yang kemudian membentuk Pemerintahan
Hindia Belanda.
• Gubernur jenderal pertama yang berkuasa di Hindia
Belanda adalah Herman Wilhelm Daendels (1808-
1811), dengan membawa semangat Revolusi
Perancis, melakukan perubahan dalam bidang
pemerintahan yang berkaitan dengan administrasi
wilayah dan kekuasaan elite politik pribumi (sultan
dan bupati).
• Pada Mei 1811, D.W. Daendels menyerahkan
jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kepada
Jan Willem Jansens.
• Jansens tidak berkuasa lama karena ia tidak
mampu mengatasi serbuan armada Inggris ke
Pulau Jawa pada Agustus 1811. Akibatnya, ia
menyerah kepada Inggris di daerah Salatiga pada
17 September 1811 melalui Kapitulasi Tuntang.
• Pada saat Raffles berkuasa di Pulau Jawa, di
Galuh terjadi tiga kali suksesi kepemimpinan.
Sepeninggalnya Raden Adipati Surapraja (1811),
jabatan bupati diserahkan kepada Tumenggung
Jayengpati Kartanagara yang pada waktu itu
berkedudukan sebagai Bupati Cibatu.
• Bupati selanjutnya yaitu R. Tumenggung
Natanagara (1812-1815 M), beliau asal dari
Cirebon. Pada masa pemerintahannya, beliau
mengusulkan agar pusat Pemerintahan
Imbanagara dipindahkan ke Randegan.
Tujuannya adalah supaya dekat ke Banjar dan
ke laut.
• Pangeran Sutajaya (1815 M), dalam pemerintahannya tidak
berpusat di Imbanagara, tetapi beliau membuat pesanggrahan
di Burung Diuk, yang disebut Pasanggrahan Sindang.
• Tujuan membuat pasanggrahan di sana adalah supaya dekat
dengan pembangunan Dayeuh Anyar yang sekarang disebut kota
Ciamis.
• Pada masa pemerintahannya, Kabupaten Imbanagara dipecah,
diantaranya: Pasir panjang, Kawasen, Pamotan (Padaherang),
Cikembulan, dan Cijulang, dipasrahkan ke Sukapura, pada waktu
itu berpusat di Manonjaya. Dan di sebelah timur Citanduy
disatukan ke daerah Jawa Tengah, sedangkan Kabupaten
Imbanagara sendiri hanya meliputi Imbanagara, Cibatu, dan
Utama.
• Daerah-daerah yang termasuk pemerintahan Imbanagara,
diwakili oleh para Patih. Seperti dikawasan Imbanagara dipegang
oleh Patih Wiradikusuma, sedangkan di Cibatu dipegang oleh
Patih Jayakusuma, dan Utama dipegang oleh Patih Wiratmaka.
• 15 Januari 1815, Tumenggung Wiradikusuma
menggantikan kedudukan Pangeran Sutajaya sebagai
Bupati Galuh.
• Menetapkan bahwa kabupaten yang dipimpinnya tidak
lagi bernama Kabupaten Imbanagara, tetapi bernama
Kabupaten Galuh dengan ibukotanya di Ciamis.
• Silsilah para bupati Kabupaten Galuh, mereka
merupakan keturunan para Bupati Imbanagara
sehingga tidaklah berlebihan jika Kabupaten Galuh
dikatakan sebagai penerus Kabupaten Imbanagara.
• Pada akhir pemerintahan Raffles, nama Kabupaten
Galuh secara resmi dipakai dalam silsilah pemerintahan
di Hindia Belanda dan kembali dipimpin oleh keturunan
Maharaja Sanghyang Cipta di Galuh
• Kabupaten Galuh dipimpin oleh R. Adipati
Adikusuma, anak R. Adipati Wiradikusuma (1819-
1839). Wilayah kekuasaanya tidak hanya meliputi
daerah Imbanagara, Utama, dan Cibatu, melainkan
meliputi juga Panjalu dan Kawali.
• Kabupaten Galuh dibagi menjadi empat distrik, yaitu
Ciamis, Kepel, Kawali, dan Panjalu. Pada masa
pemerintahan Adikusuma, pemerintahan kolonial
menetapkan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel).
Komoditas tanaman perdagangan yang dikenai
tanam wajib di Galuh adalah kopi, beras, tebu, dan
tarum.
• Masa pemerintahan Bupati Galuh Ciamis, R. A. A.
Kusumadiningrat adalah tahun 1839 sampai dengan
tahun 1886.
• R. A. A. Kusumadiningrat mengususlkan agar
pemerintah Hindia Belanda segera mencabut
Cultuurstelsel .
