ال قَا َل َرسُول هللا صلى هللا َعلَ ْي ِه َوسلم َأنا أول من يفتح بَاب ْالجنَّة ِإاَّل َأنِّيَ َضي هللا عَنهُ ق ِ َوعَن أبي هُ َر ْي َرة َر
َر َواهُ َأبُو يعلى َوِإ ْسنَاده.أرى ا ْم َرَأة تبادرني فََأقُول لَهَا َما لَك َومن َأ ْنت فَتَقول َأنا ا ْم َرَأة قعدت على َأ ْيتَام لي
حسن ِإن َشا َء هللا
Rasulullah saw bersabda “Aku adalah orang yang pertama kali masuk surga, namun tiba-tiba ada
seorang emak-emak yang menyalipku. Lalu aku bertanya padanya “Kenapa kamu begitu, dan siapa
kamu?”. Emak-emak tersebut menjawab “aku adalah emak-emak yang mengurus anak yatim yang
ditinggalkan suamiku. (No. 3842)
Hadis ini statusnya Hasan (Imam al-Mundziri, Al-Targhib wa al-Tarhib Juz 3 Hal. 236)
Dengan redaksi yang mirip-mirip, Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani meriwayatkannya dalam Fath al-
Bari. Beliau menuliskan;
ِ اب ْال َجنَّ ِة فَِإ َذا ا ْم َرَأةٌ تُبَا ِد ُرنِي@ فََأقُو ُ@ل َم ْن َأ ْن
ت َ َث َأبِي ه َُري َْرةَ َرفَ َعهُ َأنَا َأ َّو ُل َم ْن يَ ْفتَ ُح ب
ِ َأ ْخ َر َجهُ َأبُو يَ ْعلَى ِم ْن َح ِدي
س بِ ِه ْم َوقَوْ لُهُ تُبَا ِد ُرنِي@ َأيْ لِتَ ْد ُخ َل َم ِعي َأوْ تَ ْد ُخ َل فِي أثري َ ت َعلَى َأ ْيت ٍَام لِي َور َُواتُهُ اَل بَْأ ُ فَتَقُو ُل َأنَا ا ْم َرَأةٌ تََأيَّ ْم
Abu ya’la mentakhrij hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dengan status hadis marfu’,
diriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw bersabda “Aku adalah orang yang pertama kali masuk
surga.” Namun tetiba ada seorang emak-emak yang mendahuluiku. Lalu aku bertanya padanya
“Kenapa kamu begitu, dan siapa kamu?”. Emak-emak tersebut menjawab “aku adalah emak-emak
yang mengurus anak yatim yang ditinggalkan suamiku.
Menurut Ibnu Hajar, Transmiter hadis ini boleh dinukil hadisnya. Dan menurut beliau, maksud dari
Tubadiruni (mendahului) ialah ia masuk bersama Rasulullah saw atau ia masuk setelah Rasulullah
saw” (Fath al-Bari fi Syarh Sahih al-Bukhari Juz 10 Hal. 436)
Dalam riwayat lain, agak sedikit berbeda kalimatnya, namun maknanya serupa. Diriwayatkan;
َغي َْر، ” َح َّر َم هَّللا ُ َعلَى ُكلِّ آ َد َم ٍّي ْال َجنَّةَ يَ ْد ُخلُهَا قَ ْبلِي:صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َ َ ق،َع َْن َأبِي هُ َر ْي َرة
َ ِ قَا َل َرسُو ُل هَّللا:ال
هَ ِذ ِه،ُ يَا ُم َح َّمد: َما لِهَ ِذ ِه تُبَا ِد ُرنِي؟@ فَيُقَا ُل لِي: فََأقُو ُل،ب ْال َجنَّ ِةِ فَِإ َذا ا ْم َرَأةٌ تُبَا ِد ُرنِي ِإلَى بَا،َأنِّي َأ ْنظُ ُر ع َْن يَ ِمينِي
صبَرْ تَ َعلَ ْي ِه َّن َحتَّى بَلَ َغ َأ َم ُره َُّن الَّ ِذي بَلَغَ؛ فَ َش َك َر هَّللا ُ لَهَا َ َ ف، َو َكانَ َعلَ ْيهَا يَتَا َمى لَهَا،َت َح ْسنَا َء َج ْماَل َء ْ ا ْم َرَأةٌ َكان
“ ََذاك
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda “Allah mengharamkan atas
setiap anak adam untuk mendahuluiku saat masuk surga, hanya saja ketika aku melihat sisi kananku
(kelak), tetiba ada emak-emak yang hendak menyerobot ke pintu surga.
Syahdan aku menanyainya “Kenapa engkau hendak mendahuluiku? Tetiba ada yang berkata
kepadaku ” wahai Muhammad, perempuan ini adalah emak-emak yang mengurus anak yatimnya. Ia
sabar, maka Allah memberinya balasan yang baik. (Al-Khara’ithi, Makarim al-Akhlak No. 642 Hal.
212)
Maka dari itu, jangan berputus asa bagi pihak-pihak yang mengurus dan menanggung anak yatim.
Mohon jangan dijadikan beban, sebab agung sekali keutamaan menanggung kebutuhan dan
keperluan anak yatim. Salah satunya diungkapkan oleh Imam al-Razi, beliau menyatakan;
يَحْ تَا ُج ِإلَى،َر ِه اَل يَ ْنتَفِ ُع بِ ِه َولِيُ ْت ِم ِه َو ُخلُ ِّو ِه عمن يَقُو ُم بِ ِه
ِ صغِ ِب َو َذلِكَ َأِلنَّهُ ل ِ َوق اَأْلق
ِ ار ِ ُْاليَتِي ُم َكالتَّالِي لِ ِرعَايَ ِة ُحق
ً
ْ س اَل َج َر َم َكان
َت ِ َوِإ َذا َكانَ هَ َذا التَّ ْكلِيفُ َشاقّا@ َعلَى النَّ ْف،َم ْن يَ ْنفَ ُعهُ َواِإْل ْن َسانُ قَلَّ َما يَرْ َغبُ فِي صُحْ بَ ِة ِم ْث ِل هَ َذا
ِ َظي َمةً فِي الد
.ِّين ِ َد َر َجتُهُ ع
Anak yatim bagaikan orang setelah kerabat dalam kewajiban memenuhi hak-haknya, hal itu
disebabkan masih bocahnya anak yatim tidak mampu memberikan kemanfaatan atas
kesendiriannya, ketiadaan orang yang menanggungnya membutuhkan orang-orang yang peduli atas
nasibnya, dan jarang sekali orang yang peduli atas nasib mereka.
Dan ketika menanggung kebutuhan dan menyayangi mereka merupakan hal yang amat berat maka
dipastikan oleh agama bagi penanggungan berhak akan derajat yang agung. (Tafsir Mafatih al-Ghaib,
Juz 3 Hal. 587)
Lebih jelas lagi, beberapa hadis meriwayatkan terkait keutamaannya mengurus anak yatim. Antara
lain;
Lebih dahsyat lagi, keutamaan menanggung anak yatim yang paling menggiurkan ini dijelaskan
langsung oleh Rasulullah saw dalam hadis berikut;
Ketika mengomentari hadis ini, Ibnu Batthal mengatakan bahwasanya seyogyanya bagi yang
mendengar hadis ini untuk mengurus anak yatim, agar supaya ia bisa membersamai Rasulullah SAW
kelak di surga. Sungguh tidak ada keadaan yang lebih afdhal, dari pada bisa berkumpul dengan
Rasulullah SAW. (Fath al-Bari fi Syarh Sahih al-Bukhari, Juz 10 Hal. 436)