Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama : Monica Bellia Br Ginting

NIM : 07031281924257

Kelas : Jurnalistik Indralaya 2019

Mata Kuliah : Media dan Gender

Dosen Pengampu : Erlisa Saraswati, S.KPM.,M.Sc

1. Bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam Jurnal Komodifikasi


Kebertubuhan Perempuan dalam Wacana Erotika dan Pornografi pada
Tayangan Televisi.
Jawaban:
Dalam jurnal tersebut saya mendapati beberapa jenis bentuk ketidakadilan gender
terhadap perempuan, diantaranya subordinasi, streotip gender, kekerasan, serta
diskriminasi. Sering kali kita temui masalah subordinasi dimana perempuan dianggap
atau ditempatkan lebih rendah daripada laki-laki. Dalam jurnal tersebut ada dijelaskan
bahwa tubuh perempuan sering “dijual” untuk kepentingan bisnis media, perempuan
dianggap hanyalah makhluk lemah yang dapat menjadi pelengkap dalam media untuk
meningkatkan pendapatan. Selanjutnya adalah streotip dimana ada penandaan yang
merugikan perempuan dan menimbulkan ketidakadilan, perempuan dilihat sebagai
objek akibat penciptaan yang digambarkan oleh media. Jika perempuan berdandan
atau mengenakan pakaian yang agak terbuka mereka akan dianggap menggoda laki-
laki atau ingin di “perkosa” tentunya hal ini sangat menyedihkan ketika perempuan
dilihat hanya sebagai objek seksual yang tidak dapat mengekspresikan diri mereka
dengan bebas karena akan dianggap liar atau sengaja menggoda laki-laki. Perempuan
juga kerap kali menerima kekerasan seksual, tubuh perempuan dilihat sebagai sesuatu
yang akan memuaskan dan memanjakan hasrat laki-laki. Mereka tidak fokus pada
kelebihan yang dapat ditawarkan oleh perempuan, sering kali pada akhirnya mwedia
hanya berfokus pada pengeksploitasian tubuh perempuan untuk diperjual belikan
dalam persaingan media. Tubuh perempuan dijual dalam film ,sinetron, dan berbagai
media lainnya. Tubuh perempuan diatur dan direkayasa sedemikian rupa menjadi
sempurna untuk menarik perhatian para lelaki hingga akhirnya perempuan harus
merasakan pengekangan. Hal ini dapat berdampak buruk ke perempuan lainnya yang
tubuhnya tidak sesempurna gambaran media, mereka pada akhirnya benci untuk
menjadi berbeda dan membenci tubuh mereka yang berbeda dengan impian dan
idaman para lelaki yang masih menanamkan mindset patriarki kolot. Padahal, berbeda
itu adalah sebuah kenormalan dimana setiap manusia akan memiliki bentuk wajah dan
tubuh yang berbeda, memiliki warna kulit serta tinggi badan yang berbeda. Yang
terakhir adalah diskriminasi, dimana perempuan diperlakukan berbeda daripada laki-
laki. Perempuan sering kali dianggap hanya sebuah pelengkap dalam kehadirannya
dalam media, perempuan jarang dijadikan sebagai pemeran utama atau fokus utama
dari sajian media-media khususnya di Indonesia.

