Anda di halaman 1dari 5

Rekoleksi Bulan November 2020

KEMATIAN PINTU MENUJU KEHIDUPAN BARU

A. PERTEMUAN I

1. Lagu Pembuka
2. Tanda Salib dan Salam Pembuka

P: Semoga Rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, Cinta Kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kita.
U: Sekarang dan Selama-lamanya.

Para suster yang terkasih, selamat sore dan selamat berjumpa kembali dalam rekoleksi
bulan ini. Kita patut bersyukur karena saat ini dan di tempat ini, kita boleh mengambil waktu
sejenak dari segala kesibukan harian kita. Para suster...... Gereja menetapkan bahwa setiap awal
bulan November kita peringati semua orang kudus dan pengenangan arwah semua orang beriman.
Mengingat makna antara kedua peristiwa itu begitu dekat, maka tak mengherankan Gereja
merayakannya secara berurutan. Dasar pemikirannya adalah setelah kita merayakan para orang
kudus kita juga diajak mendoakan saudara-saudari kita yang telah mendahului kita agar mereka
dapat bergabung bersama para kudus di surga.
Para saudari yang terkasih tema permenungan kita saat ini adalah Kematian Pintu Menuju
Kehidupan Baru. Kita menyadari bahwa kita hanya seorang peziarah di dunia ini. Kematian dan
terlebih hidup setelah kematian merupakan salah satu keyakinan iman kekatolikan kita. Di balik
kematian, ada kehidupan abadi dimana keadaannya ditentukan oleh sikap kita di dunia ini. Dalam
permenungan ini kita akan dibawa untuk merenungkan kematian dalam arti baru, yakni ‘kematian’
atas dosa. Supaya selalu mampu mengalami kasih Tuhan, kita diajak berani ‘mematikan’
keinginan-keinginan akan nikmat duniawi dan kecenderungan atas dosa, dengan demikian kita
sampai pada kehidupan baru di dunia ini.
Tema dalam pertemuan pertama ini berbicara tentang Mematikan Keinginan akan
Nikmat Duniawi. Dalam baptisan, kita diterima secara resmi menjadi anggota Gereja. Karenanya
kita dipanggil untuk ambil bagian dalam misteri keselamatan Kristus di salib. Kematian Kristus di
salib menunjukkan kematian manusia lama kita dengan segala dosa kita. Dan kebangkitanNya dari
alam maut menunjukkan kebangkitan kita menjadi manusia baru. Kalau kita mau mati dalam
Kristus kita harus melalui jalan salib, yakni penderitaan. Untuk mendalami permenungan kita pada
pertemuan pertama ini, mari kita masuk dari analogi ‘ibu yang bersalin’, ia rela mengalami banyak
penderitaan demi lahirnya kehidupan baru yakni sang buah hati.
Sementara pada pertemuan kedua, kita merenungkan sikap Bijaksana dalam Menggunakan Media Sosial.
Kita akan bermenung tentang ‘sikap bijak’ mengunakan media sosial sebagai salah satu upaya manusia zaman
ini menjadi ‘manusia baru’ dalam Kristus dengan menjadi komunikator Cinta Kasih yang menyelamatkan.
Kehadiran media sosial memberi kenikmatan tersendiri yang bisa menjadi ‘candu’ bagi manusia. Disadari atau
tidak, hal ini sangat memengaruhi seluruh aspek kehidupan kita mulai dari kehidupan rohani, relasi, kesehatan
fisik, dan kehidupan psikologi kita sebagai pribadi. Kedua tema ini hendak berusaha menuntun kita pada
keberanian untuk mematikan hal-hal badaniah menuju kedewasaan Iman dan kehidupan baru dalam Kristus.
Para saudari, Marilah kita persiapkan hati dan budi kita untuk mengikuti proses Rekoleksi
ini agar Roh Kudus sudi hadir dalam kehidupan kita masing-masing. Hening sejenak…

