Anda di halaman 1dari 14

6.

PENGOBATAN PROFILAKSIS : ANTAGONIS B-ADRENERGIK,


ANTIDEPRESAN

Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau
tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek
(subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor
pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia
sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena
faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain
menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun
tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.
 Indikasi:
- Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
- Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
- Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.
- Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi
terhadap terapi abortif.
- Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.
 Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil),
antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)
1. Verapamil
a. Indikasi
Verapamil 80 mg Tablet digunakan untuk mengobati :
Pengobatan angina pectoris dan profilaksis aritmia
Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
Nyeri dada (angina pektoris)
Gagal jantung
Miokard infark (terhentinya aliran darah)
Pencegahan kejadian kardiovaskuler pada pasien dengan resiko tinggi.
b. Kontraindikasi
Gangguan konduksi berat (blok AV derajat 2 dan 3, blok SA)
Hipersensitif terhadap verapamil HCl, hipotensi (TD sistolik < 90
mmHg) atau syok kardiogenik infark miokard akut terkomplikasi
(bradikardi, hipotensi, gagal vertikel kiri) sindroma sick sinus (sindroma
bradikardi-takikardi) sindroma Wolf-Parkinson-White dan sindroma
Lown-Ganong-Levine.
Hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), syok kardiogenik,
infark miokard akut terkomplikasi, gangguan konduksi berat, sindroma
sick sinus, flutter atrium atau fibrilasi atrium dengan accessory bypass
tract.
c. Efek Samping
Semua obat pasti memiliki efek samping, namun tidak semua orang
akan mengalami efek samping tersebut. Verapamil Kimia Farma 80 mg
Tablet merupakan obat yang memiliki efek samping sebagai berikut :
Sakit kepala, pusing, Mudah lelah, Mual, muntah, Hipotensi (tekanan
darah rendah), Konstipasi (sembelit). Jika salah satu dari efek-efek ini
menetap atau memburuk, hentikan penggunaan Verapamil Tablet dan
segera konsultasikan dengan dokter Anda segera.
d. Dosis & Cara Mengonsumsi
Verapamil Kimia Farma 80 mg Tablet termasuk kedalam golongan
obat keras yang pembeliannya wajib menggunakan resep Dokter. Dosis
penggunaan Verapamil Kimia Farma 80 mg Tablet juga harus
dikonsultasikan dengan Dokter terlebih dahulu sebelum digunakan, karena
dosis penggunaannya berbeda-beda setiap individunya tergantung berat
tidaknya penyakit yang diderita.
Dosis umum yang di gunakan pada pengobatan :
1. Angina pektoris
Pada dewasa diminum 120 mg 3 kali sehari atau 80 mg 3 kali sehari
2. Superventicular aritmia
Pada dewasa diminum 120-480 mg perhari dalam dosis terbagi
Pada anak-anak dibawah 2 tahun diminum 20 mg 2-3 kali sehari
Pada anak-anak diatas 2 tahun diminum 30-120 mg 2-3 kali sehari
3. Hipertensi
Pada dewasa, dosis awal diminum 240 mg perhari dalam 2-3 dosis
terbagi. Maksimal 480 mg perhari
Pada anak-anak dibawah 2 tahun diminum 20 mg 2-3 kali sehari
Pada anak-anak diatas 2 tahun diminum 30-120 mg 2-3 kali sehari

