• Menurut Poerbatjaraka galuh berasal dari bahasa Sansekerta
galu yang berarti perak atau permata. galu juga biasa dipergunakan untuk menyebut putri raja (yang sedang menerima) dan belum menikah. • Iskandar menyebutkan bahwa secara tradisional oleh orang Jawa Barat, galeuh atau inti. Dari pengertian tersebut timbul pergeseran kata inti menjadi hati, sebagai inti dari manusia. Dalam pengertian lain, kata galeuh disejajarkan dengan kata galih, kata halus dari beuli (beli). Wajar jika dalam perkembangan selanjutnya, timbul dua sebutan Galuh Pakuan dengan Galih Pakuan. • Sukardja menyebutkan bahwa kata galuh terkait dengan ilmu kagaluhan, yakni ilmu yang mengajarkan tentang falsafah kehidupan manusia. • W.J. van der Meulen (1988:76), mengungkapkan bahwa kata galuh berasal dari kata saka loh yang berarti dari sungai asalnya, dan dalam dialek Banyumas menjadi sagaluh atau segaluh. Selanjutnya van der Meulen mengemukakan juga tentang adanya tiga kerajaan Galuh, antara lain sebagai berikut: • Galuh Purba (Galuh lama) yang berpusat di daerah Ciamis (Jawa Barat); • Galuh Utara (Galuh Baru = Galuh Lor = Galuh Luar) yang berpusat di daerah Dieng; dan • Galuh yang berpusat di Denuh (Tasikmalaya). • Adapun Galuh pertama, Galuh zaman pemerintahan Sempakwaja-Purbasora. Galuh kedua, Galuh zaman pemerintahan Mandiminyak-Senna. Kemudian, Galuh ketiga, Galuh zaman pemerintahan Rahiyang Kedul, yang selalu terancam oleh kedua Galuh lain dalam perebutan kekuasaan. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Galuh 1. Asal-usul Kerajaan Galuh, berdasarkan sumber sejarah naskah Wawacan Sajarah Galuh. 2. Asal-usul Kerajaan Galuh berdasarkan sumber sejarah Carita Parahyangan. Naskah ini ditulis pada tahun 1580, setahun setelah Kerajaan Sunda runtuh. Dengan demikian, Carita Parahyangan berasal dari masa pra-Islam, yakni tatkala kekuasaan dan kebudayaan Hindu masih mewarnai masyarakat Jawa Barat. 3. Sumber-sumber sezaman berupa prasasti. Ada beberapa prasasti yang memuat nama “Galuh”, meskipun tanpa disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya. 4. Prasasti berangka tahun 910, Raja Balitung disebut sebagai “Rakai Galuh”. Dalam prasasti Siman berangka tahun 943, disebutkan bahwa “kadatwan rahyangta i mdang i bhumi mataram ingwatu galuh”. 5. Piagam Calcutta disebutkan bahwa “para musuh penyerang Airlangga lari ke Galuh dan barat; mereka dimusnahkan dalam tahun 1031”. 6. Prasasti di Jawa Timur dan dalam Kitab (diprakirakan ditulis pada abad ke-15), disebutkan sebuah tempat bernama “Hujung Galuh” yang terletak di tepi Sungai Brantas. 7. Prasasti berangka tahun 732, ditemukan di halaman percandian Gunung Wukir di Dukuh Canggal (dekat Muntilan sekarang), disebutkan bahwa “Sanjaya telah menggantikan raja sebelumnya yang bernama Sanna”. • Tampaknya isi prasasti ini ada hubungannya dengan sebuah naskah yang ditulis pada abad ke-16, yaitu Carita Parahyangan. Naskah ini mengungkapkan bahwa Raja Sena yang berkuasa di Galuh dikalahkan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu sang raja. Raja Sena dibuang ke Gunung Merapi bersama keluarganya, dan setelah dewasa Sanjaya berhasil mengalahkan Sanghyang Purbasora. • Nama “Galuh” sebagai ibukota disebut berkali-kali dalam naskah ini. Selain itu, nama-nama tempat yang disebutkan dalam naskah ini pada umumnya terletak di Jawa Barat bagian timur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa abad ke-8 Masehi pernah ada Raja Sanjaya yang berkuasa di Galuh 8. Sumber sejarah lainnya mengenai Kerajaan Galuh di Tatar Sunda berupa enam buah prasasti tanpa angka tahun di Astana Gede, Kawali, Ciamis Utara. Prasasti tersebut bernama Prasasti Kawali ditulis dengan bahasa dan aksara Sunda Kuno Dalam Prasasti Kawali disebutkan adanya seorang raja yang dikenal sebagai Prabu Raja Wastu yang menguasai Kota Kawali, kratonnya disebut Surawisesa. 