Anda di halaman 1dari 41

INTERAKSIONISME SIMBOLIK DALAM TRADISI

TABUIK DI MASYARAKAT KOTA PARIAMAN


KABUPATEN PADANG PARIAMAN, SUMATERA BARAT

PROPOSAL

OLEH:

RIPALDO ANAS
180502016

PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2022
i
INTERAKSIONISME SIMBOLIK DALAM TRADISI TABUIK
DI MASYARAKAT KOTA PARIAMAN
KABUPATEN PADANG PARIAMAN, SUMATERA BARAT

PROPOSAL

OLEH:

RIPALDO ANAS
180502016

PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2022
ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbi-l-alamin rasa puja dan puji syukur kehadirat


Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi dengan judul
“Interaksionisme Simbolik Dalam Tradisi Tabuik di Masyarakat Kota
Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat”. Proposal Skripsi
ini ditujukan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik Program
Studi Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammadiyah Riau. Dengan harapan, kedepannya proposal skripsi ini
bermanfaat dan menjadi acuan untuk penelitian akademik selanjutnya.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan , bantuan dan do’a dari
berbagai pihak, Proposal Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penulisan laporan magang kerja ini, yaitu kepada :
1. Bapak Dr. H. Mubarak, M.Si selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Riau.
2. Bapak Jayus, S.Sos., M.I.kom selaku Dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau.
3. Bapak Eka Putra, ST.,M.Sc selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau.
4. Bapak ........ selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 (Satu).
5. Ibu Raja Widya Novchi, S.I.Kom,. M.Soc, Sc., selaku Dosen
Pembimbing Skripsi 2 (Dua).
6. Dosen Penguji
7. Dosen Penguji

iii
8. Dosen Program Studi Hubungan Masyarakat yang senantiasa
membimbing dan mengarahkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda
kepada semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang
membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya
kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya mudah-mudahan dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi kita semua.
Pekanbaru, 13 Februari 2022

Penulis
RIPALDO ANAS
180502016

iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 7
1.5 Batasan Masalah 7
1.6 Sistematika Penulisan 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 8
2.1 Simbol 8
2.2 Komunikasi 17
2.3 Tradisi 25
2.4 Tabuik 29
2.5 Interaksi Simbolik 37
2.6 Penelitian Terdahulu 38
2.6 Penelitian Terdahulu 38
2.7 Kerangka Pemikiran 38
BAB III METODE PENELITIAN
39
3.1 Pendekatan Penelitian 39
3.2 Subjek dan Objek Penelitian 39
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 39
3.4 Sumber Data 40
3.5 Teknik Pengumpulan Data 41
v
3.6 Teknik Analisis Data 43
3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 43

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pariaman adalah salah satu Kota yang berada di Kabupaten Padang
Pariaman, Sumatera Barat, tepatnya di pesisir pantai (Laut Hindia) sebelah
utara Kota Padang. Pariaman, yang berarti “daerah yang aman”, memiliki
luas wilayah 73,36 kilometer persegi. Di daerah ini ada suatu pesta adat
yang disebut dengan Tabuik. Kata Tabuik yang berasal dari bahasa Arab
dapat mempunyai beberapa pengertian. Pertama, Tabuik diartikan sebagai
‘keranda’ atau ‘peti mati’. Sedangkan, pengertian yang lain mengatakan
bahwa Tabuik artinya adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang
digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan Allah
(Uun Halimah.blogspot, 3 Januari 2014). Tabuik Pariaman sudah ada pada
abad ke-19. Ketika masa penjajahan Belanda dan dikembangkan oleh bekas
tentara Inggris yang datang dari Bengkulu. Di Pariaman, Inggris
memberikan kekuasaan kepada Belanda. Di Pariaman di Pantai Barat
berkembang menjadi Tabuik (Dokumen Video Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Pariaman, Pesta Budaya Tabuik Piaman, Tahun 2013).
Perayaan Tabuik yang di selenggarakan setiap 1-10 Muharam adalah suatu
upacara untuk memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad
SAW) pada 61 Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi. Cucu Nabi
Besar Muhammad ini dipenggal kepalanya oleh tentara Muawiyah dalam
perang Karbala di Padang Karbala, Irak. Kematian tersebut diratapi oleh
kaum Syiah di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka
sendiri.Akhirnya tradisi mengenang kematian cucu Rasulullah tersebut
menyebar kesejumlah negara dengan cara yang berbeda-beda
(Darwisman.blogspot, 3 Januari 2014). Dalam perayaan memperingati

1
wafatnya Husein bin Ali, Tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk
menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam setelah Imam Husain
meninggal. Namun,janji itu ternyata dilanggar dan malah mengangkat Jazid
yaitu anaknya sebagai putera mahkota. Sebagian Muslim percaya jenazah
Husen diusung ke langit menggunakan Bouraq dengan peti jenazah yang
disebut Tabuik. Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda
gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik.
Tabuik merupakan tradisi turun temurun yang sudah berlangsung di daerah
Pariaman. Tabuik memiliki tiga fase prosesi dalam pelaksanaannya,
pertama, adalah pra Tabuik meliputi,pembentukan panitia, pengumpulan
dana dan proses pengumpulan bahan-bahan pembuatan Tabuik. Kedua,
Proses pembuatan Tabuik meliputi, mambuek daraga (membuat daraga),
maambiak tanah (mengambil tanah), manabang batang pisang (menebang
batang pisang), maatam (ekspresi kesedihan), maarak panja atau jari
(mengarak jarijari), maarak sorban (mengarak sorban). Ketiga, hari H
(Acara puncak) meliputi, Tabuik naiak pangkek (Tabuik naik pangkat),
pesta hoyak Tabuik (tanggal 10 muharam), mambuang Tabuik (membuang
Tabuik). Perayaan Tabuik ini hanya dilaksanakan di Kota Pariaman yang
berada di pesisir pantai Sumatera Barat. Perayaaan ini diselanggarakan dari
pusat Kota Pariaman hingga Pantai Gandoriah. Tradisi ini sudah seharusnya
dilestarikan dan tetap dijaga kaidah- kaidah Islam yang terdapat pada tradisi
Tabuik ini. Tabuik mempunyai banyak makna. Banyak sekali makna simbol
komunikasi yang dapat diambil dari nilai-nilai agama, moral dan budaya
yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita. Dalam pelaksanaan Tabuik
ini banyak masyarakat yang menyaksikan tradisi Tabuik, tetapi tidak semua
masyarakat mengetahui makna simbol komunikasi yang terdapat pada
prosesi tradisi Tabuik.

2
Secara garis besar banyak makna simbol komunikasi yang terdapat
dalam perayaan Tabuik. Tabuik merupakan bagian integral sosial dan
kultural yang memiliki sejarah panjang dalam masyarakat Pariaman.
Melalui Tabuik masyarakat bisa menyatu (bersosialisasi), melalui Tabuik
mereka dapat mengekspresikan kristalisasi kultural Pariaman. Tabuik tidak
dilihat seperti sebuah menara yang terbuat dari konstruksi bambu, kayu dan
rotan yang dilapisi dengan kertas warna-warni, tetapi ia menjadi simbol
identitas masyarakat Pariaman, menjadi simbol pemersatu, dan perekat
emosional dengan kampung halaman. Spirit Tabuik mampu membangun
aktualisasi identitas yang lebih kuat bagi masyarakat Pariaman. Mereka
melalui perayaan Upacara Tabuik dan Oyak Tabuik memiliki kepercayaan
diri yang kuat sebagai pemilik tradisi budaya Tabuik (Dokumen Video,
Asril Muchtar, 7 April 2014). Oleh karena itu, tradisi ini sudah seharusnya
dilestarikan dan tetap dijaga kaidah-kaidah Islam yang terdapat pada tradisi
Tabuik. Banyak bentuk interaksi simbolik yang bisa diambil, seperti: nilai
agama, moral dan budaya yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana
interaksi simbolik dalam tradisi tabuk di masyarakat Kota Pariaman ?

3
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan pertimbangan dan penganalisaan, adapun tujuan dari
penelitian ini adalah ; Untuk memberikan gambaran tentang interaksi
simbolik dalam tradisi tabuik di masyarakat Kota Pariaman.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini baik dari segi akademis maupun
praktis adalah ;
1). Manfaat akademis, penelitian ini bertujuan untuk dapat dijadikan sebagai
masukan atas sumbangan dalam kajian ilmu komunikasi dan public
relations khususnya dalam penggunaan teknologi dan media sosial.
2). Manfaat praktis, hasil penelitian diharapkan mampu memberikan
wawasan baru bagi masyarakat Indonesia yang belum mengetahui tradisi
tabuik tersebut.
1.5 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah Interaksi
simbolik dalam tradisi tabuik di masyarakat Kota Pariaman.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Simbol
Menurut Susanne K. langer, Kebutuhan dasar ini, yang memang
hanya ada pada manusia, adalah kebutuhan akan simbolisasi. Fungsi
pembentukan simbol ini adalah satu diantara kegiatan-kegiatan dasar
manusia, seperti makan, melihat dan bergerak. Ini adalah proses
fundamental dari pikiran dan berlangsung setiap waktu (Mulyana, 1993:
96). Dan ditegaskan lagi oleh Alfred Korzybski bahwa prestasi-prestasi
manusia bergantung pada penggunaan simbol-simbol (Mulyana, 1993: 96).

2.1.1 Definisi Simbol

Kata-kata tidaklah bermakna, manusialah yang memberi makna.


Dalam tilikan psikologi, makna tidak terletak pada kata-kata, tetapi pada
pikiran orang, pada persepsinya. Makna terbentuk karena pengalaman
individu (Rubani, 2010: 106).
Menurut Tubbs dan Moss mendefinisikan simbol sebagai sesuatu
yang digunakan untuk atau dipandang sebagai wakil sesuatu yang lainnya.
Jadi gambar singa dapat dipakai sebagai simbol keberanian (Adjus, 2004:
20). Hal-hal yang merupakan simbol-simbol kekayaan (uang, surat obligasi,
gelar-gelar), tanda pangkat yang kita sematkan pada pakaian kita atau plat-
plat kendaraanbernomor rendah, dianggap sebagian orang sebagai lambang
keistimewaan sosial (Mulyana, 2000: 96).
Gambar variasi simbol-simbol agama merupakan contoh bagaimana
manusia menjadikan simbol sebagai “tanda pengingat” dalam human
memory, sehingga dia dapat menciptakan dan menemukan ide-ide baru
yang lebih mudah disebarluaskan, bahkan merangsang timbulnya gagasan-
gagasan baru yang lebih baik (Liliweri, 2011: 3).
Tanda adalah sesuatu yang diciptakan manusia untuk saling
menghubungkan diri. Tanda ini biasanya harus dengan mudah ditangkap
secara indrawi. Kehadiran tanda ini dikenali karena tanda ini berbeda dari
lingkungan atau menonjol di tengah lingkungannya (Adjus, 2004: 22).

5
Hubungan Antara Manusia Tanda dan Realita

Manusia

Tanda- Realita
tanda

Sumber: CS Pierce, Ogden, Richard dan Saussure (Adjus, 2004: 22).

Menurut Powers (1995) pesan memiliki tiga unsur yaitu:


1) tanda simbol ; 2) bahasa; 3) wacana. Menurutnya tanda
merupakan dasar bagi semua komunikasi. Tanda menunjuk atau mengacu
pada sesuatu yang bukan dirinya, sedangkan makna adalah hubungan antara
objek atau ide dengan tanda (Morissan, 2008: 54).

2.1.2 Fungsi Simbol

Sebagaimana dipahami bersama simbol merupakan rekonstruksi


berbagai pengalaman manusia kedalam wujud yang tampak, hal senada
dengan kecendrungan manusia, yang hanya mampu memahami sebuah
konstruk berbentuk fisik, berawal dari itu semua maka mewujudkan
konstruk yang ada dalam dunia abstrak tersebut.Fungsi simbol ada tiga
sebagai berikut: (Adjus, 2004: 36-37).

1)Fungsi Idealistik

Yaitu fungsi yang mengatur tatakrama idealis yang harus dimainkan


oleh setiap orang yang berada didalam konstruk simbol tersebut. Fungsi ini
sangat membantu individu maupun kelompok untuk menata kehidupan yang
harmonis, sebab dengan fungsi ini idividu maupun kelompok secara spantan
akan mengarahkan normatif idealisnyakepada simboltersebut. Pada konteks
ini simbol berwujud dalam bentuk normatif.

6
2)Fungsi Interpersonalistik

Peranan yang dimainkan simbol dalam fungsi ini adalah simbol


merupakan sarana yang akan mengatur bagaimana lalu lintas norma-norma
itu didalam melakukan sosialisasi antar individu maupun kelompok yang
ada dalam naungan simbol tersebut. Fungsi ini beranjak dari dasar kepatutan
atau kewajaran seseorang maupun kelompok didalam bersosialisasi dalam
masyarakat, fungsi ini dapat memaksa individu maupun kelompok untuk
berbuat sesuatu dengan kepatutan makna yang terkandung dalam simbol.

3)Fungsi Intreperetatif In Group

Fungsi ini lebih banyak mengarah kepada usaha prepentif. Berangkat


dari fungsi idealistic dan interpersonalistik, namun lebih mengarah kepada
masa depan yang akan terjadi. Fungsi ini mengandung sebuah pengharapan
maupun perjuangan baru. Dalam konteks seperti ini ada perilaku yang
muncul: pertama, perilaku kaloborasi simbol yakni dengan menambah
kandungan, nilai atau makna yang melekat pada simbol tersebut; kedua,
dengan melakukan menambah atau mengurangi ferforment simbol itu
sendiri dalam kasus terakhir iniferformen simbol-simbol tersebut mengalami
perubahan sehingga tampilan simbol itu telah berubah bentuk dibandingkan
ferformen sebelumnya.

2.1.3 Unsur-unsur Simbol

Pada dasarnya makna simbol tidak terlepas dari minimal tiga unsur
(Adjus, 2004: 33-34).

