Anda di halaman 1dari 10

Nama : Julia Rahman

Npm : 4820120071

Kelas : B1 ambon

Semester : V

RESUME

MENGENAL SPONS INDONESIA

A. Spons Seputar Kepulauan Spermonde


Ekosistem laut dan pesisir yang kompleks dengan interaksi yang
dinamis memerlukan bentuk pengelolaan yang didasarkan pada
pemahaman dan pengetahuan dan evaluasi dari pemanfaatan
sumberdayanya oleh masyarakat pengguna agar sumberdaya tersebut
dapat dimanfaatkan secara bijak dengan pertimbangan ekologi bagi
eksistensi keberadaan ekosistem-ekosistem tersebut.
Spons laut merupakan salah satu sumber molekul yang tidak biasa
ditemukan di bebatuan jauh sebelum ledakan Kambrium. Bukti
paleontologis dan genetik merupakan bukti kuat tentang hal ini,
berdasarkan data fosil hasil dieksplorasi diyakini genetik dari molekul
spons
B. Identitas Spons
Porifera dalam bahasa Latin, berarti porus artinya berpori, sedangkan
fer artinya membawa. Porifera adalah hewan multiseluler atau
metazoa yang paling sederhana. Hewan ini memiliki ciri yaitu
tubuhnya berpori seperti busa atau spons, sehingga porifera disebut
juga sebagai hewan spons. Ciri-ciri tubuh porifera meliputi ukuran,
bentuk, struktur dan fungsi tubuh. Beberapa jenis porifera ada yang
seukuran butiran beras, jenis lainnya, tinggi spons raksasa yang
ukuran tubuhnya dapat mencapai 2 m dan diameter hingga 2 meter.
Spons merupakan salah satu jenis kekayaan alam hayati, habitatnya
dilaut mencapai 830 spesies yang terdiri dari tiga kelas, yaitu
Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellidae, ditemukan pada laut
dangkal sampai kedalaman 8.000 m. Pendapat lain menyatakan
bahwa filum porifera terdiri dari empat kelas, yaitu: Calcarea,
Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia. Tubuh porifera
pada umumnya asimetris atau tidak beraturan meskipun ada yang
simetris radial. Bentuknya ada yang seperti tabung, vas bunga,
mangkuk, atau bercabang seperti tumbuhan. Tubuhnya memiliki
lubang-lubang kecil atau berpori (ostium). Warna tubuh bervariasi,
ada yang berwarna pucat, dan ada yang berwarna cerah, seperti
merah, jingga, kuning bahkan ungu.
Identitas utama spons adalah jenis hewan berpori, bersifat filter feeder
(menerap, menyaring dan menyemprotkan) nutrient dalam memperoleh
makanan. Spons dapat menjadi habitat bagi mikroorganisme lain
dengan bersarang pada tubuh spons.
C. Penggolongan Spons
Penggolongan spons terdiri atas 3 kelas utama dan 1 kelas turunan,
sehingga dari beberapa sumber, ada yang mengatakan spons terdiri
atas 4 kelas. Penggolongan spons didasarkan pada stuktur tubuh,
pola hidup dan pertumbuhannya.
Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut.
Spons ini mempunyai struktur sederhana dibandingkan yang lainnya.
Hidup di daerah pantai yang dangkal. Bentuk tubuhnya sederhana
dengan kerangka yang terbuat dari CaCO 3. Tinggi Calcarea umumnya
kurang dari 10 cm, misalnya Leucosolenia, Clathrina, Grantia, Scypha,
dan Sycon. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk
calcite.
Kelas Demospongiae adalah kelompok spons yang dominan di
antara porifera masa kini.
Kelas hexactinellida atau spons gelas yang hidup dilaut dalam dan
tersebar luas dengan spikula terdiri dari silikat dan tidak mengandung
sponging.
Kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup
pada perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-
celah batuan bawah laut atau terowongan terumbu karang.
D. Cara Hidup dan Habitat Spons
Pergerakan spons dewasa secara fundamental menyerupai hewan.
beberapa spesies spons laut dapat bergerak melintasi dasar laut
dengan kecepatan 1 - 4 mm (0,039-0,16 inc) per hari, sebagai akibat
dari amuba seperti gerakan pinacocytes dan sel lainnya. Beberapa
spesies spons laut dapat bekerjasama dengan seluruh tubuh mereka,
dapat menutup tubuh mereka dengan oscula dan ostia dan dapat
berenang bebas.
Spons hidup secara heterotrof. Makanan spons adalah bakteri dan
plankton. Makanan yang masuk ke tubuh spons dalam bentuk cairan
sehingga porifera disebut hewan pemakan cairan. Pencernaan spons
dijalankan intraseluler di dalam koanosit dan amoebosit Ukuran dan
bentuk spons bervariasi, mulai dari mikroskopis hingga mencapai tinggi
2.
E. Keunikan Spons (Karakter dan corak)
Spons menempati cabang tertua dan terendah dalam pohon
keluarga binatang, Hal ini telah membuat beberapa orang
berspekulasi bahwa spons purba berevolusi menjadi binatang dan
manusia. Sebuah tayangan dokumenter di televisi bahkan menyebut-
nyebut spons sebagai “Hawa-nya binatang” atau leluhur yang
menjadi cikal bakal lahirnya manusia. Upaya analisis tetntang spons
dalam bidang sains untuk menjawab pertanyaan, Apakah spons
sekadar makhluk sederhana, atau spons terbukti sebagai suatu sosok
hasil rancangan arsitektur yang unik, mengapa, karena spons tidak
berjantung, dan tidak berotak serta tanpa jaringan syaraf, dan bentuk
tampak seperti tanaman. Tinjaun struktur, fungsi, dan perkembangan,
spons sangat berbeda dengan binatang lain, karena spons tidak memiliki
organ tubuh bagian dalam. .Sel-sel yang sangat kecil di dalam spons
menjalankan banyak fungsi yang menunjang kehidupan. Ada sel-sel
khusus untuk menangkap makanan, untuk mengangkut zat gizi, atau
untuk membuang kotoran.
Keunikan lain yang dimiliki spons adalah sel-selnya berkelompok
sama seperti susunan sel semula meskipun telah dilumatkan. Jika spons
digiling, tampak sel-selnya terpisah perlahan-lahan membentuk dua sel
binatang memnyerupai susunan semula, sehingga spons dikatakan dapat
membangkitkan dirinya sendiri. Fenomena spons ini tidak dimiliki oleh
tanaman atau binatang lain. Spons juga bisa berkembang biak dengan
