SURASTINI FITRIASIH
• Hukum adat yang berlaku didasarkan pada penelitian empiris dan akan
ditegaskan dalam Peraturan Daerah
• Tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Tujuan pengaturan Pasal 218 KUHP adalah untuk melindungi harkat dan martabat diri
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, yang pengaturannya juga berlaku
untuk penghinaan terhadap kepala negara sahabat
• Tujuan pengaturan Pasal 240 KUHP adalah melindungi kehormatan lembaga negara dan
ketentuan Pasal ini berasal dari Pasal 207 KUHP lama yang tidak pernah dibatalkan oleh MK.
• Tidak akan ada proses hukum tanpa adanya pengaduan dari pihak yang berhak
mengadu,yaitu Presiden atau Wapres (Pasal 218) dan Pimpinan Lembaga Negara (Pasal 240).
UNJUK RASA YANG MENGAKIBATKAN KERUSUHAN (Pasal 256 KUHP)
1. Berasal dari Pasal 510 KUHP lama dan Pasal 10 UU No. 9/ 1998
(UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum)
2. Perbuatan yang dilarang adalah tidak melakukan pemberitahuan kepada
kepolisian untuk melakukan pawai, unjuk rasa atau demonstrasi di jalan
umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya
kepentingan umum, menimbulkan keonaran dan huru hara (delik
materiil).
3. Jadi yang dapat dipidana adalah tidak melakukan pemberitahuan dan
mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan
keonaran dan huru hara; artinya:
- Apabila tidak melakukan pemberitahuan tetapi tidak terjadi kerusuhan,
maka tidak dipidana
- Apabila melakukan pemberitahuan tetapi terjadi kerusuhan, maka tidak
bisa dipidana dengan Pasal 256 ini melainkan dengan pasal lain sesuai
tindak pidana lain yang dilakukan /terjadi, misalnya merusak fasilitas umum,
menganiaya
4. Pemberitahuan diperlukan supaya kepolisian dapat menyiapkan sejumlah
personil sesuai dengan skala demonstrasi yang akan dilakukan
TINDAK PIDANA MENYATAKAN DIRI
MEMILIKI KEKUATAN GAIB UNTUK
MENCELAKAKAN ORANG
(Pasal 252 KUHP)
• Perlindungan ruang privat masyarakat tersebut dilakukan dengan mengaturnya sebagai delik aduan
absolut, artinya tidak ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah dari mereka yang berhak
mengadu karena dirugikan secara langsung,yaitu suami atau istri bagi mereka yang terikat
perkawinan dan orangtua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.
• Pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya yang
tidak berkaitan untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus
mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri dari masyarakat
• Tidak ada norma hukum dalam KUHP baru yang memberikan syarat tambahan untuk pelaku jasa
pariwisata untuk menanyakan status perkawinan dari konsumen dan juga tidak mewajibkan pihak
yang berhak mengadu untuk menggunakan haknya tersebut. Keputusan untuk membuat
pengaduan sepenuhnya menjadi hak dari pihak-pihak yang berhak mengadu.
• Dalam penjelasan pasal tindak pidana kohabitasi, ditegaskan bahwa dengan adanya pengaturan
tentang tindak pidana kohabitasi dalam KUHP maka seluruh peraturan perundang-undangan di
bawah UU (termasuk PERDA)yang mengatur perbuatan serupa dinyatakan tidak berlaku lagi.
PENCEMARAN NAMA BAIK
(Pasal 433 sampai dengan Pasal 441 KUHP)
Selain tindak pidana pokok yang diambil oper ke dalam Bab Tindak Pidana Khusus,
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Khusus tetap berlaku selama tidak
dicabut oleh KUHP baru. Demikian pula dengan kewenangan Lembaga penegak
hukum, tetap berlaku sesuai undang-undang masing-masing.(Pasal 620)