Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH OSEANOGRFI TERAPAN

”POTENSI SUMBER DAYA PERAIRAN YANG MEMILIKI KANDUNGAN BIOAKTIF


(SPONS) YANG DAPAT DIKEMBANGKAN PADA BIDANG FARMAKOLOGI”

OLEH:

NARFAN
I1F119021

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALAU OLEO
KENDARI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya alam hayati laut yang
besar.Salah satu sumber daya alam tersebut yaitu ekosistem terumbu karang. Di dalam ekosistem
terumbu karang bisa hidup lebih dari300 spesies karang, lebih dari 200 spesies ikan dan ratusan
spesies moluska,krustasea, spons, alga, lamun dan biota lainnya. Spons merupakan salah satu
komponen penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif sebagai antibakteri,
antikanker, dan antijamur yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung
senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-
senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat

Spons merupakan salah satu kelompok biota laut yang terdapat di perairan Indonesia
dengan jumlah kurang lebih 50 spesies dan berpotensi menghasilkan senyawa metabolit
sekunder yang bersifat bioaktif. Spons ialah hewan berpori yang bersifat  filter feeder ,
karena sifat itulah sehingga biota menjadi habitat bagi mikroorganisme untuk tinggal dalam
tubuhnya

Spons laut diketahui menjadi tempat hidup beberapa jenis bakteri yang jumlahnya
mencapai 40 persen dari biomassa spons. Simbiosis yang terjadi antara bakteri dengan spons laut
menyebabkan organisme ini sebagai invertebrata laut yang memiliki potensi antibakteri yang
lebih besar  dibandingkan dengan organisme darat dan laut lainnya

Spons laut dilaporkan memiliki kandungan kimia yang potensial secara farmakologis
seperti antitumor, antiinflamasi, antimikroba, dan lain-lain. Hewan multiseluler yang paling
sederhana ini, termasuk ke dalam filum porifera. Spons laut hidup mulai dari perairan laut
dangkal sampai beberapa ribu meter dibaw  permukaan laut, dan hampir tersebar merata di
seluruh laut di dunia

Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin meningkat, terutama untuk
mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa bioaktif tertentu. Pengumpulan
spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada umumnya diambil secara langsung dari alam dan
belum ada dari hasil budidaya. Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan
dapat mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan karena terjadi tangkap lebih
(overfishing  ), terutama pada jenis-jenis tertentu yang senyawa bioaktifnya sudah diketahui
aktifitas farmakologiknya dan sulit dibuat sintesisnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
pemanfaatan yang berkesinambungan, kelestarian sumber daya ini perlu dijaga
dan dipertahankan. Hal-hal yang dapat merusak dan mengancam kelestariannya harus dicegah
dan dikendalikan.

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji senyawa-senyawa bioaktif penting dari spons laut dalam bidang farmasi,
kedokteran dan bidang-bidang lainnya.
2. Mengkaji permasalahan penelitian bahan alam laut dan spons di Indonesia
C. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu untuk mengetahui kegunaan spons pada bidang
farmakologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri dari tiga kelas,
yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Amir dan Budiyanto,1996; Rachmaniar,
1996; Romimohtarto dan Juwana,1999), sedangkan menurut Warren (1982),Ruppert dan Barnes
(1991), filum Porifera terdiri dari empat kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida,
dan Sclerospongia.

Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut. Spons ini mempunyai
struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat dalam
bentuk calcite. Kelas Demospongiae adalah kelompok spons yang terdominan di antara Porifera
masa kini. Mereka tersebar luas di alam, serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak.
Mereka sering berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit,
dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri
dari silikat dan ada beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida) spikulanya hanya
terdiri serat spongin, serat kollagen atau spikulanya tidak ada. Kelas Hexactinellida merupakan
spons gelas. Mereka kebanyakan hidup di laut dalam dan tersebar luas. Spikulanya terdiri dari
silikat dan tidak mengandung spongin (Warren, 1982, Ruppert dan Barnes, 1991; Brusca dan
Brusca, 1990; Amir dan Budiyanto, 1996; Romihmohtarto dan Juwana, 1999).

Kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di
terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan diterumbu
karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang kompleks yang mempunyai spikula silikat
dan serat spongin. Elemenelemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka
basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat
(Warren,1982; Harrison dan De Vos,1991; Ruppert dan Barnes,1991).

Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan biologis
lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar
cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang
sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang,
pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung
memiliki tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat lingkungan dari lingkungan
yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada perairan yang
dangkal

Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau masif
bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari segumpal jaringan yang tak
tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-
tumbuhan. Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar
perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki spons dapat beragam.
Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan
atau seperti kubah. Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum
pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0.9 m dan tebalnya 30.5 cm. Jenis-jenis
spons tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Spons
Spons merupakan kelompok porifera yaitu hewan yang mempunyai tubuh berpori-pori
atau saluran. Spons sebagai in+ertebrata laut multi sel yang fungsi jaringan dan organnya sangat
sederhana. Biota laut ini dikenal dengan filter feeders, yaitu mencari makanan dengan mengisap
dan menyaring air melalui sel cambuk dan memompakan air keluar melalui oskulum. Makanan
spons berupa zooplankton atau hewan kecil dan bakteri yang terbawa oleh arus serta masuk ke
dalam tubuhnya.
Tubuh spons terdiri dari  jelly seperti mesohyl terjepit di antara dua lapisan tipis sel.
Spons tidak memiliki saraf, pencernaan atau sistem peredaran darah. Sebaliknya,
sebagian besar mengandalkan mempertahankan aliran air konstan melalui badan spons untuk
mendapatkan makanan dan oksigen ataupun untuk menghilangkan limbah. Larva spons dapat
menyebar secara luas, terbawa arus dan bergerak sangat aktif, tetapi setelah dewasa hidup
melekat dan menetap pada karang batu dan dasar laut.

1. Klasifikasi spons Clathria Sp


Menurut Hooper spons Clathria Sp diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Ordo : Poecilose lerida
Famili : Microcionidae
Genus : Clathria
Species : Clathria Sp
2. Morfologi Spons

Morfologi luar spons sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi dan biologis
lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar
cenderung mengalami pertumbuhan yang pendek atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dan
jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan
berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam,
spons cenderung memiliki bentuk tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat dari
lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada
perairan yang dangkal. Spons pada jenis yang sama pertumbuhannya )enderung semakin besar
dan semakin tinggi dengan bertambahnya kedalaman laut.

Spons secara morfologi berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis
tidak teratur serta tubuhnya berpori (ostium). Spons membuat kerak pada batu, cangkang,
tongkat atau tumbuh-tumbuhan. Tubuh spons asimetri (tidak  beraturan), meskipun ada
yang simetri radial, berbentuk seperti tabung, vas bunga, mangkuk, atau tumbuhan, memiliki
warna yang bervariasi. Melaporkan beberapa jenis spons ada yang bercabang seperti pohon,
berbentuk seperti sarung tinju dan cawan sedangkan yang lainnya berbentuk kubah. Spons
banyak dijumpai di laut dengan bentuk  dan warna yang sangat beraneka dan sangat menarik, hal
ini disebabkan oleh  zooxanthellae yang hidup dalam jaringan tubuhnya. Spons yang hidup di
lingkungan yang gelap akan berbeda warnanya dengan spons sejenis yang hidup pada
lingkungan yang cerah.

Struktur tubuh spons terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, mesoglea dan endodermis.
Epidermis merupakan lapisan luar yang terdiri atas sel-sel epitelium berbentuk pipih
(pinakosit). Pinakosit berfungsi sebagai pelindung. Endodermis terdiri atas sel berflagela yang
berfungsi mencerna makanan dan bercorong yang disebut sel leher atau koanosit. Struktur sel
spons ditunjukkan pada berikut:
Gambar 1.1

Struktur sel spons a. oskula, b. sel penutup (pinakosit), c. sel amobosit, d. sel pori
(porosit), e. pori saluran masuk (ostia), f. telur, g. spikula triaxon, h. mesohil, i. sel mesenkim, j.
bulu cambuk (flagela), k. sel kolar (choanosit), l. sklerosit, m. spikula monoaxon.

3. Reproduksi dan Daur Hidup Spons

Porifera berkembang biak secara aseksual maupun seksual. Reproduksi yaitu terjadi
dengan cara pembentukan umumnya fragmentasi yaitu potongan-potongan dari spons yang patah
dapat hidup dengan cadangan makanan yang ada ditubuhnya kemudian bergenerasi membentuk
tunas baru untuk menjadi spons dewasa. Cara reproduksi fragmentasi yang dapat ditiru untuk
membuat kultur  spons.

