Anda di halaman 1dari 7

Problematika Pembelajaran Pendidikan Jasmani Berbasis Blended

Learning Pada Guru dan Anak Pra-remaja di Era Milenial Indonesia


Bana Yusrian Hawari1

Mahasiswa Pasca Sarjana, Jurusan Pendidikan Olahraga, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Malang, Indonesia,

Abstrak

Introduksi

Penggabungan pembelajaran jarak jauh dan tatap muka merupakan fungsi dari
pembelajaran blended learning dan menjadi alternatif pembelajaran online sepenuhnya untuk
menjawab tuntutan dengan memastikan kesehatan dan pendidikan siswa di era globalisasi
(Fernández et al., 2021) maupun era Covid-19 (Sari, 2021). Munculnya pandemi COVID-19
telah berdampak pada pendidikan, dengan sebagian besar negara di dunia menutup sementara
institusi pendidikan dalam upaya menahan penyebaran pandemic (Fernández et al., 2021).
Pada Januari 2021, satu tahun pandemi COVID-19, lebih dari 800 juta siswa, lebih dari
separuh populasi siswa dunia, masih menghadapi gangguan yang berarti terhadap pendidikan
mereka—mulai dari penutupan sekolah penuh di 31 negara hingga pengurangan atau paruh
waktu jadwal akademik. di 48 negara lainnya (UNESCO Education, 2021). Blended learning
merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang mengintegrasikan teknologi sesuai
dengan tuntutan pembelajaran abad ke-21 dan relevan dengan pembelajaran masa covid-19,
namun di Indonesia khususnya Sekolah Dasar belum banyak yang mengimplementasikan
model pembelajaran blended learning bahkan guru ada yang belum mengetahui model
pembelajaran ini (Sari, 2021). Selain itu, model pembelajaran menjadi lebih fleksibel dalam
mencari kualitas pendidikan, sambil menjamin langkah-langkah keamanan yang memadai
(Fernández et al., 2021). Model-model ini termasuk pembelajaran online, yang telah
mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan pembelajaran campuran, di
mana siswa memutar antara konten online dan tradisional pada jadwal tetap, yang
memungkinkan setiap siswa tidak perlu datang ke ruang kelas fisik di sekolah tatap muka di
ruang yang sama di tempat yang sama. waktu yang sama (Fernández et al., 2021). bahan ajar
dan fasilitas lainnya harus dipastikan bahwa peserta didik dapat belajar dari bahan ajar
tersebut dan sumber belajar lainnya kapan saja dan di mana saja (Peerasak et al., 2015). Hal
ini untuk mengembangkan peserta didik secara individu berdasarkan potensi belajarnya
sendiri sebagaimana ditentukan dalam bagian undang-undang pendidikan nasional karena
peserta didik harus menguasai pembelajaran, penguasaan, dan proses belajar (Peerasak et al.,
2015). Peserta didik dapat belajar dari pengalaman nyata agar dapat berlatih, berpikir, dan
melakukan. Ini akan mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan
masalah dalam kehidupan nyata mereka (Peerasak et al., 2015). Pendidikan jasmani,
olahraga, dan ilmu kesehatan merupakan salah satu sistem pendidikan yang berkembang dan
menyesuaikan dengan cepat untuk membantu peserta didik agar sehat jasmani. Selain itu,
bidang studi ini juga menekankan pada pemanfaatan pengalaman, pemecahan masalah, dan
pemahaman yang baik tentang kehidupan nyata (Peerasak et al., 2015). Selain itu, Pendidikan
Jasmani harus menekankan pada pengembangan kognisi peserta didik, agar mereka berpikir,
melakukan, menganalisis, dan menciptakan hal-hal baru seperti yang ditentukan dalam
kurikulum pendidikan jasmani Institut Pendidikan Jasmani tahun 2013.
Indonesia selama ini tengah berupaya secara terus menerus untuk dapat merancang dan
melaksanakan pembelajaran inovatif yang mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang kompetitif. Namun seperti sudah menjadi sebuah warisan, pembelajaran
berbasis kelas (klasiskal) dengan menghandalkan metode ceramah menjadi strategi
pembelajaran yang populer di Indonesia (Widiara, 2020). blended learning telah
diidentifikasi oleh American Society for Training and Development (ASTD) sebagai salah
satu dari sepuluh tren teratas yang muncul di industri penyampaian pengetahuan (Maarop &
Embi, 2016). Pembelajaran dengan blended learning memiliki kelebihan diantaranya: siswa
menjadi lebih mandiri dalam belajar, memiliki motivasi belajar, belajar menjadi
menyenangkan dan siswa tertarik, dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan
berpikir kritis. Kelemahan pada pembelajaran blended learning beberapa siswa tidak aktif
dalam pembelajaran secara online karena kurang diawasi secara langsung oleh guru, guru
harus berupaya melakukan segala cara untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran
blended learning. Namun hal itu seharusnya tidak menjadi masalah jika melihat tuntutan
pembelajaran era abad ke-21 bahwa pembelajaran harus bisa mengintegrasikan teknologi
sesuai perkembangan zaman (Sari, 2021).