luar biasa lentuk. Ada spons yang meluncurkan sel-sel bagaikan
pesawat ruang angkasa untuk mengkolonisasi tempat lain. Sel-sel ini
mengadakan perjalanan dalam keadaan mati suri hingga akhirnya
mendarat, terbangun, dan menghasilkan spons baru. Spons jenis lain,
ada yang berkembang biak secara seksual, dan setiap spons bisa
berganti peran menjadi jantan atau betina menurut kebutuhan. Ada juga
spons yang bertelur. Semakin dicermati, semakin banyak kerumitan
yang kita lihat pada diri spons.
F.
G. Struktur Spons
Secara umum struktur spons tersusun atas Osculum, mesohyl,
spongocoal, Choanocyt, Amoebocyt, dan Spicula; dimana struktur
spons tersebut dilengkapi dengan saluran aliran air dan terlihat
bahwa tubuh spons memiliki porositas yang menjamin spons sebagai
hewan filter feeder. Bagian dari tubuh spons tersebut di bungkus oleh
Epidermis. Sistem pencernaan spons terdiri atas bagian yang dapat
mendeaktifasi zat racun pada system nutrisi yakni Phagocytosis dan
juga memiliki perut atau kantong makanan, dilengkapi dengan
Flagella.
FISIOLOGI, ANATOMI, MORFOLOGI DAN
HISTOLOGI SPONS
A. Fisiologi Spons
Bentuk tubuh spons sederhana seperti tabung dengan dinding
tipis, atau bentuknya ada yang masif, kurang teratur dan beragam.
Beberapa jenis spons bercabang menyerupai pohon, lainnya
berbentuk seperti sarung tinju, ada yang seperti cawan, seperti kubah.
Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar
kepala jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya
0,9 m dan tebalnya 30,5 cm. Jenis-jenis spons tertentu nampak
berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya.
Spons dapat menghasilkan zat kimia, kecuali spons kaca untuk
pertahanan terhadap predator. Toksisitas zat kimia yang dihasilkan
spons tidak mengganggu keberadaan ikan disekitarnya, bahkan
predasi ikan dapat membantu menyebarkan spons. Spons di
kehidupan nyata memiliki bentuk dan warna yang sangat bervariasi.
Dari sebesar kacang hingga setinggi satu meter, berbentuk simetri
radial dan jambangan, namun sebagian besar tidak beraturan dengan
pola yang bermacam-macam. Umumnya berbentuk mengkuti sistem
aliran air.
1) Fisiologi Bentuk dan Permukaan Tubuh
a. Petrosia (Strongylophora) corticata – Petrosiidae
Spongioblast dan pembentukan sponging (gambar 1), dan
pembentukan spongin (kanan) Spongia sp banyak ditemukan
di lautan yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar
laut, umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai
berupa bebatuan, cangkang, koral dari karang. Beberapa
contoh spesies dari genus Spongia dan penyebarannya:
Spongia tubulifera fouled. Berbentuk seperti bola besar dan
lunak, tought serta bersifat masif. Warna kulit hitam, tetapi
tampaknya ada yang sangat mengotori di antara oscules
tersebar, yang bisa diangkat sebagai cerobong asap, mereka
berakhir dengan kerah berbentuk kerucut. Interior krem putih.
Mirip dengan kerangka Spongia obscura smooth, tapi lebih
tebal dari Spongia obscura shaggy.
b. Niphates sp.- Niphatidae
Terlihat berwarna hitam dan besar, membentuk gundukan
lateral pipih atau bulat. Bersifat lobate dan masif. Diratakan
yang dengan oscules berjajar dalam puncak yang bulat
dengan oscules tersebar. Oscules dengan kerah berbentuk
kerucut. Shaggy dengan ujung serat permukaan. Interior bata
merah. Spongin lebih tipis daripada di Spongia lain dari
panduan serat ini, dalam retikulasi lebih dikemas.
c. Hyrtios erectus – Thorectidae
Berwarna hitam dan besar, membentuk gundukan lateral
pipih atau bulat. Bersifat lobate dan masif. Membentuk
gundukan halus, seringkali cukup bulat tapi terdapat lateral
yang diperluas. Bersifat masif dan merayap. Oscules tersebar
atau sejajar, dengan kerah berbentuk kerucut. Interior warna
krem. Kerangkanya lebih tebal dari Spongia obscura shaggy.
d. Clathria (Clathria) basilana
Merupakan salah jenis spons kelas Demospongiae adalah.
Spesies ini juga merupakan bagian dari genus Clathria dan
famili Microcionidae. Nama ilmiah spesies ini pertama kali
diterbitkan pada tahun 1961 oleh Lévi. Seperti spons pada
umumnya.
2) Fisiologi pencernaan dan ekskresi
Beberapa jenis spons pemakan suspensi, metode makan
tersebut dikenal dengan cara menyaring makanan (filter feeder).
Spons memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik
renik, hidup atau tidak, seperti bakteri, mikroalga dan detritus,
yang masuk melalui pori-pori saluran masuk yang terbuka dalam
air lalu dibawa kedalam rongga atau ruang bercambuk (Flagella)
terjadi di choanocyt. Air mengalir melalui ostia kedalam
paragaster, sehingga dapat dikatakan bahwa air disaring melalui
ostia tersebut. Paragester adalah suatu rongga didalam tubuh
spons dimana air dapat masuk kedalamnya, kemudian mengalir
keluar melalui osculum.
3) Fisiologi pernafasan
Spons melakukan respirasi secara aerobik biasa, yaitu melalui
difusi oleh sel-sel individu dalam tubuh spons tersebut. Biasanya
spons tidak dapat bertahan jika kekurangan oksigen dalam air
atau hidup pada air yang tercemar atau berbau. Oksigen yang
dikonsumsi dalam waktu tertentu tergantung pada tingkat arus
air. Bagian yang terhubung dengan ostium (tempat masuknya air)
mengandung oksigen dapat mencapai 10 % hingga 50 % dari
seluruh oksigen, cenderung mengkonsumsi lebih banyak jika
dibandingkan dengan bagian-bagian spons lainnya.
4) Fisiologi saraf
Spons yang telah diidentifikasi saat ini dinyatakan tidak memiliki
system dan sel-sel saraf untuk mengkoordinasikan fungsi tubuh.
Kebanyakan reaksi yang terjadi pada spons berasal dari hasil reaksi
sel individu-individu dalam menanggapi stimulus dan ransangan
sebagai bentuk respon tubuh terhadap dinamika internal dan
sekternal tubuhan.
Anatomi