1)Simbol adalah sebagai lambang perjuangan

Simbol sebagai lambang perjuangan, menandai awalnya sebuah


perjuangan yang akan direbut, direalisasikan, dengan demikian ia
merupakan aktivitas yang dapat menghalalkan sesuatu yang belum tentu
dapat diterima oleh orang lain.

7
2)Simbol adalah sebagai makna pengharapan

Sebagai makna pengharapan, simbol dipandang oleh orang- orang


yang mendukung simbol tersebut sangat menggantungkan pengharapannya
terhadap simbol tersebut, karena dengan simbol akan melahirkan sebuah
pengharapan yang sangat menjanjikan kehidupan yang lebih layak daripada
kehidupan sebelumnya.

3)Simbol adalah sebagai makna standar nilai

Tidak hanya bertugas menjadi kemungkinan akan muncul perilaku


yang menyimpang (preventif), melainkan ia juga dijadikan sebagai standar
hukum terhadap perilaku yang telah menyimpang (kuratif), kata lain simbol
tersebut tidak hanya sebagai standar nilai tatakrama sosial melainkan juga
sebagai standar hukum bagi individu, kelompok yang telah melakukan
kesalahan.

2.2 Komunikasi

A.Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi dalam bahasa inggris communication berasal dari


kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2005: 9).
Menurut Bernard Berelson dan Gary A. Stainer, komunikasi itu
adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya,
dengan manggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik dan
sebagainya, tindakan atau proses transmisi itulah yang dianggap komunikasi
(Mulyana, 2004: 62).
Hovland mengatakan (dalam Effendy, 2004: 10) bahwa komunikasi
adalah proses mengubah prilaku orang lain (communications is the process
to modify the behavior of other individuals). Maksudnya disini ialah
seseorang akan dapat mengubah sifat, pendapat, atau perilaku orang lain
apabila komunikasinya itu secara komunikatif sehingga pesan yang
disampaikan efektif.

8
Disimpulkan oleh Miller (1996) intinya, komunikasi adalah
mempunyai pusat perhatian dalam situasi perilaku dimana sumber
menyampaikan pesan kepada penerima secara sadar untuk mempengaruhi
perilaku.

b.Unsur-Unsur Komunikasi

Unsur-unsur Komunikasi ada delapan (Mulyana, 2000: 14-15):

1)Sumber (source)

Suatu sumber adalah orang yang mempunyai suatu kebutuhan untuk


berkomunikasi. Kebutuhan ini mungkin berkisar dari kebutuhan sosial untuk
diakui sebagai individu hingga kebutuhan berbagai informasi dengan orang
lain atau mempengaruhi sikap atau perilaku seseorang atau sekelompok
orang lainnya.

2)Penyandian (encoding)

Adalah suatu kegiatan internal seseorang untuk memilih dan


merancang perilaku verbal dan nonverbalnya yang sesuai dengan aturan-
aturan tata bahasa guna menciptakan suatu pesan.

3)Pesan (message)

Suatu pesan terdiri dari lambang-lambang verbal atau nonverbal


yang mewakili perasaan dan pikiran sumber pada suatu saat dan tempat
tertentu. Pesan adalah apa yang harus sampai dari sumber ke penerima bila
sumber bermaksud mempengaruhi penerima.

4)Saluran (channel)

Saluran berfungsi untuk penghubung antara sumber dan penerima.


Suatu saluran adalah alat fisik yang memindahkan pesan dari sumber
penerima.
9
5)Penerima (reciver)

Penerima adalah orang yang menerima pesan dan sebagai akibatnya


menjadi terhubungkan dengan sumber pesan. Penerima mungki dikehendaki
oleh sumber atau orang lain yang dalam keadaan apapun menerima pesan
sekali pesan itu telah memasuki saluran.

6)Penyandian balik (decoding)

Decoding adalah proses internal penerima dan pemberian makna


kepada perilaku sumber yang mewakili perasaan dan pikiran sumber.

7)Respons penerima (receiver response)

Respons ini bisa beranekaragam, mulai dari tingkat minimum hingga


tingkat maksimum. Respons minimum adalah keputusan penerima untuk
mengabaikan pesan atau tidak berbuat sesuatu setelah ia menerima pesan.
Respons maksimum adalah suatu tindakan penerima yang segera,
terbuka dan mungkin mengandung kekerasan. Komunikasi dianggap
berhasil, bila respons penerima mendekati apa yang dikehendaki oleh
sumber yang menciptakan pesan.

8)Umpan balik (feedback)

Umpan balik adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang


memungkinkannya menilai keefektifan komunikasi yang dilakukannya
untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian atau perbaikan-perbaikan
dalam komunikasi selanjutnya.

c.Tujuan Komunikasi

Gordon I. Zimmerman merumuskan bahwa kita dapat membagi


tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar. Pertama, kita berkomunikasi
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan kita, untuk
memberi makna dan pikiran kepada diri sendiri, memuaskan kepenasaran
kita akan lingkungandan menikmati hidup.
10
Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Jadi komunikasi mempunyai fungsi isi, yang
melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan
tugas dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai
bagaimana hubungan kita dengan orang lain (Mulyana, 2007: 4).

d.Fungsi Komunikasi

William I. Gorden membagi fungsi komunikasi menjadi empat


bagian, yaitu:

a.Fungsi pertama: Komunikasi Sosial

Fungsi komunuikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya


mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri
kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh
kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat
komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain.

b.Fungsi Kedua: Komunikasi Ekspresif

Dapat dilakukan sendiri maupur berkelompok. Komunikasi ekspresif


tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan
sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan
perasaan-perasaan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan
nonverbal.
c.Fungsi Ketiga: Komunikasi Ritual

Komunikasi ritula ini kadang-kadang bersifat mistik dan mungkin


sulit dipahami orang- orang diluar komunitas. Suatu komunitas sering
melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup,
yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara
kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan hingga
upacara kematian. Dalam acara tersebut orang mengucapakan kata- kata
atau menampilkan perilaku- perilaku simbolik.

11
d.Fungsi Keempat: Komunikasi Instrumental

Komunikasi ini mempunyai beberapa tujuan yaitu:


menginformasikan, mengajar, mengubah sikap dan keyakinandan mengubah
peilaku atau menggerakkan tindakandan juga menghibur. Maka kesemua
tujuan tersebut dapat disebut membujuk (persuasif). Komunikasi yang
berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung
muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya
mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan
layak diketahui. Fungsi suatu peristiwa komunikasi (communication
event)tampaknya tidak sama sekali independen, melainkan juga berkaitan
dengan fungsi-fungsi lainnya, meskipun terdapat suatu fungsi yang dominan
(Mulyana, 2007: 5-34).

e.Proses Komunikasi

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer


dan sacara sekunder.

1.Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran


dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang (syimbol) sebagai media. Dalam proses komunikasi, lambang
sebagai media primer adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain
sebagainya. Wilbur Schramm mengatakan (dalam Effendy, 2004 : 13),
bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni
paduan pengalaman dan pengertian yang pernah diperoleh oleh komunikan.
Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan pengalaman
komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila
pengalaman komunikan tidak samadengan pengalaman komunikator, akan
timbul kesukaraan untuk mengerti sama lain.