9. Prasasti Batutulis, disebutkan bahwa Rahyang Niskala Wastu Kancana dimakamkan di Nusalarang, sedangkan Rahyang Dewa Niskala dimakamkan di Gunungtiga. 10. Prasasti Kebantenan disebutkan bahwa Rahyang Ningrat Kancana sebagai “…maka nguni ka susuhunan ayeuna di pakwan pajajaran…” artinya “tokoh yang digantikan oleh Susuhunan di pakwan pajajaran”. • Dalam Carita Parahyangan, disebutkan bahwa Rahyang Niskala Wastu Kancana dimakamkan di Nusalarang, sedangkan Rahyang Dewa Niskala atau Rahyang Ningrat Kancana, dalam naskah ini tidak disebutkan namanya, tetapi di sebut sebagai Tohaan di Galuh (artinya “Yang di Pertuan di Galuh”), di makamkan di Gunung Tilu. Galuh di bawah Kekuasaan Mataram • 1595 Galuh jatuh ke tangan Senapati dari Mataram • Penguasa Mataram belum secara intensif mengeksploitasi kekuasaan politiknya di Kerajaan Galuh. • Panembahan Senapati masih mengakui kedudukan penguasa Galuh sebagai raja yang memerintah di wilayah kekuasaannya tidak atas nama penguasa Mataram. • Dipakainya gelar prabu oleh Ujang Ngekel ketika berkuasa di Kerajaan Galuh dengan gelar Prabu Galuh Cipta Permana. • Pada masa kepemimpinannya pusat kekuasan Kerajaan Galuh dipindahkan ke Gara Tengah. • Dalam sumber Belanda, batas-batas Kerajaan Galuh yang jatuh ke tangan Mataram itu adalah: • di sebelah timur, Sungai Citanduy, di sebelah utara berbatasan dengan Sumedang, di sebelah barat berbatasan dengan Galunggung, Sukapura, dan di sebelah Selatan dengan Sungai Cijulang. • Beberapa daerah yang sekarang termasuk Jawa Tengah yaitu Majenang, Dayeuh Luhur, dan Pegadingan, dahulunya termasuk wilayah Kerajaan Galuh, dan di tempat-tempat tersebut hingga sekarang sebagian komunitasnya masih menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. • Invasi Mataram ke Galuh semakin diperkuat pada masa Sultan Agung. • Penguasa Galuh, Adipati Panaekan, diangkat sebagai wedana Mataram dengan diberi 960 cacah. Artinya Galuh dijadikan sebagai vassal Mataram. Ketika Mataram merencanakan serangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628. • para vassal Mataram di Priangan dan di Galuh bersilang pendapat mengenai perbedaan rencana penyerangan terhadap VOC. • Dalam perselisihan ini Adipati Panaekan terbunuh tahun 1625. Ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Gara Tengah (Cineam sekarang). • Dipati Imbanagara yang dicurangi berpihak kepada Dipati Ukur yang dianggap berkhianat kepada Mataram dihukum mati atas perintah Sultan Agung pada tahun 1636. • Putranya yang bernama Mas Bongsar diangkat sebagai Bupati Gara Tengah di bawah perwalian Patih Wiranangga, karena bupati baru ini terlalu muda usianya, 13 tahun. Mas Bongsar diberi gelar Raden Panji Arya Adipati Jayanagara, dan Imbanagara dijadikan nama Kabupaten. • Bagi Raden Panji Arya Adipati Jayanagara, Gara Tengah merupakan daerah yang memberikan kenangan buruk. • Raden Panji Arya Adipati Jayanagara