a) Anatomi Spons
Dinding tubuh spons, termasuk kelas Demospongia pada genus
spongia sp terdiri dari tiga lapis, dari luar ke dalam sebagai berikut:
Pinacoderm, merupakan sel yang tersusun berupa sel pipih
(pinacocyte). Pinacodem berfungsi untuk melindungi bagian dalam
tubuh. Sel ini tidak mempunyai membran basalis. Bagian sel
pinacocyte dapat berkontraksi atau berkerut, sehingga seluruh
tubuhnya dapat membesar dan mengecil dalam range terbatas. Basal
Pinacocyte mensekresi zat yang dapat melekatkan hewan ke substrat.
Tubuh Spongia sp memiliki banyak pori-pori yang merupakan awal
dari system kanal (saluran air) yang menghubungkan lingkungan
eksternal dengan lingkungan internal.
b) Ciri-ciri Anatomi Spons
Anatomi spons terdiri atas tiga tipe saluran air, yaitu askonoid,
sikonoid, dan leukonoid pencernaan secara intraseluler di dalam
koanosit dan amoebosit. Cara hidup secara heterotof.Makananya
adalah bakteri dan plankton.Makanan yang masuk kedalam tubuhnya
berbentuk cairan.Pencernaan dilakukan secara intraseluler di dalam
koanosit dan amoebosit. Reproduksi hewan ini dilakukan secara
aseksual maupun seksual. Umumnya, spons bersifat hermafrodi.
Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan pucuk/tunas
baru dan gemmule. Dilakukan dengan membentuk pucuk/tunas pada
tubuh induk lama-kelamaan terbentuk koloni porifera. Fragmen-
fragmen kecil melepaskan diri dari spons induk, menempel pada
substrat, dan tumbuh menjadi spons baru. Reproduksi aseksual
porifera air tawar bisa juga dilakukan untuk mengatasi kondisi
lingkungan yang kering dengan pembentukan gemule (butir benih /
tunas internal), yaitu sel amebosit yang dibungkjus oleh tiga lapisan
kuat. Gemmule dihasilkan menjelang musim dingin di dalam tubuh
Porifera yang hidup di air tawar. Gemule terlihat pada saat induk
hancur. Jika kondisi lingkungan membaik kemabali, maka lapisan
pelindung pecah dan kehidupan dilangsungkan kembali.

