Anda di halaman 1dari 2

Bias Gender dalam Pekerjaan Jurnalisme

Praktik jurnalisme berperspektif gender merupakan sebuah kegiatan jurnalisme yang


menginformasikan, mempermasalahkan dan menggugat secara terus menerus mengenai
adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.
Pengembangan praktik jurnalisme berperspektif gender dapat dilihat melalui tiga tingkatan
yakni tataran kognitif meliputi kesadaran gender seorang jurnalis dan permasalahan gender di
sekitarnya, institusi media meliputi bagaimana sebuah institusi media membentuk pola kerja
yang berperspektif gender dan teknik jurnalistik meliputi kesensitifan akan persoalan gender,
pilihan fakta sosial, teknik penulisan maupun teknik reportase yang mana dapat
mempengaruhi orientasi media.

Orientasi media dapat dipengaruhi oleh bagaimana komposisi laki-laki dan perempuan
dalam institusi media, media yang komposisi pengelolanya dominan laki-laki akan
mempengaruhi bagaimana tampilan perempuan dalam wacana kontennya, walaupun
komposisi yang didominasi perempuan juga tidak menjamin keberadaan wacana konten yang
sensitif gender. Faktor komposisi antara laki-laki dan perempuan ini kemudian dapat
melahirkan struktur organisasi dan pembagian kerja yang maskulin dimana laki-laki dapat
mendominasi posisi strategis dalam organisasi kerja jurnalisme dan perempuan bisa menjadi
muted group dalam struktur organisasi kerja jurnalisme.

Seharusnya jurnalis perempuan dan laki-laki dalam struktur organisasi dan peluang
mendapatkan posisi berada di posisi setara, karena kenaikan pangkat dilihat dari kemampuan
dan pengalaman seorang jurnalis. Perempuan seringkali ditampilkan sebagai sosok subaltern
yang tidak berdaya sehingga dalam berbuat banyak pun harus dibantu dan stereotip inilah
yang seringkali menghambat potensi emansipatoris perempuan untuk menolak dan melawan
posisi mereka sebagai korban.

Terdapat stereotype bahwa perempuan tidak pantas bekerja di malam hari yang
membuahkan konsekuensi berupa pembatasan maupun pertimbangan panjang sebelum
memberikan tugas malam bagi perempuan yang sesungguhnya hal ini membatasi karir
professional seorang jurnalis sehingga adanya kebijakan seperti di atas dapat menjadi
indikator adanya bias gender. Hal ini karena perempuan seakan-akan dianggap sebagai
seseorang yang lemah dan mengganggu penyelesaian tugas, seperti bahwa perempuan di
media seringkali mengeluh karena sistem kerja yang penuh tekanan dan diharuskan bekerja
hingga larut malam sehingga menimbulkan anggapan bahwa tidak mungkin seorang
perempuan bisa bekerja di sektor tersebut karena perempuan masih memiliki tanggung jawab
lain di rumah dan perempuan memiliki kondisi fisik khusus yang berbeda dari laki-laki
seperti haid, melahirkan dan menyusui.

Dampak negatif yang dapat dirasakan terhadap masyarakat adalah wanita kemudian
dipandang sebelah mata oleh kaum laki-laki, sehingga untuk kesempatan mendapat
perkerjaan yang bagus dan yang dapat menjamin kehidupan menjadi berkurang. Dampak
lainnya, wanita akhirnya hanya dilihat sebagai bawahan bukan sebagai seorang partner kerja
laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai