Anda di halaman 1dari 84

i

ANALISIS SEMIOTIKA PEIRCE ATAS COVER


MAJALAH MINGGUAN TEMPO “JANJI TINGGAL
JANJI” EDISI 16-22 SEPTEMBER 2019

SKRIPSI

Oleh
IRSYAD YUNAN HILMI
L1B016038

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS MATARAM
2020
ii

ANALISIS SEMIOTIKA PEIRCE ATAS COVER


MAJALAH MINGGUAN TEMPO “JANJI TINGGAL
JANJI” EDISI 16-22 SEPTEMBER 2019

Oleh
Irsyad Yunan Hilmi
L1B016038

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Mataram

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSIRTAS MATARAM
2020
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul Analisis
Semiotika Peirce Atas Cover Majalah Mingguan Tempo “JANJI TINGGAL
JANJI” Edisi 16-22 September 2019. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan tugas akhir untuk mendapatkan gelar program Strata-
1 di jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Mataram.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Agus Purbathin Hadi, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Ilmu Komunikasi Universitas Mataram.
2. Bapak Muhlis, S.Sos.I., MA., selaku dosen pembimbing utama penulis
yang telah membantu dan membimbing penulis pada saat penyusunan
skirpsi ini.
3. Bapak Aurelius R. L. Teluma, S.S., MA., selaku dosen pembimbing
pendamping penulis yang telah membantu dan membimbing penulis pada
saat penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan pegawai Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah
membantu penulis mendapatkan informasi dalam urusan perkuliahan.
5. Kedua orang tua yang saya cintai dan yang berkerja keras mencari nafkah
untuk membiayai saya hingga mampu menyelesaikan sarjana serta telah
memberikan bantuan dukungan moral dan material.
6. Sahabat dan orang tercinta yang telah memberikan dorongan baik moril
maupun materil serta memberikan semangat yang besar dalam mendukung
kegiatan penulis lakukan.
vi

7. Teman-teman Program Studi Ilmu Komunikasi angkatan 2016 yang


banyak membantu dan memberi dukungan. Semoga kita berhasil setelah
melewati proses perkuliahan selama kurang lebih empat tahun.

Atas bantuan dan dukungan penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini, dan
penulis harap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak. Penulis sangat berharap
dengan adanya kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi
pembelajaran penulis di kemudian hari. Terima kasih.

Mataram, Mei 2020


Penyusun,

Irsyad Yunan Hilmi


L1B016038
vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

RINGKASAN .................................................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................7

2.1 Komunikasi Massa ..............................................................................7


2.2 Majalah ................................................................................................11
2.3 Kontruksi Realitas ...............................................................................15
2.4 Analisis Semiotika ..............................................................................17
2.5 Semiotika Charles S. Peirce ................................................................19
2.6 Gambaran Umum Tempo....................................................................25
2.6.1 Sejarah Tempo ..................................................................25
2.6.2 Struktur Organisasi Tempo ...............................................26
2.6.3 Visi dan Misi Majalah Tempo...........................................32
2.7 Penelitian Terdahulu ...........................................................................33
2.8 Kerangka Pemikiran ............................................................................35
viii

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................38

3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................38


3.2 Waktu Penelitian .................................................................................38
3.3 Subjek dan Objek Penelitian ...............................................................39
3.4 Sumber Data ........................................................................................39
3.5 Validitas Data ......................................................................................40
3.6 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................41
3.7 Teknik Analisis Data ...........................................................................41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................44

4.1 Hasil Temuan Dalam Sampul Majalah Tempo ...................................45


4.2 Pembahasan Sampul Majalah Tempo .................................................60
BAB V. PENUTUP ..............................................................................................67

5.1 Kesimpulan .........................................................................................67


5.2 Saran ....................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................69

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...........................................................................73


ix

DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

4.1 Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi 48


Sign
4.2 Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi 50
Object
4.3 Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi 52
Interpretant
x

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Sampul Majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” Edisi 2
16-22 September 2019
1.2 Sampul Majalah Edisi Revisi Tempo (Hoaks) 3
2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Peirce 19
2.2 Trikotomi Peirce 22
2.3 Kombinasi Tanda Berdasarkan Representament, 23
Objek dan Interpretan
2.4 Kerangka Pemikiran 37
3.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Peirce 42
4.1 Sampul Majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 45
16-22 September 2019
xi

RINGKASAN

Irsyad Yunan Hilmi. Analisis Semiotika Peirce Atas Cover Majalah


Mingguan Tempo “Janji Tinggal Janji” Edisi 16-22 September 2019.
Dibimbing oleh Muhlis, S.Sos.I., MA. selaku dosen pembimbing utama dan
Aurelius R. L. Teluma, S.S., M.A. selaku dosen pembimbing pendamping.

Majalah Tempo menerbitkan edisi khusus majalah Tempo 16-22


September 2019 dengan judul JANJI TINGGAL JANJI, Tempo memuat ilustrasi
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Sampul majalah pada edisi ini mampu
mencuri perhatian publik karena menggambarkan seorang Presiden dengan
ekspresi mata tertutup dan bibir dimajukan. Menariknya dalam sampul majalah
Tempo ini adalah penggambaran dari bayangan Jokowi yang memiliki hidung
panjang seperti karakter pinokio.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pemaknaan gambar


ilustrasi yang terdapat pada sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-
22 September 2019. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan semiotik. Teknik analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan mengaitkan tanda-tanda yang terdapat dalam sampul majalah
Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019 kedalam tiga komponen
utama semiotika peirce yaitu berdasarkan sign, object, dan interpretant.

Hasil penelitian menunjukan bahwa menurut perspektif semiotika Peirce pada


sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019
termasuk tanda Rhematic Indexical Legisign, Iconic Legisign, dan Dicent Sinsign.
Dimana tanda tersebut terbagi menjadi tiga kategori yaitu, ekspresi dari Presiden
Jokowi dengan mata tertutup dan bibir yang dimajukan serta gambar bayangan
dari presiden Jokowi yang memiliki hidung panjang, sampul majalah Tempo yang
sudah sesuai peranannya sebagai media, dan teks pada judul sampul yaitu Janji
Tinggal Janji.
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Majalah merupakan sebuah media publikasi atau terbitan yang dilakukan


secara berkala yang memuat di dalamnya artikel-artikel, cerita pendek, gambar,
ilustrasi atau fitur lainnya yang dapat mewarnai isi majalah tersebut. Oleh karena
itu, majalah dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan oleh para pembaca dalam
mencari informasi yang diinginkan. Majalah juga menyangkut soal politik,
ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan serta peristiwa-
peristiwa yang terjadi saat ini.

Majalah Tempo merupakan majalah yang selalu konsisten membahas isu


politik yang sedang terjadi di Indonesia. Tempo didirikan oleh sekelompok orang
dengan penuh ambisi dan visi yang sama yakni Tempo tidak boleh dijadikan
media untuk mewakili satu pihak tertentu. Tempo memiliki ideologi berpegang
teguh pada kebenaran, kejujuran, dan keadilan (TEMPOINTERAKTIF, diakses
pada 27 Mei 2020). Dengan ideologi yang dipegang oleh Tempo tersebut, pada
masa orde baru majalah Tempo diberedel dua kali oleh pemerintahan Soeharto.
Pada tahun 1982 Tempo diberedel untuk pertama kalinya karena terlalu tajam
dalam mengkritik rezim penguasa. Di tahun 1994, majalah Tempo untuk kedua
kalinya diberedel karena mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman
Timur (OKNEWS, dikases pada 27 Mei 2020).

Pada penerbitan edisi khusus majalah Tempo 16-22 September 2019


dengan judul JANJI TINGGAL JANJI, Tempo memuat ilustrasi Presiden
Republik Indonesia Joko Widodo. Sampul majalah pada edisi ini mampu mencuri
perhatian publik karena menggambarkan seorang Presiden dengan mata tertutup
dan bibir yang dimajukan. Menariknya dalam sampul majalah Tempo ini adalah
penggambaran dari bayangan Jokowi yang memiliki hidung panjang seperti
karakter pinokio.
2

Gambar 1.1 Sampul Majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” Edisi 16-22 September
2019.
Sumber: Tempo.co
Sampul majalah Tempo edisi 16-22 September 2019 tersebut
menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Para pendukung Jokowi
yang menamai dirinya Jokowi Mania menilai bahwa sampul majalah Tempo
menghina kepala Negara. Bentuk penghinaan dinilai dari gambar Jokowi dengan
bayangan hidung panjang layaknya pinokio, karakter dongeng yang suka
berbohong (ASUMSI.CO, diakses pada 19 September 2019).

Pendapat berbeda dari Acep Iwan Saidi selaku Dosen Semiotika Fakultas
Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung mengatakan bahwa sampul
majalah Tempo tidak sama sekali menghina presiden. Jika dilihat seksama, ada
dua hal yang secara jernih terlihat yaitu wajah Jokowi dan bayangannya yang
hidung panjang. Bayangan tersebut menggambarkan situasi sosial yang
berkembang, yakni berbagai tanggapan publik luas terhadap sikap Jokowi terkait
revisi Undang-Undang KPK (TIRTO.ID, 16 Januari 2020). Dikutip dari berita
online Tagar.id, Ahmad Jauhari selaku Ketua Komisi, Penelitian, Pendataan, dan
3

Ratifikasi Pers Dewan Pers menjelaskan terkait sampul majalah Tempo “Janji
Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019 merupakan kritikan terhadap
pemerintahan. Jauhari menghimbau semua pihak manapun atau masyarakat untuk
tidak perlu menanggapi secara berlebihan dari sampul majalah Tempo yang
menggambarkan bayangan Presiden Jokowi hidung panjang seperti karakter
dongeng pinokio ketika berbohong (TAGAR.ID, diakses pada 14 Februari 2020).

Dengan terbitnya majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22


September 2019 ini yang penuh pro-kontra. Beredar di media sosial terkait edisi
revisi yang dikeluarkan oleh majalah Tempo. Edisi dengan judul “Saya Tetap
Percaya Presiden” dengan gambar Jokowi menggunakan jas bewarna hitam,
kemeja putih, dan dasi merah. Dalam sampul edisi tersebut juga terlihat tulisan
yang berada di bawah judul majalah yaitu “Saya tidak kompromi dalam
pemberantasan korupsi”. Majalah edisi ini diklaim sebagai pengganti majalah
edisi “Janji Tinggal Janji” (DETIK.COM, diakses pada 14 Februari 2020).

Gambar 1.2 Sampul Majalah Edisi Revisi Tempo (Hoaks).


Sumber: Detik.com
4

Dengan beredarnya informasi terkait sampul majalah edisi “Saya Tetap


Percaya Presiden”, Pimpinan Redaksi Tempo Wahyu Dhyatmika angkat bicara.
Wahyu mengatakan majalah yang beredar di media sosial tidak sama sekali
mewakili dari pihak Tempo. Majalah Tempo tidak pernah menerbitkan edisi “Saya
Tetap Percaya Presiden” sebagaimana yang beredar di media sosial untuk
menggantikan edisi “Janji Tinggal Janji”. Dalam laman resmi majalah Tempo
edisi terakhir yang diterbitkan adalah edisi “Janji Tinggal Janji” (TEMPO.CO,
diakses pada 14 Februari 2020).

Majalah Tempo dengan judul Janji Tinggal Janji ilustrasi Presiden Jokowi
merupakan reaksi terhadap disahkannya revisi Undang-Undang Tindak Pidana
Pemberantasan Korupsi. Dalam hal ini, Jokowi dituding oleh para penggiat
antikorupsi telah mengingkari janji untuk menguatkan KPK. Edisi Janji Tinggal
Janji juga menyoroti terpilihnya Inspektur Jenderal Polisi Firli Bahuri sebagai
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Periode 2019-2023. Sementara itu, dalam
edisi tersebut memuat empat laporan terkait isu KPK yakni dengan judul “Hidup-
Mati Komisi AntiKorupsi”, “Jenderal Polisi Sarat Kontroversi”, Di Hati Saya Ada
KPK”, dan “Saya Ingin KPK Lebih Kuat” (TEMPO.CO, diakses pada 16
September 2019).

Sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” Edisi 16-22 September 2019
menarik bagi penulis, karena topik yang disajikan dalam majalah tersebut
memiliki hubungan dengan kepentingan masyarakat luas. Presiden Jokowi telah
berjanji akan menguatkan lembaga KPK dan memberantas korupsi di Indonesia.
Janji tersebut merupakan salah satu janji kampanye Jokowi pada saat pemilihan
presiden tahun 2014. Dengan disahkannya revisi UU KPK, banyak masyarakat
menilai bahwa Jokowi telah mengingkari janjinya. Langkah yang dilakukan oleh
Presiden dinilai memperlemah KPK bukan memperkuat lembaga antikorupsi
tersebut (KOMPAS.com, diakses pada 18 Januari 2020).

Pemilihan majalah Tempo sebagai subjek penelitian, karena majalah


tersebut merupakan media massa khususnya cetak yang sering menampilkan
5

ilustrasi sebagai sampul yang sifatnya kritis dalam memberikan informasi kepada
khalayak di segala bidang baik itu sosial, politik, maupun ekonomi. Pada majalah
Tempo terdapat rubrik opini yang menyesuaikan isu-isu hangat tentang politik
yang banyak dibicarakan oleh masyarakat, salah satunya tentang tokoh-tokoh
politik nasional, seperti edisi Janji Tinggal Janji 16-22 September 2019 yang
menggambarkan Presiden Joko Widodo.

Dari pemaparan diatas terkait sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji”
edisi 16-22 September 2019 penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan analisis semiotika dilihat dari banyaknya
tanda-tanda dalam sampul tersebut sehingga mampu membentuk berbagai
persepsi berbeda dari masyarakat. Semiotika awalnya diperkenalkan oleh
Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce yang merupakan bapak
semiotika. Meskipun semiotika sering disebut ilmu dalam sastra, namun
penggunaannya tidak terlepas dari bidang seni dan komunikasi visual.

Pada penelitian ini menggunakan metode semiotika dari Charles Sanders


Peirce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi sampul majalah Tempo dapat
dikaitkan dengan sign, object dan interpretant. Dari interpretasi tersebut maka
dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam gambar ilustrasi sampul
majalah Tempo ”Janji Tinggal Janji” Edisi 16-22 September 2019. Hal inilah yang
mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis
Semiotika Peirce Atas Cover Majalah Mingguan Tempo “JANJI TINGGAL
JANJI” Edisi 16-22 September 2019.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, rumusan masalah pada


penelitian ini adalah Bagaimanakah makna gambar ilustrasi yang terdapat pada
sampul majalah TEMPO “JANJI TINGGAL JANJI” edisi 16-22 September
2019?
6

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah untuk


mengetahui bagaimanakah pemaknaan gambar ilustrasi yang terdapat pada
sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada khalayak
luas dalam memahami dan mencerna tanda, makna, dan pesan yang
terkandung dalam media massa. Penelitian ini diharapkan juga agar
khalayak lebih teliti terhadap pesan yang terdapat dalam media massa,
khususnya berupa gambar ilustrasi. Penelitian ini diharapkan mampu
memberi masukan kepada para pelaku seni dan para pekerja media massa
agar lebih kreatif lagi dalam mengkomunikasikan isi pesan dalam suatu
gambar ilustrasi.
2. Manfaat Akademis
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
referensi untuk pengembangan disiplin ilmu komunikasi. Khususnya
dalam meneliti tanda pada karya gambar ilustrasi pada sebuah media
massa dengan menggunakan kajian ilmu semiotika.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Massa

Memahami komunikasi massa, sama halnya dengan memahami


komunikasi secara umum, yakni dengan mempelajari unsur-unsur pembentuk dari
komunikasi, yakni siapa komunikatornya, bagaimana isi pesannya, kepada siapa
pesan itu disampaikan, medium apa yang digunakan, bagaimana reaksi dari
penerima pesan (Hidayatullah, 2015: 11). Elemen-elemen tersebut merupakan
yang paling mendasar untuk memahami jenis komunikasi apa saja. Jika elemen
tersebut dapat terjawab dengan baik, maka akan sangat mudah memahami
komunikasi tersebut. Demikian juga untuk memahami komunikasi massa.

Definisi komunikasi massa yang lebih perinci dikemukakan oleh ahli


komunikasi lainnya, yaitu Gerbner. Menurut Gerbner

”Mass communication is the technologically and instutionally


based production and distribution of the most broadly shared
continuous flow of messages in industrial societies”.
(Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang
berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang
kontinu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat
industri).
Gerbner menggambarkan bahwa komunikasi massa itu menghasilkan
sebuah produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan,
didistribusikan pada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang
tetap, misalnya harian, mingguan, dwimingguan atau bulanan. Menurut Ardianto
(2007: 3) proses memproduksi sebuah pesan tidak dapat dilakukan oleh
perorangan, melainkan harus oleh lembaga, dan membutuhkan suatu teknologi
tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat
industri.

Komunikasi massa menurut pendapat Joseph A. Depito (dalam Nurudin,


2007: 11) merumuskan definsi komunikasi massa yang pada intinya merupakan
8

penjelasan tentang pengertian massa serta tentang media yang digunakannya.


Depito mengemukakan komunikasi massa dalam dua item, yakni; Pertama,
komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada
khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi
seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang
menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan
pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah
komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual.
Komunikasi barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan
menurut bentuknya; televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita.

Sementara itu Jay Black and Frederick C. Witney (dalam Nurudin, 2007:
12) menjelaskan bahwa:

“Mass Communication is a process whereby mass-produced


message are transmitted to large, anonymous, and
heterogeneous masses of receivers (Komunikasi Massa adalah
sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara
massal /tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima
pesan yang luas, anonym dan heterogen)”.
Dari definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh para ahli
komunikasi, tampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar atau prinsip, bahkan
definsi-definsi itu satu sama lain saling melengkapi. Hal ini telah memberikan
gambaran yang sangat jelas mengenai pengertian dari komunikasi massa. Bahkan,
secara tidak langsung dari pengertian tersebut dapat diketahui ciri-ciri komunikasi
massa yang membedakannya dari bentuk komunikasi lainnya.

Menurut Nurudin ada tujuh karakteristik komunikasi massa dalam buku


Pengantar Komunikasi Massa (2007: 19-32) yaitu:

1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga


Komunikasi massa bukan satu orang tetapi sekumpulan orang.
Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama
lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud adalah
menyerupai sistem. Sistem adalah sekelompok orang, pedoman, dan
9

media yang melakukan suatu kegiatan mengolah menyimpan,


menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam
membuat keputusan untuk mencapai kesepakatan dan saling pengertian
satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi.
Menurut Alexis S Tan (dalam Nurudin, 2007: 20) komunikator
dalam komunikasi massa adalah organisasi sosial yang mampu
memproduksi dan mengirimkannya secara serempak ke sejumlah
khalayak dan terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa
biasanya adala media massa (surat kabar, jaringan televisi, stasiun
radio, majalah, atau penerbit buku).
Dengan demikian komunikator dalam komunikasi massa setidak-
tidaknya mempunyai ciri-ciri yaitu Pertama, kumpulan individu.
Kedua, dalam berkomunikasi individu-individu itu terbatasi dengan
sistem dalam media massa. Ketiga, pesan yang disebarkan atas nama
media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur
yang terlibat. Keempat, apa yang dikemukakan oleh komunikator
biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara
ekonomis.
2. Komunikan dalam komunikasi massa yang bersifat heterogen.
Herbert Blumer (dalam Nurudin, 2007: 22) memberikan ciri
tentang karakteristik audience/komunikan yaitu Pertama, audiens
dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya, ia mempunyai
heterogenitas komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya,
mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat. Kedua,
berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain
dan antar individu tidak berinteraksi satu sama lain secara langsung.
Ketiga, mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi
formal.
3. Pesannya bersifat umum
Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu
orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain pesan-
10

pesan ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu pesan-
pesan yang dikemukakakn pun tidak boleh bersifat khusus. Khusus
disini artinya pesan memang tidak disengaja untuk golongan tertentu.
4. Komunikasi berlangsung satu arah
Dalam media cetak seperti koran, komunikasi hanya berjalan satu
arah. Artinya, tidak bisa secara langsung memberikan respon kepada
komunikatornya (media massa yang bersangkutan). Kalaupun bisa,
sifatnya tertunda. Misalnya, mengirimkan ketidaksetujuan pada sebuah
berita melalui rubrik surat pembaca.
5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan
Komunikasi massa ada keserempakan dalam proses penyebaran
pesan-pesannya. Serempak berarti khalayak dapat menikmati media
massa tersebut hampir secara bersamaan dan bersifat relatif.
6. Media massa mengandalkan peralatan teknis
Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan
kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis.
Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media
elektronik. Misalnya, televisi yang disebut sebagai media dan bisa
dibayangkan saat ini televisi tidak akan lepas dari pemancar.
7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper
Gatekeeper atau sering disebut penepis informasi/palang pintu/
penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran
informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai
orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan,
mengemas agar semua informasi yang lebih mudah dipahami.
Gatekeeper ini juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan,
menganalisis, menambah data, dan mengurangi pesan-pesannya.
Intinya gatekeeper merupakan pihak yang ikut menentukan
pengemasan sebuah pesan dari media massa dan menentukan kualitas
baik tidaknya informasi yang disebarkan.
11

Sementara itu, Effendy (dalam Ardianto, 2007: 18) mengemukakan fungsi


komunikasi massa secara umum tidak terlepas dari:

1. Fungsi informasi
Fungsi memberikan ini diartikan bahwa media massa adalah
penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai
informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan
sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai makhluk sosial akan
selalu merasa haus akan informasi yang terjadi.
2. Fungsi pendidikan
Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya
(mass education). Karena media massa banyak menyajikan hal-hal
yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan
media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan
yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa
melakukannya melalui drama, cerita, diskusi dan artikel.
3. Fungsi mempengaruhi
Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat
pada tajuk/editorial, features, iklan dan artikel. Khalayak dapat
terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat
kabar.
4. Fungsi menghibur
Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak,
karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan
hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.

2.2 Majalah

Hidayatullah (2015: 179) dalam bukunya mengemukakan, majalah


merupakan penerbitan berkala yang berisi bermacam-macam artikel mengenai
topik populer yang terjadi dalam masyarakat dan yang ditujukan pula kepada
12

masyarakat. Definsi kurang lebih sama dikemukakan oleh Kurniawan Junaedhie,


majalah adalah (sebuah) penerbitan berkala (bukan harian) yang terbit secara
teratur dan sifat isinya tak menampilkan pemberitaan atau sari berita, melainkan
berupa artikel, atau bersifat pembahasan yang menyeluruh dan mendalam.
Majalah merupakan refleksi dari masyarakat atau keadaan zaman.

Sementara menurut Dewit Wallace (dalam Vivian, 2008: 112) mengatakan


majalah adalah media massa besar karena majalah berusaha untuk melayani
audien secara massal. Majalah ini menyajikan persoalan-persoalan dan keadaan-
keadaan yang terjadi dalam masyarakat secara teliti dan mendalam. Pada
umumnya tulisan-tulisan yang di muat di majalah tidak terlalu mementingkan
aktualitas di karenakan dalam memuat berita majalah tersebut menyesuaikan
dengan waktu terbitnya. Oleh karena itu pula maka berita yang disampaikan
bukan lagi berita hangat satu hari tertentu, karena berita-berita tersebut di
sesuaikan dengan waktu terbitnya majalah, maka penulisan-penulisan berita yang
ada bisa di telaah secara lebih luas dan lebih mendalam lagi.

Menurut Dominick (dalam Ardianto, 2007: 115), klasifikasi majalah


dibagi ke dalam lima kategori utama, yakni:

1. General consumer magazine (Majalah konsumen umum)


Majalah konsumen umum ini menyajikan informasi tentang produk
dan jasa yang diiklankan pada halaman-halaman tertentu. Majalah ini
biasanya didapatkan di sudut-sudut outlet, mall, supermall atau toko
buku lokal.
2. Business publication (Majalah bisnis)
Majalah bisnis dapat disebut juga trade publication yang melayani
secara khusus informasi bisnis, industri atau profesi. Media ini tidak
dijual secara bebas, karena pembacanya terbatas pada kaum
profesional atau pelaku bisnis.
13

3. Literacy reviews and academic journal (Kritik sastra dan majalah


ilmiah)
Majalah ini berisikan tentang kritik sastra dan majalah ilmiah.
Biasanya majalah ini diterbitkan oleh organisasi-organisasi nonprofit,
universitas, yayasan atau organisasi profesional.
4. Newsletter (Majalah khusus terbitan berkala)
Majalah ini dipublikasikan dengan bentuk khusus, 4-8 halaman dengan
perwajahan khusus. Majalah ini didistribusikan secara gratis atau
dijual secara berlangganan. Biasanya majalah ini memuat informasi
tentang peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi.
5. Public Relations Magazines (Majalah Hubungan Masyarakat)
Majalah ini diterbitkan oleh perusahaan dan dirancang untuk sirkulasi
pada karyawan perusahaan, pelanggan dan pemegang saham. Jenis
publikasi penerbitan ini berbeda sedikit dengan periklanan, kendati
menjadi bagian dari promosi organisasi atau perusahaan.

Tipe suatu majalah dapat ditentukan oleh sasaran khalayak yang dituju.
Artinya, sejak awal redaksi sudah menentukan siapa yang menjadi pembacanya,
apakah anak-anak, remaja, wanita dewasa, pria dewasa atau untuk pembaca umum
dari remaja sampai dewasa. Bisa juga sasaran pembaca majalah dari kalangan
profesi tertentu, seperti pelaku bisnis; atau pembaca dengan hobi tertentu, seperti
bertani, berternak dan memasak.

Mengacu pada sasaran khalayaknya, majalah memiliki fungsi atau


manfaat. Fungsi dari majalah tergantung dari sasaran yang dituju. Majalah berita
mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi tentang berbagai peristiwa
dalam dan luar negeri serta berfungsi sebagai hiburan. Majalah dewasa isinya
relatif menyangkut berbagai informasi dan tips masalah dewasa, lebih bersifat
menghibur dan fungsi informasi serta mendidiknya tidak dijadikan prioritas.
Untuk majalah pertanian fungsi utamanya adalah pendidikan mengenai cara
bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya sebagai informasi.
14

Dalam buku Ardianto (2007: 121) terdapat beberapa karakteristik dari


majalah yang membedakannya dengan surat kabar diantaranya:

1. Penyajian lebih mendalam


Penerbitan majalah pada umunya adalah mingguan ataupun
bulanan. Majalah berita contohnya, majalah ini terbit mingguan
sehingga para reporternya punya waktu cukup lama untuk memahami
dan mempelajari suatu peristiwa. Para reporter juga mempunyai waktu
yang leluasa untuk melakukan analisis terhadap peristiwa tersebut,
sehingga penyajian berita dan informasinya dapat dibahas secara lebih
dalam. Analisis beritanya dapat dipercaya dan didasarkan dengan
refrensi yang relevan dengan peristiwa. Intinya adalah berita-berita
yang disajikan dalam majalah lebih lengkap, karena dibubuhi dengan
latar belakang peristiwa. Unsur why dikemukakan secara lebih
lengkap. Peristiwa atau proses terjadinya peristiwa (unsur how)
dikemukakan secara kronologis.
2. Nilai aktualitas lebih lama
Nilai aktualitas dari sebuah majalah adalah mingguan, berbeda dengan
surat kabar yang hanya berumur satu hari. Dalam artian informasi yang
disajikan dalam majalah menghabiskan waktu untuk membacanya
dalam tempo tiga atau empat hari. Informasi yang dijakian.
3. Gambar/foto lebih banyak
Jumlah halaman dalam majalah lebih banyak, sehingga penyajian
berita yang mendalam dapat menampilkan foto-foto yang lengkap.
Kulitas, ukuran, dan pewarnaan foto dalam majalah lebih baik dan
memiliki daya tarik tersendiri, apalagi foto tersebut memiliki sifat yang
eksklusif.
4. Cover/sampul sebagai daya tarik
Sampul majalah juga merupakan daya tarik dalam sebuah majalah.
Sampul ini diibaratkan pakaian dan aksesoris pada manusia. Sampul
majalah biasanya menggunakan kertas yang bagus dengan gambar dan
15

warna yang menarik. Menarik tidaknya sampul suatu majalah sangat


begantung pada tipe majalahnya, serta konsistensi majalah tersebut
dalam menampilkan ciri khasnya. Misalnya, sampul majalah berita
mingguan Tempo yang memiliki ciri khas dengan gambar ilustrasi
peristiwa yang sedang terjadi. Dalam hal ini sampul mencerminkan isi
rubrik laporan utama majalah Tempo, dan dapat dipastikan bahwa
laporan utama itu diangkat dari peristiwa (berita) yang paling hangat
dan menarik. Dengan demikian secara sekilas pembaca akan
mengetahui berita utama dari majalah Tempo.

2.3 Kontruksi Realitas

Istilah kontruksi realitas diperkenalkan pertama kali oleh Peter L. Berger dan
Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction Of
Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge. Menurut Berger dan
Luckman, proses sosial terjadi melalui tindakan dan interaksi, di mana individu
yang menciptakan secara terus menerus sesuatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subjektif. Berger dan Luckman (dalam Bungin, 2008: 14)
menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman „kenyataan‟ dan
„pengetahuan‟. Realitas diartikan sebagai kulaitas yang terdapat di dalam realitas-
realitas yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung
kepada kehendek diri sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai
kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang
spesifik.

Berger dan Luckman (dalam Bungin, 2008: 15) mengatakan intuisi


masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi
manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif,
namun pada kenyataannya semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui
proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang
yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subjektif yang sama. Pada
tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna
16

simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang


memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada
berbagai bidang kehidupan. Pendek kata, dialetika antara individu menciptakan
masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses yang terjadi ini melalui
proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing (2002: 16) menjelaskan


realitas sosial dikontruksi melalui proses tiga tahapan peristiwa, Berger
menyebuntya sebagai momen. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan
atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun
fisik.Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri
ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai
ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya,
dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan
dirinya sendiri dalam suatu dunia.

Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik
dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas
objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu
faktisitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya.
Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Hasil
dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi
kemudahan hidupnya atau kebudayaan non-materil dalam bentuk bahasa. Baik
alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan ekternalisasi manusia ketika berhadapan
dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik
benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang
objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk
kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada diluar
kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda
dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa
dialami oleh setiap orang.
17

Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali


dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu
dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang
telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar
kesadarannya,sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu
tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan.
Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam
ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang
berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman,
preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan
menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.

2.4 Analisis Semiotika


Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang digunakan dalam berusaha mencari jalan di
dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau
dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam
hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to
communicate). Menurut Sobur (2004: 15) memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang
berarti “tanda”. Secara terminologis, semiotik dapat didefinsikan sebagai ilmu
yang mempelajari sederatan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda (dalam Sobur, 2015: 95). Van Zoest (dalam Sobur,
2015:95) mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang
berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan segala kata
lain, pengirimnya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
18

Batasan yang jelas dikemukakan oleh Preminger (dalam Sobur, 2015: 96)
mengatakan:
“Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini
menganggap bahwa fenomena sosial/masyakarat dan
kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu
mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi
yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.”
Semiotika mengeksplorsi bagaimana makna yang terkandung dalam teks yang
telah diperoleh melalui penataan tanda dengan berbagai cara tertentu dan melalui
penggunaan kode-kode budaya. Menurut Culler (dalam Vera, 2014: 2), semiotika
adalah instrumen pembuka rahasia teks dan penandaan, karena semiotika adalah
puncak logis dari apa yang disebut Derrida sebagai “logosentrisme”. Menurut
Vera (2014: 2) budaya barat rasionalitas perlakukan makna sebagai representasi
logis yang merupakan fungsi tanda sebagai ekspresi.

Semiotika sering diartikan sebagai ilmu signifikansi, dipelopori oleh dua


orang yakni ahli linguistik Swiss, Ferdinand De Saussure (1857-1913) dan
seorang filosof pragmatisme Amerika yaitu Charles Sanders Peirce (1839-1914).
Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak
mengenal satu sama lain. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik di
Eropa, sedangkan Peirce filsafat di Amerika Serikat. Saussure menyebut ilmu
yang dikembangkannya semiologi (semiology). Semiologi, menurut Saussure
(dalam Vera, 2014: 3) berdasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan
tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda,
harus ada di belakangnya sistem perbedaan dan konvensi yang memungkinkan
makna itu. Dimana adanya tanda di sana ada sistem.

Menurut Peirce menyebutkan ilmu yang dibangunnya semiotika (semiotics).


Bagi Peirce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan
lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika
dapat ditetapkan pada segala macam tanda. Menurut Vera (2014: 3) dalam
perkembangannya, istilah semiotika (Peirce) lebih populer daripada istilah
Semiologi (Saussure).
19

Teori dari Peirce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasanya bersifat
menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin
mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggambungkan kembali semua
komponen dalam struktur tunggal. Menurut Sobur (2015: 97) semiotik ingin
membongkar bahasa secara keseluruhan seperti ahli fisika yang memnbongkar
suatu zat dan kemudian menyediakan model teoretis untuk menunjukan
bagaimana semuanya bertemu dalam sebuah struktur.

2.5 Semiotika Charles S. Peirce

Charles Sanders Peirce mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang


tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni berfungsinya,
hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh
mereka yang mempergunakannya. Fiske dan Littlejohn (dalam Kriyantono, 2006:
267) mengatakan bahwa Charles S. Peirce mengemukakan pendapatnya mengenai
model semiotika yang berangkat dati tiga elemen utama yaitu tanda, acuan tanda
(objek) dan penggunaan tanda (interpretant) yang disebut Peirce sebagai teori
segitiga makna atau triangle meaning.

Bagi Peirce (dalam Sobur, 2004: 41), tanda “is something which stands to
somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan
agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda
(sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground,
object dan interpretant.

Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretan Peirce.


20

1. Sign; bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi sebagai tanda.
2. Interpretant; merujuk pada makna dari tanda, intrepretant bukan berarti
penafsiran dari tanda.
3. Object; sesuatu yang merujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili oleh
representamen yang berkaitan dengan acuan. Objek dapat berupa
representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa yang nyata
di luar tanda.

Proses pemaknaan tanda yang mengikuti skema ini disebut sebagai proses
semiosis. Menurut Peirce (dalam Vera, 2014: 21), tanda menjadi wakil yang
menjelaskan sesuatu:

The perceivable part of the sign a representamen (literally


“something that does the representing’) and the concept that it
encodes the object (literally “something cast outside for obser
vation”). He termed the meaning that someone gets from the
sign the interpretant. This I itself a sign in that it entails
knowing what a sign means (stand for) in personal, social, anda
contexs-specific ways.
Berdasarkan konsep tersebut maka dapat dikatakan bahwa makna sebuah
tanda yang dapat berlaku secara pribadi, sosial, atau bergantung pada konteks
tertentu. Tanda tersebut tidak bisa mengungkapkan sesuatu, tanda disini hanya
berfungsi menunjukkan, akan tetapi sang penafsirlah yang bisa memaknai tanda
tersebut berdasarkan pengalamannya masing-masing.

Model triadik dari Peirce sering disebut sebagai “triangle meaning


semiotics” atau dikenal juga dengan teori segitiga makna, yang dijelaskan secara
sederhana: “tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu
dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang yakni
menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara atau sesuai tanda
yang lebih berkembang, tanda yang diciptakannya dinamakan interpretant dari
tanda pertama. Tanda itu menunjukan sesuatu, yakni objeknya.

Model segitiga Peirce memperlihatkan masing-masing titik dihubungkan


oleh garis dengan dua arah yang berarti setiap istilah (term) mampu dipahami
21

hanya dalam hubungan satu dengan hubungan yang lain. Istilah-istilah ini
digunakan Peirce untuk menjelaskan fungsi tanda yang baginya adalah proses
konseptual, terus berlangsung, dan tidak terbatas (semiosis tak terbatas) rantai
makna keputusan oleh tanda-tanda baru yang menafsirkan tanda atau seperangkat
tanda-tanda sebelumnya. Dalam model Peirce makna dihasilkan melalui rantai
dari tanda-tanda (menjadi intepretants), yang berhubungan dengan model
dialogisme Mickhail Bakhtin, dimana setiap ekspresi budaya merupakan respon
atau jawaban terhadap ekspresi sebelumnya, dan menghasilkan respon lebih lanjut
menjadi addressable kepada orang lain.

Menurut Peirce yang dikutip oleh Nawiroh Vera dalam bukunya


Semiotika Dalam Riset Komunikasi (2014: 22), salah satu bentuk tanda (sign)
adalah kata. Sesuatu yang dapat disebut representament (tanda) jika memenuhi
dua syarat yaitu Pertama, bisa diapresiasi, baik dengan panca-indera maupun
dengan perasaan/pikiran. Kedua, berfungsi sebagai tanda (mewakili sesuatu yang
lain). Objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda, bisa berupa materi yang
tertangkap oleh panca-indera, bisa juga bersifat imajiner atau mental. Sedangkan
interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang
dirujuk sebuah tanda. Ketiga elemen makna berinterkasi dalam benak seseorang
maka muncul makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.

Atas dasar hubungan triangle meaning, Peirce mengadakan klasifikasi


yang dikaitkan dengan ground dibagi menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras,
lemah, lembut, dan merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa
yang ada pada tanda, misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata
air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign
adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang
menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia atau
pengguna jalan.
22

Peirce membagi tanda berdasarkan objeknya atas icon (ikon), index


(indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda
dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Ikon juga bisa diartikan
dengan hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan;
misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya
hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan
sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataannya. Contohnya
saja yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula
mengacu pada denotatum yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda
yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.
Hubungan diantaranya bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan
konvensi (perjanjian) masyarakat.

Berdasarkan interpretant, tanda dibagi atas rheme, dicent sign atau


dicisign , dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang
menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja
menandakan bahwa orang tersebut baru menangis atau menderita penyakit mata.
Dicent sign atau dicisign adalah tanda yang sesuai dengan kenyataannya.
Misalnya saja jika pada suatu jalan sering terdapat kecelakaan, maka di tepi jalan
akan dipasangkan rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di tempat itu sering
terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang secara langsung memberikan
alasan tentang sesuatu.

Gambar 2.2 Trikotomi Peirce (Deledalle, 2000 dalam Vera, 2014: 23).

Berdasarkan penjelasan mengenai representamen (sign), objek dan


interpretant dan gambar trikotomi dari peirce, Peirce mengkombinasikan triangle
23

meaning menjadi sepuluh klasifikasi tanda. Sepuluh tanda tersebut


diklasifikasikan menurut trikotomi dan kategori tanda. Firstness, yaiut otonom
atau tanda yang berdiri sendiri melitputi qualisign, ikon, dan rheme. tersebut yang
dapat dilihat pada gambar berikut ini. Secondness, tanda yang dihubungkan
dengan realitas meliputi sinsign, indeks, dan dicent. Thirdness, tanda yang
dihubungkan dengan aturan, konvensi, atau kode meliputi legisign, simbol, dan
argument. Untuk lebih jelasnya tanda yang dikombinasikan oleh Peirce kedalam
sepuluh klasifikasi tanda dapat melihat gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Kombinasi tanda berdasarkan Representamen, Objek dan


Interpretant.
Sumber: Tommy Christomy (http://www.clr.ui.ac.id/wp-
content/uploads/2008/11/semiotik-dan-kajian-budaya.pdf)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa kelas tanda
yang terbentuk dari representamen, objek dan interpretant. Menurut Peirce, dari
segitiga triadik yang telah dibuatnya, tanda diklasifikasikan menjadi sepuluh jenis,
seperti yang dikutip oleh Alex Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi
(2004: 41), yaitu :
24

1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata keras


menunjukan kualitas tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan
orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan.
2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh:
foto, diagram, peta dan tanda baca.
3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman
langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya
disebabkan oleh sesuatu. Contoh: pantai yang sering merenggut nyawa
orang yang sering mandi di situ akan dipasang bendera bergambar
tengkorak yang bermakna berbahaya, dilarang mandi disini.
4. Dicent Sign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu,
misalnya tanda larangan yang terdapat pada pintu masuk sebuah kantor.
5. Iconic Legissign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau
hukum, Contoh: rambu lalu lintas.
6. Rheumatic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu pada objek
tertentu, misalnya kata ganti petunjuk. Seseorang bertanya, “mana buku
itu?” dan dijawab “itu!”.
7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan
menunjukan subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang
berputar-putar di atas mobil ambulans menandakan ada orang yang
sakit atau celaka yang tengah dilarikan kerumah sakit.
8. Rhematic Symbol atau Symbol Rheme, yakni tanda dihubungkan dengan
objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya kita melihat gambar
harimau. Lantas kita katakan, harimau. Mengapa kita katakan demikian,
karena ada asosiasi antara gambar dengan benda atau hewan yang kita
lihat yang namanya harimau.
9. Dicent Symbol atau Proposition (proposisi), adalah tanda yang
langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.
Kalau seseorang berkata, “pergi!”, penafsiran kita langsung berasosiasi
pada otak dan serta merta kita pergi. Padahal proposisi yang kita dengar
hanya kata-kata yang kita gunakan untuk membentuk kalimat,
25

semuanya adalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi


dalam otak. Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu
dan seseorang segera menetapkan pilihan atau sikap.
10. Argument, yakni tanda yang merupakan referensi seseorang terhadap
sesuatu berdasarkan alasan tertentu. “Seseorang berkata “Gelap”, orang
itu berkata gelap sebab ruang itu cocok untukdikatakan gelap. Dengan
demikian argument merupakan tanda yang berisi penilaian atau alasan,
mengapa seseorang berkata begitu. Tentu saja penilaian tersebut
mengandung kebenaran.

2.6 Gambaran Umum Tempo

2.6.1 Sejarah Majalah Tempo


Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput
berita politik. Tempo merupakan majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi
dengan pemerintah. Edisi pertama Tempo diterbitkan pada 6 Maret 1971 dengan
Goenawan Mohamad sebagai Pemimpin Redaksi. Terbitnya Tempo tersebut tidak
bisa lepas dari peran Harjoko Trisnadi, Fikri Jufri, Lukman Setiawan, dan Bur
Rasuarto yang kemudian dianggap sebagai pendiri.
Pada tahun 1982, untuk pertama kalinya Tempo dibredel. Tempo dianggap
terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kendaraan politiknya, Golkar.Saat
itu tengah dilangsungkan kampanye dan prosesi Pemilihan Umum. Tapi akhirnya
Tempo diperbolehkan terbit kembali setelah menandatangani semacam "janji" di
atas kertas segel dengan Ali Moertopo, Menteri Penerangan saat itu (zaman
Soeharto ada Departemen Penerangan yang fungsinya, antara lain mengontrol
pers).
Makin sempurna mekanisme internal keredaksian Tempo, makin
mengental semangat jurnalisme investigasinya. Maka makin tajam pula daya
kritik Tempo terhadap pemerintahan Soeharto yang sudah sedemikian
melumut.Puncaknya, pada 21 Juni 1994. Untuk kedua kalinya Tempo dibredel
oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan Harmoko. Tempo dinilai terlalu
26

keras mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal kapal bekas dari
Jerman Timur.
Selepas Soeharto lengser pada Mei 1998, mereka yang pernah bekerja di
Tempo -dan tercerai berai akibat bredel-berembuk ulang.Mereka bicara ihwal
perlu-tidaknya majalah Tempo terbit kembali. Hasilnya, Tempo harus terbit
kembali. Maka, sejak 12 Oktober 1998, majalah Tempo hadir kembali.
Untuk meningkatkan skala dan kemampuan penetrasi ke bisnis dunia
media, maka pada tahun 2001, PT. Arsa Raya Perdana go public dan mengubah
namanya menjadi PT Tempo Inti Media Tbk. (Perseroan) sebagai penerbit
majalah Tempo yang baru. Dana dari hasil go public dipakai untuk menerbitkan
Koran Tempo yang berkompetisi di media harian.
Saat ini, produk-produk Tempo terus muncul dan memperkaya industry
informasi korporat dari berbagai bidang, yaitu penerbitan ( majalah Tempo, Koran
Tempo, Koran Tempo Makassar, Tempo English, Travelounge, Komunika, dan
Aha! Aku Tahu), Digital (Tempo.co, Data dan Riset (Pusat Data dan Analisa
Tempo), Percetakan (Temprint), Penyiaran (Tempo TV dan Tempo Channel),
Industri Kreatif (Matair Rumah Kreatif), Event Organizer(Impressario dan Tempo
Komunitas), Perdagangan (Temprint Inti Niaga), dan Building Management
(Temprint Graha Delapan) (Korporate Tempo, diakses pada 15 Februari 2020).

2.6.2 Strutktur Organisasi Majalah Tempo

Pada majalah Tempo terdapat dua struktur organisasi, pertama stuktur


organisasi redaksi, kedua struktur perusahaan. Struktur redaksi bertugas dan
bertangung jawab terhadap isi majalah serta dipimpin oleh Pimpinan Redaksi,
sedangkan struktur perusahaan bertanggung jawab terhadap keungan perusahaan
dan pemasaran majalah Tempo serta dipimpin oleh Direktur utama. Struktur
organisasi redaksi majalah Tempo didapatkan dari majalah Tempo “Janji Tinggal
Janji” edisi 16-22 September 2019 yang merupakan struktur organisasi pada tahun
2019.
27

1. Struktur Organisasi Redaksi Majalah Tempo

Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Arif Zulkifli

Redaktur Eksekutif : Setri Yastra

1. Nasional dan Hukum


Redaktur Pelaksana : Anton Aprianto.
Redaktur Utama : Anton Septian, Sunudyantoro.
Redaktur : Agung Sedayu, Efri Ritonga, Stefanus
Teguh Edi Pramono, Rusman Paraqbueq, I
Wayan Agus Pramono, Syailendra Persada.
Staf Redaksi : Linda Novi Trianita, Fransisco Rosarians
Enga Geken, Hussein Abri Y.M.
Dongoran, Indri Maulidar, Raymundus
Rikang RW, Riky Ferdianto
2. Ekonomi dan Media
Redaktur Pelaksana : Yandhire Arvian.
Redaktur Utama : Agoeng Wijaya.
Redaktur : Retno Sulistyowati, Ali Nur Yasim, Fery
Firmansyah, Dewi Rina Cahyani.
Staf Redaksi : Khairul Anam, Martha Warta Silaban, Ali
Ahmad Noor Hidayat, Andi Ibnu Masri,
Putri Adityowati, Robby Irfany Maqoma,
Kodrat Setiawan.
3. Investigasi
Redaktur Pelaksana : Bagja Hidayat
Redaktur : Mustafa Silalahi
Staf Redaksi : Erwan Hermawan, Istman Musaharun, Dini
Pramita
4. Internasional
Redaktur Pelaksana : Kurniawan.
28

Redaktur : Abdul Manan, Mahardika Satria Hadi,


Sukma Loppies, Maria Rita Ida Hasugian.
Staf Redaksi : Sita Planasari.
Reporter : Choirul Aminudin.
5. Seni dan Intermezo
Redaktur Pelaksana : Seno Joko Suyono
Redaktur Utama : Nurdin Kalim
Redaktur : Mustafa Ismail
Staf Redaksi : Moyang Kasih Dewi Merdeka, Dian
Yuliastuti

6. Sains dan Sport


Redaktur Pelaksana : Yos Rizal Suriaji.
Redaktur Utama : Dody Hidayat, Firman Atmakusuma,
Nurdin Saleh.
Redaktur : Irfan Budiman.
Staf Redaksi : Gabriel Wahyu Titiyoga, Nur Haryanto,
Erwin Prima Putra Z, Febriyan, Indra
Wiyaja.
7. Gaya Hidup
Redaktur Pelaksana : Sapto Yunus
Redaktur Utama : Tulus Wijanarko
Redaktur : Rini Kustiani, Reza Maulana
Staf Redaksi : Aisha Shaidra, Cheta Nilawaty
Prasetyaningrum, Mitra Tarigan, Nur
Alfiayah BT.Tarkhadi, Praga Utama.
Reporter : Yunia Pratiwi, Annisa Lucyana, Larissa
Huda.

8. Metro
Redaktur Pelaksana : Jajang Jamaluddin.
29

Redaktur : Dwi Arjanto, Zacharias Wuragil, Jobpie


Sughiharto.
Staf Redaksi : Ali Anwar, Devy Ernis, Gangsar Parikesit,
Linda Hairani, Suseno, Untung Widyanto.
9. Pengembangan Produk Digital
Kepala : Yosep Suprayogi.
Inforgrafis : Fitra Moerat Ramadhan Sitompul
(Redaktur), Gadi Kurniawan Makitan,
Sadika Hamid.
Video : Ngarto Februana (Redaktur), Ryan
Maulana, Ridian Eka Saputra, Dwi
Oktaviane.
Media Sosial : Ferdinand Akbar (Koordinator), Abdur
Rohim Latada.
10. Indonesiana
Redaktur Pelaksana : Kurniawan.
Redaktur : Isti Qomatul Hayati.
Pengembangan
Komunitas : Rob Januar.
11. Koran Tempo
Pemimpin Redaksi : Budi Setyarso.
Redakrur Eksekutif : Philupus Parea.
12. Tempo.co
Pemimpin Redaksi : Wahyu Dhyatmika.
Redaktur Eksekutif : Elik Susanto.
13. Tempo English
Pemimpin Redaksi : Arif Zulkifli.
Redaktur Eksekutif : Philipus Parera.
Redaktur Pelaksana : Purwani Diyah Prabandari.
Redaktur : Lucas Edward.
Staf Redaksi : Isma Savitri (Tempo English Weekly).
30

Kordinator Produksi : Dewi Pusfitasari.


14. TV Tempo
Direktur : Qaris Tajudin.
Produser Eksekutif : M. Nur Hidayat.
Produser : Alfan Noviar, Budhi Santoso.
Editor Video : Akbar Ramadhan.
15. Kreatif, Foto, Bahasa
Redaktur Desain : Eko Punto Pambudi, Yuyun Nurrachman.
Desainer Senior : Aji Yuliarto, Djunaedi, Ehwan Kurniawan,
Gatot Pandego, Imam Yunianto, Kendra H.
Paramita, Munzir Fadly.
Desainer : Agus Darmawan Setiadi, Rudy Asrori.
Penata Letak : Ahmad Fatoni, Arief Mudi Handoko,
Endang Wijaya, Hindrawan, Junianto
Prasongko, Kuswoyo, Lukmanul Hakim,
Mistono, Wahyu Risyanto.

Redaktur Foto : Ijar Karim, Mahanizar Djohan.


Periset Foto : Fardi Bestari, Gunawan Wicaksono, Jati
Mahatmaji, Nita Dian Afianti, Ratih
Purnama Ningsih.
Fotografer : Amston Probel, Subekti.

Redaktur Bahasa : Uu Suhardi (Koordinator), Hasto Pratikto,


Iyan Bastian.
Staf Senior : Michael Timur Kharisma, Suhud Sudarjo,
Hardian Putra Pratama, Sekar Septiandari.
Staf : Andry Setiawan, Edy Sembodo, Ogi
Raditya, Tasha Agrippina.
16. Pusat Data dan Analisis Tempo
Direktur : M. Taufiqurohman.
31

Koordinator : Priatna.
Riset : Ai Mulyani, Arif Priandono.
Data : Agus Supriyanto, Ismail, Indra Mutiara,
Evan Koesumah, Danni Mahadiansyah.
Buku : Siti Rhanty.

Redaktur Khusus : Daru Priyambodo, Gendur Sudarsono,


Bambang Harymurti, Toriq Hadad, S.
Malela Mahargasarie, Goenawan
Mohamad, Putu Setia, Fikri Jufri.

Kepala Pemberitaan
Korporat : Arif Zulkifli.
Desain Korporat : Gilang Rahadian, Rully Kesuma.
Biro Eksekutif dan
Pendidikan : Jajang Jamaluddin (Kepala), Anton
Aprianto, Purwani Diyah Prabandari.

2. Struktur Organisasi Perusahaan Majalah Tempo

Direktur Utama : Toriq Hadad.


Direktur : Arif Zulkifli, Sebastian Kinaatmaja, Meiky Sofyansyah.
Direktur Independen : Herry Hernawan.
Sekretariat Korporat : M. Taufiqurohman.
1. Pemasaran : Y. Tomi Aryanto.:
2. Iklan : Tanty Hendriyanti (Group Head), M.
Doddy Waspodo, M.M. Ekawati,
Fransiswa W.R, Silvia Husnaeni, Desy
Indira, Seto Ajie Wijaya, Revvy Oktaria,
Eko Waluyo.
32

3. Komunikasi
Pemasaran : Berkah Demiat, Aditya, Andi Supriyanto.
4. Business
Development : Budi Setyarso.
5. Sirkulasi dan
Distribusi : Imam Sukarnadi (Kepala), Erina Andriyani
(Sekretaris), Indra Setiawan, Boy Haryadi,
Ivan Buana Putra, Prathita Putra, Retno
Effendi, Solex Kurniawan, Fuad Nugraha
Adi.
6. Kreatif Pemasaran : S. Dian Andriyanto, Hotma Siregar, Mila
Novita, Mira Larasati, Nugroho Adi,
Rifwan Hendri, Abdul Djalal.
7. Desain Kreatif
Pemasaran : Andi Faisal, Jemmi Ismoko, Juned Aryo
Sembada, Rachman Hakim, Setiyono,
Lourentius EP, Prayogi.

2.6.3 Visi Dan Misi Perusahaan Tempo


1. Visi
Menjadi acuan dalam usaha meningkatkan kebebasan publik untuk
berpikir dan berpendapat serta membangun peradaban yang
menghargai kecerdasan dan perbedaan.
2. Misi
1. Menghasilkan produk multimedia yang independen dan bebas
dari segala tekanan dengan menampung dan menyalurkan
secara adil suara yang berbeda-beda.
2. Menghasilkan produk multimedia bermutu tinggi dan
berpegang pada kode etik.
33

3. Menjadi tempat kerja yang sehat dan menyejahterakan


sertamencerminkan keragaman Indonesia.
4. Memiliki proses kerja yang menghargai dan memberi nilai
tambah kepada semua pemangku kepentingan.
5. Menjadi lahan kegiatan yang memperkaya khazanah artistik,
intelektual, dan dunia bisnis melalui pengingkatan ide-ide
baru, bahasa, dan tampilan visual yang baik.
6. Menjadi pemimpin pasar dalam bisnis multemedia dan
pendukungnya.

2.7 Penelitian Terdahulu


1. Pemaknaan Ilustrasi Sampul Buku “Pocongg Juga Pocong” (Studi
Semiotik Ilustrasi Sampul Buku “Poconggg Juga Pocong” pada Bukune)
oleh Adityo Wildan. Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur, 2012.
Hasil dari penelitian pada skripsi ini yaitu melalui teori semiotika
Charles Sanders Peirce. Peneliti menemukan makna-makna dari empat
gambar ilustrasi pada sampul buku novel “Poconggg Juga Pocong” yang
dianalisis kedalam tiga bagian yaitu ikon, indeks dan simbol. Berdasarkan
analisis yang ditemukan penulis makna ilustrasi yaitu gambaran pocong
yang memiliki makna bahwa pocong merupakan sosok idola baru bagi
anak muda. Selain itu, hadirnya karikatur Lady Gaga dan Justin Beiber
memperkuat kesan bahwa sosok pocong menjadi idola baru.
Persamaan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis
semiotik dari Charles Sander Peirce dan yang diteliti adalah ilsutrasi.
Namun penelitian ini berbeda dengan penulis karena objek penelitian yang
diambil berbeda yaitu ilustrasi pada sampul buku novel “Poconggg Juga
Pocong”, sedangkan objek penelitian yang diambil penulis adalah ilustrasi
pada sampul majalah Tempo. Perbedaan lainnya juga terdapat pada
analisis semiotika yang digunakan, dimana penulis menggunakan teori
34

Charles S. Peicre yaitu segitiga makna yang terdiri dari sign (qualisign,
sinsign, dan legisign), objek (ikon, indeks, dan simbol), dan interpretan
(rheme, dicent sign, dan argumen) serta sepuluh klasifikasi tanda dari
Peirce.

2. Analisis Semiotik Korupsi Terhadap Sampul Majalah Tempo Pada Kasus


Simulator SIM oleh Yunus Priyonggo. Program Studi Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Hasil dari penelitian pada skripsi ini yaitu melalui teori semiotika
dari Charles Sanders Peirce. Peneliti menemukan makna-makna dari
empat gambar ilsutrasi pada sampul majalah Tempo yang dianalisis
kedalam tiga bagian yaitu sign, object dan interpretant. Pada empat sampul
yang menjadi instrument dalam penelitian ini ditemukan beberapa sosok
yang terkait dalam kasus simulator SIM yaitu Irjen Djoko Susilo, Aziz
Samsudin, Herman Hendri, Nazarudin dan Bambang Soesatyo.
Persamaan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis
semiotik dari Chales Sanders Peirce dan yang diteliti adalah ilustrasi dari
sampul majalah Tempo. Namun penelitian ini berbeda dengan penulis
karena objek penelitian ini teridir dari empat sampul majalah Tempo dan
membahas mengenai korupsi Simulator SIM serta Edisi yang berbeda.
Sedangkan objek penelitian yang diambil penulis adalah satu sampul
majalah Tempo yang membahas mengenai Revisi Undang-Undang KPK.

3. Analisis Semiotika Pada Cover Majalah Tempo Edisi 4-10 November


2013 Versi “Atut & CO” oleh Candra Budiman. Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi. Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama) Jakarta, 2015.

Hasil dari penelitian pada skripsi ini yaitu melalui teori semiotika
dari Charles Sanders Peirce. Peneliti menemukan makna-makna dari
35

sampul majalah Tempo ilsutarsi Ratu Atut yang dianalisi kedalam tiga
bagian yaitu ikon, indeks dan simbol. Berdasarkan analasis yang
ditemukan penulis makna ilustrasi yaitu citra Ratu Atut yang arogan dan
high maintenace sehingga mendorongnya untuk melakukan tindak pidana
korupsi. Ratu Atut digambarkan dengan seorang wanita yang sedang tidur
dengan sebelah tangan menopang kepala seperti model memamerkan
berbagai barang mewah berlabel yang dipakainya pada cover atau sampul
majalah berfungsi sebagai penguat dalam menggambarkan hobi Ratu Atut
yang hobi berbelanja dan menggunakan barang mewah.

Persamaan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis


semiotik dari Charles Sanders Peirce dan yang diteliti adalah ilustrasi dari
sampul majalah Tempo. Namun penelitian ini berbeda dengan penulis
karena objek yang diteliti membahas mengenai kasus korupsi Ratu Atut
dan edisi majalah yang berbeda. Sedangkan objek penelitian yang diambil
penulis adalah yang membahas mengenai Revisi Undang-Undang KPK.

2.8 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan maka dapat diketahui


bahwa untuk memahami, mengerti dan memaknai pesan dari sampul majalah
Tempo “Janji Tinggal Janji” Edisi 16-22 September 2019, makan peneliti
menggunakan teori segitiga atau triangle meaning dari Peirce yang meliputi tanda,
objek dan interpretant. Tanda yang dimaksud disini adalah sampul majalah Tempo
“Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019. Objek disini adalah gambar
keseluruhan dari ilustrasi sampul majalah Tempo, yaitu penggambaran Presiden
Republik Indonesia Joko Widodo dengan bayangannya yang memiliki hidung
panjang seperti karakter pinokio ketika berbohong serta diperjelas dengan judul
dari majalah yaitu “Janji Tinggal Janji”.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode semiotik Peirce


dikarenakan dalam ilustrasi sampul majalah Tempo memiliki makna tanda, untuk
36

itu penulis menggunakan representamen, objek dan interpretant untuk


mengkalisifikasikan sebuah tanda secara spesifik. Dalam penelitian ini yang
diutamakan adalah peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan ilustrasi sampul
majalah Tempo “Janji Tinggal Janji”. Realitas sosial dari dipaparkan secara tegas
dalam pemilihan gambar, warna, tulisan dalam ilsutari sampul majalah Tempo.
Dalam hal ini, Peirce menggunakan tanda istilah (sign) yang merupakan
represenatasi dari sesuatu diluar tanda yaitu objek dan dipahami oleh interpretant.
37

Berikut ini adalah gambar kerangka berfikir penelitian pada ilustrasi


sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” Edisi 16-22 September 2019:

Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce

Representamen Interpretant
Objek
(Sign)
1. Rheme
1. Icon
1. Qualisign 2. Dicen Sign
2. Index
2. Sinsign 3. Argument
3. Symbol
3. Legisign

Sampul Majalah Mingguan


Tempo “Janji Tinggal Janji”
Edisi 16-22 September 2019

Hasil Pemaknaan Sampul


Majalah Mingguan Tempo
Menurut Perspektif Peirce

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran.


38

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan


pendekatan semiotik. Alasannya menggunakan metode ini terdapat beberapa
faktor pertimbangan, yaitu pertama metode ini akan lebih mudah menyesuaikan
bila hal dalam penelitian kenyataan adalah ganda; kedua, metode ini menyajikan
secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek yang diteliti; ketiga,
metode ini lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moeloeng, 2005: 5).
Untuk menginterpretasikan obyek penelitian dari sampul majalah Tempo
“Janji Tinggal Janji”, terlebih dahulu harus diketahui sistem tanda dan gambar
yang terdapat dalam penelitian ini. Karena itulah peneliti menggunakan
pendekatan semiotik untuk menganalisis atau menafsirkan makna yang terdapat
dalam sampul majalah tersebut.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik adalah
suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004: 15). Dengan
menggunakan pendekatan semiotik, peneliti berusaha untuk menggali realitas
yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang
ditampilkan. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe
penelitian ini adalah deskriptip, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui
makna ilsutrasi dari sampul majalah Tempo.

3.2 Waktu Penelitian

Waktu peneltiian yang ditempuh oleh penulis dalam menyelesaikan


penelitian ini adalah selama bulan Februari – Mei 2020.
39

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian menurut Arikunto (2007: 152), merupakan sesuatu yang


sangat penting kedudukannya di dalam penelitian, subjek penelitian harus ditata
sebelum peneliti siap untuk mengumpulkan data. Subjek penelitian dapat berupa
benda, hal atau orang. Berdasarkan hal tersebut, subjek dalam penelitian ini
adalah adalah sampul majalah Tempo Edisi 16-22 September 2019 dengan judul
Janji Tinggal Janji. Edisi ini memuat empat laporan terkait isu KPK yakni dengan
judul “Hidup-Mati Komisi Anti Korupsi”, “Jenderal Polisi Sarat Kontroversi”,
“Di Hati Saya Ada KPK”, dan “Saya Ingin KPK Lebih Kuat”.

Objek penelitian adalah sifat keadaan suatu benda, orang atau yang menjadi
pusat perhatian dan sasaran peneliti. Sifat keadaan yang dimaksud bisa berupa
sifat, kuantitas dan kualitas yang berupa perilaku, pendapat, pandangan, penialai,
sikap pro-kontra, simpati-antipati, keadaan batin, dan juga berupa proses. Objek
penelitian ini adalah makna di balik penggambaran Presiden Republik Indonesia
Joko Widodo dalam sampul majalah Tempo edisi 16-22 September 2019 dengan
judul Janji Tinggal Janji.

3.4 Sumber Data

Data merupakan sumber yang paling penting dalam suatu penelitian


karena data dapat menunjang dan menjawab permasalahan yang sedang diteliti.
Sumber data yang digunanakan dalam peneltian ini meliputi:

1. Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
subjek penelitian berupa wawancara atau observasi secara langsung
yang berkaitan dengan masalah penelitian. Sumber data primer pada
penelitian ini yaitu sampul majalah Tempo Edisi 16 – 22 September
2019 dengan Judul Janji Tinggal Janji. Sumber data ini dipilih
berdasarkan tanda-tanda dalam sampul majalah Tempo. Tanda-tanda
tesebut dapat dilihat dari gambar ilustrasi Presiden Joko Widodo,
laporan utama, dan laporan tambahan dalam majalah tersbut. Tanda-
40

tanda itu akan dipilah kembali menjadi tiga kategori tanda menurut
Peirce yaitu representamen, objek dan interpretan.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak
langsung melalui media perantara (dihasilkan pihak lain) atau
digunakan oleh lembaga lainnya yang bukan merupakan
pengolahannya, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk penelitian
tertentu. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
sumber lain seperti buku, jurnal, skripsi atau situs web yang
berhubungan dengan penelitian ini.

3.5 Validitas Data

Validitas data merupakan bentuk batasan yang berkaitan dengan suatu


kepastian bahwa yang akan dianalisis merupakan objek yang layak dan valid
dianalisis untuk mendapatkan yang data yang relevan. Keabasahan ini dapat
dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah
dengan triangulasi. Menurut Kriyantono (2008, 70) teknik triangulasi data yaitu
menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris
(sumber data lainnya) yang tersedia.

Untuk itu, terdapat tiga triangulasi yang digunakan pada penelitian ini,
diantaranya:

1. Triangulasi Data
Dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk
mengumpulkan data yang sama atau sejenis baik itu dari laporan utama
majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019 dan
artikel berita.
41

2. Triangulasi Metodologi
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode observasi pada
sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September
2019.
3. Triangulasi Teori
Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada tinjauan
pustaka untuk dipergunakan dalam menganalisis penelitian.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Kriyantono (2006: 95) mengatakan teknik pengumpulan data sebagai cara-


cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk memperoleh atau mengumpulkan
data. Sehingga untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan
dua teknik diantaranya :

1. Teknik Observasi
Kriyantono (2006: 110) mengatakan observasi sebagai kegiatan
mengamati objek-objek disekitar dengan menggunakan pancaindra.
Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi dengan
memfokuskan pengamatan terhadap sampul majalah Tempo Edisi 16-22
Semptember 2019 dengan judul Janji Tinggal Janji.
2. Dokumentasi
Kriyantono (2006: 120) mengatakan dokumentasi dijadikan sebagai
sebuah instrumen dalam teknik pengumpula data. Dokumentasi ini
bertujuan untuk memperoleh data pendukung yang didapatkan dari
sumber buku, jurnal, berita, internet dan lain-lain.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan meneliti tanda-tanda
atau simbol yang muncul pada ilustrasi sampul majalah Tempo yang sesuai
dengan rumusan masalah penelitian. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
42

gambar dan warna. Peneliti menggunakan metode semiotik dengan demikian


peneliti dapat memaknai gambar dan pesan yang terdapat pada sampul majalah
Tempo, serta membentuk pemaknaan terhadap sampul majalah tersebut. Ilustrasi
ini akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat
dalam setiap bentuk penggambaran sampul majalah Tempo.
Tanda dan gambar dalam sampul majalah Tempo dimaknai dengan
menggunakan metode semiotika dari Charles Sanders Peirce, dimana tanda
dikategorikan menjadi tiga, yang terdiri dari:

Gambar 3.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Peirce.

Tanda/Sign (representament) yaitu sesuatu yang dapat mewakili sesuatu


yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda selalu memacu pada sesuatu yang lain
yaitu objek. Objek ialah sesuatu yang di wakili oleh tanda. Tanda baru dapat
berfungsi sebagai tanda bila di intrepretasikan dalam benak penerima tanda
melalui interpretant.Artinya tanda baru dapat berfungsisebagai tanda apabila dapat
dimengerti dan dipahami oleh penerima, dan terjadiberkat ground (pengetahuan
tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat). Jadi “interpretant adalah
pemahaman yang muncul dalam diri penerima tanda.”
Berdasarkan penjelasan di atas, representamen (sign) dalam penelitian ini
adalah sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019.
Objek penelitian ini adalah penggambaran Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo dengan bayangan yang memiliki hidung panjang seperti karakter pinokio.
Interpretant dalam penelitian ini pemahaman terhadap sampul majalah Tempo
“Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019
43

Teori semiotika Charles Sanders Peirce digunakan untuk menentukan tanda-


tanda yang ada dalam sampul majalah Tempo. Tanda-tanda pada sampul majalah
Tempo akan dikaitkan kedalam tiga komponen utama Peirce berdasarkan masing-
masing fungsinya yaitu representamen: qulisign, legisign, sinsign; untuk object:
icon, index, symbol; untuk interpretant: rhema, decisign, argument. Dari ketiga
komponen tersebut, peneliti juga mengaitkan tanda-tanda tersebut kedalam
sepuluh klasifikasi yang sudah dikombinasikan oleh Peirce yaitu, Qualisign,
Iconic Sinsign, Rhematic Indexical Sinsign, Dient Sign, Iconic Legisign,
Rheumatic Indexical Legisign, Discent Indexical Legisign, Rhematic Symbol,
Dicent Symbol, dan Argument.
44

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini hasil temuan dan analisis data ini peneliti akan
menguaraikan berbagai hal mengenai hasil dan analisis peneliti. Hasil dari
penelitian ini diperoleh melalui proses observasi penulis terhadap tanda-tanda
yang ada pada sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16 September
2019 kemudian mendeskripsikannya ke dalam suatu bentuk analisis yang
sistematis. Dalam pembahasan kali ini mengacu kepada identifikasi masalah
penelitian yang sebelumnya telah dirumuskan dengan menggunakan metode
analisis semiotika yang merupakan bagian dari metode analisis data dalam
penelitian kualitatif.

Untuk itu peneliti memfokuskan penelitian ini pada tanda-tanda yang terdapat
pada sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019
dengan menggunkan teori segitiga makna semiotik Charles Sanders Peirce
berdasarkan Sign (qualisign, sinsign, dan legisign), Object (icon, index, dan
symbol), dan Interpretant (rheme, dicent sign atau dicisign, dan argument). Selain
itu, pada penelitian ini juga mengaitkan tanda-tanda yang ada pada sampul
majalah Tempo kedalam sepuluh tanda yang diklasifikasikan oleh Peirce yaitu
Qualisign, Iconic Sinsign, Rhematic Indexical Sinsign, Dient Sign, Iconic
Legisign, Rheumatic Indexical Legisign, Discent Indexical Legisign, Rhematic
Symbol, Dicent Symbol, dan Argument.

Majalah Tempo merupakan majalah yang kerap kali mengulas berita-berita


nasional baik itu isu sosial, ekonomi, dan politik. Majalah Tempo mempunyai
sampul yang kritis dan kontroversial dalam pembuatan objek gambar berserta teks
dalam judul utamanya. Tak jarang majalah Tempo menampilkan sosok elite
politik tertentu dalam sampul majalah terbitannya. Dalam sampul majalah Tempo
yang peneliti jadikan bahan untuk dianalisis adalah sampul yang menggambarkan
sosok seorang presiden Republik Indonesia yaitu Joko Widodo.
45

4.1 Hasil Temuan dalam Sampul Majalah Tempo

Gambar 4.1
Sampul Majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019.
Pada sampul majalah Tempo edisi kali ini (Gambar 4.1) terlihat seorang
kemeja putih (Kode E) dengan mata tertutup (Kode C) dan bibir yang dimajukan
(Kode D). Pria tersebut adalah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Pada
sampul majalah Tempo edisi ini terlihat juga bayangan Jokowi yang memiliki
hidung panjang (Kode B) layaknya karakter dongeng pinokio ketika berbohong.
Pada judul sampul majalah terdapat teks “Janji Tinggal Janji” (Kode A) yang
46

merupakan metafora atas tudingan bahwa Presiden ingkar janji dalam penguatan
KPK.

Ilustrasi dari majalah Tempo yang menggambarkan sosok kepala Negara


menuai pro-kontral dikalangan masyarakat. Namun langsung ditepis oleh Setri
Yastra selaku Redaktur Eksekutif Tempo yang menjelaskan bahwa sampul
majalah tersebut tidak sama sekali menghina presiden, gambar tersebut
merupakan bentuk dinamika sosial terkait revisi UU KPK (TEMPO.CO, diakses
pada 15 Februari 2020). Ilustrasi dari sampul majalah Tempo edisi ini juga
merupakan penggambaran dari laporan utama yang dimuat dalam majalah
tersebut.

1. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign


a. Qualisign

Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata,


lembut, lemah, dan merdu. Qualisign pada sampul majalah Tempo
edisi kali ini adalah tampak gambar sosok pria yang menghadap
kesamping dengan ekspresi menutup mata (Kode C) dan bibir yang
dimajukan (Kode D). Pria tersebut mengenakan kemeja yang bewarna
putih. Terlihat juga bayangan dari gambar sosok pria tersebut yang
memiliki hidung panjang (Kode B) layaknya karakter pinokio ketika
berbohong. Sosok pria tersebut adalah Presiden Republik Indonesia
Joko Widodo (Kode E).

Pada sampul majalah Tempo juga tampak jelas berlatar yang


bewarna abu-abu. Warna abu-abu yang digunakan sangat kontras
dengan gambar dari Presiden Jokowi. Warna abu-abu memiliki arti
netral. Positifnya dari warna abu-abu adalah seimbang, keamanan,
masuk akal, klasik, sederhana, dewasa, intelek, keadilan. Sedangkan
Negatifnya dari warna abu-abu adalah kurang tanggung jawab,
ketidakpastian, labil, tua, membosankan, cuaca buruk, kesedihan. Efek
pada produk yaitu mempengaruhi kekuatan emosi, penyeimbang antara
47

warna hitam dan putih, sebagai warna pendukung (Monica, 2011:


1092).

b. Sinsign

Sinsign adalah eksitensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada
tanda. Tanda yang merupakan dasar tampilannya dalam kenyataan.
Seperti kata mendarat, yang berarti tanda berhenti dari sebuah
perjalanan. Sinsign pada sampul majalah Tempo edisi ini adalah
tampak pada teks dalam judul “Janji Tinggal Janji” (Kode A). Judul
pada sampul ini adalah penguatan dari gambar ilustrasi Presiden
Jokowi.

Kalimat Janji Tinggal Janji ini merupakan kalimat pribasa yaitu


murah dimulut, murah ditimbangan yang berarti banyak janji, tetapi
janji itu tidak ditepati (KAMUSBESAR.COM, diakses pada 18 April
2020). Jika melihat satu kata yaitu Janji, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah ucapan yang menyatakan kesediaan dan
kesanggupan untuk berbuat. Dalam artian kata janji adalah ucapan
yang harus ditepati dan dilaksanakan.

c. Legisign

Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya


rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau
tidak boleh dilakukan. Legisign dalam sampul majalah Tempo edisi ini
adalah penggambaran Presiden Joko Widodo (Kode E) dengan
ekspresi mata tertutup (Kode C) dan bibir yang dimajukan (Kode D)
serta adanya bayangan dari gambar Presiden Jokowi dengan hidung
panjang (Kode B).

Majalah edisi Janji Tinggal Janji yang diterbitkan oleh Tempo


sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Pers, dimana majalah tempo tersebut memberikan perhatian terhadap
48

dinamika dalam masyakarat terkait perihal revisi UU KPK


(TEMPO.CO, diakses pada 2 April 2020). Sampul majalah ini juga
sudah sesuai peran sebagai media yaitu memberikan edukasi dan
infomrasi kepada publik serta sebagai kontrol sosial. Mengontrol
penguasa baik oti eksekutif, yudikatif, legislatif (KATADATA,
diakses pada 16 Februari 2020).

Tabel 4.1
Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Sign.

Jenis Tanda Tanda Kode


Qualisign Gambar ilustrasi majalah B,C,D,E
Tempo yaitu Presiden
Joko Widodo.
Sinsign Judul dari majalah A
Tempo yaitu Janji
Tinggal Janji.
Legisign Sampul majalah Tempo A, B, C, D, E
keseluruhan.

2. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object


a. Icon

Icon adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” sebagaimana


dapat dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada sampul majalah Tempo
edisi 16-22 September 2019 menampilkan gambar ilustrasi dari Presiden
Joko Widodo. Gambar yang ada dalam sampul majalah tersebut dibuat
semirip mungkin dengan wajah Presiden Jokowi. Dalam sampul majalah
Presiden Jokowi mengenakan kemeja berwarna putih yang dimana kemeja
tersebut menjadi ciri khasnya (Kode E). Terlihat jelas gambar dari
Presiden Jokowi memiliki bayangan bewarna hitam atau siluet berhidung
panjang layaknya karakter dongeng pinokio ketika berbohong (Kode B).
49

b. Index

Index adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara


tanda dan petanda yang bersifat kasual atau hubungan sebab akibat, atau
tanda yang langsung mengacu pada kenyataannya. Indeks pada sampul
majalah Tempo edisi ini terdapat pada judulnya yaitu Janji Tinggal Janji
(Kode A). Kalimat Janji Tinggal Janji pada sampul tersebut menandakan
adanya janji yang dilakukan oleh gambar sosok pria pada sampul majalah
yaitu Joko Widodo. Presiden Jokowi pada saat itu telah berjanji ingin
menguatkan KPK dan memberantas korupsi di Indonesia. Namun janji
tersebut diingkari dengan sikap yang menyetujui revisi UU KPK yang
dinilai oleh para penggiat antikorupsi dapat memperlamah KPK (Majalah
Tempo, 2019: 82).

c. Symbol

Symbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara


penanda dengan patandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau
semana, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Symbol
dapat dikatakan sebagai tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber
acuan melalui kesepakatan atau persetujuan dalam konteks spesifik.
Simbol yang muncul adalah gambar bayangan dari Presiden Jokowi.
Bayangan Presiden Jokowi yang memiliki hidung panjang layaknya
karakter dongeng pinokio ketika berbohong.

Pinokio merupakan tokoh dongeng Pinokio merupakan tokoh dongeng


yang melekat dengan kebohongan. Dapat diartikan bahwa bayangan
Presiden Jokowi pada sampul majalah Tempo bentuk kritikan kepada
Presiden Jokowi karena telah berbohong. Presiden Jokowi berbohong akan
menguatkan KPK dan memberantas korupsi di Indonesia. Diakhir masa
periodenya menjadi presiden, Jokowi menyetujui revisi UU KPK. Dimana
revisi UU KPK yang disetujui oleh Presiden terdapat poin-poin yang
50

dinilai oleh para penggiat antikorupsi dapat memperlemah KPK (Majalah


Tempo, 2019: 73).

Tabel 4.2
Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Object.

Jenis Tanda Tanda Kode


Icon Gambar ilustrasi Presiden B,C, D, E
Joko Widodo.
Index Judul sampul majalah A
Tempo yaitu Janji
Tinggal Janji.
Symbol Gambar bayangan dari B
Presiden Jokowi yang
memiliki hidung panjang.

3. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Interpretant


a. Rheme

Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan


berdasarkan pilihan. Rheme pada sampul majalah Tempo edisi ini adalah
ekspresi dari Presiden Jokowi yang digambarkan dalam sampul majalah
Tempo dengan mata tertutup dan bibir yang dimajukan (Kode D dan C).
Penggambaran dari Presiden Jokowi ini dapat diartikan bahwa sikap
Presiden yang tidak ingin melihat dan enggan untuk berkomentar terkait
kegaduhan revisi UU KPK dan lolosnya calon ketua KPK yang
bermasalah.

Presiden Jokowi membentuk panitia seleksi untuk menentukan calon


pemimpin KPK priode selanjutnya. Pansel yang dibentuk oleh presiden
tersebut terlalu terburu-buru untuk mengumumkan nama-nama calon yang
lolos seleksi (Majalah Tempo, 2019: 76). Padahal Presiden Jokowi
menginginkan sebelum diumumkannya para calon, presiden meminta
masukan dari masyarakat. Namun, nama-nama yang lolos seleksi sudah
berdasarkan sinyal dari Istana Negara (Majalah Tempo, 2019: 76). Dapat
51

diartikan bahwa Presiden Jokowi hanya formalitas meminta masukan


kepada masyakarat padahal suara dari masyarakat tidak dipedulikan.

b. Dicent Sign

Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Dicent sign pada sampul
majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019 terdapat
pada judul sampul yaitu Janji Tinggal Janji (Kode A). Kalimat ini
menandakan adanya janji yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Janji
tersebut adalah akan menguatkan lembaga KPK dan memberantas korupsi
di Indonesia. Kalimat Janji Tinggal Janji ini dikuatkan dengan
penggambaran Presiden Jokowi yang memiliki hidung panjang seperti
karakter dongen pinokio ketika berbohong (Kode B).

c. Argument

Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang


sesuatu tertentu. Argumen pada sampul majalah Tempo edisi ini adalah
penggambaran dari Jokowi (Kode C, D, E) dan bayangannnya (Kode B).
Gambar ini mengartikan bahwa Jokowi telah melupakan janji yang telah
disampaikan sewaktu kampanye yaitu akan menguatkan KPK dan
memberantas Korupsi. Namun, Jokowi dituding telah melupakan janjinya
tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan judul majalah yaitu “Janji Tinggal
Janji” (Kode A). Janji yang kampanye Presiden merupakan prioritasnya
menjadi Presiden yaitu untuk memperkuat lembaga antikorupsi yaitu
KPK. Namun sikapnya tersebut bertolak belakang dengan apa yang sudah
disampaikannya (KOMPAS.COM, diakses pada 16 Februari 2020).

Ekspresi dari mata tertutup dari penggambaran Presiden Jokowi pada


sampul majalah Tempo edisi ini adalah Presiden enggan untuk melihat
aspirasi publik. Presiden Jokowi memilih menutup mata dengan
kegaduhan revisi UU KPK yang dikeluarkan secara diam-diam dan
sembunyi-sembunyi serta tidak transparan. Bibir yang dimajukan
mengartikan bahwa Presiden Jokowi sedikit berbicara terkait revisi UU
52

KPK dan lolosnya seleksi Jenderal Firli dalam calon pemimpin KPK.
Lolosnya calon pemimpin KPK yang kontroversi membuat publik
bertanya dengan sikap Presiden Jokowi. Sikap Presiden Jokowi yang
selalu ditanya soal revisi UU KPK Presiden Jokowi selalu menjawab
silahkan ditanya langsung kepada DPR dan itu sudah menjadi kewenangan
DPR (Majalah Tempo, 2019: 81). Padahal sebelumnya Presiden Jokowi
yang melayangkan surat presiden kepada Dewan terkait revisi UU KPK
dan uji kelayakan dari para calon Pemimpin KPK (Majalah Tempo, 2019:
76).

Sikap dari Presiden Jokowi sangat berbeda saat awal menjabat menjadi
Presiden. Untuk memilih calon menteri kabinetnya saja Presiden Jokowi
berkonsultasi kepada KPK. Presiden Jokowi mencoret nama-nama yang
ditengarai bermasalah. Kepercaya Presiden Jokowi kepada KPK pada saat
itu melambungkan harapan publik (Majalah Tempo, 2019: 25). Namun,
diakhir priodenya menjadi presiden lupa akan sikapnya tersebut. Para
penggiat antikourpsi menuding bahwa Presiden Jokowi telah melupakan
janji-janjinya untuk memperkuat KPK.

Tabel 4.3
Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Interpretant.

Jenis Tanda Tanda Kode


Rheme Ekspresi dari Presiden C, D
Jokowi dengan mata
tertutup dan bibir yang
dimajukan.
Dicent Sign Judul sampul majalah A, B
Tempo yaitu Janji
Tinggal Janji dan gambar
bayangan dari Presiden
Jokowi.
Argument .Keselurahan dari sampul A, B, C, D, E
majalah Tempo edisi
Janji Tinggal Janji.
53

4. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sepuluh Tanda Menurut Peirce


Berikut analisis berdasarkan klasifikasi sepuluh tanda menurut
Peirce. Penulis menjabarkan sepuluh tanda ini agar nantinya dapat
mudah dipahami dan dapat dilihat tanda yang paling kuat dalam
sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Jani” edisi 16-22 September
2019.
a. Qualisign

Qualisign adalah kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Dalam


sampul majalah ini yang menunjukan qualisign adalah Tampak
gambar sosok pria yang menghadap kesamping dengan ekspresi
menutup mata dan bibir yang dimajukan. Pria tersebut mengenakan
kemeja yang bewarna putih. Terlihat juga bayangan dari gambar sosok
pria tersebut yang memiliki hidung panjang layaknya karakter pinokio
ketika berbohong. Sosok pria tersebut adalah Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo. Pada sampul majalah Tempo juga sangat
tampak jelas warna background yang bewarna abu-abu. Warna abu-
abu memiliki arti netral. Positifnya dari warna abu-abu adalah
seimbang, keamanan, masuk akal, klasik, sederhana, dewasa, intelek,
keadilan. Sedangkan Negatifnya dari warna abu-abu adalah kurang
tanggung jawab, ketidakpastian, labil, tua, membosankan, cuaca buruk,
kesedihan (Monica, 2011: 1092).

b. Iconic Sinsign

Iconic sinsign adalah tanda yang memperlihatkan kemiripan.


Iconic sinsign dalam sampul majalah ini adalah adanya gambar sosok
pria yang menghadap kesamping dengan ekspresi menutup mata dan
bibir yang dimajukan. Pria tersebut mengenakan kemeja yang bewarna
putih. Terlihat juga bayangan dari gambar sosok pria tersebut yang
memiliki hidung panjang layaknya karakter pinokio ketika berbohong.
Sosok pria tersebut adalah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
54

c. Rhematic Indexical Sinsign

Rhematic Indexical Sinsign adalah tanda yang berdasarkan


pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena
kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Rhematic indexical sinsign
pada sampul majalah Tempo edisi kali ini adalah gambar bayangan
dari Presiden Jokowi yang memiliki hidung panjang layaknya karakter
dongeng pinokio ketika berbohong. Penggambaran dari bayangan
Presiden Jokowi pada sampul majalah Tempo telah melakukan
kebohongan. Kebohongan itu adalah Janji kampanye yang ingin
menguatkan KPK dan memberantas korupsi di Indonesia. Tapi diakhir
periodenya Presiden Jokowi setuju dengan revisi UU KPK. Revisi UU
KPK yang disetujui oleh Presiden Jokowi dinilai terdapat poin-poin
yang melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Untuk itu Para
penggiat antikorupsi di Indonesia menuding bahwa Presiden Jokowi
telah ingkar janji perihal penguatan KPK dan menuding bahwa
Presiden Jokowi telah mendukung Ketua KPK terpilih yaitu Jenderal
Firli sejak awal pemilihan.

d. Dicent Sinsign

Discent sinsign adalah tanda yang memberikan informasi tentang


sesuatu. Discent sinsign pada sampul majalah Tempo ini adalah
tampak pada teks dalam judul “Janji Tinggal Janji”. Dalam judul
tersebut, kata janji menandakan adanya janji politik dari Jokowi
sewaktu kampanye. Kampanye yang bertajuk Nawacita yang
digaungkan oleh Jokowi-JK pada saat kampanye salah satunya yaitu
reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi,
bermatabat dan terpercaya. Dapat diartikan bahwa Janji itu adalah
memperkuat KPK dan memberantas korupsi di Indonesia. Namun
Presiden Jokowi mengingkari janjinya dengan langkah yang diambil
mensetujui revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak
55

Pidana Korupsi diakhir jabatannya. Memang sejak awal pembahasan


terkait revisi UU KPK terkesan diam-diam dan tergesa-gesa. Padahal
pada saat itu tidak ada kegentingan yang memaksa untuk pembahasan
revisi UU KPK dikebut pada akhir masa tugas parlemen periode ini.
Poin-poin yang disetuji oleh Presiden Jokowi adalah pertama, KPK
merupakan lembaga perpanjangan dari pemerintah. Kedua, Presiden
Jokowi setuju jika penyidikan bisa disetop dan status tersangka bisa
dicabut. Ketiga, setuju jika penyadapan harus memiliki ijin dari dewan
pengawas. Dewan pengawas dibentuk dan dipilih secara langsung oleh
Presiden. Keempat, setuju dengan status pegawai KPK menjadi
Aperatur Sipil Negara (ASN). ini artinya bahwa lembaga KPK harus
tunduk dan menaati pertauran dari pemerintah. Point keempat yang
disetjui oleh Presiden Jokowi menjadikan KPK tidak menjadi lembaga
yang independen lagi.

e. Iconic Legisign

Iconic legisign adalah tanda yang menginformasikan norma atau


hukum. Iconic legisign pada sampul majalah Tempo ini adalah
penggambaran Presiden Joko Widodo dengan ekspresi mata tertutup
dan bibir yang dimajukan serta adanya bayangan dari gambar Presiden
Jokowi dengan hidung panjang.

Penerbitan sampul majalah ini menuai pro-kontra di masyarakat.


Panggambaran dari bayangan Presiden Jokowi yang memiliki hidung
panjang dinilai sudah menghina kepala Negara. Sampul majalah
Tempo edisi kali ini sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai media
yaitu memberikan edukasi dan informasi kepada publik serta kontrol
sosial. Mengontrol penguasa baik itu eksekutif, yudikatif, dan
legislatif. Sampul majalah Tempo ini juga sudah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Majalah Tempo
memberikan perhatian terhadap dinamika dalam masyarakat perihal
56

revisi UU KPK. Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh


konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media
dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan,
pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam
material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor
dari pemerintah.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Bab dua tentang


Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan Pers pasal empat yang terdiri
dari empat ayat. Pertama, disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin
sebagai hak asasi warga negara. Kedua, bahwa terhadap pers nasional
tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Ketiga, bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional
mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan
dan informasi. Keempat, bahwa dalam mempertanggungjawabkan
pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara
lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

f. Rhematic Indexical Legisign

Rhematic indexical legisign adalah tanda yang mengaju pada objek


tertentu. Rhematic indexical legisign pada sampul majalah ini adalah
bayangan dari sosok gambar pria yang ada dalam sampul majalah
Tempo edisi kali ini. Sosok pria tersebut adalah Presiden Joko Widodo
yang memiliki bayangan bewarna hitam atau siluet. Bayangan tersebut
juga memiliki hidung panjang layaknya karakter dongeng pinokio
ketika berbohong. Pinokio merupakan tokoh dongeng yang melekat
57

dengan kebohongan. Dapat diartikan bahwa bayangan Presiden Jokowi


pada sampul majalah Tempo telah melakukan kebohongan.
Kebohongan itu adalah Janji kampanye yang ingin menguatkan KPK
dan memberantas korupsi di Indonesia. Tapi diakhir periodenya
Presiden Jokowi setuju dengan revisi UU KPK. Revisi UU KPK yang
disetujui oleh Presiden Jokowi dinilai terdapat poin-poin yang
melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Judul majalah ini juga
dapat menguatkan penggambaran dari Presiden Jokowi yaitu Janji
Tinggal Janji.

