A = Absorbansi
A11 = ketetapan absorbsivitas
b = tebal kuvet
c = konsentrasi (g/ 100ml atau %b/v)
Kenapa A yang digunakan 0,434? → terkait dengan kesalahan pada analisis spektrofotometri.
0,434 merupakan kesalahan yang paling minimal
Upaya untuk meminimalkan kesalahan analisis spektrofotometri di 0,434
VIDEO LAB:
Prosedur kerja spektrofotometri Uv-Vis:
− Dibilas kuvet dengan pelarut (NaOH)
− Dibuang limbah dan diisi kembali sampai batas. Kuvet ada 2 sisi, yang kasar (tempat
memegang kuvet) dilap dengan tissue, yang bening dilap dengan tissue lensa. Sinar
ultraviolet akan menembus bagian dari sisi bening
− Dimasukkan kuvet pada bagian atas ujung
− Dibilas kembali kuvet kedua dengan NaOH (karena mau membuat baseline), dibuang,
diisi kembali dengan NaOH sampai tanda batas. Pengisian kuvet tidak terlalu penuh.
Dilap kembali seperti kuvet pertama
− Dimasukkan ke spektrofotometer
− Diatur webscan pada komputer. Pilih no. 8 (informasi baseline), ditekan sistem, dienter
dan akan terbaseline secara otomatis
Pembuatan larutan LIB I PCT:
− Ditimbang PCT BPFI 50 mg
− Dimasukkan ke labu tentukur 50 ml menggunakan corong
− Dilarutkan sampel yang tersisa pada perkamen dengan pelarut
− Dihomogenkan
− Dicukupkan sampai garis tanda dengan pelarut. Saat mendekati garis tanda dengan pipet
tetes agar tidak melewati garis batas
− Dihomogenkan = LIB I
Pembuatan larutan LIB II:
− Dipipet 5 ml LIB I mengunakan volume pipet sampai garis batas
− Dimasukkan ke labu tentukur kedua
− Dicukupkan dengan pelarut sampai batas tanda
− Dihomogenkan = LIB II
Pembuatan Larutan Panjang Gelombang Maksimum PCT:
− Diambil larutan 3 ml dari LIB II PCT dengan matt pipet. Ketika mengambil larutan
dengan matt pipet harus mencapai skala 0 terlebih dahulu lalu dibuang larutan ke labu
tentukur sebanyak 3 ml
− Dimasukkan ke labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda
− Dihomogenkan
− Larutan siap diukur dengan spektrofotometer
Pengukuran Panjang Gelombang Maksiumum PCT:
− Setelah melakukan baseline, ambil kuvet kemudian dibilas dengan larutan panjang
gelombang PCT
− Diisi kuvet dengan larutan panjang gelombang PCT
− Dilap kuvet dengan tissue
− Dimasukkan kuvet dalam alat
Panjang gelombang PCT pada alat: 255 nm (MEMENUHI)
Panjang gelombang PCT pada literatur: 257 nm
Pembuatan Larutan Kurva Kalibrasi PCT:
− Diambil dari larutan LIB II menggunakan rumus pengenceran (C1.V1 = C2.V2), dimana
konsentrasi LIB II adalah c1. Pada percobaan ini digunakan konsentrasi yang berbeda
yaitu 3, 4, 6, 7, 8 ppm
− Dilakukan pengukuran kalibrasi dengan menggunakan spektrofotometri Uv-vis
− Disetting nama: PCT Unit Label dalam satuan ppm, ambil sample ID sejumlah sample
yang akan dianalisis, curve data menjadi 0, 3, 4, 6, 7, 8 ppm
− Dimasukkan larutan kurva kalibrasi PCT dengan konsentrasi yang berbeda ke dalam
kuvet dan dilakukan pengukuran
Hasil:
Akan fokus kepada amin primer aromatic karena sampel yg digunakan adalah golongan sulfa
yaitu sulfametoksazol. Pereaksi yang digunakan asam nitrit
Dasar analisis : hukum lambert-beers dengan syarat larutan berwarna yang sudah dibentuk
tersebut harus jernih (kalau tdk jernih tdk bs di analisis dengan spektro-vis) → Senyawa yg tdk
berwarna diubah menjadi senyawa yang berwarna dengan pereaksi kimia (reaksi kromogenik) →
Senyawa yg baru terbentuk dapat dengan segara mantap atau mungkin baru mantap setelah
beberapa waktu → Operating time (waktu yang tepat) dimana absorbansinya tidak naik turun/
