Anda di halaman 1dari 106

1

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM


AVERTEBRATA AIR

Laporan ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Kelulusan Mata Kuliah Avertebrata Air

OLEH :

ARDANA KURNIAJI
I1A2 10 097

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Spons adalah hewan dari filum Porifera yang berarti "pembawa pori". Tubuh
mereka terdiri dari jelly seperti mesohyl terdapat di antara dua lapisan tipis sel.
Sementara semua hewan memiliki sel terspesialisasi yang dapat berubah menjadi sel-
sel khusus, spons yang unik dalam memiliki beberapa sel-sel khusus yang dapat
berubah menjadi jenis lain. Spons tidak memiliki saraf, pencernaan atau sistem
peredaran darah. Sebaliknya, sebagian besar mengandalkan aliran air konstan yang
masuk melalui tubuh mereka untuk mendapatkan makanan dan oksigen dan untuk
menghilangkan limbah.
Bentuk tubuh mereka yang diadaptasi untuk memaksimalkan efisiensi dari
aliran air. Semua sessile, meskipun ada spesies yang hidup diair tawar, namun
sebagian besar hidup dilaut, mulai dari zona pasang surut sampai kedalaman lebih
dari 8.800 meter (5,5 mi). Sementara sebagian besarnya hidup sekitar 5,000-10,000
meter yang biasa dikenal spesies pemakan bakteri dan partikel makanan lainnya di
air. Sebagai hewan yang tergolong purba cara hidupnya juga relatif simpel karena tidak memiliki
organ tubuh. Sponge
biasanya mendapatkan suplay makanan dari lingkungan sekitarnya atau organisme
yang berasosiasi dengannya.
Sebagai hewan berongga, kemampuannya sangat menakjubkan karena mampu
menyaring air dalam volume besar dengan struktur tubuh yang terbatas. Hal ini
sangat membantu dalam mengatasi jumlah partikel tersuspensi akibat intrusi dari
daratan atau lumpur yang terbawa arus sehingga mengurangi tingkat kekeruhan, ini
sangat menolong kehidupan karang karena kondisi perairan terjaga baik. Filum ini
dapat dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Calcarea, Demospongiae dan
Hexactinellida. Demospongiae adalah yang paling banyak ditemukan, tersebar luas
dan merupakan spons yang terdiri dari jenis-jenis yang paling beragam dan telah
mendapat perhatian relatif banyak dari ahli kimia dan biokimia.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat penting untuk dilakukan
praktikum Avertebrata air mengenai filum porifera dengan tujuan untuk mengamati
dan mengenal lebih jauh mengenai struktur tubuh morfologi dan anatomi filum
porifera.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Porifera secara morfologi dan


anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Porifera.
Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Porifera.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Porifera berasal dari bahasa latin dari kata porus yang berarti lubang kecil dan
kata ferre yang berarti mempunyai. Jadi, Porifera merupakan hewan berpori atau
hewan yang memiliki lubang-lubang kecil pada tubuhnya (Setiowati, 2007 hal 126)
Menurut Firmansyah (2005), spons di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongia
Ordo : Dictioceratida
Famili : Dictioceratidaceaer
Genus : Spongilla
Species : Spongilla sp.

Gambar 1. Sponge (Spongilla sp.)

2.2. Morfologi dan Anatomi

Tubuh Porifera berbentuk seperti vas bunga yang menempel pada dasar
perairan. Tubuhnya lunak dan permukaannya berpori (ostium). Porifera memiliki
rongga tubuh (Spongocoel) dan lubang keluar (Oskulum). Air akan mengalir dari
ostium masuk ke spongocoel dan akhirnya akan mengalir ke luar melalui oskulum.
Porifera memiliki dua lapisan jaringan tubuh (diploblastik). Lapisan luar tersusun
oleh sel-sel epidermis yang disebut pinakosit, sedangkan lapisan dalamnya tersusun
oleh sel-sel endodermis berbentuk corong. (Setiowati, 2007).
Tubuh Porifera dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu tipe ascon, tipe sycon
dan tipe rhagon atau leukon. Walaupun strukturnya berbeda, fungsinya tetap sama,
yaitu sebagai saluran air. Ascon merupakan saluran air dengan lubang ostium yang
dihubungkan langsung oleh saluran ke spongocoel. Sycon merupakan saluran air
yang bercabang-cabang ke rongga-rongga yang berhubungan langsung dengan
spongocoel. Rhagon merupakan tipe saluran air yang kompleks. Air mengalir melalui
ostium kemudian masuk melalui saluran menuju rongga-rongga yang dibatasi oleh
4

koanosit. Selanjutnya, air mengalir melalui saluran-saluran menuju ke spongocoel


dan berakhir dioskulum (Karmana, 2007).

Gambar 2. Struktur Morfologi Spons

Pori-pori yang terdapat pada Porifera membentuk saluran air yang bermuara
dirongga tubuh (spongocoel). Pada ujung rongga tubuh terdapat lubang besar yang
disebut oskulum. Tubuh Porifera tersusun oleh sel-sel berbentuk pipih dan berdinding
tebal yang disebut sel pinakosit. Pada lapisan dalam spongocoel, dilapisi oleh sel
yang berbentuk seperti lampu dan berflagel yang disebut sel koanosit (Firmansyah,
2005).

Gambar 3. Struktur Anatomi Spons

Tubuh diploblastik, tersusun atas


1. Lapisan luar (epidermis = epithelium dermal). Terdiri atas pinakosit
2. Lapisan dalam, terdiri atas jajaran sel berleher (koanosit). Sel koanosit berfungsi
sebagai organ respirasi dan mengatur pergerakan air. Diantara lapisan luar dan
lapisan dalam terdapat mesoglea. Di dalam mesoglea terdapat organel-organel :
5

1- Gelatin protein matrik


2- Amubosit (sifatnya mobil/mengembara). Sel amebosit berfungsi untuk
transportasi O2 dan zat-zat makanan, ekskresi dan penghasil gelatin
3- Arkeosit merupakan sel yang tumpul dan dapat membentuk sel-sel reproduktif
4- Porosit/miosit terletak disekitar pori dan berfungsi untuk membuka dan
menutup pori.
5- Skleroblast berfungsi membentuk spikula
6- Spikula merupakan unsure pembentuk tubuh (Rusyana, 2011).

Gambar 4. Letak Spikula pada tubuh Spons

Filum Porifera disebut juga hewan spons. Porifera merupakan hewan


multiseluler yang paling sederhana, tidak memiliki kepala atau anggota badan lain
layaknya hewan. Oleh karena itu, banyak yang keliru mengidentifikasi porifera
sebagai tanaman laut. Tubuh porifera dihubungkan oleh saluran-saluran yang terbuka
diujungnya dan membentuk pori-pori (Zakrinal, 2008).

2.3. Habitat dan Penyebaran

Filum Porifera disebut juga hewan spons. Kata porifera berasal dari bahasa latin
yaitu porus yang berarti pori dan fer berarti membawa. Hewan ini dikatakan juga
sebagai hewan berpori. Hewan porifera merupakan hewan multiseluler yang paling
sederhana. Hewan ini merupakan hewan sessile (hidup melekat pada substrat). Hewan
spons memiliki ukuran bervariasi, yaitu berkisar dari 1 cm hingga 2 m. sebagian besar
hewan ini hidup dilaut. Menurut Campbell (1998:594), dari 9.000 spesies hewan
spons, hanya 100 spesies saja yang hidup di air tawar, sisanya hidup diperairan laut
(Firmansyah, 2005).
Porifera hidup di lautan yang airnya tenang dan jernih serta tidak berarus kuat.
Selain itu, ada yang hidup di laut dangkal dan ada pula yang hidup di laut dalam.
Porifera juga dapat ditemukan di perairan tawar seperti di danau dan aliran sungai
yang jernih. Porifera dapat ditemukan perairan laut Sulawesi, NTB, dan NTT
(Setiowati, 2007).
Porifera memiliki sekitar 10.000 spesies yang kebanyakan hidup di air laut.
Hewan ini merupakan hewan sessile (hidup melekat pada substrat). Spesies tersebut
6

bervariasi dalam hal bentuk, ukuran, dan warna. Porifera biasanya dikelompokkan
berdasarkan materi yang ditemukan di dalam rangkanya. Porifera yang terkenal
adalah bunga karang yang memiliki serta fleksibel dalam mesenkimnya. Serat
tersebut dibuat dari protein yang disebut sponging (Zakrinal, 2008).
Sekitar 150 jenis porifera hidup di ait tawar, misalnya Haliciona dari kelas
Demospongia.Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah tempat (sesil),
hidupnya menempel pada batu atau benda lainya di dasar laut.Karena porifera yang
bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang porifera dianggap sebagai tumbuhan.
(Ferdinand, 2008).

2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Porifera bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual terjadi


melalui pembentukan tunas (Budding). Tunas yang dihasilkan dapat memisahkan diri
dari induknya yang selanjutnya menjadi individu baru. Akan tetapi, tunas yang
dihasilkan dapat juga melekat pada induknya dan membentuk koloni yang cukup
besar. Reproduksi aseksual lainnya dengan pembentukan gammule (butir benih). Hal
ini terjadi jika kondisi tidak menguntungkan. Misalnya, perubahan suhu atau
perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan porifera mati. Akan tetapi, gammule
akan tetap hidup dan akan keluar jika kondisi menguntungkan untuk menjadi individu
baru (Karmana, 2007).
Perkembangbiakan seksual belum dilakukan dengan kelamin khusus. Baik
ovum maupun spermatozoid berkembang dari sel-sel amobosit khusus yang disebut
Arkheosit. Ovum yang belum atau telah dibuahi oleh spermatozoid tetap tinggal
didalam tubuh induknya (mesoglea). Setelah terjadi pembuahan, maka zygot akan
mengadakan pembelahan berualang kali, akhirnya terbentuk larva berambut getar
yang disebut amphiblastula, dan amphiblastula ini kemudian akan keluar dari dalam
tubuhnya malalui oskulum. Setelah ia tiba dilingkungan eksternal, dengan rambut
getarnya kemudian ia akan berenang-renang mencari lingkungan yang bisa menjamin
kelangsungan hidupnya (kaya dengan O2 dan zat-zat makanan). Larva ini kemudian
akan berubah menjadi parenchymula. Bila telah menemukan tempat yang sesuai,
maka ia akan melekatkan diri pada suatu obyek tertentu dan selanjutnya tumbuh
menjadi porifera baru, sedangkan untuk non seksual dilakukan dengan membentuk
tunas atau kuncup kearah luar yang kemudian memisahkan diri dari induknya dan
hidup sebagai individu baru (Rusyana, 2011).

Gambar 5. Perkembangbiakan porifera


7

Porifera melakukan reproduksi secara aseksual maupun seksual.Reproduksi


secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule. Gemmule disebut
juga tunas internal. Gemmule dihasilkan hanya menjelang musim dingin di dalam
tubuh porifera yang hidup di air tawar.Porifera dapat membentuk individu baru
dengan regenerasi. Reproduksi seksual dilakukan dengan pembentukan gamet (antara
sperma dan ovum). Ovum dan sperma dihasilkan oleh koanosit.Sebagian besar
Porifera menghasilkan ovum dan juga sperma pada individu yang sama sehingga
porifera bersifat Hemafrodit (Zakrinal, 2008).

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Porifera merupakan hewan heterotrof. Makanan Porifera biasanya berupa


plankton yang masuk ke spongocoel. Adapun oksigen diserap oleh sel kollar atau
koanosit. Untuk sisa makanan, dibuang melalui oskulum. Ada yang menarik pada
porifera ini, yaitu oksigen dan makanan yang digunakan oleh sel koanosit sebagian di
transfer ke sel-sel yang bergerak, yaitu sel amoebosit (Firmansyah, 2005).
Porifera tidak memiliki sistem saluran pencernaan sehingga makanan (plankton
dan bahan organic) langsung masuk dalam sel koanosit dan diedarkan keseluruh
bagian tubuh (Zakrinal,2008).

Gambar 6. Struktur Sel Koanosit (Anonim, 2011)

Makanan bersama air masuk kedalam tubuh Porifera melalui sistem saluran air
yang berupa pori (ostia), spongosoel dan oskulu, makanan ditangkap oleh sel koanosit
diruang spongosoel. Selanjutnya akan dicerna secara intraseluler oleh koanosit dan
selanjutnya hasilnya diedarkan oleh sel-sel amoebosit yang dapat bergerak bebas
keseluruh bagian tubuh (Susilowarno, 2010).
8

2.6. Nilai Ekonomis

Porifera belum memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Porifera dimanfaatkan


manusia karena sponsnya bersifat elastic yang dapat digunakan untuk alat menggosok
tubuh saat mandi. Rangka tubuh Porifera yang sudah mati dapat dimanfaatkan
sebagai hiasan (Karmana, 2007).

Gambar 7. Beberapa prodak spons mandi dari porifera

Beberapa jenis porifera seperti spongia dan hippospongia dapat digunakan


sebagai spons mandi dan alat gosok. Namun, spons mandi yang banyak digunakan
umumnya adalah spons buatan, bukan berasal dari kerangka porifera. Zat kimia yang
dikeluarkannya memiliki potensi obat penyakit kanker dan penyakit lainnya (Wijaya,
2007).
9

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 4 November 2011, pukul
15.30 17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan beserta kegunaannya yang digunakan pada praktikum ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan beserta kegunaanya
No Nama Alat Kegunaan
A. Alat
1. Baki Untuk meletakkan organisme yang akan diamati
2. Pisau Bedah Untuk membedah organisme yang diamati
3. Alat tulis Untuk mencatat dan menggambar hasil pengamatan
4. Toples Untuk menyimpan bahan pengamatan yang diambil
dari laut
5. Pinset Untuk mengambil bahan dari toples
6. Buku Untuk Mengidentifikasi Struktur Tubuh obyek yang
Identifikasi diamati

B Bahan
1. Spons Sebagai obyek yang diamati
(Spongilla sp.)
2. Alkohol 70% Untuk mengawetkan bahan pengamatan

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai


berikut:

1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan


2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian
organism tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian
organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.
10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:

A. Struktur Morfologi dan Anatomi Sponge (Spongilla sp.)

Keterangan:
1. Lubang keluar
(osculum)
2. Pori-pori (ostium)
3. Spikula

Gambar 8. Morfologi Spons (Spongilla.sp.)

Keterangan:
1. Lubang keluar (osculum)
2. Spikula
3. Rongga tubuh (spongosol)
4. Pori-pori (ostium)

Gambar 9. Anatomi Spons (Spongilla sp.)


11

4.2. Pembahasan

Hewan spons yang merupakan hewan menetap, sangat jarang kelihatan


bergerak. Semua hewan spons digolongkan ke dalam filum porifera dan hampir
semuanya berhabitat di laut, kecuali setidak-tidaknya ada 150 spesies yang hidup di
air tawar. Pada masa kini hewan spons dikenal sebagai cabang sendiri dari metazoa
dan dinamakan kelompok parazoa. Hewan ini melekat pada karang, pada rangka-
rangka kerang laut atau di bawah geladak lantai pelabuhan/dermaga dan di
permukaan batu-batuan di laut dan perairan tawar misalnya Spongilla.
Porifera berasal dari bahasa Latin yaitu porus adalah pori, dan fer adalah
membawa. Maka Porifera dapat diartika sebagai hewan berpori yang termasuk ke
dalam filum hewan multiseluler yang paling sederhana. Ahli Botani,
mengelompokkan spons (porifera) ini ke dalam Kerajaan Plantae karena bentuknya
yang bercabang-cabang dan tidak mampu bergerak secara nyata. Namun Spons
dikelompokkan ke dalam Kingdom Animalia pada tahun 1765, setelah dilakukan
penelitian dan pengamatan arus air melalui oskulumnya yang bergerak. Berdasarkan
tipe saluran air, porifera dibedakan tiga tipe, yakni tipe akson, terdiri atas ostia,
spongiosel, oskulum. Contohnya Clathrina blanca, selanjutnya adalah tipe sikon,
terdiri atas ostia, saluran radial tidak bercabang, spongiosel, dan oskulum. Contohnya
Pheronima sp serta tipe leukon (ragon), terdiri atas ostia, saluran radial bercabang-
cabang, spongiosel, dan oskulum. Contohnya Euspongia officinalis.

Gambar 10. Tipe saluran pada porifera

Berdasarkan bentuk struktur kanal, anatomi percabangan dari pori-porinya,


bentuk spikula yang khas maka Filum Porifera tidak mudah untuk dikelompok-
kelompokan dan diklasifikasikan. Klasifikasi yang pernah ada dan masih berkembang
tentu saja menarik bagi ilmuwan, utamanya taksonomis hewan. Setidaknya ada 4
kelases yang dicakup oleh filum porifera yaitu Kelas Calcarea yang dikenal sebagai
spons calcareous yang khas karena selalu mempunyai spikula yang tersusun atas
kalsium karbonat. Hidup di laut, tubuh berukuran tidak lebih dari 10 cm. Spikula
12

umumnya sikonoid dan leukonoid. Tubuh spons kelas calcarea bervariasi warnanya
yaitukuning cerah, merah dan ungu. Contoh dari kelas ini adalah genus
Leucosolenia (kanal tipe askonoid), Sycon dan Grantia (kanal tipe sikonoid).
Kelas yang kedua adalah Demospongiae, dimana Spons yang termasuk
kelas demospongiae mempunyai penyebaran tempat hidup yang luas dari perairan
tawar sampai dengan perairan laut. Kelas Demospongiae mencakup 95% dari semua
hewan-hewan spons. Struktur kanal kelas demospongiae seluruhnya bersifat
leukonoid. Warna tubuh kelas ini kebanyakan berwarna cerah, perbedaan warna
dipunyai oleh perbedaan spesies yang disebabkan oleh warna pigmen atau granula
pigmen yang terletak di amebosit.
Struktur rangka dari kelas demospongiae beraneka ragam. Struktur tersebut
disusun oleh spikula atau serat-serat sponging atau gabungan dua struktur tersebut.
Spikula dari kkelas ini relatif besar dengan struktur monokson atau tetrakson (cabang
runcing satu atau cabang runcing empat). Contoh dari kelas Demospongiae antara lain
Haliclona permollis dan Microciona prolifera.
Adapun Kelas yang terakhir adalah Kelas Hexatinellida Perwakilan dari kelas
ini biasa disebut spons gelas. Nama Hexatinellida berhubungan dengan bentuk
spikulanya yang heksason (bercabang enam). Spons kelas ini hidup menyendiri
dengan bentuk mangkuk, vas bunga dan piala. Kanal pada kelas ini bertipe sikonoid,
dengan ukuran tubuh spons berkisar dari 10 sampai 30 cm. Sebagian besar berwarna
pucat. Spons dari hexatinellida terutama hidup di prairan dalm sekitar 450-900 cm di
bawah permukaan laut. Spesies atau jenis yang dikenal sebagai contoh anggota kelas
ini adalah keranjang bunga venus Euple dengan jenis udang Spongicola.

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, Filum Porifera khususnya spesies


Spongilla sp. yang diamati berwarna abu-abu kehijauan. Pada pengamatan morfologi
dari filum ini nampak adanya lubang keluar (oskulum) dan pori-pori (ostium) ha ini
sejalan dengan pernyataan Firmansyah (2005) bahwa pori-pori yang terdapat pada
Porifera membentuk saluran air yang bermuara dirongga tubuh (spongocoel). Pada
ujung rongga tubuh terdapat lubang besar yang disebut oskulum dan menurut
Setiowati (2007) bahwa porifera memiliki rongga tubuh (Spongocoel) dan lubang
keluar (Oskulum). Air akan mengalir dari ostium masuk ke spongocoel dan akhirnya
akan mengalir ke luar melalui oskulum. Setelah itu untuk pengamatan anatomi, spons
dibelah dan terlihat rongga besar dalam tubuhnya yang disebut Spongocoel, rongga
ini bukan merupakan rongga tubuh sebenarnya, seperti yang dinyatakan oleh
Karmana (2007) bahwa porifera termasuk hewan golongan Aceolomates yakni belum
memiliki rongga tubuh yang sebenarnya. Kemudian diamati adanya pori-pori
(ostium) yang terlihat jelas dari dalam tubuh, Setiap ostium memiliki saluran yang
menghubungkan ke spongosol. Menurut Rusyana (2011) di dalam mesoglea terdapat
organel-organel seperti Amubosit, Arkeosit, Porosit/miosit, Skleroblast, dan Spikula.
Hanya saja pada pengamatan anatomi, untuk sel pinakosit, koanosit, sel skleroblas,
sel arkheosit, sel amuboid, dan spikula tidak nampak karena untuk melihatnya harus
diamati di bawah mikroskop.
13

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan


dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Secara Morfologi Sponge (Spongilla sp.) terdiri dari pori-pori kecil (Ostium)
dan lubang besar dibagian atasnya sebagai tempat keluarnya air (Oskulum)
dan adanya serabut seperti duri (Spikula) dipermukaan tubuhnya. Biasanya
bentuk spesies dari filum Porifera beraneka ragam seperti mangkuk, vas
bunga, dan yang bercabang-cabang dengan ukuran diameter yaitu 1 mm
sampai dengan 2 mm, warna tubuh spons juga beraneka ragam yaitu kelabu,
merah, jingga, kuning, biru, hitam dan violet.
2. Secara Anatomi, Sponge (Spongilla sp.) tersusun atas rongga tubuh
(Spongocoel) dan lubang keluar (Oskulum). Serta pori-pori tubuh yang
disebut ostium. Air akan mengalir dari ostium masuk ke spongocoel dan
akhirnya akan mengalir ke luar melalui oskulum.
3. Spons (Spongilla sp.) diklasifikasikan atas Kingdom Animalia, Filum
Porifera, Kelas Demospongia, Ordo Dictioceratida, Famili Dictioceratidaceaer
Genus Spongilla dan Species Spongilla sp.