Verapamil Tablet diminum sesudah makan. Untuk hasil yang lebih


maksimal, Verapamil Kimia Farma 80 mg Tablet diminum setiap hari dan
diusahakan dalam waktu yang sama setiap harinya. Jika tidak sengaja
lupa meminum Verapamil Tablet, disarankan untuk segera meminumnya
begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan
mengganti dosis yang terlewat dengan menggandakan dosis pada jadwal
berikutnya.
e. Interaksi Obat
Efek meningkat dengan Alpha-bloker, antiaritmia atau anestesi
inhalasi. Dapat mengintensifkan efek antihipertensi lain. Litium
(dilemahkan oleh verapamil, meningkatkan neurotoksisitas).
Meningkatkan kadar plasma siklosporin, teofilin, digoksin, karbamazepin.
Efek dilemahkan oleh rifampisin, fenitoin dan fenobarbital. Efek
relaksasi otot dapat meningkat. Meningkatkan kadar dalam plasma
dengan jus anggur dan simetidin. Dapat meningkatkan konsentrasi ?-
bloker tertentu (atenolol, metiprolol, propanolol), kuinidin, prazosin,
midazolam, aspirin (meningkatkan risiko perdarahan), alkohol
(menurunkan metabolisme, meningkatkan kadar dalam plasma).
Verapamil Tablet dapat berinteraksi bila diberikan bersama dengan :
Efek relaksasi otot meningkat, meningkatkan kadar dalam plasma
dengan Jus anggur dan simetidin. Dapat meingkatkan konsentrasi I²-
bloker tertentu (atenolol, metiprolol, propanolol) Kuinidin, prazosin,
midazolam, aspirin (meningkatkan resiko perdarahan), Alkohol
(menurunkan metabolisme, meningkatkan kadar dalam plasma).
Antiaritmia, anestesi inhalasi dapat mengintensifkan efek antihipertensi
lain. Litium (dilemahkan oleh verapamil, meningkatkan neurotoksisitas).
Meningkatkan kadar plasma siklosporin, teofilin, digoksin, karbamazepin.
Efek dilemahkan oleh rifampisin, fenitoin dan fenobarbital.
f. Mekanisme kerja
Menghambat masuknya kalsium ion melintasi membran ion miokard dan
otot polos pembuluh darah, sehingga menghambat proses kontraktil otot
polos pembuluh darah jantung
g. Bentuk sediaan : Tablet, kapsul, sirup, suntik
h. Contoh obat yang tersedia : Isoptin 80 mg

2. Nortriptilin
a. Indikasi: 
penyakit depresi, nocturnal enuresis pada anak.
b. Kontraindikasi: 
 Orang yang baru saja atau sedang mengalami infark miokardial
(serangan jantung)
 Penderita aritmia terutama jenis block jantung
 Penderita mania
 Tidak boleh digunakan pada orang yang sedang mengkonsumsi obat-
obatan jenis MAOI, dapat diberikan jika sudah 14 hari dari hari
terakhir pemberian obat MAOI
 Tidak boleh diberikan pada orang yang sedang mengkonsumsi obat
linezolid atau yang sedang diberikan methyl blue secara intravena
c. Efek Samping: 
Orang deawasa mungkin akan merasakan efek samping lebih banyak dari
obat ini seperti : mual, muntah, hilang nafsu makan, gelisah, insomnia,
mulut terasa kering dan aneh, sulit buang air kecil, sulit buang air besar,
perubahan padda penglihatan, bengkak dibagian dada (wanita atau pria)
atau kurangnya gairah seks, impotensi, atau sulit orgasme
d. Dosis: 
depresi, dosis rendah pada awalnya dan ditingkatkan sesuai yang
diperlukan hingga 75-100 mg per hari dalam dosis terbagi atau sebagai
dosis tunggal; pemantauan kadar plasma di atas 100 mg per hari
(maksimum 150 mg per hari, pada pasien rawat inap); R
EMAJA DAN LANSIA 30-50 mg/hari dalam dosis terbagi; tidak
dianjurkan untuk kasus depresi pada ANAK Nocturnal enuresis,
ANAK 7 tahun 10 mg, 8-11 tahun 10-20 mg, di atas 11 tahun 25-35 mg,
pada malam hari; jangka waktu maksimum pengobatan (termasuk
penghentian bertahap) 3 bulan perlu pengujian fisik penuh dan EKG
sebelum terapi selanjutnya.
e. Interaksi obat
Potensi interaksi obat terjadi ketika digunakan bersamaan dengan obat
lain sehingga dapat mengubah cara kerja obat. Sebagai akibatnya, risiko
efek samping dapat meningkat, obat tidak bekerja, atau bahkan
menimbulkan efek beracun yang membahayakan tubuh. Beberapa jenis
obat diketahui dapat berinteraksi dengan Amitriptilin, diantaranya :
1. Dapat meningkatkan risiko serotonin sindrom jika dikonsumsi
bersamaan dengan obat-obatan jenis TCA, triptan, fentanyl, lithium,
dan tramadol
2. Penggunaan bersamaan dengan barbiturat, rifampisin dan jenis obat
antikejang lainnya dapat menurunkan konsentrasi obat ini di dalam
darah
3. Dapat meningkatkan konsentrasi obat dalam darah jika digunakan
bersamaan dengan obat jenis kalsium blocker, methylphenidate,
cimetidine, dan antipsikotik
4. Dapat mereduksi efek antihipertensi pada obat debrisoquine,
guanethidine, dan colidine
5. Dapat meningkatkan resiko aritmia ventrikel jika digunakan
bersamaan dengan obat antiaritmia seperti amiodarone dan quinidine
f. Mekanisme kerja
Bekerja dengan menghambat ambilan kembali ( reuptake) neuron
transmitter seperti norepinefrin dan seretonin diujung saraf pada SSP
g. Bentuk sediaan : Tablet
h. Contoh obat yang tersedia : Elavil, Levate