12
2.Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian


pesan oleh seseorang kepada orang laindengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama.
Proses komunikasi secara sekunder menggunakan media yang dapat
diklasifikasikan sebagai media massadan media nirmassa atau media non
massa. Model proses komunikasi menurut Philip Kotler (dalam Effendy,
2004: 18) ialah :

f.Bentuk Komunikasi

1)Komunikasi Intra Personal

Komunikasi intra personal, secara harfiah dapat diartikan sebagai


komunikasi dengan diri sendiri. Hal ini sering dijelaskan dengan proses
keika seseorang melakukan proses persepsi, yaitu proses ketika seseorang
mengintrepretasikan dan memberikan makna pada stimulus atau objek yang
diterima panca inderanya.

2)Komunikasi interpersonal

Komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai proses pertukaran


makna orang-orang yang saling berkomunikasi. Komunikasi ini dilakukan
oleh dua orang atau lebih dan terjadi kontak langsung dalam bentuk
percakapan.

3)Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah interaksi tatap muka antara tiga orang


atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi,
pemecahan masalah yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota yang lain secara cepat.

13
4)Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah suatu proses dimana organisasi media


memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas. Disisi lain
komunikasi massa juga diartikan sebagai proses komunikasi dimana, pesan
dari media dicari, digunakan dan dikonsumsi oleh audiens (Effendy, 2009:
7).

2.3 Tradisi
Menurut Funk dan Wagnalls (2013:78) istilah tradisi dimaknai
sebagai pengetahuan, doktrin, kebiasaan, dan lain-lain yang dipahami
sebagai pengetahuan yang telah diwarisikan secara turun-temurun termasuk
cara penyampaian doktrin. Jadi tradisi merupakan suatu kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat dulu sampai sekarang. Muhaimin (2017:78)
mengatakan bahwa tradisi terkadang disamakan dengan kata-kata adat
dalam pandangan masyarakat dipahami sebagai struktur yang sama. Dimana
agar dalam tradisi, masyarakat mengikuti aturan-aturan adat. Adapu
pengertian Tradsi menurut R. Redfield (2017:79) yang mengatakan bahwa
tradisi dibagi menjadi dua, yaitu great tradition ( tradisi besar) adalah suatu
tradisi mereka sendiri, dan suka berfikir dan dengan sendiri mencakup
jumlah orang yang relative sedikit. sedangkan little tradition ( tradisi kecil)
adalah suatu tradisi yang berasal dari mayoritas orang yang tidak pernah
memikirkan secara mendalam pada tradisi yang mereka miliki. Sehingga
mereka tidak pernah mengetahui seperti apa kebiasan masyarakat dulu,
karena mereka kurang peduli dengan budaya mereka. Menurut Cannadine
(2010:79) Pengertian Tradisi adalah lembaga baru di dandani dengan daya
pikat kekunoan yang menentang zaman tetapi menjadi ciptaan
mengagumkan. Jadi tradisis adalah suatu kebiasaan masyarakat dulu yang di
jaga dan dilestarikan namun di pengaruhi oleh budaya luar karena adanya
modernisasi Pengertian tradisi dalam arti sempit yaitu warisan-warisan
sosial khusus yang memenuhi syarat saja yaitu yang tetap bertahan hidup di
masa kini, yang masih kuat ikatannya dengan kehidupan masa kini. Jadi
tradisi yaitu suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
local mulai sejak dulu samapai sekarang yang dijaga dan dilestarikan.
Pengertian tradisi Menurut Cannadinne (2010:79) dilihat dari aspek benda
materialnya ialah benda material yang menunjukan dan mengingatkan
14
kaitan khususnya dengan kehidupan masa lalu. Dimana masyarakat dulu
mempercayai adanya benda-benda yang dapat melindungi mereka dari
malapetaka. Fungsi tradisi menutut Soerjono Soekanto (2011:82) yaitu
sebagai berikut ;
1. Tradisi berfungsi sebagai penyedia fragmen warisan historis yang kita
pandang bermanfaat. Tradisi yang seperti onggokan gagasan dan material
yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun
masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu. Contoh: peran yang harus
diteladani (misalnya, tradisi kepahlawanan, kepemimpinan karismtais, orang
suci atau nabi)
2. Fungsi tradisi yaitu unutk memberikan legitimasi terhadap pandangan
hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini
memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Contoh:
wewenang seorang raja yang disahkan oleh tradisi dari seluruh dinasti
terdahulu. Tradisi berfungsi menyediakan simbol identitas kolektif yang
meyakinkan, memeperkuat loyalitas 14 primordial terhadap bangsa,
komunitas dan kelompok. Contoh tradisi nasional: dengan lagu, bendera,
emblem, mitologi dan ritual umum.
3. Fungsi tradisi ialah untuk membantu menyediakan tempat pelarian dari
keluhan, ketidakpuasan, dan kekcewaan kehidupan modern. Tradisi yang
mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti
kebanggalan bila masyarakat berada dalam kritis. Tradisi kedaulatan dan
kemerdekaan di masa lalu membantu suatu bangsa untuk bertahan hidup
ketika dalam penjajahan. Tradisi kehilangan kemerdekaan, cepat atau
lambat akan merusak sistem tirani atau kedikatatoran yang tidak berkurang
di masa kini. Jadi dari ketiga fungsi diatas tradisi merupakan suatu identitas
yang dimiliki oleh masyarakat yang hidup atau bertempat tinggal didalam
suatu daerah.

15
2.4 Tabuik

Ada beberapa versi mengenai asal-usul perayaan tabuik di


Pariaman. Versi pertama mengatakan bahwa tabuik dibawa oleh orang-
orang Arab aliran Syiah yang datang ke Pulau Sumatera untuk berdagang.
Sedangkan, versi lain (diambil dari catatan Snouck Hurgronje), mengatakan
bahwa tradisi tabuik masuk ke Indonesia melalui dua gelombang.
Gelombang pertama sekitar abad 14 M, tatkala Hikayat Muhammad
diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu. Melalui buku itulah ritual tabuik
dipelajari Anak Nagari. Sedangkan, gelombang kedua tabuik dibawa oleh
bangsa Cipei/Sepoy (penganut Islam Syiah) yang dipimpin oleh Imam
Kadar Ali. Bangsa Cipei/Sepoy ini berasal dari India yang oleh Inggris
dijadikan serdadu ketika menguasai (mengambil alih) Bengkulu dari tangan
Belanda (Traktat London, 1824). Orang-orang Cipei/Sepoy ini setiap tahun
selalu mengadakan ritual untuk memperingati meninggalnya Husein. Lama-
kelamaan ritual ini diikuti pula oleh masyarakat yang ada di Bengkulu dan
meluas hingga ke Panian, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi, Banda Aceh,
Melauboh dan Singkil. Dalam perkembangan berikutnya, ritual itu satu-
persatu hilang dari daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua
tempat yaitu Bengkulu dengan sebutan Tabot dan Pariaman dengan sebutan
Tabuik. Di Pariaman, awalnya tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari
dalam bentuk Tabuik Adat. Namun, seiring dengan banyaknya wisatawan
yang datang untuk menyaksikannya, pada tahun 1974 pengelolaan tabuik
diambil alih oleh pemerintah daerah setempat dan dijadikan Tabuik Wisata.

Upacara tabuik sebagai suatu upacara yang berhubungan dengan


kepercayaan hanya dilakukan oleh masyarakat Pariaman, sedangkan
msyarakat Minangkabau luar Pariaman tidak melaksanakan upacara tabuik
16
ini. Bagi masyarakat Pariaman, penyelenggaraan upacara tabuik merupakan
warisan budaya yang tetap dipelihara hingga sekarang, dan menjadi andalan
di bidang pariwisata bagi pemerintah dan masyarakat setempat. Bagi
masyarakat Pariaman, upacara tabuik merupakan atraksi yang sangat
digemari, di samping kesenian tradisional lainnya seperti dikir, indang,
gendang tambur dan sebagainya. Pada waktu penyelenggaraan upacara
tabuik ini, Kota Pariaman menjadi sangat ramai karena banyaknya penonton
yang hadir, termasuk perantau Pariaman akan ikut pulang dan memberikan
sumbangan. Upacara tabuik menjadi salah satu identitas budaya yang
dimiliki oleh masyarakat dan daerah Pariaman, sebagaimana tercermin dari
ungkapan berikut ini: Pariaman tadanga langang, Batabuik mangkonyo rami
Dek sanak tadanga sanang Baolah tompang badan diri (Pariaman terdengar
lengang Batabuik makanya ramai Mendengar sanak sudah senang Bawalah
menumpang badan diri.) Kegiatan atau tradisi yang lazim disebut dengan
batabuik ini juga menjadi agenda tahunan masyarakat Pariaman setiap
tanggal 10 Muharam. Pada masa sekarang ini penyelenggaraan upacara
tabuik itu, tidak saja sebagai tradisi tahunan tetapi juga menjadi objek
wisata budaya bagi para pendatang (wisatawan) yang datang berkunjung ke
Kota Pariaman. Walaupun demikian, 1Di Kota Bengkulu, dikenal dengan
sebutan tabot (tabut) yang juga bermula dari kisah Husein bin Ali di Padang
Karbela. Pelaksanaan tabot memiliki kesamaan dan keberbedaan dengan
tabuik di Pariaman. Sebagaimana halnya tabuik, di Bengkulu tabot
ditampilkan setiap tahun pada bulan Muharam. Upacara ini bersifat klosal
kerena melibatkan ribuan personil mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan
dan penyelenggaraan upacara. Keterlibatan kelembagaan tidak hanya
pemerintah daerah dan masyarakat setempat tetapi juga pihak lain dari luar
Kota Pariaman (Effendi, 2005).

Upacara tabuik yang biasa dilakukan oleh masyarakat Pariaman


setiap tahunnya tergolong bentuk ritual keagamaan yang tentunya
mengandung kearifan lokal dan nilai budaya dari masyarakat
pendukungnya. Hanya saja, seiring perjalanan waktu, tidak banyak generasi
sekarang yang mengetahui esensi keagamaan dan kearaifan local yang
terkandung dari pelaksanaan upacara tabuik atau batabuik pada masyarakat
Pariaman tersebut. Padahal, kearifan lokal dalam upacara tabuik
mencerminkan ketinggian budaya masyarakat pendukungnya (Pariaman)

17
yang perlu diketahui atau dikaji lebih jauh sehingga dapat diperoleh
pemahaman tentang kehidupan dan nilai budaya yang dikandungnya. Nilai
budaya luhur tersebut seyogyanya terpelihara dan diwarisi oleh generasi
mudanya.

a.Pra Tabuik

1)Pembentukan Panitia

Pembentukan panitia TabuikPariaman dibentuk panitianya yang


terdiri dari unsur : Departemen Agama, MUI, Alim Ulama,Cerdik Pandai,
Generasi Muda, Hansip, dan unsur Abri (AH. DT. Anjah Pahlawan).

2)Pengumpulan dana

Setelah pembentukan panitia dilakukan, maka selanjutnya kegiatan


pengumpulan dana dilakukan. Dana yang diperoleh/ didapatkan dari
masyarakat dan Pemerintah Kota Pariaman.

3)Proses pengumpulan bahan-bahan pembuatan Tabuik

Setelah dana sudah terkumpul, maka bahan-bahan pembuatan


Tabuik akan dipersiapkan. Bahan-bahan dikumpulkan di satu tempat, agar
memudahkan panitia untuk membuat Tabuik. Dalam pembuatannya seluruh
masyarakat yang bisa ikut bergotong royong juga tidak terlepas dari
Pemerintah Pariaman.

b.Proses Pembuatan Tabuik

1)Mambuek Daraga (Membuat Daraga)

Daragaadalah tempat di manapara arsitek dan pekerja membuat,


menjaga dan menyelesaikan Tabuik. Di dalam proses pembuatan Tabuik,
semua alat-alat yang digunakan maupun bahan-bahan untuk keperluan
Tabuik diletakkan di Daraga, guna memfokuskan suatu pembuatan di satu
tempat. Daraga ini dibuat khusus untuk masing- masing Tabuik, baik
Tabuik subarang (seberang) maupun Tabuik pasa (pasar).
18
2)Maambiak tanah (Pengambilan Tanah)

Yaitu mengambil tanah yang dilakukan pada saat adzan Magrib.


Setelah diambil, tanah tadi diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan
dalam daraga yang berukuran panjang dan lebar 5x5 meter, kemudian
dibalut dengan kain putih, lalu diletakkan dalam peti bernama Tabuik.

3)Manabang batang pisang (menebang batang pisang)

Yaitu mengambil batang pisang dan ditanamkan dekatpusara Ketika


hiasan Tabuik selesai 50 persen, pada 5 Muharam dilakukan penebangan
batang pisang sekali tebas dengan sebilah pedang tajam.
Dalam prosesi ini batang pohon pisang harus terpotong dalam satu
tebasan. Yang menebas batang pisang haruslah laki – laki yang
menggunakan semacam baju silat. Untuk menebasnya, biasanya penebas
menggunakan pedang yang sudah diasah agar tajam setajam-tajamnya
(Blog.ugm.ac.id, 4 Maret 2014).

4)Maatam (ekspresi kesedihan)

Prosesi maatam dilaksanakan setelah shalat dzuhur oleh orang


(keluarga) penghuni rumah Tabuik. Secara beriringan mereka berjalan
mengelilingi daraga sambil membawa peralatan ritual Tabuik (jari-jari,
sorban, pedang husen) sambil menangis meratap-ratap.Maatam dilakukan
pada tanggal 7 Muharam oleh penghuni daraga.