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya untuk
pelaksanaan respon sebelum praktikum waktunya dipercepat dan sebaliknya untuk
waktu praktikum di laboratorium, waktu yang ditentukan diperlama guna menambah
dan memperdalam pengetahuan praktikan untuk mencapai tujuan praktikum.
14

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Coelenterata berasal dari bahasa Yunani, yaitu coelenterata yang artinya


rongga. Jadi, Coelenterata adalah hewan invertebrata yang memiliki rongga tubuh
Rongga tersebut digunakan sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler) Namun filum
Coelenterara lebih dikenal dengan nama Cnidaria. Kata Cnidaria berasal dari bahasa
Yunani, cnido yang berarti penyengat karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel
penyengat. Sel penyengat tersebut terletak pada tentakel yang terdapat di sekitar
mulutnya.
Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan
mulut. Mulut dikelilingi oleh tentakel. Coelenterata yang berbetuk medusa tidak
memiliki bagian kaki.Mulut berfungsi untuk menelan makanan dan mengeluarkan
sisa makanan karena Coelenterata tidak memiliki anus. Tentakel berfungsi untuk
menangkap mangsa dan memasukan makanan ke dalam mulut. Pada permukaan
tentakel terdapat sel-sel yang disebut knidosit (knidosista) atau knidoblas. Setiap
knidosit mengandung kapsul penyengat yang disebut nematokis (nematosista).
Mempunyai rongga besar di tengah-tengah tubuhnya yang berfungsi seperti Usus
pada hewan-hewan tingkat tinggi. Rongga itu disebut rongga Gastrovaskuler. Simetri
tubuhnya Radial dan terdapat Tentakel disekitar mulutnya yang berfungsi untuk
menangkap dan memasukkan makanan ke dalam tubuhnya. Tentakel vang dilengkapi
sel Knidoblas yang mengandung racun sengat disebut Nematokis (ciri khas dari
hewan berongga). Dan juga Coelenterata termasuk hewan diploblastik karena
tubuhnya memiliki dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan
dalam atau gastrodermis). Ektoderm berfungsi sebagai pelindung sedang endoderm
berfungsi untuk pencernaan.Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenterata atau
gastrosol.
Ukuran tubuh Coelenterata beraneka ragam. Ada yang penjangnya beberapa
milimeter, misal Hydra dan ada yang mencapai diameter 2 m, misalnya Cyanea.
Tubuh Coelenterata simetris radial dengan bentuk berupa medusa atau polip. Medusa
berbentuk seperti lonceng atau-lenganpayung y
(tentakel). Polip berbentuk seperti tabung atau seperti medusa yang memanjang. Dari
penjelasan tersebut, maka dilakukanlah suatu praktikum dilaboratorium untuk
mengetahui lebih jauh mengenai struktur morfologi dan klasifikasi dari filmu
coelenterata.
1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Coelenterata secara morfologi dan


anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Coelenterata.
Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Coelenterata.
15

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Coelenterata dibedakan dalam tiga kelas berdasarkan bentuk yang dominan


dalam siklus hidupnya, yaitu Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa.
Menurut Campbell (2003), klasifikasi salah satu spesies dari Filum Coelenterata
Kelas Scypozoa sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Colenterata
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Scypozoa
Ordo : Semaeostomeae
Famili : Semaeostoceae
Genus : Aurelia
Spesies : Aurelia sp.

Gambar 11. Ubur-Ubur (Aurelia sp.)

Scyphozoa (dalam bahasa yunani, scypho = mangkuk, zoa = hewan) memiliki


bentuk dominan berupa medusa dalam siklus hidupnya. Medusa Scyphozoa dikenal
dengan ubur-ubur. Medusa umumnya berukuran 2 40 cm. Reproduksi dilakukan
secara aseksual dan seksual. Polip yang berukuran kecil menghasilkan medusa secara
aseksual. Contoh Scyphozoa adalah Cyanea dan Chrysaora fruttescens. Sebagian
besar hidup dalam bentuk medusa. Bentuk polip hanya pada tingkat larva. Contoh
jenis dari kelas tersebut adalah Aurelia sp. (ubur-ubur kuping) yang sering terdampar
di pantai-pantai. Larva disebut Planula, kemudian menjadi polip yang disebut
Skifistoma. Dari skifistoma terbentuk medusa yang disebut Efira (Aryulina, 2006).

Ubur-ubur dapat ditemukan disemua samudera dan laut yang ada didunia.
Mereka dapat hidup dilaut tropis yang hangat dan juga diperairan yang sangat dingin
disekitar kutub utara dan selatan. Ubur-ubur dapat berenang menuju permukaan air
16

yang terdapat banyak makanan. Diperairan terhangat di dunia, kapal selam portugis
mengambang dipermukaan gelombang laut. Kapal selam portugis sebenarnya adalah
sebutan untuk jenis ubur-ubur. Jenis ubur-ubur ini ada juga yang menyebutnya
sebagai ubur-ubur biru. (Fitriana, 2007).
Menurut Kadaryanto dkk (2006), klasifikasi anemon laut sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Colenterata
Sub filum : Invertebrata
Sub kelas : Zoantharia
Kelas : Anthozoa
Ordo : Actiniaria
Famili : Actiniaceae
Genus : Metridium
Spesies : Metridium Sp.

Gambar 12. Anemon (Metridium sp.)

Anthozoa (dalam bahasa yunani, anthus = bunga, zoa = hewan) memiliki


banyak tentakel yang berwarna-warni seperti bunga. Anthozoa tidak memiliki bentuk
medusa, hanya bentuk polip. Polip Anthozoa berukuran lebih besar dari dua kelas
Coelenterata lainnya. Hidupnya di laut dangkal secara berkoloni. Anthozoa
bereproduksi secara aseksual dengan tunas dan fragmentasi, serta reproduksi seksual
menghasilkan gamet. Contoh Anthozoa adalah Tubastrea (koral atau karang),
Acropora, Urticina (Anemon laut), dan turbinaria. Koral hidup di air jernih dan
dangkal karena koral bersimbiosis dengan ganggang. Ganggang memberikan
makanan dan membantu pembentukan rangka pada koral. Sedangkan koral
memberikan buangan yang merupakan makanan bagi ganggang serta perlindungan
bagi ganggang dari herbivora. Rangka koral tersusun dari zat kapur. Rangka koloni
dari polip koral inilah yang membentuk karang pantai (terumbu karang) atau atol
(pulau karang) (Aryulina, 2007).
17

Menurut Darmadi (2010), klasifikasi Acropora sp. laut sebagai berikut:


Kingdom : Animalia
Filum : Colenterata
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Famili : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora Sp.

Gambar 13. Karang (Acropora Sp.)

2.2. Morfologi dan Anatomi

Ukuran tubuh Coelenterata beraneka ragam. Ada yang penjangnya beberapa


milimeter, misal Hydra dan ada yang mencapai diameter 2 m, misalnya Cyanea.
Tubuh Coelenterata simetris radial dengan bentuk berupa medusa atau polip. Medusa
berbentuk seperti lonceng atau-l enganpayung y
(tentakel). Polip berbentuk seperti tabung atau seperti medusa yang memanjang.
Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan mulut.
Coelenterata yang berbetuk medusa tidak memiliki bagian kaki warna tubuh
bervariasi, ada yang berwarna pucat, namun juga ada yang berwarna cerah, seperti
merah, kuning, jingga, atau ungu Tubuh Coelenterata simetris radial dengan bentuk
berupa medusa atau polip. Medusa berbentuk seperti lonceng atau payung yang
dikelilingi-lenganoleh (tentakel)lenganPolipberbentukseperti. tabung atau seperti
medusa yang memanjang. Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari
bagian kaki, tubuh, dan mulut. Coelenterata yang berbetuk medusa tidak memiliki
bagian kaki. (Wijaya, 2007).
Coelenterata merupakan hewan diploblastik karena tubuhnya memiliki dua
lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan dalam atau
gastrodermis). Ektoderm berfungsi sebagai pelindung sedang endoderm berfungsi
untuk pencernaan. Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenterata atau gastrosol.
Gastrosol adalah pencernaan yang berbentuk kantong. Makanan yang masuk ke
dalam gastrosol akan dicerna dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh
18

sel-sel gastrodermis. Pencernaan di dalam gastrosol disebut sebagai pencernaan


ekstraseluler. Hasil pencernaan dalam gasrosol akan ditelan oleh sel-sel gastrodermis
untuk kemudian dicerna lebih lanjut dalam vakuola makanan. Pencernaan di dalam
sel gastrodermis disebut pencernaan intraseluler. Sari makanan kemudian diedarkan
ke bagian tubuh lainnya secara difusi. Begitu pula untuk pengambilan oksigen dan
pembuangan karbondioksida secara difusi. (Aryulina, 2008).

Gambar 14. Struktur Tubuh Filum Coelenterata

2.3. Habitat dan Penyebaran

Coelentera hidup secara heterotrof dengan memangsa plankton dan hewan kecil
lainnya yang berada di air. Coelenterata lumpuhkan mangsanya dengan menggunakan
tentakelnya yang memiliki sel knidosit. Setelah mangsanya itu lumpuh, tentakel
menggulung dan membawa mangsa ke mulut. Coelenterata seluruhnya hidup di air,
baik itu air laut ataupun air tawar. Sebagian besar hidup berkoloni atau soliter.
Coelenterata yang berbentuk polip hidup soliter atau berkoloni di dasar air. Polip
tidak dapat berpindah tempat. Sedangkan coelenterata yang berbentuk medusa dapat
melayang bebas di dalam air (Aditya, 2010).
Coelenterata umumnya hidup dilaut dan hanya beberapa jenis hidup diair tawar.
Ada yang hidup sebagai polip karena melekat pada sebuah obyek atau hidup sebagai
medusa karena mampu berenang bebas mengikuti arus. Obelia sp. Merupakan
anggota dari kelas Hydrozoa yang hidup dilaut dan hidup berkelompok (koloni).
Sebagian besar waktu hidupnya sebagai koloni yang polip. Bagian polip yang
berfungsi untuk mencari makanan disebut hidern (Wijaya, 2007).
19

2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Reproduksi pada coelenterata terjadi secara aseksual dan seksual. Reproduksi


secara aseksual dilakukan dengan membentuk tunas berupa polip yang hidup
berkoloni di dasar air. Sedangkan reproduksi seksual pada coelenterata dilakukan
dengan pembentukan gamet. Gamet dihasilkan oleh selurh coelenterata berbentuk
medusa dan beberapa berbentuk polip. (Wijaya, 2007).

Gambar 15. Siklus Hidup Ubur-ubur (Aurelia sp.)

Reproduksi Coelenterata terjadi secara aseksual dan seksual. Reproduksi


aseksual dilakukan dengan pembentukan tunas. Pembentukan tunas selalu terjadi
pada Coelenterata yang berbentuk polip. Tunas tumbuh di dekat kaki polip dan akan
tetap melekat pada tubuh induknya sehingga membentuk koloni. Reproduksi seksual
dilakukan dengan pembentukan gamet (ovum dengan sperma). Gamet dihasilakan
oleh seluruh Coelenterata bentuk medusa dan beberapa Coelenterata bentuk polip.
Contoh Coelenterata berbentuk polip yang membentuk gamet adalah hydra
(Ferdinand, 2008).

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Coelenterata hidup di perairan yang jernih yang mengandung partikel- partikel


organik, plankton atau hewan-hewan kecil. Jika terdapat hewan kecil, misal jentik
nyamuk menempel pada tentakel dan mengenai sel knidoblast, maka sel tersebut
mengeluarkan racun. Jentik akan lemas lalu tentakel membawanya ke mulut. Di
bawah mulut terdapat kerongkongan pendek lalu masuk ke rongga gastrovaskuler
untuk dicerna secara ekstraseluler (luar sel). Sel-sel endodermis menyerap sari-sari
makanan. Sisa-sisa makanan akan dimuntahkan melalui mulut. Setiap hewan
Coelentarata mempunyai rongga gastrovaskuler. Rongga gastrovaskuler Coelentarata
bercabang-cabang yang dipisahkan oleh septum/penyekat dan belum mempunyai
anus (Winarni, 2011).
20

Gambar 16. Cara Coelenterata Menyengat

Coelenterata hidup di perairan yang jernih yang mengandung partikel-


pertikel organik, plankton atau hewan-hewan kecil. Jika terdapat hewan kecil, misal
jentik nyamuk menempel pada tentakel dan menge-nai sel knidoblast, maka sel
tersebut mengeluarkan racun. Jentik akan lemas lalu tentakel membawanya ke mulut.
Di bawah mulut terdapat kerong-kongan pendek lalu masuk ke rongga gastrovaskuler
untuk dicerna secara ekstraseluler (luar sel). Sel-sel endoderma menyerap sari-sari
makanan. Sisa-sisa makanan akan dimuntahkan melalui mulut (Kuncoro, 2004).

2.6. Nilai Ekonomis

Hewan ubur-ubur yang banyak di perairan Indonesia dapat dimanfaatkan untuk


dibuat tepung ubur-ubur, kemudian diolah menjadi bahan kosmetik / kecantikan. Di
Jepang selain sebagai bahan kosmetik, ubur-ubur dimanfaatkan sebagai bahan
makanan. Karang atol, karang pantai, dan karang penghalang dapat melindungi pantai
dari aberasi air laut. Merupakan tempat persembunyian dan tempat
perkembangbiakan ikan. Pantai dengan karang yang indah dapat dijadikan objek
wisata. Dijadikan tempat untuk menyalurkan hobi para penggemar snorkeling dan
diving (Winarni, 2011).
21

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 4 Desember 2011, pukul
10.00 12.00 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan beserta kegunaannya yang digunakan pada praktikum ini dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan beserta kegunaanya
No Nama Alat Kegunaan
A. Alat
1. Baki Untuk meletakkan organisme yang akan diamati
2. Pisau Bedah Untuk membedah organisme yang diamati
3. Alat tulis Untuk mencatat dan menggambar hasil pengamatan
4. Toples Untuk menyimpan bahan pengamatan yang diambil
dari laut
5. Pinset Untuk mengambil bahan dari toples
Untuk Mengidentifikasi Struktur Tubuh obyek yang
6. Buku diamati
Identifikasi

B Bahan
1. Ubur-ubur Sebagai obyek yang diamati
(Aurelia sp.)
2. Anemon Sebagai obyek yang diamati
(Metridium sp.)
3. Karang Sebagai obyek yang diamati
(Acropoda sp.)
4. Alkohol 70% Untuk mengawetkan bahan pengamatan

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai


berikut:
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan
2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian
organism tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian
organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.
22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:

A. Struktur Morfologi Ubur-ubur (Aurelia sp.)

Keterangan:
1. Mulut
2. Tentakel
4. Saluran sirkular
5. Lamel endoderm
6. Lappet tentakel
7. Lengan mulut

Gambar 17. Morfologi Ubur-Ubur (Aurelia sp.)

B. Struktur Morfologi . Anemon (Metridium sp.)

Keterangan:
1. Mulut
2. Tentakel
3. Otot Melingkar
4. Basal Disc

Gambar 18. Morfologi Anemon (Metridium sp.)


23

C. Struktur Morfologi Karang (Acropora sp.)

Keterangan:
1. Sekat
2. Septal
3. Filament
4. Sekat Kapur

Gambar 19. Morfologi Karang (Acropora sp.)

4.2. Pembahasan

Coelenterata berasal dari bahasa Yunani, yaitu coelenterata yang artinya


rongga. Jadi, Coelenterata adalah hewan invertebrata yang memiliki rongga tubuh
Rongga tersebut digunakan sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler) Namun filum
Coelenterata lebih dikenal dengan nama Cnidaria. Kata Cnidaria berasal dari bahasa
Yunani, cnido yang berarti penyengat karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel
penyengat. Sel penyengat tersebut terletak pada tentakel yang terdapat di sekitar
mulutnya. Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari bagian kaki, tubuh,
dan mulut. Mulut dikelilingi oleh tentakel. Coelenterata yang berbetuk medusa tidak
memiliki bagian kaki. Mulut berfungsi untuk menelan makanan dan mengeluarkan
sisa makanan karena Coelenterata tidak memiliki anus. Tentakel berfungsi untuk
menangkap mangsa dan memasukan makanan ke dalam mulut. Pada permukaan
tentakel terdapat sel-sel yang disebut knidosit (knidosista) atau knidoblas. Setiap
knidosit mengandung kapsul penyengat yang disebut nematokis (nematosista).
Mempunyai rongga besar di tengah-tengah tubuhnya yang berfungsi seperti
Usus pada hewan-hewan tingkat tinggi. Rongga itu disebut rongga Gastrovaskuler.
Simetri tubuhnya Radial dan terdapat Tentakel disekitar mulutnya yang berfungsi
untuk menangkap dan memasukkan makanan ke dalam tubuhnya. Tentakel vang
dilengkapi sel Knidoblas yang mengandung racun sengat disebut Nematokis (ciri
khas dari hewan berongga). Dinding tubuhnya terdiri dari 2 lapisan lembaga yaitu
Ektoderm bagian luar dan Endoderm bagian dalam. Diantara dua lapisan tersebut
terdapat lapisan tipis yang disebut Mesoglea. Karena dinding tubuhnya terdiri dari
dua lapisan lembaga maka hewan itu disebut Hewan Diploblastik.
Umumnya hidup soliter (sendiri), tapi ada pula yang memben-tuk koloni.
Melekat pada dasar perairan, tidak dapat bergerak bebas. Tubuh atas membesar, di
24

alamnya terdapat rongga gastrovaskuler yang fungsinya sebagai usus. Di bagian atas
terdapat mulut dan tentakel untuk menangkap mangsa. Polip merupakan fase
vegetatif pada coelenterata fase medusa merupakan fase generatif (seksual), dimana
pada fase ini mengha-silkan sel telur dan sel sperma. Medusa dapat melepaskan diri
dari induk dan berenang bebas di perairan. Bentuknya seperti payung dan punya
tentakel yang melambai-lambai. Kita biasa menamakannya dengan ubur-ubur.
Pada pengamatan morfologi ubur-ubur, terlihat bentuk mulut dibagian bawah,
dimana pada posisi yang sebenarnya, kemudian disekitar mulutnya terdapat tentakel
yang berfungsi untuk menangkap mangsanya saat makan. Dibagian dalam tubuhnya
pula terdapat saluran sirkular yang apabila diamati akan nampak pula saluran radial.
Sedangkan untuk bagian luarnya terdapat lappet tentakel dengan lengan mulut.
Menurut Trimaningsih (2008) bahwa ubur-ubur Scyphozoa mempunyai ciri antara
lain tubuhnya berbentuk payung atau genta yang disertai dengan umbai-umbai berupa
tentakel. Bagian payung sebelah atas berbentuk cembung dan disebut eksumbrella,
sedangkan bagian bawah berbentuk cekung dan disebut sumbumbrella. Diantara
keduanya terdapat mesoglea yang menyerupai lendir yang sangat kental. Ditengah
sumbumbrella terdapat bukaan mulut. Sedangkan menurut Nontji (2008) bahwa ubur-
ubur mempunyai bentuk tubuh seperti paying atau genta dengan disertai umbai-umbai
berupa tentakel, bagian atas yang cembung disebut eksumbrella dan bagain bawah
yang cekung disebut subumbrella.
Pada pengamatan morfologi anemon, terlihat mulut, tentakel, otot melingkar,
dan basal disc. Bentuk tubuh anemon seperti bunga, sehingga juga disebut mawar
laut. Menurut Kuncoro (2004) bahwa lipatan yang bundar di antara badan dan keping
mulut membagi binatang ini kedalam kapitulum di bagian atas dan scapus bagian
bawah. Di antara lengkungan seperti leher (collar) dan dasar dari kapitulum terdapat
"fossa". Keping mulut bentuknya datar, melingkar, kadang-kadang mengkerut, dan
dilengkapi dengan tentakel kecuali pada jenis limnactinia, keping mulut tidak
dilengkapi dengan tentakel. Beberapa anemon laut dapat bergerak seperti siput,
bergerak secara perlahan dengan cara menempel. Sebagian besar anemon laut
memiliki sel penyengat yang berguna untuk melindungi dirinya dari predator.
Kemudian pada pengamatan morfologi karang (Acropoda sp.) terlihat adanya
sekat pada bagian luar tubuhnya kemudian ada bagian tubuh yang disebut septal,
filament dan sekat kapur. Menurut Darmadi (2010) bahwa Kedalaman karang ini
banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter. Ciri-ciri Koloni dapat terhampar
sampai beberapa meter, koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang
silindris. Koralit berbentuk pipa, aksial koralit dapat dibedakan. Warna coklat muda.
Kemiripan A. prolifera, A. formosa. Distribusi Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep.
Cayman. Habitat Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang
jernih.
25

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan


dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Secara morfologi Ubur-ubur (Aurelia sp.), memiliki bentuk mulut dibagian
bawah, dimana pada posisi yang sebenarnya, kemudian disekitar mulutnya
terdapat Tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsanya saat makan.
Dibagian dalam tubuhnya pula terdapat saluran sirkular yang apabila diamati
akan nampak pula saluran radial. Sedangkan untuk bagian luarnya terdapat
lappet tentakel dengan lengan mulut.
2. Secara morfologi Anemon (Metridium sp.), memiliki mulut, tentakel, otot
melingkar, dan basal disc. Bentuk tubuh anemon seperti bunga,sehingga juga
disebut mawar laut.
3. Secara morfologi Karang (Acropora sp.) memiliki sekat pada bagian luar
tubuhnya kemudian ada bagian tubuh yang disebut septal , filament dan sekat
kapur.

