Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya
sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui
media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan
akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari
terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan
menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
……., ………………………
1. Diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh
Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya
stagnasi pemerintahan. Sehubungan dengan hal tersebut:
a. Anda uraikan syarat-syarat diskresi/keputusan/tindakan tersebut?
Jawab :
Syarat-syarat diskresi/keputusan/tindakan tersebut adalah Penggunaan diskresi oleh pejabat
pemerintahan dalam UUAP juga ditentukan syarat dan prosedurnya. Adapun syarat tersebut
meliputi (1) sesuai dengan tujuan diskresi
(2) tidak bertentangan dengan peraturan per-uu-an
(3) sesuai dengan AUPB
(4) alasan-alasannya objektif
(5) tidak menimbulkan konflik kepentingan
(6) dilakukan dengan itikad baik.
Sedangkan prosedur penggunaan diskresi (kaidah proseduralnya) bagi pejabat pemerintahan
telah ditentukan yaitu :
1. Lingkup diskresi Pejabat Pemerintahan pengambilan keputusan dan/atau tindakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan
keputusan dan/atau tindakan, karena tidak mengatur, karena tidak lengkap atau tidak jelas :
(a) wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi serta dampak administrasi dan keuangan
dalam hal penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran serta
menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara
(b) wajib menyampaikan permohonan persetujuan tertulis kepada atasan pejabat dalam
waktu 5 (lima) hari kerja setelah menerima berkas permohonan tersebut. Atasan
menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan
(c) Apabila atasan pejabat itu menolak, harus memberikan alas an penolakannya
2. Lingkup diskresi Pejabat Pemerintahan pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena
adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas:
(a) wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi dan dampak yang ditimbulkan dalam hal
penggunaan diskresi menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak
dan/atau terjadi bencana alam
(b) kewajiban untuk memberitahukan kepada atasan pejabat 5 (lima) hari kerja sebelum
penggunaannya, dalam kondisi apabila penggunaan diskresi karena adanya stagnasi
pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas (Pasal 23 huruf d) dan yang berpotensi
menimbulkan keresahan masyarakat
(c) kewajiban melaporkan setelah penggunaan diskresi tersebut dalam waktu 5 (lima) hari
kerja dalam kondisi apabila penggunaan diskresi karena adanya stagnasi pemerintahan
guna kepentingan yang lebih luas (Pasal 23 huruf d) dalam keadaan darurat, mendesak
dan/atau terjadi bencana alam. Kemudian, terdapatnya pengecualian melakukan
publikasi (pengumuman/memberitahukan) kepada warga masyarakat atas prosedur
penggunaan diskresi tersebut.
b. Apa akibat hukum dari diskresi/keputusan/tindakan tersebut?
Jawab :
akibat hukum dari diskresi/keputusan/tindakan tersebut mencakup:
1. Penggunaan dikresi melampaui wewenang apabila :
a. Bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan;
b. Bertindak melampaui batas wilayah berlakunya wewenang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau
c. Bertindak tidak sesuai dengan prosedur diskresi (sebagaimana dalam Pasal 26,Pasal 27
dan Pasal 28) Akibat hukum yang ditimbulkannya penggunaan diskresi menjadi tidak
sah.
2. Penggunaan diskresi dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila :
a. Menggunakan diskresi tidak sesuai dengan tujuan wewenang yang diberikan (asas
spesialitas)
b. tidak sesuai dengan prosedur diskresi (sebagaimana dalam Pasal 26,Pasal 27 dan Pasal
28)
c. bertentangan dengan AUPB19 Akibat hukum yang ditimbulkannya penggunaan diskresi
dapat dibatalkan.