• Beliau dikenang sebagai bupati yang sangat dekat
dengan rakyat. Berwibawa dan disayangi oleh segenap
penduduk Galuh. Itulah sebabnya beliau mendapat
gelar Kanjeng Prebu dari penduduk yang
menghormatinya. Beliau adalah seorang bupati yang
progresif dan sangat cerdas pada masanya.
• Terbukti dengan penguasaan terhadap bahasa Belanda
dan Prancis.
• Mendirikan sekolah kabupaten.
• Minat beliau tidak hanya terpusat pada pendidikan,
namun juga sangat memperhatikan pembangunan.
• 1859-1870, pada masa pemerintahannya banyak
bangunan didirikan. Diantaranya, Gedung
Kabupaten yang sangat indah. Gedung Asisten
Residen yang sekarang menjadi Gedung Negara.
• Membangun tangsi Prajurit, Mesjid, Kantor Pos,
Kantor Telegraf dan Gedung Sositeit (Rumah Bola).
• Gedung Kabupaten, yang sekarang menjadi gedung
DPRD, mempunyai arti tersendiri bagi penduduk. Di
halaman gedung tersebut ditanami pohon gebang,
pohon lame, haur kuning, huruf depan pohon
gebang, lame dan haur kuning adalah G, L, dan H
yang merupakan inisial dari Galuh.
• Kanjeng Prebu sendiri tidak tinggal di Gedung Kabupaten yang
bercorak Belanda. Tapi beliau mendirikan sebuah keraton di
daerah Selagangga yang lebih tradisional. Sejak 1853, Kanjeng
Prebu sudah tinggal di kediamannya, Keraton Selagangga.
• Kanjeng Prebu juga membuat nyusuk atau selokan-selokan
serta bendungan untuk keperluan pertanian. Diantaranya
selokan Gundawangi, Wangundireja, dan Cikatomas. Juga
membangun bendungan Tanjung Manggu dan Nagawiru.
• Pertanian di Kabupaten Galuh mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Sejak saat itu Ciamis terkenal sebagai penghasil
kelapa, minyak dan galendonya.
• Kesenian tradisional di Ciamis terus tumbuh dengan subur.
Misalnya seni Angklung, Reog, Ronggeng, Calung, Terbang,
Rudat, Wayang, Penca, Ibing dan lain-lain. Dalam seni Ibing,
beliau menciptakan Tari Baksa yang sekarang digunakan untuk
tari pendahuluan atau Nyoderan pada seni Ibing Tayub.
• Untuk kemajuan Islam didirikan Masjid yang besar di
lingkungan Keraton Selagangga dan menyerahkan
kepemimpinannya kepada Bapak Kyai H. Abdul Karim,
beliau juga memerintahkan ke kampung-kampung
untuk membuat tajug-tajug dan pimpinannya diangkat
langsung oleh beliau.
• Ketika Undang-undang Agraria diberlakukan pada
1870, di Kabupaten Galuh banyak dibuka perkebunan
swasta seperti di Lemah Neundeut, Bangkelung,
Gunung Bitung, Panawangan, Darmacaang, dan
Sindangrasa.
• Untuk melancarkan industri perkebunan, maka
diperlukan pembangunan sarana dan prasarana
transportasi. Pada 1891, seiring dengan pembangunan
sarana transportasi di Priangan, Ciamis telah dilalui
jalan kereta api Bandung-Mios.
• Pengganti R. A. A. Kusumadiningrat adalah putranya yang
bernama R. A. A. Kusumasubrata (1886-1914).
• Sepeninggalnya R. A. A. Kusumasubrata (1914), Pemerintah
Hindia Belanda tidak mengangkat keturunannya sebagai
Bupati Galuh.
• Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda ini disebabkan oleh
banyaknya anggota keluarga Bupati Galuh yang menentang
kekuasaan Belanda.
• Anaknya yang bernama R. Oto Gurnita Kusumasubrata secara
terang-terangan menentang kehadiran Belanda di Kabupaten
Galuh.
• Pada 1914, Pemerintah Hindia Belanda mengangkat R.
Tumenggung Sastrawinata sebagai Bupati Galuh
menggantikan R. A. A. Kusumasubrata. Setelah dua tahun
memimpin (1916), atas persetujuan Pemerintah Hindia
Belanda dirinya mengubah nama Kabupaten Galuh menjadi
Kabupaten Ciamis.
• Pada masa pemerintahannya, terjadi beberapa peristiwa
politik yang terkait langsung dengan eksistensi Kabupaten
Ciamis. Pada 1 Januari 1926 Pulau Jawa dibagi menjadi 3
propinsi, yaitu Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur.
• Propinsi Jawa Barat dibagi menjadi 5 keresidenan, 18
kabupaten, dan 6 kotapraja. Keresidenan-keresidenan itu
adalah Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan
Cirebon. Keresidenan Priangan terdiri atas kabupaten-
kabupaten: Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan
Ciamis. Antara 1926 hingga 1942, Ciamis dimasukkan ke
Afdeeling Priangan Timur bersama-sama dengan
Tasikmalaya, dan Garut, yang beribukota di kota
Tasikmalaya. Selain itu, pada masa pemerintahannya
terjadi pemberontakan komunis di bawah pimpinan Egom
dan Dirja.