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya
praktikum dilakukan dengan metode baru, yakni dengan pengadaan buku identifikasi
serta gambar dan bentuk morfologi hewan amatan yang telah diawetkan.
26

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Filum Brachiophoda adalah salah satu kelompok hewan invertebrata yang


hidup sebagai hewan bentik di laut. Sekilas hewan ini mirip kerang dari filum
moluska, namun sebenarnya mereka sangat berbeda. Ditinjau dari asal katanya
brachiophoda berasal dari bahasa yunani Brachios yakni tangan, dan Poda yang
berarti kaki. Jadi hewan brachiophoda adalah hewan yang mempunyai organ yang
berfungsi sebagai tangan dan kaki. Hewan ini lazim disebut kerang lentera (Lamp-
Shell), hal ini karena bentuknya yang menyerupai bentuk lampu minyak pada zaman
kerajaan Romawi kuno. Di Indonesia, penduduk disekitar kepulauan seribu menyebut
hewan ini Kerang Keco atau Kerang kecuk
Keunikan hewan dari filum brachiophoda ini karena sudah dikenal berjuta-
juta tahun yang silam dan sebagian besar merupakan penemuan fosil. Marga Lingula
merupakan salah satu marga dari filum brachiophoda yang sekarang masih hidup, dan
mendapat sebutan sebagai fosil beberapahidup atau spesies hidup dalam lubang di pasir atau lumpur
pantai, umumnya di perairan sedang
dan dingin. Cangkang berukuran 5 mm sampai 7,5 cm.
Hewan brachiophoda hidup menempel pada substratnya malalui suatu tangkai,
dan membuka cangkannya sedikit untuk memungkinkan air mengalir diantara
cangkang dan lofofor. Semua anggota filum Brachiophoda adalah hewan laut.
Brachiophoda yang masih hidup adalah sisa-sisa dari masa lalu. Sekitar 330 spesies
tersebut yang diketahui, tetapi terdapat 30.000 spesies fosil zaman Paleozoikum dan
Mesozoikum. Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan mollusca jenis
bivalvia dimana pada bagian tubuhnya dilindungi secara eksternal oleh sepasang
convex yang dikelompokkan kedalam cangkang yang dilapisi dengan permukaan
yang tipis dari periostracum organik yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu
(invertebrata palaentologi).
Sebagai hewan bentik kerang lentera sebagian besar didapatkan hidup didasar
perairan yang umumnya dangkal, tidak berkoloni (soliter) dan menempelkan diri
dengan tangkai (pedunkel) pada dasar/substrat yang keras secara permanen seperti
karang mati, dan tumpukan cangkang moluska. Lain halnya dengan marga Lingula,
dimana jenis ini umumnya hidup didasar yang berlumpur dan dapat berpindah tempat
dengan bantuan pedunkel yang berfungsi sebagai tongkat. Gerakan ini diduga juga
karena adanya pengaruh pasang surut.
Oleh sebab itu, adanya perbedaan antara filum brachiophoda dan bivalvia
menjadi landasan untuk diadakannya praktikum agar nantinya kita dapat mengetahui
dan memahami bagaimana struktur anatomi dan morfologi filum brachiophoda
sehingga kita dapat membedakannya dengan filum bivalvia dan filum-filum lainnya.
27

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Brachiophoda secara morfologi dan


anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Brachiophoda.
Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Brachiophoda.
28

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Menurut Yulia dkk (2011) klasifikasi salah satu spesies dari Filum
Brachiopoda sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Brachiopoda
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Inarticulata
Ordo : Lingulida
Famili : Lingulidae
Genus : Lingula
Spesies : Lingula unguis

Gambar 20. Kerang Lentera (Lingula unguis)

2.2. Morfologi dan Anatomi

Lingula unguis merupakan spesies yang termasuk pada filum ini yang
marganya menjadi marga hewan tertua yang masih hidup. Ia memiliki cangkang dari
zat tanduk yang terdiri dari dua tangkup, tetapi tidak berengsel. Kedua tangkup ini
tidak seperti kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri dari bagian atas
dan bawah. Tidak seperti kerang yang bukaannya ada di bawah, bukaan cangkang
Lingula ada di depan. Bagian utama dari tubuhnya berisi veisera (veicera), yang
terletak di separuh belakang dari cangkangnya. Sebuah ruang yang luas tertutup di
antara kedua tangkup cangkang di depan tubuh adalah rongga mantel (mantle cavity),
yang bagian dalamnya dilapisi oleh mantel, sebuah tutup dari dinding tubuh. Ke
dalam rongga ini menjulur kedua lengan ulir dari dinding tubuh depan. Pada
pinggiran seriap lengan terdapat dua baris tentakel yang dipenuhi oleh bulu getar
(Romimohtarto, 2001).
29

Gambar 21. Struktur Tubuh Lingula unguis

Pada permukaan dalam dari tangkup atas dekat ujung belakang, melekat satu
tangkai berotot berbentuk silindrik yang panjang dinamakan pedikel (pedicle) yang
berisi perpanjangan berbentuk tabung dari rongga tubuh. Selama air surut, tangkai ini
memendek untuk menarik cengkang ke dalam lubang. Dan selama air pasang, tangkai
memanjang untuk mendorong cangkang ke permukaan air. Biasanya ujung depan dari
cangkang tidak pernah menonjol di atas permukaan pasir atau lumpur
(Romimohtarto, 2001).
Berikut adalah morfologi dan karakteristik dari Klas Articulata Cangkang
dipertautkan oleh gigi dan socket yang diperkuat oleh otot, Cangkang umunya,
tersusun oleh material karbonatan, tidak memiliki lubang anus, memiliki
keanekaragaman jenis yang besar, Banyak berfungsi sebagai fosil index, Mulai
muncul sejak zaman kapur hingga saat ini. Sedangkan untuk kelas Inarticulata
Cangkang atas dan bawah (valve) tidak dihubungkan dengan otot dan terdapat socket
dan gigi yang dihubungkan dengan selaput pengikat (Yulia, dkk, 2011).

Gambar 22. Bagian dalam tubuh (Anonim, 2011)

Morfologi kerang lentera, terdiri dari kerangka keras dari bahan kapur
sepertihalnya kerang-kerangan. Kedudukan cangkang pada posisi menelungkup
(dorso-ventral) dimana cangkang bagian bawah (ventral) pada umumnya lebih besar
dari bagian atas (dorsal). Kedudukan tersebut secara taksonomi membedakan hewan
brachiophoda dengan kerang-kerangan dari filum moluska yang kedudukan
cangkngnya pada umumnya pada posisi miring atau lateral. Ukuran cangkang kerang
lentera umunya kecil bervariasi antara 0,5 sampai 8 cm tergantung jenisnya, tetapi
yang ditemukan dalam bentuk fosil umumnya mempunyai ukuran cangkang lebih
besar (Mudjono dkk, 2000).
30

2.3. Habitat dan Penyebaran

Hewan Brachiophoda hidup menempel pada substratnya melalui suatu tangkai,


dan membuka cangkangnya sedikit untuk memungkinkan air mengalir diantara
cangkang dan lofofor. Semua anggota brachiopoda adalah hewan laut (Campbell,
2003).

Gambar 23. Posisi tubuh brachiophoda dalam pasir

Secara umum brachiopoda merupakan salah satu fosil hewan yang sangat
melimpah keberadaannya pada sedimen yang berasal dari zaman paleozoikum. Salah
satu kelasnya, yaitu Inartikulata bahkan menjadi penciri penting (fosil index) zaman
Cambrian awal, Hidup di air laut Bentos sesil. Ada yang hidup diair tawar, namun
sangat jarang, Mampu hidup pada kedalaman hingga 5.600 meter secara benthos
sessil, Genus Lingula hanya hidup pada daerah tropis/hangat dengan kedalaman
maksimal 40 meter, Hingga saat ini diketahui memiliki sekitar 300 spesies dari
Brachiopoda, Brachiopoda modern memiliki ukuran cangkang rata-rata dari 5mm
hingga 8 cm, Kehadiran rekaman kehidupannya sangat terkait dengan proses
Bioconose dan Thanathoconose (Mudjono dkk, 2000).
.
2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Lingula unguis tumbuh lambat, mencapai panjang cangkang 5 cm dalam


waktu 12 tahun. Hewannya menjadi matang kelamin pada umur kira-kira 1-1,5 tahun
ketika panjang cangkangnya 2,25 cm, seperti yang telah diamati di pantai utara
Singapura. Pemijahan terjadi sepanjang tahun. Telur dan spermatozoa disebar di air
dimana terjadi pembuahan. Embrio yang terbentuk menjadi larva yang berenang
bebas. Larva ini menghanyut di permukaan laut dan makan tumbuh-tumbuhan renik
yang terdapat di laut tersebut (Romimohtarto, 2001).
Reproduksi seksual, umumnya diocieous, gonad biasanya berupa empat
kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum, kecuali yang dierami gamet
dilepaskan ke air melalui nepridia. Pembuahan di luar tubuh, telur menetas menjadi
larva yang berenang bebas dan sudah mulali makan. Larva inarticulate bentuknya
mirip brachiophoda dewasa tidak mengalami metamorposa pada akhir sedia larva
31

tumbuh pedicle serta cangkang dan larva turun ke substrat untuk kemudian hidup
dalam lubang (Aslan, dkk, 2007)

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Pada saat makan, bulu-bulu atau rambut-rumbut yang terdapat di sepanjang


pinggirian mantel menjulur di atas permukaan di atas permukaan pasir dari bagian
depan hewan. Mereka membentuk tiga tabung bulu berbentuk kerucut, satu tengah
dan lateral. Setiap lengan menjulur den tentakel membuka gulungan dan mekar.
Tapak-tapak bulu getar tertentu pada tentakel dari lengan memukul-mukul bersamaan
menyebabkan arus air berisi makanan dari oksigen masuk ke dalam rongga mantel
melalui setiap tabung bulu lateral. Setalah menyaring air berisi partikel reknik dan
makanan dan memindahkan sebagian oksigen terlarut, hewan itu membuang air
melalui satu-satunya tabung bulu median (Romimohtarto, 2001).

2.6. Nilai Ekonomis

Spesies dari branchiopoda seperti Daphnia dan Artemia merupakan sumber


pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut maupun tawar karena
memiliki beberapa keuntungan, yaitu kandungan nutrisinya tinggi, berukuran kecil
yang sesuai dengan ukuran mulut larva, pergerakannya lambat, sehingga mudah
ditangkap oleh larva ikan, dan tingkat pencemaran terhadap air kultur lebih rendah
apabila dibandingkan dengan penggunaan pakan buatan. Kandungan proteinnya bisa
mencapai lebih dari 70% kadar bahan kering. Secara umum, dapat dikatakan terdiri
dari 95% air, 4% protein, 0.54 % lemak, 0.67 % karbohidrat dan 0.15 % abu. Dalam
bidang pertanian Daphnia biasanya hidup dalam populasi persawahan dan dapat
bermanfaat sebagai penghancur dan memindahkan bahan organik serta dapat
dimanfaatkan sebagai sumber kitin. Selain itu Daphnia juga dapat digunakan sebagai
indikator dari perubahan serta pencemaran lingkungan (Yulia, dkk, 2011).
32

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 18 November 2011, pukul
13.00 15.00 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan beserta kegunaannya yang digunakan pada praktikum ini dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat dan bahan beserta kegunaanya
No Nama Alat Kegunaan
A. Alat
1. Baki Untuk meletakkan organism yang akan diamati
2. Pisau Bedah Untuk membedah organism yang diamati
3. Alat tulis Untuk mencatat dan menggambar hasil pengamatan
4. Toples Untuk menyimpan bahan pengamatan yang diambil
dari laut
5. Pinset Untuk mengambil bahan dari toples
6. Buku Identifikasi Untuk Mengidentifikasi Struktur Tubuh obyek yang
diamati
B Bahan
1. Kerang Lentera Sebagai obyek yang diamati
(Lingula unguis)
2. Alkohol 70% Untuk mengawetkan bahan pengamatan

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai


berikut:

1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan


2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian
organism tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian
organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.
33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:


A. Struktur Morfologi dan Anatomi Kerang Lentera (Lingula unguis)

Keterangan:
1. Tentakel
2. Cangkang
3. Tangkai

Gambar 24. Struktur Morfologi Kerang Lentera (Lingula unguis)

Keterangan:
1. Tentakel
2. Otot
3. Nephridium gonad
4. Lambung
5. Cangkang
6. Lophophore

Gambar 25. Struktur Anatomi Kerang Lentera (Lingula unguis)


34

4.2. Pembahasan

Brachiopoda adalah Bivalvia yang berevolusi pada zaman awal periode


Cambrian yang masih hidup hingga sekarang yang merupakan komponen penting
organisme benthos pada zaman Paleozoikum. Brachiopoda berasal dari bahasa latin
brachium yang berarti lengan (arm), poda yang berarti kaki (foot). Brachiopoda
artinya hewan ini merupakan suatu kesatuan tubuh yang difungsikan sebagai kaki dan
lengan atau dengan kata lain binatang yang tangannya berfungsi sebagai kaki. Filum
ini merupakan salah satu filum kecil dari bentik invertebrates. Hingga saat ini
terdapat sekitar 300 spesies dari filum ini yang mampu bertahan dan sekitar 30.000
fosilnya telah dinamai. Mereka sering kal lamp shell. Secara umum brachiopoda merupakan salah satu
fosil hewan yang sangat
melimpah keberadaannya pada sedimen yang berasal dari zaman paleozoikum. Salah
satu kelasnya, yaitu Inartikulata bahkan menjadi penciri penting (fosil index) zaman
Cambrian awal.
Klasifikasi Fillum Brachiopoda dibagi menjadi 2 kelas yaitu klas Artikulata
/Phygocaulina dan klas Inartikulata/Gastrocaulina. Klas Artikulata/Phygocaulina
Cangkang atas dan bawah (valve) dihubungkan dengan otot dan terdapat selaput dan
gigi. Klas Articulata / Pygocaulina memiliki masa hidup dari zaman Cambrian hingga
ada beberapa spesies yang dapat bertahan hidup sampai sekarang seperti anggota dari
ordo Rhynchonellida dan ordo Terebratulida.

Gambar 26. Spesies dari kelas Artikulata (Yulia dkk, 2011)

Berikut adalah ciri-ciri dari kelas Articulata cangkang dipertautkan oleh gigi
dan socket yang diperkuat oleh otot, cangkang umunya tersusun oleh material
karbonatan, Tidak memiliki lubang anus, memiliki keanekaragaman jenis yang besar,
banyak berfungsi sebagai fosil index dan mulai muncul sejak zaman kapur hingga
saat ini.
Klas Inartikulata/Gastrocaulina memiliki cangkang atas dan bawah (valve)
tidak dihubungkan dengan otot dan terdapat socket dan gigi yang dihubungkan
dengan selaput pengikat. Sedangkan untuk ciri-ciri dari klas Inarticulata tidak
memiliki gigi pertautan (hinge teeth) dan garis pertautan (hinge line), Pertautan kedua
cangkangnya dilakukan oleh sistem otot, sehingga setelah mati cangkang akan
terpisah, cangkang umunya berbentuk membulat atau seperti lidah, tersusun oleh
senyawa fosfat atau khitinan, mulai muncul sejak zaman cambrian awal hingga
sekarang.
35

Gambar 27. Spesies dari kelas Inartikulata (Yulia dkk, 2011)

Menurut Romimohtarto (2011) pada permukaan dalam dari tangkup atas dekat
ujung belakang, melekat satu tangkai berotot berbentuk silindrik yang panjang
dinamakan pedikel (pedicle) yang berisi perpanjangan berbentuk tabung dari rongga
tubuh. Selama air surut, tangkai ini memendek untuk menarik cengkang ke dalam
lubang. Dan selama air pasang, tangkai memanjang untuk mendorong cangkang ke
permukaan air. Biasanya ujung depan dari cangkang tidak pernah menonjol di atas
permukaan pasir atau lumpur.
Pada pengamatan morfologi yang kami lakukan untuk Lingula unguis terlihat
tentakel, cangkang dan tangkai. Sedangkan anatominya yang nampak yaitu tentakel,
nephridium gonad, cangkang, otot, lambung dan lophophore. Hal ini didukung oleh
Yulia dkk (2011), yang menyatakan bahwa tubuh bagian dalam (anatomi) kerang
lentera terdiri dari atas organ-organ seperti hati, saluran pencernaan (usus dan
lambung), kelenjar pancreas, gonad dan otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak
organ seperti membuka dan menutup cangkang serta gerakan memutar tubuhnya yang
disebut pendukel. Bagian depan (anterior) sebelah dalam cangkang terdapat suatu
organ yang terlipat-lipat menyerupai bentuk tapak sepatu kuda dan disebut lofofor.
Organ ini dilengkapi dengan tentakel bulu (bercillium) sebagai organ respirasi dan
alat bantu untuk menangkap makanannya. Di sisi dinding usus terdapat lubang kecil
yang disebut nephridium dan merupakan lubang pembuangan zat-zat yang tidak
berguna. Nephridium selain sebagai organ eksresi juga sebagai organ reproduksi.
36

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan dan
pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Filum Brachiophoda adalah salah satu kelompok hewan invertebrata yang hidup
sebagai hewan bentik di laut. Ditinjau dari asal katanya brachiophoda berasal
dari bahasa yunani Brachios yakni tangan, dan Poda yang berarti kaki. Jadi
hewan brachiophoda adalah hewan yang mempunyai organ yang berfungsi
sebagai tangan dan kaki.
2. Struktur Morfologi dari Kerang Lentera (Linguila unguis) terdiri dari tentakel,
cangkang, dan tangkai.
3. Struktur Anatomi dari Kerang Lentera (Linguila unguis) adanya Nephridium
gonad, Lambung dan Lophophore

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat
yang digunakan pada praktikum dimaksimalkan penggunaannya, sebagai contoh
misalnya toples yang dibawa praktikan tidak pernah digunakan begitu juga dengan
kantong dan alat lain yang belum pernah digunakan. Hal ini dimaksudkan agar semua
peralatan praktikan akan terpakai untuk kepentingan praktikum.
37

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mollusca merupakan kelompok hewan terbesar kedua dalam kerajaan


binatang, setelah filum Arthropoda dengan anggota yang masih hidup berjumlah
sekitar 75 ribu jenis, serta 35 ribu jenis dalam bentuk fosil. Mollusca bersifat
kosmopolit, artinya ditemukan di mana-mana, di darat, payau, di laut, di air tawar
mulai dari daerah tropis hingga daerah kutub. Dari palung benua di laut sampai
pegunungan yang tinggi, bahkan mudah saja ditemukan di sekitar rumah kita.
Mollusca (dalam bahasa latin, molluscus = lunak) merupakan hewan yang bertubuh
lunak. Tubuhnya lunak dilindungi oleh cangkang, meskipun ada juga yang tidak
bercangkang. Hewan ini tergolong triploblastik selomata. Dengan kira-kira 100.000
spesies yang masih hidup, pada waktu ini filum mollusca termasuk filum hewan yang
sangat penting. Terdiri atas hewan bertubuh lunak, tidak bersegmen (kecuali satu),
banyak di antaranya dilindungi oleh satu atau lebih cangkang yang terbuat dari kapur
(kalsium karbonat).
Mollusca berasal dari bahasa Romawi molis yang berarti lunak. Jenis molusca
yang umum dikenal ialah siput, kerang dan cumi-cumi. Kebanyakan dijumpai di laut
dangkal, beberapa pada kedalaman 7.000 m, beberapa di air payau, air tawar dan
darat.
Ciri tubuh Mollusca meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh.
Ukuran dan bentuk mollusca sangat bervariasi. Misalnya siput yang panjangnya
hanya beberapa milimeter dengan bentuk bulat telur. Namun ada yang dengan bentuk
torpedo bersayap yang panjangnya lebih dari 18 m seperti cumi-cumi raksasa. Tubuh
mollusca terdiri dari tiga bagian utama. Kaki merupakan penjulur bagian ventral
tubuhnya yang berotot. Kaki berfungsi untuk bergerak merayap atau yang berfungsi
untuk menangkap mangsa. Massa viseral adalah bagian tubuh mollusca yang lunak.
Massa viseral merupakan kumpulan sebagaian besar organ tubuh seperti pencernaan,
ekskresi, dan reproduksi.
Mantel membentuk rongga mantel yang berisi cairan. Cairan tersebut
merupakan lubang insang, lubang ekskresi, dan anus. Selain itu, mantel dapat
mensekresikan bahan penyusun cangkang pada mollusca bercangkang. Sistem saraf
mollusca terdiri dari cincin saraf yang nengelilingi esofagus dengan serabut saraf
yang melebar. Sistem pencernaan mollusca lengkap terdiri dari mulut, esofagus,
lambung, usus, dan anus. Ada pula yang memiliki rahang dan lidah pada mollusca
tertentu.Lidah bergigi yang melengkung kebelakang disebut radula. Radula berfungsi
untuk melumat makanan. Mollusca yang hidup di air bernapas dengan insang.
Sedangkan yang hidup di darat tidak memiliki insang. Pertukaran udara mollusca
dilakukan di rongga mantel berpembuluh darah yang berfungsi sebagai paru-paru.
Organ ekskresinya berupa seoasang nefridia yang berperan sebagai ginjal.
Sebagian besar moluska hidup di air laut tetapi banyak yang ditemukan di air
tawar dan beberapa di darat. Filum ini dibagi atas tiga kelas besar dan beberapa kelas
38

keci. Kelas dari filum moluska yaitu Bivalvia, Gastropoda, Cephalopoda, Scaphoda,
Polyplacophora, Monoplacophora.
Moluska memiliki beragam struktur tubuh yang sulit untuk dikelompokkan.
Khususnya untuk semua jenis yang telah modern. Karakteristik yang paling umum
dari moluska adalah bahwa mereka berbentuk bilateral simetris. Oleh sebab itu, untuk
mengetahui lebih jauh mengenai struktur tubuh filum moluska baik secara morfologi
maupun anatomi, maka dilakukan praktikum guna pengamatan spesies pada setiap
kelas dalam filum moluska.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Moluska secara morfologi dan


anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Moluska.
Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Moluska.
39

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Filum ini dibagi atas tiga kelas besar dan beberapa kelas kecil. Kelas dari filum
moluska yaitu Bivalvia, Gastropoda, Cephalopoda, Scaphoda, Polyplacophora,
Monoplacophora.Kelas Bivalvia contohnya kijing, kerang, kepah, remis, dan
sebagainya, umunya disebut bivalvia karena tubuh dilindungi oleh dua cangkang.
Hewan bivalvia mempunyai bentuk simetris bilateral, tetapi dalam hal ini tidak ada
kaitannya dengan lokomosi yang cepat. Hewan ini kalaupun bergerak ialah dengan
cara menjulurkan satu kaki tebal yang berotot di antara kedua kutub. Kelas
Gastropoda, kelas besar moluska yang kedua meliputi semua keong dan kerabatnya
yang tidak bercangkang yaitu siput telanjang. Kelas Cephalopoda berbagai jenis
spesies gurita dan cumi-cumi dan juga nautilus beruang termasuk dalam kelas
Cephalopoda. Kelas Scaphoda merupakan kelas kecil moluska laut yang
menghabiskan kehidupan dewasanya terbenam di dalam pasir. Kelas polyplacophora,
kinton adalah organisme lamban yang hidup secara tidak menyolok di pantai laut.
Kelas Monoplacophora kelas ini disangka telah punah selama berjuta-juta tahun dan
barulah didirikan lagi sejak Neopilina ditemukan pada tahun 1952 (Firmansyah,
2005).
Menurut Natadisastra (2005) Burungo (Telescopium telescopium) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Gastropoda
Sub kelas : Prosobranchia
Ordo : Mesogastropoda
Famili : Telescodidae
Genus : Telescopium
Spesies : Telescopium telescopium

Gambar 28. Burungo (Telescopium telescopium)


40

Gastropoda (dalam bahasa latin, gaster berarti perut, podos berarti kaki)
adalah kelompok hewan yang menggunakan perut sebagai alat gerak atau kakinya.
Misalnya, siput air (Lymnaea sp.), remis (Corbicula javanica), dan bekicot (Achatia
fulica). Hewan ini memiliki ciri khas berkaki lebar dan pipih pada bagian ventrel
tubuhnya. Gastropoda bergerak lambat menggunakan kakinya. Gastropoda darat
terdiri dari sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek. Pada ujung
tentakel panjang terdapat mata yang berfungsi untuk mengetahui gelap dan terang.
Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi sebagai alat peraba dan pembau.
Gastropoda akuatik bernapas dengan insang, sedangkan Gastropoda darat bernapas
menggunakan rongga mantel (Aryulina, 2006).
Menurut Natadisastra (2005) Kalandue (Polymesoda sp.) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Pelecypoda
Sub kelas : Lamellibranchia
Ordo : Heterodonta
Famili : Heterodae
Genus : Polymesoda
Spesies : Polymesoda sp.

Gambar 29. Kalandue (Polymesoda sp.)

