SKRIPSI
OLEH
HARRY SAPUTRA ALAM
B 111 11 013
OLEH
HARRY SAPUTRA ALAM
B 111 11 013
SKRIPSI
Pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
i
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam Skripsi pada Fakultas
Pembimbing I Pembimbing II
iii
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
dalam skripsi ini sehinggah skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
tulusnya kepada kedua orang tua Penulis yang selama ini menjadi
ini. Semogah pengorbanan kedua orang tua Penulis selama ini dapat
berbuah hasil yang baik kepada Penulis dan juga kepada kedua orang
vii
Tidak lupa Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada adik-
adik kandung Penulis Sintha Citra Ayu, Silvian Pita Pertiwi dan Hamsan
maupun duka di keluarga kecil Penulis. Semogah apa yang kalian impikan
2. Ibu Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
S.H, M.H, Selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Dr. Hamzah
3. Bapak Prof. Muhadar, S.H., M.S, Selaku Pembimbing I dan Ibu Hj.
Nur Azisa, S.H., M.H selaku pembimbing II, yang telah banyak
Pidana Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H, M.H, selaku Sekretaris Bagian
viii
5. Para dosen dan seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas
banyak membantu di saat suka dan duka, semoga kita semua bisa
Amin.
Enrekang.
rasa persaudaraan.
selembar kertas dengan kalimat yang juga terbatas. Oleh karena itu,
ix
sebelumnya penulis minta maaf, jika ada yang tidak disebut. Dengan
kepada penulis.
Penulis
x
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
ABSTRAK ......................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................ vi
A. Pengertian. ........................................................................ 6
1. Kriminologi .................................................................... 6
2. Kejahatan. .................................................................... 7
3. Peredaran. .................................................................... 13
4. Minuman Keras / Beralkohol..................................... ..... 13
xi
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 38
A. Kesimpulan ........................................................................ 60
B. Saran ................................................................................. 63
xii
BAB I
PENDAHULUAN
bagi aparat penegak hukum yang terkait untuk dapat mencari cara untuk
di dalam masyarakat .
1
Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4 yaitu membentuk suatu Pemerintahan
keadilan sosial.
Selatan yang diapit oleh dua Kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Pinrang
dan Kabupaten Tana Toraja akan terus terus mengalami yang namanya
perkembangan, baik positif maupun yang negatif. Salah satu hal negatif
2
bermunculan kejahatan berupa peredaran minuman keras tradisional.
yang tidak baik menjadi sesuatu yang dianggap lumrah dan wajar untuk
dampak terutama yang bersifat negatif dalam hal sosial, ekonomi dan
antara kaum peminum tua dan peminum remaja atau peminum daerah
yang satu dengan peminum daerah yang lainnya, serta kemiskinan yang
Dan kita ketahui bersama bahwa generasi muda adalah penerus Bangsa
ini, bagaimana nasib Bangsa ini jika anak remajanya yang akan tumbuh
3
Selain itu, penyebaran minuman kerasakan membawa dampak
dari itu,kita sebagai warga negara yang baik harus berperan aktif untuk
dilakukan itu adalah perbuatan yang tidak baik yang dapat merugikan diri
Di Kabupaten Enrekang”.
B. Rumusan Masalah
di Kabupaten Enrekang ?
4
3. Apa kendala-kndala pihak kepolisian dalam menanggulangi
Enrekang ?
C. Tujuan Penelitian
di Kabupaten Enrekang.
D. Kegunaan Penelitian
dan tujuan yang ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat
5
pidana. Di samping itu menjadi acuan atau perbandingan bagi para
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Kriminologi
Prancis. Kriminologi terdiri dari dua suku kata yaitu kata crime yang berarti
sebagai berikut :
1
A.S. Alam, Pengantar Kriminologi, Makassar:Pustaka Refleksi, 2010, h.1.
2
Ibid.h.2.
7
2. Kejahatan
sehinggah ditentang oleh masyarakat dan paling tidak disukai oleh rakyat
3
Moh. Hatta, Beberapa Masalah Penegakkan Hukum Pidana Umum dan Pidana
Khusus, Yogyakarta:Liberty Yogyakarta, 2009, h.33.
4
Abdul Wahid, Kejahatan Terorisme.Perspektif Agama, Ham dan Hukum,
Bandung:RefikaAditama, 2004, h. 52.
5
Ibid.h. 53.
8
Edwin Sutherland menekankan bahwa:6
“Kejahatan memiliki ciri pokok yaitu dari kejahatan itu ada perilaku
yang dilarang oleh negara terhadap perbuatan itu negara bereaksi
dengan hukuman sebagai upaya pamungkas.”
dari sudut pandang hukum (lega defenition of crime), maupun ditinjau dari
6
Ibid.h. 53.