3. Doa Pembuka

4. Madah dan ketiga Mazmur dari Ibadat sore yg bersangkutan

5. Bacaan: Johanes 16:16-33

6. Renungan:
Sebagai anggota Gereja Kristus kita dipanggil untuk ambil bagian dalam misteri penyelamatan-
Nya. Ini adalah konsekuensi dari tugas perutusan kita sebagai murid-murid Kristus di dunia ini.
Kematian Kristus di salib mewujudnyatakan kematian manusia lama kita dengan segala dosa kita.
Dan kebangkitanNya dari alam maut mewujudnyatakan kebangkitan kita menjadi manusia baru.
Kalau kita mau mati dalam Kristus kita harus siap dan rela mengalami derita. Jalan Salib menjadi
salah satu jalan yang harus ditanggung oleh orang kristen sebagai konsekuensi menjadi pengikut
Yesus Kristus. Jalan Salib adalah jalan penderitaan yang memang harus ditempuh agar kita mati
dan dibangkitkan untuk memperoleh hidup kekal bersama Kristus. Bila berkaca dari Jalan Salib
Kristus, Jalan Salib bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
Menjalani Jalan salib itu sakit, perih, menderita, tidak menyenangkan. Kalau ada yang
mengatakan jalan salib itu indah, itu bohong! Karena peluh dan darah Kristus bukan sesuatu yang
indah untuk disaksikan, tetapi suatu kekejian manusia yang tega sekali menghakimi, menghukum,
melukai, menyiksa, dan membunuh Tuhannya. Itu tindakan sadis dan memalukan! Itu dosa kita,
mengapa Dia yang harus menanggungnya?
Masih berpikir mudah untuk mengikuti cara Yesus dalam menanggung salib-salib dosa kita?
Sungguhkah kita sudah konsisten dan konsekuen dalam menjalani komitmen kita sebagai orang Kristen dalam
Baptisan yang kita terima? Atau jangan-jangan kita ini hanya menggunakan ‘kekristenan’ kita sebagai style
penampilan luar kita? Sungguhkah kita sanggup mengalahkan dunia?
Saudari-saudari terkasih, kalau jalan salib itu menjadi suatu ukuran dan dipahami seperti di
atas, rasanya kita hanya menambah beban hidup kita yang sudah berat dengan beban yang mungkin
tak dapat kita tanggung dengan menjadi Kristen. Mungkin kita perlu belajar untuk memahami apa
yang ada di dalam hati Kristus yang terdalam sehingga sebagai manusia, Ia sanggup menyelesaikan
‘Jalan Salib’ yang amat berat yang merupakan dosa kita. Ya, CINTA KASIH-Nya yang mendalam
kepada manusialah yang memungkinkan semua itu terjadi. Yesus Sang Putra adalah bagian dari
Allah Tritunggal, Allah persekutuan, yang adalah CINTA KASIH. Cinta Kasih-Nya itu hanya
ingin memberikan diri-Nya bagi keselamatan dan kehidupan manusia. Ia tidak ingin orang-orang
yang dicintai-Nya mati sia-sia karena dosa di dunia. Ia ingin agar manusia kekasih-Nya itu turut
bergabung di dalam persekutuan dengan Bapa di surga dalam kehidupan kekal. Maka Ia rela
mengosongkan diriNya, menjadi manusia, mengalami penderitaan salib untuk menjadi tebusan dan
melahirkan kita kembali sebagai manusia baru yang sudah diselamatkan.
Meski pesan perpisahan dengan para murid-Nya itu mengindikasikan suatu dukacita
mendalam, Yesus malah menjanjikan suatu sukacita besar karena kematianNya itu akan membuka
jalan bagi para murid-Nya untuk dapat bersatu dengan Bapa yang mengutus-Nya. Jalan kesetiaan
Yesus kepada Bapa yang mengutus-Nya ini menjadi suatu pola yang perlu kita para murid-Nya
ikuti, supaya kita pun mendapat sukacita kemenangan, seperti Yesus yang menang atas segala
belenggu jahat di dalam dunia ini, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh
damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah
hatimu, Aku telah mengalahkan dunia”(Yoh 16:33). Itulah Cara Kristus mencintai kita dengan
sehabis-habisnya, tanpa syarat, tidak memikirkan diri sendiri. Dia hanya ingin memberi, dan hanya
ingin orang-orang yang dicintai-Nya selamat serta kembali dalam persekutuan dengan-Nya.
Selanjutnya, itulah yang membuat semua penderitaan itu ditanggung-Nya dengan iklas. Teladan
inilah yang perlu kita ikuti dan wujudkan. Berani dibaptis, berarti berani belajar mencintai Allah
dan sesama. Memanggul salib membutuhkan sikap rendah hati dan keberanian untuk melepaskan
kelekatan-kelekatan kita dari hal-hal duniawi.
Pada Injil disampaikan suatu gambaran ibu yang bersalin untuk menganalogikan pesan yang
disampaikan Yesus kepada para murid-Nya pada detik-detik terakhir Ia mengalami penderitaan,
sengsara dan wafat di salib, “...sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan
bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.” Maka,
analogi ibu yang bersalin menjadi sangat tepat untuk dijadikan metode belajar mencintai dengan
tulus meski demi cinta itu ia harus menantang maut. Bagi seorang ibu, ‘maut’ yang harus ia hadapi
dan terima, tidak sebanding dengan kehidupan bayi yang akan dilahirkannya. Usaha merawat
kandungan selama sembilan bulan itu tidak mudah, membutuhkan perhatian dan bahkan
memerlukan banyak biaya. Hal ini seringkali membuat sang Ibu harus berusaha menjaga
kesehatannya super ekstra demi kesehatan janin dalam kandungannya. Bisa jadi juga dalam usaha
menjaga kandungannya ia masih harus mengalami banyak masalah di rumah atau dalam
pekerjaannya. Akan tetapi, dalam segala derita yang dialaminya ia toh merasa gembira dan
beruntung. Ada sukacita luar biasa di dalam kesusahan yang dilaluinya. Itulah ‘HARAPAN’ akan
kehidupan baru yang membuatnya bisa terus bersyukur dan bergembira dalam segala
kesusahannya. Tahap selanjutnya dalam persalinan menjadi momen puncak kelahiran kehidupan
baru. Dalam situasi yang terasa berat dan menyakitkan itu pun ‘HARAPAN’ dapat menumbuhkan
sukacita, meskipun belum penuh. Kepenuhan itu bisa dialaminya saat ia menimang bayi di
pelukannya.
Kita perlu ber-IMAN dengan teguh dan senantiasa memupuk IMAN itu dalam doa. Kita harus
selalu meminta kepada Bapa melalui perantaraan Yesus, agar kita bisa dianugerahi IMAN yang
teguh dalam PENGHARAPAN akan CINTAKASIH untuk menjadi orang KRISTEN yang
sungguh-sungguh. Terlebih bagi kita Religius KSFL, yang berikrar mengabdikan diri seutuhnya
bagi Kerajaan Allah, kiranya kita perlu terus menerus belajar mencintai Allah dan sesama
sebagaimana Kristus mencintai Bapa dan kita. Tuntutan ini adalah suatu keharusan yang perlu
dialami dan dilakukan, bukan untuk dibayangkan dan dipikir-pikirkan saja. Yesus yang
mengalahkan dunia hendaknya menjadi pegangan dan kekuatan iman kita supaya bisa melampaui
kekuatan dunia ini. Untuk membuat diri kita mampu melakukannya, hendaklah kita mengingat dan
melakukan sabda Yesus, “Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu”,
sebab bisa jadi kita merasa kesulitan melakukannya karena kita tidak pernah meminta kepada Bapa
dalam nama Yesus, atau mungkin juga kita salah meminta. Kita meminta supaya Allah
menjauhkan kita dari penderitaan yang seharusnya meminta kekuatan kepada-Nya agar mampu
untuk melakukan jalan salib dengan setia.
(Doa Permohonan diambil dari offisi, hari yg bersangkutan.)

7. Doa Penutup :
Allah kebaikan tertinggi, kami syukuri segala berkatMu yg melimpah dalam hidup kami. Bimbinglah kami
Bapa agar dalam situasi apapun kami selalu mampu menghadirkan sukacita, damai dan keadilan kapan dan
dimanapun kami berada. Semoga masa rekoleksi ini menjadi saat kami dapat membaharui diri dan niat kami
untuk selalu terarah pada kebaikan. Dengan pengantara Kristus Tuhan kami. Amin
8.Lagu Penutup:

B. PERTEMUAN KEDUA (Penutupan Rekoleksi)


1. Tanda Salib dan Lagu Pembuka:
2. Kata Pengantar
Para saudari terkasih dalam pembukaan rekoleksi ini kita sudah merenungkan bahwa
manusia yang masih hidup di dunia ini berada di dalam kuasa dosa. Dosa senantiasa membawa
manusia pada akhir hidup yang sia sia yaitu kematian abadi. Jika kita membaca berita dan
informasi-informasi di berbagai mas media, kejahatan yang terjadi di era Milenial ini umumnya
banyak dilatar belakangi oleh penyalahgunaan media sosial seperti a.l perampasan, begal,
penyimpangan seksual, pencurian dalam bentuk elektric money, penipuan, bahkan pembunuhan
karakter dalam bentuk hoax beredar dimana-mana. Disadari atau tidak kehadiran media sosial juga
ikut memengaruhi kehidupan kita kaum berjubah. Satu sisi kita tidak boleh menutup mata dengan
perkembangan ini, namun di sisi lain kita kurang memiliki pemahaman atau literasi yang memadai
dalam menggunakan media sosial sesuai dengan etika yang ada terlebih bagi kita para Religius
yang berkaul. Dalam pertemuan kedua ini kita akan diajak untuk mencintai diri kita, mencintai
Tuhan dan sesama dalam hal menumbuhkan sikap bijak dalam mengunakan media sosial.
Menyadari bahwa kehidupan kita tidak dapat dipisahkan dari perkembangan tekhnologi saat ini,
namun perlulah kita sejenak bermenung untuk merefleksikan bagaimana sikap kita terhadap
teknologi tersebut dan apa dampak positif dan pengaruh negatif kehadiran medsos dalam
kehidupan kita di zaman ini. Hening Sejenak…