2. Representasi perempuan yang digambarkan oleh media televisi dalam program


“Mata Lelaki” pada jurnal tersebut dan mengapa representasi tersebut
dianggap lazim dalam tatanan sosial masyarakat:
Jawaban:
Perempuan dalam program televisi Mata Lelaki direpresentasikan sebagai objek
seksual yang ditempatkan pada posisi pemuas hasrat lelaki, Dalam program tersebut
perempuan yang disorot disebut sebagai dara-dara seksi yang menggoda para
pendatang dan penonton. Program tersebut secara “sengaja”menyoroti tubuh
perempuan dan melakukan slow motion di bagian intim para perempuan yang tempil
tersebut. Para pemirsa diajak hanya berfokus pada konteks seksualitas tubuh
perempuan dibandingkan dengan kegiatan yang sedang berlangsung atau skill yang
dimiliki oleh para perempuan tersebut, mereka direpresentasikan sebagai sebuah
objek yang menyegarkan dan memanjakan mata si para laki-laki yang datang ke wild
and crazy party tersebut. Para pemilik media sengaja menciptakan standar kecantikan
dan kesempurnaan perempuan yang tidak nyata dalam media untuk dinikmati oleh
laki-laki, hal ini pada akhirnya akan mengubah pandangan laki-laki ketika melihat
tubuh perempuan, mereka melihatnya sebagai objek yang patut dinikmati atau sebagai
objek seksual dan pornografi. Lalu mengapa representasi negatif ini pada akhirnya
lazim dan diterima oleh masyarakat? Ini karena masih kuatnya dominasi patriarki
dalam media-media di Indonesia yang membentuk citra jadi sebuah pembenaran
dimana tubuh perempuan dieksploitasi menjadi objek pelengkap dalam sajian media.
Gambaran media ini yang pada akhirnya diadaptasikan masyarakat dalam otak
mereka, dimana perempuan dilihat sebagai objek seksual dan liar. Perempuan dilihat
sebagai penggoda seperti dalam program TV Mata Lelaki yang meningkatkan gairah.
Ditambah dengan pemerintah yang kurang tegas dengan peraturan perundang-
undangan untuk menghapuskan inferior dan superioritas antara laki-laki dan
perempuan, serta penegasan terhadap pengubahan pola tingkah laku dan sosial budaya
untuk menghapus prasangka laki-laki atau bahkan masyarakat terhadap perempuan.
Media melarutkan seksualitas dalam komoditas untuk memperoleh kekuasaan yang
lebih besar dalam mengatur atau mempengaruhi pola pikir masyarakat, inilah
kemudian yang menjadikan pola pikir masyarakat dalam memandang perempuan
menjadi tidak adil dan cenderung merendahkan.

3. Beberapa jenis pekerjaan yang dilakoni oleh perempuan yang


merepresentasikan penggunaan tubuh sebagai sebagai komoditi dalam beberapa
framing episode pada jurnal tersebut dan pendapat saya mengenai hal tersebut.
Jawaban:
Jenis pekerjaan yang dilakoni oleh perempuan dalam program televisi tersebut,
diantaranya adalah sebagai bikini’s sexy dancer, model yang melakukan adventure
menggunakan ATV, model fashion show ala-ala mengenakan bikini, penari Hawai,
pussy cat dancer, penari lantai, Female DJ, dan Topless DJ. Pekerjaan ini diatur
sedemikian rupa untuk mempertontonkan bagian tubuh mereka kepada para penonton
dengan tujuan memancing gairah ataupun birahi para lelaki. Para perempuan ini
dituntut untuk melakukan gerakan-gerakan erotis dan sensual, tubuh mereka
dinarasikan untuk lebih disentuh dan dibongkar oleh program Tv tersebut. Apalagi DJ
Topless mereka bahkan tidak mengenakan atasan apa-apa dan hanya mengenakan
bawahan super minim untuk dipertontonkan banyak orang. Menurut saya pribadi,
tidak ada yang salah jika perempuan memilih sendiri apa pekerjaan mereka dan apa
yang mereka inginkan. Namun, media kita terlalu kaku untuk melihat dari hanya satu
sisi yaitu tentang tubuh dan seksualitas seorang perempuan. Seringkali media hanya
berfokus pada tubuh yang terlihat, kemolekan yang terlihat dibandingkan dengan
kemampuan apa yang dimiliki oleh seorang perempuan. Media terlalu fokus
mengajak masyarakat untuk melihat tubuh perempuan sebagai objek seksualitas
semata. Selain itu saya sangat menyayangkan jenis pekerjaan dimana mereka setuju
untuk mempertontonkan tubuh mereka sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang
berlebihan, karena tanpa sadar sebenarnya mereka ada dibawah kendali kapitalis yang
membentuk ulang konsep perempuan itu seperti apa. Sayang sekali jika pada akhirnya
perempuan-perempuan tersebut dilihat sebagai objek pemuas nafsu dan dikaitkan
dengan sex atau ponografi saja, padahal sebenarnya perempuan lebih dari sekedar
tubuh yang mereka perlihatkan, mereka dilihat sebagai perempuan penggoda dan
objek yang memanjakan mata lelaki. Tentunya setiap pekerjaan memiliki pasarnya
masing-masing dan menurut saya perempuan tidak dapat disalahkan secara sepihak
untuk memilih jenis pekerjaan ini karena ini sudah menjadi pilihan mereka. Namun
seharusnya media dapat memilah mana yang baik untuk dishare ke masyarakat
karena program ini tentunya saya anggap merugikan pihak perempuan yang dijual
tubuhnya untuk meningkatkan pendapatan pemilik media. Setidaknya ketika
perempuan menjadi model atau DJ berfokus pula lah pada skill atau kemampuan yang
mereka miliki bukan hanya gerakan tubuh yang sensual atau erotis.

Anda mungkin juga menyukai