memindahkan ibu kota kabupatennya ke Calincing, dipindahkan lagi ke Bendanagara atau Panyingkiran, kemudian ke Barunay 14 Mulud tahun He atau 12 Juni 1642. • Kedudukan Barunay berubah nama menjadi Imbanagara, sebagai ibu kota Kabupaten Imbanagara berlangsung sampai 1815. • Selama ratusan tahun berkedudukan sebagai ibukota Kabupaten Imbanagara, kabupaten-kabupaten lain seperti Kertabumi, Utama, Kawasen, Panjalu, dan Kawali dihilangkan sehingga wilayah Kabupaten Imbanagara meliputi daerah yang luas mulai dari Cijolang hingga ke pantai selatan dan dari Citanduy di timur hingga perbatasan Sukapura. • Bahkan beberapa wilayah yang terletak di sebelah timur Citanduy, yaitu: Dayeuh Luhur, Nusa Kambangan, Cilacap, dan Banyumas dijadikan sebagai wilayah perwalian Kabupaten Imbanagara. Galuh di bawah Kolonialisme VOC
• Perjanjian Mataram-Kompeni 5 Oktober 1705, yang isinya
antara lain: • Mataram menyerahkan wilayah Cirebon dan Priangan- Cirebon yang meliputi Imbanagara, Galuh, dan Sukapura, kepada VOC sebagai imbalan atas bantuan VOC ketika membantu Pangeran Puger untuk merebut tahta Mataram dari keponakannya Amangkurat III atau Sunan Mas. • tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat oleh VOC sebagai Bupati Galuh menggantikan Angganaya yang meninggal dunia. • Bertepatan dengan masa pemerintahannya, VOC memberlakukan sistem ekonomi Prianganstesel dan indirect rule sebagai sistem pemerintahan di seluruh daerah kekuasaannya. • Tahun 1706, ia digantikan pula oleh Kusumadinata I (1706-1727). • Tahun 1727-1732 M, bupati berikutnya adalah Kusumadinata II, disebut juga Dalem Kasep, • R. Adipati Kusumadinata III/Mas Garuda (1751-1801 M). • Pada masa peralihan dari VOC ke Pemerintah Hindia Belanda, bupati Imbanagara dijabat R. Adipati Natadikusuma (1801-1806). • Akibat dari perbuatan Natadikusuma yang menentang pemerintah VOC, maka pemerintah kolonial memutuskan untuk mengurangi wilayah Galuh, yaitu dengan mengeluarkan Banyumas dan Dayeuh Luhur. Daerah Kawasen, Pamotan, Pangandaran, dan Cijulang digabungkan ke dalam wilayah Kabupaten Sukapura, sedangkan Utama dan Cibatu digabungkan ke dalam wilayah Imbanagara. Galuh pada Masa Hindia Belanda • Pada 31 Desember 1799, VOC dibubarkan dan kekuasaan di Nusantara diambil alih oleh Kerajaan Belanda, yang kemudian membentuk Pemerintahan Hindia Belanda. • Gubernur jenderal pertama yang berkuasa di Hindia Belanda adalah Herman Wilhelm Daendels (1808- 1811), dengan membawa semangat Revolusi Perancis, melakukan perubahan dalam bidang pemerintahan yang berkaitan dengan administrasi wilayah dan kekuasaan elite politik pribumi (sultan dan bupati). • Pada Mei 1811, D.W. Daendels menyerahkan jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kepada Jan Willem Jansens. • Jansens tidak berkuasa lama karena ia tidak mampu mengatasi serbuan armada Inggris ke Pulau Jawa pada Agustus 1811. Akibatnya, ia menyerah kepada Inggris di daerah Salatiga pada 17 September 1811 melalui Kapitulasi Tuntang. • Pada saat Raffles berkuasa di Pulau Jawa, di Galuh terjadi tiga kali suksesi kepemimpinan. Sepeninggalnya Raden Adipati Surapraja (1811), jabatan bupati diserahkan kepada Tumenggung Jayengpati Kartanagara yang pada waktu itu berkedudukan sebagai Bupati Cibatu. • Bupati selanjutnya yaitu R. Tumenggung Natanagara (1812-1815 M), beliau asal dari Cirebon. Pada masa pemerintahannya, beliau