Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA

1.1Sistem Penamaan
Berdasarkan hasil praktek di Rumah Sakit Umum Daerah Praya,
target yang diberikan untuk sistem penamaan sebanyak 460, dan adapun
hasil yang diperoleh sebanyak 460(95%). Hasil ini diperoleh dari data
kunjungan pasien baru.
Sistem Penamaan adalah sistem yang pada
dasarnya memberikan identitas kepada seorang pasien serta
untuk membedakan antara pasien satu dengan pasien lainnya,
sehingga mempermudah atau memperlancar di dalam
memberikan pelayanan rekam medis kepada pasien yang
datang berobat ke rumah sakit. Adapun system penamaan yang
kami dapatkan selama PKL di RSUD Praya adalah sesuai
dengan teori Dirjen Yanmed 1997. Penulisan gelar, pangkat,
jabatan ditulis di belakang nama contoh. Marzuki.L ,
penulisannya sudah trmasuk Dirjen Yanmed 1997.

Dari contoh diatas penulisan MARZUKI.L jika


dibandingkan dengan teori Sistem Penamaan menurut Dirjen Yanmed
1991 adalah sesuai karena dalam penulisan nama pasien menurut Dirjen
Yanmed 1997 Pencantuman title, jabatan, gelar, pangkat ditulis di
belakang sesudah nama lengkap. Contoh MARZUKI L
Dari contoh diatas penulisan MARZUKI ,L jika
dibandingkan dengan teori Sistem Penamaan menurut Dirjen Yanmed 2006
adalah tidak sesuai karena dalam penulisan nama pasien menurut Dirjen Yanmed
2006 tidak di perkenankan penulisan title, gelar, jabatan pada nama pasien.
Contoh MARZUKI.
1.2 Sistem Penomoran
Berdasarkan hasil praktek di RSUD Praya target yang diberikan
untuk sistem penomoran sebanyak 460, dan adapun hasil yang diperoleh
sebanyak 460 (95%). Hasil ini diperoleh dari data kunjungan pasien baru.
Sistem Penomoran Rekam Medis Di RSUD Praya menggunakan
Sistem Penomeran secara Unit dimana satu nomor rekam medis dipakai untuk
selamanya. Menurut teori Diirjen Yanmed (2006) , pemberian nomr pasien yaitu
menggunakan nomor secara unit. Berdasarkan penerapan pemberian nomor rekam
medis pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Praya menurut Dirjen Yanmed
(2006) sudah sesuai.

Begitupun jika dibandingkan dengan, Teori Savitri (2011) bahwa


pemberian nomor pasien dibagi menjadi 3 macam yaitu pemberian
nomor secara seri, pemberian nomor secara unit, dan pemberian nomor
secara seri-unit. Artinya penerapan pemberian nomor Rekam Medis
pasien Di RSUD Praya Teori Savitri(2011) sudah sesuai.

1.3 KIUP
Berdasakan hasil praktek di RSUD Praya yang diberikan untuk
sistem KIUP sebanyak 500, dan adapun hasil yang diperoleh sebanyak
460 (95%). Hasil ini diperoleh dari data kunjungan pasien baru.
Sistem KIUP Di RSUD Praya mengunakan KIUP elektronik
berupa aplikasi Sistem Informasi Rumah Sakit di karenakan adanya
pengembangan tentang sistem elektronik di rumah sakit yang berfungsi
untuk menyimpan data pasien secara akurat dan tersistem untuk
mengetahui semua data pasien yang telah berkunjung ke pelayanan
kesehatan.
Berdasarkan teori Dirjen Yanmed (1997) KIUP digunakan sebagai
kunci untuk memperoleh rekam medis pasien, terutama apabila seorang
pasien lupa membawa kartu berobat maka KIUP akan membantu untuk
mencarikan data pasien yang diperlukan, KIUP dibuat dalam bentuk
format kertas dan seiring dengan semakin majunya teknologi maka bagi
rumah sakit menggunakan KIUP secara komputerisasi. Berdasarkan
penerapan KIUP di RSUD Praya jika dibandingkan dengan teori Dirjen
Yanmed (1997) sudah sesuai.
Sedangkan menurut Savitri (2011) KIUP adalah digunakan untuk
mengidentifikasi semua pasien yang pernah mendapat pelayanan, dan
berfungsi sebagai alat pelacak data pasien dan sarana komunikasi antar
bagian dalam pelayanan kesehatan pasien, dan manfaat KIUP untuk
mencari kembali data identitas pasien terutama nomer rekam medis
pasien yang datang kembali tanpa membawa kartu identitas berobat
selain itu KIUP dibuat dalam bentuk format kertas maupun dalam format
elektronik. Berdasarkan penerapan KIUP yang digunakan Di RSUD
Praya jika dibandingkan dengan teori Savitri (2011) sudah sesuai.