5)Maarak panja (mengarak jari)

Prosesi ini dilakukan pada tanggal 7 Muharam, hari yang sama


dengan upacara maatam panja. Panja merupakan sebuah kubah yang terbuat
dari kertas kaca dan dibingkai bambu. Kertas digambari dengan tangan
dengan jari-jari yang putus. Panja akan diarak keliling kampung. Kelompok
ini akan memperlihatkan kepada masyarakat bagaimana kesediahan mereka.
6)Maarak sorban (mengarak sorban)

19
Yaitu membawa sorban berkeliling kampung yang diiringi dengan
Tabuik lenong dan Gandang Tasa. Maarak sorban dilakukan pada tanggal 8
Muharam pada malam hari (Anjah Pahlawan, 1997: 1).

c.Hari H (Acara Puncak)

1)Tabuik naiak pangkek (Tabuik naik pangkat)

Prosesi ini berada di hari utama yaitu tanggal 10 Muharam. Tabuik


naik pangkek dilaksanakan pada pagi hari. Pada pagi hari ‘Tabuik’ dari
kedua wilayah, Pasa (balai) dan Subarang, akan dikeluarkan dari rumahnya.
Kedua ‘Tabuik’ itu akan diarak hingga bertemu. Setelah bertemu Tabuik
pun akan dipasangkan menjadi satu kesatuan ‘Tabuik’ yang utuh.

2)Pesta hoyak Tabuik (tanggal 10 muharam)

Sepanjang hari tanggal 10 muharam mulai pada pukul 09.00 wib dua
Tabuik pasar dan Tabuik subarang dibawa kelokasi. Prosesi ini merupakan
yang paling meriah. Tabuik diarak oleh rombongan ke Pantai Gandoriah
untuk dihanyutkan. Sudah menjadi kepercayaan sisa-sisa dari Tabuik dapat
menjadi jimat agar larisnya dagangan (Brosur Dinas Kebudayaan Dan
Pariwisata Kota Pariaman 2012).

3) Mambuang Tabuik (membuang Tabuik)

Yaitu membawa Tabuik ke pantai dan dibuang ke laut. Membuang


Tabuik dilakukan kira-kira pukul 18.00 WIB dan Tabuik langsung dibuang
ke laut yang disaksikan oleh orang banyak. Setelah Tabuik dibuang,
masyarakat akan kembali kerumahnya masing-masing (Anjah Pahlawan,
1997: 2).

2.5 Teori Interaksi Simbolik

20
Teori interaksi simbolik bermula dari interaksionisme simbolik yang
digagas oleh George Herbert Mead yakni sebuah perspektif sosiologi yang
dikembangkan pada kisaran pertengahan abad 20 dan berlanjut menjadi
beberapa pendekatan teoritis yaitu aliran Chicago yang diprakarsai oleh
Herbert Blumer, aliran Iowa yang diprakarsai oleh Manford Kuhn, dan
aliran Indiana yang diprakarsai oleh Sheldon Stryker.

Ketiga pendekatan teoritis tersebut mempengaruhi berbagai bidang


disiplin ilmu salah satunya ilmu komunikasi. Teori interaksi simbolik dapat
diterima dalam bidang ilmu komunikasi karena menempatkan komunikasi
pada baris terdepan dalam studi eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.
Interaksionisme simbolik sebagai perspektif sosiologi dapat kita runut asal
muasalnya saat idealisme Jerman atau pre-Sokratik, dan mulai berkembang
pada akhir abad 19 dan awal abad 20 yang ditandai dengan berbagai tulisan
dari beberapa tokoh seperti Charles S. Peirce, William James, dan John
Dewey. Interaksionisme simbolik lahir ketika diaplikasikan ke dalam studi
kehidupan sosial oleh para ahli sosiologi seperti Charles H. Cooley, W.I.
Thomas, dan George Herbert Mead. Dari sekian banyak ahli sosiologi yang
menerapkan interaksionisme simbolik, Mead-lah yang secara khusus
melakukan sistematisasi terhadap perspektif interaksionime simbolik.

George Herbert Mead menjelaskan bahwa manusia termotivasi untuk


bertindak berdasarkan pemaknaan yang mereka berikan kepada orang lain,
benda, dan kejadian. Pemaknaan ini diciptakan melalui bahasa yang
digunakan oleh manusia ketika berkomunikasi dengan pihak lain yakni
dalam konteks komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal dan
komunikasi intrapersonal atau self-talk atau dalam ranah pemikiran pribadi
mereka. Bahasa sebagai alat komunikasi memungkinkan manusia
mengembangkan sense of self dan untuk berinteraksi dengan pihak lain
dalam suatu masyarakat. Dikarenakan pemikiran Mead tidak pernah dapat
dipublikasikan, Herbert Blumer kemudian mengumpulkan, menyunting, dan
mempublikasikan pemikiran Mead ke dalam sebuah buku bertajuk Mind,
Self, and Society (1937) sekaligus memberikan nama dan mengenalkan
istilah teori interaksi simbolik.
Terdapat dua pengertian mengenai interaksionisme simbolik atau
teori interaksi yang diutarakan oleh para ahli, yaitu : Herbert Blumer
21
mendefinisikan interaksionisme simbolik atau teori interaksi simbolik
sebagai sebuah proses interaksi dalam rangka membentuk arti atau makna
bagi setiap individu. Scott Plunkett mendefinisikan interaksionisme
simbolik sebagai cara kita belajar menginterpretasi serta memberikan arti
atau makna terhadap dunia melalui interaksi kita dengan orang lain.

Menurut Herbert Blumer, teori interaksi simbolis menitikberatkan


pada tiga prinsip utama komunikasi yaitu meaning, language, dan thought.
Meaning ; Berdasarkan teori interaksi simbolis, meaning atau makna tidak
inheren ke dalam obyek namun berkembang melalui proses interaksi sosial
antar manusia karena itu makna berada dalam konteks hubungan baik
keluarga maupun masyarakat. Makna dibentuk dan dimodifikasi melalui
proses interpretatif yang dilakukan oleh manusia. Language ; Sebagai
manusia, kita memiliki kemampuan untuk menamakan sesuatu. Bahasa
merupakan sumber makna yang berkembang secara luas melalui interaksi
sosial antara satu dengan yang lainnya dan bahasa disebut juga sebagai alat
atau instrumen. Terkait dengan bahasa, Mead menyatakan bahwa dalam
kehidupan sosial dan komunikasi antar manusia hanya mungkin dapat
terjadi jika kita memahami dan menggunakan sebuah bahasa yang sama.
Thought ; Thought atau pemikiran berimplikasi pada interpretasi yang kita
berikan terhadap simbol. Dasar dari pemikiran adalah bahasa yaitu suatu
proses mental mengkonversi makna, nama, dan simbol. Pemikiran termasuk
imaginasi yang memiliki kekuatan untuk menyediakan gagasan walaupun
tentang sesuatu yang tidak diketahui berdasarkan pengetahuan yang
diketahui. Misalnya adalah berpikir.

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan


hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan
secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini dan dalam
prosesnya, dijelaskan pula kerangka asumsi teori ini (West, 2009: 98).
Interaksi simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang
komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer
memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoretis dan metodologis dari
interaksi simbolik (Sobur, 2003: 196-197).