sudah stabil → Bagaimana caranya? Biasanya melakukan pengukuran absorbansi senyawa yang
telah ditambahkan pewarna tersebut selama 30 menit – 60 menit dimana absorbansinya diukur
setiap menit untuk melihat apakah absorbansinya sudah stabil. Cara melihat absorbansi stabil :
melihat angka absorbansi (nilai absorbansi tidak naik turun)
Penentuan kadar sulfametoksazol dalam tablet yang mengandung trimetoprim
Absorbansi maksimum sulfametoksazol : sekitar 258
Tetapi karena ada trimetorpim yang memberikan absorbansi (walaupun absorbansinya di 288)
tetapi di wilayah maksimum absorbansi sulfametoksazol, trimetorpim juga memberikan serapan
sehingga akan menambah serapan dari sulfametoksazol sehingga tidak memungkinkan untuk
memeriksa senyawa sulfametoksazol pada wilayah UV dengan metode biasa
Struktur sulfametoksazol
Bagaimana cara untuk memberikan pewarnaan? Melakukan reaksi diazotasi : NaNo2 (natrium
nitrit) + HCl → asam nitrit sehingga gugus amin akan berubah menjadi garam diazonium. Garam
diazonium akan bereaksi dengan NED dan membentuk senyawa yang lebih kompleks. Senyawa
kompleks ini akan memberikan warna di daerah visible / bergeser ke wilayah visible yang
awalnya berada di daerah UV / batokromik
Absorbansi Sulfametoksazol
Sulfametoksazol ketika belum ditambahkan pewarna absorbansinya berada di 258 nm (yang
mana spektro UV 200-400 nm). Ketika ditambahkan pewarna maka bergeser ke wilayah Vis
dimana absorbansi nya sekitar 520-an (akan terlihat pada demo). Ketika sudah di wilayah Vis
maka trimetorpim tidak akan menganggu aborbansi dari sulfametoksazol karena absorbansi
trimetorpim terdapat di 288 nm
Prosedur Video
− Dibilas kuvet dengan pelarut yang digunakan
− Dimasukkan pelarut dalam kuvet sampai garis batas
− Dikeringkan dengan tisu wajah pada sisi buram dan tisu lensa pada sisi bening
− Dipastikan kuvet dalam keadaan bening
− Dimasukkan kuvet pada bagian depan dan belakang
− Dilakukan baseline pada alat spektro vis
− Diatur panjang gelombang 400-800 nm
− Diketik sampel yang digunakan pada alat spektrofotometer vis
− Pilih 1. System, maka alat akan melakukan proses baseline
− Disiapkan Sulfametoksazol BPFI 50 mg [Sampel : 20 tablet cotrimoxazole (kandungan
sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprim 80 mg)]
− Dihidupkan timbangan
− Dimasukkan kertas perkamen dan cawan porselen ke dalam timbangan
− Kemudian ditara timbangan
− Ditimbang 20 tablet cotrimoxazole (kandungan sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprim
80 mg)
− Proses penimbangan memakai pinset
− Diperoleh bobot 20 dan dicatat
− Dimasukkan ke dalam lumpang dan digeruskan
− Dihitung serbuk setara dengan 25 mg sulfametoksazol kemudian ditimbang
− Dicatat hasil penimbangan
− Dibungkus perkamen
Pengujian OT
Dalam kuvet itu diuji 60 menit tapi terakhir dibuang lalu diisi kembali
Pada spektrofotometri sinar tampak yang harus diperhatikan : sampel yg diperiksa harus
berwarna jernih, panjang gelombang yang dipakai 400-800 nm. Zat yang tidak berwarna dibuat
menjadi berwarna dengan penambahan pereaksi, operasionalnya memakai waktu kerja
Hukum lambert beer dpt juga digunakan untuk larutan yang berwarna asal jernih. Dalam analisa
suatu senyawa yg tdk berwarna memungkinkan diubah menjadi berwarna dengan penambahan
pereaksi
Untuk merubah suatu senyawa menjadi berwarna dpt dilakukan dengan bbrp cara:
1. Mereaksikan senyawa tersebut dengan pereaksi lain yang mempunyai kromofor atau
auksokrom sehingga hasil reaksi menyebabkan efek batokromik kearah sinar tampak.