mengusulkan agar pusat Pemerintahan Imbanagara dipindahkan ke Randegan. Tujuannya adalah supaya dekat ke Banjar dan ke laut. • Pangeran Sutajaya (1815 M), dalam pemerintahannya tidak berpusat di Imbanagara, tetapi beliau membuat pesanggrahan di Burung Diuk, yang disebut Pasanggrahan Sindang. • Tujuan membuat pasanggrahan di sana adalah supaya dekat dengan pembangunan Dayeuh Anyar yang sekarang disebut kota Ciamis. • Pada masa pemerintahannya, Kabupaten Imbanagara dipecah, diantaranya: Pasir panjang, Kawasen, Pamotan (Padaherang), Cikembulan, dan Cijulang, dipasrahkan ke Sukapura, pada waktu itu berpusat di Manonjaya. Dan di sebelah timur Citanduy disatukan ke daerah Jawa Tengah, sedangkan Kabupaten Imbanagara sendiri hanya meliputi Imbanagara, Cibatu, dan Utama. • Daerah-daerah yang termasuk pemerintahan Imbanagara, diwakili oleh para Patih. Seperti dikawasan Imbanagara dipegang oleh Patih Wiradikusuma, sedangkan di Cibatu dipegang oleh Patih Jayakusuma, dan Utama dipegang oleh Patih Wiratmaka. • 15 Januari 1815, Tumenggung Wiradikusuma menggantikan kedudukan Pangeran Sutajaya sebagai Bupati Galuh. • Menetapkan bahwa kabupaten yang dipimpinnya tidak lagi bernama Kabupaten Imbanagara, tetapi bernama Kabupaten Galuh dengan ibukotanya di Ciamis. • Silsilah para bupati Kabupaten Galuh, mereka merupakan keturunan para Bupati Imbanagara sehingga tidaklah berlebihan jika Kabupaten Galuh dikatakan sebagai penerus Kabupaten Imbanagara. • Pada akhir pemerintahan Raffles, nama Kabupaten Galuh secara resmi dipakai dalam silsilah pemerintahan di Hindia Belanda dan kembali dipimpin oleh keturunan Maharaja Sanghyang Cipta di Galuh • Kabupaten Galuh dipimpin oleh R. Adipati Adikusuma, anak R. Adipati Wiradikusuma (1819- 1839). Wilayah kekuasaanya tidak hanya meliputi daerah Imbanagara, Utama, dan Cibatu, melainkan meliputi juga Panjalu dan Kawali. • Kabupaten Galuh dibagi menjadi empat distrik, yaitu Ciamis, Kepel, Kawali, dan Panjalu. Pada masa pemerintahan Adikusuma, pemerintahan kolonial menetapkan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Komoditas tanaman perdagangan yang dikenai tanam wajib di Galuh adalah kopi, beras, tebu, dan tarum. • Masa pemerintahan Bupati Galuh Ciamis, R. A. A. Kusumadiningrat adalah tahun 1839 sampai dengan tahun 1886. • R. A. A. Kusumadiningrat mengususlkan agar pemerintah Hindia Belanda segera mencabut Cultuurstelsel . • Beliau dikenang sebagai bupati yang sangat dekat dengan rakyat. Berwibawa dan disayangi oleh segenap penduduk Galuh. Itulah sebabnya beliau mendapat gelar Kanjeng Prebu dari penduduk yang menghormatinya. Beliau adalah seorang bupati yang progresif dan sangat cerdas pada masanya. • Terbukti dengan penguasaan terhadap bahasa Belanda dan Prancis. • Mendirikan sekolah kabupaten. • Minat beliau tidak hanya terpusat pada pendidikan, namun juga sangat memperhatikan pembangunan. • 1859-1870, pada masa pemerintahannya banyak bangunan didirikan. Diantaranya, Gedung Kabupaten yang sangat indah. Gedung Asisten Residen yang sekarang menjadi Gedung Negara. • Membangun tangsi Prajurit, Mesjid, Kantor Pos, Kantor Telegraf dan Gedung Sositeit (Rumah Bola). • Gedung Kabupaten, yang sekarang menjadi gedung DPRD, mempunyai arti tersendiri bagi penduduk. Di halaman gedung tersebut ditanami pohon gebang, pohon lame, haur kuning, huruf depan pohon gebang, lame dan