Pelecypoda memiliki dua buah cangkang pipih yang setangkup sehingga


disebut juga Bivalvia. Kedua cangkang pada bagian tengah dorsal dihubungkan oleh
jaringan ikat (ligamen) yang berfungsi seperti engsel untuk membuka dan menutup
cangkang dengan cara mengencangkan dan mengendurkan otot. Cangkang tersusun
dari lapisan periostrakum, prismatik, dan nakreas. Pada tiram mutiara, jika di antara
mantel dan cangkangnya masuk benda asing seperti pasir, lama-kelamaan akan
terbentuk mutiara. Mutiara terbentuk karena benda asing tersebut terbungkus oleh
hasil sekresi palisan cangkang nakreas. Pelecypoda tidak memiliki kepala. Mulutnya
terdapat pada rongga mantel, dilengkapi dengan labial palpus (Ferdinand, 2008).
41

Menurut Natadisastra (2005), Cumi-cumi (Loligo Sp.) dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Cephalopoda
Sub kelas : Coleoidea
Ordo : Teuthoidea
Famili : Loliginidae
Genus : Loligo
Spesies : Loligo sp.

Gambar 30. Cumi-cumi (Loligo sp).

Menurut Natadisastra (2005), Gurita (Octopus sp.) dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Cephalopoda
Sub kelas : Coleoidea
Ordo : Octopoda
Famili : Octopodidae
Genus : Octopus
Spesies : Octopus Sp.

Gambar 31. Gurita


(Octopus sp.)
42

Cephalopoda memiliki organ pertahanan berupa kantong tinta. Kantong tinta


berisikan cairan seperti tinta berwarna coklat atau hitam yang terletak di ventral
tubuhnya. Tinta ini akan di keluarkan jika hewan ini merasa terancam dengan cara
menyemburkannya. Cephalopoda memiliki kaki berupa tentakel yang berfungsi untuk
menangkap mangsanya (Ferdinand, 2008).
Kelas Aplacophora adalah kelompok kecil Mollusca yang hidup di air dalam
yang ditemukan di semua samudra dunia. Kelompok ini terdiri dari dua subkelas,
yaitu Solenogastres dan Caudofoveata, di antara mereka mengandung 28 keluarga dan
sekitar 320 spesies. Namun, hubungan kelompok ini dengan anggota kelas lain pada
Mollusca jelas, dilihat dari sistem pencernaannnya yang memiliki radula.
Aplacophora adalah hewan menggali seperti cacing, dengan sedikit kemiripan dengan
kebanyakan molusca lainnya. Mereka tidak memiliki kerangka, meskipun kalsifikasi
kecil spikula yang tertanam di kulit. Kebanyakan anggota kelas ini tidak memiliki
kaki, meskipun beberapa spesies memiliki beberapa tonjolan kecil pada bagian bawah
yang mungkin merupakan sisa kaki. Rongga mantel direduksi menjadi sederhana,
kloaka yang merupakan anus dan organ ekskretoris kosong, terletak di ujung tubuh.
Bagian dasar tubuhnya adalah kepala dan tidak memiliki mata atau tentakel. Beberapa
spesies merupakan hermaprodit, namun sebagian besar memiliki dua jenis kelamin,
dan berkembang biak dengan pembuahan eksternal. Selama masa pertumbuhan,
rongga mantel larva meringkuk dan menutup, menciptakan seperti bentuk cacing
dewasa. Kelas Scapophoda Scapophoda memiliki kaki yang berada di daerah mulut,
bercangkang seperti kerucut dan tanduk dengan kedua ujung cangkang berlubang,
serta memiliki mantel. Contoh anggota kelas ini adalah Dentalium vulgare (Aryulina,
2006).

2.2. Morfologi dan Anatomi

Mollusca memiliki badan lunak diselubungi oleh semacam kantong otot


(mantel) yang tidak bersegmen berserta berculum; sebagai tempat organ-organ dalam.
Mantel ini mempunyai keunikan lain, yaitu dapat menghasilkan sekresi spikulum
(mempunyai jarum) yang berkulit kapur. Gastropoda mempunyai kepala; kaki-kaki
otot ventral dan bagian dorsal/punggung yang berubah bentuk diselubungi oleh
kulit/cangkang kapur yang keras (Natadisastra, 2005).
Ciri-ciri Mollusca yakni bertubuh lunak, multiseluler dan triploblastik.
Sebagian besar mempunyai cangkok dari zat kapur dan mantel. Tubuh simetri
bilateral dan tidak bersegmen, keciali pada Monoplacophora. Memiliki kepala yang
jelas dengan organ reseptor kepala yang bersifat khusus. Memiliki dinding tubuh
yang tebal dan kaki yang berotot secara umum digunakan untuk bergerak (Kusnadi
dan Muhsinin, 2010).
Ciri khas struktur tubuh mollusca adalah adanyan mantel. Mantel merupakan
sarung pembungkus bagian-bagian yang lunak dan melapisi rongga mantel. Insang
organ respirasi sepertihalnya paru-paru dari siput merupakan hasil perkembangbiakan
dari mantel. Bagian mantel gastropoda dan scaphophoda digunakan untuk respirasi.
Pada Chephalopoda otot-otot mantel digunakan untuk gerakan, mekanik, dan
respirasi (Rusyana, 2011).
43

Gambar 32. Struktur Tubuh Mollusca

Gastropoda adalah mollusca yang memiliki cangkang dengan bentuk tabung


yang melingkar-lingkar ke kanan searah jarum jam. Namun, ada pula yang memilin
ke kiri. Kepala dan kaki menjulur keluar bila sedang merayap, dan masuk bila ada
bahaya mengancam. Sedangkan pada kerang/Pelecypoda memiliki sepasang
cangkang yang dapat membuka dan menutup. Sebagian besar, hidup dengan cara
membenamkan diri ke dalam pasir atau lumpur. Dan pada Chepalopoda merupakan
mollusca yang tidak memiliki cangkang diluar seperti pada kerabat lainnya. Jenis
yang sering dijumpai adalah cumi-cumi (Kuncoro, 2004)
Ukuran dan bentuk mollusca sangat bervariasi. Misalnya siput yang
panjangnya hanya beberapa milimeter dengan bentuk bulat telur. Namun ada yang
dengan bentuk torpedo bersayap yang panjangnya lebih dari 18 m seperti cumi-cumi
raksasa. Struktur tubuh mollusca terdiri dari tiga bagian utama Kaki merupakan
penjulur bagian ventral tubuhnya yang berotot. Kaki berfungsi untuk bergerak
merayap atau menggali. Pada beberapa molluska kakinya ada yang termodifikasi
menjadi tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa. Massa viseral adalah
bagian tubuh mollusca yang lunak. Massa viseral merupakan kumpulan sebagian
besar organ tubuh seperti pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Mantel membentuk
rongga mantel yang berisi cairan. Cairan tersebut merupakan lubang insang, lubang
ekskresi, dan anus. selain itu, mantel dapat mensekresikan bahan penyusun cangkang
pada mollusca bercangkang (Ayulina, 2006).

2.3. Habitat dan Penyebaran

Mollusca bersifat kosmopolit, artinya ditemukan di mana-mana, di darat,


payau, di laut, di air tawar mulai dari daerah tropis hingga daerah kutub. Dari palung
benua di laut sampai pegunungan yang tinggi, bahkan mudah saja ditemukan di
sekitar rumah kita. Hal ini menunjukkan kemampuan adaptasi Mollusca terhadap
lingkungan sangat tinggi. Tapi pada umumnya moluska hidup di laut. Tubuhnya
terdiri atas kaki, Mollusca juga mempunyai bagian tubuh yang disebut sebagai kaki
muskular yang dipakai dalam beradaptasi untuk bertahan di substrat, menggali
membor substrat, atau melakukan pergerakan dan sebagai alat untuk menangkap
mangsa. Dengan kepala yang berkembang beragam menurut kelasnya (Fitriana,
2007).
44

Mollusca hidup secara heterotrof dengan memakan ganggang, udang, ikan


ataupun sisa-sisa organisme. Habitatnya di air tawar, di laut dan didarat. Beberapa
juga ada yang hidup sebagai parasit (Wijaya, 2007).

Gambar 33. Habitat Mollusca

Umumnya gastropoda yang hidup diperairan tawar termasuk dalam Thiaridae.


Hewan ini hidup di air yang tergenang maupun air mengalir dan umumnya di air
tawar yang bervegetasi rapat. Gastropoda termasuk hewan yang sangat berhasil
menyesuaikan diri untuk hidup dibeberapa tempat dan cuaca. Seperti halnya siput air
O
tawar yang ditemukan di Siberia mampu hidup pada temperature -12 C sampai
o
mencapai temperature 51 C pada musim dingin dan kebalikannya pada keadaan
o
ekstrem siput dapat hidup dipadang pasir dengan suhu 43 C (Natadisastra, 2005).
2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Pada Kelas Amphineura jenis kelaminnya terpisah, larvanya disebut


trocophora sedangkan pada kelas Gastropoda memiliki alat reproduksi jantan dan
betina yang bergabung atau disebut juga ovotestes. Gastropoda adalah hewan
hermaprodit, tetapi tidak mampu melakukan autofertilisasi. Pada spesies Achatina
fulica memiliki sifat yang hermafrodit, tetapi untuk fertilisasi diperlukan spermatozoa
dari individu lain, karena spermatozoa dari induk yang sama tidak dapat membuahi
sel telur. Ova dan spermatozoa dibentuk bersama-sama dengan ovotestis. Ovotestis
berupa kelenjar kecil berwarna putih kemerahan, terletak melekat di antara kelenjar
pencernaan. Pada kelas Schacopoda memiliki jenis kelamin yang terpisah begitupula
dengan kelas Chephalopoda yang jenis kelaminnya terpisah, dimana saluran
gonadnya terletak dirongga mantel dekat anus. Pada kebanyakan hewan jantan salah
satu tangannya mengalami modifikasi yang berfungsi mentransfer kapsul sperma ke
rongga mantel hewan betina (Rusyana, 2011).
45

Gambar 34. Siklus Hidup Haliotis iris

Mollusca bereproduksi secara seksual dan masing-masing organ seksual


saling terpisah pada individu lain. Fertilisasi dilakukan secara internal dan eksternal
untuk menghasilkan telur. Telur berkembang menjadi larva dan berkembang lagi
menjadi individu dewasa (Mikrajuddin, 2007).
Reproduksi Pelecypoda terjadi secara seksual. Organ seksual terpisah pada
masing-masing individu. Fertilisasi terjadi secara internal maupun eksternal.
Pembuahan menghasilkan zigot yang kemudian akan menjadi larva. Untuk reproduksi
hewan ini berlangsung secara seksual. Cephalopoda memiliki organ reproduksi
berumah dua (dioseus). Pembuahan berlangsung secra internal dan menghasilkan
telur. Pada Amphineura sistem reproduksi reproduksi secara seksual, yaitu dengan
pertemuan ovum dan sperma. Terdapat individu jantan dan betina (Fitriana, 2007).

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan


Sistem pencernaan makanan dimulai dari mulut dan berakhir dengan anus.
Pada pencernaan makanan terdapat kelenjar ludah dan kelenjar hati. Makanan berupa
tumbuh-tumbuhan, dipotong-potong oleh rahang zat tanduk (mandibula/, kemudian
dikunyah oleh radula. Zat zat makanan diserap di dalam intestine. Saluran
pencernaan makanan terdiri atas rongga mulut-faring (tempat dimana terdapat radula)
esophagus tembolok lambung - intestine rectum anus. Kelenjar pencernaan
terdiri atas kelenjar ludah, hati, dan pancreas (Rusyana, 2011).

Gambar 35. Organ-organ pada sistem pencernaan moluska


46

Alat pencernaan telah berkembang sempurna, terdiri atas mulut,


kerongkongan yang pendek, lambung, usus, dan anus. Salurannya memanjang dari
mulut hingga anus. Pada mulut telah ditemukan lidah bergerigi atau radula dan
hampir semua jenis mollusca memilikinya dalam mulutnya yang digunakan untuk
makan, anusnya terbuka ke rongga mantelanus tersebut terletak di bagian anterior
tubuh. Kelenjar pencernaan telah berkembang baik (Fitriana, 2007).
2.6. Nilai Ekonomis

Banyak anggota filum Mollusca yang bernilai ekonomi, baik menguntungkan


seperti sebagai bahan makanan, perhiasan, indikator pencemaran tapi juga merugikan
seperti hama, pembawa penyakit dan sebagai agen biofouling. Mollusca mempunyai
data fosil yang tinggi (> 35.000 fosil sp.) dan terpreservasi dengan baik, sehingga data
fosil ini dapat menjadi studi mengenai sejarah bumi dan studi iklim di masa lalu.
Berbekal ilmu yang didapat dari kursus mengenai pengelolaan koleksi spesimen dan
database keanekaragaman Mollusca (Aryasari, 2006).
Peran mollusca dalam kehidupan menusia ada yang menguntungkan dan ada
yang merugikan. Peranan moluska yang menguntungkan antara lain sebagai sumber
protein hewani, penghasil mutiara, dan sebagai hiasan (Wijaya, 2007).
47

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 18 November 2011, pukul
13.00 15.00 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Alat dan bahan yang digunakan beserta fungsinya
No. Alat dan Bahan Fungsi
A Alat
1. Baki Tempat untuk membedah bahan
2. Pisau bedah Untuk membedah bahan
3. Alat menggambar Untuk menggambar morfologi dan
anatomi obyek yang diamati
B Bahan
1. Burungo (Telescopium Sebagai obyek yang diamati
telescopium) Sebagai obyek yang diamati
2. Kalandue (Polymesoda Sebagai obyek yang diamati
sp.) Sebagai obyek yang diamati
3. Cumi-cumi (Loligo sp.)
4. Gurita (Octopus sp.)

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai


berikut:
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan
2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian
organism tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian
organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.
48

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:


A. Struktur Morfologi dan Anatomi Kalandue ( Polymesoda sp.)

Keterangan:
1. Cangkang
2. Garis pertumbuhan
3. Umbo
4. Kaki

Gambar 36. Morfologi Kalandue ( Polymesoda sp.)

Keterangan:
1. Ctenidia
2. Tepi mantel
3. Metaniphridia
4. Gonad
5. Pedal ganglion
6. Atrium

Gambar 37. Anatomi Kalandue ( Polymesoda sp.)


B. Struktur Morfologi Burungo ( Telescopium telescopium )

Keterangan:
1. Kaki
2. Cangkang
3. Apex
4. Ulir
5. Aperture
Gambar 38. Morfologi Burungo
(Telescopium telescopium)
49

C. Struktur Morfologi dan Anatomi Cumi-cumi (Loligo sp.)

Keterangan:
1. Tentakel
2. Mata
3. Tubuh
4. Sucle
5. Mantel
6. Sirip

Gambar 39. Morfologi Cumi-cumi (Loligo sp.)

Keterangan:
1. Mulut
2. Faring
3. Anus
4. Kantung tinta
5. Ginjal
6. Hati

Gambar 40. Anatomi Cumi-cumi (Loligo sp.)

D. Struktur Morfologi dan Anatomi Gurita (Octopus sp.)

Keterangan:
1. Mata
2. Shipon
3. Lengan
4. Mata
5. Sirip

Gambar 41. Morfologi Gurita (Octopus sp.)


50

Keterangan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Gambar 42. Anatomi Gurita (Octopus sp.)

4.2. Pembahasan
Mollusca berasal dari bahasa Latin mallis yang berarti lunak. Jadi mollusca
dapat diartikan sebagai hewan bertubuh lunak. Tubuh lunak tersebut tidak bersegmen-
segmen dan terbungkus oleh mantel yang terbuat dari jaringan khusus, dan umumnya
dilengkapi dengan kelenjar-kelenjar yang dapat menghasilkan cangkang. Di antara
mantel dan dinding tubuh terdapat rongga mantel. Beberapa jenis hewan ini,
tubuhnya terlindung oleh cangkang dari zat kapur (kalsium karbonat) yang keras tapi
ada pula mollusca yang tidak bercangkang, misalnya cumi-cumi.
Ciri tubuh Mollusca meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh.
Ukuran dan bentuk mollusca sangat bervariasi. Misalnya siput yang panjangnya
hanya beberapa milimeter dengan bentuk bulat telur. Namun ada yang dengan bentuk
torpedo bersayap yang panjangnya lebih dari 18 m seperti cumi-cumi raksasa. Tubuh
mollusca terdiri dari tiga bagian utama. Kaki merupakan penjulur bagian ventral
tubuhnya yang berotot. Kaki berfungsi untuk bergerak merayap atau yang berfungsi
untuk menangkap mangsa. Massa viseral adalah bagian tubuh mollusca yang lunak.
Massa viseral merupakan kumpulan sebagaian besar organ tubuh seperti pencernaan,
ekskresi, dan reproduksi.
Tubuh mollusca terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki merupakan penjulur
bagian ventral tubuhnya yang berotot. Kaki berfungsi untuk bergerak merayap atau
menggali. Pada beberapa molluska kakinya ada yang termodifikasi menjadi tentakel
yang berfungsi untuk menangkap mangsa. Massa viseral adalah bagian tubuh
mollusca yang lunak. Massa viseral merupakan kumpulan sebagaian besar organ
tubuh seperti pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Mantel membentuk rongga
mantel yang berisi cairan. Cairan tersebut merupakan lubang insang, lubang ekskresi,
51

dan anus.Selain itu, mantel dapat mensekresikan bahan penyusun cangkang pada
mollusca bercangkang.

Gambar 43. Struktur Tubuh Loligo sp.

Pada Pengamatan yang kami lakukan khususnya untuk kelas Chephalophoda


yakni struktur tubuh cumi-cumi secara morfologi terdiri atas tentakel, mata sirip dan
badan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rusyana (2011) bahwa struktur tubuh
Loligo sp. Terdiri atas kepala, badan dan dihubungkan oleh leher. Kaki terdiri atas 10
jerait, 8 lengan dan tentakel. Sedangkan menurut anatomi, organ respirasi cumi terdiri
atas sepasang insang berbentuk bulu yang terdapat di rongga mantel. Prosesnya, air
keluar masuk melalui tepi lingkaran ujung badan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Brotowidjoyo (2000) bahwa chephalopoda merupakan mollusca yang tidak memiliki
cangkang luar seperti pada kerabat lainnya. Memiliki sepasang insang dan sirip yang
memudahkannya berenang dan melakukan proses respirasi.

Gambar 44. Struktur Tubuh Achatina fulica

Pada pengamatan selanjutnya yakni kelas Gastropoda, pengatamatan pada


spesies burungo (Telescopium telescopium) secara morfologi terlihat satu cangkang
yang membukus seluruh permukaan tubuhnya, memiliki kaki yang lebar dan pipih
pada bagian ventrel tubuhnya. Kemudian terdapat apex pada ujung cangkangnya dan
memiliki ulir. Hal yang sama dikemukakan oleh Handayani (2009) bahwa gastropoda
52

memiliki cangkang berbentuk kerucut dilengkapi dengan tentakel dan bintik mata
serta kaki untuk berjalan. Gastropoda bergerak lambat menggunakan kakinya.
Gastropoda darat terdiri dari sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek.
Pada ujung tentakel panjang terdapat mata yang berfungsi untuk mengetahui gelap
dan terang. Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi sebagai alat peraba dan
pembau. Gastropoda akuatik bernapas dengan insang, sedangkan Gastropoda darat
bernapas menggunakan rongga mantel. Sedangkan secara anatomi, kelas gastropoda
memiliki penis, anus mulut dan terdapat hati dibagian dekat mantelnya.

Gambar 45. Struktur Tubuh Polymesoda sp.

Pada pengamatan selanjutnya yakni pada kelas Pelecypoda secara morfologi


memiliki ciri khas, yaitu kaki berbentuk pipih seperti kapak. Kaki Pelecypoda dapat
dijulurkan dan digunakan untuk melekat atau menggali pasir dan lumpur. Memiliki
Umbo dan dua cangkang yang bisa membuka dan menutup. Pada cangkang tersebut
terlihat garis pertumbuhan yang menunjukkan umur dari Pelecypoda itu sendiri.
Menurut Handayani (2009) bahwa Pelecypoda memiliki bentuk tubuh yang simetri
bilateral memiliki insang dengan bentuk helaian dan cangkang satu pasang yang
diikat oleh ligament dan disisinya terdapat tonjolan yakni umbo. Sedangkan secara
anatomi Pelecypoda memiliki mulut, insang, ginjal, usus dan gonad. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Rusyana (2011) bahwa terdapat mulut yang terletak
diantara dua pasang labilal palpus bersilia, silia ini berfungsi untuk menggiring
makanan, kemudian lambung, rectum dan usus untuk pencernaannya. Pelecypoda ada
yang hidup menetap dan membenamkan diri di dasar perairan. Pelecypoda mampu
melekat pada bebatuan, cangkang hewan lain, atau perahu karena mensekresikan zat
perekat. Pelecypoda memiliki dua buah cangkang pipih yang setangkup sehingga
disebut juga Bivalvia. Kedua cangkang pada bagian tengah dorsal dihubungkan oleh
jaringan ikat (ligamen) yang berfungsi seperti engsel untuk membuka dan menutup
cangkang dengan cara mengencangkan dan mengendurkan otot. Cangkang tersusun
dari lapisan periostrakum, prismatik, dan nakreas. Pada tiram mutiara, jika di antara
mantel dan cangkangnya masuk benda asing seperti pasir, lama-kelamaan akan
terbentuk mutiara. Mutiara terbentuk karena benda asing tersebut terbungkus oleh
hasil sekresi palisan cangkang nakreas. Pelecypoda tidak memiliki kepala. Mulutnya
terdapat pada rongga mantel, dilengkapi dengan labial palpus.
53

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan dan
pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Mollusca (dalam bahasa latin, molluscus berarti lunak) merupakan hewan yang
bertubuh lunak. Tubuhnya lunak dilindungi oleh cangkang, meskipun ada juga
yang tidak bercangkang. Hewan ini tergolong triploblastik selomata.
2. Telescopium telescopium memiliki morfologi yang terdiri dari apex berfungsi
sebagai pusat pertumbuhan, ulir sebagai garis tumbuh, cangkang untuk
melindungi organ dalam tubuh dari luar dan aperture.
3. Polymesoda sp. memiliki morfologi yang terdiri dari umbo, cangkang untuk
melindungi organ dalam, garis pertumbuhan dan sifon sebagai alat pengisap
sedangkan Struktur anatominya terdiri Ctenidia, Tepi mantel, atrium dan gonad.
4. Loligo sp. memiliki morfologi baik secara dorsal maupun ventral terdiri dari
lengan, lengan tentakel yang digunakan untukl menangkap mangsanya, trunk
sebagai badan, fin untuk berenang/bergerak, tentacular club sebagai alat
penangkap dan lata indra, rostrum, mata, kepala, mantel dan sifon untuk
mengisap makanannya sedangkan anatominya terdiri atas kantung tinta, ginjal
dan hati.
5. Octopus sp. tampak morfologinya terdiri dari tangan ke-1, tangan ke-2, tangan
ke-3, tangan ke-4, hectocotylus, alat pengisap, bintik mata, jumbai, mata, funnel,
insang untuk bernafas dan tubuh (mantel) sedangkan untuk anatominya terdiri
atas bintik mata, jumbai, Funnel, dan Insang.
6. Filum Mollusca dibagi 8 kelas, yaitu Chaetodermomorpha, Neomeniomorpha,
Monoplacophora, Polyplacophora, Gastropoda, Pelecypoda/Bivalvia,
Scaphopoda dan Cephalopoda. Mollusca yang tidak memiliki cangkok, seperti
cumi-cumi, sotong, gurita atau siput telanjang. Mollusca memiliki struktur
berotot yang disebut kaki yang bentuk dan fungsinya berbeda untuk setiap
kelasnya. Cangkok kerang ini terdiri dari dua belahan, sedangkan cangkok siput
berbentuk seperti kerucut yang melingkar. Perbedaan lainnya, kaki siput tipis dan
rata. Fungsinya adalah untuk berjalan dengan cara kontraksi otot.