Dengan demikian melalui artikel konseptual, penulis bertujuan untuk meninjau


literatur ilmiah tentang Problematika Pembelajaran Pendidikan Jasmani berbasis blended
learning pada guru dan anak pra-remaja pada era milenial, serta dapat mengutarakan
problematika yang terjadi di lapangan.
Pembahasan

Hakikat Blended Learning


Berbagai literatur yang berbeda memiliki interpretasi yang berbeda dari blended
learning. Garrison dan Vaughan (2008) misalnya, mendefinisikan pembelajaran campuran
sebagai pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, serba cepat, fleksibel dan multi-
modal tetapi berpendapat bahwa hanya melengkapi mode tatap muka dengan pembelajaran
berbasis web online tidak dianggap sebagai pembelajaran campuran. Di sisi lain, Littlejohn
dan Pegler (2007) menyajikan konsep campuran 'kuat' dan 'lemah' untuk menunjukkan
kontinum di sejumlah kecil e-Learning hingga sejumlah besar e-Learning. Variasi ini adalah
bukti kecil bahwa blended learning tidak memiliki definisi definitif tunggal (Picciano, 2009).
Seperti yang ditunjukkan oleh Picciano dan Dziuban (2007, hlm. 11) “ada banyak bentuk
campuran...[tetapi] taksonomi yang diterima secara umum tidak ada. Campuran satu sekolah
adalah hibrida sekolah lain, atau mode campuran sekolah lain”. Namun, terlepas dari banyak
sebutan pembelajaran campuran, definisi yang paling umum merujuk pada kombinasi
pembelajaran kelas fisik dan lingkungan virtual (Mohamed-Amin et al., 2014) . Dengan
demikian, blended learning dapat didefinisikan sebagai pendekatan pengajaran dan
pembelajaran yang mengintegrasikan mode pengajaran dan pembelajaran berbasis web dan
interaksi tatap muka.
Studi telah menunjukkan bahwa blended learning, terlepas dari desain
implementasinya, telah menunjukkan efek positif yang cukup besar pada proses belajar
mengajar (Alebaikan & Troudi, 2010). Tidak hanya siswa belajar lebih banyak ketika sesi
online ditambahkan ke kursus tradisional, interaksi dan partisipasi siswa juga meningkat
(DeLacey & Leonard, 2002; Alebaikan & Troudi, 2010). Selain itu, blended learning juga
memberikan fleksibilitas kepada siswa dan meningkatkan waktu umpan balik (Korr et al.,
2012). Banyaknya manfaat blended learning telah menarik perhatian banyak pelaksana
kurikulum untuk mengadopsi mode penyampaian tersebut untuk institusi mereka.