haur kuning adalah G, L, dan H yang merupakan inisial dari Galuh. • Kanjeng Prebu sendiri tidak tinggal di Gedung Kabupaten yang bercorak Belanda. Tapi beliau mendirikan sebuah keraton di daerah Selagangga yang lebih tradisional. Sejak 1853, Kanjeng Prebu sudah tinggal di kediamannya, Keraton Selagangga. • Kanjeng Prebu juga membuat nyusuk atau selokan-selokan serta bendungan untuk keperluan pertanian. Diantaranya selokan Gundawangi, Wangundireja, dan Cikatomas. Juga membangun bendungan Tanjung Manggu dan Nagawiru. • Pertanian di Kabupaten Galuh mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sejak saat itu Ciamis terkenal sebagai penghasil kelapa, minyak dan galendonya. • Kesenian tradisional di Ciamis terus tumbuh dengan subur. Misalnya seni Angklung, Reog, Ronggeng, Calung, Terbang, Rudat, Wayang, Penca, Ibing dan lain-lain. Dalam seni Ibing, beliau menciptakan Tari Baksa yang sekarang digunakan untuk tari pendahuluan atau Nyoderan pada seni Ibing Tayub. • Untuk kemajuan Islam didirikan Masjid yang besar di lingkungan Keraton Selagangga dan menyerahkan kepemimpinannya kepada Bapak Kyai H. Abdul Karim, beliau juga memerintahkan ke kampung-kampung untuk membuat tajug-tajug dan pimpinannya diangkat langsung oleh beliau. • Ketika Undang-undang Agraria diberlakukan pada 1870, di Kabupaten Galuh banyak dibuka perkebunan swasta seperti di Lemah Neundeut, Bangkelung, Gunung Bitung, Panawangan, Darmacaang, dan Sindangrasa. • Untuk melancarkan industri perkebunan, maka diperlukan pembangunan sarana dan prasarana transportasi. Pada 1891, seiring dengan pembangunan sarana transportasi di Priangan, Ciamis telah dilalui jalan kereta api Bandung-Mios. • Pengganti R. A. A. Kusumadiningrat adalah putranya yang bernama R. A. A. Kusumasubrata (1886-1914). • Sepeninggalnya R. A. A. Kusumasubrata (1914), Pemerintah Hindia Belanda tidak mengangkat keturunannya sebagai Bupati Galuh. • Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda ini disebabkan oleh banyaknya anggota keluarga Bupati Galuh yang menentang kekuasaan Belanda. • Anaknya yang bernama R. Oto Gurnita Kusumasubrata secara terang-terangan menentang kehadiran Belanda di Kabupaten Galuh. • Pada 1914, Pemerintah Hindia Belanda mengangkat R. Tumenggung Sastrawinata sebagai Bupati Galuh menggantikan R. A. A. Kusumasubrata. Setelah dua tahun memimpin (1916), atas persetujuan Pemerintah Hindia Belanda dirinya mengubah nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis. • Pada masa pemerintahannya, terjadi beberapa peristiwa politik yang terkait langsung dengan eksistensi Kabupaten Ciamis. Pada 1 Januari 1926 Pulau Jawa dibagi menjadi 3 propinsi, yaitu Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. • Propinsi Jawa Barat dibagi menjadi 5 keresidenan, 18 kabupaten, dan 6 kotapraja. Keresidenan-keresidenan itu adalah Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon. Keresidenan Priangan terdiri atas kabupaten- kabupaten: Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Antara 1926 hingga 1942, Ciamis dimasukkan ke Afdeeling Priangan Timur bersama-sama dengan Tasikmalaya, dan Garut, yang beribukota di kota Tasikmalaya. Selain itu, pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan komunis di bawah pimpinan Egom dan Dirja. GALUH pada MASA JEPANG • Memasuki dekade keempat abad ke-20, Jepang mulai muncul sebagai sebuah kekuatan baru