Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Porifera atau biasa disebut sebagai hewan berpori berasal dari kata pori

yang berarti lubang kecil dan fero yang berarti membawa atau mengandung.

Contoh dari porifera adalah sponsa.Sponsa merupakan hawan yang hidup

menempel pada suatu substrat di laut. Diketahui kira-kira 2500 spesies spons,

ada beberapa yang hidup di air tawar, tetapi sebagian besar hidup di laut Nama

filum ini dari kenyataan bahwa tubuh porifera mempunyai pori-pori. Air

beserta makanan masuk melalui pori kedalam rongga di dalam tubuh dari

hewan ini akhirnya keluar melalui oskulum setelah melalui penyaringan.

Tubuh spons terdiri dari dua lapisan sel, diantara kedua lapisan tersebut

terdapat bagian yang tersusun dari bahan yang lunak disebut mesoglea. Sel-

sel yang membentuk lapisan dalam mempunyai flagea, yang mengatur aliran

sel-sel ini sehingga dapat menangkap partikel-partikel dari suatu sumber

makanan yang dibutuhkan untuk melakukan pertumbuhan.

Bentuk spons ditentukan oleh kerangka tubuh. Kerangka tersusun dari spikula.

Spikula tersebut dari sel-sel yang terdapat dalam mesoglea.Spikula tersusun

dari silika atau kapur (kalsium karbonat).

Spons ada beberapa yang tidak memiliki serabut-serabut yang lentur

dari zat yang disebut sponging. Sponsa terdapat di perairan yang dangkal di

daerah tropis. Spons dapat diolah sehingga dapat digunakan untuk bahan atau

alat pembersih. Seperti yang kita ketahui suatu organisme yang melekat pada

suatu subsurat, harus mempunyai cara untuk menyebar keturunannya ke


tempat lain, sehingga spons dapat melanjutkan regenerasinya.

Sponsa menghasilkan larva kecil yang dapat ”berenang” dengan bebas.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan praktikum mengenai spons

(Porifera)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum ini adalah bagaimana struktur

morfologi dan anatomi hewan sponge ?

C. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah untuk mengetahui

struktur morfologi dan anatomi hewan sponge.

D. Manfaat Praktikum

Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah dapat mengetahu

struktur morfologi dan anatomi hewan sponge.


II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Porifera

Porifera merupakan salah satu hewan primitif yang hidup menetap

(sedentaire) dan bersifat non selective filter feeder (menyaring apa yang ada).

Porifera merupakan hewan sederhana, tidak memiliki jaringan, hewan ini

memiliki sedikit otot maupun jaringan saraf serta organ dalam. Porifera

memiliki persebaran mulai dari zona intertidal hingga zona sub tidal atau zona

sub litoral suatu perairan. Porifera umum dijumpai di perairan tropik dan sub

tropik. Hewan ini dapat menjadi bioindikator tingkat kejernihan suatu

perairan. Perairan yang masih alami dan banyak didapati adanya porifera

namun belum terjamah tangan manusia adalah Pulo Breueh (Fuad, 2016).

B. Spons

Spons merupakan organisme yang tidak mempunyai tangkai dan

menghuni di setiap jenis lingkungan laut. Spons terbagi menjadi empat

subklas yaitu Calcarea, Hexactinllida, Clerospongia dan Demospongiae.

Barubaru ini, penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa senyawa bioaktif

yang diisolasi dari organisme laut telah terbukti menunjukkan bahwa spons

memiliki aktivitas antikanker (Putri, 2018).

Spons merupakan organisme laut invertebrata yang berasal dari filum

porifera. Spons sebagai salah satu hewan primitif yang hidup menetap dan

bersifat filter feeder (menyaring makanan). Hewan tersebut memberikan

sumbangan yang penting terhadap komunitas bentik laut dan sangat umum
dijumpai di perairan tropic dan sub tropik. Sebarannya mulai dari zona

intertidal hingga zona subtidal pada suatu perairan. Keberadaan spons saat ini

menjadi perhatian besar bagi para peneliti karena kandungan senyawa aktif

dalam tubuh spons. Ekstrak metabolit dari spons Potensi keanekaragaman

jenis dan sebaran spons dipercaya mengandung senyawa bioaktif yang

mempunyai sifat sitotoksin, anti tumor, anti virus, anti inflamasi, anti fungi,

anti leukemia, dan penghambat aktivitas enzim (Haedar, 2016).

