Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ANALISIS ISI MEDIA

FRAGMATIK

DISUSUN OLEH
Amirul Rahman Sobirin (229110385)
Angelina Ayu Utami (229110268)
Dinda Johana Putri (229110138)
Enjie Raya Herjia (229110176)
Habbib Alwi (229110345)
Novi Rahmadani (229110159)
Novri Andhika (229110214)
Yeni Febriyanti (229110148)
Zikri Bai Hakqi (229110012)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2023

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Fragmatik” ini dapat tersusun
sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan, baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 28 Desember 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah...................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan..............................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1. Defenisi Pragmatik...........................................................................3
2.2. Sejarah Perkembangan Pragmatik....................................................3
2.3. Objek Kajjian Pragmatik..................................................................5
2.3.1.Deiksis (Dexis)........................................................................5
2.3.2.Praanggapan (Presupposition)................................................6
2.3.3.Tindak Tutur (Speech Act)......................................................6
2.3.4.Implikatur Percakapan (Conversational Inplicature).............7
2.4. Prinsip-Prinsip Pragmatik.................................................................7
2.5. Jenis-Jenis Pragmatik.......................................................................8
2.6. Tindakan Pragmatik.........................................................................9
2.6.1.Tindak Lokusioner..................................................................9
2.6.2.Tindak Ilokusioner................................................................10
2.6.3.Tindak Perlokusioner............................................................10
2.7. Prinsip Kesantunan dalam Pragmatik.............................................12
BAB III. PENUTUP.............................................................................................13
3.1. Kesimpulan.....................................................................................13
3.2. Saran...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dan interaksi antara individu
dalam masyarakat. Sebagai sistem lambang, bahasa menggunakan bunyi secara
sewenang-wenang (arbitrer) untuk memfasilitasi hubungan sosial. Peran bahasa
sangat penting sebagai sarana interaksi dan kerjasama dalam kehidupan bersosial.
Dalam komunikasi, bahasa tidak hanya terbatas pada urutan bunyi empiris, tetapi
juga mengandung makna nonempiris. Bahasa termanifestasi dalam bentuk
percakapan antarindividu atau kelompok, memungkinkan manusia untuk tidak
hidup secara individual tanpa dukungan dan interaksi dengan orang lain. Oleh
karena itu, bahasa dapat dianggap sebagai alat untuk memfasilitasi proses
interaksi dalam kehidupan bermasyarakat. Pentingnya bahasa dalam komunikasi
dan interaksi juga terkait dengan konsep pragmatik. Pragmatik membahas
keterampilan penggunaan bahasa oleh pembicara dan pendengar untuk memahami
topik pembicaraan, tujuan, situasi, dan konteks percakapan. Kemampuan
pragmatik sangat mendukung kegiatan komunikasi atau interaksi dalam konteks
tertentu, selaras dengan situasi atau kondisi yang ada (Yuliana et al, 2022).
Biasanya, kita terbiasa memikirkan struktur kalimat dan makna kata, tetapi
pragmatik akan mengajarkan kita pentingnya konteks, tujuan, dan hubungan
sosial dalam berbicara. Selama beberapa tahun terakhir, penelitian bahasa
cenderung lebih fokus pada tata bahasa dan cara kalimat dibangun. Namun,
semakin banyak orang menyadari bahwa komunikasi yang efektif tidak hanya
bergantung pada benar atau salahnya kalimat, tetapi juga pada bagaimana kata-
kata kita diterima dan dipahami oleh orang lain. Oleh sebab itu dalam makalah ini
saya ingin menjelaskan konsep pragmatik sebagai alat penting untuk menganalisis
cara kita berkomunikasi sehari-hari termasuk bagaimana kita menyampaikan
pesan dengan baik tanpa disalah artikan. Dengan demikian peranan pragmatik
dalam berkomunikasi sehari-hari sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas
hubungan antarindividu.

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan pragmatik?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pragmatik?
3. Apa saja objek kajian pragmatik?
4. Apa prinsip-prinsip dalam pragmatik?
5. Apa saja jenis-jenis pragmatik?
6. Apa saja bentuk tindakan dalam pragmatik?
7. Bagaimana prinsip kesantunan dalam pragmatik?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui yang dimaksud dengan pragmatik
2. Mengetahui sejarah perkembangan pragmatik
3. Mengetahui objek kajian pragmatik
4. Mengatahui prinsip-prinsip dalam pragmatik
5. Mengatahui jenis-jenis pragmatik
6. Mengetahui bentuk tindakan dalam pragmatik
7. Mengetahui prinsip kesantunan dalam pragmatik

2
BAB II.
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Pragmatik


Pragmatik merujuk ke telaah makna dalam interaksi yang mencakup makna
si pembicara dan konteks-konteks di mana ujaran yang dikeluarkan. Komunikasi
nonverbal pada anak sebelum mengeluarkan bentuk yang bermakna sebenarnya
merupakan kemampuan pragmatik anak. Mereka mengatakan anak sebenarnya
sudah tahu mengenai esensi penggunaan bahasa pada waktu anak berumur
beberapa minggu. Janin pun sebenarnya telah terekspos pada bahasa manusia
melalui lingkungan intrauterin. Hal ini kemudian tampak dari kesukaan dari suara
ibunya dari pada suara orang lain. perbedaan antara orang dewasa dengan bayi
hanyalah bahwa bayi menanggapi ujaran orang dewasa tidak secara verbal.
Senyum, tawa, tangis, dan teriakan kecil semua merupakan piranti pragmatik
anak.
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa
secara eksternal yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam
komunikasi. Jadi makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat
konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Pragmatik sebagai
bidang kajian dalam bidang linguistik yang memiliki kaitan dengan semantik.
Keterkaitan ini disebut semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari
pragmatik dan komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik sebagai
dua bidang yang saling melengkapi (Yuniarti, 2014).

2.2. Sejarah Perkembangan Pragmatik


Hingga saat ini, kajian pragmatik telah menjadi bagian yang sangat dikenal
dalam dunia linguistik. Meskipun pada awalnya, pada era 70-an, banyak ahli
linguistik yang memperlakukan kajian pragmatik secara diskriminatif bahkan
hampir tidak pernah membahasnya. Namun, kini banyak ahli linguistik yang
memandang bahwa pemahaman yang baik terhadap sifat-sifat bahasa dalam
berkomunikasi tidak mungkin dicapai tanpa memahami esensi pragmatik, yaitu

3
bagaimana bahasa, sebagai alat komunikasi, dapat digunakan dengan benar.
Kajian pragmatik mulai berkembang sekitar tahun 1971, yang ditandai dengan
terbitnya Journal of Pragmatics yang membahas persoalan-persoalan pragmatik.
Organisasi bernama IPRA (International Pragmatics Association) pun didirikan,
dan beberapa konferensi mengenai masalah pragmatik diadakan.
Minat terhadap pragmatik meningkat dengan beberapa alasan, salah satunya
bersifat historis. Levinson (1983) menyatakan bahwa “the interest developed in
part as a reaction or antidote to Chomsky’s treatment of language as abstract
devise, or mental ability, dissociable from the users, user and function of
language..” Seperti yang diketahui, Chomsky (1965) menyatakan bahwa teori
linguistik berkaitan terutama dengan “an ideal speaker-listener, in a completely
homogeneous speech-community, who knows its language perfectly and is
unaffected by such grammatically irrelevant conditions as memory limitations,
distructions, shifts of attention and interest, and error in applying his knowledge
of the language in actual perfomance.”
Selain itu, ada sejumlah motivasi yang mendorong perkembangan teori
pragmatik. Salah satu yang paling penting adalah harapan bahwa pragmatik dapat
menyederhanakan semantik. Harapan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
prinsip-prinsip pragmatik penggunaan bahasa dapat membantu pemahaman
makna ujaran yang tidak dapat sepenuhnya dimengerti dari makna harfiahnya
(semantik) saja. Faktor substansial lainnya adalah adanya kesenjangan antara teori
bahasa yang mencakup pembentukan rumus atau pola tertentu untuk
menghasilkan kalimat-kalimat yang tak terbatas, dan bahwa teori tersebut dapat
memberikan pencerahan tentang cara berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa. Namun, ketika diketahui bahwa makna bahasa hanya dibatasi pada aspek
semantik, hal tersebut menimbulkan kekecewaan daripada kepuasan. Diakui
bahwa semantik memiliki peran penting dalam komunikasi, namun kontribusinya
terbatas dalam pemahaman makna bahasa secara menyeluruh. Akhirnya,
perkembangan kajian pragmatik juga dipicu oleh kemungkinan adanya penjelasan
fungsional yang signifikan terhadap fakta-fakta linguistik. Biasanya, penjelasan
linguistik bersifat internal, merujuk pada fitur-fitur linguistik atau aspek-aspek

4
teori linguistik itu sendiri. Namun, terdapat peluang penjelasan yang berasal dari
luar aspek linguistik.
2.3. Objek Kajjian Pragmatik
2.3.1. Deiksis (Dexis)
Deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang
hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks
pembicaraan. Kata saya, sini, sekarang, misalnya, tidak memiliki acuan yang tetap
melainkan bervariasi tergantung pada berbagai hal. Acuan dari kata saya menjadi
jelas setelah diketahui siapa yang mengucapkan kata itu. Kata sini memiliki
rujukan yang nyata setelah di ketahui di mana kata itu di ucapkan. Demikian pula,
kata sekarang ketika diketahui pula kapan kata itu diujarkan. Dengan demikian
kata-kata di atas termasuk kata-kata yang deiktis. Berbeda halnya dengan kata-
kata seperti meja, kursi, mobil, dan komputer. Siapapun yang mengatakan, di
manapun, dan kapanpun, kata-kata tersebut memiliki acuan yang jelas dan tetap.
Deiksis dapat di bagi menjadi lima kategori, yaitu deiksis orang (persona),
waktu (time), tempat (place), wacana (discourse), dan sosial (social)
(Abdurrahman, 2006).
1. Deiksis orang berkenaan dengan penggunaan kata ganti persona, seperti saya
(kata ganti persona pertama), kamu (kata ganti persona kedua). Contoh
Bolehkah saya datang kerumahmu? Kata saya dan -mu dapat dipahami
acuannya hanya apabila diketahui siapa yang mengucapkan kalimat itu, dan
kepada siapa ujaran itu ditujukan.
2. Deiksis waktu berkenaan dengan penggunaan keterangan waktu, seperti
kemarin, hari ini, dan besok. Contoh, Bukankah besok hari libur? Kata besok
memiliki rujukan yang jelas hanya apabila diketahui kapan kalimat itu
diucapkan.
3. Deiksis tempat berkenaan dengan penggunaan keterangan tempat, seperti di
sini, di sana, dan di depan. Contoh duduklah di sini!. Kata di sini memiliki
acuan yang jelas hanya apabila diketahui dimana kalimat itu diujarkan.
4. Deiksis wacana berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran
untuk mengacu pada bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu

5
(termasuk ungkapan itu sendiri), seperti berikut ini, pada bagian lalu, dan ini.
Contoh, kata that pada kalimat that was the funniest story ever heard. Penanda
wacana yang menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lain. Seperti
any way, by the way, dan di samping itu juga termasuk dalam deiksis wacana.
5. Deiksis sosial berkenaan dengan aspek ujaran yang mencerrminkan realitas
sosial tertentu pada saat ujaran itu dihasilkan. Penggunaan kata Bapak pada
kalimat “Bapak dapat memberi kuliah hari ini?” Yang diucapkan oleh seorang
mahasiswa kepada dosennya mencerminkan deiksis sosial. Dalam contoh di
atas dapat diketahui tingkat sosial pembicara dan lawan bicara. Lawan bicara
memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi dari pada pembicara

2.3.2. Praanggapan (Presupposition)


Praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama
bagi para peserta percakapan. Asumsi tersebut ditentukan batas-batasannya
berdasarkan anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan
akan diterima oleh lawan bicara tanpa tantangan. Sebagai ilustrasi perhatikan
percakapan di bawah ini:
A: What about inviting John tonight?
B: What a good idea; then he can give Monica a lift
Praanggapan yang terdapat dalam percakapan di atas antara lain adalah
1. Bahwa A dan B kenal dengan John dan Monica
2. bahwa John memiliki kendaraan – kemungkinan besar mobil, dan
3. bahwa Monica tidak memiliki kendaraan saat ini
Dari contoh di atas dipahami bahwa apabila suatu kalimat diucapkan, selain
dari makna yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, turut tersertakan pula
tambahan makna, yang tidak dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu

2.3.3. Tindak Tutur (Speech Act)


Tindak tutur adalah adalah suatu tuturan /ujaran yang merupakan satuan
fungsional dalam komunikasi. Teori tindak tutur di kemukakan oleh dua orang
ahli filsafat bahasa yang bernama John Austin dan John Searle pada tahun 1960-

6
an. Menurut teori tersebut, setiap kali pembicara mengucapkan suatu kalimat, Ia
sedang berupaya mengerjakan sesuatu dengan kata-kata (dalam kalimat) itu.
Menurut istilah Austin (1965), “ By saying something we do something”. Seorang
hakim yang mengatakan “dengan ini saya menghukum kamu dengan hukuman
penjara selama lima tahun” sedang melakukan tindakan menghukum terdakwa.
Kata-kata yang diucapkan oleh hakim tersebut menandai dihukumnya terdakwa.
Terdakwa tidak akan masuk penjara tanpa adanya kata-kata dari hakim
Tindak tutur dapat dikelompokkan menjadi lima jenis. Pertama, komisif
(commisive), yaitu tindak tutur yang menyatakan bahwa pembicara akan
melakukan sesuatu di masa akan datang, seperti janji atau ancaman. Contohnya,
Saya akan melamarmu bulan depan. Kedua, deklaratif (declarative), yaitu tindak
tutur yang dapat mengubah keadaan. Contohnya, Dengan ini, Anda saya nyatakan
lulus. Kata-kata tersebut mengubah status seseorang dari keadaan belum lulus ke
keadaan lulus. Ketiga, direktif (directive), yaitu tindak tutur yang berfungsi
meminta pendengar untuk melakukan sesuatu seperti saran, permintaan, dan
perintah. Contohnya, Silahkan duduk! Keempat, ekspresif (expressive), yaitu
tindak tutur yang digunakan oleh pembicara untuk mengungkapkan perasaan dan
sikap terhadap sesuatu. Contohnya, Mahasiswi itu cantik sekali. Kelima,
representatif (representative), yaitu tindak tutur yang menggambarkan keadaan
atau kejadian, seperti laporan, tuntutan, dan pernyataan. Contohnya, Ujian Akhir
Semester dimulai pukul tujuh.

2.3.4. Implikatur Percakapan (Conversational Inplicature)


Istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin di artikan,
disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa yang
sebenarnya dikatakan oleh penutur itu. Iplikatur percakapan merupakan
penyimpangan dari muatan semantik suatu kalimat.

2.4. Prinsip-Prinsip Pragmatik


Prinsip-prinsip pragmatik dijelaskan sebagai berikut (Kuswoyo, 2015).

7
1. Tindak tutur terikat konteks dalam arti ada peran partisipan pada siapa tuturan
itu dialamatkan, disapakan, diperdengarkan, dimaksudkan. Oleh karena itu,
peran antar-persona dalam setiap tindak tutur memiliki muatan awal, isi, dan
akhir sebagai suatu piranti episode.
2. Prinsip kerja sama Grice: Katakan secukupnya. Demi kerja sama, penutur
antar-persona berkewajiban memelihara tuturannya sedemikian sehingga
teman-tutur dapat memproses segala informasi yang disajikan dengan mudah,
lugas, luwes, dan jelas. Sebaliknya, teman-tutur wajib tanggap terhadap
tuturan. Oleh Grice, prinsip ini memiliki parameter yaitu kuantitas, kualitas,
relevansi, krama. Pembicara diwajibkan hemat, jujur, relevan dari awal ke
akhir serta dalam bertutur itu sopan dan memelihara kesopanan.
3. Prinsip tata krama: Agar komunikatif, bertutur mengasumsi norma lokal dan
umum yang berlaku di masyarakat, termasuk sebelum ada reaksi dari pesapa,
jangan diserang dengan muatan-muatan linguistik lainnya.
4. Prinsip interpretasi pragmatika. a. Prinsip interpretasi lokal: Pendengar wajib
menginterpretasi ujaran pembicara sebatas makna pembicara. b. Prinsip
analogi: Tidak mengubah makna topik atau proposisi ujaran pembicara kecuali
yang bisa mengubahnya sendiri.
5. Prinsip-prinsip kewacanaan: Ragam sesuai dengan konteks dan situasinya.
6. Pragmatik sosialisasi: Santun bahasa, norma lokal, dan interlokal.
7. Pragmatik wacana: Tindak tutur mengasumsi kohesi, koherensi, dan pilihan
ragam. Makin formal situasi komunikasi, makin tinggi tuntutan atas
kekoherensian.
8. Setiap tuturan itu terikat nilai. Jelmaan nilai-nilai dalam tuturan mempengaruhi
hubungan antar penutur dan situasi komunikasi.

2.5. Jenis-Jenis Pragmatik


Istilah Pragmatik dibedakan menjadi dua (Yuniarti, 2014):
1. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua
yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah
satu segi di dalam bahasa; dan

8
2. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar.
Pragmatik pada dasarnya memperhatikan aspek-aspek proses komunikatif.
Ada empat unsur pokok dalam pramatik, yaitu hubungan antarperan, latar
peristiwa, topik dan medium yang digunakan. Pragmatik mengarah kepada
kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi yang menghendaki
adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan faktor-faktor
penentu tindak komunikatif. Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan
di Indonesia dewasa ini, paling tidak dapat dibedakan atas dua hal, yaitu
1. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan yang dibedakan menjadi pragmatik
sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam
bahasa atau disebut „fungsi komunikatif
2. Pragmatik sebagai suatu yang mewarnai tindakan mengajar.

2.6. Tindakan Pragmatik


Dalam konteks teori tindakan, berbicara merupakan bagian dari tindakan,
sehingga berbicara (berbahasa) pada dasarnya adalah bertindak dengan
menggunakan bahasa, yang oleh karenanya, tindakan tersebut disebut sebagai
tindak berbahasa atau tindak linguistik (linguistic act). Kalau dikatakan lebih
tegas lagi, berbahasa pada dasarnya adalah bertindak; bertindak dengan
menggunakan dan dalam wujud bahasa; bukan dengan dan dalam wujud lainnya;
misalnya palu, pentung, pisau, tubuh dan atau anggota tubuh, dan sebagainya.
Untuk menegaskan bahwa tindakan itu terealisasi dalam wujud bahasa, sehingga
berbeda dengan tindakan-tindakan yang lain tersebut, maka digunakan istilah
tindak berbahasa atau tindak bahasa. Beberapa jenis tindakan pragmatik adalah
sebagai berikut (Andianto, 2021).

2.6.1. Tindak Lokusioner


Tindak lokusioner adalah tindak tutur dengan makna tuturan yang persis
sama dengan makna kata-kata yang terdapat di dalam kamus atau makna
gramatikal yang sesuai dengan kaidah tata bahasa. Tindak lokusi adalah tindakan
mengatakan sesuatu. Idiom hanya mengatakan sesuatu, menyampaikan informasi,

9
berbicara, bertanya, dll. Ungkapan verbal mematuhi syarat kebenaran dan
membutuhkan alasan/perasaan dan acuan untuk dipahami. Rujukan tergantung
pada pengetahuan penutur pada saat penceritaan. Pada hakikatnya dapat dikatakan
bahwa “mengatakan sesuatu” berarti melakukan suatu tindak lokusi

2.6.2. Tindak Ilokusioner


Tindak ilokusioner adalah tindak tutur yang penutumya menitipkan maksud
tertentu di dalam tuturan itu di balik makna harfiah tuturan itu. Ilokusi adalah apa
yang dicapai dengan mengkomunikasikan maksud untuk mencapai sesuatu.
Bahasa dapat mengandung "kekuatan" tertentu. Melalui bahasa, orang dapat
menciptakan sesuatu yang baru, membuat orang melakukan sesuatu, mengubah
situasi, dll. "Saya menikah ...” Sesuatu yang baru telah menciptakan bahwa sejak
saat itu pasangan yang menikah secara sah dapat menjadi suami istri dan hidup
bersama untuk memiliki keluarga dan keturunan. Ungkapan "Saya akan
menikah ..." tidak dapat dikatakan benar atau salah ketika, dalam kondisi yang
tepat. Oleh karena itu, pernyataan tersebut bukanlah deskripsi, melainkan lebih
menunjukkan keadaan dari peristiwa yang akan terjadi jika pernyataan itu tulus
dan disengaja dalam keadaan tersebut. Oleh karena itu, ilokusi tidak deskriptif dan
tidak tunduk pada kondisi kebenaran apa pun; itu adalah untuk melakukan
tindakan dengan mengatakan sesuatu (untuk melakukan tindakan dengan
mengatakan sesuatu). Dalam teori tindak tutur, istilah tindak ilokusi mengacu
pada penggunaan bahasa untuk menyatakan suatu sikap dengan fungsi atau
“kekuatan” tertentu yang disebut daya ilokusi. Dalam bahasa sederhana, daya
ilokusi adalah maksud atau maksud penutur. Beberapa contoh daya ilokusi yang
dimaksud adalah menegaskan, memerintahkan, menjanjikan, memaafkan,
menembak, dll.

2.6.3. Tindak Perlokusioner


Tindak perlokusioner adalah tindakan yang muncul sebagai akibat dari suatu
tindak tutur yang dilakukan oleh seseorang. Ttindak perlokusioner sebagai tindak
tutur yang dilakukan penutur untuk menimbulkan efek tertentu (di benak

10
interlokutor). Adapun maksud yang ingin diungkapkan dari suatu tindakan ketika
ujaran tersebut dituturkan adalah untuk mencapai suatu tindak sosial tertentu.
Perlokusi harus dibedakan dari lokusi dan, khususnya, dari ilokusi. Perlokusi
adalah efek atau akibat dari pernyataan lisan (lokusi) yang mengandung maksud
tertentu (ilokusi). Tindak perlokusi lebih alami, tidak diatur oleh konvensi dan
tidak dapat dikonfirmasi dengan menanyakan "Apa yang dikatakan?". Perlokusi,
yaitu membujuk, menghasut, mengganggu, dsb. Mereka menyebabkan perubahan
fisiologis pada lawan bicara (pendengar), yang mengarah pada efek psikologis,
sikap dan perilaku.

Tabel 1. Jenis Tindak Tutur


Lokusi n mengatakan kepada t bahwa X. (merupakan tindak
mengatakan sesuatu: menghasilkan serangkaian bunyi yang
berarti sesuatu. Ini merupakan aspek bahasa yang merupakan
pokok penekanan linguistik tradisional).
Ilokusi Dalam mengatakan X, n menegaskan (asserts) bahwa P.
(Dilakukan dengan mengatakan sesuatu, dan mencakup
tindak-tindak seperti bertaruh, berjanji, menolak, dan
memesan. Sebagian verba yang digunakan untuk melabel
tindak ilokusi bisa digunakan secara performatif. Dengan
demikian mengatakan Saya menolak bahwa X sama halnya
menolak bahwa X.)
Perlokusi Dengan mengatakan X, n meyakinkan (convinces) t bahwa P.
(Menghasilkan efek tertentu pada pendengar. Persuasi
merupakan tindak perlokusi: orang tidak dapat mempersuai
seseorang tentang sesuatu hanya dengan mengatakan Saya
mempersuasi anda. Contoh-contoh yang sesuai adalah
meyakinkan, melukai, menakut-nakuti, dan membuat
tertawa )
Sumber: Bawamenewi (2020)

11
Ringkasnya, ketiga tindak tersebut dapat dibedakan dengan pernyataan
“seorang penutur mengucapkan kalimat dengan makna tertentu (tindakan lokusi)
dan dengan kekuatan tertentu (tindakan ilokusi) untuk mencapai efek tertentu
pada pendengarnya (tindakan perlokusi). Misalnya, jika seorang pria berkata
kepada tunangannya: "Aku akan menikahimu tahun ini setelah sumpah", tindak
lokusinya adalah "Aku akan menikahimu tahun ini setelah Lebanon", tindakan
ilokusi adalah janji; dan tindak perlokusi meyakinkan tunangannya dengan janji
yang terkandung dalam pidato tersebut (Safitri dan Mulyani, 2021).

2.7. Prinsip Kesantunan dalam Pragmatik


Wijana (1996) dalam Arista (2014) menjelaskan bahwa prinsip kesantunan
dalam pragmatic memiliki enam maksim yakni.
1. Maksim Kebijaksanaan. Maksim ini menggariskan bahwa setiap peserta
pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu meminilamkan
kerugian oranglain dan dan memaksimalkan keuntungan bagi oranglain.
Maksim ini dituturkan dengan tuturan impositif dan komisif.
2. Maksim Penerimaan. Maksim ini dituturkan dengan tuturan impositif dan
komisif. Maksim ini mewajipkan setiap peserta tindak tutur untuk
memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri
sendiri.
3. Maksim Kemurahan. Maksim ini dituturkan dengan tuturan ekspresif dan
asertif. Maksim kemurahan menuntut setiap peserta tuturan untuk
memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak
hormat pada orang lain.
4. Maksim Kerendahan Hati. Maksim ini dituturkan dengan tuturan ekspresif dan
asertif. Maksim kerendahan hati menuntut setiap tuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri semdiri dan meminimalkan rasa
hormat pada diri sendiri.
5. Maksim Kecocokan. Maksim ini dituturkan dengan tuturan ekspresif dan
asertif. Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur dan lawan tutur untuk

12
memaksimalkan kecocokan diantara mereka, dan meminimalkan ketidak
cocokan.
6. Maksim Kesimpatian. Maksim ini dituturkan dengan tuturan ekspresif dan
asertif. Maksim kesimpatian mengharuskan setiap peserta tuturan untuk
memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipasti kepada lawan
tuturnya. Jika lawan tutur mendapat kesuksesan atau kebahagiaan penutur
wajib memberikan ucapan selamat, dan bila lawan tutur mendapat kesusahan
penutur mengutarakan ucapan belasungkawa sebagai tanda kesimpatian.

13
BAB III.
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik
memainkan peran yang sangat penting dalam pemahaman komunikasi manusia.
Oleh karena itu, dengan mengetahui aspek-aspek pragmatik, baik dari segi teori
maupun aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, sangat relevan dan dapat
meningkatkan kualitas komunikasi antarindividu.

3.2. Saran
Sebagai saran, diharapkan agar pembelajaran dan pemahaman terhadap
pragmatik dapat lebih ditingkatkan dalam bidang pendidikan, sehingga
masyarakat dapat lebih efektif berkomunikasi dan memahami makna yang
terkandung dalam interaksi sehari-hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, A. (2006). Pragmatik; Konsep Dasar Memahami Konteks


Tuturan. Lingua: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 1(2).
Andianto, M. R. (2021). Fenomena Pragmatik dan Tidak Pragmatik: Implikatur
dan Implikatum. FKIP e-PROCEEDING, 123-162.
Arista, A. (2014). Kajian Prinsip Kesantunan dalam Novel Rembulan Tenggelam
di Wajahmu Karya Darwis Tere-Liye. In Prasasti: Conference Series (pp.
19-23).
Bawamenewi, A. (2020). Analisis Tindak Tutur Bahasa Nias Sebuah Kajian
Pragmatik. Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP), 3(2), 200-
208.
Kuswoyo, K. (2015). Pendekatan Pragmatik Dalam Pembelajaran Bahasa. El-
Wasathiya: Jurnal Studi Agama, 3(2), 158-167.
Safitri, R. D., & Mulyani, M. (2021). Teori Tindak Tutur dalam Studi
Pragmatik. KABASTRA: Kajian Bahasa dan Sastra, 1(1), 59-67.
Yuliana, E., Fitriani, Y., & Ali, M. (2022). Kajian Pragmatik Terhadap Interaksi
Sosial Melalui Penjualan Online Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal
Educatio FKIP UNMA, 8(2), 735-740.
Yuniarti, N. (2014). Implikatur percakapan dalam percakapan humor. Jurnal
Pendidikan Bahasa, 3(2), 225-240.

15

Anda mungkin juga menyukai