Contoh: sulfadiazin dengan para DAB HCl → jingga
2. Mereaksikan dengan suatu ion logam yg dpt menerima pasangan elektron bebas dr
senyawa tsb, sehingga terbentuk suatu senyawa komplek yg berwarna. Cth : turunan
salisilat + ion feri → ungu
3. Dengan penambahan asam atau basa shg senyawa tersebut berwarna. Cth: phenolfthalein
dengan basa akan memberikan wrn merah krn terbentuk senyawa quinoid
4. Mereaksikan suatu senyawa shg akan dpt bereaksi dgn suatu kromofor. Cth: ion feri
direduksi menjd fero kemudian ditambahkan pereaksi alpa dipridil atau ortho
phenantrolin berwarna merah atau ungu
Umumnya wrna yg terbentuk segera stabil atau baru stabil bbrp waktu dan serapannya tetap dan
kemudian dpt turun naik lagi jd wrna yg stabil, tp tdk tahan lama. Oleh krn itu perlu waktu yg
tepat kapan absorbsinya tetap dan dapat dibaca maka perlu dicari waktu kerja / OT
Cara mencari OT : dengan menguji absorbansinya pada pjg gelombang maksimum dr larutan
hasil reaksi senyawa yg diuji yg disiapkan berdasarkan petunjuk kepustakaan. Kemudian dibuat
data dan kurva yg menyatakan hubungan waktu dalam menit / detik dengan absorbansinya
Contoh: asam salisilat + Fe terbentuk warna ungu lalu cari panjang gelombang maksimum. Dari
data ini terlihat bahwa absorbansi stabil / mantap pada menit ke 3-9. Setelah mengetahui OT
maka harus menentukan serapan maksimum dan linieritas kurva kalibrasi yg tdk boleh bekerja di
luar waktu yg ditentukan
Untuk sediaan yg sudah berwarna misalnya vitamin B12, B2, tetrasiklin, dll maka penentuan
kadarnya lgsg ditentukan scr spektro Vis dengan pelarut yg sesuai kemudian diukur pd pjg
gelombang maximum
Di literatur konsentrasi untuk mencari absorbsi maksimum 40 mcg/ ml dan panjang gelombang
maksimum 525 nm
Pada pembuatan LIB dibuat konsentrasi sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipindahkan
larutannya dri dalam pipet. Pd salisilat untuk mencari absorbsi maksimum diliteratur pd
konsentrasi 40 mcg/ml, pakai rumus pengenceran
Ukur serapannya maka didapat pjg gelombang dialat yg diperbolehkan beda tambah kurang 3 nm
(kalau tidak sesuai maka dilakukan pengulangan, maksimal pengulangan 3x, apabila masi tidak
sesuai maka alat harus dikalibrasi). Setelah itu penetapan OT ulangi lagi seperti diatas ukur
serapannya (400-800 nm) krn diliteratur panjang gelombangnya sudah tertera dan dari warna
ungu yg didapat maka disingkat dari (460-560 nm)
Jika tidak menyebar serapannya maka diulangi lagi yg berdekatan sehingga koefisien korelasi
memenuhi syarat
Setelah didapat data kurva kalibrasi maka dapat dihitung persamaan regresi dan koefisien
korelasi
Untuk tablet, perhitungan kembalikan keberat rata” 1 tablet jika dalam bentuk tablet
Prosedur video
− Dibilas kuvet dengan pelarut yang digunakan
− Dimasukkan pelarut ke dalam kuvet sampai garis tanda
− Dilap kuvet dan pastikan dalam keadaan kering
− Dimasukkan ke dalam alat
− Dilakukan baseline pada alat
− Diatur panjang gelombang pada 400-800 nm
− Diketik sampel yang digunakan pada spektro uv-vis