3. Doa Pembuka
Allah yang Maha Kuasa kami bersyukur atas Ramat dan penyertaan-Mu hingga saat ini.
Kami mohon tuntunan Roh Kudus-Mu agar dalam permenungan ini kami senantiasa dapat
memusatkan hati dan budi kami hanya kepada-Mu. Semoga melalui permenungan ini kami dibantu
memiliki hati yang bijak menimbang mana yang baik dan tidak baik, serta memiliki pikiran serta
sikap yang kritis dalam menjadi mediator keselamatan bagi sesama kami. Dengan Pengantaraan
Kristus Tuhan kami. Amin
4. Bacaan KS : Roma 6:3-11
5. Renungan
Bijak dalam Bermedia Sosial
Bermedia sosial menjadi suatu gaya hidup orang-orang zaman sekarang yang menciptakan
kondisi seakan-akan tanpa melakukannya, kita akan ketinggalan zaman. Kehadiran media sosial
bagaikan pisau bermata dua dalam kehidupan kita manusia. Media sosial pada dasarnya bersifat
netral dan tujuan awalnya positif, untuk membangun relasi yang berkesinambungan meski terpisah
oleh jarak dan tidak dapat berjumpa langsung. Akan tetapi dunia amat kuat mempengaruhi manusia
untuk mengambil kenikmatan dari sarana yang tersedia, tidak meluputkan penyimpangan
penggunaan media sosial untuk pemenuhan kenikmatan manusiawi yang bukan pada tempatnya.
Seseorang yang tidak mengolah dirinya dan tidak dewasa akan cenderung menikmati ‘keasyikan’
dirinya berselancar dalam dunia maya, karena dalam dunia maya ia merasa bebas berekspresi,
mengungkapkan isi hati, bahkan menghakimi, menyudutkan, hingga menghina orang lain. Sikap
ini muncul karena kenikmatan untuk berlaku sesuka hati tanpa bertanggung jawab, merasa nyaman
bersembunyi dari balik layar kenyataan. Namun sebenarnya jika ia jujur, ia tidak dapat menerima
dirinya apa adanya. Dia tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Seseorang menjadi tidak sanggup
menerima kenyataan dirinya sendiri yang memiliki kekurangan dan kelebihan di hadapan orang
lain serta selalu ingin sempurna di hadapan orang lain yang dipandangnya lebih rendah atau tak
sempurna. Lebih lanjut, Penyimpangan seksualitas dengan berbagai motif pun muncul pada sarana
ini secara masif. Ada yang digerakkan oleh motif ekonomi, tetapi ada pula yang muncul karena
keinginan mengejar kenikmatan seksual secara tak bertanggung jawab. Lalu karenanya, nilai luhur
keluarga dan selibat untuk Kerajaan Allah menjadi luntur. Situasi masyarakat menjadi tidak stabil
dan kehidupan semakin sulit untuk dipertanggungjawabkan dalam mencapai kebahagiaan yang
menghidupkan setiap martabat manusia yang bernilai.
Para saudari terkasih, Yesus diutus Allah datang ke dunia untuk membebaskan manusia dari
kuasa dosa. Misi Yesus adalah membawa manusia kembali ke dalam persekutuan dengan Bapa
melalui diri-Nya. Dengan penebusan-Nya di kayu salib, Yesus membebaskan manusia dari kuasa
dosa dan membawa mereka pada hidup baru di dalam Bapa. Manusia kini memiliki hidup baru
sebagai milik Allah dan lepas dari kuasa dosa di dunia yang justru mematikan. Kematian tidak lagi
menjadi akhir hidup tetapi menjadi langkah awal menuju kehidupan baru dan kekal. Dengan kita
mampu mematikan kecenderungan kita dari ‘candu’ terhadap penyalah-gunaan media social, akan
membantu kita berproses menuju hidup baru itu. Melalui Baptis, kita masuk ke dalam hidup baru
secara historis. Dan melalui panggilan sebagai religius kita dipanggil untuk menghadirkan kerajaan
Allah di dunia ini. Kita yang hendak mencintai Allah dan sesama dengan cara selibat untuk
Kerajaan Allah hendaknya menampilkan keindahan cara hidup ini dalam penggunaan media sosial
yang bijaksana. Kalau Yesus mengubah salib yang adalah tanda kehinaan manusia menjadi sarana
keselamatan, mengapa kita tidak berusaha melakukannya? Media sosial bisa menjadi warta
gembira kehidupan membiara. Kegiatan bersama yang penuh persaudaraan dalam keceriaan bisa
menjadi kesaksian yang efektif dalam media sosial. Asalkan kesaksian yang kita berikan adalah
benar adanya sesuai kenyataan.