Morfologi Spons
a) Pengantar Morfologi Spons
Mikroanatomi adalah mempelajari sel, jaringan, organ, sistem organ,
organisasi sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme suatu
makhluk hidup. Khusus spons laut dengan morfologi luar sangat
dipengaruhi oleh faktor fisika, kimiawi, dan biologis lingkungannya.
Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar
cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat. Sebaliknya
spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau
pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya
cenderung tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons
cenderung memilki tubuh yang simetris dan lebih besar sebagai akibat
dari lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis
spons yang sama pada perairan yang dangkal.
b) Ciri-ciri morfologi Spons
Spons umumnya memiliki bentuk tubuh sangat bervariasi yaitu ada yang
menyerupai kipas, batang, terompet dan lainnya, hewan ini sebagian
membentuk koloni yang sering tampak tidak teratur sehingga tampak
sebagai tumbuhan. Warnanya bermacam-macam dan dalam tubuhnya
mengandung ganggang yang memiliki warna dan mereka mengadakan
simbiosis. Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding
tipis, atau massif bentuknya dan agak tidak teratur.
Histologi Spons

Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan


secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang
dipotong tipis, salah satu dari cabang-cabang biologi. Histologi dapat
juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. llmu yang mempelajari
jaringan tubuh secara mikroskopis.

