Dosen Pembimbing:
Arnita Kusumaningrum
Disusun oleh:
Apipah 10518983
Latifa Sekar Palupi 13518751
Nadhira Salsabila 15518116
Nadya Halfitasari 15518158
Ravilah Jihan Madani 15518934
Wahyu Indah Jatifah 17518288
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
ATA 2020/2021
1. Definisi Psikologi Rekayasa
Psikologi Kerekayasaan (Engineering Psychology) dikenal di
Amerika, sementara itu psikologi rekayasa di Eropa dikenal dengan
sebutan Ergonomic yang mengantisipasi pada pemahaman terhadap
kecakapan Sumber Daya Manusia dalam kaitannya sistem manusia dengan
mesin, termasuk rancangan peralatan kerja dan pemesinan (mekanik)
untuk meningkatkan produktivitas dan keamanan para pegawai.
Menurut Chapanis (1976;698), Ilmu yang mempelajari tentang
penemuan dan penerapan suatu kedudukan terhadap proses yang berkaitan
dengan perilaku interaksi antara manusia, mesin, peralatan, dan
lingkungan kerja.
Perangkat dan peralatan kerja, mesin- mesin dirancang bagi
pengoperasian karyawan secara efisien dan efektif. Bagaimana pun
manusia dibatasi oleh bentuk-bentuk kekuatan, reaksi waktu, koordinasi,
kepekaan alat indra dalam menangkap suara, warna, kelembaban udara
yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja.
2. Sejarah Perkembangan Keilmuan
Sejarah perkembangan psikologi kerekayasan (Engineering
Psychology) sebetulnya paralel dengan sejarah manusia itu sendiri yang
dimulai sejak mereka menerapkan berbagai perkakas dan peralatan untuk
menunjang kegiatan sehari-hari. Namun secara sistematis, dapat dikatakan
bahwa kemunculan Engineering Psychology terjadi pada akhir abad ke-19
dengan dilakukannya kajian yang sistematis mengenai manusia dan
pekerjaannya. Sejarah ini dimulai pada tahun 1880 oleh Frederick W.
Taylor yang melakukan penelitian untuk menentukan kombinasi ukuran
sekop dan berat pengangkatan untuk pekerjaan pemindahan bijih besi di
suatu perusahaan baja. Kajian Taylor dikombinasikan dengan prestasi
kerja yang ternyata berhubungan dengan dampak dari insentif dan
motivasi kerja. Dalam penelitiannya, Taylor menggunakan salah satu
indikator performansi yang menjadi salah satu tonggak sejarah dalam
keilmuan engineering dan psychology yaitu pengukuran performansi
dengan kriteria waktu. Kajian Taylor ini terkenal dengan "time study". Tak
lama setelah kajian Taylor. Frank dan Lillian Gilbreth (tahun 1909)
melakukan suatu kajian mengenai gerakan dasar pekerja saat melakukan
pekerjaan. Dengan mengamati pekerjaan memasang bata saat mengerjakan
pekerjaan bangunan, Frank dan Lillian Gibreth menemukan bahwa saat
melakukan pekerjaan, pemasangan bata. Dengan merancang sejenis alat
bantu dan menghilangkan gerakan kerja yang tidak efisien, hasil kajian
Frank dan Lillian Gilbreth berhasil meningkatkan produktivitas pekerja
dalam melakukan pekerajaan pemasangan bata dari semula 120 unit per
orang dalam satu jam menjadi 350 unit per orang per jam. Studi gerakan
yang dilakukan oleh Gilbreth kemudian dikembangkan lebih lanjut.
Sehingga melahirkan konsep motion study. Dengan konsep ini, Gilbreth
berhasil membagi gerakan pekerjaan atas sub-gerakan dan lebih jauh
menjadi gerakan dasar (basic motion). Lebih jauh, studi waktu yang
dikenalkan Taylor pada awalnya banyak digunakan untuk menentukan
waktu standar suatu pekerjaan, sedangkan studi gerakan oleh Gilreth
digunakan untuk perbaikan metode kerja. Konsep time study dan motion
study yang tadinya seolah terpisah, kemudian menjadi satu kesatuan yang
disebut time and motion study.