Problematika Blended Learning pada Pendidikan Jasmani


Berdasarkan literatur review Zheng et al. (2021), Problematika Blended Learning pada
Pendidikan Jasmani dijabarkan diantaranya tenaga kependidikan pendidikan jasmani
menghadapi kekurangan sumber daya: Untuk pendidikan universitas, fokus pengembangan
sekolah terutama pada pengetahuan subjek profesional, dan kursus pendidikan jasmani
biasanya diabaikan. Karena pertimbangan kondisi sumber daya atau alasan lain, input mata
pelajaran pendidikan jasmani di banyak sekolah sering diabaikan. Guru Pendidikan jasmani
juga memiliki kurangnya literasi informasi: Tujuan pembelajaran jarak jauh adalah untuk
membangun platform berbasis informasi, dan investasi sumber daya jaringan pengajaran.
Selain mengandalkan profesi guru dalam pengetahuan dasar, guru juga dituntut untuk
memiliki akses ke komputer, internet dan multimedia, serta keterampilan dan kemampuan
terkait lainnya. Seperti halnya multimedia, sebagai semacam alat bantu mengajar, guru perlu
memiliki kemampuan membuat perangkat pembelajaran dan bahan ajar multimedia. Di masa
lalu, guru olahraga hanya perlu mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dasar di luar
ruangan, dan hanya sedikit teknologi multimedia, komputer, dan jaringan yang digunakan
dalam kursus. Akibatnya, hanya sedikit guru yang berinisiatif untuk belajar tanpa dipaksa
untuk belajar. Rencana pengajaran reguler sulit untuk diterapkan secara online, dan kondisi
latihan siswa di rumah terbatas: Karena tenaga guru Pendidikan jasmani dari perguruan tinggi
sebagian besar dilakukan secara offline, umumnya memerlukan tempat dan lingkungan
tertentu sebagai dasar pengajaran, yang mungkin tidak disediakan oleh pembelajaran jarak
jauh. Alasan utamanya adalah bahwa banyak mata kuliah pendidikan jasmani membutuhkan
tempat yang tepat, dan gerakan-gerakan pembelajaran olahraga harus terlebih dahulu
dijelaskan dan didemonstrasikan oleh guru, dan kemudian diulang oleh siswa untuk meniru
gerakan guru, dan akhirnya melalui kontak fisik yang sebenarnya dari guru dan koreksi
gerakan mereka maka siswa dapat belajar secara bertahap. gerakan yang diajarkan guru.
Untuk pembelajaran jarak jauh, seringkali dianggap tidak praktis dan sulit dicapai dalam
pelajaran Pendidikan jasmani.
Dari perspektif siswa Blended Learning tidak memberikan desain kurikulum yang baik
dan lingkungan mungkin tidak berdampak positif pada efektivitas belajar siswa. Misalnya,
Ekwunife Orakwue and Teng (2014) melakukan survei terhadap 342 mahasiswa jurusan
Pengembangan Profesi, Teknologi dan Masyarakat, dan Teknik Elektro. Ini terutama
menganalisis apakah kepuasan belajar siswa dan kinerja akademik akan mempengaruhi
efektivitas belajar mereka dalam pembelajaran sinkron online dan lingkungan pembelajaran
campuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa blended learning meningkatkan kepuasan
siswa, tetapi tidak prestasi akademik. Altıner (2015) melakukan survei kuesioner pada kursus
bahasa Inggris dari 83 mahasiswa baru di dua universitas nasional di Turki. Hasilnya
menunjukkan bahwa terlepas dari keuntungan menggunakan pembelajaran campuran dalam
kursus bahasa Inggris, sebagian besar peserta percaya bahwa kursus bahasa Inggris hanya
boleh dilakukan di lingkungan kelas tradisional dan bahwa pembelajaran simultan tidak akan
membantu siswa belajar bahasa Inggris dengan lebih baik. Dari perspektif guru, tantangan
blended learning terutama terletak pada penerapan teknologi dalam pengajaran, termasuk
penyajian konten pengajaran yang beragam dan mengatasi teknologi dan lingkungan platform
sistem informasi. Dibandingkan dengan ruang kelas tradisional (offline), pembelajaran jarak
jauh membutuhkan lebih banyak dukungan lingkungan. Desain kurikulum yang kaya adalah
kunci untuk efektivitas pembelajaran yang lebih baik apakah guru menerapkan pembelajaran
sinkron, non-sinkron, atau campuran. Kursus-kursus ini harus didukung oleh teknologi
informasi, yang mengarah pada pengeluaran dan beban keuangan yang lebih besar pada
universitas atau lembaga pendidikan (Rasheed et al., 2020).