7
Ibid h. 54.
8
A. S. Alam, Op. Cit. h. 15.
9
Ibid h.19.
9
kejahatan itu diatur dalam buku dua KUHP yaitu Pasal 104 sampai
1) Dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view).
Batasan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang
melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan
sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-
undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang
bukan kejahatan. Contoh konkrit dalam hal ini adalah perbuatan
10
R. Soesilo, Kriminologi (Pengetahuan Tentang Sebab-Sebab Kejahatan), Bogor:
Politea, 1985, h. 13.
11
A.S. Alam, Op.Cit.,hlm. 14.
12
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung:RefikaAditama,
2010, h. 58.
13
A.S. Alam, Op.Cit.,h. 16.
10
seorang wanita yang melacurkan diri. Dilihat dari definisi hukum,
perbuatan wanita tersebut bukan kejahatan karena perbuatan
melacurkan diri tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana
Indonesia. Sesungguhnya melacurkan diri sangat jelek dilihat dari
sudut pandang agama, adat istiadat, kesusilaan, dan lain-lainnya.
Namun perbuatan itu tetap bukan kejahatan dilihat dari definisi
hukum, karena tidak melanggar perundang-undangan yang
berlaku.
2) Dari sudut pandang masyarakat (a crime from the sociological
point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah
setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup
di dalam masyarakat.
1) Segi sosiologi
Kejahatan yang ditekankan pada ciri-ciri khas yang dapat dirasakan
dan diketahui oleh masyarakat tertentu. Masalahnya terletak pada
14
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual,
Jakarta: PT. Refika Aditama, 2001, h. 27.
15
Ibid h. 18.
11
perbuatan amoral yang dipandang secara objektif, yaitu jika dari
sudut masyarakat dimana masyarakat dirugikan.
2) Segi psikologi
Kejahatan merupakan manifestasi kejiwaan yang terungkap pada
tingkah laku manusia yang bertentangan dengan norma- norma
yang berlaku di masyarakat.
3) Segi yuridis
Kejahatan yang dinyatakan secara formil dalam hukum pidana.
berbagai sudut pandang. Namun hal pokok dari suatu kejahatan adalah
16
Topo Santoso, S.H, M.H dan Eva Achjani Zulva, Kriminologi, Jakarta:Rajawali Pers,
2012, h. 1
12
Pengertian kejahatan dapat ditinjau atas dua sudut pandangan
yang berbeda:17
17
A. S. Alam, Op. Cit. h. 17
18
Ibid h. 14.
19
Ibid hlm. 14.
13
tetapi kejahatan itu diatur dalam buku dua KUHP yaitu Pasal 104 sampai
3. Peredaran
14
Nomor 11 Tahun 2003 tentang Larangan Terhadap Minuman Beralkohol
sebagai berikut :
Selain itu dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah
Minuman Beralkohol tersebut adalah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) yaitu :
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan atau (2)
Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,-
(lima juta rupiah).
15
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan
dijelaskan:
16
a. Golongan A ialah minuman keras kadar ethanol (C2H5OH) 1 %
(satu perseratus) sampai dengan 5 % (lima perseratus)
b. Golongan B ialah minuman keras kadar ethanol (C2H5OH) 5 %
(lima perseratus) sampai 20 % (dua puluh perseratus)
c. Golongan C ialah minuman keras kadar ethanol (C2H5OH) 20
% (dua puluh perseratus) sampai 55 % (lima puluh lima
perseratus)
keras.
21
Abdul Wahid, Op.Cit., h.75
22
Abdul Wahid, Op.Cit., h.76
17
pada tanggal 30 September 1993 bertempat di Jakarta, memutuskan
bahwa:23
Di satu sisi, mungkin tak aka nada yang mencibir niat luhur
pemerintah itu. Namun, ini dapat berarti melegalkan miras. Dengan
kata lain melalui aturan ini menjadi sah diperjual belikan. Bahkan
produsen dan penjual dilindungi oleh hukum dan aparat Negara.
Sementara dalam ajaran Islam jelas haram hukumnya.
23
Edi Sudrajat dan Yadi Sastro,Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan
Nasional,Bandung:Binacipta, 1996, h. 31.
18
Menelaah pendapat Edi Sudrajat dan Yadi Sastro tersebut di atas,
ternyata Perda yang dibuat oleh setiap daerah sesungguhnya jika dilihat
dari konteks hukum Islam termasuk hal yang dilarang untuk digunakan
pajak yang diperoleh dari minuman keras tersebut salah satu sumber
hangat dipersoalkan.