1.4 Sistem Penyimpanan


Berdasarkan hasil praktek di RSUD Praya target yang diberikan
untuk sistem penyimpanan sebanyak 500, dan adapun hasil yang diperoleh
sebanyak 500(100%). Hasil ini diperoleh dari data kunjungan pasien baru
dan pasien lama.

1.5 Sistem Retrival


Berdasarkan hasil praktek di RSUD Praya yang diberikan untuk
sistem retrival sebanyak 500, dan adapun hasil yang diperoleh sebanyak
500 (100%). Hasil ini diperoleh dari data kunjungan pasien lama.
Retrival di RSUD Praya pengambilan berka Rekam Medis
dilakukan setelah No RM, nama pasien, poli yang dituju dan lainnya keluar
di TPP kemudian mencari berkas Rekam Medis pasien dan dikeluarkan
dari rak sesuai dengan nomor Rekam Medis dan nama pasien, kemudian
dicatat di buku register.
Berdasarkan Dirjen Yanmed (1997), tracer digunakan sebagai
petunjuk keluar jika dokumen rekam Medis dikeluarkan atau dipinjam.
Artinya penerapan tracer di RSUD Praya berdasarkan pendapat Dirjen
Yanmed (1997) sudah sesuai, tetapi belum maksimal.
Begitupun menurut pendapat dirjen Yanmed (2006) bahwa pengambilan
berkas rekam medis pasien tidak boleh dilakukan tanpa adanya tanda
permintaan baik yang dating dari poliklinik, dari dokter yang melakukan
riset yang diajukan ke bagian Rekam Medis . artinya dengan menggunakan
system informasi manajemen rumah sakit dan tracer sebagai tanda
permintaan berkas Rekam Medis di RSUD Praya berdasarkan Dirjen
Yanmed (2006) sudah sesuai.
1.6 Sistem Assembling
Berdasarkan hasil praktek di RSUD Praya target yang diberikan
untuk sistem sistem asembling sebanyak 500, dan adapun hasil yang
diperoleh sebanyak 400 (90%). Hasil ini diperoleh dari data kunjungan
pasien rawat jalan, rawat inap dan UGD.
Di RSUD Praya system assembling dilakukan saat poli membawa
berkas Rekam Medis ke bagian assembling kemudian dilakukan analisa
setelah itu dibawa ke bagian koding.
Sistem Asembling Di RSUD Praya yaitu kegiatan mengurutkan
atau merakit formulir pada berkas rekam medis pasien rawat inap pada
unit Asembling adapun urutan prosedur pelaksanaan kegiatan pada
sistem asembling yang di dapatkan selama PKL memakai aturan
Kebijakan Direktur Nomor : 445/01/PD.RSUD/2015 tentang Kebijakan
Manajmen Komunikasi dan informasi pada Rumah Sakit Umum Derah
Praya di antaranya yaitu :
1) Perawat ruang perawatan membawa dokumen rekam medis rawat
inap yang sudah pulang ke bagian rekam medis di asembling

2) Dokumen rekam medis di rakit sesuai dengan ururtan atau penataan


berkas rekam medis mulai dari penataan formulir berkas rekam
medis rawat jalan sampai dengan penataan formulir berkas rekam
medis rawat inap.

3) Petugas asembling meneliti kelengkapan isi dokumen rekam medis


4) Petugas asembling merakit kembali urutan formulir dokumen rekam
medis rawat inap sesuai urutan kemudian di serahkan kebagian
koding.