Sponge mampu menyaring bakteri yang ada di sekitarnya, sebanyak

77% bakteri yang tersaring ini dimanfaatkan untuk makanan dan dicerna

secara enzimatik. Senyawa bioaktif yang dimiliki oleh sponge kemungkinan

bermanfaat dalam proses pencernaan, sehingga senyawa bioaktif yang

diperoleh diperkirakan bervariasi sesuai dengan kebiasaan makan masing-

masing jenis sponge (Suharyanto, 2008).

C. Pemanfaatan Spons

Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin meningkat,

terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa

bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada

umumnya diambil secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil

budidaya. Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan

dapat mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan karena terjadi

tangkap lebih (overfishing), terutama pada jenis-jenis tertentu yang senyawa

bioaktifnyasudah diketahui aktifitas farmakologiknya dan sulit dibuat

sintesisnya. (Suparno, 2005).


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, 27 September 2019, pukul

9.30- selesai WITA. Bertempat di Laboratorium Biologi Unit Ekologi, Jurusan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kendari.

B. Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Table 1.

Tabel 1. Bahan dan kegunaan


No. Bahan Kegunaan
1. Cutter Sebagai alat bedah
2. Pinset Sebagai alat bedah
3. Papan bedah Sebagai tempat membedah
4. Kamera Untuk dokumentasi
5. Alat tulis Untuk mencatat hasil pengamatan

C. Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Spons (Coelocarteria

singaporense) Sebagai Objek Pengamatan.

D. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Mengamati morfologi hewan pengamatan.

3. Menggambar morfologi hewan pada lembar pengamatan.

4. Memotong atau membelah bagian hewan pengamatan menggunakan cutter.

5.Mengamati anatomi sponge


6.Menggambar anatomi hewan pada lembar pengamatan.
B. Pembahasan

Porifera merupakan hewan yang berpori dan sering juga disebut hewan

berongga karena seluruhn tubuhnya dipenuhi oleh lubang-lubang kecil yang

disebut pori. Hewan ini sederhana karna selama hidupnya menetap pada

karang atau permukaan benda keras lainnya di dasar laut. Fylum porifera

yaitu spons hidup di air dan sebagian besar hidup di air laut yang hangat dan

dekat dengan pantai yang dangkal walaupun ada pula yang hidup pada

kedalaman 8500 meter bahkan lebih. Spons sering ditemukan hidup melekat

pada substrat yang keras dan hidupnya berkoloni yang statif atau tidak

bergerak. Spons belum memiliki alat-alat ekskresi khusus dan sisa

metabolismenya dikeluarkan melalui proses difusi yaitu dari sel tubuh ke

epidermis kemudian lingkungan hidup yang berair.

Spons (Coelocarteria singaporense) merupakan anggota kelas dari

calcarea, dimana pada anggota kelas ini mempunyai rangka yang tersusun dari

zat kapur (kalsium karbonat) dengan tipe monoakson, triakson, atau

tetrakson. Koanositnya besar dan biasa hidup di lautan dangkal. Tipe

saluran airnya bermacam-macam. Hidup soliter atau berkoloni.

Mereka memiliki ciri khusus berupa spikula yang terbuat dari kalsium

karbonat dalam bentuk kalsit atau aragonit. Beberapa spesies memiliki tiga

ujung spikula, sedangkan pada beberapa spesies lainnya memiliki 2 atau yang

paling banyak adalah jumlah spikulanya bisa sampai empat spikula.