4. Kandungan Spons

Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh di perairan
Indonesia. Spesies ini merupakan salah satu biota laut yang memiliki kandungan berbagai
metabolit sekunder diantaranya steroid, alkaloid, flavonoid, dan terpenoid yang nantinya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat.

Kandungan metabolit sekunder dari spons yang mengandung alkaloid sebanyak 194 jenis,
151 jenis yang mengandung terpenoid, dan 121 jenis mengandung steroid. Sebagian besar spons
mengandung alkaloid, lalu terpenoid, kemudian steroid. Setiap spons tidak selalu memiliki
kandungan metabolit sekunder yang sama dengan spons lainnya demikian pula golongannya ada
yang mengandung hanya alkaloid saja, atau steroid saja, atau terpenoid saja, ataupun dua ataupun
ketiga-tiganya. Hal ini dapat dimengerti karena pembentukan metabolit sekunder dalam spons
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya.

5. Simbiosis Spons dan Bakteri

Interaksi antara organisme yang hidup dilingkungan akuatik sangat beragam dan peran
penting pada interaksi tersebut dimainkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme banyak yang
ditemukan tumbuh secara komensal di permukaan juga di dalam berbagai binatang akuatik,
beberapa diantaranya terdapat di organ pencernaannya dimana sejumlah bakteri sering terdapat.
Mikroorganisme dimakan dan digunakan sebagai makanan oleh sejumlah hewan yang hidup baik
itu di sedimen maupun di perairan sehingga faktor nutrisi. Beberapa hewan dapat hidup dengan
sejumlah tetentu bakteri maupun fungi.

Lubang yang porus pada spons mengandung sejumlah koloni bakteri. Hasil penelitian
terhadap spons  Microcionia prolifera, ditemukan bakteri dari genus Psedomonas, Aeromonas,
Vibrio, Achromobacter, Flavobacterium dan Corynebacterium serta Micrococcus yang biasa
terdapat di perairan sekitarnya.

Pola makanan spons yang khas yaitu filter feeder (menghisap dan menyaring) dapat
memanfaatkan jasad renik disekitarnya sebagai sumber  nutrien diantaranya bakteri, kapang dan
xooxanthela yang hidup pada perairan tersebut. Sedangkan kapang, bakteri dan xooxanthelae
hidup dan berkembang biak dengan memanfaatkan nutrien yang terdapat pada spons tersebut.
Mayers et al (2001) melaporkan bahwa terdapat hubungan simbiotik antara spons dan sejumlah
bakteri dan alga, dimana spons menyediakan dukungan dan perlindungan bagi simbionnya dan
simbion menyediakan makanan bagi spons. 1lga yang bersiombiosis dengan spons menyediakan
nutrien yang berasal dari produk fotosintesis sebagai tambahan bagi aktifitas normal filter feeder
yang dilakukan sponge.

Pembentukan senyawa bioaktif pada spons sangat ditentukan oleh prekursor berupa enzim,
nutrien serta hasil simbiosis dengan biota lain yang mengandung senyawa bioaktif seperti
bakteri, kapang dan beberapa jenis dinoflagellata yang dapat memacu pembentukan senyawa
bioaktif pada hewan tersebut. Senyawa terpenoid dan turunannya pada berbagai jenis
invertebrata termasuk  spons atau beberapa spesies dinoflagellata dan xooxanthelae yang
memiliki senyawa-senyawa yang belum diketahui, yang kemudian diubah melalui biosintesis
serta fotosintesis menghasilkan senyawa bioaktif yang spesifik pada hewan tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryati et al (2000), terhadap sejumlah


spesies spons yang hidup di perairan Spermonde, Sulawesi Selatan, kelimpahan kapang dan
bakteri yang bersimbiosis cukup bervariasi pada sponge seperti diperlihatkan pada tabel
2. kelimpahan jenis bakteri yang diisolasi dari spons pada umumnya didominasi oleh bakteri
 Aeromonas, flavobacterium, Vibrio sp,  Pseudomonas sp. Acinebacter dan Bacillus
sp.
B. Proses Maserasi Spons

Sebelum diekstraksi, spons laut dicuci kemudian dipotong kecil untuk mempercepat
pengeringan. Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari. Kemudian diekstraksi
menggunakan metode maserasi. Metode maserasi dipilih karena maserasi merupakan metode
ekstraksi yang pengerjaannya dan alat-alat yang digunakan sederhana. Pemilihan cara maserasi
juga bertujuan untuk menghindari terjadinnya penguraian zat aktif yang terkandung dalam
sampel oleh pemanasan tinggi.

Pelarut yang digunakan untuk penyarian zat aktif adalah ethanol 96 persen karena etanol
merupakan larutan penyari yang bersifat universal, mudah didapat dan selektif sehingga
penyarian dengan menggunakan pelarut ethanol diharapkan mampu menarik semua zat-zat atau
senyawa yang bersifat polar  dan non polar yang terkandung dalam simplisia, selain itu etanol
tidak toksik  serta ekonomis.

Pada tahap ini, spons diekstraksi dengan metode maserasi yaitu dengan cara sampel
Spons laut direndam menggunakan etanol pada maserator.

Sampel Spons laut (Porifera: Demospongiae) terlebih dahulu ditimbang sebanyak


200 gram, kemudian sampel direndam menggunakan pelarut etanol yang di tempatkan pada
maserator, sampai serbuk terendam semua volume etanol kurang lebih 2 L. Setelah itu sampel
didiamkan selama 1 kali 24 jam dengan sesekali diaduk. Selanjutnya sampel di saring
menggunakan kertas saring hingga di dapatkan ekstrak cair. Residu yang tertinggal ditambah lagi
dengan etanol 1,5 liter dan diberikan perlakuan yang sama sebanyak tiga kali pengulangan.
Selanjutnya semua ekstrak cair yang didapat dikumpulkan menjadi satu untuk dievaporasi
sampai agak kental. Setelah agak kental, diuapkan diatas waterbath suhu 50 derajat celcius untuk
mendapatkan ekstrak yang lebih pekat.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Spons merupakan kelompok biota laut dengan jumlah 850 spesies dan
berpotensi menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang bersifat bioaktif.
Spons bersifat  filter feeder  sehingga menjadi habitat bagi mikroorganisme untuk
tinggal dalam tubuhnya.
2. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi untuk mencegah rusaknya senyawa
metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi dan kemudahan dalam
pengerjaannya serta kemampuan menarik senyawa kimia relatif lebih efektif.
B. Saran

Makalah ini masih jauh dari bagus, jadi apabila masih terdapat banyak kekurangan
penulis memohon kritik dan saranya.
DAFTAR PUSTAKA

Amir, I. dan A. Budiyanto. 1996.   Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum.
Oseana. 21. 15-31.
Faulkner, D. J., Sponges, Marine Gatural Products, Serpps Institution, University of
Oceanografi, University of California, San Diego, 11, 1993, 231-247.
Jasin, M,  Zoologi Invertabrata Untuk Perguruan Tinggi, cetakan keempat, Penerbit
Sinar Jaya, Surabaya, 1992, 89-102.
Kanagasabhapathy, M., Sasaki, H., Gakajima, K., Gagatan, K., and Gagata, S. 2005.
Inhibitory Activities of Surface Associated Bacteria from the Marine
Pseudocratina Purpurea.  Microbes and nvirontment.  20: 178-185.
Menggelea, &.P., dkk. 2015. Uji Efek Antibacteri Jamur Endosimbion Spons Laut 
Callyspongia Sp. terhadap Bacteri Pseudomonas aeruginosa dan Eschericia
coli. Jurnal. Manado: Universitas Sam Ratulangi
Mokodompit, A., dkk, 2015. Uji Efektifitas 1ntibakteri Ekstrak Etanol Spons Laut
(Porifera:Demospongiae) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherchia
coli. Jurnal. Gorontalo: Universitas Gegeri Gorontalo
Stachowitsch, M, The Invertebrates, An Ilusctated 0losary, Department of  Marine Biology
Institute of Zoologi, Aienna, Austria, 1992, 13-18.
Suparno. 2005.   Kajian Bioaktif Spons Laut (Porifera : Demospongiae) Suatu
  Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem 1arang Indonesia dalam dibidang Farmasi.
Makalah. Bandung: Institut Pertanian Bogor 
Widhy, P. 2012. Herbarium.

Anda mungkin juga menyukai