2.1 Frederick W. Taylor dan Studi Waktu
Frederick W. Taylor (1856-1915) dikenal sebagai "Bapak
Manajemen Ilmiah" karena usahanya dalam meningkatkan efisiensi kerja
di industri. Taylor merupakan orang pertama yang memperkenalkan
konsep studi waktu dengan menggunakan stopwatch untuk mempelajari
suatu pekerjaan. Lebih jauh, Taylor tidak hanya memperkenalkan teknik
ini, tetapi juga berhasil mendemonstrasikan keunggulan teknik
pengukuran waktu untuk perbaikan kerja. Atas keberhasilannya dan
usahanya ini, Taylor juga dikenal sebagai "Bapak Studi Waktu" Frederick
W. Taylor dilahirkan di Philadelphia, Pennsylvania, USA dari keluarga
yang terpandang. Sempat diterima di Universitas Harvard, Taylor tidak
sempat mengikuti perkuliahan karena mengalami masalah kesehatan
pada matanya, atas nasihat dokter yang merawatnya, tahun 1878 Taylor
bekerja di perusahaan baja Midvale Steel Works. Taylor memulai
kariernya sebagai buruh, kemudian berkembang menjadi operator mesin,
supervisor dan pada umur 31 tahun menjadi Chief Engineer. Pada tahun
1883, setelah bertahun-tahun kuliah sambil bekerja Taylor berhasil lulus
dari Stevens Institute sebagai insinyur teknik mesin. Di perusahaan inilah
Taylor melakukan studi waktu dengan menggunakan stopwatch yang
menjadi tonggak sejarah dalam perkembangan teknik industri.
2.2 Percobaan Taylor
Di perusahaan tempatnya bekerja, Taylor mengamati pekerjaan
pemindahan biji besi. Berdasarkan dari rumah dengan ukuran yang
berbeda-beda. Pada saat melakukan pekerjaannya, masing-masing
pekerja juga melakukan teknik yang berbeda-beda tergantung ukuran
sekop yang dibawa. Dalam pengamatannya, ada pekerja yang dapat
memindahkan bijih besi dalam jumlah banyak dengan sekop yang besar
dan ada juga yang hanya mampu memindahkan sedikit bijih besi.
Ternyata sekop yang besar tidak menjamin produktivitas yang tinggi
karena pekerja juga cepat mengalami kelelahan. Berdasarkan
pengamatan lebih lanjut, Taylor berpendapat bahwa ukuran sekop yang
membuat metode kerja pekerja juga berbeda-beda schingga hasil kerja
juga bervariasi. Taylor berpendapat bahwa ukuran sekop harus
diseragamkan unruk meningkatkan produktivitas. Taylor kemudian
melakukan suatu percobaan untuk menentukan ukuran sekop yang paling
sesuai digunakan sehingga dapat memberikan hasil kerja yang terbaik.
Setelah memperoleh izin untuk melakukan studi mengenai
pekerjaan pemindahan bijih besi dari atasannya, Taylor kemudian
memilih pekerja yang cukup representatif untuk menjadi subjek
percobaan. Kepada pekerja Taylor mengatakan akan menggandakan
upahnya jika menjadi subjek percobaan. Untuk percobaan, Taylor
mempersiapkan beberapa alternatif ukuran sekop untuk pekerjaan
pemindahan bijih besi. Dalam percobaan, Taylor juga merancang durasi
kerja yang harus dilakukan, lamanya waktu istirahat pekerja, frekuensi
istirahat dan variasi ukuran sekop yang digunakan. Pada saat percobaan,
Taylor melakukan pengamatan terhadap gerakan kerja pekerja dan
mengukur setiap elemen gerakan dengan menggunakan stopwatch.
Berdasarkan kajiannya, Taylor memperoleh hasil ukuran sekop 21,5 Ib
memberikan hasil kerja yang optimal. Ukuran ini kemudian dijadikan
standar dan kemudian diterapkan di perusahaan.
Setelah rekomendasi Taylor diterapkan, yaitu ukuran sekop standar
21.5, hasilnya sungguh mengagumkan. Jumlah pekerja untuk
pemindahan bijih besi yang tadinya berkisar antara 400-600 orang dapat
dikurangi menjadi 140 orang. Biaya pemindahan biji besi dapat
dikurangi dari 7-8 sen menjadi 3 sampai 4 sen per ton. Lebih jauh,
rekomendasi Taylor dapat menurunkan ongkos produksi secara total
sebesar 78.000 dolar per tahun, Sehagai tambahan, perusahaan mulai
memberikan sistem bonus atau insentif bagi pekerja yang hasil
pekerjaannya di atas standar yang ditetapkan. Berdasarkan keberhasilan
studi ini, Taylor kemudian mencoba mengembangkan lebih lanjur
pedoman untuk meningkatkan efisiensi kerja.