Hewan porifera memiliki struktur tubuh yang sangat sederhana, sama

halnya dengan sistem dalam tubuhnya yang juga sangat sederhana. Tubuh

porifera tersusun atas cukup banyak sel. Akan tetapi, sel tersebut berdiri

sendiri. Maksudnya adalah sel tersebut tak membentuk sebuah kesatuan, baik

itu jaringan, organ, maupun sistem organ. Sel-sel tersebut hanya berkumpul

dan mengelompok di suatu tempat di bagian tubuh porifera. Beberapa

memang memiliki fungsi yang sama, namun itu tak lantas membuat sel

tersebut menyatu sebagai jaringan.

Porifera merupakan hewan diploblastik, yang berarti ia memiliki dua

lapisan tubuh. Tidak seperti hewan triploblastik yang tingkat

kekompleksannya lebih tinggi. Sebenarnya antara struktur diploblastik dan

triploblastik tak jauh berbeda. Tubuh porifera tersusun atas dua lapisan, yaitu

lapisan endodermis di sebelah dalam dan lapisan ektodermis di sebelah luar.

Akan tetapi, di antara kedua lapisan itu dapat kita temui lapisan mesenkim.

Lapisan mesenkim ini terletak di tengah lapisan endoderm dan ektoderm.

Lapisan ini tak tampak secara kasat mata. Lapisan ini tersusun atas mesoglea,

yaitu suatu zat yang bersifat koloid. Mesoglea inilah yang akan menjadi

medium dalam sel amoebosid dalam mengantarkan nutrisi ke seluruh bagian

tubuh porifera.

Sel-sel dalam tubuh porifera juga dapat dikelompokkan menjadi sel

pinakosit, mesofil dan koanosit. Ketiga struktur dari sel tersebut, baik sel

koanosit, pinakosit dan mesofil pada struktur tubuh porifera, mereka bekerja

secara sinergis, yaitu sifatnya membantu satu sama lain. Ketiganya berada di
tempat yang berbeda serta memiliki fungsi berbeda pula. Sel pinakosit terletak

di lapisan terluar dari tubuh porifera. Seperti jenis sel epidermis pada

umumnya yang berfungsi dalam hal proteksi tubuh, sel pinakosit berbentuk

pipih dan padat atau rapat hubungannya satu sama lain. Sel pinakosit juga

bersifat elastis, antara sel ini dapat ditemukan pori-pori yang disebut sebagi

ostium, yang akan bermuara pada spongocoel. Terletak di lapisan tengah

tubuh. Sel mesofil berbahan dasr gelatin. Ia tersusun atas sel yang dapat

bergerak, yaitu disebut pula dengan sel amoebosit. Sel ini bersifat multifungsi,

yaitu dapat berperan sebagai alat reproduksi, alat ekskresi, serta alat peredaran

nutrisi makanan. Sel koanosit terletak paling dalam dan ia mengitari rongga

spongocoel. Sel koanosit diesbut pula sel leher karena bentuknya yang

lonjong. Di sekitar sel koanosit terdapat juluran sitoplasma yang berlapis

lendir (mucous). Sel koanosit berperan dalam proses pencernaan intraseluler.

Tubuh spons berongga dan disokong oleh mesohil, zat mirip jeli yang

tersusun dari kolagen, mesohil mengandung sel yang disebut amebosit yang

memiliki berbagai fungsi seperti mengedarkan sari makanan dan oksigen,

membuang partikel sisa metabolisme, dan membentuk sel reproduktif.

Mesohil berfungsi sebagai rangka dalam spons, mesohil dapat diperkuat

dengan spongin atau spikula, spikula tersusun dari silika atau kalsium

karbonat, spikula dihasilkan sel sklerosit. Spons selain rangka dalam juga

memiliki rangka luar seperti sclerospongia (spons keras), rangka luar

dihasilkan oleh pinakosit (lapisan sel terluar). Mesohil sendiri berada di antara

dua lapisan sel yaitu pinakosit dan koanosit, pinakosit berada di bagian luar
dan berfungsi menutup tubuh bagian dalam, sel-sel pinakosit berbentuk pipih

dan rapat, di antara pinakosit, tipe sel lainnya antara lain oosit dan spermatosit

yang berguna dalam proses reproduksi, lofosit yang mensekresikan benang

kolagen dan sklerosit yang mensekresikan spikula yang berfungsi sebagai

rangka spons.

