Anda di halaman 1dari 1

Cosmopolitanism, Citizenship, and Education Through the Lens of John Dewey

By Jason Beech
Saya akan mereview jurnal yang berjudul Cosmopolitanism, Citizenship, and Education
Through the Lens of John Dewey. Dalam jurnal ini dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian
pertama, tentang tantangan pendidikan kewarganegaraan dalam realitas kosmopolitan, bahwa
tantangan-tantangan ini dapat diatasi secara produktif dengan menggunakan pengalaman
sehari-hari siswa sebagai titik awal untuk tindakan pedagogis. Pada bagian kedua, tentang
konsep demokrasi dan pengalaman dalam tulisan-tulisan Dewey. Pada bagian ketiga,
berdasarkan karya Dewey dan implikasinya terhadap pengembangan pedagogi yang
ditujukan untuk pendidikan di dalam dan untuk realitas kosmopolitan.
Dalam analisis yang mendalam peneliti menunjukkan bahwa Pendidikan kewarganegaraan
selalu menjadi salah satu tujuan utama dari sistem pendidikan, mempromosikan jenis
pengetahuan, kemampuan, dan kepekaan yang dibutuhkan orang untuk hidup bersama
dengan orang lain yang berbeda. Namun, pendidikan kewarganegaraan bersifat dinamis.
Tujuannya, dan metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, berubah seiring
dengan perubahan kondisi empiris dan nilai-nilai sosial. Oleh karena itu, salah satu isu utama
dalam memikirkan pendidikan kewarganegaraan di masa sekarang adalah memahami dunia
tempat siswa kita hidup.
Menurut peneliti konsep utama dalam teori pedagogis Dewey, yaitu kita dapat menyarikan
beberapa prinsip untuk berpikir lebih mendalam tentang tantangan pendidikan di dalam dan
untuk dunia yang kosmopolitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah: konsepsi yang luas tentang
hubungan antara pendidikan dan demokrasi, dinamisme demokrasi, pentingnya menggunakan
pengalaman masa kini dari para siswa sebagai masukan untuk pendidikan mereka, prinsip-
prinsip kontinuitas dan interaksi sebagai faktor-faktor yang menentukan pengalaman, dan
pentingnya mempromosikan refleksivitas dan memikirkan kembali peran guru.
Peneliti menyarankan bahwa dengan mengidentifikasi pengalaman sehari-hari, dan
mendorong sikap refleksif yang kritis dan kompleks serta evaluasi moral terhadap
pengalaman-pengalaman tersebut, siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk
berhubungan dengan prinsip-prinsip normatif dan etika dengan cara yang lebih produktif dan
kontekstual. Alih-alih siswa belajar tentang deklarasi normatif yang penting dalam bentuk
abstrak, mereka akan dapat menghubungkan norma-norma ini dengan kehidupan sehari-hari
dan keputusan mereka dan, dengan cara ini, interpretasi mereka tentang pengalaman
sebelumnya dapat menjadi panduan untuk bertindak, menghasilkan kapasitas refleksif untuk
menghubungkan tindakan sehari-hari mereka dengan pembangunan tatanan global yang lebih
adil.

Anda mungkin juga menyukai