2.2.1 Pedoman Taylor untuk meningkatkan Efisiensi Kerja
Berdasarkan pengalamannya, Taylor membuat pedoman
tentang meningkatkan efisiensi kerja (Meyers, 1999: 9):
1) Kembangkan suatu kajian bagi tiap-tiap unsur pekerjaan
seseorang yang menggantikan metode lama yang bersifat
untung- untungan.
2) Pilih pekerja terbaik untuk masing-masing pekerjaan dan
latih pekerja tersebut dengan metode yang telah
dikembangkan.
3) Kembangkan semangat kerjasama antara pihak
manajemen dan pekerja dalam melaksanakan metode
cara yang bersifat untung-untungan yang telah
dikembangkan.
4) Bagilah pekerjaan secara merata antara manajemen dan
pekerja, masing-masing melakukannya dengan usaha
terbaik.
Sebelum Taylor mengembangkan pedomannya, masing-
masing pekerja di perusahaan memilih sendiri pekerjaan
mereka, bekerja dengan cara sendiri dan mengembangkan
metode kerja secara "trial and error". Menurut Taylor,
seharusnya manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan
yang sesuai bagi pekerja dan melatihnya sehingga pekerja
mempunyai keterampilan tertentu. Lebih lanjut, pihak
manajemen disarankan mengambil alih pekerjaan-pekerjaan
yang tidak sesuai bagi pekerja terutama perencanaan,
pengawasan, pengalokasian kerja dan pengorganisasian.
2.3 Frank (1868-1924) dan Lillian Gilbreth (1878-1927) dengan Studi
Gerakan
Frank dan Lillian Gilbreth dianggap sebagai "The parents of
Motion Study" (Meyers, 1999). Frank B Gilbreth dilahirkan di Faırfield,
Maine pada tahun 1868. Frank memulai kariernya sebagai buruh
bangunan dengan pekerjaan yang paling dasar, yaitu sebagai pekerja batu
bata, sampai kemudian menjadi kontraktor bangunan yang sukses. Pada
saat bekerja sebagai pokaya dan kontraktor bangunan inilah Frank
menemukan ketidakefisienan gerakan pekerj dalam memasang batu bata
lrank selanjutnya melakukan pereobaan untuk mengefivenkun gerakan
pekerja pada saat memasang bata.
Pada tahun 1904 Frank menikahi Lillian, seorang psikolog yang
tidak hanya memberinya 12 orang, anak, tetapi juga banyak berkontribusi
pada kariernya terutama dalam pengembangan studi gerakan kerja.
Liallian Gilbreth merupakan seorang psikolog yang sangat
mempertimbangkan aspek manusia dalam pekerjaan.
Di samping kajian mengenai gerakan kerja, frank merupakan
inspirasi dan buku berjudul Cheaper by the Dozen yang ditulis oleh dua
orang anaknya Frank Jr dan Ernestine Buku ini kemudian menjadi
inspirasi pembuatan film dengan judul yang sama Cheaper by the Dozen
dibintangi oleh Steve Martin dan Bonnie Hunt.
2.4 Perang Dunia dan Perkembangan Keilmuan Lebih Lanjut
Selama Perang Dunia I dan II, terjadi perubahan yang signifikan
pada teknologi yang digunakan oleh manusia. Jika sebelumnya mesin
dan peralatan yang digunakan lebih banyak mengandalkan gerakan fisik
orang untuk mengoperasikannya, pada Perang Dunia I dan II lebih
menekankan kemampuan sensorik, persepsi, interpretasi dan tindakan
pengambilan keputusan yang cepat dan akurat. Banyak mesin dan
peralatan perang yang dirancang sedemikian kompleks sehingga
menuntut prajurit sebagai operator tidak hanya mampu menggerakkan
mesin dan alat secara frik, tetapi juga mampu menangkap, menerima,
mempersepsikan informasi mengenai kondisi sekitar yang disajikan
dalam layar untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
Pengalaman selama terjadinya Perang Dunia I dan II menunjukkan
bahwa meskipun perekrutan dilakukan terhadap personil terbaik
dilengkapi dengan pelatihan yang baik, kenyataan menunjukkan bahwa
peralatan yang dirancang sedemikian kompleks tidak mampu
dioperasikan dengan baik oleh operator.