Spesies fylum porifera ini pada bagian tubuhnya terdapat Osculum dan

pori – pori. Pori - pori adalah lubang – lubang kecil pada tubuh prifera. Pori –

pori ini berfungsi sebagai tempat masuknya air. Bagian luar dari morfologi

sponge terdapat banyak lubang-lubang kecil yang disebut pori (ostia)

berfungsi sebagai tempat masuknya air menuju spongosoel, selain terdapat

ostia pada bagian luar sponge juga terdapat dinding yang terdiri dari satu

lapisan sel pipih yang disebut pinakosit, sel ini dapat melakukan gerakan

kembang, kempis sehingga memungkinkan seluruh tubuh sponge dapat beruba

ukuran baik besar maupun kecil, sedangkan sel yang terbentuk tabung kecil

yang menghubungkan ostium dengan spongosoel diantara ostium dan

spongosoel. Osculum adalah lubang besar yang berada pada ujung badan

porifera yang berfungsi sebagai tempat pengeluaran air. Osculum terletak pada

begian paling atas dari sponge yang berbentuk seperti lubang yang

berhubungan langsung dengan spongosoel berfungsi sebagai tempat keluarnya

air. Osculum, terdapat suatu ruang berbentuk vas bunga yaitu

spongosoel yang berfungsi sebagai tempat mengolah air yang masuk dari

pori-pori (ostia).
Struktur anatomi Tubuh spons sendiri memiliki tekstur yang tersusun dari

fibril kolagen pada bagian mesofil, serat spongin (ditemukan pada beberapa

Ordo Demospongiae dan komponen skeleton anorganik seperti kalsium

karbonat (CaCO3) (pada Calcarea) atau silika (SiO2) (pada Hexactinellida,

Demospongiae, Homoscleromorpha). Komponen penyusun skeleton

anorganik ditunjukkan dengan adanya spikula yang bentuknya ada yang

terpisah, bergabung, saling menyambung.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada praktikum ini adalah, spongs memiliki struktur tubuh

berpori, merupakan hewan diploblastic yang hanya memiliki 2 lapis tubuh

yaitu eksoderm dan endoderm, serta diantara keduanya terdapat mesoglea.

C. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk laboratorium agar peralatan dalam melakukan praktikum dapat

dilengkapi.

2. Untuk asisten pembimbing agar dapat membantu praktikan dalam

melakukan praktikum.

3. Untuk praktikan agar dapat melaksanakan praktikum lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Faud, Z., 2016, Keanekaragaman Porifera di Zona Sub Litoral Rinon Kecamatan
Pulo Aceh sebagai Materi Pendukung Kingdom Animalia di SMAN 2
Blang Situngkoh Kabupaten Aceh Besar, Skripsi, Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry, Darussalam-Banda Aceh.

Haedar, Baru, S., Palupi, R.D., 2016, Potensi Keanekaragaman Jenis dan Sebaran
Spons di Perairan Pulau Saponda Laut Kabupaten Konawe, Jurnal Sapa
Laut, 1(1): 1-2

Putri, F.S. dan Yuni, E.H., 2018, Aktivitas Antikanker Spons Laut Kelas
Demospongiae, Jurnal Farmaka Suplemen, 16 (2): 383

Suparno., 2005, Kajian Bioaktif Spons Laut (Forifera: Demospongiae) Suatu


Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia dalam
dibidang Farmasi, Universitas Bung Hatta.

Suharyanto., 2008, Distribusi dan Persentase Tutupan Sponge (Porifera) pada


Kondisi Terumbu Karang dan Kedalaman yang Berbeda di Perairan Pulau
Barranglompo, Sulawesi Selatan, Jurnal Biodifersitas, 9 (3): 209

Anda mungkin juga menyukai