1. Bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam Jurnal Komodifikasi
Kebertubuhan Perempuan dalam Wacana Erotika dan Pornografi pada Tayangan Televisi. Jawaban: Dalam jurnal tersebut saya mendapati beberapa jenis bentuk ketidakadilan gender terhadap perempuan, diantaranya subordinasi, streotip gender, kekerasan, serta diskriminasi. Sering kali kita temui masalah subordinasi dimana perempuan dianggap atau ditempatkan lebih rendah daripada laki-laki. Dalam jurnal tersebut ada dijelaskan bahwa tubuh perempuan sering “dijual” untuk kepentingan bisnis media, perempuan dianggap hanyalah makhluk lemah yang dapat menjadi pelengkap dalam media untuk meningkatkan pendapatan. Selanjutnya adalah streotip dimana ada penandaan yang merugikan perempuan dan menimbulkan ketidakadilan, perempuan dilihat sebagai objek akibat penciptaan yang digambarkan oleh media. Jika perempuan berdandan atau mengenakan pakaian yang agak terbuka mereka akan dianggap menggoda laki- laki atau ingin di “perkosa” tentunya hal ini sangat menyedihkan ketika perempuan dilihat hanya sebagai objek seksual yang tidak dapat mengekspresikan diri mereka dengan bebas karena akan dianggap liar atau sengaja menggoda laki-laki. Perempuan juga kerap kali menerima kekerasan seksual, tubuh perempuan dilihat sebagai sesuatu yang akan memuaskan dan memanjakan hasrat laki-laki. Mereka tidak fokus pada kelebihan yang dapat ditawarkan oleh perempuan, sering kali pada akhirnya mwedia hanya berfokus pada pengeksploitasian tubuh perempuan untuk diperjual belikan dalam persaingan media. Tubuh perempuan dijual dalam film ,sinetron, dan berbagai media lainnya. Tubuh perempuan diatur dan direkayasa sedemikian rupa menjadi sempurna untuk menarik perhatian para lelaki hingga akhirnya perempuan harus merasakan pengekangan. Hal ini dapat berdampak buruk ke perempuan lainnya yang tubuhnya tidak sesempurna gambaran media, mereka pada akhirnya benci untuk menjadi berbeda dan membenci tubuh mereka yang berbeda dengan impian dan idaman para lelaki yang masih menanamkan mindset patriarki kolot. Padahal, berbeda itu adalah sebuah kenormalan dimana setiap manusia akan memiliki bentuk wajah dan tubuh yang berbeda, memiliki warna kulit serta tinggi badan yang berbeda. Yang terakhir adalah diskriminasi, dimana perempuan diperlakukan berbeda daripada laki- laki. Perempuan sering kali dianggap hanya sebuah pelengkap dalam kehadirannya dalam media, perempuan jarang dijadikan sebagai pemeran utama atau fokus utama dari sajian media-media khususnya di Indonesia.
2. Representasi perempuan yang digambarkan oleh media televisi dalam program
“Mata Lelaki” pada jurnal tersebut dan mengapa representasi tersebut dianggap lazim dalam tatanan sosial masyarakat: Jawaban: Perempuan dalam program televisi Mata Lelaki direpresentasikan sebagai objek seksual yang ditempatkan pada posisi pemuas hasrat lelaki, Dalam program tersebut perempuan yang disorot disebut sebagai dara-dara seksi yang menggoda para pendatang dan penonton. Program tersebut secara “sengaja”menyoroti tubuh perempuan dan melakukan slow motion di bagian intim para perempuan yang tempil tersebut. Para pemirsa diajak hanya berfokus pada konteks seksualitas tubuh perempuan dibandingkan dengan kegiatan yang sedang berlangsung atau skill yang dimiliki oleh para perempuan tersebut, mereka direpresentasikan sebagai sebuah objek yang menyegarkan dan memanjakan mata si para laki-laki yang datang ke wild and crazy party tersebut. Para pemilik media sengaja menciptakan standar kecantikan dan kesempurnaan perempuan yang tidak nyata dalam media untuk dinikmati oleh laki-laki, hal ini pada akhirnya akan mengubah pandangan laki-laki ketika melihat tubuh perempuan, mereka melihatnya sebagai objek yang patut dinikmati atau sebagai objek seksual dan pornografi. Lalu mengapa representasi negatif ini pada akhirnya lazim dan diterima oleh masyarakat? Ini karena masih kuatnya dominasi patriarki dalam media-media di Indonesia yang membentuk citra jadi sebuah pembenaran dimana tubuh perempuan dieksploitasi menjadi objek pelengkap dalam sajian media. Gambaran media ini yang pada akhirnya diadaptasikan masyarakat dalam otak mereka, dimana perempuan dilihat sebagai objek seksual dan liar. Perempuan dilihat sebagai penggoda seperti dalam program TV Mata Lelaki yang meningkatkan gairah. Ditambah dengan pemerintah yang kurang tegas dengan peraturan perundang- undangan untuk menghapuskan inferior dan superioritas antara laki-laki dan perempuan, serta penegasan terhadap pengubahan pola tingkah laku dan sosial budaya untuk menghapus prasangka laki-laki atau bahkan masyarakat terhadap perempuan. Media melarutkan seksualitas dalam komoditas untuk memperoleh kekuasaan yang lebih besar dalam mengatur atau mempengaruhi pola pikir masyarakat, inilah kemudian yang menjadikan pola pikir masyarakat dalam memandang perempuan menjadi tidak adil dan cenderung merendahkan.