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat
yang digunakan pada praktikum dimaksimalkan penggunaannya, sebagai contoh
misalnya toples yang dibawa praktikan tidak pernah digunakan begitu juga dengan
kantong dan alat lain yang belum pernah digunakan. Hal ini dimaksudkan agar semua
peralatan praktikan akan terpakai untuk kepentingan praktikum
54

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Annelida (dalam bahasa latin, annulus bararti cincin) atau cacing gelang
adalah kelompok cacing dengan tubuh bersegmen. Berbeda dengan Platyhelminthes
dan Nemathelminthes, Annelida merupakan hewan tripoblastik yang sudah memiliki
rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan hewan yang
struktur tubuhnya paling sederhana.
Cacing-cacing anggota filum ini tubuhnya beruas-ruas. Beberapa organ
(misalnya pencernaan) membentang sepanjang tubuh. Organ yang lain seperti saluran
pembuangan, ada di setiap ruas. Annelida mempunyai rongga tubuh atau coelem.
Rongga ini tidak saja berisi organ-organ yang terbentuk dari mesoderm tetapi juga
dilapisi oleh lapisan mesoderm. Annelida merupakan hewan simetris bilateral,
mempunyai sistem peredaran darah yang tertutup dan sistem syaraf yang tersusun
seperti tangga tali. Pembuluh darah yang utam membujur sepanjang bagian dorsal
sedangkan sistem syaraf terdapat pada bagian ventral. Telah diketemukan 7.000
species yang hidup di air tawar, laut dan tanah. Contoh annelida adalah cacing tanah
(Pheretima) cacing ini hidup di tanah, makananya berupa sisa tumbuhan dan hewan.
Charles Darwin ahli biologi yang termahsur adalah orang yang pertama kali
menyatakan bahwa cacing tanah mempunyai peranan yang penting dalam
menggemburkan/menyuburkan tanah. Karena hidup di dalam tanah, cacing ini
membuat liang-liang sehingga tanah menjadi berpori dan mudah diolah. Cacing tanah
juga mencampur dedaunan dengan tanah, jadi menaikan kandungan humus tanah.
Sebagian besar anelida hidup dilaut, yaitu diliang-liang atau dibawah karang
yang dekat dengan pantai, misalnya neries. Golongan lain dari annelida yang banyak
dikenal adalah lintah pengisap darah. Lintah mempunyai balik penghisap dikedua
ujung badanya. Batil penghisap posterior dipergunakan untuk melekatkan diri pada
inang, sedangkan batil penghisap anterior dipergunakan untuk menghisap darah.
Contoh lain Annelida adalah cacing tanah (Lumbricus terrestris), cacing ini
hidup di tanah, makanannya berupa sisa tumbuhan dan hewan. Charles Darwin ahli
biologi yang termashur adalah orang yang pertama kali menyatakan bahwa cacing
tanah mempunyai peranan yang penting dalam menyuburkan/menggemburkan tanah.
Karena hidup di dalam tanah, cacing ini membuat liang-liang sehingga tanah menjadi
berpori dan mudah di olah. Cacing tanah juga mencampur dedaunan dengan tanah,
jadi secara biologis cacing tanah menaikkan kandungan humus tanah.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat penting untuk dilakukan
praktikum avertebrata air mengenai filum Annelida dengan tujuan untuk mengamati
dan mengenal lebih jauh mengenai struktur tubuh morfologi dan anatomi filum
Annelida.
55

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Annelida secara morfologi dan


anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Annelida.
Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Annelida.
56

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Annelida diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya dan banyak atau


sedikitnya seta (rambut). Terdapat 3 kelas, yaitu Polychaeta, Oligochaeta, dan
Hirudinea. Polychaeta merupakan cacing yang memiliki banyak seta (rambut),dan
pada setiap ruas tubuhnya terdapat alat gerak yang disebut parapodia. Sebagai
contohnya adalah Eunice viridis (cacing wawo), Lysidice sp. (cacing palolo), Nereis
virens (kelabang laut)dan Aranicola. Selanjutnya adalah kelas Oligocaeta,dimana
pada kelas ini hanya memilki sedikit seta dan tidak memiliki alat gerak berupa
parapodia. Cacingpada kelas ini berfungsi sebagai penyubur tanah, khususnya adalah
sebagai dekomposer untuk proses aerasi. Contoh spesies dari kelas ini adalah Tufibex
sp (cacing air), Lumbricus terrestis (cacing tanah), dan Pheretima (cacing tanah asia).
Kelas yang terakhir adalah Hirudinea, merupakan golongan cacing yang tidak
berambut dan tidak memiliki parapodia. Kelebihan dari cacing pada kelas ini adalah
meiliki alat hisap untuk menghisap darah dari tubuh inangnya serta dapat
mengeluarkan zat anti beku yang disebut hirudin. Contoh spesies dari kelas ini adalah
Hirudinaria javanica (lintah kuning) (Susilowarno, 2010).
Menurut Susilowarno (2010), klasifikasi cacing laut sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Polychaeta
Ordo : Errantia
Famili : Nereidae
Genus : Nereis
Spesies : Nereis sp.

Gambar 46. Cacing Laut (Nereis sp.)

Nereis virens Merupakan cacing yang hidup d laut, di dalam liang pasir dan
hanya menyembulkan kepala di atas permukaan pasir atau berenang di dalam laut.
Tubuhnya jelas mempunyai capuz dan alat-alat tambahan, terbagi menjadi banyak
57

segmen. Segmen pertama disebut peristonium dan pada tiap nagian lateral terdapat 2
pasang tentakel. Termasuk dalam kelas polychaeta yang berarti berambut banyak.
Pada bagian anterior terdapat kepala yang dilengkapi dengan mata, tentakel serta
mulut berahang. Tubuh berwarna menarik yaitu merah kecoklatan. Cacing jenis ini
mempunyai lapisan otot memanjang maupun otot melingkar. Ususnya hampir lurus
merentang dari depan ke belakang. Terdapat sistem pembuluh darah, di bagian
anterior terdapat ganglion otak yang terletak di sebelah atas saluran pencernaan
Panjang tubuh antara 5 10 cm dengan diameter 2 10 mm. Fertislisasi bersifat
internal membentuk larva. Bergerak dengan menggunakan parapodia. Sudah memiliki
coelom yang sebenarnya, yang sudah di batasi oleh epithelium mesodermal. Masing-
masing ruas terdapat sepasang parapodia. Tubuh memiliki banyak rambut pada
parapodia. Bersifat karnifora. Dapat dibedakan jantan dan betina. (Wijaya, 2007).

Menurut Rukmana (2006), klasifikasi cacing tanah sebagai berikut:


Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Clitellata
Ordo : Haplotaxida
Famili : Lumbricina
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus terrestris

Gambar 47. Cacing Tanah (Lumbricus terrestris)

Cacing tanah merupakan hewan nokturnal dan fototaksis negatif. Nokturnal


artinya aktivitas hidupnya lebih banyak pada malam hari sedangkan pada siang
harinya istirahat. Fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu menghindar kalau ada
cahaya, bersembunyi di dalam tanah. Bernafasnya tidak dengan paru-paru tetapi
dengan permukaan tubuhnya. Oleh karena itu permukaan tubuhnya selalu dijaga
kelembabannya, agar pertukaran oksigen dan karbondioksida berjalan lancar. Usia
cacing tanah bisa mencapai 15 tahun, namun umur produktifnya hanya sekitar 2
tahun. Cacing dewasa yang berumur 3 bulan dapat menghasilkan kokon sebanyak 3
58

kokon per minggu. Di dalam kokon terdapat telur dengan jumlah antara 2 20 butir.
Telur tersebut akan menetas menjadi juvenil (bayi cacing) setelah 2 5 minggu. Rata-
rata hidup cacing adalah 2 ekor perkokon. Cacing akan menjadi dewasa dan siap
kawin wetelah berumur 2 3 bulan (Wijaya, 2007).
Cacing tanah sebenarnya berpotensi untuk mensubstitusi bahan baku sumber
protein hewani yang umum digunakan khususnya tepung ikan dan tepung daging
tulang. Asalkan harga tepung cacing tanah yang dihasilkan dapat kompetitif. Strategi
harga ini bisa diwujudkan jika budidaya cacung tanah dalam skala besar dan proses
penepungan yang efisien. Tepung cacing tanah merupakan sumber protein asal
hewani yang berkualitas tinggi dan tingkat kecernaannya sebanding dengan kualitas
bungkil kedele (Kurmana, 2007).
Menurut (Astuti, 2007), klasifikasi Lintah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Clitellata
Ordo : Haplotaxida
Sub Kelas : Hirudinea
Genus : Hirudo
Spesies : Hirudo sp.

Gambar 48. Lintah (Hirudo sp.)

Lintah adalah binatang melata yang berdasarkan habitatnya hidup di air untuk
menjaga kelembaban dan suhu tubuhnya. Sedangkan pacet (Haemodipsa zeylanica)
adalah binatang melata yang hidup melekat pada daun-daun, batang-batang pohon,
dan ada di dalam tanah yang lembab atau basah. Lintah dan pacet adalah hewan yang
tergabung dalam filum Annelida subkelas Hirudinea. Terdapat jenis lintah yang dapat
hidup di daratan, air tawar, dan laut. Seperti halnya kerabatnya, Oligochaeta, mereka
memiliki klitelum. Seperti cacing tanah, lintah juga hermaprodit (berkelamin ganda).
Lintah obat Eropa, Hirudo medicinalis, telah sejak lama dimanfaatkan untuk
pengeluaran darah (plebotomi) secara medis (Wijaya, 2007).
59

2.2. Morfologi dan Anatomi

Annelida biasanya disebut cacing yang bersegmen-segmen atau beruas-ruas,


tubuhnya terdiri dari sederetan segmen sama (=metameri), artinya tiap segmen
tersebut mempunyai organ tubuh seperti alat reproduksi, otot, pembuluh darah, dan
sebagainya yang tersendiri tetapi segmen tersebut tetap berhubungan satu sama lain
dan terkoordinasi. Terdapat selom yang besar dan jelas, beberapa sistem organ seperti
peredaran darah, sistem syaraf telah berkembang dengan baik (Rusyana, 2011).
Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya.Antara satu
segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa.Pembuluh darah,
sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling
berhubungan menembus septa. Rongga tubuh Annelida berisi cairan yang berperan
dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri
dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang atau longitudinal (Astuti, 2007).

Gamabar 49. Struktur Anatomi Filum Annelida

Golongan cacing ini mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan


dengan yang lain. Jika Anda amati, cacing tersebut sudah mempunyai rongga sejati
disebut triplobastik selomata. Bentuk tubuhnya bersegmen-segmen dilapisi oleh
kutikula, tersusun oleh gelang kecil yang dibatasi dengan sekat berbentuk seperti
cincin atau gelang. Jika cacing ini dipotong menjadi dua bagian yang sama, maka
bentuk tubuhnya simetri bilateral (Rusyana, 2011).
Polychaeta memiliki sepasang struktur seperti dayung yang disebut parapodia
(tunggal = parapodium) pada setiap segmen tubuhnya.Fungsi parapodia adalah
sebagai alat gerak dan mengandung pembuluh darah halus sehingga dapat berfungsi
juga seperti insang untuk bernapas.Setiap parapodium memiliki rambut kaku yang
disebut seta yang tersusun dari kitin. Contoh Polychaeta yang sesil adalah cacing
kipas (Sabellastarte indica) yang berwarna cerah. Sedangkan yang bergerak bebas
adalah Nereis virens, Marphysa sanguinea, Eunice viridis(cacing palolo), dan
Lysidice oele(cacing wawo) (Wijaya, 2007).
Bentuk cacing Oligochaeta berkebalikan dari cacing Polychaeta, yaitu
mempunyai sedikit seta/rambut, tidak mempunyai mata dan parapodia. Misalnya,
cacing tanah (Pheretima sp.) berada di Asia, Lumbricus sp. Berada di
Amerika.Anggota jenis cacing ini tidak mempunyai rambut, parapodia, dan seta.
60

Tempat hidup hewan ini ada yang berada di air tawar, air laut, dan di darat. Anda pasti
sudah mengetahui bila lintah merupakan hewan pengisap darah, pada tubuhnya
terdapat alat pengisap di kedua ujungnya yang digunakan untuk menempel pada
tubuh inangnya. Pada saat mengisap, lintah ini mengeluarkan zat penghilang rasa
sakit dan mengeluarkan zat antipembekuan darah sehingga darah korban tidak akan
membeku. Setelah kenyang mengisap darah, lintah itu akan menjatuhkan dirinya ke
dalam air (Aryulina, 2006).

2.3. Habitat dan Penyebaran

Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit
dengan menempel pada vertebrata, termasuk manusia. Habitat annelida umumnya
berada di dasar laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau
tempat-tempat lembap. Annelida hidup diberbagai tempat dengan membuat liang
sendiri (Aryulina, 2006).
Polychaeta Habitatnya di lautan, tubuhnya terdiri dari banyak rambut (poly =
banyak, chaeta = rambut/bulu). Contoh cacing tersebut adalah : Nereis viren, Eunice
viridis (cacing wawo) dan Lysidice oele (cacing palolo). Dua jenis terakhir sering
dikonsumsi oleh orang-orang di Kepulauan maluku. Oligochaeta Habitatnya di tanah,
memiliki sedikit rambut (oligo = sedikit, chaeta = rambut/bulu). Contoh cacing
tersebut adalah : Lumbricus terestris dan Pheretima sp. (keduanya disebut cacing
tanah). Mempunyai organ KIitellum yang berisi semua kelenjar, termasuk kelenjar
kelamin. Pernafasan dilakukan oleh pemukaan tubuhnya. Makanan diedarkan ke
seluruh tubuh dengan sistem peredaran darah. Contoh lain Moniligaster houtenii
(endemik di Sumatera). Hirudinae Tidak memiliki rambut (chaeta) tetapi
menghasilkan zat antikoagulasi (anti pembekuan darah) yang dinarnakan Hirudin
(Ferdinand, 2008).

2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembantukan


gamet.Namun ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang kemudian
beregenerasi.Organ seksual annelida ada yang menjadi satu dengan individu
(hermafrodit) dan ada yang terpisah pada individu lain (gonokoris) (Aryulina, 2006).
Pada cacing yang sudah dewasa akan terjadi penebalan epidermis yang
disebut klitelum. Alat ini dapat digunakan untuk kopulasi dan akan menghasilkan
kelenjar-kelenjar yang membentuk lapisan lendir sangat kuat untuk membentuk
kokon, yaitu tempat/wadah telur yang telah dibuahi. Meskipun Annelida ini bersifat
hemaprodit, tetapi pada saat terjadinya pembuahan harus dilakukan pada dua individu
dengan saling memberikan sperma yang disimpan dalam reseptakulum seminis.
Setelah selesai terjadinya perkawinan, maka kokon akan lepas dan berisi butir-butir
telur yang telah dibuahi (Kurmana, 2007).
Reproduksi aseksual belum diketahui. Hermafrodit. Testis tersusun
berpasangan antara 5 10 mulai ruas XI atau XII. Pada Arhynchobdeliida terdapat
penis, absen pada rhynchobdeliida. Ovary hanya satu pasang yang memanjang pada
61

beberapa ruas. Oviduct memanjang ke anterior dan menyatu membentuk vagina dan
gonopore pada pertengahan ruas XI di belakang spermatopore. Pada beberapa linta
terdapat kelenjar di sekitar bagian oviduct dan vagina yang berperan dalam pelekatan
telur (Mikrajuddin, 2007).

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus
(kerongkongan), usus, dan anus. Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga
memiliki sistem peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung hemoglobin,
sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi
memompa darah ke seluruh tubuh Cacing ini memakan oarganisme hidup yang ada di
dalam tanah dengan cara menggali tanah. Kemampuannya yang dapat menggali
bermanfaat dalam menggemburkan tanah. Manfaat lain dari cacing ini adalah
digunakan untuk bahan kosmetik, obat, dan campuran makan berprotein tinggi bagi
hewan. (Aryulina, 2006).
Cara makan sesuai dengan kebiasaan hidup Raptorial feeder: avertebrata kecil
ditangkap dengan pharink/probosis yang dijulurkan, terdapat rahang kitin Deposit
feeder: menelan pasir & lumpur dalam lorong; bahan organik dicerna & partikel
mineral dikeluarkan via anus, atau melalui tentakel cilia yang berlendir Filter feeder:
tidak punya probosis tutup kepala dilengkapi radiola untuk menyaring detritus &
plankton (Wijaya, 2007)

2.6. Nilai Ekonomis

Cacing Polychaeta merupakan makanan alami yang baik bagi udang windu
(Panaeus monodon) di tambak, menjadikan warna udang lebih cemerlang sehingga
meningkatkan mutu dan nilai jual dari udang tersebut. Menurut penelitian yang
pernah dilakukan bahwa cacing adalah sumber protein yang cukup tinggi. Cacing
tanah juga mengandung banyak asam amino dengan kadar yang tinggi sekitar 76%
atau 50% (Aslan, dkk, 2006).
62

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 25 November 2011, pukul
13.00 15.00 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan beserta kegunaannya yang digunakan pada praktikum ini dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Alat dan bahan beserta kegunaanya
No Nama Alat Kegunaan
A. Alat
2. Baki Untuk meletakkan organism yang akan diamati
3. Pisau Bedah Untuk membedah organism yang diamati
4. Alat tulis Untuk mencatat dan menggambar hasil pengamatan
5. Toples Untuk menyimpan bahan pengamatan yang diambil
dari laut
6. Pinset Untuk mengambil bahan dari toples
7. Buku Untuk Mengidentifikasi Struktur Tubuh obyek yang
Identifikasi diamati

B Bahan
1. Cacing Laut Sebagai obyek yang diamati
(Nereis sp.)
2. Cacing Sebagai obyek yang diamati
Tanah
(Lumbricus Sebagai obyek yang diamati
terrestris)
3. Lintah Sebagai obyek yang diamati
(Hirudo sp.)
4. Alkohol Untuk mengawetkan bahan pengamatan
70%

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai


berikut:
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan
2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian
organism tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian
organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.
63

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:

A. Struktur Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)

Keterangan:
1. Antena
2. Mulut
3. Segmen Tubuh
4. Anus

Gambar 50. Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)

B. Struktur Morfologi Cacing Tanah (Lumbricus terrestris)

Keterangan:
1. Mulut
2. Clitelum
3. Segmen tubuh
4. Anus

Gambar 51. Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)

C. Struktur Morfologi Lintah (Hirudo sp.)

Keterangan:
1. Mulut
2. Anus
3. Antena
4. Bintik tubuh
5. Kaki Jalan

Gambar 52. Morfologi Lintah (Hirudo sp.)


64

4.2. Pembahasan

Annelida berasal dari kata annulus yang berarti cincin dan oidos yang berarti
bentuk. Dari namanya, Annelida dapat disebut sebagai cacing yang bentuk tubuhnya
bergelang-gelang atau disebut juga cacing gelang. Annelida dapat hidup di berbagai
tempat, baik di air tawar, air laut, atau daratan. Umumnya hidup bebas, meskipun ada
juga yang bersifat parasit. Cacing ini Filum Annelida terdiri dari cacing berbuku-buku
seperti cacing tanah. Perkembangan buku-buku badan ini memungkinkan adanya
pembentukan fungsi yang berbeda dalam ruas badan (segmentasi) yang berbeda.
Annelida memiliki coelom yang besar untuk mengakomodasi organ dalam yang lebih
kompleks. Terdapat sekitar 12,000 jenis di laut, air tawar dan daratan, terbagi menjadi
tiga kelas.
Annelida adalah hewan triploblastik yang sudah mempunyai rongga sejati
sehingga disebut triploblastik selomata. Annelida memiliki sistem peredaran darah
tertutup, dengan pembuluh darah memanjang sepanjang tubuhnya serta bercabang-
cabang di setiap segmen. Annelida mempunyai bentuk tubuh simetri bilateral, dengan
tubuh beruas-ruas dan dilapisi lapisan kutikula. Cacing ini terbagi sesuai dengan ruas-
ruas tubuhnya dan satu sama lain dibatasi dengan sekat (septum). Meskipun
demikian, antara ruas satu dan lainnya tetap berhubungan sehingga terlihat bentuk
seperti cincin yang terkoordinasi. Sistem saraf annelid terdiri dari sebuah otak yang
terhubunga dengan serabut saraf ventral, dengan sebuah ganglion di setiap segmen.
Annelida memiliki sistem pencernaan yang lengkap termasuk faring, lambung, usus,
dan kelenjar pencernaan. Pengeluaran dengan nefridia di setiap segmen
mengumpulkan zat sampah dari coelom dan mengekskresikannya keluar tubuh.
Untuk Pengamatan Cacing Laut (Nereis sp.), hewan ini termasuk dalam kelas
Polychaeta hidup di laut serta memiliki parapodia dan setae. Struktur morfologi pada
Cacing Laut terdiri dari Mulut, antenna dan segmen tubuh serta anus. Mulut berfungsi
sebagai organ pencernaan yang pertama kali digunakan. Dimana saat makanan
dimasukkan kedalam mulut terjadi proses pencernaan mekanik. Sedangkan antenna
berfungsi sebagai alat indra untuk mendeteksi mangsa dan merasakan kehadiran
predator. Begitupula untuk segmen tubuh yang merupakan cirri khas filum annelid,
dimana berfungsi sebagai pembentuk struktur tubuh. Menurut Aryulina (2006) bahwa
Cacing laut memiliki Parapodia adalah kaki seperti dayung (sirip) digunakan untuk
berenang sekaligus bertindak sebagai alat pernafasan. Setae adalah bulu-bulu yang
melekat pada parapodia, yang membantu polychaeta melekat pada substrat dan juga
membantu mereka bergerak. Cacing kerang, seperti Nereis adalah pemangsa yang
aktif. Banyak yang memiliki kepala yang berkembang baik, dengan rahang bagus,
mata dan organ peraba lainnya.
Untuk Pengamatan Cacing Tanah (Lumbricus terrestris), merupakan hewan
yang masuk dalam kelas Oligochaeta contohnya adalah cacing tanah, yang cenderung
memiliki sedikit setae yang bergerombol secara langsung dari tubuhnya. Dalam
pengamatan cacing tanah memiliki mulut, segmen tubuh dan anus. Menurut Wijaya
(2007) Cacing tanah memiliki kepala atau parapodia yang kurang berkembang.
Pergerakannya dengan gerak terkoordinasi dari otot-otot tubuh dibantu dengan setae.
Cacing tanah tinggal dalam tanah lembab, karena badan yang lemnan digunakan
65

untuk pertukaran udara. Cacing tanah adalah pemakan sampah yang mengekstraks
sisa-sisa bahan organic dari tanaha yang dimakan. Faring berotot menarik makanan
ke mulut, makanan yang sudah dicerna disimpan di tembolok lalu ke rempela. Sistem
pembuangan (ekskresi) berupa tabung nephridia bergelung di setiap segmen dengan
dua lubang; satu corong bersilia yang mengumpulkan cairan coelom, dan satu lainnya
adalah lubang keluar tubuh. Antar dua lubang itu, tabung nephridia membuang zat
sampah dari saluran peredaran darah. Darah merah bergerak ke arah dengan sebuah
pembuluh darah dorsal dan dipompa oleh lima pasang jantung (lengkung aorta)
menuju pembuluh ventral. Cacing tanah bersifat hermaphrodit, memilliki testis
dengan saluran semen, dan ovarium dengan penerima semen. Perkawinan dilakukan
dengan melibatkan dua cacing yang saling parallel dalam posisi berlawanan dan
saling bertukar sperma. Setiap cacing memiliki klitellum yang mengeluarkan lendir,
untuk melindungi sperma dan telur dari kekeringan.
Pengamatan Lintah (Hurrudo sp.) masuk dalam Kelas Hirudinea. Kebanyakan
tinggal di air tawar, tetapai ada yang di laut atau daratan. Dari pengamatan terlihat
Lintah memiliki mulut, anus, antenna dan kaki jalan. Seluruhnya memiliki fungsi
yang sama pada Cacing Laut. Menurut Aryulina (2006) bahwa Setiap gelang tubuh
memiliki beberapa alur mendatar. Lintah memunculkan pengisap anterior kecil sekitar
mulutnya dan pengisap posterior yang besar. Meskipun beberapa diantaranya adalah
predator yang hidup bebas, kebanyakan adalah pemakan cairan. Pengisap darah dapat
mencegah penggumpalan darah dengan zat hirudin yang dikeluarkan dari ludah.
66

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan


dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Annelida berasal dari kata annulus yang berarti cincin dan oidos yang berarti
bentuk. Dari namanya, Annelida dapat disebut sebagai cacing yang bentuk
tubuhnya bergelang-gelang atau disebut juga cacing gelang. Annelida dapat
hidup di berbagai tempat, baik di air tawar, air laut, atau daratan.
2. Morfologi cacing laut (Nereis sp.) terdiri atas mulut, segmen tubuh seperti
cincin yang terdapat dari anterior hingga posterior serta anus.
3. Morfologi cacing tanah (Lumbricus terrestris) terdiri atas clitellum, mulut,
segmen tubuh dan anus pada bagian posterior.
4. Morfologi Lintah (Hirudo sp.) terdiri atas antenna, bintik tubuh, mata, anus
dan adanya pelekat yang terletak dibawah tubuhnya.
.

