Anda di halaman 1dari 17

KOTA BOGOR

Studi tentang Perkembangan Ekologi Kota


Abad ke-19 hingga ke-20

( i )
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puja dipersembahkan ke hadirat
Allah Mahakasih dan sayang yang telah memberi rahmat dan
KOTA BOGOR: kekuatan, sehingga meskipun mengalami berbagai kesukaran,
STUDI TENTANG PERKEMBANGAN hambatan, dan berbagai keterbatasan saya dapat menyelesaikan
EKOLOGI KOTA ABAD KE-19 HINGGA KE-20 buku ini.
MUMUH M ZAKARIA Selama melakukan penelitian, mulai dari persiapan
sampai wujudnya yang terakhir, saya mendapat banyak
Diterbitkan oleh
Sastra Unpad Press bantuan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, dengan
Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran rendah hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
Jl. Raya Bandung-Sumedang km. 21
Telp./Faks. 022-7796482 dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka.
Jatinangor - Sumedang 45363 Ucapan terima kasih pertama disampaikan kepada
Penyunting: Tanti R Skober Dekan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dan Sastra Unpad
Tata Letak : Pandu Dirgantara Press yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk
Desain Cover Muka dan Dalam : Pandu Dirgantara
Ilustrasi Cover Muka & Dalam : menerbitkan naskah ini sebagai bagian dari Hibah Penerbitan
Fakultas Sastra. Kepada Ketua Lembaga Pendidikan Doktor
Cetakan Pertama Mei 2010 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga diucapkan
ISBN 978-602-8795-08-1 terima kasih atas pemberian bantuan dana dan beasiswa
sehingga penulis dapat mengikuti dan menyelesaikan studi ini
( iv ) (  )
ketika masih berupa tesis. Demikian juga kepada The Toyota dengan penuh pengertian, kekeluargaan, dan memupuk
Foundation diucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya optimisme telah memberikan dorongan dan semangat.
atas bantuan dana penelitian yang diberikan sehingga turut Demikian pula kepada teman-teman sesama mahasiswa
memperlancar pelaksanaan penelitian. S-2, yang dengan penuh keakraban dan persaudaraan telah
Rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya saling membantu dan saling tukar informasi selama masa
disampaikan kepada Prof. Dr. H.T. Ibrahim Alfian, M.A., studi dan pelaksanaan penelitian, saya ucapkan terima kasih.
sebagai pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah Tidak lupa, terima kasih juga diucapkan kepada ketua dan staf
meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan saran, Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, Perpustakaan yang
petunjuk, dan bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan ada di lingkungan Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan
penelitian. Dengan penuh rasa hormat, ucapan terima kasih Ignatius Kolese Yogyakarta, Perpustakaan Sonobudoyo
dan penghargaan yang setinggi-tingginya ditujukan pula Yogyakarta, Perpustakaan Merdeka Bogor, Perpustakaan LIPI
kepada seluruh staf pengajar Program Studi Sejarah Program Pertanian Bogor, Perpustakaan Pemerintah Daerah Tingkat I
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, yaitu Prof. Dr. Sartono Propinsi Jawa Barat, dan Perpustakaan Geologi Bandung yang
Kartodirdjo, Prof. Dr. Sulastin Sutrisno, Prof. Dr. H.T. Ibrahim telah memberikan pelayanan yang simpatik dalam membantu
Alfian, M.A, Prof. Dr. R.M. Soedarsono, Prof. Dr. H. Darsiti menyediakan sumber-sumber yang diperlukan.
Soeratman, Prof. Dr. Kuntowijoyo, M.A., Dr. Djoko Surjo, Secara khusus, penulis perlu menyampaikan penghargaan
Prof. Dr. H. Umar Kayam, Dr. Nasikun, dan Prof. Dr. Loekman dan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada istri dan
Soetrisno yang telah menberi bekal ilmu; teriring doa “semoga kedua anak saya yang telah turut menanggung kerepotan
Allah Mahakasih memberkati mereka umur yang panjang dengan penuh pengertian dan kesabaran; dalam waktu yang
disertai kekuatan dan kesehatan”, sehingga dapat menebarkan cukup lama suami dan ayah mereka terpaksa menyita waktu
ilmu kepada lebih banyak orang dan dalam waktu yang untuk memusatkan perhatian guna menyelesaikan penelitian.
lebih lama. Mudah-mudahan pula ilmu yang mereka ajarkan Tanpa pengertian dan dorongan mereka, saya merasa tidak
bermanfaat sebagai bekal untuk melakukan pengkajian dan akan mampu menyelesaikan penelitian ini. Demikian pula
penelitian, khususnya dalam ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial kepada kedua orang tua dan saudara-saudara, juga kepada
lainnya. Bapak/Ibu mertua dan saudara-saudara ipar yang senantiasa
Dengan penuh keakraban, rasa terima kasih pun mengulurkan doa serta dukungan moral untuk keberhasilan
disampaikan kepada seluruh rekan staf pengajar Jurusan studi saya diucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.
Sejarah Fakultas Sejarah Universitas Padjadjaran yang
( vi ) ( vii )
Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada
semua pihak, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, yang
telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian. Kepada
semua yang telah berjasa penulis memanjatkan doa “semoga
Allah yang Maha Pemurah senantiasa memberikan imbalan
rahmat dan karunia-Nya”. Amin.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap
DAFTAR ISI
semoga hasil penelitian ini dapat memenuhi persyaratan dan
ada manfaatnya.
Prakata iii
Daftar Isi vii

BAB 1 PENGANTAR 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Kerangka Teoretis 9
1.3 Kerangka Hipotesis 17
1.4 Tinjauan Pustaka 19

BAB II LAHIRNYA KOTA BOGOR 23


2.1 Latar Belakang Sejarah 23
2.2 Bogor: Etimologis dan Semantis 37
2.3 Bogor Sebagai Pemukiman 40
2.4 Bogor sebagai Kabupaten 45

BAB III KOTA BOGOR DAN LINGKUNGANNYA 55


3.1 Ekologi Kota 55
3.2 Transportasi, Komunikasi dan Media Massa 58
3.3. Fasilitas-fasilitas Kota 65
3.3.1 Pendidikan 68
3.3.2 Pasar 75
3.3.3 Keagamaan 80