Pada Perang Dunia I, permasalahan ini sebenarnya sudah mulai
disadari. Pada awal perang, banyak ahli psikologi dilibatkan untuk
membantu ketentaraan dalam proses seleksi dan pelatihan tentara dengan
penekanan pada masalah displin, stabilitas emosi, rekreasi dan
peningkatan moral. Dari sekian ahli psikologi yang terlibat, ada beberapa
orang. Raymond Dodge, Knight Dulap dan Carl E. Seashore menemukan
masalah dalam perspektif yang berbeda-yaitu banyak mesin dan
peralatan perang yang tidak dirancang sesuai dengan kemampuan dan
kapasitas pekerja. Beberapa temuan yang dicatat waktu itu adalah adanya
permasalahan yang dihadapi prajurit pada alat yang digunakan untuk
mendeteksi keberadaan kapal selam dan pesawat. Pada masa ini, para
ahli sudah merasakan bahwa rancangan peralatan seperti radar, sonar,
ketinggian dan kecepatan pesawat, air traffic control dan peralatan di
informasi dan komando angkatan laut jauh di atas kemampuan sensorik
dan motorik prajurit. Dengan berakhirnya Perang Dunia I, maka
permasalahan ini lebih banyak menjadi pertanyaan dibandingkan solusi.
Pada masa Perang Dunia II, permasalahan rancangan mesin dan
peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kapasitas operator
kembali muncul, Operator kadang harus mendengarkan informasi lewat
alat suara yang disertai dengan latar kebisingan tertentu dan kemudian
harus membuat keputusan yang cepat. Beberapa peralatan perang
mengharuskan operator mendeteksi secara simultan target dalam layar
tiga dimensi dan harus mengambil keputusan cepar untuk menembak
dengan kedua tangan. Banyak operator yang menerima informasi lewat
mesin dan peralatan yang digunakan harus membuat keputusan dalam
hitungan detik, dan dalan banyak hal keputusan yang menentukan hidup
mati (life and death deiston) prajurit di lapangan. Beberapa kesalahan
dalam menerima dan mempersepsikan informasi lewat suara dan layar
menyebabkan terjadinya bom yang salah sasaran, kapal yang salah
ditenggelamkan, kecelakaan pesawat dan sebagainya. Menyadari
masalah ini, The Medical Reseub Council di lnggris bertanggung jawab
untuk melakukan penelitian mengenai permaslahan hubungan manusia
dan mesin (Man- Machine Interaction) melalui kerja sama dengan
beberap pergurtan tinggi Meskipun masuk ke ajang Perang Dunia II
belakangan dbandingkan Inggris, ternyata USA juga menghadapi
masalah yang sama, Untuk memecahkan masalah ini, The National
Defense Research Committe yang sama. melakukan kontrak kerja sma
penelitian di beberapa universitas dan industri. Pengalaman selama
Perang Dunia II membuktikan bahwa bahkan dengan personil terbaik
dilengkapi pelatihan terbaik pun, kesalahan dalam mengoperasikan
mesin dan peralatan yang kompleks banyak terjadi karena peralatan
tersebut tidak dirancang sesuai dengan kapasitas penggunanya, Barulah
setelah Perang Dunia Il ini, para ahli mulai memperhatikan kemampuan
dan keterbatasan manusia dengan lebih seksama dalam merancang mesin
dan peralatan. Periode ini dikenal dengan pendekatan fitting the task to
the person. Pendekatan lebih menekankan aspek kapasitas, kemampuan
dan keterbatasan manusia dalam merancang mesin dan peralatan yang
digunakan.
2.5 Kelahiran Profesi Keilmuan
Menyadari pentingnya penelitian terkait interaksi antara manusia
dan mesin (man- machine interaction), Laboratorium Engineering
Psychology didirikan di US Army Air Corps dan US Navy pada tahun
1945. Pada waktu yang bersamaan, perusahaan sipil pertama dibentuk
untuk melakukan kerja-kerja terkait dengan engineering psychology,
yaitu Dunlap & Associates (Sanders dan McCormick, 2006). Pada waktu
ini, berbagai penelitian di Eropa dan Amerika dilakukan berkenaan
dengan baga.mana mengoptimalkan interaksi antara manusia dan
peralatan yang digunakannya dengan penekanan dari sudut pandang
keilmuan masing-masing.
Pada tahun 1949, para ahli di Eropa membentuk Ergonomics
Research Society. Perkumpulan ini mewadahi para ahli dari berbagai
bidang mulai dari antropologi, psikologi, sosiologi, statistika dan
insinyur dan berbagai disiplin ilmu. Perkumpulan ini kemudian berganti
nama menjadi Ergonomics Society saja. Di Amerika, para ahli dengan
minat yang sama juga ingin membenruk perkumpulan yang akan
mewadahi semua kegiatan mereka. Istilah ergonomi sebagaimana ang
sudah digunakan di Fropa ditolak. Sebagai gantinya, diusulkan istilah
Human factors yang diterima oleh para peserta yang hadir. Secara resmi,
pada tahun 1957 dibentuk Human factors Society dimana pada
perkumpulan ini juga dibentuk Divsi 21 vang disebut Society of
Engineering Psychology (Sanders dan McCormick, 2006).