19
Peraturan ini Mengatur tentang Ketentuan dan Tata Cara
Minuman Beralkohol.
20
Dalam peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 20 / M-DAG / PER
mengemukakan bahwa :
bahwa untuk menjual minuman keras harus memiliki izin dari menteri
21
Berkaitan dengan ketentuan di atas, penulis berpendapat bahwa
Pemerintah Daerah.
meminum-minuman keras/beralkohol.
24
S.F Marbun, dan Moh. Mahfud M.D, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,
Yogyakarta:Liberty, 1987, h. 89.
22
dalam bidang ekonomi yang banyak ditunjukan pada sektor
swasta”.
25
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya:Bina
Ilmu, 1987, h. 78
26
Romli Atmasasmita,Op.cit., h. 71.
23
Lebih lanjut lagi, A.S Alam menjelaskan teori tentang sebab
a. Emile Durkheim
tidak hanya dipengaruhi oleh diri individu itu sendiri, tetapi juga
sosial. Keadaan ini juga akan diikuti dengan perilaku menyimpang dari
27
A. S. Alam, Op.cit., h.47-61.
24
merosot. Dalam sebuah ketentuan dalam masyarakat, tindakan serta
individu lainnnya. Hal ini jika terjadi secara berkelanjutan maka tidak
b. Robert Merton
individu memiki kesadaran hukum dan taat pada hukum yang berlaku,
kaum muda kelas bawah akan cenderung memilih satu tipe subkultural
lainnya (gang yang sesuai dengan situasi anomie mereka dan tergantung
mereka).
25
d. Cohen
teori ini adalah delinkuensi timbul dari reaksi kelas bawah terhadap nilai-
nilai kelas menengah yang dirasakan oleh remaja kelas bawah sebagai
28
Topo Santosodan Eva Achjani Zulfa, Op.cit.,h. 35.
26
a. Teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Biologis
yang mirip kera dalam hal sifat bawaan dan watak dibanding
penjahat memiliki rahang yang besar dan gigi taring yang kuat,
27
mereka, sebagaimana dimiliki kera yang menggunakan tangan
sebagainya.
29
Ibidh. 37-38.
30
Ibidh. 39.
28
4) Charles Buchman Goring (1870-1919)
hal tinggi dan berat tubuh. Para penjahat didapati lebih kecil dan
psikologis
31
Ibidh. 41.
29
kanak-kanak mereka, Tingkah laku dan motif-motif bawah sadar
adalah jalin-menjalin, dan interaksi itu mesti diuraikan bila kita ingin
Sosiologis
budaya.
1) Emile Durkheim
orang lain.
30
2) Robert K. Merton
a) Faktor pembawaan
32
B. Bosu, Sendi-Sendi Kriminologi, Surabaya:Usaha Nasional, 1982, h.55.
31
dibidang ekonomi. Sedangkan antara umur 30 sampai 50 di
b) Faktor lingkungan
1. Teori Labeling
a. Becker
berbeda memiliki perbedaan konsep tentang apa yang disebut baik dan
33
Ibid,h. 24.
34
A. S. Alam, Op. Cit., h. 67.
32
b. Howard
c. Frank Tannenbaum
33
2. Teori Konflik (Conflict Teory)
penegakkan hukum
sepakat tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan bahwa intisari
menegakkan hukum.
policy). Kebijakan kriminal inipun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih
35
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
Dalam Penanggulangan kejahatan, Jakarta:Kencana, 2007, h. 77.
34
Dengan demikian, sekiranya kebijakan penanggulangan kejahatan
1. Pre-Emtif
36
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,
Jakarta:Rajawali Press. 1993, h.13.
37
Ibidh.78.
38
A. S. Alam, Op. Cit., h. 79-80.
35
secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik
tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi
kejahatan.
Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang mekipun ada
kesempatan. Cara pencegahan ini berasal dari teori NNK, yaitu: Niat
tersebut meskipun waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu
tejadi dibanyak Negara seperti Singapura, Sydney, dan kota besar lainnya
2. Preventif
menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam upaya preventif
kesempatan ditutup.
36
3. Represif
menjatuhkan hukuman.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
38
a. Untuk mengumpulkan data primer, dilakukan dengan cara
D. Analisis Data
39
BAB IV
Enrekang selama 6 tahun terakhir yaitu dimulai dari Tahun 2009 sampai
dengan Tahun 2014 dapat kita lihat ada tabel dibawah ini.
Tabel 1.
Jumlah Kejahatan Peredaran Minuman Keras di Kabupaten Enrekang
40
Kabupaten Enrekang. Dan hampir semua kasus tersebut telah P21 atau
yang terjadi dalam 6 tahun belakangan ini mulai dari Tahun 2009-2014 di
Tabel 2.