( viii ) ( ix )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
KE-19 HINGGA KE-20

3.3.4 Kesehatan 86
3.3.5 Rekreasi dan Hiburan 88
3.3.6 Air Ledeng 94
3.3.7 Asrama Militer 94

BAB IV ASPEK SOSIAL-EKONOMI KOTA 97

BAB I
4.1 Demografi 97
4.2 Kondisi Pertanahan 112
4.3 Pemerintahan Desa 120



4.4 Perekonomian
4.4.1 Ekonomi Pedesaan
4.4.1.1 Pertanian
122
123
123
PENGANTAR
4.4.1.2 Peternakan dan Perikanan 124
4.4.1.3 Perdagangan 125
4.4.1.4 Kerajinan/Industri Rumah Tangga 125
4.4.1.5 Buruh 126 1.1 Latar Belakang Masalah
4.4.2 Ekonomi Kota 127 Bogor sebenarnya memiliki latar historis yang amat
4.5 Lembaga Keuangan 129
panjang. Hal ini didasarkan pada temuan data arkeologis
4.6 Dinamika dan Struktur Sosial 132
dan historis bahwa di wilayah geografis, yang kemudian
BAB V ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOTA 137 bernama Bogor itu, pada masa-masa sebelumnya merupakan
5.1 Perkembangan Administrasi Kota 137 tempat berdirinya kerajaan yang terbilang besar. Kerajaan-
5.2 Pembagian Wilayah Administratif 145
kerajaan yang berlokasi di sekitar wilayah itu adalah kerajaan
5.3 Pertumbuhan dan Pemekaran Kota 152
5.3.1 Dinamika Internal 157 Tarumanegara (abad IV-VII), Kerajaan Sunda (abad VII-IX), dan
5.3.2 Dinamika Eksternal 161 kerajaan Pakuan Pajajaran (abad XV-XVI).
5.4 Menuju Kota Taman 164
 Di daerah Sunda masih terdapat dua kerajaan lagi, yaitu Kerajaan
Galuh (abad VI-IX) dan kerajaan Kawali (abad XIV-XV). Kedua kerajaan ini,
BAB VI KESIMPULAN 169 yang sebenarnya masih memiliki hubungan geneologis dengan kerajaan-
kerajaan yang disebut di atas, lokasinya terletak di Ciamis sekarang. Periksa
Ayat Rohaedi, “Tarumanagara”, dalam Teguh Asmar et al., Sejarah Jawa
DAFTAR PUSTAKA 177 Barat; dari Masa Prasejarah hingga Masa Penyebaran Islam (Bandung:
LAMPIRAN-LAMPIRAN 198 Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat,
1975), hal. 24-39; Saleh Danasasmita “Latar Belakang Sosial Sejarah Kuno
Jawa Barat dan Hubungan antara Galuh dengan Pajajaran”, dalam ibid,
dalam Sartono Kartodirjdo et al., Sejarah Nasional Indonesia II (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975), hal. 209-244.

(  ) ( 1 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

Rangkaian peristiwa kesejarahan antara zaman mendirikan pula kampung-kampung lainnya. Kampung Baru,
Tarumanagara hingga masa Pakuan Pajajaran menunjukkan tempat kedudukan Tanujiwa , pada awalnya merupakan “pusat
adanya keterkaitan yang erat serta mata rantai historis pemerintahan” bagi kampung-kampung lainnya, kemudian
yang berkesinambungan. Namun setelah Pajajaran runtuh pada tahun 1745 resmi menjadi kabupaten di bawah pimpinan
(1579), terkesan “sirna” pulalah masyarakatnya sehingga seorang bupati dengan gelar demang.
kesinambungan sejarah pun “terputus”. Eksistensi Kampung Baru semakin mendapat arti
Aura Pajajaran mulai menunjukkan gejala meredup pada setelah Gubernur Jenderal Gustaaf W. van Imhoff (1743-
masa pemerintahan raja Nilakendra (1551-1567) dan akhirnya 1750) menjadikan salah satu daerah di wilayah itu sebagai
padam pada masa raja Raga Mulya (1567-1579) karena serangan tempat peristirahatan. Gustaaf W. van Imhoff memilih tempat
tentara Banten. Kota yang pernah berpenghuni 48.271 jiwa peristirahatan di daerah itu karena basis ekologisnya yang
ini ditemukan kembali sebagai “puing” yang diselimuti hutan sangat kondusif; pemandangan alam yang mempesona, tanah
tua oleh ekspedisi yang dilakukan VOC. Ekspedisi itu dilakukan yang subur, iklim yang sejuk, serta letaj geografis yang strategis.
berturut-turut oleh Scipio (1687) , Adolf Winkler (1690) , dan Gedung yang dibangun sebagai tempat peristirahatan serta
Abraham van Riebeck (1703, 1704, 1709). Berkat ekpedisi- pertamanan dan lingkungan di seputarnya oleh van Imhoff
ekspedisi itu, kota yang hilang hampir seabad lamanya mulai diberi nama “Buitenzorg”, yang secara harfiah berarti “tanpa
“bertunas” kembali menunjukkan ciri-ciri kehidupan. urusan”. Nama Bogor sendiri pada waktu itu hanyalah sebuah
Bersamaan Ekspedisi Scipio, yang tugas awalnya adalah kampung yang letaknya berdekatan dengan Buitenzorgnya van
untuk pengenalan wilayah, disertakan pula pasukan pekerja Imhoff.
(werktroep) kompeni di bawah pimpinan Letnan Tanujiwa Melalui Surat Keputusan Dewan Direksi VOC
untuk membuka derah pedalaman dan perladangan. Tanujiwa, di Amsterdam, tanggal 7 Juni 1745, lahan di seputar
seorang Sunda dari Sumedang, mendapat perintah dari Johannes Buitenzorg dijadikan sebagai hak milik (eigendom) van
Camphuijs untuk membuka hutan Pajajaran, sampai akhirnya Imhoff dan para gubernur jenderal sesudahnya in officio.
ia mendirikan Kampung Baru. Tanujiwa bersama pasukannya Dengan demikian, tanah Buitenzorg itu dijadikan semacam
“tanah bengkok” yang harus dibeli dari tiap-tiap gubernur
 Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor (Bogor: Pemerintah Daerah
Kotamadya daerah Tingkat II Bogor, 1983), hal. 79-81.
 F. de Haan, Priangan; de Preanger-regentschappen onder het Neder-  J. Faes, Geschiedenis van Buitenzorg (Batavia: Albrecht & Co,
landsch Besturr tot 1811, Tweede Deel (Batavia: G. Kolff & Co, 1911), hal. 1902), hal.4.
127-150.  “De Stichting van Buitenzorg”, Indie Geillustreerd Weekblad voor
 Ibid., hal 151-192. Nederland en Koloniaal, 4de Jaargang, No. 35 (1 December 1920), hal. 553-
 Ibid., hal 269-320. 554.