GALUH pada MASA JEPANG
• Memasuki dekade keempat abad ke-20, Jepang mulai
muncul sebagai sebuah kekuatan baru di kawasan Asia.
• Kemenangannya atas Rusia pada 1905 ternyata
membangkitkan kepercayaan diri untuk terus melakukan
ekspansi ke negara-negara Asia lainnya, terutama
kawasan Selatan, untuk membangun sebuah imperium.
Dalam upaya membangun suatu imperium di Asia
tersebut, Jepang telah memulai perang di Pasifik.
• Pasukan Jepang akhirnya dapat memasuki Jawa Barat
melalui Banten (Teluk Banten) dan Eretan Wetan
(Cirebon). Pasukan yang mendarat di Eretan Wetan (dini
hari) adalah Detasemen Syoji dari Tentara Keenambelas.
Dari Eretan tentara Jepang disiapkan untuk menggempur
pertahanan Belanda di Ciater dan selanjutnya akan
menyerbu Bandung.
• Setelah penyerahan kekuasaan dari Pemerintah
Kolonial Belanda kepada Pemerintah Militer Jepang
pada 10 Maret 1942, Letjen. H. Imamura sebagai
Panglima Tentara Kerajaan Jepang ke-16 beserta
pasukannya memasuki kota Bandung.
• Melalui Perang Asia Timur Raya, Jepang bermaksud
membebaskan “saudara muda”nya dari cengkeraman
penjajah bangsa kulit putih dan menciptakan
kemakmuran bersama bangsa-bangsa Asia Timur
Raya.
• Selain itu, balatentara Jepang pada waktu
kedatangannya menunjukkan sikap yang bersahabat
kepada rakyat Indonesia, dan sebaliknya sikap
bermusuhan dan merendahkan orang-orang Eropa,
khususnya orang Belanda.
• Pada 1944 mulai dibenci rakyat karena berbagai
tindakan yang dilakukannya telah mengakibatkan
kesengsaraan bagi rakyat.
• Akibat dari itu muncul perlawanan-perlawanan
terhadap Jepang yang bertujuan untuk mengusir
Jepang dari Indonesia.
• Dengan tujuan untuk memobilisasi rakyat Indonesia
supaya membantu Jepang dalam peperangannya
melawan pihak Sekutu, yang menurut Jepang
peperangan yang dilakukannya itu untuk mencapai
“kemakmuran Asia Timur Raya”, maka pada 29
April 1942, Jepang mendirikan “Pergerakan 3A”
yang berarti Jepang Pemimpin Asia, Jepang
Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia.
• Pada September 1943 dengan disponsori Putera
(Pusat Tenaga Rakyat) telah didirikan tentara sukarela
Pembela Tanah Air (Peta). Dalih yang dikemukakan
oleh pemimpin Putera dalam usaha pendirian Peta ini
untuk mempertahankan tanah air Indonesia dari
ancaman Sekutu.
• Di antara tokoh penting dalam usaha pendirian Peta
ialah Gatot Mangkupraja. Dalam perkembangannya
Peta banyak memberikan keuntungan kepada
perjuangan kebangsaan Indonesia.
• Peta ini kemudian menjadi cikal-bakal utama Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia. Diantara putera Ciamis
yang telah mengikuti pendidikan Peta ialah Pardjaman,
R. S. Bratamanggala, M. Gumilar, Abubakar
Kartakusuma, Udo Ruchjana, Moch. Kostaram.
• Rakyat Indonesia diwajibkan dengan secara paksa
mengerjakan proyek-proyek untuk kepentingan peperangan
Jepang.
• Di antara rakyat Ciamis juga tidak sedikit yang menjadi
romusha untuk mengerjakan gua-gua perlindungan dan
tempat-tempat pertahanan Jepang di Pangandaran. Di antara
romusha-romusha itu ada juga yang dikerahkan oleh Jepang
untuk membuat tanggul-tanggul sungai Citanduy (Doboku).
• Pada masa pendudukan Jepang, yang menjadi Bupati Ciamis
adalah R. T. A. Sunarya. Ia telah mendirikan koperasi minyak
kelapa “Subur”. Di antara pemimpin koperasi tersebut ialah
Suwita Atmadja dan koperasi ini berjalan dengan baik. Di
daerah Ciamis yang penduduknya banyak
• petani kelapa, adanya koperasi “Subur” ini telah
memberikan sedikit keringanan kepada kehidupan rakyat di
Ciamis 1944-1946.

Anda mungkin juga menyukai