− Pilih 1. System maka alat akan melakukan proses baseline
Pengukuran larutan OT
− Dibilas kuvet dgn larutan yg akan diukur
− Dimasukkan larutan ke dlm kuvet sampai garis tanda
− Dilap kuvet
− Dimasukkan kuvet ke alat
− Dilakukan pengaturan pada alat
− Tekan start
− Diperoleh data OT
Pembuatan larutan kurva kalibrasi dengan 5 konsentrasi berbeda (0, 20, 30, 40, 50, 60
ppm)
− Dipersiapkan bola hisap dan volume pipet
− Dipipet larutan LIB asam salisilat
− Dimasukkan ke dlm labu kurva kalibrasi I
− Dipersiapkan bola hisap dan matt pipet
− Diambil larutan FeCl3 1%
− Dimasukkan ke dalam labu kurva kalibrasi (berubah warna : ungu kehitaman)
− Dicukupkan dengan akuades menggunakan corong
− Dihomogenkan dan larutan kurva kalibrasi siap diukur
Pembuatan larutan kurva kalibrasi dengan 5 konsentrasi berbeda (0, 20, 30, 40, 50, 60
ppm)
− Dipersiapkan bola hisap dan volume pipet
− Dipipet larutan LIB asam salisilat
− Dimasukkan ke dlm labu tentukur 50 ml
− Dipersiapkan bola hisap dan matt pipet
− Diambil 5 ml larutan FeCl3 1%
− Dimasukkan ke dalam labu kurva kalibrasi (berubah warna : ungu kehitaman)
− Dihomogenkan larutan
− Dicukupkan dengan akuades menggunakan corong sampai mendekati garis tanda lalu
lanjut menggunakan pipet tetes
− Dihomogenkan dan larutan kurva kalibrasi siap diukur
− Diperoleh pembuatan larutan kurva kalubrasi dengan konsentrasi 0, 20, 30, 40, 50, 60
ppm
Kadar asam salisilat : Tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%
JUDUL 4 : Penentuan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam tablet secara
multikomponen dan matrik dengan spektrofotometri UV
Analisis Multikomponen : pengukuran dua atau lebih senyawa obat scr bersama” dgn cara
spektrofotometri uv-vis dmn msg” komponen tdk saling mengganggu atau gangguan dari
komponen sangat kecil
Multi : banyak atau lebih
Komponen : senyawa obat
Dasar analisis : hukum lambert beer yg dikenal sifat penambahan (aditif) → absorbansi pada
panjang gel tertentu = jumlah absorbansi semua komponen pd pjg gel tersebut
Jadi, dalam suatu analisis (kalau campuran), ada 2 kemungkinan:
1. Absorbansi tidak saling tumpang tindih
2. Saling tumpang tindih / menganggu (maka perlu menggunakan analisis multikomponen)
Contoh:
Tablet kortimoksazol yang mengandung sulfametoksazol dan trimetorpim. Dilakukan penetapan
panjang gelombang. Ketika mengukur pada panjang gel maks pada sulfa ada absorbansi dari
trimetoprim. Ketika mengukur pada panjang gel maks pada trimetoprim ada absorbansi dari
sulfa. Jadi, ketika ukur absorbansi dari kortimoksazol tanpa pemisahan maka absorbansi yg
didapatkan saling menganggu sehingga perlu dilakukan analisis multikomponen
Ax : absorbtivitas sulfa
Cx : konsentrasi sulfa
Ay : absorbtivitas tprim
Cy : konsentrasi tprim
− Penetapan kadar tablet campuran → dengan mengukur sampel pada panjang gel 258 nm
(sulfa) dan ukur sampel pada panjang gel 288 nm
Tahap” penentuan validasi metode spektrofotometri pada penentuan kadar PCT Tablet
1. Pembuatan LIB baku pembanding
50 mg PCT BPFI ditimbang secara seksama ; masukkan ke labu tentukur 50 ml + 20 ml
NaOH 0,1 N ; kocok ; NaOH 0,1 N sampai garis tanda ; LIB I (1000 mcg / ml)
Pipet 0,5 ml LIB I masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml + NaOH 0,1 N sampai garis
tanda ; LIB II (100 mcg/ ml)
2. Penentuan panjang gelombang maksimum
Menentukan konsentrasi pengukuran yg memberikan serapan (A = 0,434) yaitu serapan
dgn kesalahan fotometrik terkecil dgn menggunakan hukum lambert beert
Diketahui : PCT dlm pelarut NaOH 0,1 N, panjang gelombang : 257 nm, A11 : 715
(Clarke’s)
Pipet 3 ml dari LIB II (konsentrasi 100 mcg/ ml) masukkan ke labu tentukur 50 ml +
NaOH 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi 6 mcg/ ml) ; ukur serapan pd panjang
gelombang 200-400 nm
− Dipersiapkan sampel dan BPFI PCT untuk rentang spesifik 80, 100, 120%
Pembuatan larutan rentang spesifik 80% (dengan baku)
− Dipersiapkan serbuk sampel 392 mg (setara 280 mg PCT) dan BPFI PCT 120 mg
− Dimasukkan serbuk tablet yg telah ditimbang dlm labu dgn corong
− Dibilas sisa serbuk yg melekat kertas perkamen dgn NaOH 0,1 N dan sisi corong
− Dimasukkan serbuk BPFI PCT
− Dibilas sisa serbuk yg melekat kertas perkamen dgn NaOH 0,1 N dan sisi corong
− Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N
− Dihomogenkan
− Dicukupkan dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda
− Dihomogenkan
− Disaring dengan kertas saring
− Dibuang 10 ml filtrat penyaringan pertama agar menghilangkan kotoran yg melekat pd
kertas saring
− Disaring dan diambil filtrat
− Dipipet 1,5 ml dari filtrat
− Dimasukkan ke dlm labu 50 ml
− Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N
− Dihomogenkan
− Dicukupkan dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda
− Dihomogenkan
− Dipipet 2 ml dari larutan dengan volume pipet
− Dimasukkan ke dlm labu 50 ml
− Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N
− Dihomogenkan
− Dicukupkan dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda
− Dihomogenkan
− Diperoleh larutan rentang spesifik 80% (dengan baku) dibuat replikasi 3x
Pembuatan larutan rentang spesifik 100% (dengan baku)
− Dipersiapkan serbuk serbuk 490 mg (setara 350 mg PCT) dan BPFI PCT 150 mg
− SAMA SAJA PROSED
− Diperoleh larutan rentang spesifik 100% (dengan baku) dibuat replikasi 3x
Pembuatan larutan rentang spesifik 120% (dengan baku)
− Dipersiapkan serbuk serbuk 588 mg (setara 420 mg PCT) dan BPFI PCT 180 mg
− SAMA SAJA PROSED
− Diperoleh larutan rentang spesifik 120% (dengan baku) dibuat replikasi 3x
Pengukuran rentang spesifik 80% (dengan baku)
− Dipengukuran rentang spesifik 80% (dengan baku). Dilakukan replikasi sebanyak 3x
− Dimasukkan larutan rentang spesifik 80% ke dlm kuvet
− Dikeringkan kuvet
− Dimasukkan kuvet ke dlm spektro uv
− Diperoleh hasil rentang spesifik 80%
Pengukuran rentang spesifik 100% (dengan baku)
− Dipengukuran rentang spesifik 100% (dengan baku). Dilakukan replikasi sebanyak 3x
− Dimasukkan larutan rentang spesifik 100% ke dlm kuvet
− Dikeringkan kuvet
