Anda di halaman 1dari 2

Pro

Saat ini harga minyak mentah dunia sudah menembus angka USD83 per barel untuk jenis
Brent. Kenaikan harga minyak mentah secara rata-rata telah mencapai 23% sejak awal 2018.
Sampai akhir tahun estimasi harga minyak sangat mungkin menembus USD 90–95 per
barel. Padahal asumsi harga minyak di APBN 2018 awalnya hanya USD48 per barel. Faktor
sanksi yang dilakukan Trump terhadap Iran berupa boikot minyak berpengaruh terhadap
pasokan minyak dunia. Negara penghasil minyak besar lainnya seperti Venezuela sedang
dilanda chaos yang berlarut-larut. Belum lagi setelah Arab Spring, negara seperti Libya
terpecah dalam banyak faksi yang mengganggu stabilitas pasokan minyak negara yang
pernah dipimpin Muammar Qaddafi itu.

Kondisi naiknya harga minyak dunia diperburuk oleh pelemahan kurs rupiah. Maklum,
sebagai negara net imported minyak yang tiap hari menyedot 800.000 barel minyak impor,
faktor kurs yang naik turun juga punya risiko tersendiri. Rupiah sepanjang tahun melemah
lebih dari 10%. Depresiasi rupiah jadi salah satu yang terburuk di kawasan ASEAN. Jika
harga minyak USD83 per barel, maka impor 800.000 barel membutuhkan dolar setidaknya
USD66,4 juta per harinya. Dengan harga subsidi yang makin menjauhi harga keekonomian,
jelas Pertamina harus diselamatkan.

Sekarang opsi pertama adalah menaikkan harga BBM subsidi dan penugasan, baik premium
maupun solar. Defisit migas bisa sedikit ditekan karena permintaan BBM dalam negeri turun
seiring naiknya harga jual di SPBU. Kurs rupiah pun sedikit punya ruang menghadapi liarnya
dolar AS. Konsekuensi negatifnya tidak sedikit, harga kebutuhan pokok yang rentan
terdorong imported inflation (tekanan kurs rupiah) bisa menyebabkan inflasi bergerak naik
pada akhir tahun ini. Gelombang protes tentu tak mudah ditangani rezim yang sedang
berusaha melanggengkan kuasa jelang pemilihan presiden. Elektabilitas bisa turun karena
dianggap tidak berempati terhadap rakyat kebanyakan.

Kontra
Opsi kedua sesuai janji pemerintah, yakni menjaga harga BBM dan tarif listrik tidak naik
sampai 2019. Memang dari sisi politik amat populis. Pemerintah tinggal menaikkan lagi
subsidi BBM dalam APBN. Toh, selama ini utak-atik subsidi energi tidak butuh ketok palu
dari DPR karena mekanismenya bisa tanpa APBN Perubahan. Satu lagi yang bisa dilakukan
pemerintah untuk menyelamatkan Pertamina, yaitu dengan menyuntik PMN (Penyertaan
Modal Negara) agar likuiditas BUMN tersebut kembali segar.

Pos belanja bisa diambil dari pos lainnya, pemerintah paling ahli soal rekayasa anggaran
begini. Utang-utang pemerintah ke Pertamina dalam bentuk subsidi BBM bisa dilunasi lebih
cepat dari jadwal. Pemerintah tinggal terbitkan surat utang lagi. Prioritas utama,
rakyat happy harga BBM tidak naik, inflasi rendah, dan Pertamina bisa melanjutkan
operasionalnya tanpa gangguan signifikan.

Namun, opsi pertama dan kedua ini tentu sama-sama memusingkan kepala para pejabat di
Istana. Maka itu, terbuka jalan untuk opsi ketiga, beban Pertamina misalnya BBM satu harga
yang ditanggung balance sheet Pertamina bukan dengan APBN harus dievaluasi ulang. Ide
BBM satu harga merupakan ide teramat mulia karena kita memang harus memikirkan
disparitas harga BBM antara saudara kita di Jawa dengan di daerah terpencil dan terluar
republik ini. Masalahnya, ide yang suci itu harus berpijak pada realitas kondisi tekanan
ekonomi, potential loss Pertamina membengkak. BBM satu harga sekali lagi harus dievaluasi
ulang alias perlahan distop.

Selain menyelamatkan kas Pertamina dari BBM satu harga, usulan untuk menaikkan harga
BBM nonsubsidi memang perlu diberikan keleluasan bagi Pertamina. Lapor melapor ke
Kementerian ESDM hanya sekadar pemberitahuan. BBM nonsubsidi merupakan hak
Pertamina secara bisnis dan disesuaikan dengan mekanisme pasar. Jika harga pertamax
dex naik itu karena harga minyak dunia dan kurs rupiah jadi dasar penentuan utama. Tugas
pemerintah adalah memitigasi dampak ke sektor riil.

Anda mungkin juga menyukai