3. Propranolol Hidroklorida
a. Indikasi: 
Hipertensi; feokromositoma; angina; aritmia, kardiomiopati obstruktif
hipertrofik, takikardi ansietas, dan tirotoksikosis (tambahan); profilaksis
setelah infark miokard; profilaksis migren dan tremor esensial.
b. Interaksi: 
 Menyebabkan perubahan irama dan detak jantung atau perubahan
kekuatan otot jantung jika dikonsumsi bersamaan dengan amiodarone
atau antagonis kalsium
 Beresiko menimbulkan depresi, jika dikonsumsi secara berkelanjutan
dengan obat reserpine
 Menurunkan efek antihipertensi, jika dikonsumsi dengan OAINS
 Meningkatkan kadar propanolol dalam darah dan beresiko
menimbulkan perdarahan jika dikonsumsi bersamaan dengan warfarin
 Menurunkan efek gula darah jika digunakan dengan obat antidiabetes
atau insulin
 Meningkatkan risiko hipertensi jika digunakan dengan obat bius
c. Kontraindikasi: 
asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi yang nyata, hipotensi,
sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga, syok kardiogenik;
feokromositoma..
d. Efek Samping:
bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan konduksi, bronkospasme,
vasokonstriksi perifer, gangguan saluran cerna, fatigue, gangguan tidur,
jarang ruam kulit dan mata kering (reversibel bila obat dihentikan),
eksaserbasi psoriasis.
e. Dosis: 
 oral, hipertensi, dosis awal 80 mg 2 kali sehari, tingkatkan dengan
interval mingguan bila perlu; dosis penunjang 160-320 mg sehari.
Hipertensi portal, dosis awal 40 mg 2 kali sehari, tingkatkan sampai 80
mg 2 kali sehari sesuai dengan frekuensi jantung; maksimal 160 mg 2
kali sehari.
 Feokromositoma (hanya bersama alfa bloker), 60 mg sehari selama 3
hari sebelum pembedahan atau 30 mg sehari pada pasien yang tidak
cocok untuk pembedahan.
 Angina, dosis awal 40 mg 2-3 kali sehari; dosis penunjang 120-240 mg
sehari.
 Aritmia, kardiomiopati obstruktif hipertropik, takikardi ansietas, dan
tirotoksikosis (tambahan), 10-40 mg 3-4 kali sehari.
 Ansietas dengan gejala-gejala seperti palpitasi, berkeringat, tremor, 40
mg 4 kali sehari selama 2-3 hari, kemudian 80 mg 2 kali sehari, mulai
5-21 hari setelah infark.
 Profilaksis migren dan tremor esensial, dosis awal 40 mg 2-3 kali
sehari; dosis penunjang 80-160 mg sehari.
 Injeksi intravena, aritmia dan krisis tirotoksik, 1 mg selama 1 menit;
jika perlu ulang dengan interval 2 menit; maksimal 10 mg (5 mg dalam
anestesia).
 Catatan. Bradikardi yang berlebihan dapat diatasi dengan injeksi
intravena atropin sulfat 0,6-2,4 mg dalam dosis terbagi 0,6 mg setiap
kali. Overdosis: lihat penanganan darurat keracunan.
f. Mekanisme kerja
Beta Blocker adrenergik non selektif (antiaritmia kelas II), memblok
secara kompetitif respon terhadap stimulasi alfa blocker pada beta bloker
adrenergik yang akan menghasilkan penurunan denyut jantung,
kontraktilitas jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen pada jantung
g. Bentuk sediaan : Tablet
h. Nama produk dagang : Biocard, Liblok, Farmadral, Pronolo, Propanolol,
inderal

 Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.