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat
praktikan dilengkapi dengan lup ataupun mikroskop, agar nantinya praktikan dapat
mengamati struktur anatomi dari semua organisme yang diamati.
67

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang
lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu
subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster,
kepiting, udang, udang karang, serta teritip.Mayoritas merupakan hewan akuatik,
hidup di air tawar atau laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan
kehidupan darat, seperti kepiting darat.Mayoritas dapat bebas bergerak, walaupun
beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya. Tubuh
Crustacea bersegmen (beruas) dan terdiri atas sefalotoraks (kepala dan dada menjadi
satu) serta abdomen (perut). Bagian anterior (ujung depan) tubuh besar dan lebih
lebar, sedangkan posterior (ujung belakang)nya sempit.
Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu
(sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks
dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1
pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga
terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara pada bagian
abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor. Pada
udang betina, kaki di bagian abdomen juga berfungsi untuk menyimpan telurnya.
Sistem pencernaan Crustacea dimulai dari mulut, kerongkong, lambung, usus, dan
anus. Sisa metabolisme akan diekskresikan melalui sel api.
Sistem saraf Crustacea disebut sebagai sistem saraf tangga tali, dimana
ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena (indra peraba), mata (indra
penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan). Hewan-hewan Crustacea bernapas
dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah yang
dimilikinya adalah sistem peredaran darah terbuka. O2 masuk dari air ke pembuluh
insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke
seluruh tumbuh tanpa melalui pembuluh darah. Golongan hewan ini bersifat diesis
(ada jantan dan betina) dan pembuahan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi
internal). Untuk dapat menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami pergantian kulit
(ekdisis) berkali-kali.
Crustacea dibagi menjadi 2 sub-kelas, yaitu Entomostraca (udang-udangan
rendah) dan Malacostrata (udang-udangan besar). Entomostraca umumnya
berukuran kecil dan merupakan zooplankton yang banyak ditemukan di perairan laut
atau air tawar. Golongan hewan ini biasanya digunakan sebagai makanan ikan,
contohnya adalah ordo Copepoda, Cladocera, Ostracoda, dan Amphipoda.
Sedangkan, Malacostrata umumnya hidup di laut dan pantai. Yang termasuk ke
dalam Malacostrata adalah ordo Decapoda dan Isopoda. Contoh dari spesiesnya
adalah udang windu ( Panaeus), udang galah (Macrobanchium rosenbergi), rajungan
( Neptunus pelagicus), dan kepiting ( Portunus sexdentalus).
Struktur tubuh crustacea secara philogeny lebih maju dibandingkan dengan
filum annelid. Dimana dalam sistem anatomi telah dilengkapi dengan organ-organ
68

yang memiliki fungsi berbeda. Kompleksnya struktur tubuh crustacean, menjadi


landasan dilaksanakannya praktikum pengamatan pada filum crustacean itu sendiri.
Agar nantinya struktur morfologi dan anatomi dapat diketahui secara keseluruhan
serta perbedaan jantan dan betinanya dapat diketahui.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Crustacea secara morfologi dan


anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Crustacea serta
membedakan jantan dan betina.
Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Crustacea.
69

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Berdasarkan ukuran tubuhnya Crustacea dikelompokkan sebagai berikut


Entomostraca (udang tingkat rendah). Hewan ini dikelompokkan menjadi empat
ordo, yaitu, Branchiopoda, Ostracoda, Copecoda, Cirripedia. dan kelompok
Malakostraca (udang tingkat tinggi). Hewan ini dikelompokkan dalam tiga ordo,
yaitu: Isopoda, Stomatopoda, Decapoda. Entomostraca (udang tingkat rendah)
Kelompok Entomostraca umumnya merupakan penyusun zooplankton, adalah
melayang-layang di dalam air dan merupakan makanan ikan. Adapun pembagian
Entromostaca antara lain Branchiopoda Contoh: Daphnia pulex dan Asellus
aquaticus. Hewan ini sering disebut kutu air dan merupakan salah satu penyusun
zooplankton (Isharwanto, 2010).
Klasifikasi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) menurut Suwignyo
(2005) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
filum : Crustacea
Kelas : Cirripedia
Ordo : Rhizochepala
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagicus

Gambar 53. Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)

Pada Kepiting Rajungan (Portunus Pelagicus) terlihat menyolok perbedaan


antara jantan dan betina. Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda pada
umur yang sama. Yang jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen
biru terang. Sedang yang betina berwarna sedikit lebih coklat. Rajungan jantan
mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina.
Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan
70

dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan


dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu
yang agak besar walaupun belum dewasa (Ferdinand, 2008).
Klasifikasi Kepiting Bakau (Scylla serrata), menurut Suprapto (2000), adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus :
Scylla
Spesies : Scylla serrata

Gambar 54. Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Untuk membedakan kepiting jantan dan betina dapat dilakukan secara


eksternal. Pada kepiting bakau jantan tempat, tempat di mana organ kelamin
menempel pada bagian perutnya, berbentuk segitiga dan agak meruncing. Sedangkan
pada kepiting betina bentuknya cenderung membulat. Membedakan jenis kelamin
juga dapat dilakukan dengaan membandingkan pertumbuhan berat capit terhadap
berat tubuh. Kepiting jantan dan betina yang lebar karapasnya 3 cm 10 cm berat
capitnya sekitar 22 % dari berat tubuh. Setelah ukuran karapasnya mencapai 10 cm -
15 cm, capit kepiting jantan menjadi lebih berat yakni 30% - 35 % dari berat tubuh,
sementara capit betina tetap sama 22 %. Membedakan jantan dan betina kepiting
dapat dilakukan dengan melihat ruas ruas abdomennya. Pada kepiting jantan, ruas
ruas abdomennya sempit, sedangkan pada kepiting betina lebih lebar (Suprapto,
2000).
71

Klasifikasi Udang Putih (Penaeaus marguensis) menurut (Brotowidjoyo,


2004) adalah sebagi berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Peneidae
Genus :
Peneaus
Spesies : Penaeus marguensis

Gambar 55. Udang Putih (Penaeus marguensis)

Bagian kepala Udang Putih menyatu dengan bagian dada disebut


cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di
bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen)
mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung
ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing
(Brotowidjoyo, 2004).
Klasifikasi Udang Windu (Penaeaus monodon), menurut Amri (2004) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Crustacea
Kelas : Malacoctraca
Ordo : Calanoida
Famili : Peneidae
Genus :
Penaeus
Spesies : Penaeus monodon
72

Gambar 56. Udang Windu (Penaeus monodon)

Bagian badan tertutup oleh 6 ruas, yang satu sama lainnya dihubungkan oleh
selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang (pleopoda) yang melekat pada ruas
pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki renang
mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Di antara ekor kipas
terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang disebut telson (Nurtidjo,
2003).
Menurut Brotowijoyo (2004), klasifikasi dari udang putih (Panulirus sp.)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum: Crustacea
Kelas: Malacostraca
Ordo: Decapoda
Famili: Parasticidae
Genus :
Panulirus
Spesies: Panulirus sp.

Gambar 57. Lobster (Panulirus Spp.)


73

2.2. Morfologi dan Anatomi

Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu
(sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks
dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1
pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga
terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara pada bagian
abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor. Pada
udang betina, kaki di bagian abdomen juga berfungsi untuk menyimpan telurnya.
Sistem pencernaan Crustacea dimulai dari mulut, kerongkong, lambung, usus, dan
anus. Sisa metabolisme akan diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf Crustacea
disebut sebagai sistem saraf tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung
dengan antena (indra peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra
keseimbangan). Hewan-hewan Crustacea bernapas dengan insang yang melekat pada
anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem
peredaran darah terbuka. O2 masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2
berdifusi dengan arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tumbuh tanpa
melalui pembuluh darah. Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan betina)
dan pembuhan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Untuk dapat
menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami pergantian kulit (ekdisis) berkali-kali
(Galih, 2008).

Gambar 58. Struktur Morfologi Crustacea

Tubuh Crustacea bersegmen (beruas) dan terdiri atas sefalotoraks (kepala dan
dada menjadi satu) serta abdomen (perut). Bagian anterior (ujung depan) tubuh besar
dan lebih lebar, sedangkan posterior (ujung belakang)nya sempit. Pada bagian kepala
terdapat beberapa alat mulut, yaitu, 2 pasang antenna, 1 pasang mandibula, untuk
menggigit mangsanya, 1 pasang maksilla, 1 pasang maksilliped. Maksilla dan
maksiliped berfungsi untuk menyaring makanan dan menghantarkan makanan ke
mulut. Alat gerak berupa kaki (satu pasang setiap ruas pada abdomen) dan berfungsi
untuk berenang, merangkak atau menempel di dasar perairan (Ferdinand, 2008).
74

2.3. Habitat dan Penyebaran

Kepiting bakau dalam menjalani kehidupanya beruaya dari perairan pantai ke


laut,kemudian induk berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai,atau parairan
yang berhutan bakau untuk baerlindung,maecari makanan,dan membesarkan
diri.kepiting betina yang telah malakukan perkawinan secara berlahan dan pelan-
pelan akan beruaya ke perairan bakau,dan kembalih ke laut untuk melakukan
pemijahan,kepiting yang telah kembali kelaut akan mencari perairan yang kondisinya
cocok untuk melakukan pemijahan khususnya terhadap suhu dan saliniyas air laut.
Peristiwa pemijahan terjadi pada periode bulan-bulan tertentu, terutama awal tahun.
Jarak yang ditempuh dalam beruaya untuk memijah biasanya tidak lebih dari satu
kilometer kearah laut menjauhi pantai menuju tempat.Pada kondisi lingkungan yang
memungkinkan, kepiting dapat bertahan hidup hingga mencapai umur 3-4 tahun.
Sementara itu, pada umur 12-14 bulan kepiting sudah dianggap dewasa dan dapat
dipijahkan. Sekali memijah, kepiting mampu menghasilkan jutaan telur 2.000.000 -
8.000.000 telur tergantung dari ukuran dan umur kepiting betina yang memijah
(Suprapto, 2000).
Habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur dan di
pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai
kedalaman 65 meter. Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke
perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah
mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria. Rajungan banyak menghabiskan
hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya
menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang
mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa. Perkawinan rajungan terjadi pada
musim panas, dan terlihat yang jantan melekatkan diri pada betina kemudian
menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang (Zaldi, 2010).

2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Sistem reproduksinya bersifat diesis (berkelamin satu). Pembuahan terjadi


secara eksternal. Telur menetas menjadi larva yang sangat kecil, berkaki tiga pasang
dan bersilia. Reproduksi aseksual tidak ada. Cladocera dioecious, dalam lingkungan
yang baik sepanjang tahun berkembang biak secara partenogenesis, telur dierami
dalam kantung pengeraman, anak yang dihasilkan selalu betina. Tidak ada stadia
larva. Sekali bertelur antara 2 sampai 40 butir, tetapi umumnya antara 10 sampai 20
butir. Biasanya sekelompok telur masuk ke kantung pengeraman terjadi setiap usai
pergantian kulit. Telur dierami sekitar 2 hari. Dengan mengerak-gerakkan post-
abdomen ke belakang, induk betina melepaskan anak-anaknya keluar sudah dalam
stadia juvenil pertama. Pertumbuhan paling cepat terjadi pada stadium juvernil ini,
dimana setiap kali setelah molting, ukuran tubuh menjadi hampir 2 kali lipat. Selama
juvernil terdapat sekitar 2 sampai 5 instar, dan dewas 10 sampai 25 instar tergantung
jenisnya (Zaldi, 2009).
Kepiting bakau jantan dan betina dapat dibedakan dengan mengamati alat
kelamin yang terdapat dibagian perut. Pada bagian perut jantan umumnya terdapat
75

organ kelamin berbentuk segi tiga yang sempit dan dapat meruncing di bagian depan.
Organ kelamin betina berbentuk segitiga yang relatif lebar dan di bagian depan agak
tumpul. Kepiting jantan dan betina dibedakan oleh ruas abdomennya. Ruas abdomen
kepiting jantan berbentuk segitiga, sedangkan pada kepiting betina berbentuk agak
membulat dan lebih lebar. Dan perkawinan terjadi di saat suhu air mulai
naik,biasanya betina akan mengeluarkan cairan kimiawi perangsang,yaitu pheromone
kedalam air untuk menarik perhatian kepiting jantan,setela jantan berhasil terpikat
maka kepiting jantan akan naik ke atas karapas kepiting betina untuk berganti kulit
(molting),selama kepiting betina molting maka kepiting jantan akan melindungi
kepiting betina selama 2-4 hari sampai cangkang terlepas,kepiting jantan akan
membalikkan tubuh kepiting betina untuk melakukan kopulasi/perkawinan.
biasanya,kopulasi berlangsung 7-12 jam dan hanya akan terjadi jika karapas kepiting
betina dalam ke adan lunak. spermatofor kepiting jantan akan di simpan di dalam
supermateka kepiting betina sampai telur siap di buahi.telur di dalam tubuh kepiting
betina yang suda matang akan turun ke oviduk dan akan di buahi oleh sperma
(Ferdinand, 2008).

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melaului cara fisik dan


kimia, sehingga menjadi sari-sari makanan yang mudah diserap di dalam usus,
kemudian diedarkan ke seluruh organ tubuh melalui sistem peredaran darah Jenis
pakan yang di konsumsi kepiting bakau dapat berupah artemia,ikan rucah,daging
kerang-kerangan,hancuran daging siput,dan lumut.pemberian pakan tergantung pada
ukuran kepiting bakau,bila masih larva biasanya Brachionus plicatilis,Tetracelmis
chuii dan naupli artemia.kepiting bakau juga bersifat kanibalisme biasanya dia akan
menyarang kepiting lain yang sedang dalam kondisih lemah atau ganti kulit
(molting). Alat pencernaan terbagi menjadi tiga,tembolok,lambung otot,lambung
kelenjar.didalam perut kepiting terdapat gigi kalsium yang teratur berderet secara
longitudinal,selain gigi kalsium juga terdapat gastrolik yang berfungsi mengeraskan
rangka luar (eksoskeleton) setelah terjadi eksdisis (penegelupasan kulit). Urutan
pencernaan makanannya dimulai dari mulut, kerongkongan (esofagus), lambung
(ventrikulus), usus dan anus. Hati (hepar) terletak di dekat lambung. Sisa-sisa
metabolisme tubuh diekskresikan lewat kelenjar hijau (Ferdinand, 2008).

Di dalam perut Crustacea terdapat gigi-gigi kalsium yang teratur berderet secara
longitudinal. Selain gigi kalsium ini terdapat pula batu-batu kalsium gastrolik
yang berfungsi mengeraskan eksoskeleton (rangka luar) setelah terjadi eksdisis
(penegelupasan kulit). Urutan pencernaan makanannya dimulai dari mulut,
kerongkongan (esofagus), lambung (ventrikulus), usus dan anus. Hati (hepar) terletak
di dekat lambung. Sisa-sisa metabolisme tubuh diekskresikan lewat kelenjar hijau
(Zaldi, 2009).
76

2.6. Nilai Ekonomis

Jenis Crustacea yang menguntungkan manusia dalam beberapa hal, antara lain
Sebagai bahan makanan yang berprotein tinggi, misal udang, lobster dan kepiting
Dalam bidang ekologi, hewan yang tergolong zooplankton menjadi sumber makanan
ikan, misal anggota Branchiopoda, Ostracoda dan Copepoda (Galih, 2008).

` Gambar 59. Olahan makanan dari crustacea

Sebagian besar Malacostrata dimanfaatkan manusia sebagai makanan yang


[5]
kaya protein hewani, contohnya adalah udang, kepiting, dan rajungan. Namun,
beberapa jenis Crustacea juga dapat merugikan manusia, contohnya yuyu yang dapat
merusak tanaman padi di sawah dan ketam kenari perusak tanaman kelapa di
[6]
Maluku. Sub-kelas Entomostraca juga dimanfaatkan manusia sebagai pakan ikan
untuk industri perikanan (Zaldi, 2009).
77

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 25 November 2011, pukul
13.00 15.00 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan beserta kegunaannya yang digunakan pada praktikum ini dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Alat dan bahan beserta kegunaanya
No Nama Alat Kegunaan
A. Alat
1. Baki Untuk meletakkan organism yang akan diamati
2. Pisau Bedah Untuk membedah organism yang diamati
3. Alat tulis Untuk mencatat dan menggambar hasil pengamatan
4. Toples Untuk menyimpan bahan pengamatan yang diambil
dari laut
5. Pinset Untuk mengambil bahan dari toples
6. Buku Identifikasi Untuk Mengidentifikasi Struktur Tubuh obyek yang
diamati
2 Bahan
1. Kepiting Rajungan
(Portunus Sebagai obyek yang diamati
pelagicus)
2. Kepiting Bakau Sebagai obyek yang diamati
(Scylla serrata)
3. Udang Putih Sebagai obyek yang diamati
(Penaeus
merguensis)
4. Udang Windu Sebagai obyek yang diamati
(Penaeus
monodon)
5. Lobster Air Laut Sebagai obyek yang diamati
(Penularis spp.)
6. Alkohol 70% Untuk mengawetkan bahan pengamatan
78

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai


berikut:
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan
2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian
organism tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian
organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.
79

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:

A. Struktur Morfologi Kepiting Rajungan (Purtunus pelagicus)

Keterangan:
1. Mata
1. Karapaks
2. Kaki jalan 1
3. Kaki Jalan 2
4. Kaki Jalan 3
5. Kaki Renang

Gambar 60. Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)

B. Struktur Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Keterangan:
1. Mata
2. Karapaks
3. Kaki Jalan 1
4. Kaki jalan 2
5. Kaki Jalan 3
6. Propondus
7. Carpus
8. Merus
9. Kaki Renang

Gambar 61. Kepiting Bakau (Scylla serrata)


80

C. Struktur Morfologi Udang Putih (Panaeus merguensis)

Keterangan:
1. Antena
2. Antenula
3. Kaki Jalan
4. Perut
5. Telson
6. Karapaks

Gambar 62. Udang Putih (Panaeus merguensis)

D. Struktur Morfologi Udang Windu (Panaeus monodon)

Keterangan:
1. Antena
2. Antenula
3. Kaki Jalan
4. Perut
5. Telson
6. Karapaks

Gambar 63. Udang Windu (Panaeus monodon)

E. Struktur Morfologi Lobster Bambo (Penularis spp.)

Keterangan:
1. Antena
2. Karapaks
3. Badan
4. Ekor
5. Kaki Jalan
6. Mata
7. Ruas-Ruas Tubuh

Gambar 64. Lobster Bambo (Penularis spp.)


81

4.2. Pembahasan

Filum Crustacea terdapat sekitar 40.000 spesies, mencakup jenis-jenis


copepoda, udang dan kepiting. Berukuran kurang dari 0,1 mm sampai 60 cm, dengan
berbagai-bagai bentuk tubuh dari panjang sampai bulat. Sebagian besar hidup di laut,
13% di air tawar dan 3% di darat. Kebanyakan jenis Crustacea mendominasi plankton
laut maupun air tawar; beberapa jenis merupakan benthos yang penting, baik sebagai
spesies interstisial mahupun makroskopis dan tidak sedikit yang hidup sebagai
parasit. Copepoda, krill dan rebon sebagai zooplankton laut mempunyai kedudukan
sangat penting dalam rantai makanan di laut sebagai penghubung antara fitoplankton
dengan predator. Keberhasilan Crustacea hidup di perairan antara lain disebabkan
oleh anggota badannya yang bersendi-sendi ( Bahasa Yunani, anthros berarti
sambungan atau sendi), sehingga mudah berjalan atau berenang dengan cepat. Di
samping itu adanya kulit yang keras ( Bahasa Romawi, crusta berarti kulit keras atau
kerak ), ada kalanya berduri dan tebal tidak disukai predator.
Perbedaan antara jantan dan betina pada kepiting ini ditandai dengan bentuk
abdomen dibagian ventralnya. Dimana pada jantan bentuknya segitiga runcing dan
pada bagian abdomen betina terlihat bulat dan besar seperti pada gambar berikut.

Gambar 65. Perbedaan Kepiting Jantan dan Kepiting Betina

Pada pengamatan hewan Kepiting Bakau (Scylla serrata) terlihat adanya


karapaks sebagai cangkang pelindung tubuhnya, serta berfungsi sebagai tempat
melekatnya organ-organ dalam. Kemudian terlihat 3 kaki jalan yang berfungsi
sebagai alat gerak. Dimana pada kaki jalan ini memiliki sendi dan ruas-ruas untuk
memungkinkannya berjalan cepat. Selain itu terdapat pula kaki renang yang
digunakannya saat berada diatas/permukaan air maupun di dalam perairan. Dan pada
capitnya tersusun atas beberapa bagian yakni propondus, carpus, merus.
Menurut Suprapto (2000) Kepiting bakau memiliki ukuran lebar karapas lebih
besar dari pada ukuran panjang tubuhnya dan permukaanya agak licin, pada dahi
antara sepasang matanya terdapat enam buah duri dan di samping kanan dan kirinya
masing-masing terdapat enambuah duri,kepiting bakau jantan mempunyai sepasang
capit yang dapat mencapai panjang hampir dua kali lipat dari panjang
82

karapasnya,sedangkan kepiting bakau betina relative lebih pendek.selain itu,kepiting


bakau juga mempunyai tiga pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang,dan juga
bagian kepala dan dada menjadi satu serta abdomen (perut). Bagian anterior (ujung
depan) tubuh lebih besar dan lebih lebar,dapat hidup dan bertahan lama di darat .
Pada bagian kepala terdapat beberapa alat mulut, yaitu 2 pasang antenna, 1 pasang
mandibula, untuk menggigit mangsanya, 1 pasang maksilla, 1 pasang maksilliped,
Maksilla dan maksiliped berfungsi untuk menyaring makanan dan menghantarkan
makanan ke mulut.
Pengamatan pada kepiting rajungan. Secara umum morfologi rajungan
berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki
bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki
berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas
relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air
laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Bila kepiting hidup di perairan
payau, seperti di hutan bakau atau di pematang tambak, rajungan hidup di dalam laut.
Rajungan memang tergolong hewan yang bermukim di dasar laut, tapi malam hari
suka naik ke permukaan untuk cari makan. Makanya rajungan disebut juga
swimming crab alias kepiting yang bisa b
Menurut Zaldi (2009) bahwa dengan melihat warna dari karapas dan jumlah
duri pada karapasnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau.
Rajungan (P. pelagicus) memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan
mata terdapat duri sembilan buah, di mana duri yang terakhir berukuran lebih
panjang. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit)
berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, 3 pasang
kaki sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat
renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu
rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang (swimming crab). Kaki jalan
pertama tersusun atas daktilus yang berfungsi sebagai capit, propodos, karpus, dan
merus.
Sedangkan untuk perbedaan jantan dan betina pada udang yakni pada udang
jantan bentuk tubuh bagian perut lebih ramping dan ukuran pleuron-nya lebih pendek
serta bentuk dan ukuran kaki jalan kedua sangat mencolok besar dan panjang.
Sedangkan untuk udang betina bagian tubuh melebar dan pleuron-nya agak
memanjang, memiliki pasangan kaki jalan kedua lebih kecil dan tidak mencolok.
Kemudian untuk Lobster pada Jantannya Mempunyai tanda merah pada kedua
capitnya. Pada usia yang sama, lobster berkelamin jantan cenderung mempunyai
ukuran yang lebih besar dari lobster berkelamin betina. Pada betina tidak mempunyai
tanda merah pada kedua capitnya. Pada usia yang sama, lobster air tawar berkelamin
betina cenderung mempunyai ukuran yang lebih kecil dari lobster air tawar
berkelamin jantan.
Pengamatan pada using windu (Panaeus monodon) dimana terlihat adanya
antenna yang berfungsi sebagai organ sensorik, dan pendeteksi. Serta antenula yang
panjangnya lebih pendek dari antenna. Dibagian ventralnya terdapat 3-5 kaki jalan,
dibagian bawahnya terdapat perut dengan bentuk melengkung. Kemudian dibagian
ekor terdapat telson sebagai organ untuk bergerak dalam air. Dan dibagian
83

kepala/anterior terdapat karapak yang keras. Menurut Murtidjo (2003) bahwa Tubuh
udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan.
Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari
13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan
abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota
badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor
kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing. Bagian Kepala Bagian kepala
dilindungi oleh cangkang kepala atau Carapace. Bagian depan meruncing dan
melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau rostrum. Pada
bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3 gerigi untuk P.
monodon.
Bagian kepala lainnya adalah, Sepasang mata majemuk (mata facet)
bertangkai dan dapat digerakkan. Mulut terletak pada bagian bawah kepala dengan
rahang (mandibula) yang kuat. Sepasang sungut besar atau antena. Dua pasang sungut
kecil atau antennula. Sepasang sirip kepala (Scophocerit). Sepasang alat pembantu
rahang (Maxilliped). Lima pasang kaki jalan (pereopoda), kaki jalan pertama, kedua
dan ketiga bercapit yang dinamakan chela. Pada bagian dalam terdapat
hepatopankreas, jantung dan insang. Bagian Badan dan Perut (Abdomen) Bagian
badan tertutup oleh 6 ruas, yang satu sama lainnya dihubungkan oleh selaput tipis.
Ada lima pasang kaki renang (pleopoda) yang melekat pada ruas pertama sampai
dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki renang mengalami perubahan
bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Di antara ekor kipas terdapat ekor yang
meruncing pada bagian ujungnya yang disebut telson. Organ dalam yang bisa diamati
adalah usus (intestine) yang bermuara pada anus yang terletak pada ujung ruas
keenam.
Pengamatan untuk udang putih memiliki kesamaan dengan udang windu,
hanya saja dibedakan atas ukuran tubuh dan warna keduanya. Pada udang windu
struktur tubuhnya terlihat lebih jelas dikarenakan ukuran organ tubuhnya lebih besar
dibandingkan dengan udang putih. Kemudian untuk pengamatan Lobster (Penularis
spp.) Hampir sama dengan struktur morfologi udang, hanya saja ukuran antenanya
lebih panjang dan besar dibagian anteriornya terdapat sepasang mata, memiliki
karapaks yang berduri, dibawahnya terdapat kaki-kaki jalan dan pada bagian badanya
memiliki ruas-ruas tubuh yang keras sama dengan karapaksnya. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Murtidjo (2003) bahwa Tubuh lobster terbagi dua bagian, yaitu
bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada.
Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala,
yang disebut karapas.
Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum atau cucuk kepala. Bentuknya
runcing dan bergerigi. Kepala lobster terdiri dari enan ruas. Pada bagian itu terdapat
beberapa organ lain. Sepasang mata berada pada ruas pertama. Kedua mata itu
memiliki tangkai dan bisa bergerak. Pada ruas kedua dan ketiga terdapat sungut kecil,
yang disebut antenula, dan sungut besar yang disebut antena. Bagian belakang terdiri
dari badan dan ekor. Kedua bagian itu disebut abdomen. Pada bagian atas abdomen
ditutupi dengan enam buah kelopak. Sedangkan bagian bawahnya tidak tertutu, tetapi
berisi kaki enam kaki renang. Ekor terdiri dari bagian tengah yang disebut telson, dan
84

bagian samping yang disebut uropda. Bagian depanBagian depan terdiri dari bagian
kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh
cangkang kepala, yang disebut karapas. terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua
bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang
disebut carapace atau karapaks.
85

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan


dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Crustacea Dalam bahasa Latin, crusta berarti cangkang. Crustacea disebut
juga hewan bercangkang. Telah dikenal kurang lebih 26.000 jenis Crustacea
yang paling umum adalah udang dan kepiting. Habitat Crustacea sebagian
besar di air tawar dan air laut, hanya sedikit yang hidup di darat.
2. Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata) terdiri dari Karapaks, 3 kaki jalan,
sepasang kaki renang, mata pada bagian anterior dan propundus, carpus dan
merus pada capitnya.
3. Morfologi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) memiliki karapaks, 3 kaki
jalan, sepasang kaki renang, mata pada bagian anterior dan propundus, carpus
dan merus pada capitnya.
4. Morfologi Udang Windu (Panaeus monodon) terdiri dari antenna, antenula,
kaki jalan, perut dan telson
5. Morfologi Udang Putih (Panaeus merguensis) karapaks, antenna, antenula,
telson, ruas tubuh dan memiliki kaki jalan.
6. Morfologi Lobster (Panulirus sp.) memiliki antenna yang panjang, karapaks,
badan, mata, kaki jalan, ekor dan ruas-ruas tubuh.
7. Perbedaan antara jantan dan betina pada kepiting ini ditandai dengan bentuk
abdomen dibagian ventralnya. Dimana pada jantan bentuknya segitiga runcing
dan pada bagian abdomen betina terlihat bulat dan besar seperti pada gambar
berikut.
8. Perbedaan jantan dan betina pada udang yakni pada udang jantan bentuk
tubuh bagian perut lebih ramping dan ukuran pleuron-nya lebih pendek serta
bentuk dan ukuran kaki jalan kedua sangat mencolok besar dan panjang.
Sedangkan untuk udang betina bagian tubuh melebar dan pleuron-nya agak
memanjang, memiliki pasangan kaki jalan kedua lebih kecil dan tidak
mencolok.
9. Untuk Lobster pada Jantannya Mempunyai tanda merah pada kedua capitnya.
Pada usia yang sama, lobster berkelamin jantan cenderung mempunyai ukuran
yang lebih besar dari lobster berkelamin betina. Pada betina tidak mempunyai
tanda merah pada kedua capitnya.

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya
praktikan dilengkapi dengan alat pembuka cangkang dan capit dari kepiting, agar
nantinya praktikan dapat mengamati struktur anatomi dari organism yang
dipraktekkan.
86

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Filum Echinodermata (dari bahasa Yunani untuk kulit berduri) adalah sebuah
filum hewan laut yang mencakup bintang laut, Teripang, dan beberapa kerabatnya.
Kelompok hewan ini ditemukan di hampir semua kedalaman laut. Filum ini muncul
di periode Kambrium awal dan terdiri dari 7.000 spesies yang masih hidup dan
13.000 spesies yang sudah punah. Lima atau enam kelas (enam bila
Concentricycloidea dihitung) yang masih hidup sekarang mencakup Asteroidea
bintang laut: sekitar 1.500 spesies yang menangkap mangsa untuk makanan mereka
sendiri Concentricycloidea, dikenal karena sistem pembuluh air mereka yang unik
dan terdiri dari hanya dua spesies yang baru-baru ini digabungkan ke dalam
Asteroidea. Crinoidea (lili laut): sekitar 600 spesies merupakan predator yang
menunggu mangsa. Echinoidea (bulu babi dan dolar pasir): dikenal karena duri
mereka yang mampu digerakkan; sekitar 1.000 spesies. Holothuroidea (teripang atau
ketimun laut): hewan panjang menyerupai siput; sekitar 1.000 spesies. Dan
Ophiuroidea (bintang ular dan bintang getas), secara fisik merupakan ekinodermata
terbesar; sekitar 1.500 spesies.
Semua echinodermata hidup di laut. Sebagian besar spesies mampu bergerak
dengan merangkak dan sangat lambat. Kelompok echinodermata yang sessil hanyalah
lilia laut. Nama echinodermata sendiri berarti berkulit duri, tampilan khusus anggota
filum ini. Tepat dibawah kulitnya, duri dan lempeng kapurnya membentuk kerangka.
Ciri lain echinodermata adalah simetri pentaradial: tubuhnya berkembang dalam
bidang lima antimere yang memancar dari sebuah cakram pusat dimana mulutnya
berada di tengah. Sistem pencernaannya lengkap, walaupun anus tidak berfungsi.
Echinodermata tidak memiliki kepala dan tidak memiliki sistem pembuangan dan
pernapasan. Mereka memiliki sistem peredaran air yang terdiri dari sederet tabung
berisi cairan yang dipakai dalam pergerakan. Perubahan tekanan di sistem ini
memungkinkan seekor echinodermata merenggangkan dan menarik kaki tabung. Kaki
tabung dipakai untuk bergerak dan pada beberapa spesies dipakai untuk menangkap
mangsa. Pada echinodermata, jenis kelamin terpisah.
Echinodermata mempunyai jenis kelamin terpisah, sehingga ada yang jantan
dan betina. Fertilisasi terjadi di luar tubuh, yaitu di dalam air laut. Sistem pencernaan
makanan hewan ini sudah sempurna. Sistem pencernaan dimulai dari mulut yang
posisinya berada di bawah permukaan tubuh. Kemudian diteruskan melalui faring, ke
kerongkongan, ke lambung, lalu ke usus, dan terakhir di anus. Echinodermata
bernafas menggunakan paru-paru kulit atau dermal branchiae (Papulae) yaitu
penonjolan dinding rongga tubuh (selom) yang tipis. Sistem peredaran darah terdiri
dari pembuluh darah yang mengelilingi mulut dan dihubungkan dengan lima buah
pembuluh radial ke setiap bagian lengan Sistem saraf terdiri dari cincin saraf dan tali
saraf pada bagian lengan-lengannya. Hubungan kekerabatan dengan filum lain
Echinodermata memiliki hubungan kekerabatan dengan Mollusca hal ini dapat dilihat
dari habitatnya yaitu di laut, dan beberapa hewan anggota kelas echinodermata
87

bertubuh lunak. Contoh Hewan : Ophiuroidea brevispinum, Thyone briareus. Dari


penjelasan tersebut maka dilakukanlah pengamatan untuk mengamati dan
mengidentifikasi bagian-bagian morfologi dari spesies-spesies yang terdapat di filum
echinodermata. Serta mengetahui klasifikasi dan sebarannya diperairan.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Echinodermata secara morfologi dan


anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Echinodermata.
Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Echinodermata.
88

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Dalam klasifikasi berdasarkan kekerabatannya, echinodermata terletak pada


urutan terakhir dalam kelompok hewan invertebrata. Hal ini disebabkan karena
echinodermata tidak menampakan ciri-ciri yang mirip dengan invertebrata. Menurut
para ahli taksonomi, echinodermata lebih dekat dengan hewan avertebrata.
Echinodermata berasal dari bahasa yunani eichinos yang artinya duri dan derma yang
artinya kulit. Jadi Echinodermata berarti hewan yang kulitnya berduri. Hewan ini
dibagi dalam 5 kelas yaitu, Holothuridea (Teripang), Asteroidea (Bintang Laut),
Ophiuroidea (Bintang Ular), Echinoidea (Bulu Babi) dan Crinoidea (Lili laut)
(Kurmana, 2007).
Menurut Martoyo dkk (2006), Teripang (Holothuria scabra) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Aspidochirotea
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria scabra

Gambar 66. Teripang (Holothuria scabra)

Teripang atau trepang adalah istilah yang diberikan untuk hewan invertebrata
timun laut (Holothuroidea) yang dapat dimakan. Ia tersebar luas di lingkungan laut
diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik Barat. Di dalam jurnal-jurnal internasional, istilah
trepang atau beche-de-mer tidak pernah dipakai dalam topik-topik keanegaragaman,
biologi, ekologi maupun taksonomi. Dalam subyek-subyek ini, terminologi yang
dipakai untuk menggambarkan kelompok hewan ini adalah sea cucumbers atau
holothurians (disebut holothurians karena hewan ini dimasukkan dalam kelas
89

Holothuroidea). Kelompok timun laut yang ada di dunia ini lebih dari 1200 jenis, dan
sekitar 30 jenis di antaranya adalah kelompok teripang (Martoyo dkk, 2006).
Menurut Astuti (2007), Bintang Laut (Protoreaster nodosus) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Presteridae
Genus : Protoreaster
Spesies : Protoreaster nodosus

Gambar 67. Bintang Laut (Protoreaster nodosus)

Asteroidea sering disebut sebagai bintang laut, sesuai dengan namanya itu,
hewan ini memiliki bentuk seperti bintang dengan lima lengan pada tubuhnya. Pada
permukaan tubuhnya dilengkapi dengan duri. Organ tubuh yang dimiliki bercabang
kelima buah lengannya. Hewan ini banyak sekali dijumpai di daerah pantai. Pada
permukaan bawah tubuhnya terdapat mulut dan kaki tabung yang digunakan untuk
bergerak. Pada bagian atas atau aboral terdapat anus dan madreporit yang merupakan
saluran penghubung air laut dengan sistem pembuluh air yang ada dalam tubuh.
Contoh: Astropecten irregularis, Culeitin (Ferdinand, 2008).
90

Menurut Brotowidjoyo (2000), Bintang Ular Laut (Ophiutrichodea hereidines)


dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Ophiuroidea
Ordo : Ophiuroidae
Famili : Ophiutricoidea
Genus : Ophiutrichodea
Spesies : Ophiutrichodea hereidines

Gambar 68. Bintang Ular Laut (Ophiutrichodea nereidina)

Hewan ini disebut juga sebagai bintang ular laut karena tubuhnya memiliki lima
lengan yang apabila digerak-gerakkan menyerupai gerakan ular. Selain itu, hewan ini
tidak memiliki anus sehingga sisa pencernaannya dikeluarkan lewat mulutnya. Hewan
ini biasa hidup di laut yang dalam ataupun laut dangkal. Banyak dijumpai di balik
batu karang ataupun mengubur dirinya dalam pasir. Hewan ini makanannya adalah
udang, kerang, ataupun sampah dari organisme lain, contohnya adalah Ophioplocus
(Kurmana, 2007).
Menurut Kuncoro (2004), Bulu Babi (Deadema setosum) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Sub filum : Invertebrata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Deadematoidea
Famili : Deadematodaci
Genus : Deadema
Spesies : Deadema setosum
91

Gambar 69. Bulu Babi (Deadema setosum)

Hewan ini termasuk dalam kelas Echinoidea, Bentuk tubuh bulat dan diliputi
duri yang banyak, contoh Diadema (bulu babi) dan Echinus (landak laut). Mulut
terletak di bagian oral dan dilengkapi dengan 5 buah gigi, sedangkan madreporit,
anus, dan lubang kelamin terletak di bagian aboral (Kurmana, 2007).
Tubuh binatang ini dipenuhi duri tajam yang tersusun dari zat kapur. Ada duri
yang pendek dan ada pula yang panjang seperti landak sehingga jenis hewan ini
sering disebut landak laut. Jenis hewan ini biasanya hidup di sela-sela pasir atau sela-
sela bebatuan sekitar pantai atau di dasar laut. Tubuhnya tanpa lengan hampir bulat
atau gepeng, mulutnya yang terdapat di permukaan oral dilengkapi dengan 5 buah
gigi sebagai alat untuk mengambil makanan. Hewan ini memakan bermacam-macam
makanan di aut, misalnya hewan lain yang telah mati, atau organisme kecil lainnya.
Alat pengambil makanan digerakkan oleh otot yang disebut lentera arisoteteles.
Sedangkan anus, madreporit, dan lubang kelamin terdapat di permukaan atas
(Aryulina, 2006).

2.2. Morfologi dan Anatomi

Tubuh Echinodermata tidak bersegment atau beruas-ruas. Pada waktu larva,


simetri tubuhnya bilateral, tetapi setelah dewasa simetrinya radial. Hewan ini
mempunyai kaki ambulakral (kaki buluh), tidak berkepala, dan tidak mempunyai
otak, epidermisnya halus dan diperkuat oleh kepingan kapur yang disebut laminae
(Ossikula). Epidermis ini mudah digerakan dengan pola tetap , tetapi ada pula yang
tidak mudah digerakan. Epidermis dilengkapi dengan tonjolan duri-duri halus dari
kapur. Mesodermis mengandung eksoskeleton yang dapat digerakan dan terikat
lempengan kalkareus yang biasanya terdapat duri-duri (Pratiwi, 2004).
Bulu babi merupakan hewan dari filum Echinodermata. Bulu babi mempunyai
struktur tubuh dengan sistem vaskular air, kaki berbentuk pipa, dan kerangka luar
yang ditutupi lapisan kulit tipis. Bulu babi adalah binatang berongga dan sebagian
kecil rongganya ditempati oleh organ inernal. Tubuh bulu babi dikelilingi duri yang
tersusun secara radial dan beracun. Mulut bulu babi berada di bawah di bagian tengah
92

tubuhnya dan tidak mempunyai otak. Lubang pengeluaran dan pori genitalnya berada
di bagian atas tubuhnya. Bulu babi berkembangbiak secara fertilisasi eksternal. Bulu
babi merupakan binatang invertebrata berkulit keras yang nokturnal dan bergerak
lambat (Fitriana, 2007).

Gambar 70. Morfologi dan Anatomi Bulu Babi

Bentuk tubuh bintang ular mirip dengan Asteroidea. Kelima lengan


ophiuroidea menempel pada cakram pusat yang disebut calyx.Ophiuroidea memiliki
lima rahang. Di belakang rahang ada kerongkongan pendek dan perut besar, serta
buntu yang menempati setengah cakram. Ophiuroidea tidak memiliki usus maupun
anus. Pencernaan terjadi di perut. Pertukaran udara dan ekskresi terjadi pada kantong
yang disebut bursae. Umumnya ada 10 bursae.Kelamin terpisah pada kebanyakan
spesies. Ophiuroidea memiliki gonad. Gamet disebar oleh bursal sacs. Baik
Ophiurida maupun Euryalida memiliki lima lengan yang panjang, langsing, fleksibel,
dan berbentuk seperti cambuk. Mereka dibantu dengan rangka internal yang terbuat
dari kalsium karbonat.Pembuluh dari sistem vaskular air berakhir di kaki tabung.
Sistem vaskular air umumnya memiliki satu madreporit. Kaki tabung tidak memiliki
penghisap dan ampulla.Ophiuroidea memiliki kemampuan untuk meregenerasi kaki
yang putus. Ophiuroidea menggunakan kemampuan ini untuk melarikan diri dari
predator, seperti kadal, yang mampu memutuskan ekor mereka untuk
membingungkan pengganggu (Susilowarno, 2007)

Gambar 71. Morfologi dan


Anatomi Bintang Ular Laut
93

Bintang Laut (Asteropecten irregularis) tergolong dalam Echinodermata.


Bintang laut biasanya hidup di pantai dan di dalam laut sampai kedalaman sekitar 366
m. Sebagian hidup bebas, hanya gerakannya lamban cenderung berifat Bentos kecuali
Crinoidea Madreporit merupakan lubang tempat masuknya air dari luar tubuh
letaknya di sisi aboral , ini berbeda dengan Ophiuroidea yang berada di sisi oral,
Saluran batu saluran penghubung antara madreporit dengan salurang cincin. Saluran
cincin saluran yang melingkar yang bisa mengakses ke semua lengan Saluran radial
saluran yang berasal dari saluran cincin meluas ke seluruh lengan , saluran ini dari
saluran cincin berpencar ke tentakel masing masing. Saluran lateral saluran yang
berasal dari saluran radial yang mengalirkan air ke ampula. Ampula : suatu wadah
menyerupai balon yang elastis , ketika terisi air akan membentuk tonjolan seperti kaki
yang menyerupai tabung disebut kaki tabung. Kaki tabung, kaki yang terbentuk
karena tekanan air di ampula sehingga kak bisa dipijakkan ke obyek sehingga bisa
menggerakkan tubuhnya. Sistem ambulakral ini berfungsi untuk bergerak, bernafas
atau membuka mangsa (Isharwanto, 2010).

Gambar 72. Morfologi dan Anatomi Bintang Laut

Teripang kulit durinya halus, sehingga sekilas tidak tampak sebagai jenis
Echinodermata. Tubuhnya seperti mentimun dan disebut mentimun laut atau disebut
juga teripang. Hewan ini sering ditemukan di tepi pantai. Gerakannya tidak kaku,
fleksibel, lembut dan tidak mempunyai lengan. Rangkanya direduksi berupa butir-
butir kapur di dalam kulit. Mulut terletak pada ujung anterior dan anus pada ujung
posterior (aboral). Di sekeliling mulut terdapat tentakel yang bercabang sebanyak 10
sampai 30 buah. Tentakel dapat disamakan dengan kaki tabung bagian oral pada
Echinodermata lainnya. Tiga baris kaki tabung di bagian ventral digunakan untuk
bergerak dan dua baris di bagian dorsal berguna untuk melakukan pernafasan.
Kebiasaan hewan ini meletakkan diri di atas dasar laut atau mengubur diri di dalam
lumpur/pasir dan bagian akhir tubuhnya diperlihatkan. Memiliki banyak endoskeleton
yang tereduksi. Tubuhnya juga memanjang tertutup oleh kulit yang berkutila dan
tidak bersilia dibawah kulit terdapat dermis yang mengandung osikula, selapis otot
94

melingkar, dan 5 otot ganda yang memanjang. Dengan adanya lengan otot ini, timun
laut dapat bergerak memanjang memendek seperti cacing (Suwignyo, 2005).

Gambr 73. Morfologi dan Anatomi Teripang Pasir

2.3. Habitat dan Penyebaran

Habitat bintang laut ini adalah di terumbu karang, terutama di lereng terumbu
pada kedalaman 2 sampai 6 m. Ada yang ditemukan di paparan terumbu yang terbuka
pada saat air surut dan ada yang ditemukan di terumbu karang hidup pada kedalaman
33 m. Di Great Barrier Reef, Australia, hewan ini dijumpai di semua kedalaman yang
tidakmelebihi 60 m (Aryulina, 2006).
Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai. Teripang lebih
menyukai perairan jernih dan air yang relatif tenang. Namun, setiap jenis teripang
memiliki habitat yang spesifik. Sumber makanan utama teripang di alam adalah
kandungan organik dalam lumpur, detritus (sisa pembusukan bahan organik), dan
plankton. Sumber makanan lainnya diantaranya adalah organisme-organisme kecil,
protozoa, nematoda, algafilamen, rumput laut, partikel-partikel pasir (Muliandari,
2008).

2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Reproduksi seksual pada anggota filum ini umumnya melibatkan hewan jantan
dan betina yang terpisah (dioecious) dan pembebasan gamet dilakukan di air. Hewan
dewasa yang radial berkembang dari larva bilateral melalui proses metamorfosis.
Filum Echinodermata umumnya terbagi menjadi 5 kelas, antara lain asteroidea
(bintang laut0 ophiuroidea (bintang mengular), echinoidea (bulu babi dan dolar pasir),
crinoidea (lili laut dan bintang berbulu), serta holothuroidea (timun laut atau teripang)
(Aryulina, 2006).
Echinodermata mempunyai jenis kelamin terpisah, sehingga ada yang jantan
dan betina. Fertilisasi terjadi di luar tubuh, yaitu di dalam air laut. Telur yang telah
dibuahi akan membelah secara cepat menghasilkan blastula, dan selanjutnya
berkembang menjadi gastrula. Gastrula ini berkembang menjadi larva. Larva atau
disebut juga bipinnaria berbentuk bilateral simetri. Larva ini berenang bebas di dalam
95

air mencari tempat yang cocok hingga menjadi branchidaria, lalu mengalami
metamorfosis dan akhirnya menjadi dewasa (Susilowarno, 2007).

Gambar 74. Tahapan pertumbuhan larva Bintang Laut

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Sistem pencernaan makanan hewan ini sudah sempurna. Sistem pencernaan


dimulai dari mulut yang posisinya berada di bawah permukaan tubuh. Kemudian
makanan diteruskan melalui faring, ke kerongkongan dari kerongkongan kemudian ke
lambung, lalu ke usus, dan terakhir di anus. Anus ini letaknya ada di permukaan atas
tubuh dan pada sebagian Echinodermata tidak berfungsi. Pada hewan ini lambung
memiliki cabang lima yang masing-masing cabang menuju ke lengan. Di masing-
masing lengan ini lambungnya bercabang dua, tetapi ujungnya buntu (Isharwanto,
2010).
Sistem peredaran darah Echinodermata umumnya tereduksi, sukar diamati.
Sistem peredaran darah terdiri dari pembuluh darah yang mengelilingi mulut dan
dihubungkan dengan lima buah pembuluh radial ke setiap bagian lengan (Aryulina,
2006). Bintang laut memasukan apaun ke dalam perutnya. Bintang laut mengeluarkan
enzim perut untuk mencerna mangsanya yang dipecah kecil-kecil untuk dimasukkan
ke dalam perut berpilorus. Sebuah usus pendek keluar menuju sebuh anus di sisi
aboral. Setiap lengan memiliki coelom yang telah berkembang dengan baik dan berisi
sepasang kelenjar pencernaan dan kelenjar kelamin jantan atau betina (Kadaryanto,
2006).
Alat-alat pencernaan makanan terdapat dalam bola cakram, dimulai dari mulut
yang terletak di pusat tubuh kemudian lambung yang berbentuk kantong. Hewan ini
tidak memiliki anus. Di sekeliling mulut terdapat rahang yang berupa 5 kelompok
lempeng kapur.Makanan dipegang dengan satu atau lebih lengannya, kemudian
dihentakkan dan dengan bantuan tentakel dimasukkan ke mulut. Sesudah dicerna,
bahan-bahan yang tidak tercerna dibuang ke luar melalui mulutnya (Wijaya, 2007).
96

2.6. Nilai Ekonomis

Echinodermata dimanfaatkan oleh manusia misalnya telur landak laut yang


banyak dikonsumsi di Jepang dan keripik timun laut yang banyak dijual di Sidoarjo.
Jawa Timur. Bahan penelitian mengenai fertilisasi dan perkembangan awal.Para
ilmuwan biologi sering mengggunakan gamet dan embrio landak laut. Namun,
bintang laut sering dianggap merugikan oleh pembudidaya tiram mutiara dan kerang
laut karena merupakan predator hewan-hewan budidaya tersebut (Susilowarno, 2007).

Pasaran Teripang di dalam negeri juga potensial. Namun, konsumen


komoditas ini masih terbatas di kalangan menengah ke atas. Teripang kering banyak
dijumpai di pasar swalayan di kota-kota besar. Sementara dalam bentuk masakan
teripang, banyak dijumpai direstoran yang menyajikan hidangan laut (Martoyo dkk,
2006).
97

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 2 Desember 2011, pukul
13.00 15.00 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan beserta kegunaannya yang digunakan pada praktikum ini dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Alat dan bahan beserta kegunaanya
No Nama Alat Kegunaan
A. Alat
1. Baki Untuk meletakkan organism yang akan diamati
2. Pisau Bedah Untuk membedah organism yang diamati
3. Alat tulis Untuk mencatat dan menggambar hasil pengamatan
4. Toples Untuk menyimpan bahan pengamatan yang diambil
dari laut
5. Pinset Untuk mengambil bahan dari toples
6. Buku Identifikasi Untuk Mengidentifikasi Struktur Tubuh obyek yang
diamati
2 Bahan
1. Teripang
(Holothuria Sebagai obyek yang diamati
scabra)
2. Bintang Laut Sebagai obyek yang diamati
(Protoreaster
nodosus)
3. Bulu babi Sebagai obyek yang diamati
(Diadema sitosum)
4. Bintang Ular Laut Sebagai obyek yang diamati
(Ophiutricodea
nereidina)
5. Alkohol 70% Untuk mengawetkan bahan pengamatan
98

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai


berikut:
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan
2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian
organism tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian
organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.
99

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:

A. Struktur Morfologi Teripang (Holothuria scabra)

Keterangan:
1. Duri tubuh
2. Anus
3. Kepala/mahkota

Gambar 75. Teripang (Holothuria scabra)

B. Struktur Morfologi Bintang Laut (Protoreaster nodosus)

Keterangan:
1. Madreporit
2. Anus
3. Duri
4. Lengan
5. Kaki Tabung

Gambar 76. Bintang Laut (Protoreaster nodosus)


100

C. Struktur Morfologi Bulu babi (Diadema sitosum)

Keterangan:
1. Duri
2. Mata
3. Mulut

Gambar 77. Bulu babi (Diadema sitosum)

D. Struktur Morfologi Bintang Ular Laut (Ophiutricodea nereidina)

Keterangan:
1. Mulut
2. Lengan atas
3. Lengan
4. Duri

Gambar 78. Bintang Ular Laut (Ophiutricodea nereidina)


101

4.2. Pembahasan

Echinodermata adalah invertebrata berkulit duri yang memuat bintang laut,


bintang ular, bulu babi, teripang dan lilia laut. Walaupun mereka tidak mirip banyak
dengan hewan vertebrata, perkembangan embrio echinodermata sangat mirip dengan
chordata pada tahap awalnya. Tahap larvanya adalah perenang bebas dan
menunjukkan simetri bilateral.
Echinodermata merupakan hewan yang memiliki habitat di laut, serta
tubuhnya memiliki simetri radial. Hewan ini sudah memiliki sistem pencernaan yang
sempurna di mana mulut sebagai jalan masuknya makanan berada di bagian bawah
dan anus sebagai jalan keluarnya sisa pencernaan berada di sebelah atas. Sistem gerak
dengan menggunakan kaki ambulakral, selain itu kaki juga digunakan untuk
menangkap mangsa. Secara umum Echinodermata memiliki 5 lengan, hewan ini
memiliki kemampuan autotomi, yaitu kemampuan untuk membentuk kembali organ
tubuhnya yang terputus. Seperti halnya dengan hewan akuatik yang lain,
Echinodermata juga bernapas dengan insang. Sistem saraf berupa cincin saraf yang
mengelilingi mulut, lalu bercabang 5 menuju masing-masing lengan yang dimiliki.
Reproduksi secara generatif, yaitu dengan peleburan antara sperma dan ovum
sehingga akan dihasilkan zigot. Mekanisme gerak melalui sistem kaki ambulakral
adalah sebagai berikut: air masuk melalui madreporit kemudian turun ke saluran
cincin lalu masuk ke dalam saluran radial, setelah itu air masuk ke kaki-kaki tabung,
air disemprotkan sehingga dalam kaki tabung muncul tekanan hidrolik dari air dan
akhirnya kaki tabung menjulur ke luar, akibatnya ampula melekat pada benda lain
sehingga bisa berpindah tempat.
Permukaan Echinodermata umumnya berduri, baik itu pendek tumpul atau
runcing panjang.Duri berpangkal pada suatu lempeng kalsium karbonat yang disebut
testa.Sistem saluran air dalam rongga tubuhnya disebut ambulakral.Ambulakral
berfungsi untuk mengatur pergerakan bagian yang menjulur keluar tubuh, yaitu kaki
ambulakral atau kaki tabung ambulakral.Kaki ambulakral memiliki alat isap.sistem
pencernaan terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus.Sistem ekskresi
tidak ada.Pertukaran gas terjadi melalui insang kecil yang merupakan pemanjangan
kulit.Sistem sirkulasi belum berkembang baik.Echinodermata melakukan respirasi
dan makan pada selom.Sistem saraf Echinodermata terdiri dari cincin pusat saraf dan
cabang saraf.Echinodermata tidak memiliki otak.Untuk reproduksi Echinodermata
ada yang bersifat hermafrodit dan dioseus.
Pada pengamatan yang kami lakukan untuk teripang terlihat tubuhnya terdiri
atas duri-duri kecil dibagian permukaannya dan pada bagian anterior terdapat mulut
yang berfungsi sebagai tempat masuknya makanan didalam tubuhnya. Kemudian
dibagian posteriornya terdapat anus sebagai tempat keluarnya sisa makanan dalam
bentuk pasir. Menurut Muliandari (2008) Tubuh teripang bertekstur lunak, berdaging,
berbentuk silindris memanjang seperti ketimun. Ukuran tubuh teripang berbeda-beda
untuk setiap jenisnya. Sebagai hewan dioecious (individu berkelamin jantan terpisah
dengan individu berkelamin betina), teripang jantan dan betina sulit dibedakan secara
morfologis. Perbedaan akan tampak jelas bila dilihat di bawah mikroskop dengan
menyayat bagian organ kelamin jantan dan betina. Organ kelamin betina berwarna
102

kekuningan dan berubah menjadi kecoklatan bila sudah matang. Sementara organ
kelamin jantan berwarna bening keputihan.
Pengamatan selanjutnya adalah mengamati bentuk dan struktur tubuh bintang
laut. Terlihat tubuhnya membujur 5 bagian. Diantara duri-duri tubuhnya terdapat pori-
pori yang berwarna cokelat/hitam keabuan membentuk bulatan kecil yang disebut
madreporit berfungsi sebagai tempat masuknya air kedalam tubuh. Sedangkan
dibagian bawahnya terdapat kaki tabung yang digunakannya untuk berjalan. Menurut
Aryulina (2006) bahwa Bentuk seperti bintang laut atau segi lima, permukaan bawah
(oral) terdapat mulut,permukaan atas (adoral) terdapat anus. Kaki pembuluh terdapat
pada permukaan oral, pada permukaan adoral selain terdapat anus juga terdapat
madreporit yaitu lobang yang mempunyai saringan yang menghubungkan air laut
dengan sistem pembuluh air dan lobang kelamin.
Pengamatan selanjutnya adalah pengamatan pada bintang ular laut, tubuhnya
memiliki 5 lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa digerak-
gerakkan sehingga menyerupai ular. Oleh karena itu hewan jenis ini sering disebut
bintang ular laut (Ophiuroidea nereidina). Menurut Aryulina (2006) bahwa Mulut dan
madreporitnya terdapat di permukaan oral. Hewan ini tidak mempunyai anus,
sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan
melalui mulutnya. Hewan ini hidup di laut yang dangkal atau dalam. Biasanya
bersembunyi di sekitar batu karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur/pasir.
Ia sangat aktif di malam hari. Makanannya adalah udang, kerang atau serpihan
organisme lain (sampah).
Pengamatan selanjutnya adalah pengamatan struktur tubuh bulu babi, terlihat
tubuhnya dipenuhi dengan duri-duri yang panjang layaknya landak. Diantara duri-
duri ini terdapat duri halus dibagian bawah tubuhnya yang berfungsi untuk
melekatkan tubuhnya saat berjalan disubstrat/mendaki. Memiliki mata dan mulut.
Menurut Fitriana (2007) bahwa untuk struktur bulu babi, tubuhnya dipenuhi duri
tajam. Duri ini tersusun dari zat kapur. Duri ini ada yang pendek dan ada pula yang
panjang seperti landak. Itulah sebabnya jenis hewan ini sering disebut landak laut.
Jenis hewan ini biasanya hidup di sela-sela pasir atau sela-sela bebatuan sekitar pantai
atau di dasar laut. Tubuhnya tanpa lengan hampir bulat atau gepeng.
103

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan


dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Echinodermata adalah invertebrata berkulit duri yang memuat bintang laut,
bintang ular, bulu babi, teripang dan lilia laut. Walaupun mereka tidak mirip
banyak dengan hewan vertebrata, perkembangan embrio echinodermata
sangat mirip dengan chordata pada tahap awalnya.
2. Morfologi teripang (Holothuria scabra) tubuhnya terdiri atas duri-duri kecil
dibagian permukaannya dan pada bagian anterior terdapat mulut yang
berfungsi sebagai tempat masuknya makanan didalam tubuhnya. Kemudian
dibagian posteriornya terdapat anus sebagai tempat keluarnya sisa makanan
dalam bentuk pasir.
3. Morfologi Bintang laut (Protoreaster nodosus) Terlihat tubuhnya membujur 5
bagian. Diantara duri-duri tubuhnya terdapat pori-pori yang berwarna
cokelat/hitam keabuan membentuk bulatan kecil yang disebut madreporit
berfungsi sebagai tempat masuknya air kedalam tubuh
4. Morfologi Bintang Ular Laut (Ophiutricodea nereidina) tubuhnya memiliki 5
lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa digerak-gerakkan
sehingga menyerupai ular. Hewan ini tidak mempunyai anus, sehingga sisa
makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan melalui
mulutnya.
5. Morfologi Bulu babi (Diadema sitosum) terlihat tubuhnya dipenuhi dengan
duri-duri yang panjang layaknya landak. Diantara duri-duri ini terdapat duri
halus dibagian bawah tubuhnya yang berfungsi untuk melekatkan tubuhnya
saat berjalan disubstrat/mendaki. Memiliki mata dan mulut.

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya hewa-
hewan yang telah diamati, diawetkan dan diberikan keterangan berdasarkan hasil
identifikasi praktikan untuk kepentingan praktikum selanjutnya, kemudian untuk
penyusunan laporan lengkap sebaiknya seluruh asisten memiliki cara pengoreksian
laporan yang sama, agar kami praktikan tidak terus-menerus mengulangi perbaikan
laporan karena perbedaan cara pengoreksian asisten, selain menghabiskan biaya, juga
menghabiskan waktu dan tenaga.
104

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. 2004. Budidaya Udang Windu. Agromedia Pustaka. Bogor. 70 hal. Aryasari,
R. 2006. Sistematika dan taksonomi invertebrata (karang, moluska, spons);
biodiversitas pada ekosistem terumbu karang; biospeleologi. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta. 113 hal.
Aslan, M., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama, F. M., Jaya, I. M.,
Rahmansyah., Sputra, R., Tiar, S., Mulyani, T., Kasendri, R. A., Zhuhuriani,
Riana, A. 2011. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari. 25 hal.
Astuti, L., S. 2007. Klasifikasi Hewan. PT Kawan Pustaka. Jakarta Selatan. 112 hal.
Aryulina, D. 2006. Biologi 1. Esis. Jakarta. 340 hal.
Brotowidjoyo. 2000. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta. 439 hal.
Campbell, N. 2003. Biologi edisi 5 Jilid 2. Erlangga. Jakarta. 366 hal.
Darmadi. 2010. Ekosistem Terumbu Karang Di Indonesia. Pustaka Media. Surabaya.
22 hal.
Ferdinand, F. P., Ariwibowo, M. 2008. Biologi 1. Grafindo. Jakarta. 178 hal. Fitriana,
P., Rahmatiyah, D. 2007. Hewan Laut. JP Books. Jakarta. 52 hal. Firmansyah, R.
2005. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Grafindo Media Pratama.
Jakarta. 209 hal.
Galih, P. 2008. Mengnal Filum Crustacea. IPB Press. Bogor. 46 hal.
Isharwanto, H. 2010. Biologi. Grafindo. Jakarta. 213 hal.
Kadaryanto, Jati, W., Mukido, Chalsum, U., Sarmini, S., Harsono. 2006. Biologi I.
Yudistira. Jakarta. 238 hal.
Kuncoro, E. 2004. Akuarium Laut. Kanasius. Yogyakarta. 160 hal.
Kurmana, O. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Grafindo Media Pratama. Jakarta. 338
hal.
Kusnadi, Muhsinin S., Yayan S. 2010. Buku saku biologi SMA. Kawan Pustaka.
Jakarta. 561 hal.
Martoyo, J., Aji, N., Winanto, T., 2006. Budidaya Teripang. Penebar Swadaya.
Depok. 77 hal.
Mikrajuddin, Saktiyono, Lutfi. 2007. Ipa Terpadu. Erlangga. Jakart. 280 hal.
Mudjiono, Suparman, M., 2000. Sekilas tentang Kerang Lentera. Lipi. Jakarta. Vol.
XVII, hal 159-166.
Muliandari, N. 2008. Teknik Budidaya Teripang. Bioteknologi Hewan. Jakarta.
Natadisastra, D., dan Agoes R., 2005. Kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 328 hal.
Nurtidjo, B., A. 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil. Kanisius. Yogyakarta. 18 hal.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lipi Press.
Jakarta. 331 hal.
Nuri, H. 2009. Buku Kantong Biologi. Pustaka Widyatama. Yogyakarta.
Pratiwi. D.A. 2004. Biologi SMA Kelas XI. Gramedia. Jakarta. 132 hal.
Regia. 2008. Keanekaragaman Moluska. Kendi Mas Media. Yogyakarta. 85 hal.
105

Romimohtarto, K. Dan Juana S., 2001, Biologi Laut. Jambatan. Jakarta. 256 hal.
Rukmana, R. 2006 Budidaya Cacing Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 20 hal.
Rusyana, A. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Parktik). Alfabeta. Bandung. 282
hal.
Setiowati, Tety dan Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.
217 hal.
Susilowarno, G., Sapto H., Mulyadi, Murtianingsih, Umiyari, Enik M. 2007. Biologi.
Grafindo. Jakarta. 343 hal.
Suprapto, D. 2000. Budidaya Kepiting Bakau. Undip Press. Yogyakarta. 114 hal.
Suwignyo, S., Bambang, W., Yusli, W., dan Majariana, K. 2005. Avertebrata Air
Jilid I. Swadaya. Jakarta. 227 hal.
Trimaningsih. 2008. Mengenal Ubur-Ubur. Pulsit Oseanografi LIPI. Jakarta. 7 hal.
Winarni, I. 2010. Filum Coelenterata. Belajar Biologi. Pustaka Widyatama. Surabaya
124 hal.
Wijaya, J. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta Timur. 217 hal.
Yulia k., Dias N., Siti N., Ilhanul H., Izzuddin A., Radiyta A., Annisa P., Ulin D.,
Anggarawati, Nugraha R., Chandra E. 2011. the biology of brachiopods
biologi brachiopoda.
Zakrinal & Sinta Purnama S. 2008. Jago Biologi SMA. Media Pusindo, Group Puspa
Swara. Depok. 247 hal.
Zaldi, 2009. Filum Crustacea. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Univeritas Muhammadiyah. Pontianak. 38 hal

Anda mungkin juga menyukai