Anda di halaman 1dari 2

Sakramen Imamat

Sakramen Imamat disebut juga "Sakramen Tahbisan" atau "Sakramen Penahbisan". Pada
dasarnya panggilan sebagai imam berlanjut bagi semua orang yang telah dibaptis, namun
Tuhan menunjuk orang-orang pilihan-Nya bagi menjadi imam tertahbis (imam letak). Yesus
menunjuk secara khusus imam yang ditahbiskan bagi melanjutkan karya-Nya di dunia sampai
yang belakang sekali jaman, dan juga bagi meladeni imam bersama.

Sakramen Imamat diterima oleh seseorang sekali seumur hidup. Dengan sakramen ini maka
seorang manusia diangkat untuk mengabdikan hidupnya sebagai citra Kristus. Gereja
menyatakan ini dengan berkata bahwa seorang imam, berkat Sakramen Tahbisan, bertindak
“atas nama Kristus, Kepala” [in persona Christi capitis]. Gembala adalah Bapa Uskup dan para
Imam adalah perpanjangan tangannya untuk melakukan tugas gembala. Selain itu, Hanya
uskup (termasuk juga patriark dan paus) yang berhak dan boleh melayankan sakramen ini.

Melewati Sakramen Baptis, semua umat awam Kristiani diharuskan juga menjadi 'imam'; yaitu
dengan menjadi saksi Kristus yang adil, hidup menurut iman, pengharapan, dan kasih.
Kesaksian hidup umat diharapkan menjadi pancaran terang kasih Kristus kepada sesamanya.

Penahbisan dalam Gereja Katolik:


Dalam ritus tahbisan, setelah uskup menahbiskan, para imam juga menumpangkan tangan
kepada para tertahbis.

Rangkuman Misa Minggu Biasa XXXI

Vivat Cor Iesu per Cor Mariae. Hiduplah Hati Yesus melalui Hati Maria.

“Hari ini telah terjadi keselamatan atas rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab
Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” Kutipan kalimat yang
Yesus katakan dalam Injil ini merupakan tanggapan Yesus atas pertobatan yang murah hati dari
Zakheus. Sabda Yesus itu menyatakan dengan jelas kepada kita tentang salah satu aspek
keselamatan yaitu anugerah dari Tuhan yang bisa kita alami sejak dari sekarang, saat ini, disini,
di dunia ini. Yesus menganugerahkan keselamatan kepada Zakheus dan seluruh anggota
keluarga yang tinggal di rumahnya.

Pertobatan yang murah hati Zakheus berawal dari keinginannya yang sungguh untuk berjumpa
dengan Yesus. Keinginan itu berjumpa dengan Yesus yang melihatnya dengan penuh
belaskasih, kesabaran. Bahkan Yesus berkunjung di rumah Zakheus. Perjumpaan itu
menyentuh hati Zakheus dan memanggilnya untuk bertobat dengan murah hati, dengan berbagi
apa yang dia punya saat itu juga, tanpa menunda-nunda.

Seperti Zakheus yang diubah oleh Yesus yang maharahim, biarkanlah sabda hari ini menyentuh
hati kita sehingga sesama di sekitar kita merasakan dan mengalami kemurahan hati yang
memancar dalam kata dan karya kita.
Pertobatan adalah perubahan sikap 180 derajat. Berubah dari sikap dosa dan berbalik kepada
Kristus, serta menyadari jati diri kita yang sebenarnya, sebagai anak-anak Allah.Itu juga yang
dialami oleh Zakheus, setelah mengalami kasih dari Tuhan, mengalami pertobatan, dia mau
memperbaiki hidup, dan membagi kasih kepada orang lain, termasuk orang-orang yang pernah
dia rugikan.

Kita semua adalah seperti Zakheus, yang datang dengan latar belakang yang berbeda, dan kita
ingin melihat Tuhan, serta mengalami jamahan kasih-Nya. Tidak ada kesalahan yang terlalu
besar bagi Tuhan untuk diampuni. Dimana dosa semakin besar, maka kasih-Nya akan semakin
besar dan nyata.

Tuhan tidak mempermasalahkan masa lalu, dosa-dosa kita. Yang Dia mau adalah, kita
menyadari akan semua dosa-dosa kita, bertobat, dan mengalami kasih-Nya yang begitu besar.
Kasih yang sempurna, kasih yang “Agape”, yang bukan dari dunia ini, yang dapat merubah
segalanya. Orang yang sudah mengalami jamahan kasih Allah, seharusnya tidak boleh menjadi
manusia yang sama lagi. Kehidupannya harus benar-benar berubah, karena tidak ada kasih
yang dapat disimpan sendiri. Dengan sendirinya kasih ini akan mengalir keluar, dan akan
menular dengan cepat. Alangkah indahnya, jika di dalam keluarga, komunitas, lingkungan, dan
paroki kita, semua orang mengalami kasih Allah yang benar-benar nyata, dan membagikannya
kepada semua orang.

Anda mungkin juga menyukai