di kawasan Asia. • Kemenangannya atas Rusia pada 1905 ternyata membangkitkan kepercayaan diri untuk terus melakukan ekspansi ke negara-negara Asia lainnya, terutama kawasan Selatan, untuk membangun sebuah imperium. Dalam upaya membangun suatu imperium di Asia tersebut, Jepang telah memulai perang di Pasifik. • Pasukan Jepang akhirnya dapat memasuki Jawa Barat melalui Banten (Teluk Banten) dan Eretan Wetan (Cirebon). Pasukan yang mendarat di Eretan Wetan (dini hari) adalah Detasemen Syoji dari Tentara Keenambelas. Dari Eretan tentara Jepang disiapkan untuk menggempur pertahanan Belanda di Ciater dan selanjutnya akan menyerbu Bandung. • Setelah penyerahan kekuasaan dari Pemerintah Kolonial Belanda kepada Pemerintah Militer Jepang pada 10 Maret 1942, Letjen. H. Imamura sebagai Panglima Tentara Kerajaan Jepang ke-16 beserta pasukannya memasuki kota Bandung. • Melalui Perang Asia Timur Raya, Jepang bermaksud membebaskan “saudara muda”nya dari cengkeraman penjajah bangsa kulit putih dan menciptakan kemakmuran bersama bangsa-bangsa Asia Timur Raya. • Selain itu, balatentara Jepang pada waktu kedatangannya menunjukkan sikap yang bersahabat kepada rakyat Indonesia, dan sebaliknya sikap bermusuhan dan merendahkan orang-orang Eropa, khususnya orang Belanda. • Pada 1944 mulai dibenci rakyat karena berbagai tindakan yang dilakukannya telah mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyat. • Akibat dari itu muncul perlawanan-perlawanan terhadap Jepang yang bertujuan untuk mengusir Jepang dari Indonesia. • Dengan tujuan untuk memobilisasi rakyat Indonesia supaya membantu Jepang dalam peperangannya melawan pihak Sekutu, yang menurut Jepang peperangan yang dilakukannya itu untuk mencapai “kemakmuran Asia Timur Raya”, maka pada 29 April 1942, Jepang mendirikan “Pergerakan 3A” yang berarti Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia. • Pada September 1943 dengan disponsori Putera (Pusat Tenaga Rakyat) telah didirikan tentara sukarela Pembela Tanah Air (Peta). Dalih yang dikemukakan oleh pemimpin Putera dalam usaha pendirian Peta ini untuk mempertahankan tanah air Indonesia dari ancaman Sekutu. • Di antara tokoh penting dalam usaha pendirian Peta ialah Gatot Mangkupraja. Dalam perkembangannya Peta banyak memberikan keuntungan kepada perjuangan kebangsaan Indonesia. • Peta ini kemudian menjadi cikal-bakal utama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Diantara putera Ciamis yang telah mengikuti pendidikan Peta ialah Pardjaman, R. S. Bratamanggala, M. Gumilar, Abubakar Kartakusuma, Udo Ruchjana, Moch. Kostaram. • Rakyat Indonesia diwajibkan dengan secara paksa mengerjakan proyek-proyek untuk kepentingan peperangan Jepang. • Di antara rakyat Ciamis juga tidak sedikit yang menjadi romusha untuk mengerjakan gua-gua perlindungan dan tempat-tempat pertahanan Jepang di Pangandaran. Di antara romusha-romusha itu ada juga yang dikerahkan oleh Jepang untuk membuat tanggul-tanggul sungai Citanduy (Doboku). • Pada masa pendudukan Jepang, yang menjadi Bupati Ciamis adalah R. T. A. Sunarya. Ia telah mendirikan koperasi minyak kelapa “Subur”. Di antara pemimpin koperasi tersebut ialah Suwita Atmadja dan koperasi ini berjalan dengan baik. Di daerah Ciamis yang penduduknya banyak • petani kelapa, adanya koperasi “Subur” ini telah memberikan sedikit keringanan kepada kehidupan rakyat di Ciamis 1944-1946.