Bentuk-Bentuk Kejahatan Penyalagunaan Minuman Keras di
Kabupaten Enrekang.
2 2010 - 1
3 2011 1 2
4 2012 - 1
5 2013 - 2
6 2014 - 2
Jumlah 1 10
41
menunjukkan bahwa selama 6 tahun terakhir ini kasus tertangkap tangan
Tabel 3.
Jenis Minuman Keras yang Beredar di Kabupaten Enrekang Tahun 2009-
2014.
2 2010 - 1
3 2011 1 2
4 2012 - 1
5 2013 1 1
6 2014 1 1
Jumlah 4 7
42
Berdasarkan data pada Tabel 3 jumlah kasus dari penggunaan
minuman keras hasil dari pabrik ada 4 kasus dan jumlah kasus dari
dapat kita ketahui bahwa jumlah penggunaan atau jenis minuman keras
karena banyak pohon aren yang tumbuh di kebun milik warga di daerah
Enrekang.
43
di daerah Kec.Enrekang kota). Penulis memberikan pertanyaan mengenai
Tabel 4
. Hasil Wawancara Dengan Produsen Minuman Keras Tradisional Di
Kabupaten Enrekang yang Penulis Dapatkan.
juga.
44
3. DTN, (nama disamarkan), Umur 37 Tahun Pekerjaan Tani
45
2. Para produsen membuat minuman keras tradisional sebagai
bekerja sebagai PNS yang mempunyai kebun dekat dari rumahnya juga
46
alasan para pengedar sebagai contoh. Dari beberapa pertanyaan yang
Tabel 5
47
3 DBN (Nama di Samarkan) Umur 21, Pelajar
48
Setelah melihat tabel diatas, penulis menyimpulkan bahwa
sebagai berikut :
1. Faktor Ekonomi
tradisional/ballo.
2. Faktor Keluarga
49
arahan kepada anaknya untuk tidak melakukan perbuatan yang
3. Faktor Sosial
dan seni.
50
Tabel 6
Hasil Wawancara Dengan Konsumen Minuman Keras Tradisional Di
Kabupaten Enrekang yang Penulis Dapatkan.
51
teman-teman dan sebagai pengantar tidur.
hari
52
teman, juga meghilangkan stress dengan
2. Faktor Keluarga
orang tua, biasanya anak yang akan merasakan sakit yang luar
53
3. Karena Tugas Negara
Enrekang.
yang berwenang dalam hal ini adalah aparat pihak kepolisian Resort
54
1. Upaya Pre-Emtif
niatnya tidak ada karena telah ditanamkan nilai-nilai yang baik dalam
55
minuman keras dengan cara memberikan arahan atau nasehat
keras.
2. Upaya Preventif
maka kejahatan itu tidak akan terjadi. Upaya Preventif yang dilakukan
pihak kepolisian menurut Kaur Bin Ops Reskrim Polres Enrekang Aiptu
adalah :
56
3. Upaya Represif
hukum. Apabila upaya Pre-emtif dan Preventif telah dilakukan dan belum
Kabupaten Enrekang.
dari masalah atau rintangan yang kita hadapi tersebut menjadi motivasi
57
kendala pihak kepolisian dalam menanggulangi peredaran minuman keras
di Polres Enrekang):
58
tradisional/ballo tersebut jika lama didiamkan akan menjadi cuka.
kepolisian).
itu sendiri karena polisi tidak selamanya berada dalam suatu kejadian
yang terjadi dalam masyarakat. Tapi yang terjadi di masyarakat dewasa ini
kepada pihak yang berwajib karena ada dendam atau masalah kepada
membantu pihak yang berwajib dalam hal ini adalah kepolisian dalam
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Faktor Ekonomi
b. Faktor Keluarga
60
c. Lingkungan Sosial
b. Faktor Keluarga
Enrekang, yaitu:
a. Upaya Pre-emtif
61
3) Memasang baliho-baliho dan famplet di tempat yang strategis
minuman keras.
b. Upaya Preventif
minuman keras.
kamtibmas.
c. Upaya represif
62
3. Kendala-kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam
B. Saran
Dan dari penulis, ada beberapa saran yang mungkin bisa dijadikan
63
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa minuman
maka penulis yakin kehidupan yang akan dijalani kedepannya akan lebih
64
yang mengatakan bahwa tidak akan berubah nasib suatu kaum apabila
65
DAFTAR PUSTAKA
Edi Sudrajat dan Yadi Sastro, 1996, Pembinaan Hukum Dalam Rangka
Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung.
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulva, 2012, Kriminologi, Rajawali Pers,
Jakarta.
66
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
67