1. Methysergide
a. Indikasi
Migrain, sakit kepala klaster
b. Interaksi
Dapat berinteraksi dengan epinephrine, erytromycin, macrolide
antibiotics, nirates, nitroglycerin, dan ritonavir
c. Kontraindikasi
Hipersensitivitas
d. Efek samping
Pusing, kantuk, sakit kepala, mual, muntah, diare
e. Dosis
Methysergide 4-8 mg/hari dalam dosis terbagi biasanya efektif dalam
memperpendek cluster headache.
f. Mekanisme kerja
Methysergide adalah ergot alkaloid semisintetik yang berperan sebagai
antagonis reseptor 5-HT2 poten yang mampu menstabilkan
neurotransmitter serotonergik pada sistem trigeminovaskular dan
menghambat inflamasi karena neurogenik serotonin.
g. Bentuk sediaan : larutan injeksi
h. Contoh obat yang beredar : dihydroergotamine, ergotamine

2. Asam valporat
a. Indikasi:
Sebagai terapi tunggal atau terapi tambahan pada pengobatan partial
seizure (elementary dan kompleks) dan absence seizure (petit mal
seizure).
b. Interaksi:
Hipersensitivitas Penderita penyakit hati atau disfungsi hati yang nyata.
c. Efek Samping:
Hati: Kegagalan fungsi hati yang bersifat sementara, peningkatan
bilirubin serum. Perubahan yang abnormal dari fungsi hati dapat
merupakan tanda terjadinya hepatotoksisitas. Efek samping yang paling
sering dilaporkan: mual, muntah, dan indigestion, pankreatitis,
peningkatan bleeding time, perdarahan, hematoma, leukopenia,
trombositopenia, anemia, supresi sumsum tulang, psikosis, agresi,
menstruasi yang tidak beraturan, kelelahan, rambut rontok (pernah
dilaporkan). Hiperglisinemia pernah dilaporkan dan berakibat fatal pada
pasien yang pre-existing non-ketotic hyperglicenemia.
d. Dosis:
Dosis dewasa profilaksis migrain : dosis awal 250 mg z x sehari
Dosis awal 15 mg/kg bb perhari, dosis ditingkatkan sebesar 5-10 mg/kg
bb perhari dengan interval 1 minggu sampai serangan dapat diatasi dan
atau tidak muncul efek samping berat (terutama peningkatan enzim hati).
Dosis maksimum adalah 60 mg/kg bb perhari. Jika dosis total melebihi
250 mg perhari diberikan dalam dosis terbagi 2.
e. Mekanisme Kerja
Menghambat canal Ca tipe T dan meningkatkan fungsi GABA tetapi
hanya terlihat pada konsentrasi tinggi. Obat ini meningkatkan sintesa
GABA dengan menstimulasi Glutamic Acid Dekarboksilasi (GAD). Obat
ini menghasilkan modulasi selektif pada arus Na selama pelepasan
muatan.
Valproat menghambat metabolisme beberapa obat termasuk
fenobarbital, fentoin dan karbamazepin, menyebabkan konsentrasi obat-
obat tersebut dalam darah menjadi meningkat. Penghambatan
metabolisme fenobarbital menyebabkan kadar barbiturat meningkat
secara tajam hingga menimbulkan stupor atau koma
f. Kontra Indikasi
Penyakit hati aktif, riwayat penyakit hati berat dalam keluarga,
pankreatitis, porfiria
g. Bentuk sediaan : Tablet, Sirup
h. Contok obat yang beredar : Depekene, Ikalep