3. Beberapa jenis pekerjaan yang dilakoni oleh perempuan yang
merepresentasikan penggunaan tubuh sebagai sebagai komoditi dalam beberapa framing episode pada jurnal tersebut dan pendapat saya mengenai hal tersebut. Jawaban: Jenis pekerjaan yang dilakoni oleh perempuan dalam program televisi tersebut, diantaranya adalah sebagai bikini’s sexy dancer, model yang melakukan adventure menggunakan ATV, model fashion show ala-ala mengenakan bikini, penari Hawai, pussy cat dancer, penari lantai, Female DJ, dan Topless DJ. Pekerjaan ini diatur sedemikian rupa untuk mempertontonkan bagian tubuh mereka kepada para penonton dengan tujuan memancing gairah ataupun birahi para lelaki. Para perempuan ini dituntut untuk melakukan gerakan-gerakan erotis dan sensual, tubuh mereka dinarasikan untuk lebih disentuh dan dibongkar oleh program Tv tersebut. Apalagi DJ Topless mereka bahkan tidak mengenakan atasan apa-apa dan hanya mengenakan bawahan super minim untuk dipertontonkan banyak orang. Menurut saya pribadi, tidak ada yang salah jika perempuan memilih sendiri apa pekerjaan mereka dan apa yang mereka inginkan. Namun, media kita terlalu kaku untuk melihat dari hanya satu sisi yaitu tentang tubuh dan seksualitas seorang perempuan. Seringkali media hanya berfokus pada tubuh yang terlihat, kemolekan yang terlihat dibandingkan dengan kemampuan apa yang dimiliki oleh seorang perempuan. Media terlalu fokus mengajak masyarakat untuk melihat tubuh perempuan sebagai objek seksualitas semata. Selain itu saya sangat menyayangkan jenis pekerjaan dimana mereka setuju untuk mempertontonkan tubuh mereka sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang berlebihan, karena tanpa sadar sebenarnya mereka ada dibawah kendali kapitalis yang membentuk ulang konsep perempuan itu seperti apa. Sayang sekali jika pada akhirnya perempuan-perempuan tersebut dilihat sebagai objek pemuas nafsu dan dikaitkan dengan sex atau ponografi saja, padahal sebenarnya perempuan lebih dari sekedar tubuh yang mereka perlihatkan, mereka dilihat sebagai perempuan penggoda dan objek yang memanjakan mata lelaki. Tentunya setiap pekerjaan memiliki pasarnya masing-masing dan menurut saya perempuan tidak dapat disalahkan secara sepihak untuk memilih jenis pekerjaan ini karena ini sudah menjadi pilihan mereka. Namun seharusnya media dapat memilah mana yang baik untuk dishare ke masyarakat karena program ini tentunya saya anggap merugikan pihak perempuan yang dijual tubuhnya untuk meningkatkan pendapatan pemilik media. Setidaknya ketika perempuan menjadi model atau DJ berfokus pula lah pada skill atau kemampuan yang mereka miliki bukan hanya gerakan tubuh yang sensual atau erotis.