3. Penggunaan diskresi dikategorikan tindakan sewenang- wenang apabila:
a. Dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang; Akibat hukumnya penggunaan
diskresi menjadi tidak sah. Pada keadaan dewasa ini, masih menyisakan problematika
hukum yakni dalam proses penegakkan hukum penyalahgunaan wewenang pada
diskresi (keputusan dan/atau tindakan) yang dilakukan oleh pejabat Pemerintahan yang
berhubungan dengan tindak pidana korupsi dengan jenis/bentuk kerugian keuangan
negara. Hal tersebut dapat dilihat dalam proses penegakan hukum banyak ditemukan
unsur “melawan hukum” dan „menyalahgunakan wewenang” yang dibarengi dengan
menyebutkan jumlah kerugian keuangan negara sebagai dasar untuk mendakwa
seorang pejabat telah melakukan tindak pidana korupsi semata-mata berdasarkan
perspektif hukum pidana tanpa mempertimbangkan bahwa ketika seorang pejabat
melakukan aktifitasnya, pejabat tunduk dan diatur oleh norma hukum administrasi.
Sering kali ditemukan pula unsur “merugikan keuangan negara” dijadikan dugaan
awal untuk mendakwa seorang pejabat tanpa disebutkan terlebih dahulu bentuk
pelanggarannya. Suatu pemikiran yang terbalik, unsur “merugikan keuangan negara”
merupakan akibat adanya pelanggaran hukum yang dilakukan seorang pejabat.
Seorang pejabat yang menggunakan keuangan negara tidak dapat dikategorikan
sebagai tindakan yang “merugikan keuangan negara” jika pejabat yang bersangkutan
bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
2. Laporan hasil pemeriksaan dalam rangka pemeriksaan keuangan akan menghasilkan opini
atas penyelenggaraan keuangan negara. Sehubungan dengan hal tersebut:
a. Anda uraikan kriteria-kriteria tingkat kewajaran informasi keuangan yang disajikan
dalam laporan keuangan negara!
Jawab :
Tujuan pemeriksaan atas laporan keuangan adalah untuk memberikan pendapat/opini atas
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Menurut Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.
Kriteria pemberian opini, adalah:
(a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
(b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
(c) kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
(d) efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).
Keempat jenis opini yang bisa diberikan oleh BPK tersebut dasar pertimbangan utamanya
adalah kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan sesuai dengan SAP. Kewajaran disini
bukan berarti kebenaran atas suatu transaksi. Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan
kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak.
b. Anda uraikan bentuk-bentuk opini yang dikeluarkan oleh BPK sebagai tanggapan atas
penyelenggaraan keuangan negara tersebut!
Jawab :
BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified
Opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified Opinion), Tidak Memberikan Pendapat
(TMT/Disclaimer Opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse Opinion).
Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah
saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah
menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP.
Opini WDP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat
salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini
WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan
yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan
dalam pengambilan keputusan.
Opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini
auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak
cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian
auditor tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan
meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat mengetahui berapa
jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai
dengan SAP. Dalam hal ini auditor tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan
WTP, WDP, atau TW.
Opini TW diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada
banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan
keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP.
Kompetensi Relatif.
Dalam pembahasan kompetensi relatif ini, kita dapat kaitkan dengan tempat kedudukan
pengadilannya itu sendiri atau dengan para pihak-pihak yang bersengketa. Kompetensi
relative Peradilan Tata Usaha Negara yang dikaitkan dengan pengadilan itu sendiri diatur
dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 yang selengkapnya menyatakan sebagai
berikut:
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di tiap Kotamadya atau ibukota Kabupaten, dan
daerah hukumnya meliputi Kotamadya atau Kabupaten. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
berkedudukan di ibukota Propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
Sedangkan kompetensi relatif yang berkaitan dengan para pihak yang bersengketa, dapat
dilihat pengaturannya yang terdapat di dalam pasal 54 ayat 1 sampai dengan 6, yang
menyatakan sebagai berikut:
1. Gugatan sengketa tata usaha negara diajukan kepada pengadilan yang berwenang yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.
2. Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan
tidak dalam satu daerah hukum pengadilan, gugatan diajukan kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara.
Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat
kediaman penggugat maka gugatan diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada pengadilan yang
bersangkutan.
Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa tata usaha negara yang bersangkutan yang
diatur dengan peraturan pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat. Apabila penggugat
dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada pengadilan di
Jakarta.
Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri, gugatan
diajukan kepada pengadilan di tempat kedudukan tergugat.
Selanjutnya di dalam pasal 55 ditegaskan bahwa gugatan sengketa tata usaha negara diajukan
kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
tergugat dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh (90) hari terhitung sejak
saat diterima atau diumumkannya keputusan tata usaha negara.
Akan tetapi dalam hal tergugat tidak berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tempat
penggugat, maka menurut pasal 54 ayat 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, gugatan
dapat diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat
untuk diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan. Bahkan dalam hal-hal tertentu yang
akan diatur dengan peraturan pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat penggugat.
Prosedur ini merupakan salah satu kekhususan dari beracara di muka Hakim Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Di samping untuk memberikan kemudahan
bagi penggugat, tetapi juga untuk menjaga ahar tenggang waktu 90 hari bagi pengajuan
gugatan tidak dilampaui.
b. Anda uraikan kapan suatu perbuatan merupakan suatu perbuatan public dan kapan yang
bukan merupakan kegiatan pemerintahan?
Jawab :
uraian kapan suatu perbuatan merupakan suatu perbuatan public dan kapan yang bukan
merupakan kegiatan pemerintahan adalah Perbuatan atau tindakan pemerintah merupakan tiap-
tiap tindakan atau perbuatan dari suatu alat administrasi negara (bestuur organ), melingkupi juga
perbuatan ataupun hal-hal yang berada di luar lapangan hukum administrasi negara, misalnya
keamanan, peradilan dan yang lainnya. Perbuatan pemerintah merupakan tindakan hukum yang
dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Menurut Romijen, perbuatan
pemerintah yang merupakan “ bestuur handling “ yaitu tiap-tiap dari alat perlengkapan
pemerintah.
Sebelum diterapkan dalam konsep hukum publik dan hukum privat, ada sejarah hukum yang
panjang. Jika dilihat dari sisi historisnya, Sunarjati Hartono dalam Capita Selecta Perbandingan
Hukum menerangkan bahwa pembagian hukum ke dalam dua golongan dikenal oleh negara-
negara Eropa Kontinental setelah mereka mengenal hukum Romawi. Sebelumnya, Eropa
Kontinental masih berpegangan pada hukum kebiasaan, di mana pembagian hukum publik dan
hukum perdata tidak dikenal.
Pembagian hukum diinisiasi oleh Ulpianus, ahli hukum Romawi yang menyatakan bahwa hukum
publik adalah hukum yang berhubungan dengan kesejahteraan Romawi. Kemudian, hukum
perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan orang secara khusus. Pemisahan terjadi karena
ada hal yang merupakan kepentingan umum dan ada pula hal yang merupakan kepentingan
perdata.
Rahayu Prasetianingsih dalam Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum Volume 1 menyebutkan bahwa
pada tradisi hukum Romawi, konsep hukum publik bermula dari konsep res publica. Konsep ini
dibuat oleh Romawi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi terkait penguasaan
kawasan Mediterania.
Dalam konsep ini, urusan publik dibedakan dari urusan privat dan keberlangsungannya
bergantung pada pemisahan dari pemisahan tersebut. Rahayu juga menjelaskan bahwa seorang
pakar yang mengkaji Roman Law bernama Peter Birks telah membuat suatu taksonomi hukum
atas pemikiran Gaius. Dalam taksonomi tersebut, diterangkan bahwa pada tradisi hukum
Romawi, hukum privat mengatur orang (persons), benda (things), dan tindakan (actions). Setiap
kategori kemudian terpisah satu sama lain. Kelompok benda terdiri dari kepemilikan,
kewajiban/tanggung jawab (obligation), dan waris (succession).