Contoh pengamatan histologi spons melalui preparat histologi


ditunjukkan pada spons jenis Aaptos aaptos dan spons Petrosia sp. Data
yang teramati pada spons A. aaptos, yakni memiliki spikula oxea yang
tersebar di bagian ektosom (korteks) dan spikula style serta strongyle
yang terdapat di bagian ektosom (korteks) dan endosom (medulla).
MIKROSIMBION

A. Spons dan Mikrooganisme

Interaksi antara organisme yang hidup dilingkungan akuatik sangat


beragam dan peran penting pada interaksi tersebut dijalankan oleh
mikroorganisme. Mikroorganisme banyak yang ditemukan tumbuh
secara komensal di permukaan juga di dalam berbagai binatang akuatik,
beberapa diantaranya terdapat di organ pencernaannya dimana sejumlah
bakteri sering terdapat. Mikroorganisme dimakan dan digunakan sebagai
makanan oleh sejumlah hewan yang hidup baik itu di sedimen maupun
di perairan sehingga faktor nutrisi. Beberapa hewan dapat hidup dengan
sejumlah tetentu bakteri maupun fungi

Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Mikrosimbion Spons

1. Ketersediaan Nutrien

Ketersediaan nutrien berupa senyawa-senyawa organik menjadi


faktor yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan spons. Nutrien yang cukup memberi manfaat terhadap
spons dalam mencukupi kebutuhan tubuhnya untuk kelangsungan hidip
spon yang lebih baik, meskipun diketahui bahwa banyak jenis spons
yang hanya mampu tumbuh 2-3 cm dalam setahun. Ketersediaan nutrisi
yang cukup, namun tidak didukung dengan keterpenuhan kondis yang
berpengaruh seperti lingkungan perairan yang keruh dan terjadinya
pergerakan material nutrian akibat arus dapat menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan spons terhambat.

2. Salinitas, temperatur dan pH

Salinitas yang sesuai dengan suatu jenis spons akan menyebabkan


spon tersebut dapat bertahan pada lingkungan hidupnya, namun
demikian bahwa beberapa jenis spons yang tidak dapat bertahan dengan
tingkat salinitas dimana spons tersebut berdian. Jika terjadi hal
demikian, maka spons harus dapat beradaptasi dengan keadaan tersebut
atau spons dapat saja melakukan migrasi, namun itu sangat sulit, karena
spons merupakan jenis hewan dengan pergerakan paling kecil. Derajat
pH pada area perairan dan temperatur dimana komunitas spons berada
berpengaruh buruk dengan pertumbuhan spons, meskipun hal tersebut
baru berupa dugaan yang perlu dilakukan analisis lebih lanjut.

3. Topografi

Dasar laut yang landai memberi manfaat bagi spons untuk


menjalan kemampuannya spons sebagai hewan filter feeder dapat
berjalan maksimal. Tofografi landai dan dasar laut yang sedikit
berlumpur akan menjadikan spons dapat melakukan nutrisi secara
maksimal dan efektif. Tofografi dasar laut yang curam menyulitkan
spons untuk menjalankan kemampuannnya sebagai hewan filter feeder.
Topografi yang landau memungkin terjadinya longsoran-longsoran kecil
yang berakibat pada terjadinya kekeruhan. Efek kekeruhan pada habitat
spons berdampak pada berkurangnnya suplai oksigen yang masuk ke
dalam laut, dimana diketahui bahwa dengan sistem pernapasan spons
yang tidak dapat bertahan pada keadaan kekurangan oksigen, dapat
menyebabkan spons mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan ataupun dapat mengalami kematian karena kekurangan
oksigen. Karena itulah lingkungan alami spons harus benar-benar
kondusif untuk mendukung perkembangannya.

2. Hubungan Mikrosimbions Terhadap Jenis Spons


Interaksi Spons terhadap mikroorganisme

Beberapa jenis mikroorganisme yang dapat bersimbion dengan


spons, namun diketahui bahwa tidak ada pola yang baku suatu simbiosis
yang dapat terjadi antara spons dengan mikroorganisme. Satu jenis
spons dapat bersimbion dengan banyak jenis mikroorganisme, termasuk
banyak jenis bakteri, dan sebaliknya jenis mikroorganisme (bakteri)
dapat bersimbion dengan lebih dari satu jenis spons. Jenis simbion yang
terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ketersediaan nutrisi
bagi spons, ancaman yang dapat terjadi pada habitat spons, besar
kecilnya arus yang dapat membuat mikroorganisme terombang ambing,
jenis predator baik oleh spons maupun terhadap bakteri dan juga ada
tidaknya pencemaran pada lingkungan hidup spons.

Anda mungkin juga menyukai