22
a.Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman.
Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol- simbol.
b.Berbagai makna dipelajari melalui interaksi diantara orang-orang.
Makna muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-
kelompok sosial.
c.Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi
diantara orang-orang.
d.Tingkah laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian
pada masa lampau saja, namun juga dilakukan secara sengaja.
e.Pikiran terdiri atas sebuah percakapan internal, yang merefleksikan
interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.
f.Tingkah laku terbentuk atau tercipta didalam kelompok sosial selama
proses interaksi.
g.Kita tidak bias memahami pengalaman seorang individu dengan
mengamati tingkah lakunya saja. Pemahaman dan pengertian seseorang
akan berbagai hal harus diketahui.
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan
hubungannya dengan masyarakat. Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes
(1993) mengatakan bahwa ada tiga tema besar: (West, 2009: 98-103).

a)Pentingnya makna bagi perilaku manusia.

Teori interaksi simbolik berpegang bahwa individu membentuk


makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat
intrinsikterhadap apa pun. Menurut La Rossa dan Reitzes, tema ini
mendukung tiga asumsi yang diambil dari karya Herbert Blumer.
Asumsinya adalah: 1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya
berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka. 2. Makna
diciptakan dalam interaksi antar manusia. 3. Makna dimodifikasi melalui
proses interpretif.

b)Pentingnya konsep mengenai diri.


23
Konsep diri adalah seperangkat perspektif yang relative stabil
dipercayai orang menegenai dirinya sendiri. Tema ini memiliki dua asumsi
menurut La Rossa dan Reitzes: 1. Individu-individu mengembangkan
konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. 2. Konsep diri memberikan
motif yang penting untuk perilaku.

c)Hubungan antara individu dengan masyarakat.

Berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan batasan


sosial. Asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah: 1. Orang dan
kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial. 2. Struktur sosial
dihasilkan melalui interaksi sosial.
Teori ini menyediakan pandangan yang menonjol mengenai perilaku
komunikasi antarmanusia dalam konteks yang sangat luas dan bervariasi.
Teori ini dikembangkan dengan baik, mulai dari peranandiri dan kemudian
berkembang pada pelajaran mengenai diri dalam masyarakat.

Tiga konsep dasar penting dalam pemikiran mead tentang teori


interaksi simbolik:

1.Pikiran

Mead mendefinisikan pikiran (mind) sebagai kemampuan untuk


menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama dan Mead
percaya bahwa manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi
dengan orang lain. Dalam pikiran, bahasa dan simbol signifikan sangat
bergantung. Bayi tidak dapat benar-benar berinteraksi dengan orang lainnya
sampai ia mempelajari bahasa dan bahasa bergantung pada apa yang disebut
Mead sebagai simbol signifikan, atau simbol-simbol yang memunculkan
makna yang sama bagi banyak orang. Dengan menggunakan bahasa dan
berinteraksi dengan orang lain, bisa mengembangkan apa yang dikatakan
Mead sebagai pikiran dan mampu menciptakan setting interior bagi
masyarakat yang dilihat beroperasi diluar diri. Menurut Mead, salah satu
dari aktivitas penting yang diselesaikan orang melalu pemikiran adalah
24
pengambilan peranatau kemampuan untuk secara simbolik menempatkan
dirinya sendiri dalam diri khayalan dari orang lain.

2.Diri

Mead mendefinisikan diri (self) sebagai kemampuan untuk


merefleksikan diri kita sendirindari perspektif orang lain. Diri berkembang
dari sebuah jenis pengambilan peran yang khusus, maksudnya
membayangkan bagaimana kita dilihat oleh orang lain. Mead menyebut hal
tersebut sebagai cermin diri atau kemampuan kita untuk melihat diri kita
sendiri dalam pantulan dari pandangan orang lain.
Ketika Mead berteori mengenai diri, ia mengamati bahwa melalui
bahasa orang mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi
dirinya sendiri. Sebagai subjek kita bertindak dan sebagai objek kita
mengamati diri kita sendiri bertindak. I bersifat spontan, impulsive dan
kreatif, sedangkan me lebih relaktif dan peka secara sosial.

3.Masyarakat

Masyarakat sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan


manusia. Individu-individu terlibat melalui perilaku yang mereka pilih
secara aktif dan sukarela. Jadi masyarakat menggambarkan keterhubungan
beberapa perangkat perilaku yang terus disesuaikan oleh individu-individu
(West, 2009: 104-108).

2.6 Penelitian Terdahulu

25
Penelitian serupa terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis
dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang
digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Penulis mengangkat
judul penelitian yang berbeda namun memiliki konseptual yang sama pada
penelitian terdahulu. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa jurnal
terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.
N Teori/Metode
Nama Peneliti Tahun Judul Jurnal/Skripsi Yang
o
Digunakan
1 Suci Murni 2013 Makna Simbol komunikasi Metode yang
Dalam Tradisi Maantau digunakan dalam
Limay Kasai di Desa penelitian ini
adalah Deskriptif
Terantang Kecamatan
kualitatif.
Tambang, kampar, Riau.

2 Herlindawati 2003 Simbol Komunikasi Non Metode yang


Verbal Dalam Balimau digunakan dalam
Kasai di Desa Kampar. penelitian ini
adalah Deskriptif
kualitatif.

2.7 Kerangka Pemikiran


26
Adapun kerangka pikir dari Interaksionisme Simbolik Dalam Tradisi
Tabuik Di Msayarakat Kota Pariaman yaitu :

Receiver

Interaksi Simbolik Sender

Chanel

Feedback

Sumber : Modifikasi Penulis, Tahun 2022 Tradisi Tabuik

BAB III
27
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Pada penelitian ini penulis menggunakan tipe penulisan deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nazir (1988), metode deskriptif
merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu
objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pda masa sekarang. Sedangkan menurut Whitney (1960), metode
deskriptif adalah pencarian fakta degan interpretasi yang tepat. Karakteristik
penelitian kualitatif diantaranya bersifat deskriptif yaitu data yang
dikumpulkan adalah berupa kata kata, gambar dan bukan angka angka.
Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan kutipan data untuk
memberi gambaran penyajian laporan, yang mungkin berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, foto , dokumen pribadi, catatan atau memo
dan dokumen resmi lainnya.

3.2 Subjek dan Objek Penelitian


Subjek penelitian adalah masyarakat Kota Pariaman dan
Turis/Pendatang. Objek penelitian adalah interaksi simbolik pada tradisi
tabuik.

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pariaman.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai November hingga Desember 2021.

28
4.2 Sumber Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan dengan beberapa
teknik yang saling mendukung satu sama lain yaitu data sekunder dan data
primer.
1 Masyarakat Pariaman

2 Usia 24-35 Tahun (Kategori Dewasa)

3 Jenis kelamin (Laki-laki & Perempuan)

4 Lama tinggal di Pariaman (Minimal 3 Tahun)

Data Primer yaitu data yang didapat dari masyarakat Pariaman sendiri.
Untuk mendapatkan data dalam memperkuat penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Dimana
purposive sampling ini adalah pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-
kriteria tertentu (Sugiyono, 2008). Adapun kriteria-kriteria yang termasuk dalam
pengambilan sampel ini :

29
2. Data Sekunder yaitu data dari sumber lain yang dapat mendukung
penelitian ini, seperti studi ke perpustakaan terhadap teori yang relevan
dengan penelitian ini.

4.3 Teknik Pengumpulan Data


Peneliti akan menggunakan beberapa tehnik untuk proses

pengambilan data nya sebagai berikut :

1. Observasi.

Observasi merupakan metode awal untuk mengumpulkan data,

dalam penelitian ini peneliti akan melakuan obeservasi mendalam secara

menyeluruh terhadap tahapan tradisi tabuik. Dalam hal ini, peneliti langsung

melakukan observasi dengan melihat prosedur tradisi tabuik hingga tahap

pelaksanaannya.

2. Wawancara

Peneliti akan melakukan wawancara tanya jawab secara langsung

dengan masyarakat Pariaman, dalam hal ini yang terjun langsung dalam

tradisi tabuik ataupun masyarakat yang ahanya menyaksikan. Dengan tujuan

peneliti mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai yang

dibutuhkan dalam penelitian guna membantu kevalidan data yang didapat.

Dalam hal ini, peneliti mewawancari tiga orang informan, yang mana ketiga

infoman ini adalah Masyarakat Paraiaman yang tinggal di Pariaman

minimal 3 tahun terakhir dan tidak pernah absen mengikuti kegiatan tabuik.

3. Dokumentasi

30
Dokumentasi yaitu mencatat hal-hal penting selama penelitian

berlangsung. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai

sumber, karena dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji,

menafsirkan, bahkan untuk meramalkan . Dokumen adalah setiap bahan

tertulis ataupun foto yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan

seorang penyidik. Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang

stabil, serta berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian (Moleong, 1994:

216-217). Dalam hal ini, peneliti memiliki foto dokumentasi bersama

informan setelah melakukan tahapan wawancara. Selain itu, peneliti juga

mendapatkan dokumentasi foto ketika informan ikut serta dalam prosesi

tabuik.

4. Studi literatur.

Data dari studi literatur berupa pengumpulan bahan dan informasi

dari buku, jurnal, media massa dan hasil penelitian terdahulu yang terkait

dengan sejumlah bahasan dalam penelitian ini. Dalam hal ini, peneliti

banyak mencari sumber terkait teori dan bahan studi kepustakaan terkait

penelitian di beberapa tempat seperti perpustakaan kota dan perpustakaan

kampus. Selain itu, peneliti juga mencari informasi terkait jurnal dan skripsi

secara online untuk memperkuat data penelitian ini.

4.4 Teknik Analisis Data

31
Penelitian “Interaksionisme Simbolik Dalam Tradisi Tabuik Di Kota
Pariaman” ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam penelitian
kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses
penelitian dilaksanakan. Kemudian data yang diperoleh dikumpulkan untuk
diolah dimulai dari observasi, dokumentasi, mereduksi, selanjutnya aktifitas
penyajian data serta menyimpulkan data.
Analisis data menurut bogdan dan Biklen Dalam Moleong (2007 :
248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah - milah menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensitesiskan nya, mencari dan menemukan pola. Selanjutnya
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.

4.5 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Penelitian kualitatif diragukan kebenaranya karena beberapa hal,
yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian
kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi
mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi
tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang kredibel akan
mempengaruhi hasil akurasi penelitian. oleh karena itu, peneliti memakai
triangulasi sebagai cara untuk menentukan keabsahaan data. Analisis
Triangulasi yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti
kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya) yang tersedia
(Kriyantono, 2010:72). Dua macam analisis triangulasi yang dipakai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

1). Triangulasi Sumber


32
Menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai sumber
memperoleh data. Dalam triangulasi dengan sumber yang terpenting adalah
mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut.
Penelitian ini melalui wawancara dan observasi. penulis bisa menggunakan
pengamatan berperan serta, dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah,
catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi, dan gambar atau foto (Sugiyono,
2016:241).
2.) Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan mengumpulkan data dengan
metode lain. Sebagaimana diketahui, dalam penelitian kualitatif peneliti
menggunakan metode wawancara, observasi, dan survei. Untuk
memperoleh kebenaran informasi yang tepat dan gambaran yang utuh
mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan dari metode-
metode tersebut. Peneliti dapat menggabungkan metode wawancara bebas
dan wawancara terstruktur. Peneliti dapat juga menggunakan wawancara
dan observasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu,
peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek
kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan
diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu,
triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari
subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian,
jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film,
novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan.

33
Sumber : https://pddi.lipi.go.id/

Sutopo, 2006, mengemukakan bahwa bentuk dan strategi penelitian


terarah pada penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif yang mengarah pada
pendeskripsian secara rinci dan mendalam baik pada kondisi maupun
proses, dan juga hubungan atau saling keterkaitannya mengenai hal-hal
pokok yang ditemukan pada sasaran penelitian. Metode ini dipilih karena
adanya ketepatan strategi dengan hasil yang ingin dicapai dan kesesuainnya
dengan paradigma yang digunakan. Penelitian yang digunakan merupakan
penelitian lapangan yang berjenis penelitian kebijakan dengan bentuk studi
kasus terpancang tunggal karena karakteristik lokasi atau konteksnya yang
seragam. Proses penelitian dengan metode kualitatif ini akan berdasarkan
pada panduan prosedur yang sistematik sesuai dengan teori Creswell, 2003.
Pada metode ini keseluruhan perspektif akan dilihat dalam sudut
pandang tahapan penelitian yang saling bertautan dan memiliki
keterhubungan kuat dengan data-data utama penelitian agar menghasilkan
justifikasi yang koheren. Berkaitan dengan hal tersebut maka pada metode
penelitian kualitatif ini akan digunakan model perbedaan triangulasi agar
dapat menghasilkan sebuah justifikasi yang koheren dalam mengartikan

34
komponen utama bagi perancangan tata kelola TI. Menurut Sutopo, 2006,
triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan
validitas data dalam penelitian kualitatif. Dalam kaitannya dengan hal ini,
dinyatakan bahwa terdapat empat macam teknik triangulasi, yaitu (1)
triangulasi data/sumber (data triangulation), (2) triangulasi peneliti
(investigator triangulation), (3) triangulasi metodologis (methodological
triangulation), dan (4) triangulasi teoritis (theoritical triangulation). Pada
dasarnya triangulasi ini merupakan teknik yang didasari pola pikir
fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik
kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya dari satu sudut pandang
saja. Model penelitian triangulasi data yang mengarahkan peneliti dalam
mengambil data harus menggunakan beragam sumber data yang berbeda-
beda. Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya
apabila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Oleh karena itu
triangulasi data sering pula disebut sebagai triangulasi sumber. Teknik
triangulasi sumber dapat menggunakan satu jenis sumber data misalnya
informan, tetapi beberapa informan atau narasumber yang digunakan perlu
diusahakan posisinya dari kelompok atau tingkatan yang berbeda-beda.
Teknik triangulasi sumber dapat pula dilakukan dengan menggali informasi
dari sumber-sumber data yang berbeda jenisnya, misalnya narasumber
tertentu, dari kondisi tertentu, dari aktivitas yang menggambarkan perilaku
orang, atau dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen.

35

Anda mungkin juga menyukai