2.6 Perkembangan Dewasa Ini
Sampai pada tahun 1960an, kajian-kajian kompleksitas hubungan
antara manusia dan mesin masih fokus di bidang militer (Sanders dan
McCormiek, 2006). Pada tahun 1980-an, kajian ini sudah banyak
dilakukan di berbagai perusahaan antara lain perusahaan di bidang
farmasi, consumer product, otomotif đan komputer. Industri mulai
menyadari pentingnya pertimbangan aspek kapasitas, kelebihan dan
keterbatasan manusia dalam setiap perancangan produk yang akan dijual.
Era tahun 1990-an dan 2000-an ditandai dengan era revolusi komputer.
Banyak produk dan peralatan yang tadinya dioperasikan secara manual
kemudian berganti dengan operasi menggunakan komputer. Komputer
sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar orang untuk melakukan
kegiatan sehari hari. Bagaimana merancang teknologi komputer yang
mudah dioperasikan, sajian informasi pada layar yang informatif dan
menarik serta mengoptimalkan interaksi antara komputer dan pengguna
menjadi tantangan tersendiri bagi para perancang, Pada era ini, istilah
man-machine interaction yang tadinya banyak digunakan perlahan
menjela menjadi Human-Computer interaction (HCI). Ke depannya,
dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat, kebutuhan
kajian di bidang ini akan semakin besar dan menantang baik dari sisi
manusia secbagai pengguna, dari sisi teknologinya sendiri sebagai mesin
dan peralatan yang menunjang pekerjaan manusia maupun bagaimana
mengoptimalkan interaksi antara keduanya.
Tantangan ke depannya untuk kajian interaksi antara manusia dan
peralatan yang digunakan bersifat lebih kompleks sehingga
membutuhkan kerja sama dan sudut pandang yang berasal dari lintas
disiplin ilmu baik dalam tahapan perancangan, produksi maupun tahap
penggunaan, Pertimbangan meliputi aspek bagaimana
mempertimbangkan kapasitas dan keterbatasan manusia (keilmuan
psikologi). merancang dan memproduksi mesin dan peralatan sesuai
karakteristik pengguna (keilmuan teknik), memperkirakan dan mengukur
dampak keschatan sebagai akibat interaksi pengguna dan peralatan
(bidang kedokteran), termasuk mempertimbangkan aspek moral dan
erika dari sisi penggunaan peralatan (keilmuan erika dan moral).
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Gusti Yuli. (2009). Ergonomika dalam Kehidupan Sehari-hari. Semarang:
Semarang University Press.
Halajur, Untung. (2018). Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. Malang: Wineka
Media.
Irnaningtyas, Istiadi Y. (2016). Biologi untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta:
Erlangga.
Mawardah, Athiyyah. 2014. Sistem Gerak Pada Manusia. Jakarta: Mulyono.
(2014). Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi V. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Mutaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakata: Salemba Medika.
Nurmianto, E. (2004). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya Edisi Kedua.
Surabaya: Guna Widya.
Pearce, Evelyn. (2008). Anatomy & Physiology for Nurses. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Pratiwi, I., Purnomo., Dharmastiti, R & Lientje Setyowati. (2014).
Electromyography in Ergonomics. Simposium Nasional Teknologi Terapan,
ISSN: 2339 – 028X, dikutip dari
https://www.researchgate.net/publication/332098344_ELECTROMYOGRA
PHY_IN_ERGONOMICS
Sridadi. (1994). Sistem energi pada aktivitas otot. Cakrawala pendidikan nomor
1. https://media.neliti.com/media/publications/96152-ID-sistem-energi-
pada-aktivitas-otot.pdf. 15 maret 2021.
Sugiono, Wisnu Wijayanto Putro, dan Sylvie Indah Kartika Sari. Ergonomi
untuk Pemula (Prinsip Dasar dan Aplikasinya). Malang: UB Press.
Suwarno. (2009). Panduan Pembelajaran Biologi. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Tarwaka., B., S. HA., Sudiajeng, L. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja, dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.
Wijono., Sutarto. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu
Bidang Gerak Psikoilogi Sumber Daya Manusia Edisi Pertama. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Yanto., Ratri Atmoko Benedictus. (2019). Engineering Psychology: Prinsip
Dasar Rekayasa Kerja Berbasis Integrasi Fisik, Psikis, dan Teknik. Jakarta:
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.