g. Dicent Indexical Legisign

Discent Indexical Legisign adalah tanda yang bermakna dan


menunjukan subjek informasi. Discent indexical legisign pada sampul
majalah Tempo edisi kali ini adalah tampak pada teks dalam judul
“Janji Tinggal Janji”. Dalam judul tersebut, kata janji menandakan
adanya janji politik dari Jokowi sewaktu kampanye. Kampanye yang
bertajuk Nawacita yang digaungkan oleh Jokowi-JK pada saat
kampanye salah satunya yaitu reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermatabat dan terpercaya. Dapat diartikan bahwa
Janji itu adalah memperkuat KPK dan memberantas korupsi di
Indonesia. Namun Presiden Jokowi mengingkari janjinya dengan
langkah yang diambil mensetujui revisi Undang-Undang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diakhir jabatannya. Hal ini juga
dikuatkan dengan penggambaran bayangan dari Presiden Jokowi yang
memiliki hidung panjang layaknya karakter pinokio ketika berbohong.

h. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme

Rhematic symbol atau symbolic rheme adalah tanda yang


dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Rhematic
symbol pada sampul majalah Tempo edisi kali ini adalah terlihat jelas
adanya gambar sosok pria yang menghadap kesamping dengan
58

ekspresi menutup mata dan bibir yang dimajukan. Pria tersebut


mengenakan kemeja yang bewarna putih. Terlihat juga bayangan dari
gambar sosok pria tersebut yang memiliki hidung panjang layaknya
karakter pinokio ketika berbohong. Sosok pria tersebut adalah Presiden
Republik Indonesia Joko Widodo.

i. Dicent Symbol

Dicent symbol adalah tanda yang langsung menghubungkan


dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Dicent symbol pada sampul
majalah Tempo adalah bayangan dari sosok gambar pria yang ada
dalam sampul majalah Tempo edisi kali ini. Sosok pria tersebut adalah
Presiden Joko Widodo yang memiliki bayangan bewarna hitam atau
siluet. Bayangan tersebut juga memiliki hidung panjang layaknya
karakter dongeng pinokio ketika berbohong. Pinokio merupakan tokoh
dongeng yang melekat dengan kebohongan. Dapat diartikan bahwa
bayangan Presiden Jokowi pada sampul majalah Tempo telah
melakukan kebohongan. Kebohongan itu adalah Janji kampanye yang
ingin menguatkan KPK dan memberantas korupsi di Indonesia. Tapi
diakhir periodenya Presiden Jokowi setuju dengan revisi UU KPK.
Revisi UU KPK yang disetujui oleh Presiden Jokowi dinilai terdapat
poin-poin yang melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Judul
majalah ini juga dapat menguatkan penggambaran dari Presiden
Jokowi yaitu Janji Tinggal Janji.

j. Argument

Argument adalah tanda yang merupakan inferens seseorang


terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Argument pada sampul
majalah Tempo ini adalah penggambaran dari Jokowi dan
bayangannnya. Gambar ini mengartikan bahwa Jokowi telah
melupakan janji yang telah disampaikan sewaktu kampanye yaitu akan
menguatkan KPK dan memberantas Korupsi. Namun, Jokowi dituding
59

telah melupakan janjinya tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan judul
majalah yaitu “Janji Tinggal Janji”. Janji yang kampanye Presiden
merupakan prioritasnya menjadi Presiden yaitu untuk memperkuat
lembaga antikorupsi yaitu KPK. Namun sikapnya tersebut bertolak
belakang dengan apa yang sudah disampaikannya.

Ekspresi dari mata tertutup dari penggambaran Presiden Jokowi


pada sampul majalah Tempo edisi ini adalah Presiden enggan untuk
melihat aspirasi publik. Presiden Jokowi memilih menutup mata
dengan kegaduhan revisi UU KPK yang dikeluarkan secara diam-diam
dan sembunyi-sembunyi serta tidak transparan. Bibir yang dimajukan
tertutup mengartikan bahwa Presiden Jokowi sedikit berbicara terkait
revisi UU KPK dan lolosnya seleksi Jenderal Firli dalam calon
pemimpin KPK. Lolosnya calon pemimpin KPK yang kontroversi
membuat publik bertanya dengan sikap Presiden Jokowi. Sikap
Presiden Jokowi yang selalu ditanya soal revisi UU KPK Presiden
Jokowi selalu menjawab silahkan ditanya langsung kepada DPR dan
itu sudah menjadi kewenangan DPR. Padahal sebelumnya Presiden
Jokowi yang melayangkan surat presiden kepada Dewan terkait revisi
UU KPK dan uji kelayakan dari para calon Pemimpin KPK.

Sikap dari Presiden Jokowi sangat berbeda saat awal menjabat


menjadi Presiden. Untuk memilih calon menteri kabinetnya saja
Presiden Jokowi berkonsultasi kepada KPK. Presiden Jokowi mencoret
nama-nama yang ditengarai bermasalah. Kepercaya Presiden Jokowi
kepada KPK pada saat itu melambungkan harapan publik. Namun,
diakhir priodenya menjadi presiden lupa akan sikapnya tersebut. Para
penggiat antikourpsi menuding bahwa Presiden Jokowi telah
melupakan janji-janjinya untuk memperkuat KPK.

Berdasarkan pemaparan klasifikasi sepuluh tanda menurut Peirce, tanda yang


mendominasi adalah Rhematic Indexical Legisign yang dimana sampul majalah
60

ini langsung mengacu pada objek tertentu yaitu penggambaran bayangan dari
Presiden Jokowi yang memiliki hidung panjang layaknya karakter pinokio ketika
berbohong. Penggambaran ini langsung menuai pro-kontra dimasyakarat karena
dinilai sampul majalah ini dinilai telah melakukan penghinaan terhadap kepala
Negara.

Tanda yang mendominasi kedua yaitu Iconic Legisign, dimana tanda ini
mengacu pada norma dan hukum. Penggambaran Presiden Jokowi dalam sampul
majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019 merupakan
bentuk kritik terhadap dinama dalam masyakarat perihal revisi UU KPK. Majalah
Tempo edisi ini juga sudah sesuai dengan UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan
hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti
menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau
dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari
pemerintah.

Tanda yang mendominasi ketiga yaitu Dicent Sinsign, tanda ini menunjukan
bahwa adanya informasi yang menunjukan sesuatu. Dapat dilihat dari judul
majalah ini yaitu Janji Tinggal Janji yang menandakan adanya janji yang telah
diingkari. Janji tersebut merupakan janji politik yang dilakukan oleh Presiden
Jokowi sewaktu kampanye pemilu presiden pada tahun 2014 yaitu ingin
memperkuat KPK dan memberantas koruspi di Indonesia. Namun nyatanya, janji
tersebut diingkari diakhir periode menjabat sebagai presiden dengan mensetujui
revisi UU KPK yang poin-poinnya tersebut dapat melemahkan KPK.

4.2 Pembahasan Sampul Majalah Tempo


Sesuai dengan judul dari penelitian ini, analisis yang digunakan yaitu analisis
semiotika Charles Sanders Peirce pada penggambaran Presiden Jokowi dalam
sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019. Dalam
sampul tersebut terdapat tanda dan makna. Dari tanda, objek dan interpetan yang
61

ada pada gambar berhasil diidentifikasi kemudian dianalisis dan memiliki maksud
tertentu, serta makna tersembunyi dan mendalam. Tanda adalah sesuatu bagi
seseorang berarti sesuatu yang lain. Metode yang dapat digunakan untuk
menelaah makna dan maksud dari sebuh tanda dan objek yang terdapat dalam
sebuah gambar yaitu metode analisis semiotika. Untuk mengetahui makna
sebenarnya yang terkandung dalam sampul majalah Tempo tersebut terlebih
dahulu diungkap makna terdalam dari gambar yang diperlihatkan. Untuk itu
dalam penelitian ini diuraikan makna yang terdapat dalam sampul majalah Tempo
melalui pembagian suatu tanda yang terdapat pada gambar ke dalam tiga
klasifikasi berdasarkan Sign, Object, dan Intepretant.
Dalam ilmu tanda, untuk menelaah dan menetukan makna tanda yang ada
pada sampul majalah Tempo dapat dilakukan penelahaan melalui pembagian
klasifikasi dari sign, object, dan interpretant yang ada dalam sampul majalah
tersebut. Dengan klasifikasi dari sign yaitu, qualisign, sinsign, dan legisingn, akan
diketahui kualitas pada tanda, eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada
pada tanda, dan norma yang dikandung oleh tanda. Dari klasifikasi object yaitu
icon, index, dan symbol, dapat diketahui makna hubungan antara tanda dan objek,
hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau sebab
akibat, dan tanda yang memiliki hubungan dengan objekya berdasarkan konvensi,
kepepakatan, atau aturan, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, dan
tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Berdasarkan
interpretant yaitu rheme, dicent sign, dan argument, dapat diketahui penafsiran
makna tanda sesuai pilihan, kenyataan tanda dan alasan tentang sesuatu yang ada
pada tanda. Sebuah makna dari tanda-tanda dalam sampul majalah Tempo “Janji
Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019 akan dapat diketahui atau
diintepretasikan kebenarannya serta dipahami apa maksud dari tanda-tanda yang
ada dalam gambar tersebut.
Dengan diterbitkan majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22
September 2019 menuai banyak pro-kontra di masyakarat. Sebagian menilai
bahwa sampul tersebut merupakan penghinaan terhadap kepala Negara yaitu
62

menggambarkan bayangan Presiden dengan hidung panjang layaknya karakter


pinokio ketika berbohong, sedangkan sebagian lainnya menilai bahwa sampul
tersebut merupakan bentuk kritikan terhadap pemerintah. Gambar sampul majalah
Tempo kali ini sudah sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai media yaitu
memberikan edukasi dan informasi kepada publik serta kontrol sosial. Mengontrol
penguasa baik itu eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Sampul majalah Tempo ini
juga sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,
Majalah Tempo memberikan perhatian terhadap dinamika dalam masyarakat
perihal revisi UU KPK.

Tanda-tanda yang terdapat pada sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji”
edisi 16-22 September 2019 dapat dilihat oleh pembaca. Tanda tersebut
dikontruksi memiliki sifat konvensi atau kesepakatan bersama. Ketika pembaca
melihat sampul majalah Tempo edisi kali ini, pembaca dapat melihat gambar
ilustrasi Presiden Joko Widodo dengan mata tertutup dan bibir yang sedikit
dimajukan serta memiliki bayangan hidung panjang seperti karakter dongeng
pinokio ketika berbohong. Pada sampul majalah tersebut terdapat judul majalah
yang menguatkan ilustrasi yang terdapat pada sampul yaitu teks Janji Tinggal
Janji. Menurut Ruslan (2014: 75) citra itu sendiri abstrak (intangible) dan tidak
dapat diukur secara matematis, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian
baik atau buruk. Untuk itu citra Presiden Jokowi dalam pengambaran sampul
majalah Tempo tersebut akan dikontruksi oleh pembaca baik atau buruknya.

Ilustrasi yang terdapat pada sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji”
edisi 16-22 September 2019, merupakan ilustrasi dari Joko Widodo yang pada
saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Citra
Presiden Jokowi terkontruksi dalam benak pembaca majalah Tempo saat melihat
sampulnya apakah seorang Presiden mengingkari janjinya. Ilustrasi Presiden
Jokowi digambarkan dengan mata tertutup dan bibir yang sedikit dimajukan serta
mengenakan kemeja berwarana putih yang menjadi ciri khas dari Presiden
Jokowi. Ilustrasi pada sampul majalah Tempo ini dibuat mirip sedemikian rupa
dengan wajah Presiden Jokowi. Dalam sampul majalah Tempo ini juga terlihat
63

jelas adanya bayangan dari gambar Presiden Jokowi dengan warna hitam atau
siluet memiliki hidung panjang seperti karakter dongeng pinokio ketika
berbohong.

Gambar ilustrasi pada sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-
22 September 2019 yang menggambarkan Presiden Jokowi tidak terlepas dari isu
yang sedang terjadi dan dimuat dalam laporan utama majalah Tempo tersebut.
Terdapat dua isu utama yang dapat disimpulan dalam laporan utama majalah
Tempo. Pertama, Presiden Jokowi dinilai oleh para penggiat antikorupsi ingkar
janji perihal penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam laporan utama
yang dimuat oleh majalah Tempo terdapat hasil wawancara jurnalis Tempo
dengan Presiden Jokowi. Laporan utama yang berjudul Presiden Joko Widodo:
Saya Ingin KPK Lebih Kuat yang dimana dapat disimpulkan bahwa Presiden
Jokowi tidak banyak berkomentar terhadap revisi UU KPK. Presiden Jokowi
terkesan cepat mengirimkan surat presiden (supres) untuk merevisi undang-
undang KPK diakhir masa jabatannya.

Pembahsan terkait revisi UU KPK ini menuai banyak komentar, salah


satunya dari Ketua KPK yang sedang menjabat yaitu Agus Rahardjo. Dalam
laporan utama yang dimuat dalam majalah Tempo dengan judul Revisi Undang-
Undang Jelas Memperlemah KPK, Agus Rahardjo berpendapat bahwa
pembahasan revisi UU KPK terkesan sembunyi-sembunyi, tidak transparan, serta
ada tenggat terburu-buru harus jadi pada saat itu juga. Sebelumnya, Agus
Rahardjo mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi terkait poin revisi yang
dinilai jelas akan memperlemah KPK.

Sebelumnya pada saat kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden


periode 2014-2019 Joko Widodo yang pada saat itu berpasangan dengan Jusuf
Kalla telah berjanji akan menguatkan KPK dan keberpihakan pada isu anti-
korupsi. Dikutip dalam portal berita online Kompas Jokowi mencetuskan
kampanye bertajuk Nawacita. Dalam kampanye tersebut terdapat poin-poin yang
diutarakan oleh Jokowi. Salah satunya yaitu pada poin empat yang menyebutkan
64

Jokowi menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan


penegakan hukum yang bebas korupsi, bermatabat, dan terpercaya.

Langkah yang diambil untuk Presiden Jokowi dalam mensetujui revisi UU


KPK dinilai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) telah ingkar janji
(KOMPAS, diakses pada 19 April 2020). ICW menilai ada kesan tergesa-gesa
dalam proses pembahasan hingga pengesahan revisi UU KPK ini. Misalkan saja,
pembahasan revisi ini tidak masuk kedalam Program Legilasi Nasional
(Prolegnas) 2019 dan KPK selaku lembaga yang berkaitan langsung tidak
dilibatkan dalam proses pembahasan. Presiden Jokowi juga telah menyetujui
beberapa poin dalam draf RUU KPK yang disetujui oleh DPR. Poin-poin itu
adalah soal pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK mengeluarkan
Surat Perintah Pengehtnian Penydikan (SP3), dan mensetujui perubahan status
pegawai, termasuk penyelidik dan penyidik KPK, menjadi aparatur sipil negara
(ASN) (CNN Indonesia, diakses pada 17 April 2020).

Kedua, terpilihnya Jenderal Firli Bahuri menjadi ketua KPK 2019-2023.


Dalam laporan utama yang dimuat dalam majalah Tempo dengan judul Hidup-
Mati Komisi Antikorupsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR
RI) telah menetapkan Jenderal Filri menjadi ketua KPK. Terpilihnya Jenderal Firli
menjadi ketua KPK menuai kritikan, karena Jenderal Firli dinilai telah melakukan
pelanggaran berat. Jenderal Firli yang pada saat itu menjabat sebagai Deputi
Penindakan KPK bertemu dengan TGH. Zainul Majdi yang pada saat itu sedang
bermasalah dengan KPK pada kasus divestasi saham PT. Newmont Nusa
Tenggara Barat. Pelanggaran yang dilakukan oleh Jenderal Firli tersebut karena
tidak meminta ijin untuk bertemu dengan orang yang sedang bermasalah dengan
KPK. Hasil wawancara jurnalis Tempo dengan Jenderal Firli yang dimuat dalam
laporan utama Tempo yang berjudul Inspektur Jenderal Firli Bahuri: Di Hati Saya
Ada KPK disipulkan bahwa Jenderal Firli mengakui telah bertemu dengan TGH.
Zainul Majdi, namun tidak membicarakan terkait kasus PT. Newmont.
65

Jenderal Firli berpangkat bintang dua ini juga dituduh oleh pengawasan
Internal KPK membawa dan menjemput anggota Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Bahrullah Akbar, ke ruangan Deputi Penindakan, padahal Bahrullah pada
saat itu seharusnya menjalani pemerikasaan terkait dengan kasus dugaan suap
mafia anggaran daerah yang disidik KPK. Bukan hanya itu, Jenderal polisi sarat
kontrovesi juga bertemu dengan petinggi partai PDIP yaitu Megawati. Hal ini
dinilai oleh para kalangan internal KPK ada kaitannya dengan pencalonannya
menjadi ketua KPK.

Dengan terpilihnya Jenderal Firli terpilih menjadi Ketua KPK periode 2019-
2023 Presiden Jokowi tidak ingin banyak berkomentar. Dikutip dalam laman
Liputan6.com Presiden Jokowi mengatakan pemilihan Jenderal Firli sebagai ketua
KPK sudah lolos panita seleksi (pansel) KPK dan prosedurnya dalam kewenangan
DPR. Padahal sejak awal pemilihan para calon Ketua KPK banyak menuai
kritikan dari masyakarat dan kalangan internal KPK terkait calon ketua KPK yang
kontroversi. Proses seleksi kerap mendapat kritik dari masyarakat lantaran Panitia
Seleksi Calon Pimpinan KPK dinilai publik tak transparan dalam memilih nama-
nama untuk disodorkan ke Presiden Joko Widodo (KOMPAS, diakses pada 17
April 2020).

Sampul majalah dapat diibaratkan sebagai pakaian dan aksesoris pada


manusia. Menurut Ardianto (2007: 114) menarik atau tidaknya sampul majalah
sangat bergantung pada tipe majalahnya, serta konsekuensi majalah tersebut
dalam menampilkan ciri khasnya. Dalam sampul majalah mingguan Tempo,
sebagian besarnya mengunakan ilustrasi karikatur laporan utama dalam majalah
tersebut untuk menarik pembaca. Sampul pada majalah Tempo juga digunakan
untuk menyampaikan kritik sosial. Menurut Sobur (2004: 138) karikatur adalah
gambar lelucon yang membawa pesan kritik sosial yang dapat dilihat di setiap
ruang opini surat kabar.

Komunikasi visual adalah komunikasi yang menggunakan bahasa visual


dimana unsur dasar bahasa visual (yang menjadi kekuatan utama dalam
66

penyampaian pesan) adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai
untuk menyampaikan arti, makna, atau pesan (Kusrianto, 2007: 10). Berdasarkan
pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam sampul majalah Tempo
bayangan Presiden Jokowi hidung panjang memliki arti, makna atau pesan yang
ingin disampaikan oleh majalah Tempo kepada pembacanya. Pesan yang
dikomunikasikan dalam gambar bayangan Presiden Jokowi memiliki hubungan
yang penting terhadap judul majalah yaitu Janji Tinggal Janji.

Tampilan ilustrasi sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22
September 2019 merupakan media untuk menyampaikan pesan dimana di dalam
keseluruhan pesan visual dan didukung oleh pesan verbal mempunyai makna yang
berhubungan dengan dinamika sosial yang sedang terjadi. Presiden Jokowi yang
dinilai telah mengingkari janji dalam hal pengutan KPK menjadi sorotan publik.
67

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Tanda-tanda yang terdapat pada sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji”
edisi 16-22 September 2019 terbagi menjadi tiga kategori yaitu, ekspresi dari
Presiden Jokowi dengan mata tertutup dan bibir yang sedikit dimajukan serta
gambar bayangan dari presiden Jokowi yang memiliki hidung panjang, sampul
majalah Tempo yang sudah sesuai peranannya sebagai media, dan teks pada judul
sampul yaitu Janji Tinggal Janji. Menurut perspektif semiotika Peirce pada
sampul majalah Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019
termasuk tanda Rhematic Indexical Legisign, Iconic Legisign, dan Dicent Sinsign.
Tanda Rhematic Indexical Legisign bermkana bahwa ekspresi dari Preisden
Jokowi dengan mata tertutup dan bibir yang dimajukan bentuk sikap dari Presiden
Jokowi yang tidak ingin melihat aspirasi publik dan tidak ingin banyak berbicara
terkait isu yang sedang terjadi.Tanda Rhematic Indexical Legisign juga ditujukan
pada tanda bayangan dari Presiden Jokowi yang memiliki hidung panjang. Makna
dari tanda ini adalah presiden telah berbohong. Penggambaran bayangan hidung
panjang ini dikaitkan dengan tokoh dongeng pinokio yang melekat dengan
kebohongan.

Tanda Iconic Legisign bermakna bahwa sampul majalah Tempo “Janji


Tinggal Janji” edisi 16-22 Septmeber 2019 sudah sesuai dengan UU No 40 Tahun
1999 Tentang Pers, yang dimana sampul ini sudah sesuai peranananya
memberikan perhatian terhadap dinamika dalam masyarakat terkait perihal revisi
UU KPK. Tanda Dicent Sinsign tanda yang merujuk pada judul sampul yaitu Janji
Tinggal Janji yang menggambarkan bahwa adanya janji yang telah disampaikan
namun tidak ditepati. Ketiga tanda tersebut terkontruksi dan memiliki makna yang
akan dibentuk oleh pembacanya terhadap citra dari Presiden Jokowi pada sampul
majalah Tempo. Ekspresi Presiden Jokowi dengan mata tertutup dan bibir yang
dimajukan adalah bentuk sikap Presiden terkait isu revisi UU KPK. makna yang
68

didapat dalam teks Janji Tinggal Janji memperjelas bahwa Presiden Jokowi telah
berjanji untuk menguatkan KPK, namun janji tersebut diingkari. Hal ini diperkuat
dengan gambar bayangan dari Presiden Jokowi. Dalam sampul ini terlihat jelas
bahwa citra yang ingin dikontruksikan oleh majalah Tempo kepada Presiden
Jokowi adalah Presiden Jokowi pembohong dan ingkar janji.

5.2 Saran

Saran bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian sejenis melengkapi


penelitian ini seperti proses terbentuknya tanda-tanda, dan lain-lain. Diharapkan
juga dapat memperdalam kajian semiotika dengan berbagai fenomena yang
sedang terjadi atau yang akan datang. Penulis juga menyarankan pada penelitian
selanjutnya pada penelitian analisis semiotika gambar ilustrasi sampul majalah
Tempo “Janji Tinggal Janji” edisi 16-22 September 2019 dalam penelitian ini
hanya dipaparkan sebagian, dengan kata lain, penelitian ini membuka gerbang
bagi penelitian analisis semiotika untuk sampul majalah Tempo lainnya. Hal ini
disarankan untuk dilakukan dalam penelitian selanjutnya sebagai pendukung
penelitian atau justru sebagai pembanding penelitian. Selain itu, masih terdapat
lahan terbuka untuk melakukan penelitian terhadap majalah Tempo, misalnya
ditinjau dari segi framing laporan utama, etika media massa, politik media, dan
berbagai tinjauan lainnya.
69

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Ardianto, E., dkk. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Bungin, MB. 2008. Kontruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Prenamedia Group.

Eriyanto. 2002. Analisis Framing Kontruksi, Ideologi dan Politik Media.


Yogyakarta: LKis Yogyakarta.
Hidayatullah, A. 2015. Junrnalisme Cetak (Konsep Praktik). Yogyakarta: Buku
Litera.
Kriyantono, R. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Kusrianto, A. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit


Andi.
Lexy, JM. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
RemajaRosdakarya.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT RajaGrafindoPersada.

Ruslan, R. 2014. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.
Sobur, A. 2015. Analisis Teks Media. Bandung: PT RemajaRosdakarya Offset.

Sobur, A. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT RemajaRosdakarya Offset.

Vivian, J. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group.
Vera, N. 2014. Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sumber Skripsi :
Adityo, Wildan. 2012. Pemaknaan Ilsutrasi Sampul Buku “Poconggg Juga
Pocong” (Studi Semiotik Ilustrasi Sampul Buku “Poconggg Juga Pocong”
pada “Bukune”). [Skripsi S1, Unpublished]. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Surabaya, Indonesia.
70

Budiman, Candra. 2015. Analisis Semiotika Pada Cover Majalah Tempo Edisi 4-
10 November 2013 Versi “Atut & Co”. [Skripsi S1, Unpublished]. Fakultas
Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr, Moestopo (Beragama). Jakarta,
Indonesia.
Priyonggo, Yunus. 2014. Analisis Semiotik Korupsi Terhadap Sampul Majalah
Tempo Pada Kasus Simulator Sim. [Skripsi S1, Unpublished]. Fakultas Ilmu
Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta, Indonesia.

Sumber Jurnal :

Kurniawan. 2016. Kajian Makna Di Balik Sampul Majalah Tempo (Studi Kasus
“Sampul Rekening Gendut Perwira Polisi”, edisi Senin, 28 Juni 2010).
Jurnal Dimensi DKV Institut Kesenian Jakarta. Vol 1 (1): 47-56.
https://www.trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/seni/article/download/412/380
Suherdiana. 2008. Konsep Dasar Semiotika dalam Komunikasi Massa menurut
Charles Sanders Peirce. Jurnal Ilmu Dakwah UIN Sunan Gunung Djati
Bandung. Vol 4 (12): 371-407.
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/idajhs/article/view/399
Monica. 2011. Efek Warna Dalam Dunia Desain dan Periklanan. Jurnal
Humaniora Binus Univesity. Vol 2 (2): 1084-1096.
https://journal.binus.ac.id/index.php/Humaniora/article/view/3158

Sumber Internet :

Asumsi. 2019. Mengapa Takut Sampul Majalah ?.


https://www.asumsi.co/post/mengapa-takut-sampul-majalah
Christomy, T. 2008. Semiotik Pragmatik C.S.Peirce dan Kajian Budaya.
http://www.clr.ui.ac.id/wp-content/uploads/2008/11/semiotik-dan-kajian-
budaya.pdf
CNN Indonesia. 2019. 4 Eks Pimpinan Datangi KPK, Revisi UU Dinilai Tergesa-
gesa. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190916141822-12-
430872/4-eks-pimpinan-datangi-kpk-revisi-uu-dinilai-tergesa-gesa
CNN Indonesia. 2019. Revisi UU KPK Diduga Sarat Konflik Kepentingan.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190916035627-12-
430725/revisi-uu-kpk-diduga-sarat-konflik-kepentingan
Detik. 2019. Tempo Pastikan Tak Bikin Revisi Cover Berjudul “Saya Percaya
Presiden”. https://news.detik.com/berita/d-4708592/tempo-pastikan-tak-
bikin-revisi-cover-berjudul-saya-percaya-presiden/1
71

Kamus Besar. ______. Pribahasa murah di mulut, mahal di timbangan.


https://www.kamusbesar.com/murah-di-mulut%2C-mahal-di-timbangan
Katadata. 2019. Dewan Pers Panggil Ahli Untuk Analisis Kasus Sampul Majalah
Tempo. https://katadata.co.id/berita/2019/09/18/dewan-pers-panggil-ahli-
untuk-analisis-kasus-sampul-majalah-tempo
Komisi Informasi Pusat RI. 1994. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
Tentang Pers. https://komisiinformasi.go.id/?p=1840
Kompas. 2019. Pernah Janji Memperkuat KPK, Jokowi Diingatkan Jangan
Ingkar. https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/13/125511365/pernah-
janji-memperkuat-kpk-jokowi-diingatkan-jangan-ingkar?page=all
Kompas. 2019. Revisi UU KPK, Sikap Pasif Jokowi Disayangkan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/18/08281711/revisi-uu-kpk-
sikap-pasif-jokowi-disayangkan?page=2
Kompas. 2019. Terpilihnya Lima Pimpinan KPK di Tengah Derasnya Penolakan
Publik. https://nasional.kompas.com/read/2019/09/13/09533141/terpilihnya-
lima-pimpinan-kpk-di-tengah-derasnya-penolakan-publik?page=all
Koporat Tempo. _____. Tentang Sejarah Tempo.
https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah
Liputan6. 2019. Irjen Firli Terpilih Jadi Ketua KPK, Jokowi Sebut Kewenangan
DPR. https://www.liputan6.com/news/read/4061725/irjen-firli-terpilih-jadi-
ketua-kpk-jokowi-sebut-kewenangan-dpr
Okenews. 2018. 5 Media Massa yang Diberedel di Era Orba.
https://nasional.okezone.com/read/2018/12/11/337/1989898/5-media-
massa-yang-diberedel-di-era-orba
Tagar. 2019. Cover Tempo Jokowi Pinokio, Dewan Pers: Jangan Baper.
https://www.tagar.id/cover-tempo-jokowi-pinokio-dewan-pers-jangan-baper
Tempo. 2019. Penjelasan Majalah Tempo Soal Sampul Bergambar Jokowi.
https://nasional.tempo.co/read/1248507/penjelasan-majalah-tempo-soal-
sampul-bergambar-jokowi
Tempo. 2019. [Fakta atau Hoaks] Benarkah Cover Majalah Tempo Edisi 16
September 2019 Direvisi. https://cekfakta.tempo.co/fakta/400/fakta-atau-
hoaks-benarkah-cover-majalah-tempo-edisi-16-september-2019-direvisi
Tirto. 2019. Kontroversi Cover Tempo: Saat Kritik Lewat Karya Dinilai
Menghina. https://tirto.id/kontroversi-cover-tempo-saat-kritik-lewat-karya-
dinilai-menghina-eifq
72

Sumber Lain :

Majalah Tempo. 2019. Janji Tinggal Janji edisi 16-22 September 2019. Jakarta:
PT Tempo Inti Media Tbk.
73

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Irsyad Yunan Hilmi dilahirkan di Mataram pada tanggal


10 Oktober 1998, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah lulus pendidikan dasar
dari SDN 13 Ampenan tahun 2010, lulus pendidikan menengah pertama dari
SMPN 13 Mataram tahun 2013, lulus pendidikan menengah atas dari SMAN 2
Mataram tahun 2016. Pada tahun 2016 mulai tercatat sebagai mahasiswa pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Mataram.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi periode 2016-2017 sebagai staf pada Divisi Media
dan periode 2017-2018 sebagai ketua Divisi Media. Pada tahun 2016, 2017, dan
2018 penulis aktif dalam kegiatan event Warna Komunikasi (Acara Dies Natalis
Ilmu Komunikasi Universitas Mataram) sebagai panitia.
Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Semiotika
Peirce Atas CoverMajalah Mingguan Tempo “JANJI TINGGAL JANJI”
Edisi 16-22 September 2019” untuk meraih gelar sarjana Ilmu Komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai