Anda di halaman 1dari 14

ISU-ISU KRUSIAL KUHP BARU

(UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

SURASTINI FITRIASIH

MEDAN, 9 JANUARI 2023


ISU-ISU KRUSIAL RUU KUHP
• Living Law (Hukum yang hidup dalam • Tindak Pidana advokat curang
masyarakat)
• Tindak Pidana terhadap agama,
• Pidana Mati kepercayaan dan kehidupan
• Penghinaan Presiden dan/atau Wakil Presiden beragama atau kepercayaan

• Tindak Pidana menyatakan diri memiliki • Tindak Pidana penganiayaan hewan


kekuatan gaib untuk mencelakakan orang
• Tindak Pidana mempertunjukkan
• Dokter/Dokter Gigi yang menjalankan alat pencegah kehamilan kepada
pekerjaan tanpa izin anak
• Membiarkan unggas merusak kebun/tanah
yang telah ditaburi benih • Tindak Pidana penggelandangan

• Tindak Pidana gangguan dan penyesatan • Tindak Pidana Aborsi


proses peradilan (contempt of court)
• Perzinaan, Kohabitasi dan
Perkosaan dalam perkawinan
ISU-ISU KRUSIAL KUHP BARU
• Living Law (Hukum yang hidup dalam • Tindak Pidana menyatakan diri
masyarakat)
memiliki kekuatan gaib untuk
• Pertanggungjawaban pidana mencelakakan orang
Korporasi
• Perzinaan
• Pidana Mati dengan Masa Percobaan
• Kohabitasi
• Penyerangan Kehormatan atau Harkat
dan Martabat Presiden dan/atau Wakil • Pencemaran Nama Baik
Presiden • Aborsi
• Penghinaan Pemerintah atau Lembaga • Tindak Pidana Khusus
Negara
• Unjuk Rasa berakibat Kerusuhan
Living Law (Pasal 2 & 597 KUHP)
• Sebagai bentuk pengakuan & penghormatan terhadap hukum adat
(delik adat) yang masih hidup dalam masyarakat
• Hukum adat tersebut berlaku di tempat hukum itu hidup dan sepanjang
tidak diatur dalam Undang-Undang ini (KUHP) dan sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, HAM, dan asas
hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.

• Hukum adat yang berlaku didasarkan pada penelitian empiris dan akan
ditegaskan dalam Peraturan Daerah

• Tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

• Memberlakukan hukum (pidana ) adat melalui Peraturan Daerah


memperkuat kedudukan hukum (pidana) adat dan menjadikan ketentuan
tersebut memiliki kepastian hukum.

• Sanksinya berupa pemenuhan kewajiban adat ( Pasal 597) yang dianggap


sebanding dengan Pidana Denda kategori II (10 juta Rupiah), dan dapat
dikenakan pidana pengganti berupa ganti rugi jika kewajiban adat setempat
tidak dijalankan (Pasal 96)
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
(Pasal 45 – 50, Pasal 56, Pasal 118-123 KUHP)
• Memperjelas lingkup korporasi yang dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana;
• Memberikan batasan bilamana korporasi dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana;
• Terdapat pedoman pemidanaan bagi korporasi
• Mengatur secara khusus jenis pidana (pokok, tambahan) serta
tindakan bagi korporasi
• Mengatur tentang alasan penghapus pidana bagi korporasi
PIDANA MATI (PASAL 67 & 100
KUHP)

• KUHP mengatur bahwa Hakim menjatuhkan pidana mati dengan


masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan
memperhatikan: rasa penyesalan terdakwa dan ada
harapan untuk memperbaiki diri ; atau peran terdakwa dalam
Tindak Pidana

• Ketentuan ini sudah sesuai dengan pertimbangan Putusan MK


Nomor 2-3/PUU-V/2007, yang menyatakan bahwa
perumusan, penerapan, maupun pelaksanaan pidana mati
dalam sistem peradilan pidana di Indonesia hendaknya dapat
dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun
yang apabila terpidana berkelakuan terpuji dapat diubah
dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun.
PENYERANGAN HARKAT DAN MARTABAT PRESIDEN (Pasal 218 KUHP )
PENGHINAAN PEMERINTAH ATAU LEMBAGA NEGARA (Pasal 240 KUHP)
• Pasal-pasal ini tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan
berpendapat, karena dalam penjelasan pasalnya ditegaskan bahwa kritik, unjuk rasa dan
pendapat yang berbeda tidak dapat dipidana.
• Kritik merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, sedangkan penghinaan adalah menghina, menista,dan
memfitnah pribadi atau citra/marwah pihak lain.

• Tujuan pengaturan Pasal 218 KUHP adalah untuk melindungi harkat dan martabat diri
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, yang pengaturannya juga berlaku
untuk penghinaan terhadap kepala negara sahabat

• Tujuan pengaturan Pasal 240 KUHP adalah melindungi kehormatan lembaga negara dan
ketentuan Pasal ini berasal dari Pasal 207 KUHP lama yang tidak pernah dibatalkan oleh MK.

• Tidak akan ada proses hukum tanpa adanya pengaduan dari pihak yang berhak
mengadu,yaitu Presiden atau Wapres (Pasal 218) dan Pimpinan Lembaga Negara (Pasal 240).
UNJUK RASA YANG MENGAKIBATKAN KERUSUHAN (Pasal 256 KUHP)
1. Berasal dari Pasal 510 KUHP lama dan Pasal 10 UU No. 9/ 1998
(UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum)
2. Perbuatan yang dilarang adalah tidak melakukan pemberitahuan kepada
kepolisian untuk melakukan pawai, unjuk rasa atau demonstrasi di jalan
umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya
kepentingan umum, menimbulkan keonaran dan huru hara (delik
materiil).
3. Jadi yang dapat dipidana adalah tidak melakukan pemberitahuan dan
mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan
keonaran dan huru hara; artinya:
- Apabila tidak melakukan pemberitahuan tetapi tidak terjadi kerusuhan,
maka tidak dipidana
- Apabila melakukan pemberitahuan tetapi terjadi kerusuhan, maka tidak
bisa dipidana dengan Pasal 256 ini melainkan dengan pasal lain sesuai
tindak pidana lain yang dilakukan /terjadi, misalnya merusak fasilitas umum,
menganiaya
4. Pemberitahuan diperlukan supaya kepolisian dapat menyiapkan sejumlah
personil sesuai dengan skala demonstrasi yang akan dilakukan
TINDAK PIDANA MENYATAKAN DIRI
MEMILIKI KEKUATAN GAIB UNTUK
MENCELAKAKAN ORANG
(Pasal 252 KUHP)

• KUHP Baru tidak pernah mengatur perbuatan santet.


Perbuatan yang dipidana adalah mengaku memiliki kekuatan gaib
yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan
mental atau fisik

• Pasal merupakan Delik Formil, yaitu yang dilarang adalah


perbuatannya , tanpa memperhatikan adanya akibat yang
ditimbulkan dari perbuatan itu.

• Delik ini justru untuk mencegah timbulnya kejahatan baru


berupa penipuan, pemerasan, atau timbulnya korban akibat
adanya orang yang mengaku mempunyai kekuatan gaib.
• Pasal ini juga melindungi religiusitas yang terkandung dalam sila
pertama Pancasila.
TINDAK PIDANA PERZINAAN (Pasal 411 KUHP)
DAN KOHABITASI (Pasal 412 KUHP)
• Pengaturan tindak pidana Perzinaan dan Kohabitasi dimaksudkan untuk menghormati nilai-nilai
keindonesiaan dan Lembaga Perkawinan sebagaimana dimaksud UU No.1Tahun1974,sekaligus
tetap melindungi ruang privat masyarakat.

• Perlindungan ruang privat masyarakat tersebut dilakukan dengan mengaturnya sebagai delik aduan
absolut, artinya tidak ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah dari mereka yang berhak
mengadu karena dirugikan secara langsung,yaitu suami atau istri bagi mereka yang terikat
perkawinan dan orangtua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.
• Pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya yang
tidak berkaitan untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus
mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri dari masyarakat

• Tidak ada norma hukum dalam KUHP baru yang memberikan syarat tambahan untuk pelaku jasa
pariwisata untuk menanyakan status perkawinan dari konsumen dan juga tidak mewajibkan pihak
yang berhak mengadu untuk menggunakan haknya tersebut. Keputusan untuk membuat
pengaduan sepenuhnya menjadi hak dari pihak-pihak yang berhak mengadu.

• Dalam penjelasan pasal tindak pidana kohabitasi, ditegaskan bahwa dengan adanya pengaturan
tentang tindak pidana kohabitasi dalam KUHP maka seluruh peraturan perundang-undangan di
bawah UU (termasuk PERDA)yang mengatur perbuatan serupa dinyatakan tidak berlaku lagi.
PENCEMARAN NAMA BAIK
(Pasal 433 sampai dengan Pasal 441 KUHP)

• Berasal dari Pasal 310-321 KUHP jo.Putusan MK no.31 Tahun 2015


tentang Pengujian Pasal 319 KUHP
• Maksud perumusannya bukan untuk pers
• Tidak pernah dibatalkan oleh MK, Pasal 316 KUHP tentang penghinaan
terhadap pejabat yang menjadi delik aduan
• Memiliki alasan penghapus pidana khusus yaitu bukan penghinaan jika
dilakukan untuk membela diri atau kepentingan umum
• Ketentuan ini mencabut Pasal 27ayat (3) yang mengatur mengenai
pencemaran dengan sarana elektronik dalam UU ITE supaya tidak
terjadi duplikasi pengaturan.
ABORSI
( Pasal 4 6 3 KUHP)
• Bukan merupakan Tindak Pidana
baru, karena sudah diatur dalam
Pasal 346, 347, 348 dan 349 KUHP lama
• Pengecualian :
• perempuan merupakan korban tindak
pidana perkosaan atau tindak pidana
kekerasan seksual lain yang
mengakibatkan kehamilan dengan usia
kehamilan tidak lebih dari 14 minggu;
atau
• adanya indikasi kedaruratan medis
TINDAK PIDANA KHUSUS
 Untuk konsolidasi dalam suatu rekodifikasi hukum, Tindak Pidana khusus dikelompokkan
dalam 1 Bab tersendiri, yaitu Bab Tindak Pidana Khusus yang merumuskan Tindak
Pidana Pokok (core crime) yang berfungsi sebagai ketentuan penghubung (bridging
articles) antara KUHP dan Undang-Undang di luar KUHP;

 Selain tindak pidana pokok yang diambil oper ke dalam Bab Tindak Pidana Khusus,
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Khusus tetap berlaku selama tidak
dicabut oleh KUHP baru. Demikian pula dengan kewenangan Lembaga penegak
hukum, tetap berlaku sesuai undang-undang masing-masing.(Pasal 620)

 Ketentuan mengenai rektroaktivitas pelanggaran HAM berat tidak dicabut, sehingga


terhadap Pasal yang mengatur mengenai genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan masih dapat diberlakukan ketentuan retroaktif, sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

 Ketentuan lain mengenai narkotika, seperti mengenai penggolongan narkotika, masih


mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sekian...
TERIMA KASIH…

Anda mungkin juga menyukai