Hal itu menjadi suatu pewartaan cinta kasih hidup eskatologis dalam dunia historis. Hidup membiara terarah
pada kehidupan eskatologis, itu bukan berarti meninggalkan segala hal yang ada di dunia dan seakan-akan
kita membangun dunia baru yang sama sekali lain untuk kita tempati. Itu artinya kita mengkhianati Kristus
Yesus yang mencintai manusia hingga rela ber-inkarnasi dalam kemanusiaan yang fana. Justru kita ditantang
untuk menjadikan sarana ini penuh berkat bagi banyak orang dan menghadirkan Tuhan di dalamnya.
Bijaksana dalam bermedia sosial berarti:
a. Kita bisa jujur apa adanya baik dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya. Media sosial bukan
topeng kepribadian kita, bukan pula sarana menyalurkan hal-hal yang tak mampu kita salurkan di
dalam komunitas membiara sehingga kita menjadi orang yang lain di depan dan lain di belakang.
Media sosial adalah batu uji bagi kita menampilkan diri kita apa adanya, bermartabat, dan bertanggung
jawab. Sehingga mereka yang tidak sanggup menjumpai kita secara langsung bisa merasakan berkat
Allah melalui media sosial. Ini jelas tidak mudah, karena kecenderungan kita adalah menikmati
kepura-puraan. Kalau kita mencintai orang lain dan mencinta Allah dalam panggilan hidup kita, mari
berusaha dengan penuh tanggung jawab menggunakan media sosial. Karenanya, mintalah kepada
Bapa dalam nama Tuhan Yesus kebijaksanaan yang cukup agar kita selalu berada di dalam rahmat-
Nya ketika menggunakan media sosial.
b. Gaya hidup itu penting dalam menampilkan diri. Gaya hidup menjadi suatu identifikasi zaman atau
generasi tertentu. Generasi milenial adalah generasi ‘gadget’. Tidak ada yang salah dengan itu. Lalu
apa permasalahannya? Apakah kita para kaum selibat yang merupakan generasi milenial (dan semua
saja yang hidup dalam zaman ini) mampu bersahabat dengan baik dan benar dalam gaya hidup zaman
ini dalam penggunaan media sosial (gadget)? Salah satu ciri persahabatan yang baik adalah
kemampuan memahami sahabat, mencintai sahabat, dan saling pengertian di antara mereka tanpa
menghilangkan identitas khas masing-masing pribadi sebagai religius. Kita orang yang hidup
membiara hendaknya menggunakan media sosial itu sesuai tujuannya. Penghargaan yang tepat
terhadap diri kita membuat kita tidak sekedar mengekploitasi habis-habisan media sosial demi
keuntungan kita seakan ia adalah budak kita. Atau kebalikannya, kita tidak memiliki kontrol sedikitpun
terhadapnya sehingga hidup kita ditentukan dan digerakkan oleh media sosial itu.
Ingatlah, kita ini manusia simbolis yang hidup berkomunitas dalam biara dan menjadi tanda kehadiran
komunitas eskatologis di dunia historis. Hendaklah media sosial zaman ini, Jangan sampai membuat
kita kehilangan identitas dan gaya hidup kita yang khas. Kalau kita bersahabat, berarti kita saling
memahami dan tetap menjaga nilai luhur identitas kita masing-masing. Untuk dapat melakukannya
perlu suatu keputusan atau ketetapan (diskresi) yang kuat baik secara personal maupun komunal.
Maka, mintalah kepada Bapa dalam nama Tuhan Yesus, supaya kita dalam bertindak untuk mengatasi
masalah dengan baik dalam bermedia sosial.
c. Kita hendaknya kritis terhadap berita-berita yang beredar di media sosial, mengenali cara kerja media
tersebut dan akhirnya mengunakannya sebagai sarana kita untuk berkomunikasi. Prinsip komunikasi
diantara manusia syogianya membawa manusia itu dalam suasana communio atau suasana persatuan,
persekutuan. Untuk sampai pada komunikasi yang mempersatukan ini perlu dua hal dalam diri
manusia untuk dimaksimalkan yakni fungsi pikiran dan suara hati. Komunikasi yang baik lahir dari
hati yang baik sementara pikiran yang baik akan mampu menyelidiki, meyaring informasi yang baik
dan yang tidak baik.

Para saudari tercinta, Panggilan dasar hidup kita adalah ‘mencintai’ dengan segenap jiwa dan
raga untuk Allah, sesama dan juga mencintai diri sendiri, sebagaimana Kristus mencintai Allah dan
manusia tanpa syarat hingga mengorbankan nyawanya demi cinta-Nya kepada kita. Kehadiran
media sosial di zaman kita ini seyogianya menjadi saran untuk menghantar orang-orang di sekitar
kita untuk sampai pada Allah yang penuh cinta. Dengan kritis dan selektif pada informasi yang kita
terima dan bagikan akan membawa sukacita sejati untuk diri kita sendiri dan juga bagi banyak
orang.
Seluruh isi Kitab Suci merupakan bentuk Komunikasi Allah kepada manusia. Puncak tertinggi
komunikasi Allah kepada manusia adalah Inkarnasi Allah dalam diri Yesus Kristus. Yesus Kristus
adalah Komunikator ulung yang telah membawa kabar baik bagi kita bukan hanya dengan kata-
kata/ajaran tetapi juga dengan sikap hidupNya yang konkret. Sebagai komunikator, Yesus
membutuhkan waktu hening dan menarik diri dari keramaian. Yesus menunjukkan bahasa cinta
yang tulus dan benar dengan cara menyesuaikannya dengan konteks. Pewartaan Yesus selalu
memikat, memberi ciri menghibur, membesarkan hati, dan bila memang dibutuhkan Ia juga dengan
keras menegur. Ia berbicara di tengah kerumunan. Ia juga menyapa secara Individu. Walau demi
kebenaran ia harus dihina. Bahkan karena cintaNya Ia telah mengorbankan diriNya sendiri di salib
dan dengan cara itu Ia telah menjadi kabar baik bagi kita.

Belajar dari Yesus, tidak ada kerugian dalam mencintai terutama di zaman ini sangat banyak bahkan bila harus
mengorbankan keinginan diri. Mengorbankan keinginan akan nikmat duniawi merupakan suatu jalan salib
dalam mengikuti Yesus, karena cinta sejati itu selalu membuahkan kehidupan yang berlimpah-limpah yang
akan selalu membuat kita merasa beruntung karena bisa mencintai.

Madah & Ketiga Mazmur

6. Doa Permohonan:

Bagi Sri Paus, para Uskup, dan para imam dan para rekan mereka dalam pelayanan
umat. Semoga mereka yang bertugas mengembalakan umatMu dapat menjadi teladan dalam
berkomunikasi. Dengan demikian mampu membangun umat yang sungguh beriman dan bertakwa
dalam mengunakan media sosial zaman ini. Marilah kita mohon:
Bagi mereka yang diserahi tanggungjawab memimpin bangsa. Semoga mereka
mengusahakan damai dan keadilan terutama dalam memberikan kebutuhan sandang dan pangan
bagi segenap masyarakat yang terdampak wabah virus korona. Marilah kita mohon:
Bagi kita yang berhimpun di sini. Semoga Roh Kudus yang dijanjikan oleh Bapa
senantiasa memberi semangat baru bagi kita untuk berani menjadi solusi dalam hidup bersama di
Komunitas ini. Marilah kita mohon:
(Diberi waktu untuk masing-masing pribadi memanjat doa-doa permohonannya di dalam hati)
Marilah kita satukan doa-doa permohonan kita, dengan mendoakan doa yang diajarkan Kristus.

7. Bapa kami

8. Doa penutup: marilah berdoa.

Allah Bapa penyelenggara hidup kami. Engkau sudi hadir bersama kami dalam sepanjang permenungan
kami dalam rekoleksi ini. Semoga kami dapat bersikap bijaksana dalam hidup untuk mencintai Engkau dan
sesama dengan sikap serta perbuatan kami. Dan pada akhirnya dapat melaksanakan ajaran Cinta Kasih
seperti yang ditunjukan oleh Yesus Kristus dalam hidupNya hingga mati di salib, sehingga kami boleh
mengalami hidup baru dalam pelayanan kami sehari-hari demi kemuliaan nama-Mu dan kebahagiaan
sesamakami. Dengan pengantaraan Yesus Kristus Tuhan kami.

9. Lagu penutup

Anda mungkin juga menyukai