3. Asetazolamid
a. Indikasi
penurunan tekanan intraokuler dalam glaukoma sudut lebar, glaukoma
sekunder, dan perioperatif pada glaukoma sudut sempit; diuresis
b. Interaksi:
Beberapa produk obat yang mungkin berinteraksi dengan obat
Acetazolamide termasuk : cisapride, methenamine, antikonvulsan
(misalnya, fenitoin, topiramate, zonisamide), digoxin, obat-obatan yang
menyebabkan hilangnya potasium (misalnya, diuretik seperti furosemide,
kortikosteroid seperti prednisone, amfoterisin B), litium, memantine,
orlistat, quinidine, salisilat (misalnya aspirin, bismuth subsalicylate),
natrium bikarbonat, antidepresan trisiklik (misalnya amitriptyline).
Obat ini dapat mengganggu tes laboratorium tertentu, mungkin
menyebabkan hasil tes palsu. Pastikan petugas laboratorium dan dokter
Anda tahu Anda menggunakan obat ini.
c. Kontraindikasi:
Hipokalemia, hiponatremia, hyperchloraemic acidosis; gangguan fungsi
hati hati berat; gangguan fungsi ginjal (lihat Lampiran 3); hipersensitifitas
terhadap sulfonamid.
d. Efek Samping:
Mual, muntah, diare, gangguan indra pengecap; kehilangan nafsu makan,
paraestesia, flushing, sakit kepala, pusing, kelelahan, perasaan menjadi
sensitif, depresi; haus, poliuria; penurunan libido; asidosis metabolik dan
gangguan keseimbangan elektrolit pada pengobatan jangka panjang;
kadang-kadang mengantuk, kebingungan, gangguan pendengaran,
urtikaria, melena, glikosuria, hematuria, gangguan fungsi hati, gangguan
pada darah diantaranya agranulositosis dan trombositopenia, ruam
diantaranya sindrom Steven Johnson dan nekrolisis epidermal toksik;
jarang fotosensitifitas, kerusakan hati, flaccid paralysis, kejang;
dilaporkan juga miopati yang tidak menetap.
e. Dosis:
oral atau injeksi intravena 0,25-1 g/ hari dalam dosis terbagi.
Cara injeksi intramuskular seperti pada injeksi intravena tetapi lebih baik
dihindari karena pH alkalis.
f. Mekanisme kerja
Secara reversibel menghambat enzim karbonat anhidrase, menghasilkan
pengurangan sekresi ion hidrogen pada tubulus ginjal dan peningkatan
ekskresi ion Na, K, bikarbonat, dan air melalui ginjal. Hal ini mengurangi
produksi aqueous humor dan menghambat karbonat anhidrase di sistem
saraf pusat untuk menghambat keluarnya cairan abnormal dan berlebihan
dari neuron sistem saraf pusat.
g. Bentuk sediaan : Tablet, Kapsul, Kaplet, Injeksi
h. Contoh obat yang beredar : Acetazolamid, Glauseta

 Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat


tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural
melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak
lebih efektif daripada obat yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada
kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi karena efek
sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.
 Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat
yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama
minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat
selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada
tahun berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan.
a. Propranolol 40-240 mg/hari
b. Nadolol 20-160 mg/ hari
c. Metoprolol 50-100 mg/ hari
d. Timolol 20-60 mg/ hari
e. Atenolol 50-100 mg/ hari
f. Amitriptilin 10-200 mg/ hari
g. Nortriptilin 10-150 mg/ hari
h. Fluoksetin 10-80 mg/ hari
i. Mirtazapin 15-45 mg/ hari
j. Valproat 500-1500 mg/ hari
k. Topiramat 50-200 mg/ hari
l. Gabapentin 900-3600 mg/ hari
m. Verapamil 80-640 mg/hari
n. Flunarizin 5-1 0 mg/hari
o. Nimodipin 30-60 mg

 Terapi nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan
diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan
pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari
stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap
dan tenang dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin
merupakan terapi pencegahan yang murah.Intervensi terapi perilaku (behaviour)
sangat berperan dalam mengatasi nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-
behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai alat
elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis. Olahraga
terarah yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu.
Beberapa penulis mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi, hipnosis,
akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain menstrual dapat dianjurkan
mengurangi garam dan retensi cairan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam
Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.
2. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University
Press. Yogyakarta.
3. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah
Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Airlangga University Press. Surabaya.
4. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala
Migren dan Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22
No. 2
5. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai