FRAGMATIK
DISUSUN OLEH
Amirul Rahman Sobirin (229110385)
Angelina Ayu Utami (229110268)
Dinda Johana Putri (229110138)
Enjie Raya Herjia (229110176)
Habbib Alwi (229110345)
Novi Rahmadani (229110159)
Novri Andhika (229110214)
Yeni Febriyanti (229110148)
Zikri Bai Hakqi (229110012)
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Fragmatik” ini dapat tersusun
sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan, baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah...................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan..............................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1. Defenisi Pragmatik...........................................................................3
2.2. Sejarah Perkembangan Pragmatik....................................................3
2.3. Objek Kajjian Pragmatik..................................................................5
2.3.1.Deiksis (Dexis)........................................................................5
2.3.2.Praanggapan (Presupposition)................................................6
2.3.3.Tindak Tutur (Speech Act)......................................................6
2.3.4.Implikatur Percakapan (Conversational Inplicature).............7
2.4. Prinsip-Prinsip Pragmatik.................................................................7
2.5. Jenis-Jenis Pragmatik.......................................................................8
2.6. Tindakan Pragmatik.........................................................................9
2.6.1.Tindak Lokusioner..................................................................9
2.6.2.Tindak Ilokusioner................................................................10
2.6.3.Tindak Perlokusioner............................................................10
2.7. Prinsip Kesantunan dalam Pragmatik.............................................12
BAB III. PENUTUP.............................................................................................13
3.1. Kesimpulan.....................................................................................13
3.2. Saran...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
iii
BAB I.
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan pragmatik?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pragmatik?
3. Apa saja objek kajian pragmatik?
4. Apa prinsip-prinsip dalam pragmatik?
5. Apa saja jenis-jenis pragmatik?
6. Apa saja bentuk tindakan dalam pragmatik?
7. Bagaimana prinsip kesantunan dalam pragmatik?
2
BAB II.
PEMBAHASAN
3
bagaimana bahasa, sebagai alat komunikasi, dapat digunakan dengan benar.
Kajian pragmatik mulai berkembang sekitar tahun 1971, yang ditandai dengan
terbitnya Journal of Pragmatics yang membahas persoalan-persoalan pragmatik.
Organisasi bernama IPRA (International Pragmatics Association) pun didirikan,
dan beberapa konferensi mengenai masalah pragmatik diadakan.
Minat terhadap pragmatik meningkat dengan beberapa alasan, salah satunya
bersifat historis. Levinson (1983) menyatakan bahwa “the interest developed in
part as a reaction or antidote to Chomsky’s treatment of language as abstract
devise, or mental ability, dissociable from the users, user and function of
language..” Seperti yang diketahui, Chomsky (1965) menyatakan bahwa teori
linguistik berkaitan terutama dengan “an ideal speaker-listener, in a completely
homogeneous speech-community, who knows its language perfectly and is
unaffected by such grammatically irrelevant conditions as memory limitations,
distructions, shifts of attention and interest, and error in applying his knowledge
of the language in actual perfomance.”
Selain itu, ada sejumlah motivasi yang mendorong perkembangan teori
pragmatik. Salah satu yang paling penting adalah harapan bahwa pragmatik dapat
menyederhanakan semantik. Harapan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
prinsip-prinsip pragmatik penggunaan bahasa dapat membantu pemahaman
makna ujaran yang tidak dapat sepenuhnya dimengerti dari makna harfiahnya
(semantik) saja. Faktor substansial lainnya adalah adanya kesenjangan antara teori
bahasa yang mencakup pembentukan rumus atau pola tertentu untuk
menghasilkan kalimat-kalimat yang tak terbatas, dan bahwa teori tersebut dapat
memberikan pencerahan tentang cara berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa. Namun, ketika diketahui bahwa makna bahasa hanya dibatasi pada aspek
semantik, hal tersebut menimbulkan kekecewaan daripada kepuasan. Diakui
bahwa semantik memiliki peran penting dalam komunikasi, namun kontribusinya
terbatas dalam pemahaman makna bahasa secara menyeluruh. Akhirnya,
perkembangan kajian pragmatik juga dipicu oleh kemungkinan adanya penjelasan
fungsional yang signifikan terhadap fakta-fakta linguistik. Biasanya, penjelasan
linguistik bersifat internal, merujuk pada fitur-fitur linguistik atau aspek-aspek
4
teori linguistik itu sendiri. Namun, terdapat peluang penjelasan yang berasal dari
luar aspek linguistik.
2.3. Objek Kajjian Pragmatik
2.3.1. Deiksis (Dexis)
Deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang
hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks
pembicaraan. Kata saya, sini, sekarang, misalnya, tidak memiliki acuan yang tetap
melainkan bervariasi tergantung pada berbagai hal. Acuan dari kata saya menjadi
jelas setelah diketahui siapa yang mengucapkan kata itu. Kata sini memiliki
rujukan yang nyata setelah di ketahui di mana kata itu di ucapkan. Demikian pula,
kata sekarang ketika diketahui pula kapan kata itu diujarkan. Dengan demikian
kata-kata di atas termasuk kata-kata yang deiktis. Berbeda halnya dengan kata-
kata seperti meja, kursi, mobil, dan komputer. Siapapun yang mengatakan, di
manapun, dan kapanpun, kata-kata tersebut memiliki acuan yang jelas dan tetap.
Deiksis dapat di bagi menjadi lima kategori, yaitu deiksis orang (persona),
waktu (time), tempat (place), wacana (discourse), dan sosial (social)
(Abdurrahman, 2006).
1. Deiksis orang berkenaan dengan penggunaan kata ganti persona, seperti saya
(kata ganti persona pertama), kamu (kata ganti persona kedua). Contoh
Bolehkah saya datang kerumahmu? Kata saya dan -mu dapat dipahami
acuannya hanya apabila diketahui siapa yang mengucapkan kalimat itu, dan
kepada siapa ujaran itu ditujukan.
2. Deiksis waktu berkenaan dengan penggunaan keterangan waktu, seperti
kemarin, hari ini, dan besok. Contoh, Bukankah besok hari libur? Kata besok
memiliki rujukan yang jelas hanya apabila diketahui kapan kalimat itu
diucapkan.
3. Deiksis tempat berkenaan dengan penggunaan keterangan tempat, seperti di
sini, di sana, dan di depan. Contoh duduklah di sini!. Kata di sini memiliki
acuan yang jelas hanya apabila diketahui dimana kalimat itu diujarkan.
4. Deiksis wacana berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran
untuk mengacu pada bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu
5
(termasuk ungkapan itu sendiri), seperti berikut ini, pada bagian lalu, dan ini.
Contoh, kata that pada kalimat that was the funniest story ever heard. Penanda
wacana yang menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lain. Seperti
any way, by the way, dan di samping itu juga termasuk dalam deiksis wacana.
5. Deiksis sosial berkenaan dengan aspek ujaran yang mencerrminkan realitas
sosial tertentu pada saat ujaran itu dihasilkan. Penggunaan kata Bapak pada
kalimat “Bapak dapat memberi kuliah hari ini?” Yang diucapkan oleh seorang
mahasiswa kepada dosennya mencerminkan deiksis sosial. Dalam contoh di
atas dapat diketahui tingkat sosial pembicara dan lawan bicara. Lawan bicara
memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi dari pada pembicara
6
an. Menurut teori tersebut, setiap kali pembicara mengucapkan suatu kalimat, Ia
sedang berupaya mengerjakan sesuatu dengan kata-kata (dalam kalimat) itu.
Menurut istilah Austin (1965), “ By saying something we do something”. Seorang
hakim yang mengatakan “dengan ini saya menghukum kamu dengan hukuman
penjara selama lima tahun” sedang melakukan tindakan menghukum terdakwa.
Kata-kata yang diucapkan oleh hakim tersebut menandai dihukumnya terdakwa.
Terdakwa tidak akan masuk penjara tanpa adanya kata-kata dari hakim
Tindak tutur dapat dikelompokkan menjadi lima jenis. Pertama, komisif
(commisive), yaitu tindak tutur yang menyatakan bahwa pembicara akan
melakukan sesuatu di masa akan datang, seperti janji atau ancaman. Contohnya,
Saya akan melamarmu bulan depan. Kedua, deklaratif (declarative), yaitu tindak
tutur yang dapat mengubah keadaan. Contohnya, Dengan ini, Anda saya nyatakan
lulus. Kata-kata tersebut mengubah status seseorang dari keadaan belum lulus ke
keadaan lulus. Ketiga, direktif (directive), yaitu tindak tutur yang berfungsi
meminta pendengar untuk melakukan sesuatu seperti saran, permintaan, dan
perintah. Contohnya, Silahkan duduk! Keempat, ekspresif (expressive), yaitu
tindak tutur yang digunakan oleh pembicara untuk mengungkapkan perasaan dan
sikap terhadap sesuatu. Contohnya, Mahasiswi itu cantik sekali. Kelima,
representatif (representative), yaitu tindak tutur yang menggambarkan keadaan
atau kejadian, seperti laporan, tuntutan, dan pernyataan. Contohnya, Ujian Akhir
Semester dimulai pukul tujuh.
7
1. Tindak tutur terikat konteks dalam arti ada peran partisipan pada siapa tuturan
itu dialamatkan, disapakan, diperdengarkan, dimaksudkan. Oleh karena itu,
peran antar-persona dalam setiap tindak tutur memiliki muatan awal, isi, dan
akhir sebagai suatu piranti episode.
2. Prinsip kerja sama Grice: Katakan secukupnya. Demi kerja sama, penutur
antar-persona berkewajiban memelihara tuturannya sedemikian sehingga
teman-tutur dapat memproses segala informasi yang disajikan dengan mudah,
lugas, luwes, dan jelas. Sebaliknya, teman-tutur wajib tanggap terhadap
tuturan. Oleh Grice, prinsip ini memiliki parameter yaitu kuantitas, kualitas,
relevansi, krama. Pembicara diwajibkan hemat, jujur, relevan dari awal ke
akhir serta dalam bertutur itu sopan dan memelihara kesopanan.
3. Prinsip tata krama: Agar komunikatif, bertutur mengasumsi norma lokal dan
umum yang berlaku di masyarakat, termasuk sebelum ada reaksi dari pesapa,
jangan diserang dengan muatan-muatan linguistik lainnya.
4. Prinsip interpretasi pragmatika. a. Prinsip interpretasi lokal: Pendengar wajib
menginterpretasi ujaran pembicara sebatas makna pembicara. b. Prinsip
analogi: Tidak mengubah makna topik atau proposisi ujaran pembicara kecuali
yang bisa mengubahnya sendiri.
5. Prinsip-prinsip kewacanaan: Ragam sesuai dengan konteks dan situasinya.
6. Pragmatik sosialisasi: Santun bahasa, norma lokal, dan interlokal.
7. Pragmatik wacana: Tindak tutur mengasumsi kohesi, koherensi, dan pilihan
ragam. Makin formal situasi komunikasi, makin tinggi tuntutan atas
kekoherensian.
8. Setiap tuturan itu terikat nilai. Jelmaan nilai-nilai dalam tuturan mempengaruhi
hubungan antar penutur dan situasi komunikasi.
8
2. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar.
Pragmatik pada dasarnya memperhatikan aspek-aspek proses komunikatif.
Ada empat unsur pokok dalam pramatik, yaitu hubungan antarperan, latar
peristiwa, topik dan medium yang digunakan. Pragmatik mengarah kepada
kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi yang menghendaki
adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan faktor-faktor
penentu tindak komunikatif. Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan
di Indonesia dewasa ini, paling tidak dapat dibedakan atas dua hal, yaitu
1. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan yang dibedakan menjadi pragmatik
sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam
bahasa atau disebut „fungsi komunikatif
2. Pragmatik sebagai suatu yang mewarnai tindakan mengajar.
9
berbicara, bertanya, dll. Ungkapan verbal mematuhi syarat kebenaran dan
membutuhkan alasan/perasaan dan acuan untuk dipahami. Rujukan tergantung
pada pengetahuan penutur pada saat penceritaan. Pada hakikatnya dapat dikatakan
bahwa “mengatakan sesuatu” berarti melakukan suatu tindak lokusi
10
interlokutor). Adapun maksud yang ingin diungkapkan dari suatu tindakan ketika
ujaran tersebut dituturkan adalah untuk mencapai suatu tindak sosial tertentu.
Perlokusi harus dibedakan dari lokusi dan, khususnya, dari ilokusi. Perlokusi
adalah efek atau akibat dari pernyataan lisan (lokusi) yang mengandung maksud
tertentu (ilokusi). Tindak perlokusi lebih alami, tidak diatur oleh konvensi dan
tidak dapat dikonfirmasi dengan menanyakan "Apa yang dikatakan?". Perlokusi,
yaitu membujuk, menghasut, mengganggu, dsb. Mereka menyebabkan perubahan
fisiologis pada lawan bicara (pendengar), yang mengarah pada efek psikologis,
sikap dan perilaku.
11
Ringkasnya, ketiga tindak tersebut dapat dibedakan dengan pernyataan
“seorang penutur mengucapkan kalimat dengan makna tertentu (tindakan lokusi)
dan dengan kekuatan tertentu (tindakan ilokusi) untuk mencapai efek tertentu
pada pendengarnya (tindakan perlokusi). Misalnya, jika seorang pria berkata
kepada tunangannya: "Aku akan menikahimu tahun ini setelah sumpah", tindak
lokusinya adalah "Aku akan menikahimu tahun ini setelah Lebanon", tindakan
ilokusi adalah janji; dan tindak perlokusi meyakinkan tunangannya dengan janji
yang terkandung dalam pidato tersebut (Safitri dan Mulyani, 2021).
12
memaksimalkan kecocokan diantara mereka, dan meminimalkan ketidak
cocokan.
6. Maksim Kesimpatian. Maksim ini dituturkan dengan tuturan ekspresif dan
asertif. Maksim kesimpatian mengharuskan setiap peserta tuturan untuk
memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipasti kepada lawan
tuturnya. Jika lawan tutur mendapat kesuksesan atau kebahagiaan penutur
wajib memberikan ucapan selamat, dan bila lawan tutur mendapat kesusahan
penutur mengutarakan ucapan belasungkawa sebagai tanda kesimpatian.
13
BAB III.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik
memainkan peran yang sangat penting dalam pemahaman komunikasi manusia.
Oleh karena itu, dengan mengetahui aspek-aspek pragmatik, baik dari segi teori
maupun aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, sangat relevan dan dapat
meningkatkan kualitas komunikasi antarindividu.
3.2. Saran
Sebagai saran, diharapkan agar pembelajaran dan pemahaman terhadap
pragmatik dapat lebih ditingkatkan dalam bidang pendidikan, sehingga
masyarakat dapat lebih efektif berkomunikasi dan memahami makna yang
terkandung dalam interaksi sehari-hari.
14
DAFTAR PUSTAKA
15