( 2 ) ( 3 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

jenderal lama oleh pejabat baru yang menggantikannya. Buitenzorg pada tahun 1763. Pada sisi lain, tempat peristirahatan
Van Imhoff merupakan pemimpin VOC pertama yang Buitenzorg pun mengalami perkembangan baik dari segi fisik
melaksanakan politik teritorial melalui sistem pencetakan maupun fungsinya. Dari segi fisik, gedung yang didirikan oleh van
sawah. Disamping untuk mempertinggi produksi padi, sistem ini Imhoff (1745) itu diperluas oleh Daendels (1809) dan dibangun
pun dimaksudkan untuk mengilat penduduk pada pemukiman kembali oleh van der Capellen (1819). Dari segi fungsinya,
yang tetap. Lewat kemungkinan penyewaan tanah Buitenzorg, bangunan yang semula hanya sebagai tempat peristirahatan,
maka mulailah lahan antara Ciliwung dan Cisadane pada lokasi sejak masa Daendels dijadikan tempat kediaman resmi
bekas kota Pakuan Pajajaran itu dihuni orang serta berkembang gubernur jenderal. Bahkan selanjutnya, kegiatan administrasi
pulalah pola perkebunan, seperti kopi, lada, dan tarum. pemerintah pusat pun berpindah pula dari Batavia ke Buitenzorg
Pada tahun 1770an, bupati Kampung Baru pindah ke dengan dibangunnya gedung Algemeene Secretarie.
Sukahati (yang selanjutnya tempat itu disebut Empang), sebuah Dengan dibentuknya Departemen Pendidikan,
daerah yang termasuk kawasan Buitenzorg. Dengan kepindahan Departemen Pertanian, Kebun Raya dengan Laboraturium dan
bupati itu, kesibukan urusan pemerintahan pun berpindah museumnya, Kebun Percobaan (Cultuurtuin) berikut pendidikan/
juga. Begitu pula urusan-urusan lain yang menyangkut sarana pelatihan pertaniannya, dan fasilitas-fasilitas lainnya di
dan prasarana kegiatan penduduknya. daerah seputar Buitenzorg pada paruh pertama abad ke-19,
Dengan demikian, di kawasan Buitenzorg terdapat dua kesemua itu telah mencuatkan eksistensi Buitenzorg sebagai
pusat kekuasaan, yaitu pemerintahan Kampung Baru yang kota yang memiliki arti penting dan strategis. Ditambah lagi
hanya memiliki hak kuasa atas warganya yang terdiri dari kaum dengan dibukanya jalur kereta api Buitenzorg-Batavia (1873),
pribumi dan “enclave” Buitenzorg yang memiliki hak otonomi memungkinkan Buitenzorg menjadi daerah yang semakin
penuh yang berada di luar kekuasaan kabupaten Kampung terbuka, yang pada gilirannya telah mendorong terjadinya
Baru. dinamika dan mobilitas sosial-ekonomi yang tinggi. 10
Dalam perkembangan selanjutnya, nama Kampung Baru Perkembangan kota yang semakin pesat ditandai dengan
semakin terdesak oleh kepopuleran nama Buitenzorg, sampai heterogenitas penduduk, keragaman budaya, kompleksitas
akhirnya nama kabupaten pun diubah menjadi kabupaten organisasi sosial dan ekonomi, serta ekologi sosial lainnya, yang
 Uraian lebih lanjut mengenai pemilikan tanah Buitenzorg,
periksa C.H.F. Riesz, De Heerendiensten op de Particuliere Landen en de kemudian berpengaruh pula terhadap perkembangan struktur
Geschiedenis van Buitenzorg (‘s-Gravenhage: H.C. Susan, 1864), hal. 1-
27. 10 “Buitenzorg”, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie
 F. de Haan, Priangan; de Preanger-Regentschappen onder het (selanjutnya ditulis ENI), Eerste Deel (‘S-Gravenhage: Martinus Nijhoff,
Nederlandsch Bestuur tot 1818, Deerde Deel (Batavia: G. Kolff &Co., 1912), 1917), hal. 419-420; Bernard H.M. Vlekke, Nusantara; A History of
hal. 136. Indonesia (Brussels: A. Manteau, 1961, hal. 276.

( 4 ) ( 5 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

fisik kota, tataruang dan tataguna tanah, serta pengadaan akhir penelitian lebih ditekankan pada periode akhir kolonial
berbagai sarana dan fasilitas kota. Kehadiran orang-orang Belanda. Pembahasan periode pasca kemerdekaan lebih
Eropa yang semakin meningkat pada paruh kedua abad ke- mengarah ke persoalan perluasan wilayah dan perkembangan
19, baik sebagai pejabat di pemerintahan maupun sebagai administrasi pemerintahannya.
pengusaha telah memberi warna tersendiri terhadap wajah Selama rentang waktu yang cukup panjang itu, kota
perkotaan. Perkembangan seperti itu, telah memungkinkan Bogor mengalami proses perkembangan dan perubahan,
kota Buitenzorg mendapat status administrasi sebagai gemeente baik fisik maupun nonfisik. Perkembangan dan perubahan itu
(1905) dan stadsgemeente (1926). didorong dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
Lingkup temporal yang dikaji dalam penelitian ini menunjang, faktor internal dan eksternal, antara lain berupa
meliputi rentang waktu mulai abad ke-19 sampai abad ke-20. tingginya tingkat urbanisasi, perkembangan fungsi kota, dan
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan disinggungya lingkungan fisik kota. Perkembangan kota Buitenzorg pada masa
periode sebelum itu, terutama dalam pembahasan latar belakang kolonial, tentu saja berbeda dengan perkembangan kota Bogor
sejarah. Dipilihnya abad ke-19 sebagai awal penulisan, karena pada masa pascakolonial. Meskipun demikian, sampai batas-
pada permulaan abad ini terjadi perubahan yang sangat berarti batas tertentu, terdapat fenomena yang menunjukkan adanya
sehubungan dengan ditetapkannya secara tegas fungsi-fungsi kontinuitas hingga pada wujudnya yang sekarang. Karenanya,
kota yang didukung oleh pengadaan seperangkat infrastruktur dalam proses perkembangan kota selanjutnya seyogyanya
yang mendukung berjalannya pemerintahan kota dan secara tidak terlepas dari proses perkembangan yang menunjukkan
jelas menggambarkan karakteristik kota kolonial. Sementara perjalanan historis itu. Nilai-nilai yang terkandung dalam kurun
pada periode sebelumnya, pada pertengahan kedua abad ke- waktu tertentu perlu dihadirkan, sehingga potret perjalanan
18 lebih merupakan masa transisi dari kota tradisional menuju kota dari masa ke masa dapat ditampilkan.
ke arah kota kolonial. Mulai abad ke-19 kota Bogor ditetapkan Untuk mewujudkan hal itu banyak kendala yang
sebagai tempat kediaman resmi gubernur jenderal, tempat dihadapi, selain karena tingkat urbanisasi yang tinggi baik
berlangsungnya kegiatan administrasi pemerintahan pusat, kota sebagai akibat dari migrasi masuk maupun tingkat fertilitas yang
ilmu pengetahuan, kota pusat kegiatan ekonomi regional, dan lebih besar daripada mortalitas, juga kota Bogor harus memikul
kota peristirahatan. Pada abad ke-19 pun ditandai oleh besarnya beban ganda. Di satu sisi, harus menyediakan dan meningkatkan
arus masuk orang-orang Eropa, Cina, Dan Timur asing lainnya fasilitas dan pelayanan umum bagi warga kota dan penduduk di
ke kota Bogor. Kedatangan mereka sangat besar pengaruhnya sekitarnya yang sebenarnya di luar tanggung jawab administrasi
terhadap struktur ekologi perkotaan. Abad ke-20 sebagai batas kota. Pada sisi lain, harus pula turut serta dalam mengantisipasi
( 6 ) ( 7 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

perkembangan yang pesat dari kota metropolitan Jakarta, pembangunan perlu pula dipertimbangkan kesinambungan
bahkan dalam skala yang lebih makro, yaitu pengembangan image historis, maksimasi fungsi kota, dan memelihara
wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi). keseimbangan ekologis.
Semua itu menimbulkan beban yang kompleks bagi kota Bogor; Dari latar belakang itu, sebenarnya banyak hal yang
beban kependudukan, sosial, ekonomi, budaya, psikologi, bisa dilihat, namun pokok permasalahn yang diajukan dalam
pertanahan, dan sebagainya. Karena desakan faktor-faktor penelitian ini diarahkan pada rumusan sebagai berikut:
itu, tidak jarang terjadi pembangunan kota diarahkan kepada pertama, bagaimana keadaan kota Bogor pada masa awal
hal-hal yang bersifat praktis dan fungsional yang kadang- pembentukannya; kedua, bagaimana perkembangan kota Bogor
kadang mengabaikan kepentingan jangka panjang. Misalnya, pada masa kolonial; ketiga, bagaimana perubahan-perubahan
mengalihfungsikan (atau, lebih tragis lagi, memugar) bangunan- terjadi dan faktor apa yang turut berperan dalam proses
bangunan yang bernilai historis, situs-situs kepurbakalaan yang perubahan itu; keempat, bagaimana hubungan perkembangan
bernilai sejarah, atau mnejadikan lahan-lahan lindung untuk masyarakat terhadap struktur ekologi kota serta bagaimana
kepentingan praktis seperti perumahan, pertokoan, pabrik, menyerasikan kedua perkembangan itu.
lapangan golf, dan sebagainya. Atau, seperti dinyatakan oleh
Meyerson, beban yang terlampau berat dipikul oleh kota akan 1.2 Kerangka Teoretis
menyebabkan terjadinya citra negatif terhadap kota; sebagai Kota menunjukkan sebuah fenomena yang kompleks dan
tempat asusila, kekumuhan, tempat terabaikannya nilai- serba mencakup. Fenomena itu mencakup aspek demografis,
nilai spiritual dan kemanusiaan, tempat tumbuh suburnya morfologis, sosiologis, historis, ekonomi, administratif, dan
individualitas yang penuh persaingan dan permusuhan, sebagai sebagainya. Mengingat kompleksitas aspek yang dicakup
tempat terjadinya kekacauan (chaos), dan seterusnya.11 oleh fenomena kota, maka untuk mengungkap perkembangan
Masalah-masalah seperti itu dapat mereduksi citra kota kota Bogor selama kurun waktu yang tercakup dalam studi ini
Bogor yang sudah menyejarah. Kota Bogor sebagai “Buitenzorg” akan digunakan konsep pokok yaitu konsep ekologi. Dengan
yang pernah dijuluki sebagai “een Indisch Paradijs”, “een Eden in menggunakan konsep ini diharapkan berbagai aspek yang melekat
West Java”, semakin terancam kontinuitas historisnya. Untuk itu pada kota, baik secara eksplisit maupun implisit, dapat dikaji.
diperlukan suatu solusi yang komprehensif dan berwawasan Konsep ekologi kota mengacu pada pemahaman
jauh ke depan, sehingga di tengah-tengah derasnya arus “interaksi antara manusia dan alam sekitarnya”. Perubahan
11 Martin Meyerson, “How to View a City”, dalam Daniel P. ekologi akan terjadi bila salah satu dari komponen itu
Moyniohan (ed.), Urban America; the Expert Looks at the City (Voice of America
Forum Lectures, 1975), hal. 295. mengalami perubahan. Wujud konkrit dari interaksi itu
( 8 ) ( 9 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

nampak dalam bentuk fisik kota, struktur sosialnya, organisasi pertanian maupun nonpertanian. Ketiga, organisasi sosial
sosial-ekonominya, dan sebagainya.12 Untuk pemahaman yang kompleks dan maju, khususnya dalam bidang ekonomi
yang hampir sama, digunakan pula istilah morfologi sosial dan politik. Di kota-kota yang paling awal sekalipun, struktur
– istilah yang berasal dari Durkheim – yang mengandung politik sangat diperlukan untuk memperoleh – melalui pajak
pengertian “hubungan antara struktur sosial dan lingkungan dan upeti – surplus makanan dari petani untuk mendukung
fisik serta bentuk material dari struktur sosial suatu masyarakat masyarakat kota.14
di dalam lingkungan fisik tertentu”. Jadi, di dalam lingkungan Sungguhpun demikian, perkembangan dan kemajuan
tertentu struktur sosial masyarakat dapat menampakkan kota tidaklah tumbuh dengan sendirinya, melainkan melalui
bentuk materialnya, seperti penyebaran golongan-golongan proses yang panjang seiring dengan tingkat perkembangan
penduduk, jasa-jasa, kepadatan penduduk, bangunan fisik, manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya, baik
dan sebagainya.13 kebutuhan sehari-hari, kebutuhan politik, sosial, ekonomi,
Untuk mendukung penerapan konsep ekologi kota, maupun kultural.15 menurut sejarah perkembangannya kota
kiranya perlu juga dipahami mengenai prakondisi munculnya berasal dari tempat-tempat yang sederhana. Bahkan pada
kota, konsep-konsep mengenai kota tradisional/praindustri dan zaman paleolitik, yang dianggap kota itu adalah tempat tinggal
kota kolonial, fungsi kota, serta perubahan-perubahan sosial di gua-gua, di lembah-lembah, atau tempat-tempat lain yang
yang menyertai perkembangan kota. terlindungi.16 Selanjutnya, pengertian kota memiliki dimensi
Kondisi awal yang menjadi syarat penting munculnya dan cakupan yang lebih luas, kompleks dan terus berkembang.
kota, sebagaimana diungkapkan Gideon Sjoberg, harus ada tiga Karenanya untuk membuat rumusan definisi mengenai kota
faktor. Syarat pertama adalah adanya basis ekologis yang baik yang dianggap final, representatif, dan serba mencakup tidaklah
dan menguntungkan. Iklim, air, dan tanah yang subur sangat demikian mudah.17 Namun, dari sekian banyak definisi, pada
baik untuk mengembangkan tanaman dan kehidupan binatang 14 Gideon Sjoberg, The Preindustrial City; Past and Present, Third
printing (New York: The Free Press, 1966), hal. 27-31
sehingga dapat menyokong dan memenuhi kebutuhan hidup 15 R. Bintarto, Pengantar Geografi Kota ( Yogyakarta: U.P. Spring,
1977), hal.8.
penduduk. Kedua, teknologi yang maju baik dalam bidang 16 R. Bintarto, Interaksi desa-Kota dan Permasalahannya (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1984), hal. 35.
17 Sebagai ilustrasi, P.J.M. Nas, misalnya, mengangkat sembilan
12 Kuntowijoyo, “Kota sebagai Bidang Kajian Sejarah” Paper definisi kota dari para pakar sosiologi perkotaan dengan keragaman
Disampaikan dalam Seminar Sejarah Lokal (Proyek IDSN) di Denpasar aksentuasinya; periksa P.J.M. Nas, op. cit., hal. 27-38. Penulis yang sama,
(1-5 September 1982), hal. 5; Sartono Kartodirdjo, “Kata Pengantar”, dalam dalam buku yang lain mengungkapkan lima definisi kota; periksa Peter J.
Sartono Kartodirdjo (ed.), Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial M. Nas, “Introduction, A General View on the Indonesian Town”, dalam Peter
(Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1977), hal. 7-8. J. M. Nas (ed.) The Indonesian City; Studies in Urban Development and Planning
13 P.J.M. Nas, Kota di Dunia Ketiga; Pengantar Sosiologi Kota (Dordrecht-holland: Foris Publications, 1986), hal. 14. Atau Noel P. Gist dan
(Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1979), hal. 25-26. L.A. Halbert, bahkan menghindar dari membuat rumusan definisi tentang

( 10 ) ( 11 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

substansinya pengertian kota menunjuk pada aspek fisikal, dan militer), ekonomi, agama, dan pendidikan.20
spasial, dan sosial dalam bentuk sarana dan prasarana serta Kota kolonial umumnya terdapat di dunia ketiga. Faktor
berbagai aktivitas yang menunjang kebutuhan hidup yang utama terjadinya proses pengkotaan di wilayah ini bukanlah
kompleks dan rumit melalui bentuk-bentuk organisasi sosial karena kegiatan kerajinan dan industri, melainkan karena
dan ekonomi serta pola-pola tingkah laku yang korelatif. disebabkan penjajahan asing. Kota-kota di sini bukanlah
Konsep kota tradisional, yang dalam beberapa hal benar-benar merupakan pusat pemupukan modal dan pusat-
sering diidentikkan dengan kota feodal atau kota praindustri, pusat produksi, tetapi merupakan tempat pengumpulan hasil
mengacu pada kota-kota yang dibangun dan berkembang bumi yang kemudian di salurkan ke negara lain. Di samping
sebelum datangnya industrialisasi. Di Jawa, kota-kota yang itu, kota-kota ini merupakan pusat-pusat distribusi untuk
bercorak tradisional, baik di daerah pantai (costal town) penjualan barang-barang dari negara Barat. Ini berarti bahwa
maupun di pedalaman (inland town), memiliki ciri-ciri fisik yang uang dan barang yang dikumpulkan di kota diangkut menuju
hampir sama, yaitu: kraton (istana atau kabupaten), alun-alun, Eropa. Di negara jajahan perdagangan, pengangkutan, dan
masjid, pasar, dan tembok atau pagar keliling kota.18 Pada pengusahaan pertanian sangat berorientasi ke luar negeri;
tingkat budaya, kota tradisional itu ditandai oleh beragam ciri sedangkan pemerintahan berlangsung dari negara penjajah
seperti teknologi yang sederhana, penggunaan keilmuan yang yang memanfaatkan kota guna penguasaan daerah jajahan.21
terbatas, dan proses produksi yang lebih mengandalkan tenaga Jadi, di sini proses pengkotaan berlangsung bukan karena
manusia atau binatang.19 Pada sisi sosial, kota tradisional dorongan dari dalam, bukan pula akibat dari perkembangan
bercirikan derajat homogenitas penduduk yang menonjol, pola ekonomi intern, melainkan karena dorongan dari kekuatan
interaksi, interelasi, serta dependensi sosial yang kental. Kota luar.
tradisional atau praindustri pun memiliki fungsi-fungsi yang Perkembangan yang demikian berpengaruh terhadap
saling menjalin antara fungsi politik (termasuk administratif struktur intern kota, termasuk dalam tataruang kota dan
pemukimannya. Bagian-bagian kota yang dihuni orang Eropa
kota; lihat Noel P. Gist dan L.A. Halbert, Urban Society (New York: Themas
Y. Crowell Company, 1950), hal. 3. dibangun menurut suatu rencana tertentu dan jasa-jasa yang
18 Uraian lebih lanjut mengenai penataan kota tradisional, periksa
W.F. Wertheim, Indonesian Society in Transition: A Study of Social Change, diselenggarakan sangat berbeda dari sarana yang ada bagi kaum
2nd. Edition (Bandung: Sumur Bandung, 1956), hal. 146-147; juga Uka
Tjandrasasmita (ed.), “Jaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan- pribumi. Kriteria agama (khususnya Kristen) sering digunakan
kerajaan Islam di Indonesia” dalam Sartono Kartodirdjo et al., sejarah dalam pemisahan penduduk kota. Penduduk pribumi yang
Nasional Indonesia III (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1975), hal. 156-167.
19 George M. Foster, Traditional Society and Technological Change (New 20 Gideon Sjoberg, op. cit., hal. 87-88.
York: Harper & Row, 1973), hal. 71. 21 P. J. M. Nas (1979), op. cit., hal. 17.

( 12 ) ( 13 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

berpindah ke agama Kristen diperlakukan seperti orang-orang memiliki kekhususan dan karakter yang berbeda, namun tidak
Eropa, termasuk dalam hal pemukimannya. Penduduk dari ada kota yang melayani hanya satu fungsi saja. Kalaupun
Timur Asing (Cina dan Arab) pun menempati pemukiman terdapat klasifikasi kota yang berbeda, hal itu hanyalah
tersendiri. Orang-orang pribumi dikelompokkan atas dasar asal didasarkan pada fungsi-fungsi dominannya. Gist dan Halbert
wilayah, perbedaan etnis, bahasa dan hukum adat.22 Segregasi mengklasifikasikan kota berdasarkan fungsinya ke dalam enam
etnik pada kota-kota kolonial merupakan kebijakan pemerintah kategori, yaitu: kota pusat produksi, pusat perdagangan, pusat
demi tercapainya tujuan-tujuan politik kolonial. politik pemerintahan, pusat budaya, tempat peristirahatan
Sehubungan dengan itu, terdapat tiga ciri kota kolonial dan tempat rekreasi, dan kota yang mencakup banyak fungsi
yaitu pemukiman sudah stabil, terdapat garnisun dan pemukiman (diversified city).25
pedagang, serta tempat penguasa-penguasa kolonial dapat Terdapat dua tipe produksi di kota, produksi primer dan
menyelenggarakan aktivitasnya. Ciri lainnya adalah lokasinya sekunder. Produksi primer merupakan industri ekstraktif (yang
dekat jaringan transportasi seperti dekat laut, sungai, atau menghasilkan bahan baku). Produksi sekunder merupakan
persilangan jalan, karena orang-orang Eropa memerlukan fabrikasi bahan mentah menjadi komoditi akhir (finished
kemudahan untuk mengangkut dan mengekspor produk dari commodities). Perkembangan kota sebagai pusat perdagangan
daerah yang bersangkutan dan mengimpor produk dari Eropa. diawali sebagai pusat transfer atau sebagai pusat distribusi
Pada sisi lain, ciri kota kolonial ditekankan pada pengembangan komoditi yang dikonsumsi daerah yang berdekatan. Selanjutnya
wajah fisik kota, kegiatan ekonomi, dan penataan infrastruktur kota menjadi perantara untuk perdagangan nasional atau
yang meniru model-model Eropa.23 Secara fungsional, kota-kota internasional. Kota semacam ini disebut entrepot. Sebagai pusat
kolonial lebih cocok dianggap sebagai kota parasitik politik pemerintahan, sebenarnya hampir semua kota pada
daripada generatif, yang perkembangannya cenderung awalnya memiliki fungsi ini, meskipun selanjutnya banyak juga
pada pemekaran produksi komoditi pertanian dan yang mengembangkan pusat-pusat komersial. Terdapat juga
eksploitasi sumber daya alam untuk pasar internasional.24 kota yang dikenal karena institusi-institusi kulturalnya, termasuk
Untuk menjalankan fungsi-fungsi kota akan digunakan di sini lembaga-lembaga pendidikan dan keagamaan.
konsep dari Noel P. Gist dan Halbert. Menurutnya, tiap kota Kota peristirahatan (resort city) berkenaan dengan
22 Pauline D. Milone, Urban Areas in Indonesia; Administrative and
Census Concepts (Berkeley: University of California, 1966), hal. 11. tersedianya rekreasi dan hiburan. Kota ini memiliki banyak hotel
23 F.A. Sutjipto, “Kota-kota Pantai di Sekitar Selat Madura (Abad atau villa, pemandangan alam yang indah berupa pegunungan
XVII sampai Medio Abad XIX)”, Disertasi tidak diterbitkan (Yogyakarta:
Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 1983), hal. 507. atau pantai. Kota-kota yang termasuk diversified city merupakan
24 T.G. McGee, The Southeast Asian City; A Social Geography of the
Primate Cities of Southeast Asia (London: G. Bell and Sons, 1967), hal. 82. 25 Noel P. Gist dan L.A. halbert, op. cit., hal. 8.

( 14 ) ( 15 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

kecerendungan kota-kota modern yang tidak memfokuskan sumber energi itu untuk memproduksi barang-barang kebutuhan
pada fungsi tertentu. Kota-kota ini memiliki diversitas fungsi dan pelayanan.31
dengan keragaman institusi sosial dari komunitasnya.26 Pendekatan yang digunakan dalam membahas penelitian
Pada sisi lain, Redfield dan Singer mengemukakan ada ini adalah pendekatan historis dan sosiologis. Pendekatan
empat tipe kota berdasarkan fungsinya, yaitu kota pemerintahan historis dimaksudkan melihat perubahan-perubahan dari segi
dan kebudayaan, kota dagang pribumi, kota metropolis, dan prosesualnya atau dinamikanya. Pendekatan sosiologis berarti
kota administrasi modern.27 Dari sudut pandang yang berbeda, digunakannya pendekatan struktural, dengan fokus pandangan
McGee menggolongkan kota ke dalam tiga kelompok, yaitu yang menganggap struktur sebagai inti perubahan. Hal ini
kota-kota pribumi, dan kota-kota pusat kekuasaan kolonial.28 mengandung konsekuensi digunakannya teori ilmu-ilmu sosial
Dalam menjelaskan faktor-faktor yang mendorong terutama sosiologi, antropologi, dan politikologi.
pertumbuhan kota, Gist dan Halbert mengemukakan ada
beberapa faktor, yaitu faktor industri, perdagangan, politik, 1.3 Kerangka Hipotesis
transportasi, revolusi agraris, psikologis, kultural, dan lain- Berangkat dari pemahaman teoritis, sebagaimana
lain.29 McGee berpendapat bahwa salah satu cara pemekaran diungkapkan di muka, dapatlah ditarik jawaban sementara
kota adalah melalui pemekaran wilayah, sedangkan sebab- atas beberapa perumusan masalah yang diajukan. Pada awal
sebabnya karena migrasi masuk (in-migration) dan adanya pembentukannya kota Bogor menunjukkan karakteristik
peningkatan penduduk yang bersifat alamiah seperti tingginya tradisional baik dilihat dari ciri-ciri fisik maupun nonfisiknya.
angka kelahiran dan rendahnya angka kematian.30 Dalam Seiring dengan perkembangan waktu, kota Bogor mengalami
menjelaskan perkembangan kota ini, Sjoberg lebih menekankan banyak perkembangan dalam beberapa faktor. Pertama, situasi
peranan teknologi, di samping kekuasaan politik, lingkungan yang secara inheren dimiliki Bogor. Secara geografis, Bogor
dan pengaruh urbanisasi. Teknologi yang dimaksud disini merupakan backyard (halaman belakang) dari Batavia, yang
adalah mengacu pada sumber-sumber energi dan peralatan, merupakan pusat kegiatan administrasi dan ekonomi VOC,
serta faktor bagaimana menggunakan peralatan dan sumber- kemudian menjadi pusat pemerintahan kolonial Belanda.
Selain itu, Bogor pun merupakan “daerah-antara” yang
26 Ibid., hal. 9-15.
27 Robert Redfield dan Milton Singer, “The Cultural Roles of Cities”, menghubungkan Batavia dengan kabupaten-kabupaten di
dalam Richard Sennett (ed.), Classic Essays on the Cultural Cities (New Jersey: Priangan. Dari sisi kondisi alam pun Bogor sangat kondusif
Prentice-Hall Inc., 1969), hal. 210-213.
28 T.G. McGee, op. cit., hal. 44-45. sebagai alternatif dari kesibukan dan kegerahan Batavia.
29 Noel P. Gist dan L.A. Halbert, op. cit., hal. 77-92.
30 T. G. McGee, op. cit., hal. 43. 31 Gideon Sjoberg, op. cit., hal. 7-8 dan 75-85.

( 16 ) ( 17 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

Kedekatan jarak antara Bogor dan Batavia, juga keindahan keterkaitan dengan perubahan struktur dan ekologi kota,
Bogor yang menawarkan kenyamanan menjadikannya sebagai bahkan struktur masyarakatnya secara keseluruhan. Adapun
tempat tujuan orang Batavia untuk mencari ketenangan. penataan kotanya lebih banyak ditentukan oleh faktor ekologi,
Kedua, dijadikannya Bogor sebagai “Buitenzorg”, fungsi kota, faktor sosial,ekonomi, dan kultural.
yang kemudian sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan
gubernur jenderal, ditambah lagi dengan dibangunnya gedung 1.4 Tinjauan Pustaka
Algemeene Secretarie telah menjadikan Bogor sebagai kota pusat Hingga saat ini, sejauh yang diketahui, baru ada dua
administrasi pemerintahan kolonial. Ketiga, dengan didirikannya buku yang membahas secara substantif mengenai sejarah Bogor.
lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian menjadikan Pertama, buku Geschiedenis van Buitenzorg karya J. Faes (1902),
Bogor sebagai kota pendidikan. Keempat, dibukanya daerah- kedua buku Sejarah Bogor karya Saleh Danasasmita (1983).
daerah pertanian dan perkebunan untuk pengusaha swasta Dengan demikian, untuk melakukan penelitian ini, kedua
serta peluang penanaman modal asing telah mendorong buku tersebut dijadikan sebagai acuan utama. Dalam buku
masuknya orang-orang asing untuk bermukim di Bogor. Hal itu yang pertama pembahasannya lebih difokuskan pada sejarah
pun berarti masuknya arus modal, tenaga kerja, transportasi, “pemilikan” Buitenzorg mulai dari Gubernur Jenderal van Imhoff
teknologi, organisasi sosial-ekonomidan sebagainya ke kota sampai kepada pengganti-penggantinya hingga akhir abad ke-
Bogor. Kenyataan-kenyataan itu telah mengembangkan kota 19. diungkap pula mengenai aktivitas masing-masing gubernur
Bogor dengan karakteristik kolonialnya. jenderal di wilayah Buitenzorg dalam rangka melaksanakan
Kesemua faktor itu, selain menambah jumlah penduduk kebijakan pemerintah kolonialnya. Dilihat dari segi spirit
dan perluasan wilayah kota, juga menjadikan penduduk kota Nederlandosentrisnya, buku ini tentu saja tidak mementaskan
Bogor semakin heterogen daripada masa-masa sebelumnya. peran dan kiprah orang pribumi sebagai aktor sejarah, kecuali
Berkumpulnya kelompok-kelompok etnis yang berbeda latar meyebut beberapa orang bumiputera yang ditunjuk untuk
belakang sosio-kulturalnya cenderung melahirkan nilai-nilai memegang administrasi tertentu. Meskipun demikian, buku ini
barudi kota. amat bermanfaat terutama karena kandungan data historis yang
Dengan demikian, dapat diamsusikan bahwa berharga. Dalam buku yang kedua, Sejarah Bogor, kendati
pertumbuhan penduduk telah berperan dalam mendorong ditulis lebih kemudian, dibahas periode yang lebih kuno,
perluasan wilayah kota, sehingga ada keterkaitan antara yakni diawalai dari zaman Tarumanagara hingga runtuhnya
pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota. Begitu pula Pajajaran, dan diakhiri sampai terbentuknya Bogor (abad ke-
halnya dengan derajat intensitas pergaulan di kota menunjukkan 18). Buku ini memberi nuansa yang lebih luas karena selain
( 18 ) ( 19 )
KOTA BOGOR: STUDI TENTANG PERKEMBANGAN EKOLOGI KOTA ABAD
Mumuh M Zakaria KE-19 HINGGA KE-20

mengacu kepada sumber-sumber “modern” juga menggunakan Mengenai tata lingkungan fisik kota dan fasilitas-
sumber-sumber tradisional berupa pantun, naskah, babad, dan fasilitasnya didasarkan pada buku petunjuk untuk pariwisata
cerita-cerita rakyat. Dalam bentuk penyajiannya, buku ini di dan laporan catatan perjalanan. Buku-buku yang dimaksud
samping mengesankan bentuk penyajian yang populer juga meliputi: Een Reistochtje van Batavia naar Buitenzorg en de Preanger:
lebih diarahkan pada tujuan untuk menentukan dan sekaligus Gids voor Bezoekers en Toeristen tulisan M. Buys (1891); dan
memberi justifikasi terhadap hari jadi kota Bogor. Illustrated Tourist Guide to Buitenzorg, the Preanger and Central Java
Tulisan-tulisan selebihnya yang membahas sustansi yang diterbitkan oleh Official Tourist Bureau (1913).
Bogor lebih banyak berupa risalah pendek, artikel, dan entri Disamping itu, sebuah buku monumental yang ditulis
“Buitenzorg” dalam ENI.risalah pendek yang dimaksud adalah oleh F. de Haan berjudul Priangan : de Preager-Regent-Schappen
berjudul Beknopt Historisch Overzicht van het Land Buitenzorg ditulis onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811 dijadikan pula sebagai
oleh J.W.E de Ruiter (1918) dan De Geschidenis van Buitenzorg acuan utama dalam studi ini, terutama jilid I, II, dan III dari
ditulis oleh C.H.F. Riesz (1864). Artikel tentang Bogor antara empat jilid yang ada. Buku ini memuat informasi yang relatif
lain: “Burgeemester van Buitenzorg” dalam Locale Belangen (1919), lengkap mengenai perkembangan Buitenzorg pada masa VOC.
“De Stichting van Bitenzorg” dalam Indie Geillustreerd Weekblad voor Melengkapi sumber-sumber di atas, untuk memperoleh data
Nederland en Kolonien (1920), “Buitenzorg” ditulis oleh Vissering kependudukan, fisik kota, perekonomian, dan aktivitas sosial
dalam Nederlandsch Indie Oud en Nieuw (1923), dan “Een Historie lainnya digunakan pula sumber-sumber dalam bentuk arsip
van het Paleis te Buitenzorg van Achttiende-Eeuwsche Lustplaats berupa Algemeen Verslag, Politiek Verslag, Statistiek dan Memorie
tot Modern Paleis” ditulis oleh V.I. van de Wall dalam Indiche van Overgave.
Industrie Speciale Uitgave de Locomatief (1933). Guna mendukung sumber-sumber yang sudah disebut di
Dalam entri “Buitenzorg” yang terdapat dalam ENI jilid atas, dimanfaatkan juga sumber-sumber yang lebih kontemporer
I dan V disajikan sedikit informasi tentang Bogor mengenai yang secara teoretis dan substantif sedikit banyak mendukung
masalah administrasi, komposisi demografis, villa Buitenzorg, studi ini, antara lain tulisan Werthein (1958), Nas (1979 dan
dan fasilitas-fasilitas kota. Tulisan itu lebih berhasil dalam 1986), Milone (1966), McGee (1967), Rieklefs (1991), dan
memberikan rangsangan untuk mencari sumber-sumber lain sebagainya.
ketimbang memberikan informasi yang lengkap. Begitu pula
dalam risalah pendek dan artikel-artikel, pembahasannya lebih
tertuju pada sejarah pemilikan tanah kawasan Buitenzorg pada
periode VOC.
( 20 ) ( 21 )
ISBN 978-602-8795-08-1

Kota Bogor sebagai


“Buitenzorg” yang KOTA BOGOR
pernah dijuluki Studi tentang Perkembangan Ekologi Kota
sebagai “een Indisch Abad ke-19 hingga ke-20
Paradijs”, “een Eden
in West Java”, semakin
terancam kontinuitas
historisnya. Untuk itu
diperlukan suatu solusi
yang komprehensif
dan berwawasan jauh
ke depan, sehingga di
tengah-tengah derasnya
arus pembangunan perlu
pula dipertimbangkan
kesinambungan
image historis, MUMUH M. ZAKARIA

SASTRA UNPAD Press


maksimasi fungsi
kota, dan memelihara
keseimbangan ekologis.

Sastra Unpad Press


Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang
Km. 21
Jatinangor-Sumedang
telp/fax. 022-7796482

Anda mungkin juga menyukai