− Dimasukkan kuvet ke dlm spektro uv
− Diperoleh hasil rentang spesifik 100%
Pengukuran rentang spesifik 120% (dengan baku)
− Dipengukuran rentang spesifik 120% (dengan baku). Dilakukan replikasi sebanyak 3x
− Dimasukkan larutan rentang spesifik 120% ke dlm kuvet
− Dikeringkan kuvet
− Dimasukkan kuvet ke dlm spektro uv
− Diperoleh hasil rentang spesifik 120%
Judul 6 : HPLC
Bagian dari sistem HPLC (fase gerak, pompa, injektor, kolom, detektor, tempat pembuangan
limbah → urutan)
1. Fase gerak/ eluen
Pada praktikum digunakan 2 eluen berbeda metanol dan akuabides
Fase gerak akan mengalir pada sistem HPLC
2. Pompa/ Pump HPLC
Membantu memberikan tekanan sehingga fase gerak akan bergerak atau mengalir
memasuki sistem
3. Kolom HPLC (kolom C-18)
Sebagai fase diam
4. Injektor
Berfungsi menginjeksi sampel yang akan dialirkan menuju kolom
5. Detektor
Berfungsi mendeteksi keberadaan komponen yang telah melewati kolom dan
memberikan sinyal elektronik pada pengolah data
6. Tempat pembuangan limbah
B. Air
- rangkai alat
- pasangkan filter selulosa nitrat 0,45 µm
- bilas terlebih dahulu
- lakukan proses penyaringan air dengan vakum
- hasil dimasukkan ke dalam wadah fase gerak
Setelah diperoleh hasil penyaringan dengan menggunakan filter dilanjutkan dengan melakukan
proses sonikasi dengan ultrasonikator.
Cara penggunaan alat ultrasonikator:
- hidupkan alat dengan cara tekan tombol on
- atur waktu pada timer 30 menit
- kemudian ok
Fungsi alat ultrasonikator adalah menghilangkan gelembung-gelembung udara yang mungkin
terperangkap pada fase gerak yang digunakan
AAS (atomic absorption spectroscopy) : suatu teknik yg sangat umum untuk mendeteksi metal
dan metalloid dalam sampel
AAS dapat dipercaya dan mudah digunakan
AAS dapat menganalisis lebih dari 62 element
AAS dapat mengukur kadar atau konsentrasi metal dalam sampel
Sejarah:
AAS pertama kali dibuat oleh CSIRO scientist alan walsh pada 1954
Prinsip AAS:
− Teknik ini menggunakan prinsip dasar bahwa atom” bebas (gas) yang dihasilkan dalam
suatu atomizer dapat menyerap radiasi pada frekuensi yang spesifik.
− AAS bisa menghitung absorpsi dari atom keadaan dasar dalam bentuk gas.
− Atom” mengabsorpsi sinar ultraviolet/ visible dan membuat transisi pada tingkat/ level
energi elektronik yang tinggi. Konsentrasi analit ditentukan dari jumlah yang diabsorpsi.
− Pengukuran konsentrasi/ kadar biasanya ditunjukkan dari suatu kurva kalibrasi setelah
mengkalibrasi instrumen dengan konsentrasi yang sudah diketahui.
Teori:
AAS mempunyai lampu holow katoda, nebulizer, atomizer, monokromator, detektor
Diagram skematik AAS:
Sumber cahaya:
− Lampu hollow katoda adalah sumber radiasi yang paling umum dalam AAS.
− Lampu hollow katoda mengandung anoda tungsten dan katoda hollow cylindrical dibuat
dari unsur yang akan dideteksi.
− Lampu hollow katoda dan katoda hollow cylindrical dimasukkan ke dalam tabung gelas
yang diisi dengan gas (neon atau argon).
− Setiap unsur mempunyai lampunya sendiri yang harus digunakan untuk analisis.
Nebulizer:
− Menyedot cairan sampel pada keadaan yang terkontrol
− Membuat suatu larutan aerosol yang akan dimasukkan ke dalam nyala api
− Campuran aerosol, bahan bakar, oksidan dan dimasukkan ke dalam nyala api
Atomizer:
− Unsur” yg akan dianalisis perlu dibentuk dalam kondisi atom
− Atomisasi adalah pemisahan partikel” menjadi molekulnya masing” dan memecahkan
molekul mendjadi atom. Ini bisa dikerjakan dengan mengekspos analit dalam temperatur
yang tinggi dalam nyala api atau tungku graphite
Atomisasi dengan nyala api (Flame atomizer):
− Untuk membuat nyala api, kita memerlukan campuran satu gas oksidan dan juga satu
bahan bakar gas
− Dalam banyak hal nyala asetil-udara atau nyala asetil-nitro oksida yg digunakan
− Sampel” dalam bentuk cair atau yg sudah dilarutkan adalah khas digunakan untuk
atomisasi dengan nyala api
Komponen HPLC:
1. Monitor
2. GC (Gas chromatography)
3. MS (Mass spektro)
4. Injektor (berfungsi scr otomatis)
5. Fase gerak (yang sering digunakan gas helium. Gas tdk terdapat di dlm ruangan, terletak
di ruangan yg khusus/ instrumen. Gas dihubungkan dengan tubing/ kawat-kawat, tubing
akan mengalirkan gas helium dan masuk ke alat GC dan diteruskan ke MS)
6. Kolom (tipe kolom 1 MS *untuk sampel minyak atsiri*. Kolom mempunyai beberapa
tipe : 1MS, 23MS, 5MS. Tiap” tipe ditujukan untuk sampel yang berbeda-beda. Panjang
kolom hampir 30cm berupa kumparan” yg digulung sehingga proses pemisahan senyawa
bisa maksimal)
7. Oven (tempat memanaskan kolom)
8. Tempat sampel
Pemanfaatan GCMS : untuk senyawa” hidrokarbon yg mudah menguap seperti minyak atsiri,
senyawa” alkohol, senyawa yg stabil terhadap pemanasan
GC : hanya gas kromatografi saja. Lebih untuk analisa kuantitatif. Detektor : FIB, FID, dll.
GCMS : ada GC dan MS sehingga pemanfaatannya lebih maksimal shg bisa menentukan
struktur suatu senyawa. Lebih untuk analisa kualitatif. Detektor : MS.
Sampel diinjeksikan ke autoinjektor. Di dalam autoinjektor ada port injektor yang akan menuju
ke kolom. Di port terjadi pemanasan (untuk suhunya diatur dengan software). Setelah masuk ke
kolom maka akan terjadi proses pemisahan kemudian hasilnya akan diteruskan ke MS.
− Buka program GCMS
− Diklik vacum control (untuk menghilangkan udara yg ada di dlm alat GCMS krn kalau
ada udara proses fragmentasi dari sampel” yg sudah dipisahkan menggunakan GC akan
terhalangi sehingga tdk akan mendptkan modem fragmentasi dari senyawa yg mau
dianalisis)
− Diambil cuplikan minyak cengkeh masukkan ke vial sampel dan langsung dianalisis
menggunakan GCMS
Prosedur video
− Dihubungkan gas helium dengan alat
− Dihidupkan alat dengan cara menekan tombol power pada alat GC/MS
− Dihidupkan komputer dan buka software
− Dilakukan proses vakum dengan gas helium
− Dimasukkan sampel ke dalam vial dan diletakkan ke tempat sampel
− Dilakukan proses pengaturan software
Waktu retensi : waktu yg dibutuhkan senyawa tersebut terdeteksi oleh alat GCMS
Misalnya : eugenol terdeteksi pada menit 13
Jumlah sampel yg terdeteksi akan dipengaruhi oleh kondisi sampel yg dianalisis dimana kondisi
bisa dipengaruhi oleh banyak hal : suhu ataupun proses ekstraksi atau lingkungan, alat yg
digunakan dlm praktikum