Akan tetapi masih saja beberapa berkas rekam medis yang di


kembalikan ke ruangan dengan tidak lengkap hal ini yang menyebabkan
berkas rekam medis yang di assembling selalau menumpuk dan petugas
lama dalam mengentri data pasien karna di RSUD Praya berkas yang di
antarkan dari setiap bangsal ditempatkan terlebih dahulu ke bagian
pengkode kemudian di entry dan di serahkan ke bagian assembling
dengan lamanya peroses pelaksanakan pengkodean dan pengentrian hal
ini juga bisa sebagai penyebab terhambatannya pelaksanaan sistem
assembling sehinga keterlambatan pengembalian berkas rekam medis
dalam kurun waktun 1 X 24 jam pada pasien rawat inap dan belum bisa
sesuai dengan SOP yang telah di buat Di RSUD Praya
Sedangkan berdasarkan teori Budi (2011) Asembling
Merupakan kegiatan berdasarkan bagian asemblingyaitu merakit,
tetapi untuk kegiatan asembling berkas rekam medis di fasilitas
pelayanan kesehatan tidaklah hanya sekedar merakit atau mengurut
satu halaman ke halaman yang lain sesuai denganaturan yang
berlaku. Pengaturan halam ini di mulai dari berkas rekam medis
rawat darurat, rawat jalan dan rawat inap. .Berarti penerapan
assembling Di RSUD Praya jika dibandingkan dengan teori Budi
2011) sudah sesuai.
Menurut Dirjen Yanmed (2006) Assembling Merupakan
kegiatan penataan berkas rekam medis rawat jalan dan rawat inap dengan
pembatas-pembatas tertentu serta memilih berkas rekam medis yang
lengkap dan yang tidak lengkap. Berarti penerapan assembling Di RSUD
Praya jika dibandingkan dengan teori Dirjen Yanmed (2006) sudah
sesuai.
1.7 Sistem Retensi
Berdasarkan hasil praktek di RSUD Praya target yang diberikan
untuk sistem retensi sebanyak 500, dan adapun hasil yang diperoleh
sebanyak 500(100%). Hasil ini diperoleh dari data retensi berkas rekam
medis yang pernah dilakukan di RSUD Praya.
Di RSUD Praya Sistem Retensi dilakukan dengan cara
mengurangi berkas Rekam Medis yaitu dengan cara isi berkas Rekam
Medis berdasarkan Nama Pasien, Nomor Rekam medis, dan tahun
terkahir Pasien keluar. kemudian isi berkas tersebut dipindah ke buku
register.
Menurut teori Dirjen Yanmed (2006) Retensi berkas rekam medis
adalah suatu kegiatan pengurangan berkas rekam medis dari rak
penyimpanan dengan cara memindahkan berkas rekam medis yang in
aktif dari rak file aktif ke rak file yang in aktif dengan cara memilah pada
rak penyimpanan sesuai dengan tahun kunjungan. Berdasarkan
penerapan retensi Di RSUD Praya jika dibandingkan dengan teori Dirjen
Yanmed (2006) adalah tidak sesuai karna tidak adanya pengurangan
berkas Rekam Medis tidak dilakukannya in aktif dari rak file ke rak file
yang in aktif .
Berdasarkan penerapan retensi Di RSUD Praya jika dibandingkan
dengan teori Savitri (2011) adalah tidak sesuai karna tidak adanya
penetapan jawal untuk retensi arsip.
1.8 Analisa Kuantitatif

Berdasarkan hasil praktek di RSUD Praya target yang diberikan untuk


sistem analisa sebanyak 500, dan adapun hasil yang diperoleh sebanyak 400
(90%). Hasil ini diperoleh dari kegiatan menganalisa berkas rekam medis rawat
jalan.
SistemAnalisa Di RSUD Praya di lakukan dengan cara Retrospective
analisis yaitu analisis dilakukan pada saat perawatan selesai dan dilaksanaan
secara menyeluruh untuk mengetahui kelengkapan formulir yang terdapat pada
berkas rekam medis urutan kegiatan analisa dilakukan dari formulir rawat jalan
sampai formuir rawat inap dengan formulir-formulir pembatas seperti analisa
pada berkas irna,nicu,icu dan lainnya. bangsal yang akan di tuju ternyata masih
saja di isi dengan tidak lengkap sehingga hal ini bisa menyebabakan
pengembalian berkas rekam medis untuk di analisa belum bisa di anterkan dalam
kurun waktu 1 X 24 jam dan terjadinya penumpukan berkas saat melakukan
analisa di karnakan berkas rekam medis masih berada di setiap ruang rawat atau
bangsal.
Menurut PermenkesNo.269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis
dipercaya ukan analisa baik kualitatif, maupun statistik serta memberitahu
kepada petugas yang mengisi rekam medis apabila ada kekurangan yang
mengakibatkan rekam medis menjadi tidak lengkap atau tidak akurat,
kemudian membuat laporan ketidaklengkapan sehingga dapat ditindak lanjut
untuk diatasi agar rekam medis menjadi lengkap. berdasarkan pengalaman PKL
di RSUD Praya setelah di bandingkan dengan teori pemenkes
No/.269/menkes/per/2008 ini sudah sesuai.

Sedangkan menurut teori Dirjen Yanmed (1997) analisa yaitu


untuk mengidentifikasi informasi yang jelas dan selalu terjadi, yang bisa
diperbaiki dengan mudah pada prosedur ini membuat catatan medis
lengkap untuk dirujuk. Dan waktu pelaksanaan analisa DRM dilakukan
pada saat :
a. Retrospective analysis yaitu : analisis dilaksanakan sesudah pasien
pulang. Hal ini lazim dilakukan karna rekam medis dapat dianalisis
secara keseluruhan walaupun hal ini bisa memperlambat proses
melengkapi bagian bagian berkas yang kurang lengkap.
b. Concurrent analysis yaitu: analisis dilaksanakan saat pasien masih
dirawat. Dengan demikian, jika terdapat kekuranglengkapan bisa
segera dilengkapi.
Berarti berdasarkan pengalaman PKL setelah di bandingkan
dengan teori menurut Dirjen Yanmed (1997) bahwa sistem Analisa di
RSUD Praya sudah sesuai dengan teori.
1.9 Koding
Berdasarkan hasil praktek di RSUD Praya target yang diberikan
untuk koding sebanyak 500, dan adapun hasil yang diperoleh sebanyak
40 (35%). Hasil ini diperoleh dari data pasien rawat jalan dan rawat inap.
Di RSUD Praya melakukan pengkodean dengan cara
pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau
angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili
komponen data. Kegiatan yang dilakukan dalam koding
meliputi kegiatan pengkodean diagnosis penyakit
menggunakan ICD 10 dan pengkodean tindakan medis
menggunakan ICD 9 kemudian di input ke computer.

Menurut Savitri 2011 kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World


Health Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan
golongan penyakit, cidera, gejala, dan faktor yang mempengaruhi
kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya
termasuk indonesia menggunakan klasifikasi penyakit revisi 10 (ICD- 10,
Internasional Statistical Classification of Disease and Related Health
Problem Tenth Revision). Namun, di indonesia sendiri ICD -10 baru
ditetapkan untuk menggantikan ICD-9 pada tahun 1998 melalui SK
Menkes RI No.50/MENKES/KES/SK/1998. Sedangkan untuk
Pengkodean Tindakan Medis dilakukan menggunakan ICD-9CM. artinya
koding di RSUD Tripat Praya savitri 2011 adalah sesuai.
Menurut teori Dirjen Yanmed 2006 yaitupemberian penetapan
kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam
dalam angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta
diagnosa yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode, dan
selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian
informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen, dan riset
bidang kesehatan, Berdasarkan teori Dirjen Yanmed 2006 sudah sesuai
dengan pemberian kode adalah pemberian penetapan kode dengan
menggunakan huruf, atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang
mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang
ada di dalam RM di beri kode dan selanjutnya di indes agar memudahkan
pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi
perencanaan, manajemen, dan riset bidang kesehatan.
1.1.1 Sensus Rawat Inap
Di Rumah Sakit Umum Daerah Praya sensus yang di dapatkan yaitu
ruang anak klas 2 bulan januari tahun 2020 akan tetapi di RSUD Praya tidak
menggunakan sensus rawat inap melainkan menggunakan registrasi pasien rawat
inap. Registrasi Pasien Rawat Inap Dilakukan setelah pasien rawat inap keluar
dari rumah sakit petugas rekam medis bagian koding morbiditas rawat inap
membuat sensus rawat inap menggunakan Microsoft excel.

Menurut Huffman (1994) Sensus Harian dilakukan untuk


mengetahui jumlah layanan yang diberikan kepada pasien selama 24 jam.
Departemen Kesehatan RI (1997) Sensus Harian menjadi dasar dalam
pelaksanaan pembuatan laporan Rumah Sakit yang kegiatannya di hitung
mulai jam 00.00 sampai dengan 24.00 setiap harinya. Sensus Harian di
bedakan menjadi 2 yaitu, Sensus Harian Rawat Jalan dan Sensus Harian
Rawat Inap.Perhitungan Sensus Harian di lakukan setiap pagi hari atau
setelah hari pelayanan.Sensus Rawat Jalan pengumpulan lembar sensus ke
unit Rekam Medis dilakukan setiap kali setelah selesai pelayanan.Sensus
Harian Rawat Jalan merupakan Pelayanan Rawat Jalan di setiap klinik.
Dan Sensus Harian Pasien Rawat Inap pengumpulan Sensus di lakukan
pada pagi harinya, hal ini karena akhir pelayanan pada Rawat Inap adalah
jam 24.00 sehingga Sensus baru bisa dikumpulkan ke unit Rekam Medis
pada pagi harinya. Sensus Harian Rawat Inap merupakan jumlah Pasien
Rawat Inap di suatu fasilitas pelayanan kesehatan pada waktu tertentu.
Sensus dikirim ke unit kerja rekam medis dengan menggunakan formulir
yang telah disiapkan.
a. BOR (Bed Ocupancy Rate)
Rata-rata persentase penggunaan tempat tidur di RSUD Praya
diruang anak klas bulan jauari 2020 sebesar 24,1% Rendahnya
presentse BOR ini menunjukkan bahwa rata-rata presentase
penggunaan tempat tidur di bangsal ANAK KLAS 2 bulan januari
2020 dibawah standar ideal. Hal ini sesuai dengan teori dari Depkes
RI, (2005) yang menyatakan bahwa standar ideal BOR adalah 68% -
85%. Sedangkan stadar ideal BOR menurut sudra (2010) adalah 75% -
85%, sehingga hasil perhitungan BOR untuk bangasa ANAK KLAS 2
bulan januari 2020 ini adalah tidak ideal dengan standar ideal BOR
baik menurut Depkes RI (2005) maupun menurut standar ideal yang
ditetapkan sudra,(2010).
Menurut sudra,(2010) nilai ideal BOR dikatakan secara statistic
semakin rendah BOR berarti semakin sedikit tempat tidur yang
digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan tempat tidur
yang telah di sediakan . Dengan kata lain, jumlah pasien yang sedikit
ini menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak Rumah
Sakit.

b. AvLOS (Averege Length Of Stay)


Rata-rata lamanya seorang pasien dirawat di RSUD Praya bulan
januari 2020 ruang anak klas 2 selama 3,0 hari hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata lamanya seorang pasien dirawat di bangsal ANAK
KLAS 2 di rumah sakit Umum Daerah Praya bulan januari 2020 ialah
selama 3,0 hari. Jika menunjuk pada standar ideal LOS menurut sudra
yakni 3-12 hari. Maka hasil perhitungan LOS untuk bangsak ANAK
KLAS 2 pada bulan januari 2020 adalah ideal. Sedangkan jika
menunjuk kepada standar ideal versi Depkes 2005 yakni 6-9 hari,
maka hasil perhitungan LOS untuk bangsak ANAK KLAS 2 pada
bulan januari 2020 menurut sudra adalah ideal, sedangam Depkes 2005
masih dibawah standar ideal.
c. TOI (Turn Over Internal)
Rata-rata nilai TOI pada bangsal ANAK KLAS 2 bulan januari
2020 berjumlah 10,8 hari. Hal ini menunjukkan rata-rata tempat tidur
tidak terisi dari sejak pasien keluar sampai tempat tidur tersebut terisi
kembali untuk bangsal ANAK KLAS 2 di Rumah sakit umum Daerah
Praya pada bulan januari adalah 10,8 hari, nilai TOI yang dilakukan
adalah 1-3 hari (sudra, 2010) . sedangkan standar ideal menurit Depkes
2005 adalah 1-3 hari. Jadi hasil TOI yang didapat dibangsal ANAK
KLAS 2 pada bulan januari 2020 dikatakan melebihi stadar ideal.
Semakin kecil angka TOI, berarti semakin sebentar tempat
tidur tidak terisi. Hal ini menyebabkan kemungkinan tempat tidur
tidak steril yang digunakan oleh pasien yang masuk semakin tinggi
dan bisa berpengaruh bagi kesehatan pasien. Sebaliknya, semakin
besar angka TOI berarti semakin lama waktu menganggurnya tempat
tidur tersebut yaitu semakin lama saat dimana sebuah tempat tidur
tidak digunakan oleh pasien. Hal ini berarti tempat tidur semakin tidak
produktif. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan dari segi ekonomi bagi
pihak manajemen Rumah Sakit.

d.BTO (Bed Trun Over)

Rata-rata produktivitas pemanfaatan tempat tidur di RSUD Praya


bulan Januari ruang ANAK KLAS 2 sebesar 2,1 kali.
Menurut DEPKES standar ideal BTO 40-50 kali, Tetapi apabila
dirata-ratakan perbulan terdapat angka kisaran 3-4 kali apabila nilai
BTO 2,1 kali maka tidak ideal karena satu tempat tidur di pakai oleh
pasien dalam periode tertentu adalah 40-50kali dalam pertahun dan 3-4
kali dalam sebulan.
Sedangkan menurut Ery Rustiyanto standar ideal BTO 30
kali,tetapi apabia dirata-ratakan perbuan terdapat kisaran angka 2-3
kali apabila nilai BTO 2,1 kali maka tidak ideal karena satu tempat
tidur di pakai oleh pasien dalam periode tertentu adalah 30 kali dalam
pertahun dan 2-3 kali dalam perbualn.
d. GDR (Gross Death Rate)
Rata-rata jumlah pasien yang meninggal di RSUD Praya bulan
Januari ruang ANAK KLAS 2 dari 1000 pasien yang dirawat ada
pasien yang meninggal sebesar 0‰ pasien. Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata angka kematian pasien yang dirawat di bangsal ANAK
KLAS 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Praya pada bulan januari 2020
adalah 0‰. Standar ideal GDR menurut Depkes RI (2005) yaitu
≤45‰. Sedangkan menurut ery rustiyanto juga ≤45‰. Berdasarkan
standar perhitungan GDR untuk bangsal ANAK KLAS 2 di RSUD
Praya bulan januari 2020 adalah ideal. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin rendah nilai GDR maka mutu pelayanan semakin baik.
.
e. NDR (Net Death Rate)
Rata-rata pasien yang meninggal di bangsal ANAK KLAS 2 di
RSUD Praya januari bangsal ANAK KLAS 2 dari 1000 pasien yang
dirawat ada pasien yang meninggal sejumlah 0‰ pasien. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata angka kematian pasien yang sudah
dirawat 2 hari atau lebih dari 1000 pasien yang dirawat di bangsal
ANAK KLAS 2 di Rumah Sakit Umum daerah Praya bulan januari
2020 ialah tdak ada pasien yang meninggal . standar ideal NDR
menurut Depkes, RI (2005) yaitu ≤25‰ . sedangkan menurut ery
rustianto juga ≤25‰. Berdasarkan standar ideal versi depkes 2005 dan
ery rustiyanto maka hasil perhitungan NDR untuk bangsal ANAK
KLAS 2 di rumah sakit Umum daerah Praya bulan januari 2020 adalah
ideal. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai NDR maka
mutu pelayanan semakin rendah. Sebaliknya, jika semakin rendah nilai
NDR maka mutu pelayanan semakin baik.

1.1.2.Grafik Barber Jhonson


Dari hasil perhitungan statistik bangsal IRNA 2 bulan
Agustus 2019 ditemukan hasil bahwa garis BOR 24% yang terletak pada
titik LOS 3,0 dan titik TOI 7,6 ditarik dari titik 0,0 sampai memotong
garis BTO 5,9 yang terletak pada titik LOS 5,3 dan titik TOI 5,3.
Selanjurnya titik LOS 3,0 hari dan titik TOI 7,6 hari ditarik dari titik 0,0
sampai memotong titik BOR 24% dan BTO 2,1. Pertemuan keempat
parameter ini bertemu di luar daerah efisien yaitu BOR 75% dan BTO 30
serta TOI 1-3 sehingga Grafik Barber Jhonson untuk bangsal ANAK
KLAS 2 bulan JANUARI 2020 adalah tidak ideal.
Keempat parameter tersebut tergambar dengan satu grafik. Dengan
grafik barber jhonshon secara visual dapat menyajikan dengan jelas
tingkat efisiensi pengelolaan rumah sakit dan perkembangannya dari
waktu kewaktu. Grafik barber jhonson ditampilkan secara periodik tiap
tahun atau sesuai kebutuhan. Menurut Barber dan Jhonson apabila titik
temu antara keempat parameter (BOR, LOS, TOI dan BTO) tergambar di
luar daerah, ini menunjukkan bahwa sistem yang sedang berjalan adalah
kurang efisiensi (Sudra, 2010). Dan menurut grafik barber jhonson yang
berada diluar dibidang ini menggambarkan bahwa pelayanan rumah sakit
adalah tidak efisien (Rustiyanto, 2010)

1.1.3 WISN
Berdasarkan metode perhitungan tenaga berdasarkan beban kerja yaitu
menggunakan metode WISN (Workload Indicators of Staffing Need) jika
dibandingkan menurut hasil perhitungnya yaitu membutuhkan 3 staf
sedangkan di RSUD Tripat gerung petugas di bagian koding hanya 1 staf.
Artinya dari jumlah hasil perhitungan di koding tidak sesuai dengan yang ada
di Praya.

Anda mungkin juga menyukai