Kesimpulan
Pada pembelajaran pendidikan jasmani, siswa menggunakan latihan fisik sebagai
sarana pembelajaran utama, dan melalui pendidikan jasmani dan latihan fisik yang wajar,
mereka mencapai tujuan utama untuk meningkatkan kebugaran fisik, kesehatan, dan literasi
olahraga. Perbedaan antara pendidikan jasmani dan mata pelajaran lain adalah bahwa
pengajaran mata kuliah lain dilakukan terutama melalui kegiatan berpikir dan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan terkait. sebaliknya, pengajaran pendidikan jasmani
memungkinkan siswa untuk menguasai pengetahuan khusus, dan dengan berulang kali
melakukan latihan fisik dan melalui integrasi yang erat antara aktivitas fisik dan berpikir,
siswa belajar tentang olahraga dan menguasai pengetahuan, teknologi, dan keterampilan
olahraga. Tujuan utama dari pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan latihan yang
bermanfaat dan kebiasaan hidup di kalangan siswa dengan latihan yang meningkatkan
kesehatan fisik dan mental. Diharapkan metode baru yang diusulkan memberikan sudut
pandang dan model berpikir baru untuk pendidikan jasmani. Selama masa pandemi COVID-
19 atau era multimedia jaringan digital, pendidikan jasmani harus dapat memanfaatkan
sumber daya media Internet untuk memperkaya konten kursusnya seperti mata pelajaran lain,
dan pada saat yang sama mencapai kualitas pengajaran yang sama dengan kursus Offline.
Penulis mengharapkan problem-problem yang diutarakan dapat dicari jalan keluar dan
ditemukan solusi agar pembelajaran pendidikan olahraga dapat berjalan dengan efektif,
efisien, dan aman.
Referensi
Alebaikan, R., & Troudi, S. (2010). Blended learning in Saudi universities: challenges and
perspectives. ALT-J Research in Learning Technology, 18(1), 49-59.
http://dx.doi.org/10.1080/09687761003657614
Altıner, C. (2015). Perceptions of undergraduate students about synchronous video
conference-based English courses. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 199, 627–
633.
DeLacey, B. J., & Leonard, D. A. (2002). Case study on technology and distance in education
at the Harvard Business School. Educational Technology and Society, 5(2), 13-28.
Ekwunife-Orakwue, K. C. V., & Teng, T. L. (2014). The impact of transactional distance
dialogic interactions on student learning outcomes in online and blended environments.
Computers &
Garrison, R., & Vaughan, H. (2008). Blended learning in higher education: Framework,
principles and guidelines. New York: John Wiley & Sons.
Korr, J., Derwin, E. B., Greene, K., & Sokoloff, W. (2012). Transitioning an Adult-Serving
University to a Blended Learning Model. The Journal of Continuing Higher Education,
60, 2-11. http://dx.doi.org/10.1080/07377363.2012.649123
Littlejohn, A., & Pegler, C. (2007). Preparing for blended e-learning. Abingdon, Oxon:
Taylor & Francis.
López-Fernández, I., Burgueño, R., & Gil-Espinosa, F. J. (2021). High school physical
education teachers’ perceptions of blended learning one year after the onset of the
COVID-19 pandemic. International Journal of Environmental Research and Public
Health, 18(21). https://doi.org/10.3390/ijerph182111146
Maarop, A. H., & Embi, M. A. (2016). Implementation of Blended Learning in Higher
Learning Institutions: A Review of Literature. International Education Studies, 9(3), 41.
https://doi.org/10.5539/ies.v9n3p41
Peerasak, K., Chaiyot, R., & Sumalee, C. (2015). A development of a collaborative blended
learning model to enhance learning achievement and thinking ability of undergraduate
students at the Institute of Physical Education. Educational Research and Reviews,
10(15), 2168–2177. https://doi.org/10.5897/err2015.2350
Rasheed, R. A., Kamsin, A., & Abdullah, N. A. (2020). Challenges in the online component
of blended learning: A systematic review. Computers & Education, 144, 103701.
Sari, I. K. (2021). Blended Learning sebagai Alternatif Model Pembelajaran Inovatif di Masa
Post-Pandemi di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(4), 2156–2163.
https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/1137
Widiara, I. K. (2020). Blended Learning Sebagai Alternatif Pembelajaran di Era Digital.
Jurnal Pendidikan, 2(December), 50–56.
Zheng, W., Ma, Y. Y., & Lin, H. L. (2021). Research on Blended Learning in Physical
Education During the COVID-19 Pandemic: A Case Study of Chinese Students. SAGE
Open, 11(4). https://doi.org/10.1177/21582440211058196
UNESCO Education: From Disruption to Recovery. Available online:
https://en.unesco.org/covid19/educationresponse

Anda mungkin juga menyukai